Rekomendasi untuk merevisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi mencakup penyesuaian syarat dan mekanisme pemberhentian hakim konstitusi, perluasan subjek yang dapat mengajukan pengujian undang-undang, serta penambahan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk memberikan pertimbangan konstitusional kepada lembaga negara lain dan mengeluarkan provisi sementara dalam menunggu putusan.
1. Rekomendasi untuk Revisi UU Mahkamah Konstitusi
NO. PENGATURAN ISU SUB ISU KETERANGAN REKOMENDASI
1 Pasal 10 Kekuasaan MK Pemberian pertimbangan Pada dasarnya MK memiliki Memberikan pertimbangan,
konstitusional kewenangan yang melekat secara keterangan dan nasihat
inheren pada dirinya, yaitu masalah konstitusi kepada
kewenangan untuk menafsirkan siapa pun jika diminta
konstitusi dan memberikan (constitutional question)
pertimbangan konstitusional.
Kewenangan tersebut bisa juga
dianalogikan dengan kewenangan
MA untuk memberikan
pertimbangan hukum kepada
lembaga negara lainnya.
2 Pasal 15 Pengangkatan dan a. Syarat materiil calon Untuk lebih mendekatkan pada Syarat umur minimal untuk
Pemberhentian hakim konstitusi syarat adil, negarawan, dicalonkan sebagai hakim 50
Hakim mengetahui konstitusi dan tahun.
ketatanegaraan, syarat minimal
umur perlu dinaikkan, karena hal Syarat umur maksimal untuk
itu akan berkorelasi positif dengan dicalonkan sebagai hakim 60
pemenuhan syarat-syarat di atas. tahun.
Selain itu untuk menjaga
efektifitas kinerja MK, perlu juga
ada pembatasan syarat maksimal
umur bagi seseorang yang
dicalonkan sebagai hakim
konstitusi.
2. Pasal 20 b. Tata cara seleksi Pengaturan secara tegas prosedur Pengaturan interval waktu
hakim konstitusi seleksi hakim konstitusi. Tidak pelaksanaan seleksi hakim
diserahkan pengaturannya pada konstitusi (minimal 6 bulan
masing-masing lembaga (DPR, sebelum masa jabatan hakim
Presiden, MA). Sebab jika tata cara konstitusi yang akan digantikan
seleksi diserahkan sepenuhnya berakhir)
pada masing-masing lembaga,
prinsip-prinsip umum yang Sanksi bilamana prinsip-prinsip
diperintahkan oleh UU, tidak umum dalam UU tidak
dijalankan dengan sepenuhnya. dipenuhi.
Pasal 23 c. Pemberhentian hakim Selama ini pengaturan mengenai Masuknya unsur Komisi Yudisial
konstitusi mekanisme pemberhentian hakim dalam Majelis Kehormatan
konstitusi, diatur sendiri oleh MK Mahkamah Konstitusi (MKMK).
memalui PMK. MKMK sebagai KY diberi peranan untuk
forum penjatuhan sanksi pun menginisiasi/memfasilitasi
hanya terdiri dari internal MK, forum MKMK yang hasilnya
keterlibatan pihak luar dilakukan dapat langsung disampaikan
pemilihan sendiri oleh MK kepada Presiden.
(akademis dan praktisi), akibatnya
muncul kesan kuat bahwa MKMK
yang diatur saat ini cenderung
memunculkan esprit de’corps
(melindungi kepentingan hakim
konstitusi) yang terkena ancaman
pemberhentian. Oleh karena itu,
sebaiknya KY dilibatkan dalam
forum MKMK.
3 Pasal 22 Periodesasi Masa Jabatan Mengingat bahwa perkara yang Periodisasi masa jabatan 5
Hakim ditangai MK adalah perkara- (lima) tahunan sebaiknya
perkara yang sifatnya politik dan ditiadakan. Masa jabatan
kenegaraan, yang berimplikasi hakim konstitusi sebaiknya
pada banyaknya upaya penetrasi ditentukan hanya untuk sekali
3. kepentingan, sehingga seorang menjabat dengan masa jabatan
hakim konstitusi harus senantiasa 10 tahun. Artinya pembatasan
dijaga independensi dan usia pensiun juga tidak perlu,
imparsialitasnya. Oleh karena itu, jika pengaturannya demikian.
periodisasi masa jabatan lima
tahunan sebaiknya ditiadakan.
Masa jabatan hakim konstitusi
sebaiknya ditentukan hanya untuk
sekali menjabat. Dengan begitu,
prinsip independensi dapat lebih
terjaga, peluang terjadinya
intervensi dan penyimpangan
dapat diminimalisir, prakteknya
lebih mudah diselenggarakan dan
tidak menyulitkan, serta tidak
terlalu berpengaruh terhadap
kinerja MK dalam mengadili
perkara. Apalagi jika melihat
perbandingan di banyak negara,
pilihan satu kali masa jabatan
hakim konstitusi ini, merupakan
pilihan yang paling banyak
dipraktekkan.
