SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 13
Bab Tiga
Sosialisasi: Fungsi Pendidikan “Merubah Masyarakat”
Sebuah fungsi umum pendidikan adalah sosialisasi masyarakat antar-budaya. Tidak penting
seberapa kecil ukurannya, seberapa sederhana atau rumit, dan beberapa jenis “pendidikan”
ditemukan dalam semua sampel/kasus, meskipun struktur formal seperti pendidikan dapat dan
sudah beragam dengan pesat.
Contoh sederhananya, dalam masyarakat pra melek huruf, masyarakat pendidikan pra
industri berbeda dari aktivitas kehidupan yang lain. Sebagaimana Clark berpendapat bahwa
masyarakat pendidikan pra-melek huruf berpusat pada identitas, kesukuan, dan grup sosial
lainnya dimana masyarakat yang berumur relatif muda menjadi kajian utama. ‘Sistem-sistem
pendidikan akhir-akhir’ ini tidak lebih dari sebagai seorang perempuan yang mengajar anak
perempuannya dan atau seorang laki-laki dan anak laki-lakinya berjalan, berbincang, dan bekerja
bersama. Pada Zaman Batu, sebagaimana mungkin kita tahu bahwa saat itu tidak ada kelas-kelas
pendidikan dasar dalam membuat api dengan menggunakan batu api, dan anak laki-laki belajar
untuk melakukan hal yang sama dengan memperhatikan langsung apa yang dilakukan oleh orang
dewasa. Dimana ada sedikit keterampilan yang diajarkan, dan bahwa kehidupan masyarakat
dijalani sebelum masa kanak-kanak, pendidikan bercampur dengan aktivitas yang lain.
Sebagaimana kita tahu bahwa sekolah formal di abad ke dua puluh sebagian besar
merupakan sebuah respon terhadap struktur kompleks yang meluas dalam masyarakat-
masyarakat urban industri. Perubahan-perubahan yang pesat dalam struktur sosial, dipengaruhi
oleh Revolusi Industri tetapi permulaannya lebih awal, sudah menjangkau implikasi bagi
organisasi pendidikan. Yang terpenting dalam hal ini bahwa pemisahan aktivitas ekonomi dari
kehidupan keluarga. Dalam hal yang berseberangan terhadap masyarakat terutama masyarakat
agraris, keluarga tidak lagi merupakan unit dasar produksi. Berkenaan dengan sebuah
peningkatan yang mengejutkan dalam pengetahuan teknis dan sebuah tuntutan untuk
menciptakan keterampilan yang lebih beragam dan lebih khusus yang berhubungan dengan
pekerjaan, dan hal ini berarti bahwa keluarga tidak lagi cukup untuk melakukan apa yang sudah
menjadi fungsi sosialisasi yang lebih rumit. Tidak hanya laki-laki dewasa (dan seringnya adalah
wanita) yang secara fisik dipisahkan dari anak-anak dalam aktivitas pekerjaan mereka (di pabrik
dan di ruang kerja) tetapi orang tua juga menjadi tidak mampu untuk mengajarkan semua
pengetahuan dan keterampilan bahwa anak mereka akan membutuhkannya dalam tuntutan
industri baru.
Lalu, sekolah formal hadir untuk menyelenggarakan sebuah fungsi sosialisasi yang tidak
dapat dilakukan oleh keluarga. Fungsi sosialisasi keluarga bagaimanapun juga sudah hilang. Tapi
tidak bisa dipungkiri keluarga biasanya menjadi hal pertama yang mempengaruhi sosialisasi
terhadap anak-anak, dan sekolah dan keluarga kadang selalu berseberangan dalam hal apa yang
ingin mereka ajarkan.
Ketika sekolah sudah menjadi agen utama sosialisasi dengan harapan untuk menyalurkan
pengetahuan dan keterampilan teknis, pengaruh mereka terhadap peserta didik tidak dibatasi
dalam kajian ini. Perhatian sekolah juga mencakup ‘sosialisasi moral’, dengan menyalurkan
nilai-nilai, norma-norma, dan perilaku sosial yang ‘tepat/cocok’. Sosialisasi moral kadang juga
dapat dilakukan secara disengaja dan jelas/tegas (sebagaimana biasanya terjadi di sekolah dasar
dan menengah) atau secara kebetulan dan tidak disengaja (sebagaimana sering terjadi di
universitas dan fakultas). Dalam hal yang logis , sekolah-sekolah masa kini menyelenggarakan
sebuah fungsi ‘merubah masyarakat’. Jika kita memperkenakan sebuah analogi industri, sekolah
dapat dipandang sebagai sebuah organisasi yang memproses sebuah ‘bahan mentah’ (contohnya
peserta didik) dan menghasilkan sebuah produk tertentu (contohnya orang-orang dengan tingkat
dan jenis pendidikan tertentu). Apa yang terjadi selama ‘proses produksi’ adalah bahwa ‘bahan
mentah’ diolah dengan pernuh pertimbangan. Dengan tingkat keefektifan yang beragam,
keterampilan-keterampilan, nilai-nilai, norma-norma, dan perilaku baru disalurkan.
Dua hal besar yang menarik dalam proses sosialisasi ini menarik perhatian para pendidik
dan ilmuwan sosial. Dalam hal lain, ada sebuah ketertarikan dalam mempelajari ‘metode-metode
produksi’ (teknik-teknik pedagogis, bahan-bahan pelajaran, dan ujian peserta didik, dsb) dengan
sebuah perhatian untuk memaksimalkan efisiensi dalam proses pembelajaran. Hal ini secara luas
menjadi sebuah ketertarikan bagi para peneliti dan para psikolog pendidikan. Dalam hal lain lagi,
sosiolog dan ilmuwan politik tertarik terutama dalam meneliti pengaruh sekolah terhadap moral,
ideologi, dan sosialisasi politik para peserta didik. Dalam ranah kajian ini, sebuah kesepakatan
besar dalam hal minat berfokus pada pengaruh pendidikan yang lebih tinggi terhadap nilai-nilai
politis, sosial, dan ekonomis peserta didik.
Dua isu yang menyeluruh -- dan topik-topik debat yang berkelanjutan—telah terlihat dari
kerja sosiolog mengenai pengaruh pengalaman kuliah terhadap nilai-nilai yang dimiliki
mahasiswa. Kajian pertama berhubungan dengan sejauh mana pengalaman kuliah merubah nilai-
nilai, sikap, dan perilaku mereka. Lalu kajian yang kedua mengenai apakah pengalaman kuliah
menghasilkan keserbasamaan atau perbedaan dalam nilai-nilai mereka. Kedua isu ini belum
terselesaikan. Temuan dan kesimpulan yang berseberangan banyak terjadi di tengan sebuah
keberagaman kesulitan secara metodologi.
Salah satu yang termasyhur dan kajian yang paling kontroversial dalam ranah ini di
dikemukakan oleh Phillip E. Jacob dipertengahan tahun 1950-an. Setelah mengulas literatur yang
tersedia tentang pengaruh kurikulum dan pengaruh pendidik terhadap nilai-nilai peserta didik,
Jacob menyimpulkan bahwa ‘nilai-nilai dasar sebagian besar berlangsung konstan ketika berada
di tempat kuliah’. Satu-satunya faktor yang nampak membuat perubahan dalam nilai-nilai
peserta didik adalah ‘iklim’ dari seni-seni kecil, pribadi, dan bebas di universitas. Sejak Jacob
menemukan kajian yang menunjukkan perubahan dalam peserta didik, dia menyimpulkan bahwa
perubahan-perubahan seperti ini tidak mutlak benar dan tidak mewakili perubahan dalam
orientasi nilai dasar. Dia menyatakan bahwa perubahan yang terjadi membawa konsistensi yang
lebih besar ke dalam pola-pola nilai peserta didik dan mencocokkan pola-pola seperti ini
kedalam sebuah standar tinggi dengan harapan untuk diyakini dan dilakukan universitas di
Amerika. Tetapi lulusan universitas bukanlah ‘pemegang kejadian’ dalam sebuah pergerakan
luas kedepan terhadap nilai-nilai dalam kebudayaan sepenuhnya. Jika dalam setiap hal bahwa
lulusan universitas yang ‘khas’ adalah sebuah cap budaya bagi warisan sosial sebagaimana hal
itu terjadi bukan untuk menjadi penghasut pola pemikiran baru dan standar-standar perilaku
baru.
Para penyanggah “Hasil Kerja Jacob’ memperingatkan terhadap penerimaan kesimpulan
yang tidak dikritik semacam ini. Contohnya, David Riesman menyatakan bahwa Jacob telah
gagal membedakan antara kajian keberagaman kualitas. Akibatnya, ‘bobot’ yang sama
diterapkan kedalam studi-studi seperti itu yang diselesaikan dengan kurang baik sebagaimana
terhadap kajian lain yang diselesaikan dengan hasil lebih dari cukup. Allen H. Barton juga
mengkritik Jacob karena gagal menegaskan dengan jelas dan membedakan antara ‘nilai-nilai
dasar’ dan ‘perilaku palsu’ dan karena telah gagal mengevaluasi secara kritis kecukupan
penelitian yang telah ia ulas. Dengan jelas, sejauh mana fakultas mempunyai sebuah pengaruh
terhadap nilai-nilai peserta didik akan bergantung pada faktor-faktor sejauh mana nilai berubah
dijelaskan sebagai sebuah tujuan yang logis dan diinginkan oleh fakultas ataupun segmen-
segmen dalam fakultas. Lebih jauh lagi, kesepakatan besar tentang selektivitas terjadi ketika
peserta didik memutuskan fakultas mana yang akan dituju. Fakultas dan universitas sebuah hal
besar dalam kualitas, daya penerimaan, dan ketertarikan intelektual peserta didik yang mereka
minati. Perbedaan dalam standar penerimaan dan ‘kesan umum’ sekolah pastilah membuat
populasi peserta didik berbeda dalam kesiapan dan kebersediaan mereka dalam meninggalkan
nilai-nilai lama dan mengadopsi nila-nilai baru.
Artikel pertama dalam bab ini secara langsung membahas pengaruh pendidikan yang
