1. Strategi Revitalisasi Angkutan Umum
Reformasi industri layanan angkutan bus perkotaan:
Struktur industri, perencanaan, regulasi dan kelembagaan
Richard Meakin
Legal and Institutional Specialist
2. Tantangan
•Penggunaan bis yang merosot, meningkatnya
penggunaan mobil pribadi dan sepeda motor
•Kemacetan mempengaruhi layanan bus – lingkaran setan
•Pembatasan kendaraan pribadi tidak layak secara politis
sebelum angkutan umum bisa menyediakan layanan
yang layak
•Menghindari subsidi yang meroket: layanan bus harus:
– Demand-responsive
– Efisien
– Value for money
•Konsolidasi industri angkutan bus adalah rumit:
– Banyak stakeholder
– Sudah mengakar
– Equilibrium biaya rendah / kualitas rendah
3. Halangan utama reformasi industri angkutan
bus
Sistem saat ini Sistem yang diusulkan
Ijin trayek & kartu pengawasan. Berulang,
tidak ada kewajiban layanan
Kontrak berjangka waktu terbatas
dengan standar kinerja
Armada dimiliki perseorangan, dikelola
dalam koperasi
Tidak ada kewajiban layanan
Armada dimiliki perusahaan
Sistem sewa setoran harian Sopir dipekerjakan, digaji
Tarif flat Tarif berdasar jarak, layanan berkualitas
4. Kesempatan
• Bus (non-BRT) di Jakarta saat ini bersifat cost recovery dari tarif
Pertahankan kondisi ini
• Operasi komersial dan kewajiban untuk cost recovery akan
mendorong disiplin finansial dan sensitifitas terhadap pasar bagi
perencana, operator, dan regulator
• BRT dan MRT akan mengadopsi electronic ticketing
– Ini akan memungkinkan tingkat tarif yang fleksibel, koleksi data, pengamanan
pendapatan, serta kemudahan bagi penumpang
Promosikan suatu tiket bersama
• Tingkat penggunaan MRT akan sangat bergantung pada integrasi
• Kontrak yang di-tender akan mendorong kompetisi dan demand-
responsiveness
• Operasi oleh perusahaan-perusahaan akan:
– Memobilisasi insentif pasar, keahlian manajemen, modal
– Memungkinkan subsidi-silang secara internal
– Memungkinkan adanya standar kinerja
– Mengkonsolidasikan industri bus ke dalam sejumlah klien yang dapat dikelola
5. Persyaratan keberhasilan manajemen
angkutan bus perkotaan
1. Kebijakan yang koheren dan progresif, dengan sasaran
dan kerangka waktu yang jelas
2. Struktur industri yang dapat dikelola
3. Kerangka kerja regulasi yang tepat (perundangan,
peraturan, standard dll.)
4. Suatu lembaga yang mampu memonitor,
merencanakan dan meregulasi
8. Mengapa Perlu Menyusun Rancangan
Kebijakan?
• Mendorong pendekatan yang formal, rasional dan komprehensif
• Rancangan kebijakan yang baik memungkinkan pendekatan yang
progresif (bertahap) dan jangka panjang
• Memberitahuan kepada stakeholders dan masyarakat mengenai
kebijakan pemerintah dan memberikan konsultasi yang terfokus
• Masalah yang sulit, memerlukan dukungan dan kesepakatan masyarakat
• Menuntun proses pengambilan keputusan sehari-hari
• Menghindari cara kerja jangka pendek dan asal jalan
• Kinerja pemerintah yang dapat diukur terhadap kebijakannya
• Meningkatkan kepercayaan investor
• Dapat mengembangkan strategi umum untuk berbagai kota (mutual
learning)
