1. 1
REAKSI SUBSTITUSI NUKLEOFILIK
Oleh
L.G. Dwi Karyani
Jurusan Pendidikan Kimia, FMIPA, UNDIKSHA
Jalan Udayana Singaraja, Bali
Email: dwikaryani30@yahoo.com
Abstract
The objectives of these experiments was (1) to made tertiary butyl chloride from nucleophilic
substitution reaction oftertiary butyl alcohol and hydrochloride acid.The object of these studies was tertiary
butyl alcohol with colorless liquid. The method of these studies was an experiment method with quantitative
analyzing data. The result of these experiments showed that tertiary butyl chloride can be syntesis by
nucleophilic substitution reaction of tertiary butyl alcohol and hydrochloride acid, with the rendeme n
percentage was occurred at 14.39%. The error percentage was 85.60%.
Key words: nucleophilic substitution reaction, tertiary butyl alcohol, tertiary butyl chloride
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk membuat tersier butil klorida dari tertier butil alkohol dan
asam klorida melalui reaksi substitusi nukleofilik dan (2) menghitung rendemen tersier butil klorida yang
diperoleh. Objek penelitian ini adalah sampel cair tidak berwarna dari tersier butil alkohol. Metode penelitian
ini adalah metode eksperimen dengan analisis data kuantitatif. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa tersier
butil klorida dapat disintesis dengan mereaksikan tersier butil alkohol dengan asam klorida melalui reaksi
substitusinukleofilik serta persentase rendemen tersier butil klorida yang diperoleh adalah 14,39%. Persentase
kesalahan yang dilakukan sebesar 85,60%.
Kata kunci: reaksi substitusi nukleofilik, tersier butil alkohol, tersier butil klorida
PENDAHULUAN
Senyawa organik, dapat mengalami
beberapa jenis reaksi kimia. Salah satu jenis reaksi
kimia adalah reaksi substitusi. Reaksi substitusi
merupakan suatu reaksi yang berlangsung karena
pergantian (sustitusi) satu atom atau gugus atom
dalam suatu senyawa oleh atom atau gugus lain.
Jika reaksi subtitusi melibatkan nukleofil maka
reaksi disebut reaksi substitusinukleofilik (Suja &
Nurlita, 2003). Nukleofil adalah spesies yang suka
inti karena bermuatan negatif atau kaya akan
elektron. Umumnya sebuah nukleofil ialah spesi
apa saja yang tertarik ke suatu pusat positif.
Kebanyakan nukleofil adalah anion, namun
beberapa molekul polar yang netral, seperti H2O,
CH3OH dan CH3NH2 dapat juga bertindak sebagai
nukleofil. Terdapat dua macam nukleofil yakni
nukleofil negatif (Nu:-) dan nukleofil netral (Nu:).
Nukleofil negatif merupakan nukleofil yang
memiliki pasangan elektron tidak berikatan dan
bermuatan negatif contohnya adalah ion
hidroksida (OH-), ion halida (R-), karbanion, dan
lainnya. Nukleofil netral adalah nukleofil yang
memiliki pasangan elektron tidak berikatan dan
tidak bermuatan contohnya adalah alkohol
(Fessenden & Fessenden, 1982).
Reaksi substitusi dapat dibedakan menjadi
dua jenis yaitu reaksi subtitusi nukleofilik
bimolekuler (SN2) dan reaksi substitusinukleofilik
unimolekuler (SN1). Reaksi substitusi nukleofilik
unimolekuler (SN1) merupakan reaksi subtitusi
nukleofilik dimana laju reaksinya hanya
tergantung pada konsentrasi substrat dan tidak
tergantung pada konsentrasi nukleofil sehingga
persamaan laju reaksinya dapat ditulis sebagai
berikut (Suja & Nurlita, 2003):
Laju reaksi = k [Substrat]
Pada reaksi SN1 reaksi yang terjadi tidak
serempak melainkan terjadi secara bertahap.
