Dokumen tersebut membahas sejarah perkembangan matematika di India mulai dari zaman kuno hingga abad pertengahan, termasuk kontribusi para matematikawan India seperti Aryabhata, Bhaskara, dan Brahmagupta."
4. Matematika pertama kali muncul di India pada masa
“Arode Harappan”, tepatnya di abad milenium
ketiga SM, bukti ini didasarkan pada tradisi
pembuatan altar pada masa ini, meskipun tidak ada
bukti langsung matematikanya. Sebenarnya, bukti
matematika pertama kali ditemukan di sepanjang
sungai Gangga, yang dibuat oleh suku arya yang
sedang bermigrasi dari stepa Asia pada akhir abad
millennium kedua SM.
Kemudian pada masa vedic, ditemukan Sulbasutra
dimana di dalamnya terdapat banyak ide matematika,
Sulbasutra merupakan sumber pengetahuan kita dari
matematika India kuno.
5. Seorang matematikawan awal India adalah
Aryabhata, yang menulis karya utamanya, yaitu
Aryabhatiya. Dia tinggal di dekat ibukota Gupta
Pataliura dekat sungai gangga di Bihar India
Utara. Meskipun pembahasan utama dalam karya ini
adalah astronomi, namun di ayat 123 nya membahas
berbagai topik matematika.
Dua matematikawan terkemuka yang berkembang
selanjutnya ialah Bhaskara dan Brahmagupta.
Bhaskara datang dari Maharashtra atau Gujurat,
sementara Brahmagupta tinggal di Bhinmal, Rajasthan,
ibukota Guyaras
Potongan-potongan sastra ini tidak diatur atau ditujukan
untuk mengajar matematika, jadi tidak ada bentuk asal
usulnya, hanya bentuk pernyataan saja
7. Munculnya angka dan nilai tempat
Simbol untuk sembilan angka pertama dari sistem
angka berasal dari sejarah dalam sistem
penulisan Brahmi di India, saat kepemimpinan
raja Asoka (abad pertengahan ketiga SM)
Dalam sebuah potongan karya Severus Sebokht,
pada abad ke-662 hanya ditulis tentang sembilan
tanda, tidak menyebutkan tanda nol.
8. Namun, dalam naskah Bakhshali, dimana angka
ditulis menggunakan sistem nilai tempat dan dengan
sebuah titik mewakili nol
Dalam karya mahavira, kata-kata tertentu mewakili
angka: bulan untuk 1, mata untuk 2, api untuk 3, dan
langit untuk 0. Contoh: kata-api-langit-bulan-mata akan
menunjukkan arti untuk 2103
Titik sebagai simbol untuk 0 bagian dari sistem
nilai desimal juga muncul dalam Chiu-Chih Li, yaitu
sebuah karya astronomi China pada abad 718 disusun
oleh tokoh agama India
11. Stanza II, 5 ,
Digit-digit awal suatu bilangan pangkat 3 [x]
dikurangi dengan pangkat 3 dari suatu bilangan
yang mendekati [y],hasil bagi dikurangi dengan y
kuadrat dikalikan dengan tiga dan sisa [kuantitas]
harus dikurangkan dengan bentuk pertukaran
kuadrat dan pangkat 3 sebelumnya.
13. • Perhitungan:
• 1 2 . 9 7 7. 8 7 5 )2 digit pertama 2 3
12
• 8 23
12 4 9 )3 12 = 3 x 22 3 mendekati 49:12 (4 terlalu besar)
• 3 6 36 = 3 x 22 x 3
• 1 3 7
• 5 4 54 = 3 x 2 x 32
• 8 3 7
• 2 7 33
• 1587 8 1 0 8 )5 1587 = 3 x 232 5 mendekati 288:1587
• 7 9 3 5 7935 = 3 x 232 x 5
• 1 7 3 7
1 7 2 5 1725 = 3 x 23 x 52
• 1 2 5 52
1 2 5
• 0
• Jadi akar pangkat 3 dai 12.977. 875 adalah 235
14.
15. • Jumlah dari dua bilangan positif adalah
positif,
• jumlah dari dua bilangan negatif adalah
negatif,
• jumlah dari bilangan positif dan negatif adalah
selisih antara 2 bilangan itu, jika besar
keduanya sama, maka hasilnya nol.
• Jumlah dari nol dan bilangan positif adalah
positif
• jumlah dari bilangan negatif dan nol adalah
negatif,
• jumlah nol dan nol adalah nol.
BACK
16. • bilangan positif besar dikurangi bilangan positif kecil,
hasilnya adalah positif,
• bilangan negatif besar dikurangi bilangan negatif
kecil, hasilnya negatif,
• Tanda awal pengurang akan berubah, negatif menjadi
positif dan positif menjadi negatif.
• Bilangan negatif dikurangi nol adalah negatif,
• bilangan positif dikurangi nol adalah positif,
• nol dikurangi nol adalah nol.
• Ketika bilangan positif dikurangi bilangan negatif atau
bilangan negatif dikurangi bilangan positif, maka kedua
angka tersebut dijumlahkan.
BACK
17. • Perkalian dari bilangan negatif dan positif adalah
negatif,
• perkalian dua bilangan negatif adalah positif,
• perkalian dua bilangan positif adalah positif.
• perkalian dengan nol, baik itu bilangan negatif atau
positif adalah nol.
• Sebuah bilangan positif dibagi dengan bilangan negatif
adalah negatif,
• bilangan negatif dibagi dengan bilangan positif juga
negatif.
• Sebuah bilangan negatif atau positif dibagi dengan
nol, menunjukkan bahwa nol sebagai pembagi, lalu nol
dibagi dengan pembagi positif atau negatif memiliki
tanda negatif atau positif sebagai pembaginya saja.
