Dokumen tersebut membahas pembagian hadits menurut jumlah perawinya yaitu hadits mutawatir dan hadits ahad. Hadits mutawatir memiliki syarat jumlah perawi yang mustahil berdusta dan tersebar luas di kalangan sahabat, sedangkan hadits ahad dibagi menjadi hadits masyhur, aziz, dan gharib berdasarkan jumlah dan kualitas perawinya.
3. PEMBAGIAN HADITS
MENURUT JUMLAH PERAWINYA
Hadits Mutawatir & Hadits Ahad
Hadits mutawatir ialah suatu (hadits) yang
diriwayatkan sejumlah rawi yang menurut adat
mustahil mereka bersepakat berbuat dusta, hal
tersebut seimbang dari permulaan sanad hingga
akhirnya, tidak terdapat kejanggalan jumlah pada
setiap tingkatan.
4. Syarat 1 Hadits Mutawatir
Harus berdasarkan tanggapan panca indera
sendiri oleh pemberitanya. (Bukan hasil
pemikiran (ro’yu) /rangkuman peristiwa /
semacamnya, meskipun jumlah perawinya
banyak)
13. Syarat Ketiga
Jumlah Tawattur ada di thabaqat pertama/
berikutnya (tidak banyak)
Ibnu Hibban & Al Hazimi: tidak mungkin
karena terlalu ketat.
14. Syarat Ketiga
Jumlah Tawattur ada di thabaqat pertama/
berikutnya (tidak banyak)
Ibnu Hibban & Al Hazimi: tidak mungkin
karena terlalu ketat.
Ibnu Shalah: Ada tapi sedikit.
15. Syarat Ketiga
Jumlah Tawattur ada di thabaqat pertama/
berikutnya (tidak banyak)
Ibnu Hibban & Al Hazimi: tidak mungkin
karena terlalu ketat.
Ibnu Shalah: Ada tapi sedikit.
Ibnu Hajar al Asqolani: Pendapat diatas tidak
benar (mereka kurang menelaah jalan hadits)
16. Hukum Hadits Mutawatir
Harus diterima secara bulat, karena kejelasan
yang qath’i tanpa ragu, tanpa perlu melihat
kondisi perawi yang demikian banyak
18. Pembagian Hadits Mutawattir
Mutawatir Lafadzy
Barangsiapa yang berdusta atasku maka bersiap-siaplah bertempat
dineraka.” Menurut Abu Bakar Al-Bazzar, hadits tersebut diriwayatkan oleh
40 orang sahabat, kemudian Imam Nawawi dalam kita Minhaju al-
Muhadditsin menyatakan bahwa hadits itu diterima 200 sahabat
19. Pembagian Hadits Mutawattir
Mutawatir Lafadzy
Barangsiapa yang berdusta atasku maka bersiap-siaplah bertempat
dineraka.” Menurut Abu Bakar Al-Bazzar, hadits tersebut diriwayatkan oleh
40 orang sahabat, kemudian Imam Nawawi dalam kita Minhaju al-
Muhadditsin menyatakan bahwa hadits itu diterima 200 sahabat
Mutawatir Makna
Hadits yang disepakati maknanya walaupun lafadznya beda-beda.
Semuanya bermuara pada satu poin yang sama. Misalnya hadits tentang
syafaat dan hadits tentang mengusap kedua khuf, hadits tentang
membasuh atas khuf, mengangkat kedua tangan dalam doa, tentang al-
Quran diturunkan dalam tujuh huruf, dll.
20. Hadits Ahad
Khobar Wahid: Perawinya satu orang
Khobarul Ahad: Hadits yang tidak ada syarat
mutawatir
24. Pembagian Hadits Ahad
Hadits Masyhur (Minimal 3 Perawi, Dikenal,
bisa shohih, bahkan maudhu)
Hadits Aziz
Hadits Gharib
25. Hadits Masyhur
Amr Ibn Ash, Rasulullah SAW bersabda :" Sesungguhnya Allah
tidak mencabut ilmu dengan mencabutnya dari hambanya, akan
tetapi dengan mengangkat para ulama (meninggal), hingga ketika
tidak tersisa seorang alim, orang-orang menjadikan pemimpin
mereka orang-orang bodoh, ketika mereka ditanya maka mereka
berfatwa tanpa menggunakan ilmu, maka mereka itu sesat dan
menyesatkan" (HR Bukhori dan Muslim)
" Hal yang halal yang paling dibenci oleh Allah adalah thalaq” (HR
Al-Hakim)
Hadits Masyhur tidak bisa langsung dihukumi sebagai hadits
shohih atau tidak, karena di dalamnya ada yang termasuk kategori
shohih, hasan, dhoif atau bahkan maudhu
26. Hadits ‘Aziz
Dari Anas bin Malik: Rasulullah SAW: “Tidak
sempurna keimanan seorang dari kalian, hingga
aku lebih dicintai daripada orang tuanya,
anaknya dan orang lain semuanya” HR Asy
Syaikhan
28. Hadits Gharib
Gharib Mutlaq - Perawinya hanya satu (asli
sanad - sahabat) Innama ‘amalu bin niyat....