• Menyediakan landasan bagi undang-undang transport
9. Kebijakan Transportasi Walikota London 2009
Fast Forward
Copenhagen 2003
Draft for Consultation
Contoh Kajian Kebijakan
Transportasi Perkotaan
10. Apa Jakarta memiliki kebijakan transportasi?
Tidak ada kajian kebijakan yang spesifik
Kebijakan dapat diturunkan dari berbagai sumber:
Publikasi pemerintah:
• Pola Transportasi Makro (PTM) 2007 – suatu rencana infrastruktur transportasi
• Grand Design draft 2010 – prinsip pengelolaan, (tidak dipublikasikan)
Studi konsultan:
• JAPTraPIS* 2012 suatu masterplan transportai, mendorong konsolidasi industri angkutan bus
Peraturan perundangan:
• UU no 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
• Perda DKI tahun 2013 tentang Transportasi
Aksi dan pernyataan kementerian
Kebijakan transportasi Jakarta tidak koheren dan progresif
Masih memuat langkah-langkah jangka pendek, ad hoc, dan terburu-buru
Perundangan cenderung mendahului kebijakan, sebagian besar operasi angkutan saat ini
ilegal
* Jabodetabek Public Transport Policy Implementation Strategy’ (Japtrapis)
12. Industri angkutan saat ini terlalu
terfragmentasi dan sulit dikelola – harus
konsolidasi
14,000 angkot
2,200 bus sedang
1,600 bus besar
•Masing-masing kendaraan berijin terpisah dengan ijin
trayek dan kartu pengawasan – tidak ada kewajiban
layanan
•Setiap kendaraan dengan sistem setoran adalah suatu
bisnis tersendiri, harus menutup biaya setiap harinya
•Koperasi hanya berperan sebagai perantara
•Regulasi liar mengisi kevakuman regulasi sebenarnya
•Setoran memisahkan sopir dari pemilik
•Tidak ada yang bertanggung jawab atas layanan
14. Beberapa prinsip regulasi
•Insentif bagi operator harus sejalan dengan sasaran
kebijakan, misal: memaksimalkan ridership, merespon demand
•Kompetisi adalah insentif paling efektif
•Pertanggungjawaban operator atas layanan harus jelas
•Beberapa fungsi harus dibiarkan pada operator, misal:
perubahan minor atas tarif atau rute
•Pemisahan hubungan antara pendapatan dan biaya (misal
skema bayar per km) memerlukan manajemen yang kompleks,
pertanggungjawaban finansial, dan cenderung mengarah pada
resiko peningkatan subsidi yang besar
15. Menciptakan Kondisi yang Menarik Investasi
Swasta
•Kontrak harus menarik operator perusahaan komersial,
dengan sumberdaya finansial dan keahlian manajerial
yang cukup
•Pemerintah harus meminimalkan resiko usaha:
– Resiko persaingan tidak sehat (biaya rendah, kualitas rendah,
tidak ada kewajiban layanan) dari angkot, angkutan tanpa ijin,
dan bus pemerintah.
– Resiko hambatan menaikkan tarif karena alasan-alasan sosial-
politis sedangkan biaya terus meningkat.
– Resiko dimana kemacetan mengurangi efisiensi dan produktivitas
layanan bus
– Resiko menetapkan kewajiban layanan yang tidak
menguntungkan
– Resiko investasi awal yang besar (contoh: pembangunan depo)
• Kondisi kontrak harus menjamin cost-recovery pada masa
akhir kontrak.
16. Pratek terbaik dalam kontrak komersial
•Minimum kontrak – satu trayek. Bisa merupakan jaringan area
•Perusahaan swasta dengan sumber daya dan kemampuan
manajerial
•Beroperasi di bawah kontrak tahun-jamak dengan jangka
tetap
•Kewajiban layanan disertai sanksi
•Kompetisi untuk mendapatkan kontrak
•Insentif pasar, beberapa kebebasan komersial
•Cost recovery, tanpa subsidi operasional
•Tarif mencerminkan pasar dan biaya
17. Undang-Undang mendukung reformasi
Undang-Undang 22 tahun 2009:
•Mendorong ‘persaingan sehat’ (198)
•Trayek utama harus dilayani dengan bus besar (158)
•Bus kecil tidak beroperasi paralel dengan bus besar (158)
•Ijin operasi dapat berupa kontrak berjangka waktu tetap, atau
mencakup suatu wilayah (174)
•Kontrak diberikan melalui ‘lelang’ kompetitif (174)
•Angkutan umum dalam trayek tidak boleh dioperasikan oleh
individu (139)
•Tarif angkutan non-ekonomi ditetapkan operator (185)
•Angkutan non-ekonomi tidak disubsidi (185)
•Seluruh operator angkutan umum harus menurut standar
pelayanan minimum, yang akan dijelaskan lebih lanjut (198)
•Tidak ada peraturan kementerian baru dibawah undang-
undang ini
18. •Tidak menjabarkan reformasi yang telah dimuat UU/22/2009
•Banyak hal diserahkan dalam Peraturan Gubernur
•Mungkin memberikan subsidi (tidak sesuai dengan UU/22/2009)
•Trayek atau trayek wilayah bisa diberikan melalui ‘seleksi’ atau
tender, tetapi ijin taryek 5-tahunan dan kartu pengawasan 1-
tahunan tetap ada (97–106)
•Operator menyerahkan laporan kinerja bulanan (102)
•Usia maksimum bus 7-10 tahun (51). Emisi Euro 2 (54).
•Bus kecil diganti dengan bus besar ketika usianya habis (52)
•Pemerintah DKI ‘memonitor dan mengevaluasi’ seluruh trayek
setiap tahunnya (112)
•Kepala Dishub harus mengevaluasi kinerja sistem angkutan umum
setiap tahunnya (205)
Perda DKI tentang Transportasi 2013 –
Kesempatan yang terlewatkan?
20. Peran kunci lembaga
• Mengelola proses reformasi
• Merencanakan
– Siklus perencanaan 5 tahunan untuk jaringan, layanan, dan keuangan
– Koordinasi dengan lembaga pemerintah lainnya (keuangan, tata ruang,
infrastruktur, polisi dll.)
