2. Rangkuman Belajar Behavioristik
A. Teori belajar classic conditioning
Penemuan Pavlov yang sangat menentukan dalam sejarah
psikologi adalah hasil penyelidikannya tentang refleks berkondisi
(conditioned reflects). Dengan penemuannya ini Pavlov meletakkan
dasar-dasar Behaviorisme dan dasar-dasar bagi penelitian-penelitian
mengenai proses belajar dan pengembangan teori-teori tentang
belajar.
Teori classic conditioning adalah proses yang ditemukan
Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang
asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara
berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.
3. Contoh : Percobaan Pavlov mengenai fungsinya kelenjar ludah pada anjing
merupakan contoh klasik bagaimana perilaku tertentu dapat
dibentuk melalui pengaturan dan manipulasi lingkungan. Proses
pembentukan perilaku semacam itu di sebut proses pensyarata
(Conditioning prosess). Air liur anjing yang secara alami banyak
hanya keluar jika ada makanan, pada akhirnya dengan proses
persyaratan air liur dapat keluar sekalipun tidak ada makanan.
Berikut ini adalah percobaan Pavlov beserta dengan langkah-langkahnya :
Pertama anjing disajikan tepung daging (US), menimbulkan respon anjing
berliur(UR). Pada situasi lain disajikan cahaya lampu (CS), ternyata tidak
menghasilkan respon keluarnya air liur, anjing hanya memperhatikan lampu. Hal
ini merupakan keadaan prabelajar. Selanjutnya tepung daging disajikan hampir
bersamaan dengan cahaya lampu secara berulangan-ulang (US + CS yang
menghasilkan UR + CR). Hal ini merupakan proses pembelajarannya:
4. 1. US (unconditioned stimulus) = stimulus asli atau netral Stimulus tidak dikondisikan yaitu
stimulus yang langsung menimbulkan respon, misalnya daging dapat merangsang anjing
untuk mengeluarkan air liur.
2. UR (unconditioned respons): perilaku responden (respondent behavior) respon tak
bersyarat, yaitu respon yang muncul dengan hadirnya US, seperti air liur anjing keluar
karena anjing melihat daging.
3. CS (conditioning stimulus): stimulus bersyarat, yaitu stimulus yang tidak dapat langsung
menimbulkan respon. Agar dapat menimbulkan respon perlu dipasangkan dengan US
secara terus-menerus agar menimbulkan respon. Misalnya bunyi bel akan menyebabkan
anjing mengeluarkan air liur jika selalu dipasangkan dengan daging.
4. CR (conditioning respons): respons bersyarat, yaitu respon yang muncul dengan hadirnya
CS. Misalnya dengan air liur anjing keluar karena anjing mendengar bel.
5. Akhirnya anjing mengeluarkan air liur (UR) ketika disajikan cahaya
(CS) sekalipun tidak diikuti penyajian tepung daging. Keluarnya air liur
sebagai respon terhadap stimulus cahaya ini disebut perilaku hasil
belajar atau hasil pengkondisian. Apabila ada dua hal yang prosedural
yang harus dipenuhi dalam percobaan ini yaitu :
1. Penyajian CS itu segera diikuti oleh US
2. Hal yang demikian itu dilakukan
berulang-ulang sampai CR terbentuk
6. Dalam percobaan yang lain cahaya itu diganti dengan bunyi bel
sebelum diberikan makanan kepada anjing dibunyikan bel, setelah
hal yang demikian itu diulang-ulang secukupnya, maka dengan
mendengar bunyi bel saja anjing telah mengeluarkan air liur.
Percobaan selanjutnya dilakukan untuk mengetahui apakah
respon bersyarat yang telah terbentuk itu dapat dihilangkan. Dengan
menggunakan prosedur, perangsang bersyarat yang telah
menimbulkan respon bersyarat disajikan berulang-ulang tanpa
diikuti perangsang tak bersyarat. Mula-mula anjing mengeluarkan air
liur, lama kelamaan dia tidak lagi mengeluarkan air liur, sekalipun
menyaksikan perangsang bersyarat.
