SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 15
Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya
                 Penyerapan Belanja Kementerian/Lembaga TA 2010
                        Oleh: Adrianus Dwi Siswanto dan Sri Lestari Rahayu1

Abstraksi
      Sebagai negara yang sedang giat membangun, peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk
memberikan dorongan yang lebih kuat dan cepat bagi pergerakan roda perekonomian. Untuk itu,
pemerintah melakukan berbagai upaya dan tindakan strategis melalui berbagai instrumen
kebijakan. Salah satunya melalui kebijakan belanja yang dituangkan ke dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
      APBN sebagai instrumen kebijakan fiskal merupakan bentuk intervensi pemerintah, baik
secara langsung maupun tidak langsung terhadap pembangunan ekonomi. Oleh karena itu,
APBN memiliki beberapa fungsi, seperti fungsi alokasi, fungsi distribusi yang terutama distribusi
pendapatan dan fungsi stabilisasi. Dengan fungsi-fungsi tersebut maka sangat diharapkan
kebijakan fiskal yang dikeluarkan, khususnya kebijakan belanja negara, bekerja secara tepat,
efisien dan berkelanjutan.
      Berdasarkan kajian singkat (quick research) yang telah dilakukan oleh Pusat Kebijakan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (PKAPBN), atas 7 Kementerian/Lembaga (K/L)
terbesar pengelola belanja, diperoleh informasi dan permasalahan terkait dengan penyebab
rendahnya penyerapan belanja. Kajian ini menggunakan metodologi statistik deskriptif yang
sumber data diperoleh dari hasil wawancara, diskusi dan survei lapangan. Dari hasil kajian
diketahui setidaknya terdapat 4 permasalahan utama dalam proses penyerapan belanja K/L.
      Keempat permasalahan tersebut adalah terkait dengan persoalan internal K/L, persoalan
mekanisme pengadaan barang dan jasa, dokumen pelaksanaan anggaran dan mekanisme revisi,
dan persoalan lain-lain. Dari hasil analisis yang dilakukan, tim merekomendasikan beberapa
langkah perbaikan termasuk merevisi beberapa peraturan agar permasalahan yang ada dapat
diatasi, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka menengah.


I.      Pendahuluan

      Sebagai kementerian yang mengeluarkan kebijakan fiskal, khususnya yang terkait dengan
belanja kementerian/lembaga, Kementerian Keuangan telah berupaya untuk meningkatkan
kinerja, baik kinerja dari sisi pendapatan maupun kinerja dari sisi belanja. Untuk itu, dalam
upaya meningkatkan kinerja penyerapan belanja K/L, Kementerian Keuangan tidak saja
menjalankan fungsinya sebagai Bendahara Umum Negara, sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Kementerian Keuangan berupaya
agar instrumen kebijakan fiskal, yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, mampu
mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan, dan menciptakan lapangan kerja.

      Dengan UU tersebut, Kementerian Keuangan maupun K/L teknis lainnya memiliki fungsi
yang berbeda satu dengan lainnya. Berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut,
Menteri Keuangan memiliki kekuasaan atas pengelolaan keuangan Negara (pasal 6 ayat 2 huruf

1
 Penulis pertama adalah peneliti Pertama dan penulis kedua adalah peneliti Madya pada Pusat Kebijakan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara – Badan Kebijakan Fiskal – Kementerian Keuangan; Ucapan terima kasih
disampaikan kepada Amnu Fuadiy dan Wahyu Utomo yang telah memberikan sumbangan pemikiran dan data atas
penerbitan policy paper ini.

                                                                                                            1
a) selaku pengelola fiskal. Sedangkan Menteri/Pimpinan Lembaga adalah pengguna
anggaran/pengguna       barang   kementerian/lembaga     yang   dipimpinnya.    Selaku pengelola
keuangan negara, Menteri Keuangan memiliki tugas sebagaimana diatur dalam Pasal 8.
Sedangkan Menteri/Pimpinan Lembaga selaku pengguna anggaran memiliki tugas sebagaimana
diatur dalam Pasal 9.

     Selanjutnya dalam rangka penyusunan dan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN), Menteri Keuangan dan Menteri/Pimpinan Lembaga tunduk pada Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Sedangkan untuk pemeriksaan
dan pengelolaan serta tanggungjawab keuangan negara diatur dalam Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

     Dalam postur APBN, belanja pemerintah pusat memainkan peranan yang sangat penting
dalam   pencapaian      tujuan   nasional,   terutama   dalam   meningkatkan     dan   memelihara
kesejahteraan rakyat. Hal ini terutama karena besaran dan komposisi anggaran belanja
pemerintah pusat dalam operasi fiskal pemerintah mempunyai dampak yang signifikan pada
permintaan agregat dan output nasional, serta mempengaruhi alokasi sumberdaya dalam
perekonomian. Selain itu, peranan penting anggaran belanja pemerintah pusat dalam
perekonomian, sebagai salah satu perangkat kebijakan fiskal, juga berkaitan dengan ketiga fungsi
utama anggaran belanja pemerintah, yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi.

     Pada sisi lain penganggaran berbasis kinerja berorientasi pada sistem pengganggaran yang
menekankan pada pencapaian hasil dan keluaran (output based) dari program dan kegiatan
dengan meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya yang terbatas dan efektif dalam
pencapaian output dan outcome-nya. Kinerja hasil dan keluaran tersebut merupakan kinerja
yang melekat pada K/L teknis terkait. Dengan kata lain perlu upaya untuk terus melakukan
koordinasi yang lebih intensif guna mensinergikan kinerja yang hendak dicapai oleh
Kementerian Keuangan dan K/L teknis terkait.

     Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, belanja K/L telah menghasilkan pola belanja
dengan karakteristik penyerapan yang rendah di semester pertama dan menumpuk pada akhir
tahun anggaran berjalan. Pola demikian terjadi di tingkat pemerintah pusat dan daerah, sehingga
akan mengganggu rencana kinerja kebijakan APBN terhadap perekonomian secara umum. Di sisi
lain, akan berdampak pula pada pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dan
pengentasan kemiskinan yang menjadi sasaran kebijakan fiskal secara khusus.

     Dari hasil kajian, diperoleh informasi awal bahwa pola belanja K/L yang menjadi sampel
analisis, belum mengalami perubahan signifikan. Perubahan yang diharapkan adalah terjadinya
sebaran yang lebih merata, baik di semester pertama maupun di semester kedua, dengan kata
lain diharapkan realisasi belanja tidak mengalami penumpukan pada akhir tahun.


                                                                                                  2
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat disampaikan permasalahan sebagai berikut : (i)
Faktor-faktor apa saja yang berpotensi menghambat proses penyerapan APBN; dan (ii) Adanya
berbagai kebijakan/peraturan perundangan yang           kebijakan adanya pemahaman yang sama
dalam proses mekanisme penyusunan/revisi DIPA;

II.     Gambaran Umum Penyerapan Belanja K/L Semester I 2010

      Dalam Tahun Anggaran 2010, terdapat beberapa K/L yang memperoleh alokasi anggaran
relatif besar dibandingkan K/L lainnya. K/L tersebut adalah (1). Kementerian Pendidikan
Nasional sebesar Rp63,4 triliun; (2). Kementerian Pertahanan sebesar Rp42,9 triliun; (3).
Kementerian Pekerjaan Umum sebesar Rp36,1 triliun; (4). Kepolisian sebesar Rp27,8 triliun; (5).
Kementerian Kesehatan sebesar Rp23,8 triliun; (6). Kementerian Perhubungan sebesar Rp17,6
triliun; dan (7). Kementerian Keuangan sebesar Rp15,4 triliun.

      Secara keseluruhan, total alokasi anggaran yang disediakan untuk 7 K/L tersebut adalah
sebesar Rp227 triliun. Dengan jumlah tersebut maka porsi yang dimiliki 7 K/L mencapai kurang
lebih 70 persen dari total alokasi belanja yang disalurkan untuk K/L sebagai instansi pusat.
Dengan porsi belanja yang relatif besar tersebut, maka kedudukan ketujuh K/L tersebut sangat
signifikan sebagai indikator mengukur kinerja dari sisi penyerapan.


                                              Gambar-1
                         Realisasi Belanja K/L Semester-1 Tahun 2006-2010

                 120                                             33,3                35
                                                       28,5                  28,5
                 100      26,2                                                       30
                                       25,7
                                                                                     25
                  80
                                                                                     20
                  60
                                                                 104,7       104,5   15
                  40                                   82,7
                                       69,9                                          10
                          56,5
                  20                                                                 5

                   0                                                                 0
                          2006        2007         2008          2009        2010

                                       Real Semester                     %


               Sumber : DJPB – diolah.
      Gambar di atas menunjukkan bahwa sekalipun secara nominal tingkat penyerapan belanja
relatif terus meningkat namun secara prosentase terjadi fluktuasi. Untuk penyerapan Semester I
2006, realisasi baru mencapai Rp56,5 triliun atau sebesar 26,2 persen. Terus meningkat di tahun


                                                                                             3
berikutnya hingga tahun 2009 sebesar Rp104,7 triliun atau sebesar 33,3 persen. Kembali turun
daya serapnya di 2010 menjadi Rp104,5 triliun atau 28,5 persen. Dengan demikian daya serap
Semester I 2010 relatif lebih rendah dari Semester I 2009.
                                           Gambar -2
                     Perkembangan Realisasi Belanja K/L Semester I 2008-2010


                                                45

  150,0                                         40              2008
                                                                2009
  130,0                                         35
                                                                2010
  110,0                                         30

   90,0                                         25

   70,0                                 147,1   20
                             136,1
   50,0      107,7                              15

   30,0                                         10

   10,0                                          5

  -10,0                                          0
             2008            2009       2010
                                                     Januari   Pebruari   Maret   April     Mei   Juni   Juli




      Apabila tahun pengamatan dimulau di Semester I 2006, terutama untuk dua jenis belanja,
yaitu belanja barang dan modal, kinerja penyerapan di Semester I 2010 relatif lebih baik. Namun
hal tersebut hanya untuk belanja barang bukan belanja modal. Dalam 5 tahun terakhir, belanja
barang Semester I 2010 relatif lebih tinggi hanya dengan Semester I 2007. Selanjutnya untuk
lebih rinci, tabel di bawah ini memperlihatkan perkembangan realisasi belanja barang dan modal
untuk Semester I Tahun 2006 – 2010 sebagai berikut.

                                        Tabel -1
          Perkembangan Realisasi Belanja Barang dan Modal Semester-1 2006-2010
                                                                 (dalam persen)
                                     Realisasi Jenis Belanja
                     Tahun                                                 Realisasi Belanja K/L
                                     Barang           Modal
          Semester -1 2006            24,1                19,3                            26,3
          Semester -1 2007            21,9                14,8                            28,6
          Semester -1 2008            23,6                19,8                            28,5
          Semester -1 2009            28,2                26,5                            33,3
          Semester -1 2010            25,3                15,8                            28,5
      Sumber : DJPB

      Dari Tabel 1, nampak bahwa dalam kurun waktu 5 tahun sejak 2006, realisasi belanja
barang relatif menunjukkan pergerakan yang stabil. Belanja barang mengalami naik – turun
pada kisaran 3 – 4 persen. Kondisi yang berbeda terjadi untuk belanja modal yang memiliki
kecenderungan berfluktuasi dengan variasi yang lebih tajam. Prosentase naik – turun dapat

                                                                                                                4
terjadi pada kisaran 5 – 7 persen. Saat ini porsi terbesar belanja modal dikelola oleh 2
kementerian, yaitu Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perhubungan.