– Merancang kebijakan dan strategi transportasi
• Memonitor
– Memonitor kinerja sistem angkutan umum dan seluruh operator terhadap
demand, keterjangkauan, dan sasaran kebijakan
– Memperkenalkan langkah-langkah untuk mengatasi kekurangan dalam
rencana tahunan
• Meregulasi
– Menyediakan layanan angkutan dengan kontrak
– Mengambil langkah untuk mengatasi kekurangan, meningkatkan kinerja
– Menjaga keseimbangan antara supply/demand, serta
revenue/cost/affordability
21. • Didirikan dan didefinisikan oleh peraturan-
perundangan
• Dijalankan oleh dewan yang ditunjuk
• Sasaran jelas
• Bertanggung jawab atas kinerja
• Memiliki otonomi, dalam batasan hukum:
- Pendapatan dan belanja
- Tenaga kerja dan kondisi
- Operasi
Ciri-ciri suatu otoritas transportasi
22. • Menyediakan layanan angkutan umum dengan prosedur formal yang
transparan dan kompetitif
• Mengkoordinasikan dan mengintegrasikan beberapa moda transportasi.
Misal mengelola mode share antara bus dan kereta.
• Mengkoordinasikan strategi transportasi dan pengelolaan finansial
antara pemerintah daerah
• Menyediakan pertanggungjawaban atas subsidi secara politik
menggunakan uang rakyat
• Mengkonsentrasikan sumber daya, keahlian, dan dana yang terbatas
• Mengurangi kesempatan campur tangan politis secara langsung dalam
penyediaan layanan
• Memfokuskan perhatian kebijakan dan pendanaan bagi angkutan
perkotaan
• Mengkoordinasikan program-program dari berbagai lembaga yang
bertanggung jawab atas aspek-aspek yang berbeda dari angkutan
perkotaan
• Terkadang dalam kondisi ada proyek donor, mengelola dana, serta
memastikan pengawasan dan pertanggungjawaban
Fungsi otoritas angkutan umum
metropolitan
23. Langkah-langkah dalam transisi menuju
Otoritas Transportasi Jabodetabek
– Merencanakan, memonitor, meregulasi
– Mengelola konsolidasi dan reformasi industri transportasi
Fase 2 – menciptakan suatu Otoritas Transportasi DKI
menggunakan Bidang Angkutan Darat Dishub yang telah
diperkuat kapabilitasnya
Fase 3 – memperluas cakupan kerja Otoritas Transportasi
untuk mencakup Jabodetabek
Fase 1 – penguatan kapabilitas Dishub:
Notas del editor
1. Kebijakan yang terarah, tujuan dan strategi pencapaian yang realistis → mengembangkan angkutan bis
2. Struktur industri yang patuh terhadap peraturan dan mampu menyediakan layanan yang reponsif terhadap permintaan.
Ada 4 jenis struktur industri: monopoli, oligopoli, campuran operator umum/swasta besar/kecil, dan berbagai operator perorangan swasta
3. Kerangka perencanaan dan peraturan yang mampu mencapai tujuan-tujuan kebijakan
4. Perencanaa dan regulator yang handal
1. Kebijakan yang terarah, tujuan dan strategi pencapaian yang realistis → mengembangkan angkutan bis
2. Struktur industri yang patuh terhadap peraturan dan mampu menyediakan layanan yang reponsif terhadap permintaan.
Ada 4 jenis struktur industri: monopoli, oligopoli, campuran operator umum/swasta besar/kecil, dan berbagai operator perorangan swasta
3. Kerangka perencanaan dan peraturan yang mampu mencapai tujuan-tujuan kebijakan
4. Perencanaa dan regulator yang handal
1. Kebijakan yang terarah, tujuan dan strategi pencapaian yang realistis → mengembangkan angkutan bis
2. Struktur industri yang patuh terhadap peraturan dan mampu menyediakan layanan yang reponsif terhadap permintaan.
Ada 4 jenis struktur industri: monopoli, oligopoli, campuran operator umum/swasta besar/kecil, dan berbagai operator perorangan swasta
3. Kerangka perencanaan dan peraturan yang mampu mencapai tujuan-tujuan kebijakan
4. Perencanaa dan regulator yang handal
1. Kebijakan yang terarah, tujuan dan strategi pencapaian yang realistis → mengembangkan angkutan bis
2. Struktur industri yang patuh terhadap peraturan dan mampu menyediakan layanan yang reponsif terhadap permintaan.
Ada 4 jenis struktur industri: monopoli, oligopoli, campuran operator umum/swasta besar/kecil, dan berbagai operator perorangan swasta
3. Kerangka perencanaan dan peraturan yang mampu mencapai tujuan-tujuan kebijakan
4. Perencanaa dan regulator yang handal
1. Kebijakan yang terarah, tujuan dan strategi pencapaian yang realistis → mengembangkan angkutan bis
2. Struktur industri yang patuh terhadap peraturan dan mampu menyediakan layanan yang reponsif terhadap permintaan.
Ada 4 jenis struktur industri: monopoli, oligopoli, campuran operator umum/swasta besar/kecil, dan berbagai operator perorangan swasta
3. Kerangka perencanaan dan peraturan yang mampu mencapai tujuan-tujuan kebijakan
4. Perencanaa dan regulator yang handal