lebih tinggi terhadap nilai-nilai peserta didik. Penelitian terhadap mahasiswa di Universitas
Georgia disajikan disini oleh Crotty penting karena menjelaskan sebuah perbandingan dengan
temuan dari kajian terbaru yang dilakukan di Universitas Kalifornia, Berkeley, sehingga
memungkinkan perkembangan dalam periode tertentu serta perbandingan-perbandingan
geografisnya.
Dalam artikel kedua, ilmuwan politik, Grove, Remy, dan Ziegler, fokus terhadap peserta
didik sekolah menengah atas dan mengkaji tentang pengaruh dari sebuah keberagaman faktor-
faktor, termasuk pengalaman sosialisasi politis dalam ketidakpuasan dan ketidaksenangan
peserta didik.
8. WILLIAM J. CROTTY
Norma-norma konsensual demokratis dan mahasiswa
Nilai-nila politis Amerika adalah produk dari para filsuf abad ke-17 dan 18 dimana
argumen-argumen mereka mempengaruhi Para Pendiri Bangsa dan disajikan untuk
membenarkan Revolusi. Sebuah pernyataan dari nilai-nilai inti semacam ini dapat ditemukan di
dalam Deklarasi Kemerdekaan, Konstitusi, dan pengumuman pemimpin pemerintahan secara
tersurat ataupun tersirat. Mereka melibatkan konsep-konsep seperti persetujuan,
pertanggungjawaban, pemerintahan konstitusi atau terbatas, perwakilan, aturan mayoritas, hak-
hak minoritas, prinsip oposisi politik, kebebasan berfikir, berbicara, pers, dan majelis, persamaan
hak, toleransi agama, persamaan hak di depan hukum, pembelaan hak-hak hukum dan ketetapan
diri pribadi terhadap sebuah jarak yang besar dalam urusan pribadi.
Banyak perwakilan dalam masyarakat dibebani dengan tanggung jawab menanamkan
penerimaan pribadi sistem norma-norma. Agen sosialisasi yang terpenting adalah keluarga dan
sekolah. Studi ini fokus pada satu aspek proses sosialisasi –pengaruh pendidikan yang lebih
tinggi pada penerimaan peserta didik terhadap kepercayaan-kepercayaan politis. Harapan populer
adalah bahwa universitas memainkan peranan penting dalam menyesuaikan ulang ide-ide
pribadi, adalah bahwa, universitas membuat peka mahasiswa terhadap sebuah cakupan
rangsangan-rangsangan intelektual yang lebih luas yang ‘membebaskan’ pandangan politik
mereka. Hal semacam ini dapat dibantah, tetapi dapat dikemukakan bahwa universitas
menawarkan tantangan yang serius terhadap pandangan-pandangan peserta didik yang tak
terjawab sebelumnya yang melekat melalui keluarga dan pengalaman pra-universitas mereka.
Pengaruh bebas pendidikan yang lebih tinggi sebagian berdasarkan kajian yang masyhur
yang dilakukan olen Bennington pada tahun 1935-1939 oleh Theodore Newcomb. Dengan jelas,
Newcomb mengilustrasikan dengan meyakinkan tentang pengaruh kuat dari sebuah fakultas
bebas terhadap mahasiswi dari kalangan konservatif, pendapatan yang lebih tinggi, dan berasal
dari keluarga beraroma Republikan. Studi tindak lanjut terhadap sampel perilaku selama tahun
1960-an menunjukkan bahwa perubahan dalam perilaku berlangsung lama. Bagaimanapun juga,
banyak komentator telah menegaskan bahwa kajian yang dilakukan Newcomb bersifat selektif
dan hasilnya kurang umum. Studi lain yang menunjukkan hasil yang berseberangan dan
pertanyaaan apakah pengalaman kuliah mempunyai pengaruh terhadap nilai-nilai dasar peserta
didik. Secara umum, penelitian sosialisasi politis dalam pendidikan yang lebih tinggi terpisah-
pisah dan tidak meyakinkan. Apapun pengaruh pengalaman kuliah dalam perilaku peserta didik,
mahasiswa, sebagaimana Phillip Jacob sudah menjelaskannya, adalah ppelopor perubahan etnis
dan budaya. Pemahaman perilaku peserta didik adalah demikian penting dalam kajian di tren
sosial yang lebih besar.
STUDI MASA KINI
Studi masa kini menelaah tentang penerimaan norma-norma demokratis diantara
mahasiswa di sebuah universitas negara bagian Selatan. Penelitiannya merupakan sebuah
perkembangan dari studi yang sama yang dilakukan terhadap populasi yang berbeda oleh
Stouffer, Mack, Selvin, dan Hergstrom. Penelitiannya menggunakan indeks baru libertarian
dengan ukuran yang sudah revisi oleh Hanan Selvin dan Warren Hagstrom dan diterapkan pada
sebuah sampel 894 mahasiswa di Universitas Kalifornia di Berkeley. Ini berhubungan dengan
proses penelitian Stouffer dan terhadap studi yang sama yang diadakan di Universitas Wisconsin
dan Universitas Barat Laut.
Pada bulam Mei tahun 1963, sebuah versi pembaharuan indeks libertarian Selvin-
Hagstrom diberikan ke dalam sampel 904 mahasiswa di Universitas Georgia, sebuah universitas
Negara bagian yang dianggap mempunyai sisi demokratis yang rendah di Amerika. Sebagaimana
kajian yang dilakukan Selvin dan Hagstrom, sampel pilihan bukanlah sebuah sampel probabilitas
acak terhadap mahasiswa Georgia. Dari itu, sampel menggambarkan grup utama dalam populasi
mahasiswa.
Komunitas di fakultas menunjukkan sebuah sub-kultur yang berbeda atau ‘iklim nilai’
dalam masyarakat yang lebih luas. Lebih dari kebanyakan sekolah pribadi, universitas nsegara
bagian seperti Universitas Georgia menggambarkan lingkungan geografis dan budaya mereka.
Mahasiswa mereka kebanyakan berasal dari daerah pribumi, mereka telah matang dalam
pergaulan intelektual dan sosial yang sama. Mereka jarang mengungkapkan dan berani untuk
menjelajahi ide-ide di luar kebiasaan mereka di lingkungan pendidikan sekolah. Dan mereka
menjangkau universitas dengan berbagi banyak pengalaman budaya yang sama.
Pada saat penelitiannya, Georgia mempunyai mahasiswa dibawah 10.000 terutama dari
penduduk negara bagian tersebut. Universitas, sebagaimana halnya negara bagian dan wilayah
secara keseluruhan, berubah dengan pesat. Jumlah mahasiswanya mengalami peningkatan dan
tekanan yang meningkat terhadap pendidikan yang lebih tinggi oleh pemerintah negara bagian,
sekolah pasca sarjana yang meluas, dan rekrutmen fakultas yang lebih luas mempengaruhi iklim
intelektual sekolah. Masih, atmosfir politis, ketika mencakup spektrum yang besar dari
kepercayaan politis, bersifat cukup konservatif dan universitas, meminjam istilahnya Riesman
dan Jencks, menyisakan tahapan evolusi yang ‘romantis’, dengan para alumnus ‘pecinta
olahraga’, aktivitas sosial yang cukup bagi mahasiswa yang mempunyai minat, dan peluang
besar untuk bidang atletik.
Ini, lalu, adalah pengaturan pada saat kuisioner diberikan.
DUKUNGAN UNTUK NILAI-NILAI LIBERTARIAN
Tabel 1 menunjukkan respon tentang persoalan-persoalan libertarian (penganut
kebebasan) oleh mahasiswa Georgia dan membandingkan jumlah dukungan mereka dengan
respon yang relevan dari kajian Kalifornia Selvin-Hagstrom. Seperti yang diharapakan,
dukungan untuk nilai-nilai libertarian diantara mahasiswa Georgia berada di bawah Kalifornia;
rata-rata perbedaan per item adalah 12 persen. Kita dapat melihat perbedaan dengan lebih jelas
dengan membagi kedua sampel kedalam ‘tinggi’ dan ‘rendah’ respon libertarian.
Perbandingannya menyokong mahasiswa Kalifornia, 80 persen kedalam kategori
‘libertarian tinggi’ sebagaimana mahasiswa Georgia yang mempunyai 52 persen.
Perbedaan dalam pola dan prioritas kepercayaan demokratis menyokong hasil dalam
perbandingan antara tingkatan susunan dua kajian tersebut. Hak-hak pribadi dibagi kedalam dua
kategori yakni prosedural dan substanstif (Tabel 2), dan dalam kedua kategori tersebut, jumlah
sampel Kalifornia tinggi (61 persen
TABLE I
Dukungan untuk Norma-norma Demokratis Diantara Mahasiswa Georgia dan Kalifornia
Item
Respon Libertarian
Yang didapat (dalam persen) Ranking
Georgia California Georgia California
a. Tidak lah terlalu sulit bagi polisi
dalam usahanya menangkap para
pelaku criminal ketika mereka
mempunyai surat perintah untuk
mencari sebuah rumah.
80% 84% 1 4
b. Polisi dibenarkan dalam menahan
seseorang dengan catatan kriminal
yang panjang sampai mereka
mempunyai bukti untuk
mendakwanya.
77 80 2 5
c. Sirkulasi Koran Rusia dan Cina di
negara ini harus dibatasi bagi para
pelajar.
75 87 3 1
d. Pemerintah negara bagian harus
mempunyai kuasa untuk melewati
hukum dan membuatnya illegal
terhadap grup etnis dan relijius.
71 85 4 3
e. Adalah hal yang masuk akal untuk
mencurigai kesetiaan seorang
advokat yang menunjukkan para
Komunis terdakwa sebelum Komite
Kongres.
65 79 5 6
f. Pemerintah harus mempunyai kuasa
untuk melarang grup manapun yang
63 85 6 2
tidak setuju dengan bentuk
pemerintahan dalam
menyelenggarakan pertemuan umum.
g. Buku-buku komik kejahatan harus
disaring oleh agen pemerintah
sebelum dipublikasikan.
51 47 7 10
h. Jika bukti baru ditemukan setelah
seseorang dinyatakan bebas dari