Contoh dari reaksi substitusi nukleofilik
unimolekuler adalah hidrolisis tersier butil
bromida (Fessenden & Fessenden, 1982):
Tahap 1 Pembentukan ion karbonium
(CH3)3C‒Br(aq) → (CH3)3C+‒Br-
(aq) → (CH3)3C+
(aq)
+ Br-
(aq)
Tahap 2 Penyerangan ion karbonium
(CH3)3C+
(aq) + H2O(aq) → (CH3)3C‒O(+)H2(aq) →
(CH3)3C‒OH(aq)
Mekanisme yang dapat digambarkan sebagai
berikut.
Tahap 1 Pembentukan ion karbonium
C
Me
Et
Pr X C
Me
Et
Pr X C
Me
Pr
Et
+ X
2. 2
Tahap 2 Penyerangan ion karbonium
C
Me
Et
Y C
Me
Pr
Et
+ PrY CY
Me
Et
Pr
Gambar 1 dan 2. Mekanisme reaksi SN1
Reaksi substitusi nukleofilik bimolekuler
(SN2) merupakan reaksi substitusi nukleofilik
dimana laju reaksinya dipengaruhi oleh
konsentrasi substrat dan konsentrasi nukleofil
sehingga persamaan laju reaksinya dapat ditulis
sebagai berikut:
Laju reaksi = k [substrat] [nukleofil]
Y + C
H
H
R X C
H
R H
XY C
R
H
HY + X
Gambar 3. Mekanisme Reaksi SN2
Pada reaksi substitusi nukleofilik, ada
beberapa faktor penentu yang memengaruhi reaksi
yakni (1) struktur substrat; (2) sifat nukleofil; (3)
sifat pelarut; (4) sifat gugus pergi. Struktur substrat
(RX) mempengaruhi reaksi substitusiyang terjadi.
RX primer cenderung mengalami reaksi SN2, RX
tersier cenderung mengalami reaksi SN1, dan RX
sekunderdapat mengalami reaksi SN1 dan SN2. Hal
ini disebabkan oleh kerapatan elektron pada atom
karbon yang mengikat gugus pergi. Semakin stabil
ion karbonium yang dihasilkan maka mekanisme
reaksi SN1 semakin dominan. Sifat nukleofil
dimana nukleofil kuat seperti alkoksida dan ion
hidroksida cenderung mengalami reaksi SN2,
sedangkan nukleofil lemah seperti air dan alkohol
cenderung mengalami reaksi SN1. Pelarut yang
memiliki polaritas besar cenderung akan terjadi
reaksi SN1 karena hal ini mempermudah substrat
mengalami ionisasi dan menstabilkan ion yang
dihasilkannya. Sebaliknya apabila polaritas kecil
maka terjadinya ionisasi kecil sehingga dominan
terjadi reaksi SN2.
METODE
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia
Organik jurusan Pendidikan Kimia Undiksha pada
tanggal 15 September 2015, jam 07.30-13.30
WITA.
Alat dan Bahan
Terdapat beberapa alat dan bahan yang
perlu disiapkan dalam penelitian ini. Alat yang
digunakan antara lain gelas ukur, tabung reaksi,
erlenmeyer, gelas kimia, pipet gondok, filler,
corong pisah, pipet tetes, pemanas, satu set alat
destilasi, cawan porselen, penjepit kayu, statif,
klem, corong, batang pengaduk serta termometer.
Bahan-bahan yang diperlukan dalam
penelitian ini adalah asam klorida pekat, tersier
butil alkohol, aquades,larutan natrium bikarbonat,
CuSO4 anhidrous serta kertas saring.
Prosedur
Metode dari penelitian ini adalah metode
eksperimen dengan analisis data secara kuantitatif.