Umar bin Khattab
29. Hadits Gharib
Gharib Mutlaq - Perawinya hanya satu (asli
sanad - sahabat) Innama ‘amalu bin niyat....
Umar bin Khattab
Gharib Nisby - Ditengah / di akhir tingkatan
sanad. Malik dari Zuhri dari Anas: Rasulullah
SAW memasuki mekkah memakai mighfar HR
Bukhori Muslim (Malik sendiri menerima dari
Az Zuhri)
Hadits (khabar) yang diberitakan oleh rawi-rawi tersebut harus berdasarkan tanggapan (daya tangkap) pancaindera. Artinya bahwa berita yang disampaikan itu benar-benar merupakan hasil pemikiran semata atau rangkuman dari peristiwa-peristiwa yang lain dan yang semacamnya, dalam arti tidak merupakan hasil tanggapan pancaindera (tidak didengar atau dilihat) sendiri oleh pemberitanya, maka tidak dapat disebut hadits mutawatir walaupun rawi yang memberikan itu mencapai jumlah yang banyak.\n
Bilangan para perawi mencapai suatu jumlah yang menurut adat mustahil mereka untuk berdusta. Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat tentang batasan jumlah untuk tidak memungkinkan bersepakat dusta.\n• Abu Thayib menentukan sekurang-kurangnya 4 orang. Hal tersebut diqiyaskan dengan jumlah saksi yang diperlukan oleh hakim.\n• Ashabus Syafi'i menentukan minimal 5 orang. Hal tersebut diqiyaskan dengan jumlah para Nabi yang mendapatkan gelar Ulul Azmi.\n• Sebagian ulama menetapkan sekurang-kurangnya 20 orang. Hal tersebut berdasarkan ketentuan yang telah difirmankan Allah tentang orang-orang\n18mukmin yang tahan uji, yang dapat mengalahkan orang-orang kafir sejumlah\n200 orang (lihat surat Al-Anfal ayat 65). •Ulama yang lain menetapkan jumlah tersebut sekurang-kurangnya 40 orang.\nHal tersebut diqiyaskan dengan firman Allah: "Wahai nabi cukuplah Allah dan orang-orang yang mengikutimu (menjadi penolongmu)." (QS. Al-Anfal: 64). Tarjih dari Mahmud Muhammad Thohan ( Taysir Mustholah hadits) adalah jumlah sepuluh perawi.\n
Bilangan para perawi mencapai suatu jumlah yang menurut adat mustahil mereka untuk berdusta. Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat tentang batasan jumlah untuk tidak memungkinkan bersepakat dusta.\n• Abu Thayib menentukan sekurang-kurangnya 4 orang. Hal tersebut diqiyaskan dengan jumlah saksi yang diperlukan oleh hakim.\n• Ashabus Syafi'i menentukan minimal 5 orang. Hal tersebut diqiyaskan dengan jumlah para Nabi yang mendapatkan gelar Ulul Azmi.\n• Sebagian ulama menetapkan sekurang-kurangnya 20 orang. Hal tersebut berdasarkan ketentuan yang telah difirmankan Allah tentang orang-orang\n18mukmin yang tahan uji, yang dapat mengalahkan orang-orang kafir sejumlah\n200 orang (lihat surat Al-Anfal ayat 65). •Ulama yang lain menetapkan jumlah tersebut sekurang-kurangnya 40 orang.\nHal tersebut diqiyaskan dengan firman Allah: "Wahai nabi cukuplah Allah dan orang-orang yang mengikutimu (menjadi penolongmu)." (QS. Al-Anfal: 64). Tarjih dari Mahmud Muhammad Thohan ( Taysir Mustholah hadits) adalah jumlah sepuluh perawi.\n
Bilangan para perawi mencapai suatu jumlah yang menurut adat mustahil mereka untuk berdusta. Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat tentang batasan jumlah untuk tidak memungkinkan bersepakat dusta.\n• Abu Thayib menentukan sekurang-kurangnya 4 orang. Hal tersebut diqiyaskan dengan jumlah saksi yang diperlukan oleh hakim.\n• Ashabus Syafi'i menentukan minimal 5 orang. Hal tersebut diqiyaskan dengan jumlah para Nabi yang mendapatkan gelar Ulul Azmi.