sebuah kejahatan, ia harus diproses
ulang
47 39 8 11
i. Komite legislatif tidak harus
menyelidiki kepercayaan politis dari
anggota universitas.
35 61 9 7
j. Adalah salah bagi penyelidik
pemerintah untuk mengambil gambar
orang-orang yang sedang
mendengarkan pidato dipojok-jalanan.
29 56 10 9
k. Pemerintah harus memiliki wewenang
untuk menyembunyikan berkas-berkas
yang berhubungan dengan FBI dari
para terdakwa dalam kasus kejahatan,
ketika membuka berkas-berkas
mungkin menampakkan nama-nama
informan rahasia.
28 24 11 12
l. Mantan anggota Partai Komunis yang
menolak untuk menunjukkan nama-
nama anggota partai yang mereka
ketahui tidak boleh diizinkan untuk
mengajar di sebuah universitas.
27 60 12 8
X Jumlah Item 54% 66% .. ..
N 904 894 .. ..
dan 69 persen berturut-turut), dengan dukungan yang lebih kuat yang diberikan terhadap hak-hak
yang seseungguhnya. Dalam kajian di Georgia, perbedaannya lebih nyata dan arahnya terbalik.
Selvin dan Hagstrom mendemonstrasikan bahwa timbulnya dukungan tertinggi adalah untuk hal-
hal yang mewujudkan referensi terhadap kebebasan pers, perkumpulan, dan berbicara. Sejak
temuan-temuan ini identik dengan kajian yang sama terhadap mahasiswa di Universitas
Wisconsin dan Baratlaut, mereka berhipotesis bahwa hal ini mungkin menunjukkan sebuah
tingkatan nilai-nilai universal diantara para mahasiswa. Pokok-pokok tertentu seperti itu
menempati urutan ketiga, keenam, dan keempat berturut-turut dalam sampel di Georgia.
Mahasiswa Negara bagian utara menunjukkan apresiasi yang lebih besar untuk prosedural
daripada untuk hak-hak substanstif. Rata-rata dukungan Georgia untuk hak-hak prosedural
kurang lebih sama dengan kajian di Kalifornia, 59 persen terhadap skor 61 persen dalam kategori
libertarian tinggi, dan tepat diatasnya, rata-rata mahasiswa Georgia mendukung hak-hak
substantif. Dalam dua item prosedural, penangkapan ulang terdakwa yang pernah bebas dan
kelayakan membuat berkas-berkas FBI yang tersedia bagi terdakwa, mahasiswa Georgia berada
diatas mahasiswa Kalifornia. Dalam satu-satunya hal lain, penyaringan buku komik, yang
dilakukan, mahasiswa Georgia juga melakukannya.
Mungkin saja penghargaan yang tinggi untuk jaminan-jaminan prosedural tidak terjadi
seperti biasanya didalam sebuah masyarakat dimana pencarian hukum merupakan sebuah profesi
yang berharga dan dimana para pemberi suara diminta untuk memutuskan terhadap pertanyaan-
pertanyaan politis yang menuliskan terminologi legal yang rumit. Perdebatan-perdebatan yang
berkenaan dengan hak-hak legal negara bagian dalam serikat kerangka perhimpunan, implikasi
dan argumen-argumen tanndingan terhadap keputusan-keputusan Pengadilan Tertinggi, dan
ketentuan yang sah dalam regulasi yang berkaitan dengan kuasa para pemegang kepentingan,
digabungkan ke dalam sebuah sensitivitas yang tajam kedalam perbedaan tipis dari kata yang
tertulis dan terujar dan sebuah rasa hormat yang paten untuk tradisi dan otoritas adalah hal yang
konstan di lingkungan politik Baratlaut.
TABLE 2
Perbandingan Dukungan Mahasiswa Georgia dan California bagi Hak-hak Prosedural dan
Substantif
Item Georgia California
Hak-hak prosedural 80% 84%
1. Surat perintah polisi 77 80
2. Pendakwaan 65 79
3. Hak untuk menangani Komunis 47 39
4. Penangkapan kembali individu yang sudah bebas 28 24
5. Berkas-berkas FBI yang tersedia untuk terdakwa 59% 61%
X Jumlah Item
Hak-hak Substantif
1. Melarang sirkulasi koran Komunis 75% 87%
2. Regulasi berpendapat negara bagian 71 85
3. Pemerintah melarang perkumpulan umum 63 85
4. Penyaringan buku komik 51 47
5. Menyelidiki kepercayaan anggota fakultas 35 61
6. Melarang mantan Komunis dalam mengajar 27 60
7. Pemerintah mengambil gambar individu dalam kegiatan pidato 29 56
X Jumlah Item 50% 69%
Dalam kesempatan lain seperti di ruang pengadilan, bahasa hukum merupakan bahasa tradisional
dalam politik Baratlaut.
Tetapi contoh dari respons Georgia tidak sepenuhnya cocok. Mahasiswa Georgia
dianggap kurang berminat untuk memberikan perlindungan –prosedural ataupun sebaliknya—
kepada orang-orang yang jelas tidak ramah terhadap tingkatan sosial yang tidak dapat dibantah.
Jika dekatnya bahaya atau kerasnya ancaman terhadap tingkatan yang tidak dapat dibantah dapat
diterima sebagai kondisi stres ganda yang menciptakan tes yang sulit dalam prisip-prinsip
demokratis, lalu mahasiswa Georgia berjalan dengan kurang baik. Untuk hak-hak Komunis
dalam hal tertentu, bukti-bukti mahasiswa memiliki kurangnya simpati. Hanya 65 persen dari
sampel Georgia, dalam perbandingannya 70 persen dengan mahasiswa Kalifornia, tidak setuju
dengan pernyataan yang menanyakan kesetiaan sebuah nasihat bagi Komunis yang terdakwa;
satu dari empat mahasiswa Georgia akan melarang perpustakaan dalam menghadirkan literatur
‘bawah tanah’; dan hanya 35 persen mahasiswa Georgia, sebagaimana terjadi 65 persen di
Kalifornia, akan berselisih dengan hak badan pembuat undang-undang untuk menginvestigasi
kepercayaan ideologis anggota sebuah fakultas. Mahasiswa Georgia juga (64 persen) dengan
kuat mendukung pandangan bahwa seorang anggota Partai Komunis yang menyesal yang
menolak untuk menunjukkan identitas mantan anggota lain harus dilarang dalam kegiatan
mengajar. Dengan tegas, mahasiswa Kalifornia (60 persen) tidak setuju dengan pernyataan
tersebut. Dalam poin ini, ada yang lebih baik dari perbedaan rasio 2:1 diantara dua kelompok,
dan dalam wilayah komunisme dan subversi umumnya, dan dua pribadi yang berbeda adalah hal
yang terpisah secara serius .
Penjelasannya mungkin berhubungan dengan budaya Selatan. Lingkungan homogen
Selatan secara sosial dan intelektual telah memelihara level toleransi yang sangat rendah
terhadap perbedaan, bukan sebuah tipikal dalam masyarakat tradisional. Sebuah
ketidakpercayaan akan ketidaklaziman ditambah kurangnya apresiasi yang bersifat teknis yang
secara umum kurang berkembang, lalu hak-hak abstrak individu secara filosofis sudah
bergabung untuk mendorong masyarakat Selatan sebuah ketidaksabaran akan gagasan-gagasan
dan individu-individu (disini Komunis) yang dalam beberapa hal mengancam keberadaan
institusi. Ada sebuah ketidakmauan untuk memperluas kepada orang-orang semacam itu dalam
usaha melindungi sistem. Kecenderungan ini ditunjukkan dalam sampel Georgia, dan sudah
dikomentari oleh yang lain. Stouffer contohnya dalam melaporkan intoleransi tingkat tinggi di
Selatan berhubungan dengan seri survey yang lain bahwa identitas Selatan yang mempunyai
persentase tertinggi masyarakat dengan sindrom ‘kepribadian otoriter’. Kirsch tidak hanya
menemukan kurangnya simpati di Selatan terhadap orang-orang Negro dan Komunis tetapi juga
intoleransi umum yang meluas di kalangan Katolik dan Yahudi. Dia percaya bahwa sebuah
pengetahuan dan prinsip-prinsip demokratis apresiasi, rendah di bagian Selatan, berhubungan
positif dengan sebuah perhatian pada jarak sosial (intoleransi) terhadap orang-orang Negro dan
kelompok-kelompok relijius yang menyimpang.
Menyangkut hak-hak substanstif lain, contoh respon, meskipun bukan intensitas
dukungan, pada persoalannya sama diantara mahasiswa Georgia dan Berkeley. Mahasiswa
Selatan lebih cenderung setuju dengan pemerintah untuk menyembunyikan hak memimpin
perkumpulan umum dari individu-individu yang tidak setuju dengan bentuk pemerintahan kita,
tidak lebih dari sebuah mandat yang kurang jelas untuk membimbing aksi resmi. Secara
keseluruhan, mahasiswa Georgia berminat untuk mengizinkan sebuah ujian yang tidak
menyenangkan dari otoritas pemerintah dalam membatasi hak-hak individu—sebuah posisi
secara teori tidak konsisten dengan perhatian mereka terhadap prinsip politik Jefferson dan
aturan keras mereka, jika selektif, setia terhadap perlindungan individu secara hukum.
LIBERTARIANISME DAN MATA KULIAH AKADEMIS
Adalah hal yang tidak berlebihan untuk mengharapkan bahwa: (1) ada perbedaan-
perbedaan tingkatan dukungan dalam norma-norma demokratis oleh mahasiswa dalam disiplin
yang beragam, dan (2) bahwa perkembangan perilaku peserta didik selama 4 tahun pertama
mereka di fakultas akan dipengaruhi oleh mata kuliah yang mereka paparkan.
Beberapa bukti menunjukkan bahwa kepribadian merupakan sebuah variabel penting
dalam pemilihan awal mata kuliah. Sebuah seri kajian telah menunjukkan bahwa kemungkinan
untuk memisahkan dan membandingkan karakteristik psikologis yang berbeda yang
berhubungan dengan peserta didik dalam disiplin yang berbeda-beda.

