SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 7
NAMA : Jenris Junior Manurung NIM: 44214310040 
PERKAWINAN AGAMA KATOLIK DAN KETIDAKTERCERAIKANNYA 
Institusi perkawinan merupakan lembaga yang problematis dan kompleks bagi 
Gereja dewasa ini, baik dari segi praktis maupun pastoral. Kendati demikian, perkawinan 
merupakan sebuah realitas yang sangat kaya, dan dapat dipelajari dari berbagai macam 
aspek: antropologi, etnologi, filsafat, etika, teologi, budaya, sosiologi, psikologi, hukum, dll. 
Bab ini membahas perkawinan kanonik katolik yang pelaksanaannya diatur oleh norma-norma 
hukum kanonik Gereja Katolik, khususnya kanon 1055-1165. Perkawinan kanonik 
ini mencakup semua perkawinan yang dilangsungkan menurut tata peneguhan kanonik 
oleh orang-orang yang telah dibaptis secara Katolik atau telah diterima dalam Gereja 
Katolik, paling tidak salah satu dari pasangan suami-istri. 
Hidup berkeluarga dalam ikatan perkawinan merupakan cara hidup yang sangat 
lazim dan normal bagi kebanyakan orang, termasuk di dalamnya orang-orang yang telah 
dibaptis secara Katolik atau diterima dalam Gereja Katolik. Kanon 1055- $1. Perjanjian 
(foedus) perkawinan, dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan membentuk 
antara mereka persekutuan (consortium) seluruh hidup, yang menurut ciri kodratinya 
terarah pada kesejahteraan suami-istri (bonum coniugum) serta kelahiran dan pendidikan 
anak, antara orang-orang yang dibaptis, oleh Kristus Tuhan diangkat ke martabat 
sakramen. $2. Karena itu antara orang-orang yang dibaptis, tidak dapat ada kontrak 
perkawinan sah yang tidak dengan sendirinya sakramen. 
a. Hakikat perkawinan 
Kanon 1055 ini merupakan kanon doktrinal dan mengartikan perkawinan 
sebagai sebuah perjanjian (foedus, consensus, covenant) antara seorang laki-laki 
dan seorang perempuan untuk membentuk kebersamaam seluruh hidup. Definisi 
ini mempunyai latar belakang pada dokumen Konsili Vatikan II, Gaudium et spes 
art. 48, yang mengartikan perkawinan sebagai suatufoedus coniugi (perjanjian 
nikah) dan bukan lagi sebagai contractus (sebuah kontrak), seperti masih dapat 
dibaca dalam KHK 1917, kanon 1012 berikut ini: 
Kanon 1012 §1 — Kristus Tuhan mengangkat kontrak perkawinan antara 
orang-orang yang dibapth ke martabat sakramen. 
§2. Karena itu di antara orang dibaptis tidak ada kontrak perkawinan sah 
yang bukan dengan sendirinya adalah sakramen.
NAMA : Jenris Junior Manurung NIM: 44214310040 
Itulah sebabnya GS 48 mengesampingkan istilah kontrak (contractus) dan mengangkat 
istilah perjanjian atau kesepakatan (foedus) untuk mendefinisikan perkawinan: 
Persekutuan mesra hidup perkawinan dan cinta itu sudah jauh berakar di dalam 
janji perkawinan dengan kesepakatan pribadi yang tidak dapat ditarik kernbali. 
Kendati Konsili Vatikan II tidak menggunakan istilah contractus untuk 
mengartikan perkawinan, namun tidak menolak hakikat perkawinan sebagai suatu 
kontrak karena di dalam perjanjian perkawinan ini terdapat unsur-unsur 
kontraknya: 
Forma : kesepakatan pribadi antara seorang laki-laki dan seorang 
perempuan. 
Objek : kebersamaan seluruh hidup. 
Akibat : hak atas kebersamaan seluruh hidup, termasuk hubungan suami-istri. 
Kedua istilah ini digunakan secara bersama-sama dalam kanon 1055 §1 (foedus) 
dan kanon 1055 §2 (contractus) untuk menunjukkan kedua unsur pokok dari arti 
perkawinan. 
b. Tujuan perkawinan 
... yang menurut ciri kodratinya terarah pada kesejahteraan suami-istri 
(bonum coniugum) serta kelahiran dan pendidikan anak….. 
Kanon 1055 §1 ini dengan sederhana menunjukkan adanya 3 tujuan utama 
perkawinan: 
- kesejahteraan suami-istri 
- prokreasi 
- pendidikan anak 
c. Sakramentalitas perkawinan orang-orang yang dibaptis 
Semua perkawinan sah yang diselenggarakan antara orang-orang 
yang telah dibaptis secara sah menurut kategori kanon 849, dengan 
sendirinya merupakan sebuah sakramen (§2). Dalam hal ini, tidak dituntut