7. Kesimpulannya, dalam percobaan-percobaan ini anjing belajar bahwa
cahaya lampu ataupun bunyi bel itu mula-mula sebagai datangnya makanan
(pembentukan CR), kemudian ia belajar bahwa cahaya lampu atau bunyi bel
sebagai pertanda tidak ada makanan (penghilang CR).
* Prinsip Classical Conditioning
Penguasaan (akuisisi) : Penguasaan atau bagaimana
organisme
mempelajari sesuatu
respon baru berlaku
beberapa tingkatan.
* Stimulus Classical Conditioning
1. Generalisasi (generalitation)
2. Diskriminasi (Discrimination)
3. Penghapusan (Extinction)
8. B. Teori Belajar Operant Conditioning
Teori pembiasaan perilaku respons (operant conditioning) ini
diciptakan oleh Burrhus Frederic Skinner. Operant adalah sejumlah
perilaku/respons yang membawa efek yang sama terhadap
lingkungan yang dekat (Reber, 1988).
Respon dalam
operant conditioning
terjadi tanpa
didahului oleh
stimulus, melainkan
oleh efek yang
ditimbulkan oleh
reinforces.
Reinforces adalah stimulus
yang menimbulkan sejumlah
respon tertentu, namun tidak
sengaja diadakan sebagai
pasangan stimulus lainya
seperti dalam “classical
respondent conditioning”.
9. Pada awal penelitian mengenai operant
conditioning dilakukan oleh E.I.Thorndike.
Namun penelitian yang dilakukan oleh
Skinner lebih sederhana dan lebih tepat
dapat diterima secara luas.
Percobaan yang dilakukan oleh
Skinner, dilakukan pada seekor tikus
yang dimasukan dalam boxes, yang
disebut “Skinner box”.
Skinner mengungkapkan bahwa
konsekuensi perilaku akan menyebabkan
perubahan dalam probabilitas perilaku itu
akan terjadi. Konsekuensi
imbalan/hukuman bersifat sementara
10. Prinsip-Prinsip Operant Conditioning
Penguatan (reinforcement ) : Penguatan adalah proses belajar untuk meningkatkan
kemungkinan dari sebuah perilaku dengan memberikan atau menghilangkan rangsangan.
Prinsip penguatan dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Penguatan positif : suatu rangsangan yang diberikan untuk memperkuat kemungkinan
munculnya suatu perilaku yang baik sehingga respons menjadi meningkat karena diikuti
dengan stimulus yang mendukung.
2. Penguatan negatif : peningkatan frekuensi suatu perilaku positif karena hilangnya
rangsangan yang merugikan (tidak menyenangkan).
Hukuman (Punishment) : sebuah konsekuensi untuk mengurangi atau menghilangkan
kemungkian sebuah perilaku akan muncul. Dalam hukuman juga terdapat 2 pembagian, yaitu :
1. Hukuman positif (positive punishment): dimana sebuah perilaku berkurang ketika diikuti
dengan rangsangan yang tidak menyenangkan
2. Hukuman negatif (negative punishment): sebuah perilaku akan berkurang ketika sebuah
rangsangan positif atau menyenangkan diambil.
11. Stimulus Operant Conditioning
Generalization (Generalisasi) : memberikan respon yang sama terhadap
stimulus yang sama atau mirip. Fokus perhatiannya adalah tingkat dimana
perilaku disamakan dari satu situasi ke situasi yang lain.
Discrimination (diskriminasi) : melibatkan perbedaan antara stimulusstimulus dan kejadian-kejadian lingkungan atau dapat diartikan merespon
stimulus yang menunjukkan bahwa sebuah perilaku akan atau tidak akan
dikuatkan.
Extinction (Pelenyapan) : suatu penghentian penguatan, jika dalam suatu
kasus dimana pada perilaku sebelumnya individu mendapat penguatan
kemudian tidak lagi dikuatkan sehingga akan ada kecenderungan penurunan
perilaku, maka hal inilah yang dinamakan munculnya suatu pelenyapan
(extinction).