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

Pendahuluan
PendahuluanPendahuluan
Pendahuluanfebry777
 
Stratifikasi dlm pendidikan
Stratifikasi dlm pendidikanStratifikasi dlm pendidikan
Stratifikasi dlm pendidikancik noorlyda
 
Kenakalan remaja
Kenakalan remajaKenakalan remaja
Kenakalan remajaafiqwm
 
Cegah kenakalan-remaja-melalui-pendidikan-karakter
Cegah kenakalan-remaja-melalui-pendidikan-karakterCegah kenakalan-remaja-melalui-pendidikan-karakter
Cegah kenakalan-remaja-melalui-pendidikan-karakterkencana skinclinic
 
Modal asiment
Modal asimentModal asiment
Modal asimentYing Yin
 

La actualidad más candente (9)

Bahagian c ulasan
Bahagian  c ulasanBahagian  c ulasan
Bahagian c ulasan
 
Isbd q
Isbd qIsbd q
Isbd q
 
Topik 7 sosialisasi
Topik 7 sosialisasiTopik 7 sosialisasi
Topik 7 sosialisasi
 
Pendahuluan
PendahuluanPendahuluan
Pendahuluan
 
Stratifikasi dlm pendidikan
Stratifikasi dlm pendidikanStratifikasi dlm pendidikan
Stratifikasi dlm pendidikan
 
Kenakalan remaja
Kenakalan remajaKenakalan remaja
Kenakalan remaja
 
Cegah kenakalan-remaja-melalui-pendidikan-karakter
Cegah kenakalan-remaja-melalui-pendidikan-karakterCegah kenakalan-remaja-melalui-pendidikan-karakter
Cegah kenakalan-remaja-melalui-pendidikan-karakter
 
Modal asiment
Modal asimentModal asiment
Modal asiment
 
Hbef 1103 topik 1
Hbef 1103 topik 1Hbef 1103 topik 1
Hbef 1103 topik 1
 

Similar a Sosialisasi, Fungsi Pendidikan MERUBAH MASYARAKAT

TUGAS 1_IPS_6.docx
TUGAS 1_IPS_6.docxTUGAS 1_IPS_6.docx
TUGAS 1_IPS_6.docxadecahya10
 
Political inclination among university studen1 2
Political inclination among university studen1 2Political inclination among university studen1 2
Political inclination among university studen1 2smk ketereh
 
6.PENGEMBANGAN+5.MEDIA+DAN+STRATEGI+PEMBELAJARAN.pdf
6.PENGEMBANGAN+5.MEDIA+DAN+STRATEGI+PEMBELAJARAN.pdf6.PENGEMBANGAN+5.MEDIA+DAN+STRATEGI+PEMBELAJARAN.pdf
6.PENGEMBANGAN+5.MEDIA+DAN+STRATEGI+PEMBELAJARAN.pdfDestiYustini
 
6.PENGEMBANGAN+5.MEDIA+DAN+STRATEGI+PEMBELAJARAN.pdf
6.PENGEMBANGAN+5.MEDIA+DAN+STRATEGI+PEMBELAJARAN.pdf6.PENGEMBANGAN+5.MEDIA+DAN+STRATEGI+PEMBELAJARAN.pdf
6.PENGEMBANGAN+5.MEDIA+DAN+STRATEGI+PEMBELAJARAN.pdfDestiYustini
 
pengembangan pembelajaran ips di sdmi berbasis integrasi interkoneksi
pengembangan pembelajaran ips  di sdmi berbasis integrasi interkoneksipengembangan pembelajaran ips  di sdmi berbasis integrasi interkoneksi
pengembangan pembelajaran ips di sdmi berbasis integrasi interkoneksitaqiudinzarkasi
 
Social evidence based practice
Social evidence based practiceSocial evidence based practice
Social evidence based practicePuji Riyanto
 
SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE
SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE
SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE NCPA Advisory
 
Peran Budaya Sekolah Melalui peran proses sosialisasi guru
Peran Budaya Sekolah Melalui peran proses sosialisasi guruPeran Budaya Sekolah Melalui peran proses sosialisasi guru
Peran Budaya Sekolah Melalui peran proses sosialisasi guruYogyakarta State University
 