19. hasil dari Sulbasutra baudhayana, yang
mungkin dibuat sekitar 600 SM. Yang
pertama adalah teorema Pythagoras.
Luas bujur sangkar pada kaki
sebuah segitiga siku-siku sama dengan
luas bujur sangkar di hipotenusa
21. Teorema pythagoras kemudian digunakan
secara tidak langsung untuk
membenarkan setiap konstruksi berikut:
Untuk membuat sebuah persegi kecil dari persegi yang
lebih besar, dapat dilakukan dengan membuat sebuah persegi
panjang pada persegi yang besar lalu dipotong, persegi
panjang ini detempatkan pada sisi berdekatan persegi yang
dipotong tadi, sisi yang bertumpuk ini kemudian dipotong
kembali, dan sisi persegi kecil telah terpotong. Dengan bagian–
bagian yang dipotong ini, diperoleh perbedaan luas dari dua
persegi tersebut.
23. Untuk mengubah persegi panjang
menjadi persegi, lebar persegi panjang
diambil sebagai sisi persegi dan lebar persegi
panjang ini kemudian dipotong. Hasil
potongan dari persegi panjang dibagi menjadi
dua bagian yang sama dan ditempatkan pada
dua sisi (satu bagian pada masing-
masing). Ruang kosong di sudut terisi dengan
sebuah persegi.
25. Untuk mengubah persegi menjadi
lingkaran, sebuah tali panjang setengah
diagonal dari persegi ditarik dari pusat ke
perlawanan arah jarum jam, bagian itu
terletak di luar persegi diteruskan ke sisa
setengah diagonal
M
26. Untuk membuat
segiempat dari Lingkaran
maka:
Bagilah diameter dalam lima belas
bagian dan kurangi dua bagian dari
15 bagian ini. Maka 13 bagian
sisanya memberikan perkiraan
panjang sisi persegi yang
diinginkan.
Gambarkan!!
27.
28. Proyeksi adalah jarak antara ujung dari
dua bayangan dikalikan dengan panjang
bayangan pertama dibagi dengan selisih
panjang bayangan.
Tinggi titik sorot adalah Sisi tegak
dikalikan dengan proyeksi, dibagi dengan
panjang bayangannya.
29. Stanza di atas memberikan sebuah metode untuk mencari
ketinggian sorotan cahaya dari atas dengan mengukur panjang
bayangan yang dibentuknya.
CON
TOH
h
g g
10 16
d
30. Contoh Soal.....
• Bayangan dua tiang yang tingginya sama (12
meter) diamati, dan diperoleh data panjang
masing-masing bayangan adalah 10 dan 16
meter, sedangkn jarak antara kedua ujung
bayngan adalah 30. berapakah tinggi sorot
cahaya?
JAWAB
31. JAWABAN
Berdasarkan definisi, di dapat suatu
rumusan proyeksi
dS
U= S S dan Tinggi Tinggi Titik
1
2 1
U .g
Sorot h = S
1
h
Dengan demikian dapat dicari Proyeksi
50.12
U = 16 .10 300 50 dan h = 10 60
30
10 6
12 12
Jadi, tinggi sorotan cahaya adalah 60 10 16
meter
30
32.
33. Di sini, dua bagian
h
diameter adalah dua segmen
s1, s2 diameter lingkaran yang s2
berpotongan dengan tali busur h
2h, membentuk sudut siku- s1
siku, sehingga membagi busur
menjadi 2 bagian yang sama.
Dengan demikian, berdasarakan
teorema di atas,
h2 = s1s2 CONTOH!!
34. • Seekor elang yang sedang beristirahat di
atas ketinggian dinding yang tingginya 12
hasta. Melihat seekor tikus yang sedang
melintas, terlihat oleh elang pada jarak 24
hastas dari kaki dinding; dan elang terlihat
oleh tikus. Karena takut, akhirnya tikus itu
berlari dengan cepat menuju rumahnya,
yang berada belakang dinding. Sayangnya,
dalam perjalanan pulang itu, tikus dibunuh
oleh elang yang bergerak sepanjang sisi
miring. Dalam kasus ini, akan ditemukan
berapa jarak yang tidak dicapai oleh tikus,
dan berapa jarak yang dilintasi elang.
JAWAB
35. JAWABAN
Dengan teorema dapat dicari S1. Elang
h2 = s1s2 X
12
122 = S1.24
S1 = 144 : 24 24 Tikus
=6 Y
Jadi diameter Lingkaran = 24 + 6 = 30 s1
Tikus diasumsikan terbunuh tepat di titik Rumah Tikus
pusat, yakni di jarak 30:2= 15 meter dari Tikus terbunuh
posisi semula. Dengan demikian, jarak yang
tidak dicapai oleh tikus Y = 15 - s1 = 15-6= 9
Dan dengan rumus Phytagoras, panjang
lintasan elang adalah X= 122 92 144 81 225 15
36. • Dua hasil luar biasa dari Brahmagupta yang membahas
segi empat siklik (segiempat di dalam lingkaran),
diberikan dalam bab 12 dari brahmasphutasiddhanta.
Luas daerah selidik [segiempat siklik] adalah
akar kuadrat dari hasil kali setengah jumlah
seluruh panjang sisi dikurangi panjang
masing-masing sisi segiempat.
Hasil ini dapat ditulis dalam matematika s =
(a b c d )
2
, di mana a, b, c, d, adalah panjang sisi segiempat,
maka luas segiempat dapat dinyatakan dengan
L=
37. Masing-masing sisi dikalikan dengan sisi di depannya,
lalu dijumlahkan. Kemudian kalikan dengan hasil jumlah
dari perkalian sisi yang berdekatan dengan diagonal-
diagonal, setelah itu dibagi dengan jumlah dari
perkalian sisi-sisi yang saling berdekatan pada
diagonal satunya dalam siklik suatu segiempat yang
tidak beraturan, akar kuadratnya adalah panjang
diagonal.