                                     Gambar-3
         Perbandingan Belanja Kementerian/Lembaga Berdasarkan Jenis Belanja
                        Tahun Anggaran 2005 dan 2010

   Porsi belanja barang dan modal semakin meningkat (belanja barang 2010 :
   30% vs 2005 : 24% dan belanja modal 2010 : 28% vs 2005 : 26%)

                              2005                                         2010
         Bansos                             Pegawai
                      21%                                               17%
                                     29%                             (Rp61,7T)
                  (Rp24,9T)                                                           25%
                                  (Rp35,1T)                                        (Rp90,9T)

                                                                28%
               26%                 24%                       (Rp101,9T)
           (Rp31,5T)                                                                 30%
                                (Rp29,3T)                                         (Rp111,6T)




       Modal                                  Barang




                                                                                               6




     Belanja barang dan belanja modal mengalami peningkatan dari semula Rp29,3 triliun dan
Rp31,5 triliun di tahun 2005 menjadi Rp111,6 triliun dan Rp101,9 triliun di tahun 2010.
Peningkatan yang cukup signifikan tersebut belum diikuti dengan peningkatan kemampuan
penyerapan yang lebih baik. Di sisi lain pemerintah dituntut untuk lebih mengalokasikan dana
bagi belanja-belanja yang diperkirakan memberikan efek ganda (multiplier) lebih besar. Dengan
demikian kecenderungan pemerintah untuk terus menambah porsi belanja barang dan modal
nampaknya akan terus dipertahankan di masa-masa yang akan datang.

     Pada sisi lain, secara akumulasi, dari ketujuh K/L yang diamati, capaian realisasi belanja
masih relatif rendah di tahun 2010 (Gambar-4). Bahkan dalam kurun waktu triwulan pertama
sampai dengan ketiga tahun 2010, secara persentase terjadi penurunan realisasi belanja K/L
apabila dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama di tahun 2008 dan 2009. Fakta
ini cukup mengkhawatirkan mengingat fungsi belanja pemerintah sebagai stimulus roda
perekonomian.

                                                       Gambar-4
                            Realisasi Belanja K/L Per Triwulan (2008 - 2010)




                                                                                                   5
Rp Triliun
       140                                                                                                                  137.3
                                           2008            2009              2010
       120                                                                                                          107.6
                                           Realisasi Nominal                                              6 Agust
       100
                                                                              67.5              69.8
        80                                                            68.3               69.4

        60                                                   54.1
                                         37.0                                                          42.6
                               36.4
        40        28.6

        20

         0
                               Q1                                     Q2                        Q3                           Q4
   % thd Pagu
                                                                                                                            43.6
             45
                                             2008            2009             2010
             40                                                                                                     37.1
             35                            Realisasi Persentase                                           6 Agust
             30
                                                                                         23.9   22.2
             25                                                        21.7       18.4
                                                               18.7
             20
             15                     11.6     10.1                                                      11.7
                         9.8
             10
              5
              0
                                    Q1                                  Q2                      Q3                          Q4




        Berdasarkan kondisi saat ini yang ditandai dengan rendahnya penyerapan pada Triwulan I
dan Triwulan II akan berpotensi mendorong terjadi lonjakan penyerapan pada Triwulan III dan
Triwulan IV. Apabila laju penyerapan tersebut kurang dari 60 persen maka besar kemungkinan
penyerapan belanja K/L di 2010 dapat lebih rendah dari penyerapan 2009 yang sebesar 97
persen.

                                               Gambar-5
                          Tingkat Penyerapan 7 K/L Tahun 2009-2010 Semester I




                         2009                                  2010
  No. Kementerian
                   APBN-P Real                     %     APBN-P Real        %
   1    Kemendiknas 60.3 20.3                     33.7     63.4 18.0       28.4
   2    Kemen PU 39.1 10.8                        27.7     36.1 8.7        24.2
   3    Kemenhan 32.0 17.8                        55.6     42.9 17.6       41.1
   4    Polri        24.4 12.2                    50.0     27.8 12.1       43.4
   5    Kemenkes 18.9 4.2                         22.1     23.8 5.5        23.1
   6    Kemenhub 18.6 4.3                         22.9     17.6 4.2        23.9
   7    Kemenkeu 14.5 5.6                         38.6     15.4 5.0        32.7

        Dengan memperhatikan Gambar-5 di atas, Kepolisian Negara merupakan institusi yang
penyerapan belanja barangnya relatif lebih baik dibanding institusi lainnya. Realisasi
penyerapan pada Kepolisian mencapai 20,4 persen. Sedangkan realisasi belanja barang terendah
terjadi pada Kementerian Perhubungan yang hanya sebesar 4,7 persen. Sementara itu, dari sisi


                                                                                                                                    6
realisasi penyerapan belanja modal, Kementerian Pekerjaan Umum relatif lebih baik
dibandingkan kementerian lainnya. Dari data yang tersedia, realisasi Kementerian Pekerjaan
Umum mencapai 18,7 persen yang diikuti dengan Kementerian Perhubungan sebesar 17,7
persen. Dengan demikian, baik ditinjau dari sisi belanja barang maupun belanja modal,
penyerapan anggaran K/L relatif rendah pada Semester I.

      Selanjutnya, berdasarkan ranking K/L yang telah melakukan penyerapan anggaran adalah
sebagai berikut : untuk penyerapan belanja K/L 2010 di atas rata-rata 40,2 persen , yaitu Polri,
Kementerian Pertahanan, Kementerian Keuangan dan Kementerian Pendidikan Nasional.
Sedangkan untuk kementerian/lembaga lainnya secara lebih rinci dapat dilihat pada Gambar-6
dibawah berikut ini.




                                                  Gambar-6

                    Penyerapan Belanja 10 K/L Terbesar Pada Semester I 2008 - 2010

                                   2010    2009        2008        % Realisasi 10 K/L Terbesar
  Kemendagri

   Kementan

   Kemenhub

   Kemenkes

   Kemenkeu

   Kemen. PU

    Kemenag

        Polri

 Kemendiknas

   Kemenhan

                0          10       20            30          40             50              60   70




        Berdasarkan data pada gambar 6, dipetakan realisasi anggaran menurut bidang untuk
Tahun Anggaran 2010 yang dibandingkan dengan Tahun Anggaran 2009 sebagai berikut :

a) Pembangunan infrastruktur masih relatif rendah (Kementerian PU & Kementan);

b) Bidang pendidikan lebih rendah (Kemendiknas & Kemenag);

c) Bidang Hankam lebih rendah (Polri & Kemenhan);

                                                                                                       7
d) Bidang Kesehatan lebih rendah (Kemenkes).

      Sedangkan dari sisi wilayah diperoleh informasi bahwa kontribusi terbesar penyerapan
belanja K/L di dominasi oleh wilayah Indonesia Barat yang mencapai 80,4 persen. Sedangkan
yang mengalami perlambatan penyerapan terbanyak berada di wilayah Indonesia Timur.
Sebagaimana gambar 7. Untuk wilayah Indonesia Tengah relatif lebih baik namun masih perlu
diupayakan percepatannya. Adapun penyerapan berdasarkan wilayah secara lebih visual adalah
sebagai berikut :

                                     Gambar-7
                     Kontribusi Penyerapan Berdasarkan Wilayah
                                  Semester I 2010




      Sedangkan untuk realisasi dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan relatif masih relatif
kecil, namun secara prosentase penyerapan dana Dekonsentrasi lebih tinggi, baik dibandingkan
Kantor Pusat (KP) maupun Kantor Vertikal di Daerah (KD). Hal ini dijelaskan dalam Gambar-8
berikut :

                                            Gambar-8

                           Komposisi Realisasi Dana Dekonsentrasi
                           dan Tugas Pembantuan Semester I 2010




                                                                                           8
Penyerapan (Nominal)                                   Penyerapan (%)
 Triliun Rp
                       UB      TP         KP    KD   DK
 160.0
                                    147.1                                                                            2010
                                                                 UB                               35.5
 140.0                              3.3   2.3

 120.0
                                                                 TP                        26.1
                                      71.3
 100.0

  80.0
                                                                 KP                                      35.4
  60.0

  40.0                                54.1
                                                                 KD                                                    46.7

  20.0
                                      16.2
       -
                                                                 DK                                                           52.6

                                    2010
       Keterangan:                                                    0   10    20    30          40            50            60
           UB : Urusan Bersama, TP: Tugas Pembantuan,KP:
           Kantor Pusat, KD : Kantor Daerah, DK: Dekonsentrasi




            Secara nominal realisasi belanja K/L dari anggaran yang merupakan kewenangan Kantor
Pusat (KP) & Kantor Vertikal di Daerah (KD) yang berasal dari belanja Dekonsentrasi mencapai
Rp71,3 triliun dari total Rp147,1 triliun. Dengan demikian realisasi dana dekonsentrasi telah
mencapai 52,6 persen. Realisasi terendah bersumber dari dana Tugas Pembantuan 26,1
persen atau sebesar Rp2,3 triliun. Dengan realisasi yang telah dicapai maka potensi penyerapan
anggaran di akhir tahun diperkirakan akan relatif lebih baik dibandingkan belanja K/L.



III.           Hasil dan Analisis Pembahasan

Permasalahan Penyerapan Anggaran Belanja K/L 2010

            Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil diskusi (focus group discussion) dan survei
lapangan maka diperoleh informasi mengenai permasalahan-permasalahan yang mengakibatkan
rendahnya penyerapan. Adapun permasalahan-permasalahan tersebut terbagi ke dalam
beberapa bagian, yaitu permasalahan yang bersumber dari : (1) internal K/L,                                          (2)       proses
pelaksanaan pengadaan barang dan jasa, (3) dokumen pelaksanaan anggaran dan proses revisi,
dan (4) permasalahan lainnya, seperti adanya peningkatan alokasi belanja K/L pada saat terjadi
perubahan APBN sebagaimana tertuang dalam APBN – P.

            Sedangkan dari hasil survei lapang ke dua Propinsi, yaitu Propinsi Sulawesi Selatan dan DI
Jogyakarta, ditemukan permasalahan seperti; keterlambatan dalam penetapan KPA dan Pejabat
Pengelola Kegiatan. Keterlambatan tersebut terjadi hampir di setiap satuan kerja (Satker), baik
pusat maupun daerah. Sebagai contoh, untuk Surat Keputusan Pejabat KPA dan Pejabat
Pengelola Kegiatan di Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pekerjaan Umum, diterbitkan
pada bulan Pebruari 2010. Bahkan di Kepolisian, penetapan surat keputusan tersebut diterbitkan
pada bulan Maret 2010. Akibat surat tersebut tidak segera diterbitkan berdampak terhadap

                                                                                                                                     9
proses kegiatan yang selanjutnya akan mempengaruhi penyerapan anggaran pada instansi yang
bersangkutan.

       Dari hasil monitoring dan evaluasi di lapangan juga menemukan fakta bahwa akibat
lemahnya koordinasi antara perencanaan dan pelaksanaan anggaran akan menciptakan potensi
angka penyerapan menjadi lebih rendah. Terutama untuk kegiatan-kegiatan, seperti
pembangunan gedung baru, di mana pada tahap perencanaan ternyata tidak dialokasikan
anggaran untuk pembebasan lahan. Sedangkan untuk kegiatan seperti pelatihan dan pendidikan
ternyata tidak dialokasikan anggaran untuk perjalanan dinas bagi peserta pelatihan. Anggaran
yang tersedia hanya untuk pengeluaran konsumsi, honor pengajar dan lump-sum peserta.

       Untuk instansi Kementerian Pertahanan dan Kepolisian rendahnya penyerapan juga
disebabkan kurang terpadunya mekanisme kerja pada unit-unit tertentu. Beberapa Satuan Kerja
di bawah kedua instansi tersebut tengah melaksanakan proses mutasi dan serah terima jabatan.
Proses tersebut tidak disertai dengan serah terima berkas/dokumen sehingga kerapkali
menyebabkan keterlambatan dalam penyerapan belanja yang terkait dengan kegiatan tersebut.

       Adapun beberapa masalah internal yang sebagian besar terjadi pada 7 K/L yang menjadi
sampel, sebagai berikut : (i) kurang memahami mekanisme pencairan BOS; (ii) faktor kehati-
hatian dalam pengelolaan anggaran; (iii) satuan harga yang ditetapkan sering tidak sesuai
kebutuhan riil, K/L terlambat mengusulkan Standar Biaya Khusus (SBK); (iv) kegiatan prioritas
menggunakan sumber dana pinjaman hibah luar negeri (PHLN); (v) kegiatan Pilkada di
beberapa Daerah yang didanai dari APBD menyebabkan anggaran Pilkada untuk APBN Polri
ditunda penggunaannya; (vi) K/L belum menyiapkan peraturan perundangan (PP) untuk
pengadaan pakaian dinas, converter kit, alat penguji kendaraan bermotor.