NAMA : Jenris Junior Manurung NIM: 44214310040 
maksud khusus dari mempelai untuk menerimanya sebagai sakramen. 
> Sakramentalitas perkawinan tidak terletak pada pemberkatan pastor 
karena yang menjadi pelayan sakramen perkawinan adalah kedua 
mempelai yang saling mengikrarkan janji perkawinan. 
> Orang-orang yang dibaptis tidak dapat menikah dengan sah jika 
dengan maksud positif dan jelas mengecualikan sakramentalitas 
perkawinan. 
> Perkawinan antar orang yang tidak baptis, dengan sendirinya akan 
diangkat ke dalam martabat sakramen jika keduanya dipermandikan. 
Dalam hal ini, tidak dituntut perjanjian nikah baru, namun mereka dapat 
minta berkat pastor. 
2. Ciri Hakiki Perkawinan: Unitas Et Indissolubilitas 
Kanon 1056 - Ciri-ciri hakiki (proprietates) perkawinan ialah unitas (kesatuan) dan 
indissolubilitas (sifat tak-dapat-terputuskan), yang dalam perkawinan kristiani 
memperoleh kekukuhan khusus atas dasar sakramen. 
Sedangkan, yang dimaksudkan dengan "tak-terceraikan" atau indissolubilitas 
adalah bahwa perkawinan yang telah dilangsungkan secara sah menurut tuntutan 
hukum, mempunyai akibat tetap dan tidak dapat diceraikan atau diputuskan6 oleh kuasa 
mana pun kecuali oleh kematian. Indissolubilitas ini dapat bersifat hanya interna, yaitu 
ikatan perkawinan tidak dapat diputuskan oleh kemauan dan persetujuan suami-istri 
(karena mereka tidak mempunyai hak dan kuasa untuk mencabut kembali konsensus 
perkawinan yang telah mereka ikrarkan), namun dapat diputuskan atas intervensi kuasa 
gerejawi yang berwenang. Dan, disebut externa jika ikatan perkawinan tersebut tidak 
dapat diputuskan oleh kuasa manusiawi mana pun. Sifat tak-terceraikannya perkawinan 
(indissolubilitas) ini dibedakan menjadi dua: 
3. Kesepakatan Nikah (Konsensus): Dasar Perkawinan 
Kesepakatan perkawinan adalah tindakan kehendak dengannya seorang laki-laki 
dan seorang perempuan saling rnenyerahkan diri dan saling menerima untuk membentuk
NAMA : Jenris Junior Manurung NIM: 44214310040 
perkawinan dengan perjanjian yang tak dapat ditarik kembali. 
a. Kesepakatan membuat perkawinan. 
Dalam kanon 1057 §1 ini, ditegaskan bahwa kesepakatan merupakan satu-satunya 
unsur yang "membuat" perkawinan itu sendiri, consensus matrimonium 
facit. Kesepakatan merupakan satu-satunya causa efficiens dari suatu perkawinan. 
Dalam arti ini, tidak pernah ada institusi perkawinan selain oleh karena 
kesepakatan nikah antara dua pribadi berbeda seksualitas. Oleh karena itu, 
perkawinan bersifat contractus consensualis, dan bukan contractus realis. Artinya, 
perkawinan terjadi sejauh telah terjadi kesepakatan nikah antara seorang laki-laki 
dan seorang perempuan meskipun belum disempurnakan dengan persetubuhan. 
Karena perkawinan merupakan sebuah tindakan yuridis, kese-pakatan nikah 
harus diungkapkan atau dinyatakan secara publik dan sah menurut norma-norma hukum. 
Hukum Gereja dapat menentukan kondisi-kondisi tertentu untuk sahnya sebuah 
perkawinan (bdk. kanon 1108, 1117, 1127 §1). Oleh karena itu, kesepakatan nikah 
bukanlah semata-mata tindakan internal batiniah, tetapi juga merupakan sebuah tindakan 
yuridis ekternal. 
b. Objek kesepakatan nikah 
Kanon 1057 §2, selain memberikan definisi tentang kesepakatan, juga 
menegaskan apa yang sebenarnya menjadi objek kesepakatan tersebut. Menurut 
kanon 1081 §2 dari KHK 1917, objek kesepakatan adalah hak ekslusi fdan tetap 
terhadap tubuh (ius in corpus) pasangannya dengan tujuan utama untuk 
mendapatkan keturunan'4. Rumusan "hak atas tubuh" ini untuk pertama kalinya 
dimunculkan oleh Santo Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Efesus (Ef. 5,25- 
31). 
Perlu ditegaskan bahwa cinta kasih suami-istri (amor coniugalis) bukanlah 
objek kesepakatan karena cinta dibedakan dari "kehendak untuk membentuk 
perjanjian nikah" (matrimoniale foedus). Oleh karena itu, cinta kasih tidak dapat 