B b
a C
A c
d
D
38. •
Pernyataan ini diterjemahkan
B
b ke dalam rumus untuk
menentukan panjang diagonal AC
dan BD dari segiempat. Karena
a C jumlah dari hasil kali sisi yang
berdekatan (untuk diagonal AC)
A
adalah ad + bc, dan dikalikan
c
d
dengan "jumlah dari hasil kali dua
D sisi yang berhadapan,yaitu ac +
bd, dan dibagi hasil penjumlahan
sisi-sisi yang berdekatan pada
diagonal selanjutnya, dapat
ditulis:
AC= BD =
40. Dalam dua teorema Aryabhata yang membahas
masalah progresi aritmatika, diberikan suatu
rumus untuk menghitung jumlah suatu suku banyak
dalam persamaan kuadrat
Banyak suku dikurangi 1, dibagi dua ,lalu
dikalikan dengan beda antara dua suku berurut
ditambah suku pertama, adalah cara untuk menentukan
suku tengah. Lalu dikalikan dengan jumlah suku akan
didapat Jumlah suatu suku banyak.
atau jumlah suku pertama dan terakhir (suku pertama
ditambah dengan banyak suku yang dikurangi satu dan
dikali beda sebelumnya).. Dikalikan dengan setengah
banyak suku.
41. (n - 1) n
Sn n [{ } d a] [a (a (n - 1) d)].
2 2
42. Kalikan jumlah suatu suku banyak dengan
delapan kali beda, tambahkan kuadrat dari selisih
antara dua suku pertama dan beda, lalu mengakar
kuadrat hasilnya, kemudian kurangi dengan dua kali
suku pertama, dibagi dengan beda, tambahkan satu ,
bagi dengan dua. Hasilnya akan menunjukkan banyak
suku dalam situasi yang sama seperti di atas, dimana
Sn diberikan dan n dapat ditemukan.
Rumus yang diberikan adalah
n=
43. Jika persamaan untuk Sn di atas ditulis ulang
dalam persamaan kuadrat dengan variabel n, maka
diperoleh
dn2 + (2a-d) n-2sn = 0
Kemudian nilai untuk n dalam persamaan ini dapat
dicari dengan rumus kuadrat. Meskipun tidak
secara langsung Aryabhata memberikan bentuk
umum rumusan untuk memecahkan persamaan
kuadrat, Brahmagupta, setelah satu seperempat
abad kemudian, mendapatkan suatu bentuk
persamaan yang ditulis dengan
ax2 + bx = c.
44. ax2 + bx = c.
• Di sini 'angka tengah' adalah koefisien b (dan
juga x yang tidak diketahui nilainya itu sendiri),
sedangkan rupas adalah istilah c konstan dan
'square' adalah koefisien a.
45. Angka tengah (b) dikurangkan pada akar kuadrat
dari jumlah rupas (c) dikalikan dengan empat kali
square (a) dan angka tengah yang dikuadratkan ; lalu
membagi hasilnya dengan dua kali square
(a). Hasilnya adalah angka tengah.
Kata Brahmagupta dengan mudah dapat
diterjemahkan ke dalam rumus
X=
CON
TOH
47. JAWABAN
• Diketahui:
• a=1 b=-10 c= -9
• Dengan menggunakan rumus Brahmagupta:
4a.c b 2 b
x
2a
4.1.( 9) ( 10) 2 10 ( 36 ) (100 ) 10 18
x 9
2.1 2 2
48. • Penyelesaian Brahmagupta tidak termasuk
bilangan negatif, dan beberapa ratus tahun
kemudian, Bhaskara II membuat suatu aturan
tentang akar banyak, yaitu dengan
memecahkan persamaan dengan
menyelesaikan square, yakni, ia
menambahkan jumlah yang tepat untuk kedua
sisi ax2 + bx=c, sehingga sisi kiri menjadi
kuadrat sempurna. Dan merumuskan kembali
(rx-s)2 = d.
49. • Dia kemudian memecahkan persamaan
rx-s = √ d utuk mencari nilai x.
• Tapi ia mencatat, jika √ d <s, maka
ada dua nilai untuk x, yaitu,• (s d)
dan • (s d) r
r
• Namun Bhaskara tetap membatasi
nilainya. Beliau mengatakan, "rumus ini
hanya [digunakan] dalam beberapa
kasus."
CONTOH
50. Contoh...
• Ada sekumpulan monyet di hutan yang
luas, 1/8 bagian dari mereka sedang
berayun-ayun di ranting (square), dua
belas monyet yang tersisa terlihat di
atas bukit, sedang mengobrol satu
sama lain. Berapa banyak mereka?
JAWAB
51. JAWABAN
• Dari masalah, dapat dimatematikakan menjadi
1 2 1 2
( x ) 12 x x 12 x
8 64
x 2 768 64x
x 2 64x 768
x 2 64x 322 768 322
( x 32 ) 2 256
x 32 16
• Karena 16 < 32, maka ada 2 nilai untuk x, yaitu:
32 16 32 16
x1 48 x2 16
1 1
• Jadi, kemungkinan jumlah monyet keseluruhan adlah 48 atau 16.
52. – Para matematikawan India juga menangani
persamaan dalam beberapa variabel.
Misalnya mahavira yang menyajikan sebuah
versi dari masalah seratus unggas dalam
pembahasan utamanya, ganitasarasangraha
menyebutkan:
" 5 merpati dijual seharga 3 koin, 7 bangau dijual
seharga 5 koin, 9 angsa dijual seharga 7 koin, dan
3 merak dijual seharga 9 koin. Seorang laki-laki
diperintahkan untuk membawa 100 burung dengan
diberikan 100 koin untuk hiburan seorang putra
raja. Berapa jumlah masing- masing burung yang ia
beli?