       Disamping itu faktor penyebab juga ditemukan pada tahapan pengadaan barang dan jasa.
Dari hasil diskusi dan survei diketahui bahwa masih adanya perencanaan kegiatan/proyek yang
kurang baik yang ditandai dengan tidak ada kerangka acuan kerja (TOR) dan rincian anggaran
biaya (RAB) yang mengakibatkan terjadinya ketidaksesuaian antara kebutuhan dan alokasi
anggaran pada kegiatan tersebut. Permasalahan lainnya yang timbul pada tahap pengadaan
sebagai berikut : (i) spesifikasi teknis barang/jasa tidak ada/tidak jelas; (ii) perencanaan
pemilihan sumber dana yang tidak tepat (antara PHLN dengan Rupiah murni); (iii) biaya di
lapangan tidak sesuai dengan Standar Biaya Umum dan Standar Biaya Khusus (mengakibatkan
terbatasnya peserta lelang, pelelangan ulang, menjadi temuan auditor); (iv) banyaknya
sanggahan dalam proses lelang; (v) banyaknya pengaduan LSM ke Polri dan Kejaksaan; (vi)
kurangnya sosialisasi mekanisme pengadaan barang dan jasa; (vii) kurangnya panitia pengadaan
yang    bersertifikat;   (viii)   ketidakharmonisan   peraturan   perundang-undangan   terkait
perencanaan, pelaksanaan dan pencairan anggaran antara APBN dan APBD; (ix) masalah
pengadaan/pembebasan lahan/tanah; (xi) tidak seimbangnya risiko pekerjaan dengan imbalan

                                                                                            10
yang diterima oleh pejabat pelaksana pengadaan; (xii) dan kehati-hatian pejabat pengadaan
barang dan jasa mengambil tindakan.

     Pada aspek dokumen pelaksanaan anggaran dan mekanisme revisi, hasil kajian
menunjukkan bahwa permasalahan yang muncul bersifat legal administratif. Seperti, rencana
kegiatan yang belum dilengkapi dengan TOR, RAB, data pendukung, usulan kegiatan yang
dibatasi (antara lain pengadaan kendaraan dan pembangunan gedung), penggunaan PHLN yang
belum efektif (loan agreement belum ditandatangani atau belum ada nomor register),
pemanfaatan PNBP yang tidak sesuai dengan dasar hukum penggunaan PNBP, kegiatan yang
memerlukan ijin kontrak tahun jamak dari Menteri Keuangan belum dilengkapi dokumen
pendukung.

     Sementara itu, ada faktor-faktor lain yang ditemukan sebagai penyebab pemblokiran
anggaran K/L yang berpotensi memperlambat proses penyerapan. Adapun faktor tersebut antara
lain adalah: (i) pembangunan gedung/jalan/jembatan, dan pembangunan lainnya yang belum
dilengkapi detail design; (ii) kegiatan yang memerlukan dasar hukum pelaksanaannya; (iii)
kegiatan yang duplikasi dengan kegiatan instansi lain; (iv) pembayaran eskalasi yang belum ada
audit dari BPKP; (v) bantuan tanggap darurat yang belum ada peruntukannya; (vi) Penyediaan
alokasi anggaran untuk selisih kurs pada atase perdagangan di luar negeri.

     Hasil wawancara juga menunjukkan bahwa ada kemungkinan keterkaitan antara dokumen
anggaran dan revisi anggaran dan penyerapan. Faktor yang menciptakan keterlambatan tersebut
diantaranya: (i) tambahan anggaran belanja K/L dalam APBN-P 2010             ditetapkan untuk
program/kegiatan baru, sementara itu dokumen pendukung (TOR dan RAB) belum disiapkan
secara lengkap; (ii) banyaknya revisi dokumen anggaran (DIPA dan SRAA) yang mencapai 2.047
per Juni 2010, yang disebabkan antara lain : (a) perencanaan anggaran yang kurang baik di K/L;
(b) tambahan pagu karena ABT, kelebihan realisasi PNBP, tambahan/luncuran PHLN/PHDN,
penerimaan hibah; (c) pergeseran antar bagian anggaran, antar unit organisasi, antar kegiatan,
dan antar prop/kab/kota, dengan alasan diperlukan K/L karena lebih prioritas; (d) Pembukaan
blokir, perubahan nomenklatur satker, dan perubahan parameter dalam penghitungan subsidi;
(e) kesalahan bagan akun standar (BAS); (f) persyaratan revisi DIPA Dekonsentrasi dan Tugas
Perbantuan memerlukan persetujuan dari Pejabat Eselon I yang bersangkutan; (g) kelengkapan
dokumen anggaran dalam revisi anggaran.

       Di samping persoalan-persoalan sebagaimana dikemukakan di atas, sekurang-kurangnya
terdapat 5 masalah lain yang ditemukan yaitu : (1) tambahan pagu K/L dalam APBN-P 2010
sebesar Rp26 triliun, yang mengakibatkan persentase penyerapan belanja K/L Semester-I 2010
terhadap APBN-P hanya sebesar 28,5 persen bila dibandingkan dengan penyerapan terhadap
pagu APBN sebesar 30,0 persen, (2) keterlambatan pejabat daerah dalam menetapkan pengelola
anggaran pada satuan kerja perangkat daerah (SKPD), (3) faktor geografis dan iklim yang juga

                                                                                           11
mempengaruhi penyelesaian pekerjaan, (4) penundaan penagihan barang dan jasa dari pihak
ketiga.

IV.       Usulan Penyelesaian Masalah

          Terhadap permasalahan penyerapan anggaran belanja K/L yang terjadi dalam Semester I
2010, serta dari hasil diskusi dan kajian, maka diusulkan beberapa langkah yang perlu dilakukan
pemerintah untuk dapat mempercepat penyerapan belanja K/L ke depan.

          Dalam jangka pendek terdapat beberapa langkah yang perlu diambil sebagai berikut :

a. Menghimbau K/L untuk segera menyelesaikan masalah internal dalam pelaksanaan
      anggaran.

b. Kementerian Keuangan melakukan komunikasi aktif dengan K/L untuk membantu proses
      penyelesaian pelaksanaan anggaran, terutama dalam hal :

      -   Melengkapi dokumen anggaran untuk menghapus tanda bintang.

      -   Melengkapi dokumen untuk revisi anggaran.

      -   Monitoring seluruh proses pelaksanaan kegiatan terkait dengan penyerapan belanja K/L .

      -   Memberikan ijin bagi kontrak kegiatan tahun jamak yang menjadi prioritas sejalan
          dengan prinsip kehati-hatian.

      -   Melakukan revisi PMK Nomor 69/PMK.02/2010 untuk lebih mempermudah proses
          revisi anggaran K/L.

          Sedangkan untuk Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP),
didorong untuk meningkatkan sosialisasi kepada seluruh K/L dan Pemda mengenai mekanisme
pengadaan barang dan jasa yang selama ini menjadi kendala bagi para pengelola anggaran.
Sedangkan yang terkait dengan SK KPA, PPK, pejabat penerbit SPM, dan Bendahara
Pengeluaran, diusulkan untuk diberlakukan lebih dari 1 tahun, sehingga pada tahun anggaran
berjalan sudah dapat melakukan proses perencanaan dan pelelangan.

          Dalam jangka menengah perlu dilakukan perbaikan-perbaikan yang komprehensif,
diantaranya :

1. Penetapan KPA, PPK, pejabat penerbit SPM dan Bendahara Pengeluaran bersamaan dengan
      penerbitan DIPA (awal Januari).

2. Meningkatkan kapasitas SDM terkait pengelolaan anggaran serta pengadaan barang dan jasa.

3. Penyusunan perencanaan anggaran yang lebih baik.

4. Meminimalkan pemblokiran anggaran.


                                                                                               12
5. Mempercepat proses revisi anggaran.

6. Penyempurnaan Keppres No.80/2003 dan revisinya, guna mempermudah dan mempercepat
     proses pengadaan barang dan jasa, termasuk menghilangkan persyaratan sertifikasi bagi
     pejabat pengadaan barang dan jasa (LKPP).

7. Penyusunan regulasi mengenai mekanisme revisi dokumen anggaran agar lebih diarahkan
     dalam perspektif jangka panjang, tidak bersifat Ad Hoq untuk satu tahun anggaran

8. Mempercepat penyusunan RKA-KL secara on-line

9. Pada tahun berjalan, perlu dialokasikan anggaran untuk proses pengadaan barang dan jasa
     tahun anggaran berikutnya

10. Mengarahkan K/L untuk tidak menggunakan dana PHLN untuk kegiatan-kegiatan prioritas

11. Harmonisasi regulasi penyusunan dokumen perencanaan dan pelaksanaan anggaran, serta
     pengadaan barang dan jasa, agar dapat sejalan dan konsisten.

12. Penyusunan regulasi perencanaan dan pelaksanaan anggaran harus dapat menjawab
     permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan selama ini.

13. Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dilakukan secara terpadu dalam K/L yang sama.

14. Upaya peningkatan daya serap anggaran harus tetap menjaga aspek kualitas dan
     akuntabilitas dari belanja, termasuk pencapaian LKPP yang wajar tanpa pengecualian (WTP).

V.      Kesimpulan dan Rekomendasi :

        Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan data realisasi APBN sampai
dengan Semester I tahun 2010, persentase penyerapan belanja K/L sebesar             28,5 persen
(Rp104,5 triliun), relatif lebih rendah dibandingkan penyerapan periode yang sama tahun 2009
sebesar 33,3 persen (Rp104,7 triliun). Oleh karena itu, perlu mempercepat proses penetapan
pengelolaan anggaran, baik itu KPA, PPK, Bendahara Pengeluaran, dan Pejabat Penandatangan
SPM.

        Terkait dengan permasalahan internal, sebaiknya dilakukan langkah-langkah strategis
dan cepat sesuai dengan kebutuhan, guna mempercepat proses pelaksanaan kegiatan, termasuk
proses administrasinya.

        Di sisi lain, untuk mekanisme pengadaan barang dan jasa, diharapkan dapat menunda
persyaratan sertifikasi bagi panitia pengadaan dan dilakukan sosialisasi oleh LKPP, baik di pusat
maupun di daerah.

        Untuk jangka menengah, perlu meningkatkan kapasitas SDM terkait pengelolaan
anggaran, memperkuat perencanaan agar dapat meminimalisir revisi dalam pelaksanaan.

                                                                                              13
Penyederhanaan mekanisme pengadaan dengan penyempurnaan Keppres No.80/2003 termasuk
meningkatkan kapasitas SDM terkait pengadaan barang dan jasa melalui pendidikan dan
pelatihan, dan diselenggarakannya sosialisasi kepada seluruh pengguna anggaran (K/L);

       Sedangkan dari aspek regulasi, perlu adanya penyempurnaan regulasi agar lebih
diarahkan dalam prespektif jangka menengah dan tidak bersifat ad hoq (hanya mengikat dalam
satu tahun anggaran), sepanjang tidak ada perubahan mendasar. Dengan demikian, maka perlu
dilakukan pemberian kewenangan kepada K/L secara lebih luas (pergeseran antar sub-kegiatan
dalam kegiatan yang sama) sehingga mengurangi frekuensi revisi anggaran.

       Penyederhanaan format DIPA agar lebih fleksibel dan dapat meminimalisir revisi yang
berupa pergeseran dalam jenis belanja yang sama. Pada tahun berjalan, perlu dialokasikan
anggaran untuk proses pengadaan barang dan jasa tahun berikutnya. Di samping itu, waktu
penelaahan RKA KL di Direktorat Jenderal Anggaran perlu diperpanjang agar memberi ruang
yang cukup bagi K/L untuk memenuhi data pendukung, sehingga dapat meminimalisir tanda
bintang.

