Buku Publikasi Efektif di Internet _ Panduan Khusus untuk Calon ataupun Anggo...
Modus kristenisasi yang terus berulang; dipacari, dizinahi, dimurtadkan
1. 1/2/2014
Modus Kristenisasi yang terus berulang; dipacari, dizinahi, dimurtadkan – Arrahmah.com
Modus Kristenisasi yang terus berulang;
dipacari, dizinahi, dimurtadkan
A. Z. Muttaqin - Sabtu, 30 Rabiul Awwal 1435 H / 1 Februari 2014 13:37
(Arrahmah.com) - Sebuah majalah Islam beberapa tahun lalu, pernah muncul dengan cover berjudul
“Modus: Dipacari, dihamili, dimurtadkan. Modus pemurtadan itu bukan cerita isapan jempol, tapi fakta
yang tengah dialami dalam masyarakat Islam Indonesia. Inilah modus pemurtadan, upaya kelompok
Kristen mengeluarkan seorang Muslim/Muslimah dari agamanya melalui proses pernikahan.
Dahulu, pada 1970-an seorang menteri Orde Baru harus mengalami hal pahit setelah anak
perempuannya dipacari dan dihamili oleh seorang pemuda Kristen. Saking cintanya dan takut anak
yang dikandungnya tak berayah, sang anak rela ‘dinikahi’ dengan syarat murtad dari Islam.
Jadi, perempuan Islam itu terpaksa “menikah” karena sudah hamil atau keperawanannya sudah
terlanjur hilang sehingga “cinta mati” berhasil mengeluarkannya dari akidah Islam—karena sang pria
memasang syarat harus berpindah keyakinan jika ingin “dinikahi”.
Begitulah, wanita yang telah dipacari dan dihamili, akhirnya lebih memilih menggadaikan akidahnya,
pindah pada keyakinan sang suami.
Modus lainnya, ini juga sering terjadi, pria kafir itu pura-pura masuk Islam supaya bisa “menikahi”
wanita Muslim. Setelah berhasil, dia kembali ke keyakinannya semula, dan mengajak perempuan yang
“dinikahi”nya untuk masuk pada keyakinannya alias murtad dari Islam. Dan, anak-anaknya pun
otomatis menganut keyakinan kafir orangtuanya.
Dua modus ini banyak terjadi di tengah masyarakat kita. Karena itu, para orang tua sudah semestinya
menjaga anak-anak perempuan mereka. Para perempuan Muslim sudah seharusnya menjaga diri dan
kehormatan mereka dari jebakan dan modus semacam ini—kecuali bagi mereka yang memang tak
peduli dengan ke-Islam-an mereka, bahkan menganggap ini adalah masalah pribadi, demi “cinta
buta”nya itu.
Sangat disayangkan, jika ada orang tua yang akhirnya pasrah melihat kenyataan anak perempuannya
dimurtadkan oleh pria kafir. Meski menentang, tetapi terkadang orang tua tak melakukan tindakan
apa-apa. Padahal anak perempuan yang mestinya masih menjadi hak dan kewajibannya untuk
menjaga dan melindunginya, termasuk sang ayah yang paling berhak menikahkannya sebagai wali
sah, namun kenyataannya hanya bisa pasrah anaknya dibawa kabur dan “dinikahi” sang pria kafir
tanpa persetujuannya. Seharusnya orang tua bisa menuntut dan melaporkan pria kafir yang membawa
http://m.arrahmah.com/news/2014/02/01/modus-kristenisasi-yang-terus-berulang-dipacari-dizinahi-dimurtadkan.html
1/3
2. 1/2/2014
Modus Kristenisasi yang terus berulang; dipacari, dizinahi, dimurtadkan – Arrahmah.com
anaknya tanpa izin dan persetujuannya.
Tetapi, anehnya, ini yang banyak terjadi pada orang tua yang anak perempuannya dimurtadkan dan
“dinikahi”. Kasus geger seorang pemain sinetron yang diberitakan murtad, mengikuti keyakinan si pria
yang semula “menikahi”nya dan berpura-pura masuk Islam, lalu “pernikahan”nya dibatalkan oleh
pengadilan agama—karena dianggap tak pernah ada pernikahan akibat dusta sang pria—tapi setelah
itu mereka “menkah” lagi di luar negeri tanpa persetujuan orang tua perempuan, dan sang anak pun
murtad.
Lantas, apa kata ayah perempuan tersebut? Ia cuma mengatakan, kalau anaknya dan pria itu
menemuinya pasti dia tolak pria itu, tetapi sang anak tetap ia terima, meskipun ia sudah pindah
keyakinan. “Itu hak dia, mungkin itu yang terbaik buat dia. Dia tetap anak saya pasti tetap saya terima.