Lingkungan dan Lembaga Pendidikan
Lingkungan dan Lembaga PendidikanLingkungan dan Lembaga Pendidikan
Lingkungan dan Lembaga PendidikanHoshi Hikaru
 
Presentation1KARYA TULIS ILMIAH PERAN ORANG TUA DALAM MEMBANGUN PRIBADI ANAK ...
Presentation1KARYA TULIS ILMIAH PERAN ORANG TUA DALAM MEMBANGUN PRIBADI ANAK ...Presentation1KARYA TULIS ILMIAH PERAN ORANG TUA DALAM MEMBANGUN PRIBADI ANAK ...
Presentation1KARYA TULIS ILMIAH PERAN ORANG TUA DALAM MEMBANGUN PRIBADI ANAK ...Muhammad Najamuddin Jeneponto
 

Similar a Sosialisasi, Fungsi Pendidikan MERUBAH MASYARAKAT (20)

TUGAS 1_IPS_6.docx
TUGAS 1_IPS_6.docxTUGAS 1_IPS_6.docx
TUGAS 1_IPS_6.docx
 
UTS Semester Ganjil Kurikulum dan Pembelajaran
UTS Semester Ganjil Kurikulum dan PembelajaranUTS Semester Ganjil Kurikulum dan Pembelajaran
UTS Semester Ganjil Kurikulum dan Pembelajaran
 
Teori Pendidikan
Teori PendidikanTeori Pendidikan
Teori Pendidikan
 
Seminar propinsi
Seminar propinsiSeminar propinsi
Seminar propinsi
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Political inclination among university studen1 2
Political inclination among university studen1 2Political inclination among university studen1 2
Political inclination among university studen1 2
 
6.PENGEMBANGAN+5.MEDIA+DAN+STRATEGI+PEMBELAJARAN.pdf
6.PENGEMBANGAN+5.MEDIA+DAN+STRATEGI+PEMBELAJARAN.pdf6.PENGEMBANGAN+5.MEDIA+DAN+STRATEGI+PEMBELAJARAN.pdf
6.PENGEMBANGAN+5.MEDIA+DAN+STRATEGI+PEMBELAJARAN.pdf
 
6.PENGEMBANGAN+5.MEDIA+DAN+STRATEGI+PEMBELAJARAN.pdf
6.PENGEMBANGAN+5.MEDIA+DAN+STRATEGI+PEMBELAJARAN.pdf6.PENGEMBANGAN+5.MEDIA+DAN+STRATEGI+PEMBELAJARAN.pdf
6.PENGEMBANGAN+5.MEDIA+DAN+STRATEGI+PEMBELAJARAN.pdf
 
pengembangan pembelajaran ips di sdmi berbasis integrasi interkoneksi
pengembangan pembelajaran ips  di sdmi berbasis integrasi interkoneksipengembangan pembelajaran ips  di sdmi berbasis integrasi interkoneksi
pengembangan pembelajaran ips di sdmi berbasis integrasi interkoneksi
 
Asg2
Asg2Asg2
Asg2
 
Karya ilmiah3
Karya ilmiah3Karya ilmiah3
Karya ilmiah3
 
Social evidence based practice
Social evidence based practiceSocial evidence based practice
Social evidence based practice
 
SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE
SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE
SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE
 
Peran Budaya Sekolah Melalui peran proses sosialisasi guru
Peran Budaya Sekolah Melalui peran proses sosialisasi guruPeran Budaya Sekolah Melalui peran proses sosialisasi guru
Peran Budaya Sekolah Melalui peran proses sosialisasi guru
 
materi IPS SD
materi IPS SDmateri IPS SD
materi IPS SD
 
Lingkungan dan Lembaga Pendidikan
Lingkungan dan Lembaga PendidikanLingkungan dan Lembaga Pendidikan
Lingkungan dan Lembaga Pendidikan
 
Presentation1KARYA TULIS ILMIAH PERAN ORANG TUA DALAM MEMBANGUN PRIBADI ANAK ...
Presentation1KARYA TULIS ILMIAH PERAN ORANG TUA DALAM MEMBANGUN PRIBADI ANAK ...Presentation1KARYA TULIS ILMIAH PERAN ORANG TUA DALAM MEMBANGUN PRIBADI ANAK ...
Presentation1KARYA TULIS ILMIAH PERAN ORANG TUA DALAM MEMBANGUN PRIBADI ANAK ...
 
2-Pendidikan dan Kebudayaan.pdf
2-Pendidikan dan Kebudayaan.pdf2-Pendidikan dan Kebudayaan.pdf
2-Pendidikan dan Kebudayaan.pdf
 
2-Pendidikan dan Kebudayaan.pptx
2-Pendidikan dan Kebudayaan.pptx2-Pendidikan dan Kebudayaan.pptx
2-Pendidikan dan Kebudayaan.pptx
 