4 Pasal 51 ayat (1): Pemohon Perkara Pembatasan hak perorangan Pemohon pada perkara
Pemohon adalah pihak Pengujian UU untuk mengajukan permohonan pengujian UU, ditambah dengan
yang menganggap hak pengujian formiil dan membatasi kelompok minoritas di
dan/atau kewenangan mereka yang sedang menjalani parlemen, dan hakim di
konstitusionalnya proses hukum kasus pidana pengadilan umum
dirugikan oleh mengajukan uji materiil.
berlakunya undang- Menegaskan kelompok minoritas
undang, yaitu: di parlemen dan hakim di
pengadilan umum dapat menjadi
subyek pemohon dalam perkara
4. pengujian undang-undang.
Penegasan tentang terminologi
dan unsur-unsur kerugian
konstitusional.
5 Pasal 51 ayat (1a) Kerugian Selama ini UUMK menganut Dua konsep ini harus
Kerugian hak dan/atau konstitusional paradigma konkret review, artinya diakomodasi dalam UUMK.
kewenangan bersifat konkrit dan seorang pemohon harus dapat Sehingga UU yang implikasi
konstitusional abstrak membuktikan scara nyata, telah kerugian konstitusionalnya
sebagaimana dilanggar hak-hak bersifat konkret maupun yang
dimaksud pada ayat konstitusionalnya. Meskipun MK masih bersifat abstrak
(1) harus secara nyata kerap juga menggunkan (diprediksi) dapat berakibat
dialami sendiri dan paradigma abstrak review. pada terjadinya kerugian
dapat dibuktikan. konstitusional, dapat dilakukan
Revisi UUMK saat ini menegaskan pengujian di MK.
bahwa kerugian konstitusional
harus nyata dan dapat dibuktikan.
Ketentuan tersebut akan menutup
kemungkinan diajukannya UU yang
nyata-nyata bertentangan dengan
UUD 1945, namun belum
berakibat pada adanya kerugian
konstitusional yang nyata dialami.
Harus dibedakan antara
tootsingenreecht dan judicial
review. Pada hakikatnya Indonesia
menganut konsep
tootsingenreecht, di mana
seharusnya seluruh UU yang
bertentangan dengan peraturan di
atasnya dapat dilakukan
pengujian. Berbeda dengan judicial
5. review, yang menyaratkan
kerugian harus bersifat konkrit.
Pasal 45 a: Putusan Boleh Tidaknya Ultra Larangan ultra petita sebaiknya Peniadaan rumusan Pasal 45a.
Mahkamah Konstitusi Petita ditiadakan karena hanya akan
tidak boleh memuat melanggar prinsip independensi
amar putusan yang peradilan, dan memungkinkan
tidak diminta oleh banyak munculnya kondisi
Pemohon atau kekosongan hukum
melebihi permohonan (reechtvacuum).
Pemohon.
6 Pasal 57 ayat (2a) Legitimasi Putusan karena hanya akan Peniadaan rumusan Pasal 57
Putusan Mahkamah memeperlemah kekuatan ayat (2a)
Konstitusi tidak boleh mengikat putusan Mahkamah
memuat: Konstitusi.
amar selain
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) dalam
perkara pengujian
Undang-Undang.
perintah kepada
pembuat undang-
undang.
rumusan norma
sebagai pengganti
norma dari undang-
undang yang
dinyatakan
bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar
Tahun 1945.
6. 7 Kewenangan Seringkali terjadi proses hukum MK diberi kewenangan untuk
Mengeluarkan Provisi yang sedang dialukan oleh bisa mengeluarkan penetapan
lembaga negara atau lembaga bagi pihak terkait untuk tidak
peradilan umum tidak membuat atau mengeluarkan
memperhatikan bahwa UU yang keputusan/kebijakan atau
sedsng dijadikan sebagai dasar peraturan yang bersifat penting
proses hukum tersebut sedang dan strategis terkait dengan
diajukan judicialreview di MK. perkara yang sedang diuji.
Akibatnya keputusan yang
dikeluarkan oleh lembaga negara
dan peradilan dimaksud tidak
sinkron dengan putusan MK,
sehingga munculkonflik di
kemudian hari. Oelh karena itu,
sebaiknya Mk memiliki
kewenangan untuk meminta
kepada lembaga negara atau
lembaga peradilan, untuk
menghentikan sementara proses
hukum yang sedang berjalan,
sembarai menunggu keluarnya
putusan MK.