JA
W
AB
53. JAWABAN
• Dengan memisalkan:
Merpati = m
Bangau = b
Angsa = a
Merak = k
Maka didapat 2 persamaan matematika:
• 3 m + 5 b + 7 a + 9 k = 100 (banyak koin)
• 5 m + 7 b + 9 a + 3 k = 100 (banyak burung)
54. • Persamaan 1 dikali 5 dan persamaan 2 dikali 3, menghasilkan:
15 m + 25 b + 35 a + 45 k = 500
15 m + 21 b + 27 a + 9 k = 300
• Mengurangi persamaan pertama dan kedua menghasilkan
4 b +8 a + 36 k = 200
b + 2a + 9k = 50
mengambil sembarang nilai untuk k = 4, maka
b = 50-2a-9k
Lalu mengambil sembarang nilai untuk a =3, maka b= 8
a=3, b=8, k=4 disubstitusikan ke pers. 1, maka:
15 m+25(8)+35(3)+45(4) = 500 15 m = 500-25(8)-35(3)-45(4)
15 m = 15
m=1
Jadi jumlah masing – masing burung yang dibeli adalah merpati adalah 5 ekor,
bangau 56 ekor, angsa 27 ekor, dan 12 ekor burung
merak, dengan harga masing - masing 3 koin, 40 koin, 21
koin, dan 36 koin
55. • . Jadi, "dengan cara pengandaian,
banyak jawaban yang dapat
diperoleh."
57. Sistem Persamaan Linear
Meskipun tidak diketahui darimana orang India belajar
persamaan kuadrat entah dari Bangsa Babilonia atau dari
Diophantus, diyakini bahwa sebuah metode untuk
menyelesaikan sistem persamaan linear berasal dari
matematikawan India, karena tidak ada penjelasan dari metode
lainnya yang sebanding.
Dalam notasi modern, persamaan untuk menemukan N
memenuhi N ≡ a (mod r) dan N ≡ b (mod s), atau untuk
memperoleh x dan y dengan
N = a + rx = b + sy
a + rx = b + sy
tetapkan c = a – b, sehingga
rx + c = sy
58. Metode untuk menyelesaikan masalah ini ditemukan
dalam buku karya Aryabhata, tetapi Brahmagupta memberikan
uraian yang lebih jelas. Akan tetapi, entah karena kesalahan
dalam penyalinan selama beberapa tahun atau karena tradisi
yang tidak megharuskan setiap langkah ditulis, dalam beberapa
tempat ditemukan penjelasan tentang metode Brahmagupta
yang tidak sesuai dengan contoh-contohnya.
Contoh yang digunakan oleh Brahmagupta dalam
metode Kuṭṭaka atau pulverizer yang diambil dari bab 18
dalam bukunya adalah
N ≡ 10 (mod 137) dan N ≡ 0 (mod 60)
Permasalahan ini dapat dituliskan dalam persamaan tunggal
137x + 10 = 60y
59. Bagi pembagi yang memiliki sisa pembagian terbesar (agra)
dengan pembagi yang memiliki sisa pembagian terkecil;
berapapun sisanya saling membagi; hasilnya ditempatkan secara
terpisah satu dibawah yang lainnya.
Gunakan algoritma Euclid sampai pada akhirnya
mempunyai sisa mendekati nol:
137 = 2 . 60 + 17
60 = 3 . 17 + 9
17 = 1 . 9 + 8
9=1.8+1
60. Kemudian susun hasilnya ke bawah satu persatu:
2
3
1
1
Brahmagupta menyusun 0 untuk hasil pertama,
nampaknya mengambil pembagian pertama sebagai 60 = 0 . 137
+ 60
Kalikan sisanya dengan sebuah angka sembarang i, bila
ditambahkan dengan selisih dari 2 sisa (agras), itu
dihapuskan. Pengali ditulis ke bawah sebagai hasilnya
juga.
61. Sisa terakhir adalah 1. Kalikan 1 dengan sebarang v
sehingga 1 . v ±10 tepat habis dibagi dengan pembagi akhir, dalam
kasus ini 8.
Tanda + digunakan untuk hasil bilangan genap.
Tanda – digunakan untuk hasil bilangan ganjil.
Di sini, karena 0 merupakan salah satu dari hasil,
persamaan akhirnya menjadi 1v – 10 = 8w. Ambil v = 18 dan w =1.
Kemudian kolom angka yang baru adalah
0
2
3
1
1
18
1
62. Dimulai dari yang terakhir, kalikan bilangan kedua dari akhir
dengan satu bilangan yang tepat berada di atasnya; hasilnya,
jumlahkan dengan bilangan yang terakhir, itulah akhir dari
sisanya (agrānta). [Lanjutkan sampai kolom paling atas.]
Kalikan 18 dengan 1 dan tambahkan 1 untuk mendapatkan
19. Kemudian gantikan posisi angka di atasnya, sebut 1, dengan 19,
dan hapus angka terakhir. Lanjutkan cara ini (seperti tabel di bawah
ini) sampai hanya terdapat dua baris angka.
0 0 0 0 0 130
2 2 2 2 297 297
3 3 3 130 130
1 1 37 37
1 19 19
18 18
1
63. Angka di baris paling atas, agrānta, adalah 130. Jadi,
x = 130, y = 297, merupakan pemecahan dari persamaan awal.
Bagaimanapun, Brahmagupta menginginkan sebuah
pemecahan yang lebih kecil, sehingga pertama ia menetapkan
N:
Bagilah bilangan itu (agranta) dengan pembagi yang memiliki sisa
paling sedikit; kalikan sisanya dengan pembagi yang memiliki sisa
terbesar. Jumlahkan hasilnya dengan sisa terbesar; hasilnya
merupakan sisa dari hasil pembagian.