DAFTAR PUSTAKA

Budi, Setia, Drs. MA. 2010. Identifikasi Penyebab dan Solusi Untuk Mengatasi Keterlambatan
      Penyerapan APBN, Focus Group Discussion, Jakarta 20 Juli 2010

Hutahaean, Parluhutan Drs. 2010. Penganggaran, Pemblokiran dan Realisasi Belanja K/L TA
     2005 s.d 2010, Focus Group Discussion, Jakarta, 20 Juli 2010.

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2002 Tentang Pedoman Pelaksanaan
     Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Nicodemus. 2010. Pelaksanaan Anggaran Kementerian Pekerjaan Umum Tahun 2010, Focus
     Group Discussion, Jakarta, 2 Juli 2010.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 69/PMK.02/2010 Tentang Tata Cara Revisi Anggaran
     Tahun Anggaran 2010.

Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER – 66/PB/2005 tentang Mekanisme
     Pelaksanaan Pembayaran Atas Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Priyantono, Rudy B. 2010. Laporan Realisasi Anggaran Polri sd Bulan Juni 2010, Jakarta, 6
     Juli 2010.

Rakhmat MA, Drs. 2010. Mekanisme Penyaluran APBN 2010. Focus Group Discussion, Jakarta
    20 Juli 2010.

Samidjan. 2010. Laporan Realisasi Anggaran Kesehatan, Jakarta, 5 Juli 2010.

Sarwono, Martha Hardi. 2010. Pelaksanaan Anggaran Kementerian Perhubungan Tahun 2010,
     Focus Group Discussion, Jakarta, 2 Juli 2010.




                                                                                        14
Subagyo.    2010.      Penyerapan      Anggaran         Semester   I   Thn.    2010
     pada Kementerian Pendidikan Nasional, Jakarta, 5 Juli 2010.

Sugiyanto. 2010. Perkembangan Daya Serap anggaran di lingkungan Kemhan, Focus Group
     Discussion, Jakarta, 6 Juli 2010.

Tunggal, Tribuwono, Drs. 2010. Mekanisme Revisi DIPA: Berdasarkan PMK 69/PMK.02/2010
     – Nomor S 5114/PB/2009, Focus Group Discussion, Jakarta 20 Juli 2010.




                                                                                  15

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

Mata Kuliah Akuntansi Pemerintah dengan tema Anggaran Pemerintah
Mata Kuliah Akuntansi Pemerintah dengan tema Anggaran Pemerintah Mata Kuliah Akuntansi Pemerintah dengan tema Anggaran Pemerintah
Mata Kuliah Akuntansi Pemerintah dengan tema Anggaran Pemerintah Magdalena Palma Renia
 
Jenis jenis anggaran pemerintah
Jenis jenis anggaran pemerintahJenis jenis anggaran pemerintah
Jenis jenis anggaran pemerintahAditya Arisandi
 
Evaluasi Kebijakan Moneter 2006,"Apakah Kebijakan Moneter BI telah mendukung ...
Evaluasi Kebijakan Moneter 2006,"Apakah Kebijakan Moneter BI telah mendukung ...Evaluasi Kebijakan Moneter 2006,"Apakah Kebijakan Moneter BI telah mendukung ...
Evaluasi Kebijakan Moneter 2006,"Apakah Kebijakan Moneter BI telah mendukung ...F W
 
Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal (SMA kelas XI semester II)
Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal (SMA kelas XI semester II)Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal (SMA kelas XI semester II)
Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal (SMA kelas XI semester II)windase
 
Apbn & apbd kel 6
Apbn & apbd kel 6Apbn & apbd kel 6
Apbn & apbd kel 6Chris Ang
 
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Kpjm) Mtef Dprd Prov Sulawesi Tengg...
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Kpjm)   Mtef   Dprd Prov Sulawesi Tengg...Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Kpjm)   Mtef   Dprd Prov Sulawesi Tengg...
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Kpjm) Mtef Dprd Prov Sulawesi Tengg...Syukriy Abdullah
 
Kebijakan moneter & fiskal
Kebijakan moneter & fiskalKebijakan moneter & fiskal
Kebijakan moneter & fiskalWahono Diphayana
 
Erangka pengeluaran jangka menengah
Erangka pengeluaran jangka menengahErangka pengeluaran jangka menengah
Erangka pengeluaran jangka menengahdamargohadiono
 
Apbn dan apbd
Apbn dan apbdApbn dan apbd
Apbn dan apbdlisa-n
 
Pengelolaan Keuaanagan Daerah PP58 & Permen 13 /2006 & 59/2007
Pengelolaan Keuaanagan Daerah  PP58 & Permen 13 /2006 & 59/2007Pengelolaan Keuaanagan Daerah  PP58 & Permen 13 /2006 & 59/2007
Pengelolaan Keuaanagan Daerah PP58 & Permen 13 /2006 & 59/2007Kementerian Dalam Negeri
 

La actualidad más candente (20)

KONSEP ANGGARAN
KONSEP ANGGARANKONSEP ANGGARAN
KONSEP ANGGARAN
 
APBN dan APBD
APBN dan APBDAPBN dan APBD
APBN dan APBD
 
Mata Kuliah Akuntansi Pemerintah dengan tema Anggaran Pemerintah
Mata Kuliah Akuntansi Pemerintah dengan tema Anggaran Pemerintah Mata Kuliah Akuntansi Pemerintah dengan tema Anggaran Pemerintah
Mata Kuliah Akuntansi Pemerintah dengan tema Anggaran Pemerintah
 
Apbn dan apbd
Apbn dan apbdApbn dan apbd
Apbn dan apbd
 
Jenis jenis anggaran pemerintah
Jenis jenis anggaran pemerintahJenis jenis anggaran pemerintah
Jenis jenis anggaran pemerintah
 
Evaluasi Kebijakan Moneter 2006,"Apakah Kebijakan Moneter BI telah mendukung ...
Evaluasi Kebijakan Moneter 2006,"Apakah Kebijakan Moneter BI telah mendukung ...Evaluasi Kebijakan Moneter 2006,"Apakah Kebijakan Moneter BI telah mendukung ...
Evaluasi Kebijakan Moneter 2006,"Apakah Kebijakan Moneter BI telah mendukung ...
 
Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal (SMA kelas XI semester II)
Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal (SMA kelas XI semester II)Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal (SMA kelas XI semester II)
Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal (SMA kelas XI semester II)
 
Apbn & apbd kel 6
Apbn & apbd kel 6Apbn & apbd kel 6
Apbn & apbd kel 6
 
Pertemuan 2 mengevaluasi kinerja keuangan dan pertumbuhan perusahaan ke dua
Pertemuan 2 mengevaluasi kinerja keuangan dan pertumbuhan perusahaan ke duaPertemuan 2 mengevaluasi kinerja keuangan dan pertumbuhan perusahaan ke dua
Pertemuan 2 mengevaluasi kinerja keuangan dan pertumbuhan perusahaan ke dua
 
APBD, pengertian
APBD, pengertianAPBD, pengertian
APBD, pengertian
 
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Kpjm) Mtef Dprd Prov Sulawesi Tengg...
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Kpjm)   Mtef   Dprd Prov Sulawesi Tengg...Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Kpjm)   Mtef   Dprd Prov Sulawesi Tengg...
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Kpjm) Mtef Dprd Prov Sulawesi Tengg...
 
Bab 4 apbn & apbd
Bab 4 apbn & apbdBab 4 apbn & apbd
Bab 4 apbn & apbd
 
Miching versi 2
Miching versi 2Miching versi 2
Miching versi 2
 
Kebijakan moneter & fiskal
Kebijakan moneter & fiskalKebijakan moneter & fiskal
Kebijakan moneter & fiskal
 
Frame perencanaan tahun 2012 2
Frame perencanaan tahun 2012 2Frame perencanaan tahun 2012 2
Frame perencanaan tahun 2012 2
 
Apbn apbd
Apbn apbdApbn apbd
Apbn apbd
 
Erangka pengeluaran jangka menengah
Erangka pengeluaran jangka menengahErangka pengeluaran jangka menengah
Erangka pengeluaran jangka menengah
 
APBN Dan APBD
APBN Dan APBD APBN Dan APBD
APBN Dan APBD
 
Apbn dan apbd
Apbn dan apbdApbn dan apbd
Apbn dan apbd
 
Pengelolaan Keuaanagan Daerah PP58 & Permen 13 /2006 & 59/2007
Pengelolaan Keuaanagan Daerah  PP58 & Permen 13 /2006 & 59/2007Pengelolaan Keuaanagan Daerah  PP58 & Permen 13 /2006 & 59/2007
Pengelolaan Keuaanagan Daerah PP58 & Permen 13 /2006 & 59/2007
 

Destacado

Iasi code camp 12 october 2013silviu eigel one piece flow
Iasi code camp 12 october 2013silviu eigel   one piece flowIasi code camp 12 october 2013silviu eigel   one piece flow
Iasi code camp 12 october 2013silviu eigel one piece flowCodecamp Romania
 
C:\Documents And Settings\Invitado\Escritorio\Millonarios
C:\Documents And Settings\Invitado\Escritorio\MillonariosC:\Documents And Settings\Invitado\Escritorio\Millonarios
C:\Documents And Settings\Invitado\Escritorio\Millonariosnataly garcia
 
Technology updated
Technology updatedTechnology updated
Technology updatedguestebf8f52
 
C:\Documents And Settings\Invitado\Escritorio\Millonarios
C:\Documents And Settings\Invitado\Escritorio\MillonariosC:\Documents And Settings\Invitado\Escritorio\Millonarios
C:\Documents And Settings\Invitado\Escritorio\Millonariosnataly garcia
 
Iasi code camp 20 april 2013 marian chicu - database unit tests in the sql se...
Iasi code camp 20 april 2013 marian chicu - database unit tests in the sql se...Iasi code camp 20 april 2013 marian chicu - database unit tests in the sql se...
Iasi code camp 20 april 2013 marian chicu - database unit tests in the sql se...Codecamp Romania
 
OEE visualized
OEE visualizedOEE visualized
OEE visualizedPanview
 
The ideal Production Lay-Out
The ideal Production Lay-OutThe ideal Production Lay-Out
The ideal Production Lay-OutPanview
 
Batch v Lean 1 piece flow training
Batch v Lean 1 piece flow trainingBatch v Lean 1 piece flow training
Batch v Lean 1 piece flow trainingJulian Kalac P.Eng
 
Standard Work And One Piece Flow
Standard Work And One Piece FlowStandard Work And One Piece Flow
Standard Work And One Piece Flowguest399e73
 
The quest of one-piece-flow in IT by Pierre Masai, Toyota Motor Europe
The quest of one-piece-flow in IT by Pierre Masai, Toyota Motor EuropeThe quest of one-piece-flow in IT by Pierre Masai, Toyota Motor Europe
The quest of one-piece-flow in IT by Pierre Masai, Toyota Motor EuropeInstitut Lean France
 

Destacado (12)

Iasi code camp 12 october 2013silviu eigel one piece flow
Iasi code camp 12 october 2013silviu eigel   one piece flowIasi code camp 12 october 2013silviu eigel   one piece flow
Iasi code camp 12 october 2013silviu eigel one piece flow
 
C:\Documents And Settings\Invitado\Escritorio\Millonarios
C:\Documents And Settings\Invitado\Escritorio\MillonariosC:\Documents And Settings\Invitado\Escritorio\Millonarios
C:\Documents And Settings\Invitado\Escritorio\Millonarios
 
Technology updated
Technology updatedTechnology updated
Technology updated
 
C:\Documents And Settings\Invitado\Escritorio\Millonarios
C:\Documents And Settings\Invitado\Escritorio\MillonariosC:\Documents And Settings\Invitado\Escritorio\Millonarios
C:\Documents And Settings\Invitado\Escritorio\Millonarios
 
P rao hdfc
P rao hdfcP rao hdfc
P rao hdfc
 
Iasi code camp 20 april 2013 marian chicu - database unit tests in the sql se...
Iasi code camp 20 april 2013 marian chicu - database unit tests in the sql se...Iasi code camp 20 april 2013 marian chicu - database unit tests in the sql se...
Iasi code camp 20 april 2013 marian chicu - database unit tests in the sql se...
 