\n• Sebagian ulama menetapkan sekurang-kurangnya 20 orang. Hal tersebut berdasarkan ketentuan yang telah difirmankan Allah tentang orang-orang\n18mukmin yang tahan uji, yang dapat mengalahkan orang-orang kafir sejumlah\n200 orang (lihat surat Al-Anfal ayat 65). •Ulama yang lain menetapkan jumlah tersebut sekurang-kurangnya 40 orang.\nHal tersebut diqiyaskan dengan firman Allah: "Wahai nabi cukuplah Allah dan orang-orang yang mengikutimu (menjadi penolongmu)." (QS. Al-Anfal: 64). Tarjih dari Mahmud Muhammad Thohan ( Taysir Mustholah hadits) adalah jumlah sepuluh perawi.\n
Bilangan para perawi mencapai suatu jumlah yang menurut adat mustahil mereka untuk berdusta. Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat tentang batasan jumlah untuk tidak memungkinkan bersepakat dusta.\n• Abu Thayib menentukan sekurang-kurangnya 4 orang. Hal tersebut diqiyaskan dengan jumlah saksi yang diperlukan oleh hakim.\n• Ashabus Syafi'i menentukan minimal 5 orang. Hal tersebut diqiyaskan dengan jumlah para Nabi yang mendapatkan gelar Ulul Azmi.\n• Sebagian ulama menetapkan sekurang-kurangnya 20 orang. Hal tersebut berdasarkan ketentuan yang telah difirmankan Allah tentang orang-orang\n18mukmin yang tahan uji, yang dapat mengalahkan orang-orang kafir sejumlah\n200 orang (lihat surat Al-Anfal ayat 65). •Ulama yang lain menetapkan jumlah tersebut sekurang-kurangnya 40 orang.\nHal tersebut diqiyaskan dengan firman Allah: "Wahai nabi cukuplah Allah dan orang-orang yang mengikutimu (menjadi penolongmu)." (QS. Al-Anfal: 64). Tarjih dari Mahmud Muhammad Thohan ( Taysir Mustholah hadits) adalah jumlah sepuluh perawi.\n
Bilangan para perawi mencapai suatu jumlah yang menurut adat mustahil mereka untuk berdusta. Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat tentang batasan jumlah untuk tidak memungkinkan bersepakat dusta.\n• Abu Thayib menentukan sekurang-kurangnya 4 orang. Hal tersebut diqiyaskan dengan jumlah saksi yang diperlukan oleh hakim.\n• Ashabus Syafi'i menentukan minimal 5 orang. Hal tersebut diqiyaskan dengan jumlah para Nabi yang mendapatkan gelar Ulul Azmi.\n• Sebagian ulama menetapkan sekurang-kurangnya 20 orang. Hal tersebut berdasarkan ketentuan yang telah difirmankan Allah tentang orang-orang\n18mukmin yang tahan uji, yang dapat mengalahkan orang-orang kafir sejumlah\n200 orang (lihat surat Al-Anfal ayat 65). •Ulama yang lain menetapkan jumlah tersebut sekurang-kurangnya 40 orang.\nHal tersebut diqiyaskan dengan firman Allah: "Wahai nabi cukuplah Allah dan orang-orang yang mengikutimu (menjadi penolongmu)." (QS. Al-Anfal: 64). Tarjih dari Mahmud Muhammad Thohan ( Taysir Mustholah hadits) adalah jumlah sepuluh perawi.\n
Jumlah tawattur ada baik dalam thabaqat (lapisan/tingkatan) pertama maupun thabaqat berikutnya. Hadits mutawatir yang memenuhi syarat- syarat seperti ini tidak banyak jumlahnya, bahkan Ibnu Hibban dan Al-Hazimi menyatakan bahwa hadits mutawatir tidak mungkin terdapat karena persyaratan yang demikian ketatnya. Sedangkan Ibnu Salah berpendapat bahwa mutawatir itu memang ada, tetapi jumlahnya hanya sedikit. Ibnu Hajar Al-Asqalani berpendapat bahwa pendapat tersebut di atas tidak benar. Ibnu Hajar mengemukakan bahwa mereka kurang menelaah jalan-jalan hadits.\n