Pgsd 3 a-6
Pgsd 3 a-6Pgsd 3 a-6
Pgsd 3 a-6
 

Sosialisasi, Fungsi Pendidikan MERUBAH MASYARAKAT

  • 1. Bab Tiga Sosialisasi: Fungsi Pendidikan “Merubah Masyarakat” Sebuah fungsi umum pendidikan adalah sosialisasi masyarakat antar-budaya. Tidak penting seberapa kecil ukurannya, seberapa sederhana atau rumit, dan beberapa jenis “pendidikan” ditemukan dalam semua sampel/kasus, meskipun struktur formal seperti pendidikan dapat dan sudah beragam dengan pesat. Contoh sederhananya, dalam masyarakat pra melek huruf, masyarakat pendidikan pra industri berbeda dari aktivitas kehidupan yang lain. Sebagaimana Clark berpendapat bahwa masyarakat pendidikan pra-melek huruf berpusat pada identitas, kesukuan, dan grup sosial lainnya dimana masyarakat yang berumur relatif muda menjadi kajian utama. ‘Sistem-sistem pendidikan akhir-akhir’ ini tidak lebih dari sebagai seorang perempuan yang mengajar anak perempuannya dan atau seorang laki-laki dan anak laki-lakinya berjalan, berbincang, dan bekerja bersama. Pada Zaman Batu, sebagaimana mungkin kita tahu bahwa saat itu tidak ada kelas-kelas pendidikan dasar dalam membuat api dengan menggunakan batu api, dan anak laki-laki belajar untuk melakukan hal yang sama dengan memperhatikan langsung apa yang dilakukan oleh orang dewasa. Dimana ada sedikit keterampilan yang diajarkan, dan bahwa kehidupan masyarakat dijalani sebelum masa kanak-kanak, pendidikan bercampur dengan aktivitas yang lain. Sebagaimana kita tahu bahwa sekolah formal di abad ke dua puluh sebagian besar merupakan sebuah respon terhadap struktur kompleks yang meluas dalam masyarakat- masyarakat urban industri. Perubahan-perubahan yang pesat dalam struktur sosial, dipengaruhi oleh Revolusi Industri tetapi permulaannya lebih awal, sudah menjangkau implikasi bagi organisasi pendidikan. Yang terpenting dalam hal ini bahwa pemisahan aktivitas ekonomi dari kehidupan keluarga. Dalam hal yang berseberangan terhadap masyarakat terutama masyarakat agraris, keluarga tidak lagi merupakan unit dasar produksi. Berkenaan dengan sebuah peningkatan yang mengejutkan dalam pengetahuan teknis dan sebuah tuntutan untuk menciptakan keterampilan yang lebih beragam dan lebih khusus yang berhubungan dengan
  • 2. pekerjaan, dan hal ini berarti bahwa keluarga tidak lagi cukup untuk melakukan apa yang sudah menjadi fungsi sosialisasi yang lebih rumit. Tidak hanya laki-laki dewasa (dan seringnya adalah wanita) yang secara fisik dipisahkan dari anak-anak dalam aktivitas pekerjaan mereka (di pabrik dan di ruang kerja) tetapi orang tua juga menjadi tidak mampu untuk mengajarkan semua pengetahuan dan keterampilan bahwa anak mereka akan membutuhkannya dalam tuntutan industri baru. Lalu, sekolah formal hadir untuk menyelenggarakan sebuah fungsi sosialisasi yang tidak dapat dilakukan oleh keluarga. Fungsi sosialisasi keluarga bagaimanapun juga sudah hilang. Tapi tidak bisa dipungkiri keluarga biasanya menjadi hal pertama yang mempengaruhi sosialisasi terhadap anak-anak, dan sekolah dan keluarga kadang selalu berseberangan dalam hal apa yang ingin mereka ajarkan. Ketika sekolah sudah menjadi agen utama sosialisasi dengan harapan untuk menyalurkan pengetahuan dan keterampilan teknis, pengaruh mereka terhadap peserta didik tidak dibatasi dalam kajian ini. Perhatian sekolah juga mencakup ‘sosialisasi moral’, dengan menyalurkan nilai-nilai, norma-norma, dan perilaku sosial yang ‘tepat/cocok’. Sosialisasi moral kadang juga dapat dilakukan secara disengaja dan jelas/tegas (sebagaimana biasanya terjadi di sekolah dasar dan menengah) atau secara kebetulan dan tidak disengaja (sebagaimana sering terjadi di universitas dan fakultas). Dalam hal yang logis , sekolah-sekolah masa kini menyelenggarakan sebuah fungsi ‘merubah masyarakat’. Jika kita memperkenakan sebuah analogi industri, sekolah dapat dipandang sebagai sebuah organisasi yang memproses sebuah ‘bahan mentah’ (contohnya peserta didik) dan menghasilkan sebuah produk tertentu (contohnya orang-orang dengan tingkat dan jenis pendidikan tertentu). Apa yang terjadi selama ‘proses produksi’ adalah bahwa ‘bahan mentah’ diolah dengan pernuh pertimbangan. Dengan tingkat keefektifan yang beragam, keterampilan-keterampilan, nilai-nilai, norma-norma, dan perilaku baru disalurkan. Dua hal besar yang menarik dalam proses sosialisasi ini menarik perhatian para pendidik dan ilmuwan sosial. Dalam hal lain, ada sebuah ketertarikan dalam mempelajari ‘metode-metode produksi’ (teknik-teknik pedagogis, bahan-bahan pelajaran, dan ujian peserta didik, dsb) dengan sebuah perhatian untuk memaksimalkan efisiensi dalam proses pembelajaran. Hal ini secara luas menjadi sebuah ketertarikan bagi para peneliti dan para psikolog pendidikan. Dalam hal lain lagi, sosiolog dan ilmuwan politik tertarik terutama dalam meneliti pengaruh sekolah terhadap moral,
  • 3. ideologi, dan sosialisasi politik para peserta didik. Dalam ranah kajian ini, sebuah kesepakatan besar dalam hal minat berfokus pada pengaruh pendidikan yang lebih tinggi terhadap nilai-nilai politis, sosial, dan ekonomis peserta didik. Dua isu yang menyeluruh -- dan topik-topik debat yang berkelanjutan—telah terlihat dari kerja sosiolog mengenai pengaruh pengalaman kuliah terhadap nilai-nilai yang dimiliki mahasiswa. Kajian pertama berhubungan dengan sejauh mana pengalaman kuliah merubah nilai- nilai, sikap, dan perilaku mereka. Lalu kajian yang kedua mengenai apakah pengalaman kuliah menghasilkan keserbasamaan atau perbedaan dalam nilai-nilai mereka. Kedua isu ini belum terselesaikan. Temuan dan kesimpulan yang berseberangan banyak terjadi di tengan sebuah keberagaman kesulitan secara metodologi. Salah satu yang termasyhur dan kajian yang paling kontroversial dalam ranah ini di dikemukakan oleh Phillip E. Jacob dipertengahan tahun 1950-an. Setelah mengulas literatur yang tersedia tentang pengaruh kurikulum dan pengaruh pendidik terhadap nilai-nilai peserta didik, Jacob menyimpulkan bahwa ‘nilai-nilai dasar sebagian besar berlangsung konstan ketika berada di tempat kuliah’. Satu-satunya faktor yang nampak membuat perubahan dalam nilai-nilai peserta didik adalah ‘iklim’ dari seni-seni kecil, pribadi, dan bebas di universitas. Sejak Jacob menemukan kajian yang menunjukkan perubahan dalam peserta didik, dia menyimpulkan bahwa perubahan-perubahan seperti ini tidak mutlak benar dan tidak mewakili perubahan dalam orientasi nilai dasar. Dia menyatakan bahwa perubahan yang terjadi membawa konsistensi yang lebih besar ke dalam pola-pola nilai peserta didik dan mencocokkan pola-pola seperti ini kedalam sebuah standar tinggi dengan harapan untuk diyakini dan dilakukan universitas di Amerika. Tetapi lulusan universitas bukanlah ‘pemegang kejadian’ dalam sebuah pergerakan luas kedepan terhadap nilai-nilai dalam kebudayaan sepenuhnya. Jika dalam setiap hal bahwa lulusan universitas yang ‘khas’ adalah sebuah cap budaya bagi warisan sosial sebagaimana hal itu terjadi bukan untuk menjadi penghasut pola pemikiran baru dan standar-standar perilaku baru. Para penyanggah “Hasil Kerja Jacob’ memperingatkan terhadap penerimaan kesimpulan yang tidak dikritik semacam ini. Contohnya, David Riesman menyatakan bahwa Jacob telah gagal membedakan antara kajian keberagaman kualitas. Akibatnya, ‘bobot’ yang sama diterapkan kedalam studi-studi seperti itu yang diselesaikan dengan kurang baik sebagaimana
  • 4. terhadap kajian lain yang diselesaikan dengan hasil lebih dari cukup. Allen H. Barton juga mengkritik Jacob karena gagal menegaskan dengan jelas dan membedakan antara ‘nilai-nilai dasar’ dan ‘perilaku palsu’ dan karena telah gagal mengevaluasi secara kritis kecukupan penelitian yang telah ia ulas. Dengan jelas, sejauh mana fakultas mempunyai sebuah pengaruh terhadap nilai-nilai peserta didik akan bergantung pada faktor-faktor sejauh mana nilai berubah dijelaskan sebagai sebuah tujuan yang logis dan diinginkan oleh fakultas ataupun segmen- segmen dalam fakultas. Lebih jauh lagi, kesepakatan besar tentang selektivitas terjadi ketika peserta didik memutuskan fakultas mana yang akan dituju. Fakultas dan universitas sebuah hal besar dalam kualitas, daya penerimaan, dan ketertarikan intelektual peserta didik yang mereka minati. Perbedaan dalam standar penerimaan dan ‘kesan umum’ sekolah pastilah membuat populasi peserta didik berbeda dalam kesiapan dan kebersediaan mereka dalam meninggalkan nilai-nilai lama dan mengadopsi nila-nilai baru. Artikel pertama dalam bab ini secara langsung membahas pengaruh pendidikan yang lebih tinggi terhadap nilai-nilai peserta didik. Penelitian terhadap mahasiswa di Universitas Georgia disajikan disini oleh Crotty penting karena menjelaskan sebuah perbandingan dengan temuan dari kajian terbaru yang dilakukan di Universitas Kalifornia, Berkeley, sehingga memungkinkan perkembangan dalam periode tertentu serta perbandingan-perbandingan geografisnya. Dalam artikel kedua, ilmuwan politik, Grove, Remy, dan Ziegler, fokus terhadap peserta didik sekolah menengah atas dan mengkaji tentang pengaruh dari sebuah keberagaman faktor- faktor, termasuk pengalaman sosialisasi politis dalam ketidakpuasan dan ketidaksenangan peserta didik.