OEE visualized
OEE visualizedOEE visualized
OEE visualized
 
UU Nomor 17 Tahun 2003
UU Nomor 17 Tahun 2003UU Nomor 17 Tahun 2003
UU Nomor 17 Tahun 2003
 
The ideal Production Lay-Out
The ideal Production Lay-OutThe ideal Production Lay-Out
The ideal Production Lay-Out
 
Batch v Lean 1 piece flow training
Batch v Lean 1 piece flow trainingBatch v Lean 1 piece flow training
Batch v Lean 1 piece flow training
 
Standard Work And One Piece Flow
Standard Work And One Piece FlowStandard Work And One Piece Flow
Standard Work And One Piece Flow
 
The quest of one-piece-flow in IT by Pierre Masai, Toyota Motor Europe
The quest of one-piece-flow in IT by Pierre Masai, Toyota Motor EuropeThe quest of one-piece-flow in IT by Pierre Masai, Toyota Motor Europe
The quest of one-piece-flow in IT by Pierre Masai, Toyota Motor Europe
 

Similar a Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Penyerapan Belanja Kementerian / Lembaga 2010

KEBIJAKAN PENGANGGARAN DI BIDANG ANGKUTAN UMUM PERKOTAAN
KEBIJAKAN PENGANGGARAN DI BIDANG ANGKUTAN UMUM PERKOTAANKEBIJAKAN PENGANGGARAN DI BIDANG ANGKUTAN UMUM PERKOTAAN
KEBIJAKAN PENGANGGARAN DI BIDANG ANGKUTAN UMUM PERKOTAANTri Damri
 
1. Pokok-pokok penambahan AA 2_edit160622.pdf
1. Pokok-pokok penambahan AA 2_edit160622.pdf1. Pokok-pokok penambahan AA 2_edit160622.pdf
1. Pokok-pokok penambahan AA 2_edit160622.pdfFloridaNumbery
 
FINAL REKOMENDASI DPRD SULTRA ATAS LKPJ 2009
FINAL REKOMENDASI DPRD SULTRA ATAS LKPJ 2009FINAL REKOMENDASI DPRD SULTRA ATAS LKPJ 2009
FINAL REKOMENDASI DPRD SULTRA ATAS LKPJ 2009Ade Suerani
 
09 04-28 renstra-ditjenanggaran05-09
09 04-28  renstra-ditjenanggaran05-0909 04-28  renstra-ditjenanggaran05-09
09 04-28 renstra-ditjenanggaran05-09Novit Yanto
 
11042021_Bahan AP Corner_final (1).pptx
11042021_Bahan AP Corner_final (1).pptx11042021_Bahan AP Corner_final (1).pptx
11042021_Bahan AP Corner_final (1).pptxPavilionNixion
 
Penetapan Anggaran Pemerintah oleh Dr Anggito Abimanyu
Penetapan Anggaran Pemerintah oleh Dr Anggito AbimanyuPenetapan Anggaran Pemerintah oleh Dr Anggito Abimanyu
Penetapan Anggaran Pemerintah oleh Dr Anggito Abimanyuajijogja
 
Keuangan negara
Keuangan negaraKeuangan negara
Keuangan negaraBen Alvaro
 
Strategi Pencapaian IKPA yang Optimal 2020
Strategi Pencapaian IKPA yang Optimal 2020Strategi Pencapaian IKPA yang Optimal 2020
Strategi Pencapaian IKPA yang Optimal 2020bprast1
 
Analisis perhitungan belanja operasional
Analisis perhitungan belanja operasionalAnalisis perhitungan belanja operasional
Analisis perhitungan belanja operasionalJoseph Sitepu
 
PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...
PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...
PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...MutiaRevelianti
 
paparan-pp-90-2010-kemenkeu-111017032134-phpapp02.pdf
paparan-pp-90-2010-kemenkeu-111017032134-phpapp02.pdfpaparan-pp-90-2010-kemenkeu-111017032134-phpapp02.pdf
paparan-pp-90-2010-kemenkeu-111017032134-phpapp02.pdfkurniawansantoso6
 
PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...
PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...
PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...MutiaRevelianti
 

Similar a Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Penyerapan Belanja Kementerian / Lembaga 2010 (20)

KEBIJAKAN PENGANGGARAN DI BIDANG ANGKUTAN UMUM PERKOTAAN
KEBIJAKAN PENGANGGARAN DI BIDANG ANGKUTAN UMUM PERKOTAANKEBIJAKAN PENGANGGARAN DI BIDANG ANGKUTAN UMUM PERKOTAAN
KEBIJAKAN PENGANGGARAN DI BIDANG ANGKUTAN UMUM PERKOTAAN
 
1. Pokok-pokok penambahan AA 2_edit160622.pdf
1. Pokok-pokok penambahan AA 2_edit160622.pdf1. Pokok-pokok penambahan AA 2_edit160622.pdf
1. Pokok-pokok penambahan AA 2_edit160622.pdf
 
FINAL REKOMENDASI DPRD SULTRA ATAS LKPJ 2009
FINAL REKOMENDASI DPRD SULTRA ATAS LKPJ 2009FINAL REKOMENDASI DPRD SULTRA ATAS LKPJ 2009
FINAL REKOMENDASI DPRD SULTRA ATAS LKPJ 2009
 
09 04-28 renstra-ditjenanggaran05-09
09 04-28  renstra-ditjenanggaran05-0909 04-28  renstra-ditjenanggaran05-09
09 04-28 renstra-ditjenanggaran05-09
 
Paparan pp-90-2010-kemenkeu
Paparan pp-90-2010-kemenkeuPaparan pp-90-2010-kemenkeu
Paparan pp-90-2010-kemenkeu
 
11042021_Bahan AP Corner_final (1).pptx
11042021_Bahan AP Corner_final (1).pptx11042021_Bahan AP Corner_final (1).pptx
11042021_Bahan AP Corner_final (1).pptx
 
Akuntansi Sektor Publik
Akuntansi Sektor PublikAkuntansi Sektor Publik
Akuntansi Sektor Publik
 
Redesain sistem perencanaan dan penganggaran kementerian dan lembaga
Redesain sistem perencanaan dan penganggaran kementerian dan lembagaRedesain sistem perencanaan dan penganggaran kementerian dan lembaga
Redesain sistem perencanaan dan penganggaran kementerian dan lembaga
 
Paparan sosialisasi inisiatif baru bappenas
Paparan sosialisasi inisiatif baru bappenasPaparan sosialisasi inisiatif baru bappenas
Paparan sosialisasi inisiatif baru bappenas
 
Penetapan Anggaran Pemerintah oleh Dr Anggito Abimanyu
Penetapan Anggaran Pemerintah oleh Dr Anggito AbimanyuPenetapan Anggaran Pemerintah oleh Dr Anggito Abimanyu
Penetapan Anggaran Pemerintah oleh Dr Anggito Abimanyu
 
Keuangan negara
Keuangan negaraKeuangan negara
Keuangan negara
 
Strategi Pencapaian IKPA yang Optimal 2020
Strategi Pencapaian IKPA yang Optimal 2020Strategi Pencapaian IKPA yang Optimal 2020
Strategi Pencapaian IKPA yang Optimal 2020
 
Analisis perhitungan belanja operasional
Analisis perhitungan belanja operasionalAnalisis perhitungan belanja operasional
Analisis perhitungan belanja operasional
 
Redesign sistem penganggaran pemerintah
Redesign sistem penganggaran pemerintahRedesign sistem penganggaran pemerintah
Redesign sistem penganggaran pemerintah
 
PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...
PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...
PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...
 
Liftng, Cost Recovery dan Kinerja PNBP Migas
Liftng, Cost Recovery dan Kinerja PNBP MigasLiftng, Cost Recovery dan Kinerja PNBP Migas
Liftng, Cost Recovery dan Kinerja PNBP Migas
 
paparan-pp-90-2010-kemenkeu-111017032134-phpapp02.pdf
paparan-pp-90-2010-kemenkeu-111017032134-phpapp02.pdfpaparan-pp-90-2010-kemenkeu-111017032134-phpapp02.pdf
paparan-pp-90-2010-kemenkeu-111017032134-phpapp02.pdf
 
Blud
BludBlud
Blud
 
Tugas asp 4 c akt (1)
Tugas asp 4 c akt (1)Tugas asp 4 c akt (1)
Tugas asp 4 c akt (1)
 
PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...
PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...
PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...
 

Más de Badan Kebijakan Fiskal

Global financial safety net: A three tier approach
Global financial safety net: A three tier approachGlobal financial safety net: A three tier approach
Global financial safety net: A three tier approachBadan Kebijakan Fiskal
 
Recent Economic Development: August 2010
Recent Economic Development: August 2010Recent Economic Development: August 2010
Recent Economic Development: August 2010Badan Kebijakan Fiskal
 
Studi Manajemen Utang LN & DN Pemerintah & Assessment Terhadap Optimal Borrowing
Studi Manajemen Utang LN & DN Pemerintah & Assessment Terhadap Optimal BorrowingStudi Manajemen Utang LN & DN Pemerintah & Assessment Terhadap Optimal Borrowing
Studi Manajemen Utang LN & DN Pemerintah & Assessment Terhadap Optimal BorrowingBadan Kebijakan Fiskal
 

Más de Badan Kebijakan Fiskal (20)

Ministry of Finance Green Paper
Ministry of Finance Green PaperMinistry of Finance Green Paper
Ministry of Finance Green Paper
 
Pertemuan ke-17 Menteri Keuangan APEC
Pertemuan ke-17 Menteri Keuangan APECPertemuan ke-17 Menteri Keuangan APEC
Pertemuan ke-17 Menteri Keuangan APEC
 
Global financial safety net: A three tier approach
Global financial safety net: A three tier approachGlobal financial safety net: A three tier approach
Global financial safety net: A three tier approach
 
Pidato Menkeu
Pidato MenkeuPidato Menkeu
Pidato Menkeu
 
Indonesia oecd
Indonesia   oecdIndonesia   oecd
Indonesia oecd
 
Rekonstruksi Kebijakan P3B Indonesia
Rekonstruksi Kebijakan P3B IndonesiaRekonstruksi Kebijakan P3B Indonesia
Rekonstruksi Kebijakan P3B Indonesia
 
Communique
CommuniqueCommunique
Communique
 
Pelantikan Eselon II
Pelantikan Eselon IIPelantikan Eselon II
Pelantikan Eselon II
 
Recent Economic Development: August 2010
Recent Economic Development: August 2010Recent Economic Development: August 2010
Recent Economic Development: August 2010
 
PMK Nomor 144/PMK.011/2010
PMK Nomor 144/PMK.011/2010PMK Nomor 144/PMK.011/2010
PMK Nomor 144/PMK.011/2010
 
PMK Nomor 131/PMK.011/2010
PMK Nomor 131/PMK.011/2010PMK Nomor 131/PMK.011/2010
PMK Nomor 131/PMK.011/2010
 
PMK Nomor 128/PMK.011/2010
PMK Nomor 128/PMK.011/2010PMK Nomor 128/PMK.011/2010
PMK Nomor 128/PMK.011/2010
 
Policy Paper Nomor 1 Agustus 2010
Policy Paper Nomor 1 Agustus 2010Policy Paper Nomor 1 Agustus 2010
Policy Paper Nomor 1 Agustus 2010
 
Studi Manajemen Utang LN & DN Pemerintah & Assessment Terhadap Optimal Borrowing
Studi Manajemen Utang LN & DN Pemerintah & Assessment Terhadap Optimal BorrowingStudi Manajemen Utang LN & DN Pemerintah & Assessment Terhadap Optimal Borrowing
Studi Manajemen Utang LN & DN Pemerintah & Assessment Terhadap Optimal Borrowing
 
Permen ESDM Nomor 07 Tahun 2010
Permen ESDM Nomor 07 Tahun 2010Permen ESDM Nomor 07 Tahun 2010
Permen ESDM Nomor 07 Tahun 2010
 
PMK Nomor 44 Tahun 2008
PMK Nomor 44 Tahun 2008PMK Nomor 44 Tahun 2008
PMK Nomor 44 Tahun 2008
 