Oleh karena itu,
130 = 2 . 60 + 10
10 . 137 + 10 = 1380
N ≡ 1380 (mod 8220)
64. Brahmagupta kemudian menyelesaikan
y dengan membagi 1380 dengan 60 (karena N
= 60y) dan menghitung nilai baru dari x.
Sehingga, y = 23, x = 10, merupakan
penyelesaian dari persamaan 137x + 10 = 60y.
65. Meskipun tidak diketahui bagaimana Brahmagupta
membenarkan langkah-langkahnya kepada murid-muridnya,
akan dipaparkan penjelasan modern. Dimulai dengan
persamaan 60y = 137x + 10, dan membuat langkah demi
langkah substitusi serta mencocokkannya dengan hasil yang
muncul secara berurutan pada algoritma Euclid:
137 x 10
60y = 137x + 10 y 2x z 137x + 10 = 60(2x + z)
60
60 z 10
17x = 60z – 10 x 3z u 17(3z + u) = 60z – 10
17
17u 10
9z = 17u + 10 z 1u v 9(1u + v) = 17u + 10
9
9v 10 8(1v + w) = 9v – 10
8u = 9v – 10 u 1v w
8
v = 8w + 10
66. Brahmagupta kemudian menyelesaikan
persamaan terakhir dengan memeriksa: w = 1, v = 18.
Nilai dari variabel lainnya diperoleh dengan cara
subtitusi, dengan menjalankan kolom variabelnya.
u = 1v + w = 1 . 18 + 1 = 19
z = 1u + v = 1 . 19 + 18 = 37
x = 3z + u = 3 . 37 + 19 = 130
y = 2x + z = 2 . 130 + 37 = 297
68. .
Untuk dapat menyelesaikan suatu sistem dari persamaan linear
dalam bentuk lain dari persamaan tak tentu, penting untuk
mengetahui persamaan kuadrat dalam bentuk Dx 2 b y 2
Kali ini, permasalahan khusus dimana b = 1 yang
sering kali disebut persamaan Pell (dengan nama yang salah
setelah abad ke-17, Englishman John Pell).
Brahmagupta memberikan penjelasan pertama dari
metode penyelesaian masalah ini. Dan, sama seperti masalah
dari kuṭṭaka, dia memperkenalkan beberapa aturan perjanjian
dengan persamaan dalam bentuk ini, dengan disertai contoh.
Kuadrat dari [ sebuah angka]....dikalikan dengan 92....dan
dijumlahkan dengan 1 itulah hasil kuadrat yang lain.
69. Contoh yang diberikan Brahmagupta: 92 x 2 1 y2
Aturan penyelesaian Brahmagupta:
Turunkan kedua akar kuadrat dari kuadrat yang diberikan
kalikan dengan pengali dan jumlahkan atau kurangi dengan
sembarang bilangan.
Jadi ambil beberapa nilai, sebut saja, 1, dan catat jika 92
dikalikan dengan 12 dan hasilnya dijumlahkan dengan 8 (angka
sembarang), kemudian hasil penjumlahannya adalah bilangan
kuadrat, sebut saja, 100.
Dengan demikian, tiga angka x0 , b0 , y0 dapat ditemukan dengan
memenuhi persamaan Dx2 b0 y 2
0 0
Untuk lebih mudahnya, kita tulis bahwa (x0 , y0 ) merupakan
penyelesaian dari b0 .
70. Dalam masalah ini, (1,10) adalah penyelesaian dari
penjumlahan 8. Kemudian Brahmagupta menulis penyelesaian ini
ke dalam 2 baris yaitu
x0 y0 b0
x0 y0 b0
Atau
1 10 8
1 10 8
Nilai baru dari akar y adalah y1 . Nilai ini diperoleh dari bentuk
umum: 2 2
y1 Dx 0 y0
Dalam contoh ini,
y1 92 (1) 2 10 2 192
71. Nilai baru dari akar x adalah x1 . Nilai ini diperoleh dari
persamaan
x1 x0 y0 x0 y0 atau x1 2 x0 y0
2
dengan penjumlahan baru adalah b1 b0
Dengan kata lain, ( x1 , y1 ) = ( 20, 192) merupakan penyelesaian
dari penjumlah b1 64 atau 92 (20 ) 2 64 192 2
Brahmagupta mengasumsikan bentuk umum untuk
menyelesaikan permasalahan tersebut:
D (u0 v1 u1v0 ) 2 c0 c1 ( Du 0u1 v0 v1 ) 2
2 2
Diberikan Du 0 c0 v0 dan Du12 c1 v12 . Brahmagupta
menyebut ini sebagai penyelesaian baru dari penyelesaian
(u0 , v0) dan (u1 , v1).
72. Brahmagupta menyimpulkan aturan umumnya:
“Dua bilangan akar kuadrat, dibagi dengan penjumlah atau
pengurang aslinya, merupakan akar-akar untuk satuan
penjumlahnya.”
x1 y1
Secara umum dapat ditulis : ,
b0 b0
Brahmagupta memberikan beberapa aturan dan contoh
sederhana, tanpa adanya syarat supaya dapat menghasilkan
bilangan bulat yaitu
jika kita telah memperoleh penyelesaian (u, v)
1. jika v adalah bilangan ganjil atau u adalah bilangan genap,
maka penyelesaiannya adalah
v2 1 v2 3
(u1 , v1 ) u ,v
2 2
73. 2. Pada kasus dimana v adalah bilangan genap dan u adalah
bilangan ganjil,
2uv Du 2 v 2 2v 2 4
(u1 , v1 ) ,
4 4 4
merupakan sebuah penyelesaian dalam bentuk bilangan
bulat.
74. Penyelesaian yang diberikan oleh Bhāskara II lebih
mudah untuk dipahami.