Jumlah tawattur ada baik dalam thabaqat (lapisan/tingkatan) pertama maupun thabaqat berikutnya. Hadits mutawatir yang memenuhi syarat- syarat seperti ini tidak banyak jumlahnya, bahkan Ibnu Hibban dan Al-Hazimi menyatakan bahwa hadits mutawatir tidak mungkin terdapat karena persyaratan yang demikian ketatnya. Sedangkan Ibnu Salah berpendapat bahwa mutawatir itu memang ada, tetapi jumlahnya hanya sedikit. Ibnu Hajar Al-Asqalani berpendapat bahwa pendapat tersebut di atas tidak benar. Ibnu Hajar mengemukakan bahwa mereka kurang menelaah jalan-jalan hadits.\n
Jumlah tawattur ada baik dalam thabaqat (lapisan/tingkatan) pertama maupun thabaqat berikutnya. Hadits mutawatir yang memenuhi syarat- syarat seperti ini tidak banyak jumlahnya, bahkan Ibnu Hibban dan Al-Hazimi menyatakan bahwa hadits mutawatir tidak mungkin terdapat karena persyaratan yang demikian ketatnya. Sedangkan Ibnu Salah berpendapat bahwa mutawatir itu memang ada, tetapi jumlahnya hanya sedikit. Ibnu Hajar Al-Asqalani berpendapat bahwa pendapat tersebut di atas tidak benar. Ibnu Hajar mengemukakan bahwa mereka kurang menelaah jalan-jalan hadits.\n
Jumlah tawattur ada baik dalam thabaqat (lapisan/tingkatan) pertama maupun thabaqat berikutnya. Hadits mutawatir yang memenuhi syarat- syarat seperti ini tidak banyak jumlahnya, bahkan Ibnu Hibban dan Al-Hazimi menyatakan bahwa hadits mutawatir tidak mungkin terdapat karena persyaratan yang demikian ketatnya. Sedangkan Ibnu Salah berpendapat bahwa mutawatir itu memang ada, tetapi jumlahnya hanya sedikit. Ibnu Hajar Al-Asqalani berpendapat bahwa pendapat tersebut di atas tidak benar. Ibnu Hajar mengemukakan bahwa mereka kurang menelaah jalan-jalan hadits.\n
Hadits mutawatir memberikan faedah ilmu daruri dan yakin, yakni keharusan untuk menerimanya secara bulat sesuatu yang diberitahukan mutawatir karena ia membawa keyakinan yang qath'i (pasti) tanpa perlu diragukan, bahkan tanpa perlu melihat kembali pada kondisi perawinya yang demikian banyak.\n
\n
\n
\n
\n
Kata Aahad secara bahasa adalah bentuk jamak dari ‘ahad’ yang bermakna ‘satu’. Maka khobar wahid adalah yang diriwayatkan oleh satu orang saja. Adapun pengertian Khobarul Ahad secara istilah adalah : hadits yang tidak terkumpul padanya syarat mutawattir. Hadits Ahad terbagi menjadi tiga bagian, yaitu :Hadits Masyhur, Aziz dan Gharib.\n
\n
\n
\n
\n
Tidak (sempurna) keimanan seorang dari kalian, hingga aku lebih ia cintai dari orangtuanya, anaknya, dan orang lain semuanya " ( HR Bukhori dan Muslim)\n
hadits yang diriwayatkan oleh satu perawi saja, baik di asli sanadnya ( shohabat) yang disebut dengan Gharib Mutlaq, ataupun di tengah dan akhir tingkatan sanadnya yang disebut Ghorib Nisby.\n• Contoh Gharib Mutlaq adalah hadits tentang Niat : Innamal a'maalu binniyat..dst, yang diriwayatkan sendirian oleh Umar bin Khatab ra pada asli sanadnya.\n• Contoh Gharib nisby adalah hadits Malik dari Zuhri dari Anas ra : bahwa Rasulullah SAW memasuki Mekkah dan di atas kepalanya ada mighfar (semacam topi besi) (HR Bukhori Muslim). Dalam hadits ini Malik sendirian menerima dari Az-Zuhri.\n
hadits yang diriwayatkan oleh satu perawi saja, baik di asli sanadnya ( shohabat) yang disebut dengan Gharib Mutlaq, ataupun di tengah dan akhir tingkatan sanadnya yang disebut Ghorib Nisby.\n• Contoh Gharib Mutlaq adalah hadits tentang Niat : Innamal a'maalu binniyat..dst, yang diriwayatkan sendirian oleh Umar bin Khatab ra pada asli sanadnya.\n• Contoh Gharib nisby adalah hadits Malik dari Zuhri dari Anas ra : bahwa Rasulullah SAW memasuki Mekkah dan di atas kepalanya ada mighfar (semacam topi besi) (HR Bukhori Muslim). Dalam hadits ini Malik sendirian menerima dari Az-Zuhri.\n