Perpres Nomor 91 Tahun 2007
Perpres Nomor 91 Tahun 2007Perpres Nomor 91 Tahun 2007
Perpres Nomor 91 Tahun 2007
 
PMK Nomor 30 Tahun 2007
PMK Nomor  30 Tahun 2007PMK Nomor  30 Tahun 2007
PMK Nomor 30 Tahun 2007
 
PP Nomor 1 Tahun 2007
PP Nomor 1 Tahun 2007PP Nomor 1 Tahun 2007
PP Nomor 1 Tahun 2007
 
Perpres Nomor 103 Tahun 2006
Perpres Nomor 103 Tahun 2006Perpres Nomor 103 Tahun 2006
Perpres Nomor 103 Tahun 2006
 

Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Penyerapan Belanja Kementerian / Lembaga 2010

  • 1. Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Penyerapan Belanja Kementerian/Lembaga TA 2010 Oleh: Adrianus Dwi Siswanto dan Sri Lestari Rahayu1 Abstraksi Sebagai negara yang sedang giat membangun, peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk memberikan dorongan yang lebih kuat dan cepat bagi pergerakan roda perekonomian. Untuk itu, pemerintah melakukan berbagai upaya dan tindakan strategis melalui berbagai instrumen kebijakan. Salah satunya melalui kebijakan belanja yang dituangkan ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). APBN sebagai instrumen kebijakan fiskal merupakan bentuk intervensi pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, APBN memiliki beberapa fungsi, seperti fungsi alokasi, fungsi distribusi yang terutama distribusi pendapatan dan fungsi stabilisasi. Dengan fungsi-fungsi tersebut maka sangat diharapkan kebijakan fiskal yang dikeluarkan, khususnya kebijakan belanja negara, bekerja secara tepat, efisien dan berkelanjutan. Berdasarkan kajian singkat (quick research) yang telah dilakukan oleh Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (PKAPBN), atas 7 Kementerian/Lembaga (K/L) terbesar pengelola belanja, diperoleh informasi dan permasalahan terkait dengan penyebab rendahnya penyerapan belanja. Kajian ini menggunakan metodologi statistik deskriptif yang sumber data diperoleh dari hasil wawancara, diskusi dan survei lapangan. Dari hasil kajian diketahui setidaknya terdapat 4 permasalahan utama dalam proses penyerapan belanja K/L. Keempat permasalahan tersebut adalah terkait dengan persoalan internal K/L, persoalan mekanisme pengadaan barang dan jasa, dokumen pelaksanaan anggaran dan mekanisme revisi, dan persoalan lain-lain. Dari hasil analisis yang dilakukan, tim merekomendasikan beberapa langkah perbaikan termasuk merevisi beberapa peraturan agar permasalahan yang ada dapat diatasi, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka menengah. I. Pendahuluan Sebagai kementerian yang mengeluarkan kebijakan fiskal, khususnya yang terkait dengan belanja kementerian/lembaga, Kementerian Keuangan telah berupaya untuk meningkatkan kinerja, baik kinerja dari sisi pendapatan maupun kinerja dari sisi belanja. Untuk itu, dalam upaya meningkatkan kinerja penyerapan belanja K/L, Kementerian Keuangan tidak saja menjalankan fungsinya sebagai Bendahara Umum Negara, sebagaimana diatur dalam Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Kementerian Keuangan berupaya agar instrumen kebijakan fiskal, yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan, dan menciptakan lapangan kerja. Dengan UU tersebut, Kementerian Keuangan maupun K/L teknis lainnya memiliki fungsi yang berbeda satu dengan lainnya. Berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut, Menteri Keuangan memiliki kekuasaan atas pengelolaan keuangan Negara (pasal 6 ayat 2 huruf 1 Penulis pertama adalah peneliti Pertama dan penulis kedua adalah peneliti Madya pada Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara – Badan Kebijakan Fiskal – Kementerian Keuangan; Ucapan terima kasih disampaikan kepada Amnu Fuadiy dan Wahyu Utomo yang telah memberikan sumbangan pemikiran dan data atas penerbitan policy paper ini. 1
  • 2. a) selaku pengelola fiskal. Sedangkan Menteri/Pimpinan Lembaga adalah pengguna anggaran/pengguna barang kementerian/lembaga yang dipimpinnya. Selaku pengelola keuangan negara, Menteri Keuangan memiliki tugas sebagaimana diatur dalam Pasal 8. Sedangkan Menteri/Pimpinan Lembaga selaku pengguna anggaran memiliki tugas sebagaimana diatur dalam Pasal 9. Selanjutnya dalam rangka penyusunan dan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Menteri Keuangan dan Menteri/Pimpinan Lembaga tunduk pada Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Sedangkan untuk pemeriksaan dan pengelolaan serta tanggungjawab keuangan negara diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Dalam postur APBN, belanja pemerintah pusat memainkan peranan yang sangat penting dalam pencapaian tujuan nasional, terutama dalam meningkatkan dan memelihara kesejahteraan rakyat. Hal ini terutama karena besaran dan komposisi anggaran belanja pemerintah pusat dalam operasi fiskal pemerintah mempunyai dampak yang signifikan pada permintaan agregat dan output nasional, serta mempengaruhi alokasi sumberdaya dalam perekonomian. Selain itu, peranan penting anggaran belanja pemerintah pusat dalam perekonomian, sebagai salah satu perangkat kebijakan fiskal, juga berkaitan dengan ketiga fungsi utama anggaran belanja pemerintah, yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi. Pada sisi lain penganggaran berbasis kinerja berorientasi pada sistem pengganggaran yang menekankan pada pencapaian hasil dan keluaran (output based) dari program dan kegiatan dengan meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya yang terbatas dan efektif dalam pencapaian output dan outcome-nya. Kinerja hasil dan keluaran tersebut merupakan kinerja yang melekat pada K/L teknis terkait. Dengan kata lain perlu upaya untuk terus melakukan koordinasi yang lebih intensif guna mensinergikan kinerja yang hendak dicapai oleh Kementerian Keuangan dan K/L teknis terkait. Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, belanja K/L telah menghasilkan pola belanja dengan karakteristik penyerapan yang rendah di semester pertama dan menumpuk pada akhir tahun anggaran berjalan. Pola demikian terjadi di tingkat pemerintah pusat dan daerah, sehingga akan mengganggu rencana kinerja kebijakan APBN terhadap perekonomian secara umum. Di sisi lain, akan berdampak pula pada pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dan pengentasan kemiskinan yang menjadi sasaran kebijakan fiskal secara khusus. Dari hasil kajian, diperoleh informasi awal bahwa pola belanja K/L yang menjadi sampel analisis, belum mengalami perubahan signifikan. Perubahan yang diharapkan adalah terjadinya sebaran yang lebih merata, baik di semester pertama maupun di semester kedua, dengan kata lain diharapkan realisasi belanja tidak mengalami penumpukan pada akhir tahun. 2
  • 3. Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat disampaikan permasalahan sebagai berikut : (i) Faktor-faktor apa saja yang berpotensi menghambat proses penyerapan APBN; dan (ii) Adanya berbagai kebijakan/peraturan perundangan yang kebijakan adanya pemahaman yang sama dalam proses mekanisme penyusunan/revisi DIPA; II. Gambaran Umum Penyerapan Belanja K/L Semester I 2010 Dalam Tahun Anggaran 2010, terdapat beberapa K/L yang memperoleh alokasi anggaran relatif besar dibandingkan K/L lainnya. K/L tersebut adalah (1). Kementerian Pendidikan Nasional sebesar Rp63,4 triliun; (2). Kementerian Pertahanan sebesar Rp42,9 triliun; (3). Kementerian Pekerjaan Umum sebesar Rp36,1 triliun; (4). Kepolisian sebesar Rp27,8 triliun; (5). Kementerian Kesehatan sebesar Rp23,8 triliun; (6). Kementerian Perhubungan sebesar Rp17,6 triliun; dan (7). Kementerian Keuangan sebesar Rp15,4 triliun. Secara keseluruhan, total alokasi anggaran yang disediakan untuk 7 K/L tersebut adalah sebesar Rp227 triliun. Dengan jumlah tersebut maka porsi yang dimiliki 7 K/L mencapai kurang lebih 70 persen dari total alokasi belanja yang disalurkan untuk K/L sebagai instansi pusat. Dengan porsi belanja yang relatif besar tersebut, maka kedudukan ketujuh K/L tersebut sangat signifikan sebagai indikator mengukur kinerja dari sisi penyerapan. Gambar-1 Realisasi Belanja K/L Semester-1 Tahun 2006-2010 120 33,3 35 28,5 28,5 100 26,2 30 25,7 25 80 20 60 104,7 104,5 15 40 82,7 69,9 10 56,5 20 5 0 0 2006 2007 2008 2009 2010 Real Semester % Sumber : DJPB – diolah. Gambar di atas menunjukkan bahwa sekalipun secara nominal tingkat penyerapan belanja relatif terus meningkat namun secara prosentase terjadi fluktuasi. Untuk penyerapan Semester I 2006, realisasi baru mencapai Rp56,5 triliun atau sebesar 26,2 persen. Terus meningkat di tahun 3
  • 4. berikutnya hingga tahun 2009 sebesar Rp104,7 triliun atau sebesar 33,3 persen. Kembali turun daya serapnya di 2010 menjadi Rp104,5 triliun atau 28,5 persen. Dengan demikian daya serap Semester I 2010 relatif lebih rendah dari Semester I 2009. Gambar -2 Perkembangan Realisasi Belanja K/L Semester I 2008-2010 45 150,0 40 2008 2009 130,0 35 2010 110,0 30 90,0 25 70,0 147,1 20 136,1 50,0 107,7 15 30,0 10 10,0 5 -10,0 0 2008 2009 2010 Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Apabila tahun pengamatan dimulau di Semester I 2006, terutama untuk dua jenis belanja, yaitu belanja barang dan modal, kinerja penyerapan di Semester I 2010 relatif lebih baik. Namun hal tersebut hanya untuk belanja barang bukan belanja modal. Dalam 5 tahun terakhir, belanja barang Semester I 2010 relatif lebih tinggi hanya dengan Semester I 2007. Selanjutnya untuk lebih rinci, tabel di bawah ini memperlihatkan perkembangan realisasi belanja barang dan modal untuk Semester I Tahun 2006 – 2010 sebagai berikut. Tabel -1 Perkembangan Realisasi Belanja Barang dan Modal Semester-1 2006-2010 (dalam persen) Realisasi Jenis Belanja Tahun Realisasi Belanja K/L Barang Modal Semester -1 2006 24,1 19,3 26,3 Semester -1 2007 21,9 14,8 28,6 Semester -1 2008 23,6 19,8 28,5 Semester -1 2009 28,2 26,5 33,3 Semester -1 2010 25,3 15,8 28,5 Sumber : DJPB Dari Tabel 1, nampak bahwa dalam kurun waktu 5 tahun sejak 2006, realisasi belanja barang relatif menunjukkan pergerakan yang stabil. Belanja barang mengalami naik – turun pada kisaran 3 – 4 persen. Kondisi yang berbeda terjadi untuk belanja modal yang memiliki kecenderungan berfluktuasi dengan variasi yang lebih tajam. Prosentase naik – turun dapat 4