12. C. Teori Belajar Koneksionisme
Teori belajar koneksionisme adalah teori yang ditemukan dan
dikembangkan oleh Edward Lee Thorndike (1874-1949). Thorndike
berkesimpulan bahwa belajar adalah hubungan antara stimulus dan
respon. Itulah sebabnya, teori koneksionisme juga disebut “S-R Bond
Theory” dan “S-R Psychology of Learnin”. Selain itu, teori ini juga dikenal
dengan sebutan “Trial and Error Learning”.
Ciri-ciri belajar dengan trial and error :
1.
2.
3.
4.
Ada motif pendorong aktivitas
Ada berbagai respon terhadap situasi
Ada aliminasi respon-respon yang gagal atau salah
Ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan dari
penelitiannya itu
13. Tiga hukum dasar (primer) dari Thorndike
1. Law of readiness
2. Law of exercise
3. Law of effect
Hukum tambahan (subsider) dari Thorndike
1. Law of multiple response (hukum multirespons atau variasi reaksi)
2. Law of attitude (hukum sikap, disposisi, prapenyesuaian diri)
3. Law of partial activity (hukum aktivitas parsial suatu situasi)
4. Law of response by analogy (hukum respon terhadap analogi)
5. Law of associative shifting (hukum perubahan situasi)
Menurut Thorndike, cara mengajar yang baik bukanlah
mengharapkan murid tahu apa yang telah diajarkan, tetapi guru harus
tahu apa yang hendak diajarkan. Tujuan pendidikan harus masih
dalam batas kemampuan belajar peserta didikan.
14. D. Teori Belajar Social Kognitif
Menurut Bandura (dalam Woolfolk, 2009) teori sosial kognitif adalah
sebuah teori yang memberikan pemahaman, prediksi, dan perubahan
perilaku manusia melalui interaksi antara manusia, perilaku, dan
lingkungan. Teori ini didasarkan atas proposisi bahwa baik proses sosial
maupun proses kognitif adalah sentral bagi pemahaman mengenai
motivasi, emosi, dan tindakan manusia.
Teori sosial kognitif digunakan untuk mengenal, memprediksi perilaku
dan mengidentifikasi metode-metode yang tepat untuk mengubah
perilaku tersebut. Teori ini menjelaskan bahwa dalam belajar,
pengetahuan (knowledge), pengalaman pribadi (personal experience)
dan karakteristik individu (personal characteristic) saling berinteraksi.
15. Konsep yang dikembangkan Bandura yang berkaitan erat
dengan teori sosial kognitif yaitu social learning theor y .
Teori ini menekankan pada komponen kognitif dari pikiran,
pemahaman dan evaluasi.
Dalam teori belajar sosial menekankan “obser vational
learning”
sebagai
proses
pembelajaran,
bentuk
pembelajarannya adalah seseorang mempelajari perilaku
dengan mengamati secara sistematis imbalan dan hukuman
yang diberikan kepada orang lain.
Dalam analisis Bandura, 1986 (dalam Woolfolk, 2004) ada
beberapa fase tentang obser vational learning atau
modeling
yaitu : (NEXT)
16. Fase Perhatian : Pada fase ini siswa memberikan perhatian pada
orang yang ditiru
Fase Pengingatan : Begitu guru mendapatkan perhatian dari
siswa, inilah saatnya mencontohkan perilaku yang mereka
inginkan dan kemudian memberi kesempatan kepada siswa
untuk mempraktekan dan berlatih.
Reproduksi : Selama fase ini siswa mencoba untuk
mencocokkan perilaku mereka dengan perilaku orang yang
ditiru.
Fase Motivasi : Dalam tahap ini siswa akan meniru orang yang
akan ditiru karena mereka percaya bahwa tindakan seperti itu
akan meningkatkan perluang mereka sendiri dikuatkan
17. Dalam teori sosial kognitif, peristiwa di lingkungan fisik
dan sosial (sumber daya, konsekuensi tindakan, orang
lain, dan setting fisik),faktor-faktor personal (keyakinan,
ekspektasi, sikap, dan pengetahuan) dan perilaku (dilihat
dari saat saling berinteraksi dalam proses belajar)
semuanya saling mempengaruhi dan dipengaruhi
Bandura menyebutkan interaksi kekuatan-kekuatan
tersebut dengan “reciprocal determinism”.