dipakai untuk menentukan sah tidaknya kesepakatan atau perjanjian nikah.
NAMA : Jenris Junior Manurung NIM: 44214310040 
4. Hak Untuk Menikah 
Kanon 1058 — Semua orang dapat melangsungkan perkawinan, sejauh tidak dilarang 
hukum. Kanon ini menegaskan hak untuk menikah (ius connubii), sebagai hak asasi dan 
fundamental manusia. Hak ini meliputi juga hak untuk melangsungkan pernikahan dan 
memilih calon pasangan hidupnya secara bebas. Setiap orang, laki-laki dan perempuan, 
mempunyai hak dasariah untuk menikah. 
Namun, hak ini tidaldah absolut dan tanpa batas serta dapat dilaksanakan 
semaunya. Hadirnya alasan-alasan yang secara objektif berat dan masuk akal, 
memungkinkan hukum, baik natural maupun manusiawi untuk menghalangi beberapa 
perkawinan demi tujuan-tujuan yang lebih besar''. Oleh karena itu, pelaksanaan hak asasi 
untuk menikah ini perlu diatur oleh hukum. Ketentuan-ketentuan hukum inilah yang 
nantinya menjadi kriteria untuk menentukan sah tidaknya sebuah perkawinan. Hanya 
mereka yang tidak dilarang atau dihalangi oleh hukum dapat menikah dan membangun 
keluarga secara sah (bdk. kanon 1057 §1)16. 
Ketentuan kanon 1058 ini sangat penting untuk menjamin kebebasan masing-masing 
untuk melaksanakan hak asasinya untuk menikah, khususnya jika melihat adanya praktik kawin 
paksa dalam masyarakat kita. 
5. Pertunangan 
Kanon 1062 — P. Janji untuk menikah, baik satu pihak maupun dua belaah pihak, yang 
disebut pertunangan, diatur menurut hukum partikular yang ditetapkan Konferensi para 
Uskup dengan mempertimbangkan kebiasaan serta hukum sipil jika itu ada. 
§2. Dari janji untuk menikah, tidak timbul hak pengaduan untuk menuntut 
peneguhan perkawinan; tetapi ada hak pengaduan untuk menuntut ganti rugi jika 
ada. 
Kanon ini menegaskan bahwa pertunangan harus diatur oleh hukum partikular yang 
dirumuskan dan disahkan oleh Konferensi para Uskup masing-masing. Sampai sekarang ini, 
Konferensi para Uskup Indonesia belum merumuskan dan membuat hukum pertunangan. 
Pertunangan sendiri pada dasarnya tidak dituntut demi sahnya perkawinan, namun dapat 
sangat berguna sebagai langkah awal menuju perkawinan. Dengan pertunangan, calon 
suami-istri dapat lebih saling mengenal dan menyesuaikan diri serta dapat lebih baik 
mempersiapkan diri untuk memasuki dunia perkawinan.
NAMA : Jenris Junior Manurung NIM: 44214310040 
C. PENUTUP 
Dari uraian di atas perkawinan adalah persekutuan hidup - antara seorang pria dan 
seorang wanita - yang terjadi karena persetujuan pribadi - yang tak dapat ditarik kembali - dan 
harus diarahkan kepada saling mencintai sebagai suami isteri - dan kepada pembangunan 
keluarga - dan oleh karenanya menuntut kesetiaan yang sempurna - dan tidak mungkin 
dibatalkan lagi oleh siapapun, kecuali oleh kematian. 
Pada masa sekarang perkawinan katolik yang bersifat monogami dan tidakterceraikan 
mendapat tantangan yang sangat besar dihadapkan pada kecenderungan manusia masa sekarang 
ke arah seks bebas. Namun bagi umat katolik perkawinan yang bersifat monogami dan 
tidakterceraikan memiliki nilai yang tinggi yang harus dipertahankan dalam situasi apapun.
NAMA : Jenris Junior Manurung NIM: 44214310040 
C. PENUTUP 
Dari uraian di atas perkawinan adalah persekutuan hidup - antara seorang pria dan 
seorang wanita - yang terjadi karena persetujuan pribadi - yang tak dapat ditarik kembali - dan 
harus diarahkan kepada saling mencintai sebagai suami isteri - dan kepada pembangunan 
keluarga - dan oleh karenanya menuntut kesetiaan yang sempurna - dan tidak mungkin 
dibatalkan lagi oleh siapapun, kecuali oleh kematian. 
Pada masa sekarang perkawinan katolik yang bersifat monogami dan tidakterceraikan 
mendapat tantangan yang sangat besar dihadapkan pada kecenderungan manusia masa sekarang 
ke arah seks bebas. Namun bagi umat katolik perkawinan yang bersifat monogami dan 
tidakterceraikan memiliki nilai yang tinggi yang harus dipertahankan dalam situasi apapun.