Prosedurnya adalah sebagai berikut :
Gambar 4. HCl pekat didinginkan
Pertama, 15 mL reagen asam klorida pekat
didinginkan dalam penangas es, lalu dimasukkan
ke dalam corong pisah. Kemudian 5 mL tersier
butil alkohol ditambahkan juga ke dalam corong
pisah secara perlahan-lahan sambil dikocok.
Setelah semua tersier butil alkohol habis
ditambahkan, pengocokan dilanjutkan selama
kurang lebih 20 menit. Campuran tersebut
didiamkan sampai terbentuk dua lapisan yang
terpisah. Lapisan bawah tersebut merupakan asam
klorida sisa dan lapisan atas merupakan tersier
butil klorida. Lapisan bawah dipisahkan dengan
cara mengalirkannya ke dalam gelas kimia. Lalu
lapisan atas dicuci dengan 5 mL aquades,
kemudian dicuci lagi dengan 10 mL larutan
natrium bikarbonat. Setelah pencucian, produk
dikeringkan dengan penambahan zat anhidrous
yaitu CuSO4 anhidrous. Saring produk tersebut
kemudian didestilasi antara suhu 49-520C. Destilat
tersebut merupakan tersier butil klorida dengan
indeks bias 1,386.
HASIL PENGAMATAN DAN
PEMBAHASAN
Reaksi substitusi nukleofilik pada
praktikum ini merupakan reaksi substitusi
nukleofilik unimolekuler (SN1). Hal ini disebabkan
oleh struktur tersier yang dimiliki tersier butil
alkohol sehingga dapat menyebabkan adanya
rintangan sterik yang besar sehingga tidak
dimungkinkan untuk mengalami reaksi SN2.
Pereaksi yang digunakan dalam reaksi ini adalah
tertier butil alkohol atau tertier butanol yang
berupa larutan tidak berwarna. Pereaksi ini
digunakan karena dapat membentuk ion
karbonium yang kurang stabil akibat terlepasnya
gugus hidroksi membentuk H2O. Karena kurang
stabilnya ion karbanium, ion ini mudah diserang
oleh nukleofil Cl- dan menghasilkan tersier butil
klorida. Pelarut yang digunakan adalah larutan
HCl pekat yang tidak berwarna karena HCl
memiliki polaritas besar yang mempermudah
substrat untuk mengalami ionisasi dan
menstabilkan ion yang dihasilkan. Sebelum
HCl
Pekat
Es
3. 3
digunakan, larutan HCl pekat harus didinginkan
terlebih dahulu yang bertujuan untuk mencegah
suhu reaksi yang terlalu tinggi karena reaksi antara
tersier butil alkohol dan HCl merupakan reaksi
eksoterm yang menghasilkan panas dan
menimbulkan tekanan besar (Fessenden &
Fessenden, 1982).
Penambahan tersier butil alkohol
dilakukan sedikit demi sedikit ke dalam larutan
HCl pekat yang disertai dengan pengocokan. Hal
ini disebabkan oleh karena reaksi antara tersier
butil alkohol dengan larutan HCl pekat
berlangsung sangat lambat. Dalam proses
pengocokan, keran corong pisah harus dibuka
sesekali agar gas yang dihasilkan dapat
dikeluarkan ke lingkungan sehingga sistem tidak
panas dan tidak menimbulkan letupan akibat
tekanan gas yang terlalu besar. Reaksi yang terjadi
antara tersier butil alkohol dengan HCl pekat
adalah sebagai berikut:
(CH3)3COH(aq) + HCl(aq) → (CH3)3CCl(aq) + H2O(aq)
Gambar 5. Proses pengocokan campuran t-
butanol dan HCl pekat
Setelah dikocok selama 20 menit, larutan
didiamkan hingga terlihat jelas terjadinya dua
lapisan yaitu lapisan atas yang merupakan tersier
butil klorida dengan massa jenis 0,84 gr/cm3 dan
lapisan bawah merupakan larutan HCl pekat
berlebih yang tidak bereaksi dengan tersier butil
alkohol dengan massa jenis 1,231 gr/cm3.