  • 5. terjadi pada kisaran 5 – 7 persen. Saat ini porsi terbesar belanja modal dikelola oleh 2 kementerian, yaitu Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perhubungan. Gambar-3 Perbandingan Belanja Kementerian/Lembaga Berdasarkan Jenis Belanja Tahun Anggaran 2005 dan 2010 Porsi belanja barang dan modal semakin meningkat (belanja barang 2010 : 30% vs 2005 : 24% dan belanja modal 2010 : 28% vs 2005 : 26%) 2005 2010 Bansos Pegawai 21% 17% 29% (Rp61,7T) (Rp24,9T) 25% (Rp35,1T) (Rp90,9T) 28% 26% 24% (Rp101,9T) (Rp31,5T) 30% (Rp29,3T) (Rp111,6T) Modal Barang 6 Belanja barang dan belanja modal mengalami peningkatan dari semula Rp29,3 triliun dan Rp31,5 triliun di tahun 2005 menjadi Rp111,6 triliun dan Rp101,9 triliun di tahun 2010. Peningkatan yang cukup signifikan tersebut belum diikuti dengan peningkatan kemampuan penyerapan yang lebih baik. Di sisi lain pemerintah dituntut untuk lebih mengalokasikan dana bagi belanja-belanja yang diperkirakan memberikan efek ganda (multiplier) lebih besar. Dengan demikian kecenderungan pemerintah untuk terus menambah porsi belanja barang dan modal nampaknya akan terus dipertahankan di masa-masa yang akan datang. Pada sisi lain, secara akumulasi, dari ketujuh K/L yang diamati, capaian realisasi belanja masih relatif rendah di tahun 2010 (Gambar-4). Bahkan dalam kurun waktu triwulan pertama sampai dengan ketiga tahun 2010, secara persentase terjadi penurunan realisasi belanja K/L apabila dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama di tahun 2008 dan 2009. Fakta ini cukup mengkhawatirkan mengingat fungsi belanja pemerintah sebagai stimulus roda perekonomian. Gambar-4 Realisasi Belanja K/L Per Triwulan (2008 - 2010) 5
  • 6. Rp Triliun 140 137.3 2008 2009 2010 120 107.6 Realisasi Nominal 6 Agust 100 67.5 69.8 80 68.3 69.4 60 54.1 37.0 42.6 36.4 40 28.6 20 0 Q1 Q2 Q3 Q4 % thd Pagu 43.6 45 2008 2009 2010 40 37.1 35 Realisasi Persentase 6 Agust 30 23.9 22.2 25 21.7 18.4 18.7 20 15 11.6 10.1 11.7 9.8 10 5 0 Q1 Q2 Q3 Q4 Berdasarkan kondisi saat ini yang ditandai dengan rendahnya penyerapan pada Triwulan I dan Triwulan II akan berpotensi mendorong terjadi lonjakan penyerapan pada Triwulan III dan Triwulan IV. Apabila laju penyerapan tersebut kurang dari 60 persen maka besar kemungkinan penyerapan belanja K/L di 2010 dapat lebih rendah dari penyerapan 2009 yang sebesar 97 persen. Gambar-5 Tingkat Penyerapan 7 K/L Tahun 2009-2010 Semester I 2009 2010 No. Kementerian APBN-P Real % APBN-P Real % 1 Kemendiknas 60.3 20.3 33.7 63.4 18.0 28.4 2 Kemen PU 39.1 10.8 27.7 36.1 8.7 24.2 3 Kemenhan 32.0 17.8 55.6 42.9 17.6 41.1 4 Polri 24.4 12.2 50.0 27.8 12.1 43.4 5 Kemenkes 18.9 4.2 22.1 23.8 5.5 23.1 6 Kemenhub 18.6 4.3 22.9 17.6 4.2 23.9 7 Kemenkeu 14.5 5.6 38.6 15.4 5.0 32.7 Dengan memperhatikan Gambar-5 di atas, Kepolisian Negara merupakan institusi yang penyerapan belanja barangnya relatif lebih baik dibanding institusi lainnya. Realisasi penyerapan pada Kepolisian mencapai 20,4 persen. Sedangkan realisasi belanja barang terendah terjadi pada Kementerian Perhubungan yang hanya sebesar 4,7 persen. Sementara itu, dari sisi 6
  • 7. realisasi penyerapan belanja modal, Kementerian Pekerjaan Umum relatif lebih baik dibandingkan kementerian lainnya. Dari data yang tersedia, realisasi Kementerian Pekerjaan Umum mencapai 18,7 persen yang diikuti dengan Kementerian Perhubungan sebesar 17,7 persen. Dengan demikian, baik ditinjau dari sisi belanja barang maupun belanja modal, penyerapan anggaran K/L relatif rendah pada Semester I. Selanjutnya, berdasarkan ranking K/L yang telah melakukan penyerapan anggaran adalah sebagai berikut : untuk penyerapan belanja K/L 2010 di atas rata-rata 40,2 persen , yaitu Polri, Kementerian Pertahanan, Kementerian Keuangan dan Kementerian Pendidikan Nasional. Sedangkan untuk kementerian/lembaga lainnya secara lebih rinci dapat dilihat pada Gambar-6 dibawah berikut ini. Gambar-6 Penyerapan Belanja 10 K/L Terbesar Pada Semester I 2008 - 2010 2010 2009 2008 % Realisasi 10 K/L Terbesar Kemendagri Kementan Kemenhub Kemenkes Kemenkeu Kemen. PU Kemenag Polri Kemendiknas Kemenhan 0 10 20 30 40 50 60 70 Berdasarkan data pada gambar 6, dipetakan realisasi anggaran menurut bidang untuk Tahun Anggaran 2010 yang dibandingkan dengan Tahun Anggaran 2009 sebagai berikut : a) Pembangunan infrastruktur masih relatif rendah (Kementerian PU & Kementan); b) Bidang pendidikan lebih rendah (Kemendiknas & Kemenag); c) Bidang Hankam lebih rendah (Polri & Kemenhan); 7
  • 8. d) Bidang Kesehatan lebih rendah (Kemenkes). Sedangkan dari sisi wilayah diperoleh informasi bahwa kontribusi terbesar penyerapan belanja K/L di dominasi oleh wilayah Indonesia Barat yang mencapai 80,4 persen. Sedangkan yang mengalami perlambatan penyerapan terbanyak berada di wilayah Indonesia Timur. Sebagaimana gambar 7. Untuk wilayah Indonesia Tengah relatif lebih baik namun masih perlu diupayakan percepatannya. Adapun penyerapan berdasarkan wilayah secara lebih visual adalah sebagai berikut : Gambar-7 Kontribusi Penyerapan Berdasarkan Wilayah Semester I 2010 Sedangkan untuk realisasi dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan relatif masih relatif kecil, namun secara prosentase penyerapan dana Dekonsentrasi lebih tinggi, baik dibandingkan Kantor Pusat (KP) maupun Kantor Vertikal di Daerah (KD). Hal ini dijelaskan dalam Gambar-8 berikut : Gambar-8 Komposisi Realisasi Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan Semester I 2010 8
  • 9. Penyerapan (Nominal) Penyerapan (%) Triliun Rp UB TP KP KD DK 160.0 147.1 2010 UB 35.5 140.0 3.3 2.3 120.0 TP 26.1 71.3 100.0 80.0 KP 35.4 60.0 40.0 54.1 KD 46.7 20.0 16.2 - DK 52.6 2010 Keterangan: 0 10 20 30 40 50 60 UB : Urusan Bersama, TP: Tugas Pembantuan,KP: Kantor Pusat, KD : Kantor Daerah, DK: Dekonsentrasi Secara nominal realisasi belanja K/L dari anggaran yang merupakan kewenangan Kantor Pusat (KP) & Kantor Vertikal di Daerah (KD) yang berasal dari belanja Dekonsentrasi mencapai Rp71,3 triliun dari total Rp147,1 triliun. Dengan demikian realisasi dana dekonsentrasi telah mencapai 52,6 persen. Realisasi terendah bersumber dari dana Tugas Pembantuan 26,1 persen atau sebesar Rp2,3 triliun. Dengan realisasi yang telah dicapai maka potensi penyerapan anggaran di akhir tahun diperkirakan akan relatif lebih baik dibandingkan belanja K/L. III. Hasil dan Analisis Pembahasan Permasalahan Penyerapan Anggaran Belanja K/L 2010 Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil diskusi (focus group discussion) dan survei lapangan maka diperoleh informasi mengenai permasalahan-permasalahan yang mengakibatkan rendahnya penyerapan. Adapun permasalahan-permasalahan tersebut terbagi ke dalam beberapa bagian, yaitu permasalahan yang bersumber dari : (1) internal K/L, (2) proses pelaksanaan pengadaan barang dan jasa, (3) dokumen pelaksanaan anggaran dan proses revisi, dan (4) permasalahan lainnya, seperti adanya peningkatan alokasi belanja K/L pada saat terjadi perubahan APBN sebagaimana tertuang dalam APBN – P. Sedangkan dari hasil survei lapang ke dua Propinsi, yaitu Propinsi Sulawesi Selatan dan DI Jogyakarta, ditemukan permasalahan seperti; keterlambatan dalam penetapan KPA dan Pejabat Pengelola Kegiatan. Keterlambatan tersebut terjadi hampir di setiap satuan kerja (Satker), baik pusat maupun daerah. Sebagai contoh, untuk Surat Keputusan Pejabat KPA dan Pejabat Pengelola Kegiatan di Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pekerjaan Umum, diterbitkan pada bulan Pebruari 2010. Bahkan di Kepolisian, penetapan surat keputusan tersebut diterbitkan pada bulan Maret 2010. Akibat surat tersebut tidak segera diterbitkan berdampak terhadap 9
  • 10. proses kegiatan yang selanjutnya akan mempengaruhi penyerapan anggaran pada instansi yang bersangkutan. Dari hasil monitoring dan evaluasi di lapangan juga menemukan fakta bahwa akibat lemahnya koordinasi antara perencanaan dan pelaksanaan anggaran akan menciptakan potensi angka penyerapan menjadi lebih rendah. Terutama untuk kegiatan-kegiatan, seperti pembangunan gedung baru, di mana pada tahap perencanaan ternyata tidak dialokasikan anggaran untuk pembebasan lahan. Sedangkan untuk kegiatan seperti pelatihan dan pendidikan ternyata tidak dialokasikan anggaran untuk perjalanan dinas bagi peserta pelatihan. Anggaran yang tersedia hanya untuk pengeluaran konsumsi, honor pengajar dan lump-sum peserta. Untuk instansi Kementerian Pertahanan dan Kepolisian rendahnya penyerapan juga disebabkan kurang terpadunya mekanisme kerja pada unit-unit tertentu. Beberapa Satuan Kerja di bawah kedua instansi tersebut tengah melaksanakan proses mutasi dan serah terima jabatan. Proses tersebut tidak disertai dengan serah terima berkas/dokumen sehingga kerapkali menyebabkan keterlambatan dalam penyerapan belanja yang terkait dengan kegiatan tersebut. Adapun beberapa masalah internal yang sebagian besar terjadi pada 7 K/L yang menjadi sampel, sebagai berikut : (i) kurang memahami mekanisme pencairan BOS; (ii) faktor kehati- hatian dalam pengelolaan anggaran; (iii) satuan harga yang ditetapkan sering tidak sesuai kebutuhan riil, K/L terlambat mengusulkan Standar Biaya Khusus (SBK); (iv) kegiatan prioritas menggunakan sumber dana pinjaman hibah luar negeri (PHLN); (v) kegiatan Pilkada di beberapa Daerah yang didanai dari APBD menyebabkan anggaran Pilkada untuk APBN Polri ditunda penggunaannya; (vi) K/L belum menyiapkan peraturan perundangan (PP) untuk pengadaan pakaian dinas, converter kit, alat penguji kendaraan bermotor. Disamping itu faktor penyebab juga ditemukan pada tahapan pengadaan barang dan jasa. Dari hasil diskusi dan survei diketahui bahwa masih adanya perencanaan kegiatan/proyek yang kurang baik yang ditandai dengan tidak ada kerangka acuan kerja (TOR) dan rincian anggaran biaya (RAB) yang mengakibatkan terjadinya ketidaksesuaian antara kebutuhan dan alokasi anggaran pada kegiatan tersebut. Permasalahan lainnya yang timbul pada tahap pengadaan sebagai berikut : (i) spesifikasi teknis barang/jasa tidak ada/tidak jelas; (ii) perencanaan pemilihan sumber dana yang tidak tepat (antara PHLN dengan Rupiah murni); (iii) biaya di lapangan tidak sesuai dengan Standar Biaya Umum dan Standar Biaya Khusus (mengakibatkan terbatasnya peserta lelang, pelelangan ulang, menjadi temuan auditor); (iv) banyaknya sanggahan dalam proses lelang; (v) banyaknya pengaduan LSM ke Polri dan Kejaksaan; (vi) kurangnya sosialisasi mekanisme pengadaan barang dan jasa; (vii) kurangnya panitia pengadaan yang bersertifikat; (viii) ketidakharmonisan peraturan perundang-undangan terkait perencanaan, pelaksanaan dan pencairan anggaran antara APBN dan APBD; (ix) masalah pengadaan/pembebasan lahan/tanah; (xi) tidak seimbangnya risiko pekerjaan dengan imbalan 10