  • 5. 8. WILLIAM J. CROTTY Norma-norma konsensual demokratis dan mahasiswa Nilai-nila politis Amerika adalah produk dari para filsuf abad ke-17 dan 18 dimana argumen-argumen mereka mempengaruhi Para Pendiri Bangsa dan disajikan untuk membenarkan Revolusi. Sebuah pernyataan dari nilai-nilai inti semacam ini dapat ditemukan di dalam Deklarasi Kemerdekaan, Konstitusi, dan pengumuman pemimpin pemerintahan secara tersurat ataupun tersirat. Mereka melibatkan konsep-konsep seperti persetujuan, pertanggungjawaban, pemerintahan konstitusi atau terbatas, perwakilan, aturan mayoritas, hak- hak minoritas, prinsip oposisi politik, kebebasan berfikir, berbicara, pers, dan majelis, persamaan hak, toleransi agama, persamaan hak di depan hukum, pembelaan hak-hak hukum dan ketetapan diri pribadi terhadap sebuah jarak yang besar dalam urusan pribadi. Banyak perwakilan dalam masyarakat dibebani dengan tanggung jawab menanamkan penerimaan pribadi sistem norma-norma. Agen sosialisasi yang terpenting adalah keluarga dan sekolah. Studi ini fokus pada satu aspek proses sosialisasi –pengaruh pendidikan yang lebih tinggi pada penerimaan peserta didik terhadap kepercayaan-kepercayaan politis. Harapan populer adalah bahwa universitas memainkan peranan penting dalam menyesuaikan ulang ide-ide pribadi, adalah bahwa, universitas membuat peka mahasiswa terhadap sebuah cakupan rangsangan-rangsangan intelektual yang lebih luas yang ‘membebaskan’ pandangan politik mereka. Hal semacam ini dapat dibantah, tetapi dapat dikemukakan bahwa universitas menawarkan tantangan yang serius terhadap pandangan-pandangan peserta didik yang tak terjawab sebelumnya yang melekat melalui keluarga dan pengalaman pra-universitas mereka. Pengaruh bebas pendidikan yang lebih tinggi sebagian berdasarkan kajian yang masyhur yang dilakukan olen Bennington pada tahun 1935-1939 oleh Theodore Newcomb. Dengan jelas, Newcomb mengilustrasikan dengan meyakinkan tentang pengaruh kuat dari sebuah fakultas bebas terhadap mahasiswi dari kalangan konservatif, pendapatan yang lebih tinggi, dan berasal dari keluarga beraroma Republikan. Studi tindak lanjut terhadap sampel perilaku selama tahun 1960-an menunjukkan bahwa perubahan dalam perilaku berlangsung lama. Bagaimanapun juga,
  • 6. banyak komentator telah menegaskan bahwa kajian yang dilakukan Newcomb bersifat selektif dan hasilnya kurang umum. Studi lain yang menunjukkan hasil yang berseberangan dan pertanyaaan apakah pengalaman kuliah mempunyai pengaruh terhadap nilai-nilai dasar peserta didik. Secara umum, penelitian sosialisasi politis dalam pendidikan yang lebih tinggi terpisah- pisah dan tidak meyakinkan. Apapun pengaruh pengalaman kuliah dalam perilaku peserta didik, mahasiswa, sebagaimana Phillip Jacob sudah menjelaskannya, adalah ppelopor perubahan etnis dan budaya. Pemahaman perilaku peserta didik adalah demikian penting dalam kajian di tren sosial yang lebih besar. STUDI MASA KINI Studi masa kini menelaah tentang penerimaan norma-norma demokratis diantara mahasiswa di sebuah universitas negara bagian Selatan. Penelitiannya merupakan sebuah perkembangan dari studi yang sama yang dilakukan terhadap populasi yang berbeda oleh Stouffer, Mack, Selvin, dan Hergstrom. Penelitiannya menggunakan indeks baru libertarian dengan ukuran yang sudah revisi oleh Hanan Selvin dan Warren Hagstrom dan diterapkan pada sebuah sampel 894 mahasiswa di Universitas Kalifornia di Berkeley. Ini berhubungan dengan proses penelitian Stouffer dan terhadap studi yang sama yang diadakan di Universitas Wisconsin dan Universitas Barat Laut. Pada bulam Mei tahun 1963, sebuah versi pembaharuan indeks libertarian Selvin- Hagstrom diberikan ke dalam sampel 904 mahasiswa di Universitas Georgia, sebuah universitas Negara bagian yang dianggap mempunyai sisi demokratis yang rendah di Amerika. Sebagaimana kajian yang dilakukan Selvin dan Hagstrom, sampel pilihan bukanlah sebuah sampel probabilitas acak terhadap mahasiswa Georgia. Dari itu, sampel menggambarkan grup utama dalam populasi mahasiswa. Komunitas di fakultas menunjukkan sebuah sub-kultur yang berbeda atau ‘iklim nilai’ dalam masyarakat yang lebih luas. Lebih dari kebanyakan sekolah pribadi, universitas nsegara bagian seperti Universitas Georgia menggambarkan lingkungan geografis dan budaya mereka. Mahasiswa mereka kebanyakan berasal dari daerah pribumi, mereka telah matang dalam pergaulan intelektual dan sosial yang sama. Mereka jarang mengungkapkan dan berani untuk
  • 7. menjelajahi ide-ide di luar kebiasaan mereka di lingkungan pendidikan sekolah. Dan mereka menjangkau universitas dengan berbagi banyak pengalaman budaya yang sama. Pada saat penelitiannya, Georgia mempunyai mahasiswa dibawah 10.000 terutama dari penduduk negara bagian tersebut. Universitas, sebagaimana halnya negara bagian dan wilayah secara keseluruhan, berubah dengan pesat. Jumlah mahasiswanya mengalami peningkatan dan tekanan yang meningkat terhadap pendidikan yang lebih tinggi oleh pemerintah negara bagian, sekolah pasca sarjana yang meluas, dan rekrutmen fakultas yang lebih luas mempengaruhi iklim intelektual sekolah. Masih, atmosfir politis, ketika mencakup spektrum yang besar dari kepercayaan politis, bersifat cukup konservatif dan universitas, meminjam istilahnya Riesman dan Jencks, menyisakan tahapan evolusi yang ‘romantis’, dengan para alumnus ‘pecinta olahraga’, aktivitas sosial yang cukup bagi mahasiswa yang mempunyai minat, dan peluang besar untuk bidang atletik. Ini, lalu, adalah pengaturan pada saat kuisioner diberikan. DUKUNGAN UNTUK NILAI-NILAI LIBERTARIAN Tabel 1 menunjukkan respon tentang persoalan-persoalan libertarian (penganut kebebasan) oleh mahasiswa Georgia dan membandingkan jumlah dukungan mereka dengan respon yang relevan dari kajian Kalifornia Selvin-Hagstrom. Seperti yang diharapakan, dukungan untuk nilai-nilai libertarian diantara mahasiswa Georgia berada di bawah Kalifornia; rata-rata perbedaan per item adalah 12 persen. Kita dapat melihat perbedaan dengan lebih jelas dengan membagi kedua sampel kedalam ‘tinggi’ dan ‘rendah’ respon libertarian. Perbandingannya menyokong mahasiswa Kalifornia, 80 persen kedalam kategori ‘libertarian tinggi’ sebagaimana mahasiswa Georgia yang mempunyai 52 persen. Perbedaan dalam pola dan prioritas kepercayaan demokratis menyokong hasil dalam perbandingan antara tingkatan susunan dua kajian tersebut. Hak-hak pribadi dibagi kedalam dua
  • 8. kategori yakni prosedural dan substanstif (Tabel 2), dan dalam kedua kategori tersebut, jumlah sampel Kalifornia tinggi (61 persen TABLE I Dukungan untuk Norma-norma Demokratis Diantara Mahasiswa Georgia dan Kalifornia Item Respon Libertarian Yang didapat (dalam persen) Ranking Georgia California Georgia California a. Tidak lah terlalu sulit bagi polisi dalam usahanya menangkap para pelaku criminal ketika mereka mempunyai surat perintah untuk mencari sebuah rumah. 80% 84% 1 4 b. Polisi dibenarkan dalam menahan seseorang dengan catatan kriminal yang panjang sampai mereka mempunyai bukti untuk mendakwanya. 77 80 2 5 c. Sirkulasi Koran Rusia dan Cina di negara ini harus dibatasi bagi para pelajar. 75 87 3 1 d. Pemerintah negara bagian harus mempunyai kuasa untuk melewati hukum dan membuatnya illegal terhadap grup etnis dan relijius. 71 85 4 3 e. Adalah hal yang masuk akal untuk mencurigai kesetiaan seorang advokat yang menunjukkan para Komunis terdakwa sebelum Komite Kongres. 65 79 5 6 f. Pemerintah harus mempunyai kuasa untuk melarang grup manapun yang 63 85 6 2