Gambar 6. Dua lapisan yang terbentuk setelah
campuran didiamkan
Mekanisme pembentukan tersier butil klorida
terjadi dalam dua tahapan, yaitu tahap
pembentukan ion karbonium dan penyerangan ion
karbonium oleh nukleofil. Pada tahap pertama,
tersier butil alkohol bereaksi dengan H+ akibat
adanya pasangan elektron bebas pada atomO yang
menyerang H+. Pembentukan ion karbonium
tersier ini diikuti dengan pelepasan molekul air
(H2O). Tahap selanjutnya adalah nukleofil yang
dalam hal ini adalah Cl:- menyerang ion
karbonium sehingga terbentuk hasil reaksi yakni
tertier butil klorida.
Mekanisme reaksi yang terjadi selama
proses pembentukan tertier butil klorida adalah
sebagai berikut.
C
O
H3C CH3
CH3
H
C
O
H3C
CH3
CH3
HH
Cl
C
O
H3C
CH3
CH3
HH
-H2O
CH3C
CH3
CH3
Cl
CH3C
CH3
CH3
Cl
H
Gambar 7. Mekanisme reaksi SN1
Lapisan bawah (HCl sisa) yang tidak berwarna
kemudian dipisahkan dengan produk.
Gambar 8. Proses pemisahan lapisan bawah
yang merupakan HCl sisa tidak berwarna
Lapisan tersier butil klorida yang
diperoleh belum murni, masih terdapat kandungan
air dan larutan HCl pekat yang teroklusi dalam
molekul tersier butil klorida. Untuk
menghilangkan kandungan HCl pekat, dilakukan
pencucian dengan aquades dan dengan larutan
natrium bikarbonat. Pencucian dengan air
menyebabkan terbentuknya dua fasa. Lapisan atas
yang tidak berwarna yang merupakan tersier butil
klorida dan lapisan bawah yang tidak berwarna
merupakan air.
Pencucian dengan natrium bikarbonat
menghasilkan dua fasa yaitu lapisan atas yang
keruh yang merupakan t-butil klorida dan lapisan
bawah yang tidak berwarna yang merupakan
natrium bikarbonat. Natrium bikarbonat
merupakan garam yang berasal dari basa kuat,
sehingga dapat bereaksi dengan sisa-sisa HCl.
Adapun reaksinya sebagai berikut:
NaHCO3(aq) + HCl(aq) → NaCl(aq) + H2O(l) + CO2 (g)
Zat anhidrous yang digunakan dalam pratikum ini
adalah CuSO4. Anhidrous digunakan untuk
menghilangkan kadar air yang terdapat di dalam t-
butil klorida. Padatan CuSO4 digunakan karena
kandungan air dalam padatan tersebut mudah
untuk diamati. Padatan CuSO4 yang tidak
mengandung air berwarna putih. Jika padatan
CuSO4 menyerap air, maka warna padatannya
akan berubah menjadi biru. Ketika produk
ditambahkan dengan padatan CuSO4, warna
padatan CuSO4 berubah menjadi biru yang
mengindikasikan masih terdapat kandungan air
Campuran
t-butanol
dan HCl
pekat
t-butil
klorida
HCl
HCl
sisa
produk
4. 4
dalam produk tersebut. Produk ditambahkan
dengan padatan CuSO4 sampai padatan CuSO4
tidak berubah warna lagi menjadi biru.
Selanjutnya produk dipisahkan dengan zat
anhidrous tadi dengan penyaringan. Volume
produk t-butil klorida yang diperoleh adalah 12
mL.