Kecuali dia bunuh orang atau narkoba,” kata sang ayah (detikcom, 28/1/2014).
Inilah pernyataan orang tua yang kalah dan salah. Dia justru mengatakan, anaknya yang murtad itu
tetap anaknya, karena itu hak dia pindah keyakinan dan mungkin yang terbaik buat dia. Lebih aneh
lagi, sang orang tua masih bisa menerima kemurtadan anaknya, masih menerima sebagai anak,
kecuali kalau membunuh dan terjerat narkoba. Jadi, keyakinan (akidah) Islam lebih rendah nilainya
ketimbang jika sang anak membunuh dan mengonsumsi narkoba? Artinya, sang ayah lebih memilih
anaknya murtad dibanding terjerat narkoba. Begitu murahnya harga sebuah keyakinan, akidah Islam,
dibandingkan dengan narkoba atau tindakan kejahatan lainnya.
Dalam Islam, hubungan pertalian ayah, anak dan istri itu putus, karena kekufuran—meski dalam
hubungan sosial boleh saja berlangsung. Dan, hukum waris pun otomatis tak berlaku karena
perbedaan keyakinan ini.
Adalah Nabi Nuh ‘alahissalam yang tak mengakui istri dan anaknya karena membangkang dan kufur
terhadap Allah. Begitu pula Nabi Luth yang istrinya ingkar dan melawan yang diperintahkan
kepadanya. Dan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam menyatakan berlepas diri dari sang ayah yang tidak mau
mengkuti perintah Allah ke jalan lurus (Islam). Karena, tak ada ikatan persaudaraan jika berbeda
akidah.
Begitulah. Apa yang terjadi di tengah masyarakat kita sangat jauh berbeda dengan yang dicontohkan
oleh para Nabi tersebut. Anehnya lagi, ini juga yang tejadi di tengah masyarakat Islam, sudah jelasjelas anak perempuannya dibawa kabur dan “dinikahi” tanpa izin dan persetujuannya, tapi masih
berlapang dada dengan tidak mengusut, tidak menindak dan tak melaporkan si pria yang membawa
kabur anaknya tersebut. Bagaimana pertanggungjawabannya di akhirat kelak? Ironis!
Maka, kasus Asmirandah dapat dijadikan pelajaran untuk mengingatkan para remaja dan orang tua
Muslim. Di tengah fokus bahaya Syiah, Zionis, Komunis, Sekulerisme, Pluralisme dan Liberalisme,
jangan lupakan pula banyaknya kasus-kasus pemurtadan yang menimpa umat. Maka kita perlu
ucapkan “terimakasih” kepada Asmirandah yang telah “mengingatkan” kita untuk tetap peduli pada
kasus-kasus pemurtadan yang terus mengintai umat.
Akhirnya untuk kaum Muslimin marilah kita perhatikan firman Allah Ta’ala di dalam Al Quran untuk kita
terapkan sebagai dalil dan pengetahuan mana pernikahan yang halal dan mana yang haram.
http://m.arrahmah.com/news/2014/02/01/modus-kristenisasi-yang-terus-berulang-dipacari-dizinahi-dimurtadkan.html
2/3
3. 1/2/2014
Modus Kristenisasi yang terus berulang; dipacari, dizinahi, dimurtadkan – Arrahmah.com
Wahai kaum Mukmin, janganlah kalian menikahi perempuan-perempuan
musyrik kecuali mereka telah beriman. Budak perempuan Mukmin sungguh lebih baik daripada
perempuan musyrik, sekalipun perempuan musyrik itu menyenangkan hati kalian. Janganlah
kalian menikahkan perempuan-perempuan Mukmin dengan laki-laki musyrik sampai mereka
beriman. Budak laki-laki Mukmin sungguh lebih baik daripada seorang laki-laki musyrik, sekalipun
laki-laki musyrik menyenangkan hati kalian. Orang-orang musyrik mengajak kalian berbuat dosa,
sedangkan Allah mengajak kalian beramal shalih dan mendapatkan pengampunan-Nya dengan
petunjuk-Nya. Allah telah menjelaskan dengan rinci syariat-Nya kepada manusia, supaya mereka
mengetahui perbedaan pernikahan yang halal dan yang haram. (QS al-Baqarah [2]: 221).
(azm/isa/salamonline/arrahmah.com)
http://m.arrahmah.com/news/2014/02/01/modus-kristenisasi-yang-terus-berulang-dipacari-dizinahi-dimurtadkan.html
3/3