Bhāskara menunjukkan pada Līlāvatī nya bagaimana
beberapa persamaan dalam bentuk Dx 2 1 y 2 dapat
diselesaikan dalam bentuk bilangan bulat. Dia memulainya
dengan meringkas langkah-langkah Brahmagupta.
Aturan Bhāskara untuk kasus umum Dx 2 1 y 2 dan
mengikuti bentuk itu untuk contohnya, 67x2 + 1 = y2 .
Membuat akar-akar terkecil dan terbesar dan penjumlahan ke
dalam pembagian, penjumlahan, dan pembagi, pengali
menjadi imaginer.
Sebelumnya mulai dengan memilih sebuah pasangan
penyelesaian (u, v) untuk beberapa penjumlahan b. Pada
contoh berikut, ambil (1, 8) sebagai penyelesaian untuk
penjumlahan -3.
75. Kemudian, selesaikan persamaan tak tentu um + v = bn
untuk m, dimana 1m + 8 = -3n.
Hasilnya adalah m=1+3t, n = -3 – t, untuk beberapa bilangan
bulat t.
Ketika kuadrat dari pengali dikurangi dari bilangan asli atau
dikurangi dengan bilangan asli maka sisanya kecil, kemudian
dibagi dengan penjumlah merupakan penjumlahan yang baru.
Hal tersebut berubah tanda jika kuadrat dari pengali dikurangi
dari bilangan asli. Hasil dari pengali merupakan akar kuadrat
terkecil, dari situ dapat diperoleh akar terbesar.
76. Dengan kata lain, pilih t sehingga kuadrat dari m
kemungkinan mendekati D. Kemudian ambil,
D m2
b1 (boleh negatif) untuk penjumlahan baru.
b
um v
Akar baru yang pertama adalah u1 sehingga akar
b
baru yang terakhir adalah
2
v1 Du1 b1
Dalam contoh yang diberikan, Bhāskara menginginkan m2
mendekati 67, sehingga ia memilih t = 2 dan m = 7.
Sehingga,
( D m 2 ) (67 49 )
6
b 3
Tetapi, karena pengurangan ini merupakan kuadrat dari
koefisien, penjumlah baru adalah 6.
77. 1.7 8
Akar pertama yang baru adalah u1 5,
3
tetapi karena akar-akar ini selalu dikuadratkan, sehingga u1
selalu bernilai positif.
Kemudian, v1 67 .25 6 1681 41 , dan (5 , 41)
merupakan penyelesaian dari penjumlahan 6.
79. Catatan pernyataan tentang peraturan kombinasi
paling awal muncul di India, meskipun lagi-lagi tanpa
adanya pembuktian atau pembenaran.
Sebagai contohnya, risalah medis dari Susruta, mungkin
ditulis pada abad ke-6 BCE, mengungkapkan bahwa 63
kombinasi dapat dibuat dari 6 rasa yang berbeda-pahit,
asam, asin, astringen, manis, panas-dengan
mencampurkannya satu persatu, dua dalam satu waktu, tiga
dalam satu waktu, dan seterusnya. Dengan kata lain,
terdapat 6 rasa tunggal, 15 kombinasi dari 2 rasa, 20
kombinasi dari 3 rasa, dan juga dari 4 rasa.
Kami tidak tahu apakah rumus-rumus yang berhubungan
telah dikembangkan.
80. Di sisi lain, Varāhamihira bekerja pada nilai yang lebih
besar pada abad ke-6. Ia mengungkapkan secara jelas bahwa
“jika jumlah dari 16 unsur divariasikan dalam 4 cara yang
berbeda, hasilnya adalah 1820.” Dengan kata lain, karena
Varāhamihira mencoba untuk menciptakan parfum
menggunakan campuran 4 bahan dari 16 bahan keseluruhan, ia
16
telah menghitung bahwa secara tepat terdapat 1820 C4
cara yang berbeda untuk memilih bahan-bahan. Hal ini
mustahil jika pengarang benar-benar menghitung 1820
kombinasi ini, sehingga diasumsikan bahwa dia mengetahui
metode untuk menghitung angka itu.
81. Pada abad ke-9, Mahāvīra memberikan algoritma yang
jelas untuk menghitung kombinasi ini:
Aturannya menganggap kemungkinan keragaman kombinasi
selama diketahui: Dimulai dengan satu dan ditambahkan
dengan satu, biarkan angka-angkanya bertambah sampai
mencapai angka yang diketahui baik pada baris atas maupun
baris bawah. Jika hasil dari satu, dua, tiga, atau angka lainnya
pada baris atas diambil dari kanan ke kiri dijumlahkan dengan
hasil yang bersesuaian dengan hasil satu, dua, tiga, atau angka
lainnya pada baris yang ada di bawah, juga diambil dari kanan
ke kiri, jumlah yang dibutuhkan pada masing-masing
permasalahan kombinasi merupakan hasil yang diperoleh.
82. Bagaimanapun, Mahāvīra tidak memberikan
pembuktian dari algoritma ini, yang mana dapat
diterjemahkan menjadi rumus yang modern:
n n(n 1)(n 2)...(n r 1)
C r
r!
Tipe lain dari permasalahan secara terpisah juga muncul pada
matematika India. Sebagai contoh, Āryabhata menyatakan:
STANZA II, 22 6 bagian dari 3 hasil dari perhitungan
bertambah 1, perhitungan penjumlahan itu, dan agar
perhitungan merupakan jumlah kuadrat deretan. Dan
kuadrat dari keseluruhan deretan bilangan asli merupakan
keseluruhan dari deretan kubik.