Gambar 9. Zat anhidrous setelah ditambahkan ke
dalam produk menjadi biru yang
mengindikasikan masih terdapat air dalam produk
Destilasi sederhana merupakan salah satu
metode pemisahan berdasarkan perbedaan titik
didih komponen-komponen dalam suatu
campuran. Produk t-butil klorida yang dihasilkan,
didestilasi untuk menghasilkan t-butil klorida
murni pada temperatur 49-520C. Produk t-butil
klorida 12 mL tersebut di destilasi di mana suhu
awalnya yaitu 28 0C, suhu awal menetes yaitu
450C, dan dicapai suhu konstan yaitu 490C,
sehingga filtrat hasil destilasi di dapatkan
sebanyak 0,84 mL.
Gambar 10. Destilasi untuk mendapatkan filtrat
Berdasarkan data hasil pengamatan diatas dapat
dihitung total rendemen yang diperoleh:
Volume tersier butil alkohol = 5 mL
ρ =
massa
V
0,78 g mL⁄ =
massa
5 mL
massa = 3,9 gram
Mol dari tersier butil alkohol adalah sebagai
berikut:
mol =
massa
Mr
mol =
3,9 gram
74 g mol⁄
mol = 0,053 mol
Sesuai dengan persamaan reaksi:
(CH3)3COH(aq) + HCl(aq) → (CH3)3CCl(aq) + H2O(aq)
maka mol tersier butil alkohol = mol tersier butil
klorida = 0,053 mol
Jadi massa tersier butil klorida adalah:
massa = mol × Mr
massa = 0,053 mol × 92,5g mol⁄
massa = 4,9025 gram
Volume tersier butil klorida secara
teoritis adalah sebagai berikut:
ρ =
massa
V
0,84g mL⁄ =
4,9025 g
V
V = 5,836 mL
Volume tersier butil klorida hasil percobaan
adalah 0,84 mL. Jadi persen rendemennya adalah:
%rendemen =
V hasil percobaan
V secara teoritis
× 100%
%rendemen =
0,84 mL
5,836 mL
× 100%
% rendemen = 14,39 %
Berdasarkan hal tersebut dapat dihitung persen
kesalahan yaitu:
%kesalahan =
V teoritis − V percobaan
V teoritis
× 100%
%kesalahan =
5,836 mL − 0,84 mL
5,836 mL
× 100%
% kesalahan = 85,60 %
Kesalahan yang diperoleh cukup besar. Hal
ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain; (1)
Proses pendinginan larutan HCl yang dilakukan
kurang sempurna. Larutan HCl masih
mengeluarkan gas sehingga volume dari HCl yang
akan digunakan untukbereaksi dengan tersierbutil
alkohol berkurang, (2) proses pengocokan larutan
HCl dengan tersier butil alkohol belum optimal
sehingga tumbukan yang terjadi belum sempurna,
(3) proses pemisahan lapisan pada corong pisah
yang dilakukan kurang baik sehingga
menyebabkan tersier butil klorida yang terbentuk
belum memisah secara sempurna dengan larutan
HCl pekat sisa, (4) proses pemisahan lapisan atas
dan bawah pada saat pencucian dengan air dan
pencucian dengan NaHCO3 belum teliti sehingga
diperkirakan beberapa tertier butil klorida ikut
keluar.
KESIMPULAN
Tersier butil klorida dapat diperoleh
melalui reaksi substitusi nukleofilik tersier butil
alkohol dan asam klorida dengan persentase
rendemen 14,39% serta persentase kesalahan
sebesar 85,60%.
Sekian artikel yang dapat saya buat, apabila
terdapat kesalahan yang tidak disengaja saya
mohon maaf dan terimakasih.
Zat
anhidrous
Destilat
Destilasi
5. 5
DAFTAR PUSTAKA
Frieda Nurlita & I Wayan Suja. 2004. Buku Ajar
PraktikumKimia Organik. Singaraja: IKIP
Negeri Singaraja
Fessenden, R., & Fessenden, J. 1982. Kimia
Organik Jilid I. Jakarta: Erlangga
Frieda Nurlita & I Wayan Suja. 2003. Buku Ajar
Kimia Organik Lanjut. Singaraja: IKIP
Negeri Singaraja