Dokumen tersebut membahas tentang pluralitas agama dan kebudayaan dalam Islam. Islam mengakui adanya pluralitas keagamaan baik dalam aliran internal maupun agama luar. Pluralitas kebudayaan merupakan kodrat manusia yang tidak dapat dihindari, dan Islam mendorong pengenalan budaya antar kelompok untuk kerjasama. Pluralitas agama di Indonesia terlihat dari keragaman agama yang ada secara historis.
1. Pertemuan VI
ISLAM DAN PLURALITAS KEBUDAYAAN
Pengantar
Pembahasan berikut ini akan mempelajari Islam sebagai
sistem doktrin berhubungan dengan kebudayaan.
Kebudayaan sebagai sistem nilai dan norma merupakan
bagian dari realitas kehidupan masyarakat dan akan
selalu menunjukkan pluralitasnya.
Oleh karena itu, mempelajari Islam dalam konteks
kebudayaan masyarakat, dapat pula dilihat dalam
keragaman keagamaan (Islam) itu sendiri di dalam
masyarakat pemeluknya.
2. PLURALITAS AGAMA
Pengertian
Pluralisme adalah suatu filsafat yang memandang
“dunia ini secara absolut berasal dari genus yang
tidak tunggal”. Kebalikan dari padanya adalah filsafat
monisme yang memandang dunia ini berasal dari
genus yang tunggal.
Dalam kaitannya dengan budaya, faham pluralis
memandang bahwa berbagai tampilan kultur itu
disebabkan oleh sumber yang tidak tunggal dan tidak
saling berkaitan
Adapun hubungannya dengan agama, dua filsafat
tersebut menemukan maknanya, bahwa monisme
agama berarti suatu pandangan agama bersumber
pada ajaran tertentu misalnya al-Quran dan al-Hadits,
sedangkan pluralisme agama adalah pemahaman atau
penafsiran agama yang bersumberkan pada berbagai
faham, aliran, dan dan kebudayaan yang beragam.
3. Islam dan Pluralitas Keagamaan
• Agama Islam sebagai wahyu yang diturunkan kepada manusia,
telah menjadi doktrin yang menyejarah dalam pluralitas
keagamaan, baik dalam kaitannya dengan adanya berbagai
aliran internal keagamaan dalam Islam, maupun dalam
kaitannya dengan berbagai agama-agama yang bersifat
eksternal.
• Seperti disebutkan Nasr, setiap agama memiliki dua unsur,
yaitu doktrin dan metode. Sistem internalnya yang absolut
terletak pada doktrinnya, sedangkan metode di dalamnya
sebagai alat mendekatkan diri sesuai dengan realitas adalah
bersifat relatif.
• Pluralitas keagamaan dalam Islam merupakan kenyataan
sejarah yang diwarnai adanya pluralitas kehidupan manusia
sendiri, baik pluralitas berpikir, berperasaan, bertempat tinggal,
maupun dalam bertindak.
4. Islam dan Pluralitas Kebudayaan
• Pluralitas kebudayaan pada hakekatnya adalah kodrat
hidup manusia sendiri yang tidak mungkin dihindari
oleh siapapun, apalagi ditolak.
• Al-Quran sendiri menegaskan perlunya masing-masing
kelompok masyarakat atau bangsa agar membuka diri
untuk saling mengenal, saling belajar kebudayaan. Baca
al-Quran 49:13.
• Dalam hubungannya dengan pluralitas itu, sebagaimana
al-Quran 42:38, mendorong dan menganjurkan perlunya
dilakukan musyawarah, saling mendengar pendapat
masing-masing dan mengambil mana yang paling baik
adalah cara-cara yang diempuh orang-orang yang
mendapatkan petunjuk dari Tuhan.
• Karena itu, pluralitas kebuayaan musti dipahami
sebagai bagian dari kekayaan spiritual, yang menjadi
perekat untuk melakukan kerjasama.
5. Pluralitas Agama di Indonesia
• Secara definitif hal itu berarti “realitas keanekaragaman
agama yang berkembang di Indonesia”. Hal ini
merupakan kenyataan historis, baik pluralitas itu secara
umum yang terbukti dengan adanya Islam, Nasrani,
Hindu, Budha, dan agama-agama lokal yang jumlahnya
banyak; maupun dalam arti khusus bahwa masing-
masing agama itu memiliki varian.
• Pluralitas khusus dalam Islam misalnya, dijumpai
adanya aliran-aliran, ormas-ormas (seperti NU,
Muhammadiyah, al-Wasliyah, dll.), ataupun kelompok-
kelompok agama berdasarkan kategori sosial-budaya
seperti hasil penelitian Geertz, bahwa Islam di Jawa
diklasifikasi menjadi Santri, Priyayi, dan Abangan.
6. Kelangsungan dan Perubahan
• Fakta pluralitas agama jelas menunjukkan kelangsungannya
dalam kehidupan masyarakat dan tidak bisa dihindari. Demikian
pula pluralitas keagamaan dalam Islam terus berlanjut seiring
tingkat perubahan masyarakat dan keragaman pola pikir dan
budayanya, apalagi di era globalisasi sekarang ini.
• Fakta plualitas keagamaan, seperti halnya varian dalam Islam
tersebut di atas, juga menemukan perubahan, baik pada internal
masing-masing varian maupun akibat hubungan antar varian itu.
• Pluralitas, apalagi kalau dibedakan maknanya dengan pluralisme,
menimbulkan pro dan kontra di kalangan umat Islam sendiri.
Pluralisme misalnya dikembangkan menjadi wacana akademik di
perguruan tinggi Islam, tetapi justru ditolak oleh lembaga-lembaga
dakwah, ormas Islam, dan Majlis Ulama. Bahkan ada Ormas Islam
dan Majlis Ulama yang mengharamkan pluralisme.
• Ternyata pluralitas agama dan keagamaan dalam konteks
kebangsaan Indonesia, merupakan kenyataan yang tidak bisa
ditawar dalam pemaknaan kebhinekaan bangsa.
7. Referensi
• Musa Asy’ari, Filsafat Islam tentang
Kebudayaan
• Amin Abdullah, Islamic Studies di
Perguruan Tinggi