83. Pernyataan kedua ini memberikan kita rumus untuk
2 3
penjumlahan S n dan S n dari turunan pertama n kuadrat dan
kubik, sebut saja,
2 1
S n n(n 1)(2n 1)
6
dan
3
Sn (1 2 ... n) 2
85. 1. Menggambar tabel sinus
Kami menggunakan kata “Sinus” (dengan huruf S
besar) untuk menyatakan panjang dari half-chord Indian.
Diberikan half-chord merupakan garis pada lingkaran
dengan radius R, dimana R akan selalu diketahui. Kata
“sinus” (dengan huruf s kecil) digunakan untuk fungsi
modern (atau sama dengan, ketika radius lingkaran adalah
1).
Jadi,
Sin θ = R sin θ
86. Āryabhaṭhīya memberikan penjelasan tentang
metode pembuatan tabel Sinus diberikan pada stanza II, 12,
sedangkan tabel perbedaan sinus diberikan pada stanza I, 10.
STANZA II, 12 Nilai dari Sinus kedua kurang dari Sinus
pertama, dan hasil bagi diperoleh dengan membagi jumlah
dari Sinus sebelumnya dengan Sinus pertama, dengan
jumlah dari dua Sinus yang mengikuti kurang dari Sinus
pertama.
87. Sinus pertama s1 dalam trigonometri India selalu diartikan
arc Sinus dari 3 3 3 45 'dan Sinus ini, dalam radius
4
lingkaran adalah 3438 sama dengan ukuran dalam menit,
sebut saja, s1 = 225.
Aturan dari stanza ini kemudian menuntun kita untuk
menghitung masing-masing arc Sinus dari tahap 3º45’.
Jadi, untuk menghitung s2, Sinus dari 7º30’, kita kurangi
225 dengan 225 untuk memperoleh 0 (pada tahap ini, Sinus
pertama dan kedua itu sama).
Kemudian bagi 225 dengan 225 untuk memperoleh 1 .
Kemudian kurangi 0 + 1 = 1 dari 225 untuk memperoleh
224.
88. Angka ini merupakan perbedaan Sinus yang
pertama, jadi s2 = 225 + 224 = 449.
Untuk memperoleh s3, kurangi 224 dari 225 untuk
mendapatkan 1, kemudian bagi 449 dengan 225,
diperoleh 2, kemudian kurangi 1 + 2 = 3 dari 225 untuk
mendapatkan 222 sebagai perbedaan Sinus yang
lainnya.
Jadi, s3, Sinus dari 11º15’, diperoleh dari s3 = 449 + 222
= 671
89. Secara umum, Sinus sn ke-n dihitung dengan
s1 s2 ... sn 1
sn sn 1 s1
s1
Semua perbedaan Sinus dicatat dalam
STANZA I, 10. Dua puluh empat perbedaan Sinus dihitung
dalam arc yaitu 225, 224, 222, 219, 215, 210, 205, 199,
191, 183, 174, 164, 154, 143, 131, 119, 106, 93, 79, 65, 51,
37, 22, 7.
90. Mereka menghitung nilai Sinus seperti yang
dilakukan Hipparchus: Sinus 90º sama dengan 3438’ radial;
Sinus 30º adalah setengah radial, 1719’; Sinus 45º adalah
2431 ' dan Sinus dari arc lainnya dihitung dengan
3438
2
menggunakan teori Phythagoras dan rumus half-angle.
Varāhamihira (abad ke-6) mentabulasikan Cosinus
seperti Sinus dalam 120 radial dan mendeskripsikan
hubungan standar antara fungsi-fungsi ini. Dan Sūrya-
Siddhānta, mungkin ditulis pada abad ke-7, boleh jadi
bersumber pada perhitungan fungsi Tangen Cina yang
didiskusikan lebih dulu dan diisyaratkan pada Secan.
91. Meskipun fungsi itu tidak ditabulasikan, bab 3 bait 21-22,
dalam diskusi oleh gnomon, mengatakan
“Garis bujur puncak matahari dapat diperoleh dari Sinus
dan yang tegak lurus Sinus [Cosinus]. Jika Sinus dan radius
berturut-turut dikalikan dengan satuan gnomon dalam digit,
dan dibagi dengan tegak lurus sinus, hasilnya adalah
bayangan dan hipotenusa pada tengah hari”.
92. 2. TEKNIK PERKIRAAN
Menariknya, tidak ada buku astronomi Indian
sampai zaman Bhāskara II yang menjelaskan tabel arc
3
Sinus mendekati . 4 3
Malahan, matematikawan India membangun metode
perkiraan. Tentunya metode paling sederhana adalah
dengan penyisipan linear antara nilai tabulasi.
Tetapi pada awal abad ke-7, Brahmagupta telah membuat
pola penyisipan akurat menggunakan perbedaan second-
order.
Dalam penulisan modern, jika Δi mewakili perbedaan
Sinus ke-i (diberikan dalam stanza I, 10 Aryabhata), αi
3
3
untuk arc ke-i, dan h = 4 jarak antara arc ini.
93. Kemudian hasil dari Brahmagupta adalah
2
Sin( i ) Sin( i ) ( Δi + Δi+1) - 2
(Δi – Δi+1)
2h 2h
Sebagai contoh, untuk menghitung Sin (20º), tulis
3 1
20 = 18 4 1 4 , dimana 18 3 = x5.