  • 9. tidak setuju dengan bentuk pemerintahan dalam menyelenggarakan pertemuan umum. g. Buku-buku komik kejahatan harus disaring oleh agen pemerintah sebelum dipublikasikan. 51 47 7 10 h. Jika bukti baru ditemukan setelah seseorang dinyatakan bebas dari sebuah kejahatan, ia harus diproses ulang 47 39 8 11 i. Komite legislatif tidak harus menyelidiki kepercayaan politis dari anggota universitas. 35 61 9 7 j. Adalah salah bagi penyelidik pemerintah untuk mengambil gambar orang-orang yang sedang mendengarkan pidato dipojok-jalanan. 29 56 10 9 k. Pemerintah harus memiliki wewenang untuk menyembunyikan berkas-berkas yang berhubungan dengan FBI dari para terdakwa dalam kasus kejahatan, ketika membuka berkas-berkas mungkin menampakkan nama-nama informan rahasia. 28 24 11 12 l. Mantan anggota Partai Komunis yang menolak untuk menunjukkan nama- nama anggota partai yang mereka ketahui tidak boleh diizinkan untuk mengajar di sebuah universitas. 27 60 12 8 X Jumlah Item 54% 66% .. .. N 904 894 .. ..
  • 10. dan 69 persen berturut-turut), dengan dukungan yang lebih kuat yang diberikan terhadap hak-hak yang seseungguhnya. Dalam kajian di Georgia, perbedaannya lebih nyata dan arahnya terbalik. Selvin dan Hagstrom mendemonstrasikan bahwa timbulnya dukungan tertinggi adalah untuk hal- hal yang mewujudkan referensi terhadap kebebasan pers, perkumpulan, dan berbicara. Sejak temuan-temuan ini identik dengan kajian yang sama terhadap mahasiswa di Universitas Wisconsin dan Baratlaut, mereka berhipotesis bahwa hal ini mungkin menunjukkan sebuah tingkatan nilai-nilai universal diantara para mahasiswa. Pokok-pokok tertentu seperti itu menempati urutan ketiga, keenam, dan keempat berturut-turut dalam sampel di Georgia. Mahasiswa Negara bagian utara menunjukkan apresiasi yang lebih besar untuk prosedural daripada untuk hak-hak substanstif. Rata-rata dukungan Georgia untuk hak-hak prosedural kurang lebih sama dengan kajian di Kalifornia, 59 persen terhadap skor 61 persen dalam kategori libertarian tinggi, dan tepat diatasnya, rata-rata mahasiswa Georgia mendukung hak-hak substantif. Dalam dua item prosedural, penangkapan ulang terdakwa yang pernah bebas dan kelayakan membuat berkas-berkas FBI yang tersedia bagi terdakwa, mahasiswa Georgia berada diatas mahasiswa Kalifornia. Dalam satu-satunya hal lain, penyaringan buku komik, yang dilakukan, mahasiswa Georgia juga melakukannya. Mungkin saja penghargaan yang tinggi untuk jaminan-jaminan prosedural tidak terjadi seperti biasanya didalam sebuah masyarakat dimana pencarian hukum merupakan sebuah profesi yang berharga dan dimana para pemberi suara diminta untuk memutuskan terhadap pertanyaan- pertanyaan politis yang menuliskan terminologi legal yang rumit. Perdebatan-perdebatan yang berkenaan dengan hak-hak legal negara bagian dalam serikat kerangka perhimpunan, implikasi dan argumen-argumen tanndingan terhadap keputusan-keputusan Pengadilan Tertinggi, dan ketentuan yang sah dalam regulasi yang berkaitan dengan kuasa para pemegang kepentingan, digabungkan ke dalam sebuah sensitivitas yang tajam kedalam perbedaan tipis dari kata yang tertulis dan terujar dan sebuah rasa hormat yang paten untuk tradisi dan otoritas adalah hal yang konstan di lingkungan politik Baratlaut.
  • 11. TABLE 2 Perbandingan Dukungan Mahasiswa Georgia dan California bagi Hak-hak Prosedural dan Substantif Item Georgia California Hak-hak prosedural 80% 84% 1. Surat perintah polisi 77 80 2. Pendakwaan 65 79 3. Hak untuk menangani Komunis 47 39 4. Penangkapan kembali individu yang sudah bebas 28 24 5. Berkas-berkas FBI yang tersedia untuk terdakwa 59% 61% X Jumlah Item Hak-hak Substantif 1. Melarang sirkulasi koran Komunis 75% 87% 2. Regulasi berpendapat negara bagian 71 85 3. Pemerintah melarang perkumpulan umum 63 85 4. Penyaringan buku komik 51 47 5. Menyelidiki kepercayaan anggota fakultas 35 61 6. Melarang mantan Komunis dalam mengajar 27 60 7. Pemerintah mengambil gambar individu dalam kegiatan pidato 29 56 X Jumlah Item 50% 69% Dalam kesempatan lain seperti di ruang pengadilan, bahasa hukum merupakan bahasa tradisional dalam politik Baratlaut. Tetapi contoh dari respons Georgia tidak sepenuhnya cocok. Mahasiswa Georgia dianggap kurang berminat untuk memberikan perlindungan –prosedural ataupun sebaliknya— kepada orang-orang yang jelas tidak ramah terhadap tingkatan sosial yang tidak dapat dibantah. Jika dekatnya bahaya atau kerasnya ancaman terhadap tingkatan yang tidak dapat dibantah dapat diterima sebagai kondisi stres ganda yang menciptakan tes yang sulit dalam prisip-prinsip demokratis, lalu mahasiswa Georgia berjalan dengan kurang baik. Untuk hak-hak Komunis dalam hal tertentu, bukti-bukti mahasiswa memiliki kurangnya simpati. Hanya 65 persen dari sampel Georgia, dalam perbandingannya 70 persen dengan mahasiswa Kalifornia, tidak setuju dengan pernyataan yang menanyakan kesetiaan sebuah nasihat bagi Komunis yang terdakwa; satu dari empat mahasiswa Georgia akan melarang perpustakaan dalam menghadirkan literatur ‘bawah tanah’; dan hanya 35 persen mahasiswa Georgia, sebagaimana terjadi 65 persen di Kalifornia, akan berselisih dengan hak badan pembuat undang-undang untuk menginvestigasi
  • 12. kepercayaan ideologis anggota sebuah fakultas. Mahasiswa Georgia juga (64 persen) dengan kuat mendukung pandangan bahwa seorang anggota Partai Komunis yang menyesal yang menolak untuk menunjukkan identitas mantan anggota lain harus dilarang dalam kegiatan mengajar. Dengan tegas, mahasiswa Kalifornia (60 persen) tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Dalam poin ini, ada yang lebih baik dari perbedaan rasio 2:1 diantara dua kelompok, dan dalam wilayah komunisme dan subversi umumnya, dan dua pribadi yang berbeda adalah hal yang terpisah secara serius . Penjelasannya mungkin berhubungan dengan budaya Selatan. Lingkungan homogen Selatan secara sosial dan intelektual telah memelihara level toleransi yang sangat rendah terhadap perbedaan, bukan sebuah tipikal dalam masyarakat tradisional. Sebuah ketidakpercayaan akan ketidaklaziman ditambah kurangnya apresiasi yang bersifat teknis yang secara umum kurang berkembang, lalu hak-hak abstrak individu secara filosofis sudah bergabung untuk mendorong masyarakat Selatan sebuah ketidaksabaran akan gagasan-gagasan dan individu-individu (disini Komunis) yang dalam beberapa hal mengancam keberadaan institusi. Ada sebuah ketidakmauan untuk memperluas kepada orang-orang semacam itu dalam usaha melindungi sistem. Kecenderungan ini ditunjukkan dalam sampel Georgia, dan sudah dikomentari oleh yang lain. Stouffer contohnya dalam melaporkan intoleransi tingkat tinggi di Selatan berhubungan dengan seri survey yang lain bahwa identitas Selatan yang mempunyai persentase tertinggi masyarakat dengan sindrom ‘kepribadian otoriter’. Kirsch tidak hanya menemukan kurangnya simpati di Selatan terhadap orang-orang Negro dan Komunis tetapi juga intoleransi umum yang meluas di kalangan Katolik dan Yahudi. Dia percaya bahwa sebuah pengetahuan dan prinsip-prinsip demokratis apresiasi, rendah di bagian Selatan, berhubungan positif dengan sebuah perhatian pada jarak sosial (intoleransi) terhadap orang-orang Negro dan kelompok-kelompok relijius yang menyimpang. Menyangkut hak-hak substanstif lain, contoh respon, meskipun bukan intensitas dukungan, pada persoalannya sama diantara mahasiswa Georgia dan Berkeley. Mahasiswa Selatan lebih cenderung setuju dengan pemerintah untuk menyembunyikan hak memimpin perkumpulan umum dari individu-individu yang tidak setuju dengan bentuk pemerintahan kita, tidak lebih dari sebuah mandat yang kurang jelas untuk membimbing aksi resmi. Secara keseluruhan, mahasiswa Georgia berminat untuk mengizinkan sebuah ujian yang tidak
  • 13. menyenangkan dari otoritas pemerintah dalam membatasi hak-hak individu—sebuah posisi secara teori tidak konsisten dengan perhatian mereka terhadap prinsip politik Jefferson dan aturan keras mereka, jika selektif, setia terhadap perlindungan individu secara hukum. LIBERTARIANISME DAN MATA KULIAH AKADEMIS Adalah hal yang tidak berlebihan untuk mengharapkan bahwa: (1) ada perbedaan- perbedaan tingkatan dukungan dalam norma-norma demokratis oleh mahasiswa dalam disiplin yang beragam, dan (2) bahwa perkembangan perilaku peserta didik selama 4 tahun pertama mereka di fakultas akan dipengaruhi oleh mata kuliah yang mereka paparkan. Beberapa bukti menunjukkan bahwa kepribadian merupakan sebuah variabel penting dalam pemilihan awal mata kuliah. Sebuah seri kajian telah menunjukkan bahwa kemungkinan untuk memisahkan dan membandingkan karakteristik psikologis yang berbeda yang berhubungan dengan peserta didik dalam disiplin yang berbeda-beda.