  • 11. yang diterima oleh pejabat pelaksana pengadaan; (xii) dan kehati-hatian pejabat pengadaan barang dan jasa mengambil tindakan. Pada aspek dokumen pelaksanaan anggaran dan mekanisme revisi, hasil kajian menunjukkan bahwa permasalahan yang muncul bersifat legal administratif. Seperti, rencana kegiatan yang belum dilengkapi dengan TOR, RAB, data pendukung, usulan kegiatan yang dibatasi (antara lain pengadaan kendaraan dan pembangunan gedung), penggunaan PHLN yang belum efektif (loan agreement belum ditandatangani atau belum ada nomor register), pemanfaatan PNBP yang tidak sesuai dengan dasar hukum penggunaan PNBP, kegiatan yang memerlukan ijin kontrak tahun jamak dari Menteri Keuangan belum dilengkapi dokumen pendukung. Sementara itu, ada faktor-faktor lain yang ditemukan sebagai penyebab pemblokiran anggaran K/L yang berpotensi memperlambat proses penyerapan. Adapun faktor tersebut antara lain adalah: (i) pembangunan gedung/jalan/jembatan, dan pembangunan lainnya yang belum dilengkapi detail design; (ii) kegiatan yang memerlukan dasar hukum pelaksanaannya; (iii) kegiatan yang duplikasi dengan kegiatan instansi lain; (iv) pembayaran eskalasi yang belum ada audit dari BPKP; (v) bantuan tanggap darurat yang belum ada peruntukannya; (vi) Penyediaan alokasi anggaran untuk selisih kurs pada atase perdagangan di luar negeri. Hasil wawancara juga menunjukkan bahwa ada kemungkinan keterkaitan antara dokumen anggaran dan revisi anggaran dan penyerapan. Faktor yang menciptakan keterlambatan tersebut diantaranya: (i) tambahan anggaran belanja K/L dalam APBN-P 2010 ditetapkan untuk program/kegiatan baru, sementara itu dokumen pendukung (TOR dan RAB) belum disiapkan secara lengkap; (ii) banyaknya revisi dokumen anggaran (DIPA dan SRAA) yang mencapai 2.047 per Juni 2010, yang disebabkan antara lain : (a) perencanaan anggaran yang kurang baik di K/L; (b) tambahan pagu karena ABT, kelebihan realisasi PNBP, tambahan/luncuran PHLN/PHDN, penerimaan hibah; (c) pergeseran antar bagian anggaran, antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar prop/kab/kota, dengan alasan diperlukan K/L karena lebih prioritas; (d) Pembukaan blokir, perubahan nomenklatur satker, dan perubahan parameter dalam penghitungan subsidi; (e) kesalahan bagan akun standar (BAS); (f) persyaratan revisi DIPA Dekonsentrasi dan Tugas Perbantuan memerlukan persetujuan dari Pejabat Eselon I yang bersangkutan; (g) kelengkapan dokumen anggaran dalam revisi anggaran. Di samping persoalan-persoalan sebagaimana dikemukakan di atas, sekurang-kurangnya terdapat 5 masalah lain yang ditemukan yaitu : (1) tambahan pagu K/L dalam APBN-P 2010 sebesar Rp26 triliun, yang mengakibatkan persentase penyerapan belanja K/L Semester-I 2010 terhadap APBN-P hanya sebesar 28,5 persen bila dibandingkan dengan penyerapan terhadap pagu APBN sebesar 30,0 persen, (2) keterlambatan pejabat daerah dalam menetapkan pengelola anggaran pada satuan kerja perangkat daerah (SKPD), (3) faktor geografis dan iklim yang juga 11
  • 12. mempengaruhi penyelesaian pekerjaan, (4) penundaan penagihan barang dan jasa dari pihak ketiga. IV. Usulan Penyelesaian Masalah Terhadap permasalahan penyerapan anggaran belanja K/L yang terjadi dalam Semester I 2010, serta dari hasil diskusi dan kajian, maka diusulkan beberapa langkah yang perlu dilakukan pemerintah untuk dapat mempercepat penyerapan belanja K/L ke depan. Dalam jangka pendek terdapat beberapa langkah yang perlu diambil sebagai berikut : a. Menghimbau K/L untuk segera menyelesaikan masalah internal dalam pelaksanaan anggaran. b. Kementerian Keuangan melakukan komunikasi aktif dengan K/L untuk membantu proses penyelesaian pelaksanaan anggaran, terutama dalam hal : - Melengkapi dokumen anggaran untuk menghapus tanda bintang. - Melengkapi dokumen untuk revisi anggaran. - Monitoring seluruh proses pelaksanaan kegiatan terkait dengan penyerapan belanja K/L . - Memberikan ijin bagi kontrak kegiatan tahun jamak yang menjadi prioritas sejalan dengan prinsip kehati-hatian. - Melakukan revisi PMK Nomor 69/PMK.02/2010 untuk lebih mempermudah proses revisi anggaran K/L. Sedangkan untuk Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP), didorong untuk meningkatkan sosialisasi kepada seluruh K/L dan Pemda mengenai mekanisme pengadaan barang dan jasa yang selama ini menjadi kendala bagi para pengelola anggaran. Sedangkan yang terkait dengan SK KPA, PPK, pejabat penerbit SPM, dan Bendahara Pengeluaran, diusulkan untuk diberlakukan lebih dari 1 tahun, sehingga pada tahun anggaran berjalan sudah dapat melakukan proses perencanaan dan pelelangan. Dalam jangka menengah perlu dilakukan perbaikan-perbaikan yang komprehensif, diantaranya : 1. Penetapan KPA, PPK, pejabat penerbit SPM dan Bendahara Pengeluaran bersamaan dengan penerbitan DIPA (awal Januari). 2. Meningkatkan kapasitas SDM terkait pengelolaan anggaran serta pengadaan barang dan jasa. 3. Penyusunan perencanaan anggaran yang lebih baik. 4. Meminimalkan pemblokiran anggaran. 12
  • 13. 5. Mempercepat proses revisi anggaran. 6. Penyempurnaan Keppres No.80/2003 dan revisinya, guna mempermudah dan mempercepat proses pengadaan barang dan jasa, termasuk menghilangkan persyaratan sertifikasi bagi pejabat pengadaan barang dan jasa (LKPP). 7. Penyusunan regulasi mengenai mekanisme revisi dokumen anggaran agar lebih diarahkan dalam perspektif jangka panjang, tidak bersifat Ad Hoq untuk satu tahun anggaran 8. Mempercepat penyusunan RKA-KL secara on-line 9. Pada tahun berjalan, perlu dialokasikan anggaran untuk proses pengadaan barang dan jasa tahun anggaran berikutnya 10. Mengarahkan K/L untuk tidak menggunakan dana PHLN untuk kegiatan-kegiatan prioritas 11. Harmonisasi regulasi penyusunan dokumen perencanaan dan pelaksanaan anggaran, serta pengadaan barang dan jasa, agar dapat sejalan dan konsisten. 12. Penyusunan regulasi perencanaan dan pelaksanaan anggaran harus dapat menjawab permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan selama ini. 13. Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dilakukan secara terpadu dalam K/L yang sama. 14. Upaya peningkatan daya serap anggaran harus tetap menjaga aspek kualitas dan akuntabilitas dari belanja, termasuk pencapaian LKPP yang wajar tanpa pengecualian (WTP). V. Kesimpulan dan Rekomendasi : Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan data realisasi APBN sampai dengan Semester I tahun 2010, persentase penyerapan belanja K/L sebesar 28,5 persen (Rp104,5 triliun), relatif lebih rendah dibandingkan penyerapan periode yang sama tahun 2009 sebesar 33,3 persen (Rp104,7 triliun). Oleh karena itu, perlu mempercepat proses penetapan pengelolaan anggaran, baik itu KPA, PPK, Bendahara Pengeluaran, dan Pejabat Penandatangan SPM. Terkait dengan permasalahan internal, sebaiknya dilakukan langkah-langkah strategis dan cepat sesuai dengan kebutuhan, guna mempercepat proses pelaksanaan kegiatan, termasuk proses administrasinya. Di sisi lain, untuk mekanisme pengadaan barang dan jasa, diharapkan dapat menunda persyaratan sertifikasi bagi panitia pengadaan dan dilakukan sosialisasi oleh LKPP, baik di pusat maupun di daerah. Untuk jangka menengah, perlu meningkatkan kapasitas SDM terkait pengelolaan anggaran, memperkuat perencanaan agar dapat meminimalisir revisi dalam pelaksanaan. 13
  • 14. Penyederhanaan mekanisme pengadaan dengan penyempurnaan Keppres No.80/2003 termasuk meningkatkan kapasitas SDM terkait pengadaan barang dan jasa melalui pendidikan dan pelatihan, dan diselenggarakannya sosialisasi kepada seluruh pengguna anggaran (K/L); Sedangkan dari aspek regulasi, perlu adanya penyempurnaan regulasi agar lebih diarahkan dalam prespektif jangka menengah dan tidak bersifat ad hoq (hanya mengikat dalam satu tahun anggaran), sepanjang tidak ada perubahan mendasar. Dengan demikian, maka perlu dilakukan pemberian kewenangan kepada K/L secara lebih luas (pergeseran antar sub-kegiatan dalam kegiatan yang sama) sehingga mengurangi frekuensi revisi anggaran. Penyederhanaan format DIPA agar lebih fleksibel dan dapat meminimalisir revisi yang berupa pergeseran dalam jenis belanja yang sama. Pada tahun berjalan, perlu dialokasikan anggaran untuk proses pengadaan barang dan jasa tahun berikutnya. Di samping itu, waktu penelaahan RKA KL di Direktorat Jenderal Anggaran perlu diperpanjang agar memberi ruang yang cukup bagi K/L untuk memenuhi data pendukung, sehingga dapat meminimalisir tanda bintang. DAFTAR PUSTAKA Budi, Setia, Drs. MA. 2010. Identifikasi Penyebab dan Solusi Untuk Mengatasi Keterlambatan Penyerapan APBN, Focus Group Discussion, Jakarta 20 Juli 2010 Hutahaean, Parluhutan Drs. 2010. Penganggaran, Pemblokiran dan Realisasi Belanja K/L TA 2005 s.d 2010, Focus Group Discussion, Jakarta, 20 Juli 2010. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2002 Tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Nicodemus. 2010. Pelaksanaan Anggaran Kementerian Pekerjaan Umum Tahun 2010, Focus Group Discussion, Jakarta, 2 Juli 2010. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 69/PMK.02/2010 Tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2010. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER – 66/PB/2005 tentang Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran Atas Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Priyantono, Rudy B. 2010. Laporan Realisasi Anggaran Polri sd Bulan Juni 2010, Jakarta, 6 Juli 2010. Rakhmat MA, Drs. 2010. Mekanisme Penyaluran APBN 2010. Focus Group Discussion, Jakarta 20 Juli 2010. Samidjan. 2010. Laporan Realisasi Anggaran Kesehatan, Jakarta, 5 Juli 2010. Sarwono, Martha Hardi. 2010. Pelaksanaan Anggaran Kementerian Perhubungan Tahun 2010, Focus Group Discussion, Jakarta, 2 Juli 2010. 14
  • 15. Subagyo. 2010. Penyerapan Anggaran Semester I Thn. 2010 pada Kementerian Pendidikan Nasional, Jakarta, 5 Juli 2010. Sugiyanto. 2010. Perkembangan Daya Serap anggaran di lingkungan Kemhan, Focus Group Discussion, Jakarta, 6 Juli 2010. Tunggal, Tribuwono, Drs. 2010. Mekanisme Revisi DIPA: Berdasarkan PMK 69/PMK.02/2010 – Nomor S 5114/PB/2009, Focus Group Discussion, Jakarta 20 Juli 2010. 15