4
Rumus yang didapatkan
2
1 1
1 1
3 1 3 4 (215 210) 4
Sin(20) Sin 18 1 Sin 18 2
(215 210)
4 4 4 3 3
2(3 ) 2 3
4 4
1 1
1105 (425) (5) 1176
6 18
94. Sayangnya Brahmagupta tidak memberikan alasan
kebenaran untuk rumus interpolasi ini, tetapi dicatat
bahwa sisi kanan dari rumus merupakan polinom kuadrat
yang unik dalam θ yang menyetujui dengan sisi kiri untuk
o, dan θ = 3 3 . 3
θ= ,θ=0 4
3
4
Anehnya, Brahmagupta sendiri juga menggunakan rumus
aljabar untuk perkiraan Sinus, rumus yang mirip dengan
Bhāskara I dalam versi bahasa Sansekerta dalam
Mahābhāskariya:
Saya meringkas pernyataan aturan untuk menemukan Sinus tanpa
membuat perbedaan Sinus 225 dan seterusnya. Kurangi derajat arc
dengan derajat dari setengah lingkaran. Kemudian kalikan sisanya
dengan derajat arc dan tulis hasilnya dalam dua tempat. Di sisi
bawah, kurangi hasilnya dari 40.500. satu perempat sisanya [jika
didapatkan] bagi hasilnya pada tempat lain sebagai pengali
radius.... Maka diperoleh Sinus radius itu.
95. Dalam notasi modern, rumus Bhāskara adalah
R (180 ) 4 R (180 )
Sin R sin
1 40500 (180 )
(40500 (180 )
4
Jika kita menggunakan rumus tersebut untuk menghitung Sinus
dari θ = 20º, kita dapatkan
4.20.160
Sin20 3438. 1180
40500 20.160
paling dekat dengan bilangan bulat, kesalahan nilai dari
pendekatan adalah 0,3%.
96. 3. DERET PANGKAT
Matematikawan India menyusun deret pangkat untuk
Sinus, Cosinus, dan Arctangen pada abad ke-14. Deret ini
muncul dalam penulisan Tantrasaṃgraha-vyākhyā sekitar
tahun 1530, sebuah komentar dalam temuan Nīlakaṇṭha.
Penurunan muncul dalam Yuktibhāsā, dimana penulis
menuliskan deret pangkat ini untuk Madhava (1359-1425).
Penurunan Indian pada hasil ini dimulai dengan
pendekatan Cosinus dan Sinus untuk arc kecil dan kemudian
menggunakan “pull yourself up by your own bootstrap”
didekati untuk memperbaiki nilai pendekatan langkah demi
langkah. Semua penurunan menggunakan notasi dari
perbedaan Sinus, ide tersebut sudah digunakan lebih dahulu.
Dalam pembahasan tentang metode Indian, menggunakan
notasi modern.
97. Pertama dianggap radius lingkaran R dengan arc kecil
(gambar 2). Dari kesebangunan segitiga AGC dan OEB, kita
dapatkan
x1 x2 y y2 y1 x
R
dan R
atau
x1 x2 y2 y1
R y x
(Gambar 2)
Dalam permasalahan modern, jika BOF dan BOC AOB d
persamaan ini menjadi
y2 y1 x 2 Rd
sin( d ) sin( d ) cos 2 cos d
R R2 R
dan
x2 x1 y 2 Rd
cos( d ) cos( d ) sin 2 sin d
R R2 R
98. Sekarang, andaikan kita memiliki sebuah arc kecil
s dibagi n sama dengan subarc, dengan α = s/n. Untuk
sederhananya, kita ambil R = 1, meskipun matematikawan
India tidak melakukannya. Dengan menerapkan hasil
sebelumnya, kita dapatkan ketetapan perbedaan untuk y
(gambar 3) (dimana yn = y sin s):
.
.
.
Gambar 3
99. Begitu juga, perbedaan untuk x dapat ditulis
.
.
.
Kemudian kita anggap perbedaan y yang kedua:
Dengan kata lain, perbedaan sinus yang kedua itu sebanding
dengan negatif sinus.
Tetapi karena , kita dapat menuliskan hasilnya sebagai
100. Secara umum, kita dapatkan bahwa
Tetapi Sinus sama dengan jumlah dari perbedaan ini:
Begitu juga s/n ≈ y1 ≈ α, atau ny1 ≈ s. Secara alamiah, nilai
terbaik untuk setiap pendekatan ini adalah nilai terbesar dari n.
Oleh sebab itu,
Kemudian, kita tambahkan perbedaan dari x. Kita peroleh
101. Tetapi dan . Sehingga
Untuk melanjutkan perhitungan ini, kita ganti jumlah
dari bilangan bulat n – 1 pertama dengan ungkapan
sederhana. Lebih jauhnya, Jyesthadeva membutuhkan rumus
yang mirip untuk penjumlahan kuadrat bilangan bulat, integral
pangkat tiga, dan seterusnya. Intinya, Ia butuh untuk
mengetahui
Hasil ini diketahui di India. Hasilnya adalah
102. Dimana hasil yang terdahulu telah dibuktikan. Karena kedua
hasil ini ditemukan beberapa ratus tahun pada awal
perkembangan dunia Islam, pembahasan bukti ditunda sampai
pada bab selanjutnya. Namun, Hasil penemuan ini akan
digunakan pada pembahasan kali ini dalam bentuk
Oleh karena itu, untuk memperoleh pendekatan baru kita untuk
y, kita lanjutkan seperti berikut:
103. Jadi, kita mempunyai pendekatan baru untuk y dan untuk setiap yi.
Untuk mengembangkan pendekatan untuk Sinus dan Cosinus,
Sekarang kita asumsikan bahwa yi ≈ (is/n) – (is)3/(6n3) untuk
mengungkapkan x = cos s dan dilanjutkan seperti sebelumnya.
digunakan dua rumus penjumlahan dalam kasus k = 3 untuk
memperoleh
Dengan cara yang sama, diperoleh pendekatan baru untuk y = sin
s:
104. Transmisi Ke Dan Dari India
• India belajar trigonometri (dan juga
beberapa astronomi) dari sumber-
sumber yunani, dan ulama islam yang
belajar trigonometri di India, membawa
hasil belajarnya ke baghdad pada abad
ke delapan. Dan tentu saja, sistem nilai
tempat desimal menyebar dari India
melalui penyebaran islam ke eropa barat
selama beberapa ratus tahun