Más contenido relacionado

Similar a Meresume materi bab viii

tugas ppt hukum Islam new (1).pptx
tugas ppt hukum Islam new (1).pptxtugas ppt hukum Islam new (1).pptx
tugas ppt hukum Islam new (1).pptx
Sorayalia
 
Tinjauan keberadaan anak luar kawin
Tinjauan keberadaan anak luar kawinTinjauan keberadaan anak luar kawin
Tinjauan keberadaan anak luar kawin
moliiceman
 
P4 hukum keluarga-perkawinan smt 3
P4 hukum keluarga-perkawinan smt 3P4 hukum keluarga-perkawinan smt 3
P4 hukum keluarga-perkawinan smt 3
22Marta
 
Kawin Kontrak (Mut'ah) dan Siri dalam Tinjauan Fikih Islam
Kawin Kontrak (Mut'ah) dan Siri dalam Tinjauan Fikih IslamKawin Kontrak (Mut'ah) dan Siri dalam Tinjauan Fikih Islam
Kawin Kontrak (Mut'ah) dan Siri dalam Tinjauan Fikih Islam
Rendra Fahrurrozie
 

Similar a Meresume materi bab viii (20)

Makalah Hukum perkawinan di indonesia
Makalah Hukum perkawinan di indonesiaMakalah Hukum perkawinan di indonesia
Makalah Hukum perkawinan di indonesia
 
Makalah Hukum Perdata Islam di Indonesia tentang Pencatatan Perkawinan, Perja...
Makalah Hukum Perdata Islam di Indonesia tentang Pencatatan Perkawinan, Perja...Makalah Hukum Perdata Islam di Indonesia tentang Pencatatan Perkawinan, Perja...
Makalah Hukum Perdata Islam di Indonesia tentang Pencatatan Perkawinan, Perja...
 
Keluarga Dan Perkawinan Konseling Keluarga
Keluarga Dan Perkawinan Konseling KeluargaKeluarga Dan Perkawinan Konseling Keluarga
Keluarga Dan Perkawinan Konseling Keluarga
 
PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3N
PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3NPROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3N
PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3N
 
tugas ppt hukum Islam new (1).pptx
tugas ppt hukum Islam new (1).pptxtugas ppt hukum Islam new (1).pptx
tugas ppt hukum Islam new (1).pptx
 
Hukum adat tugas fix
Hukum adat tugas fixHukum adat tugas fix
Hukum adat tugas fix
 
Hukum perkawinan dikonversi
Hukum perkawinan dikonversiHukum perkawinan dikonversi
Hukum perkawinan dikonversi
 
Pengertian perjanjian kawin
Pengertian perjanjian kawinPengertian perjanjian kawin
Pengertian perjanjian kawin
 
Tinjauan keberadaan anak luar kawin
Tinjauan keberadaan anak luar kawinTinjauan keberadaan anak luar kawin
Tinjauan keberadaan anak luar kawin
 
Makalah pernikahan
Makalah pernikahanMakalah pernikahan
Makalah pernikahan
 
Kesetian hubungan suami
Kesetian hubungan suamiKesetian hubungan suami
Kesetian hubungan suami
 
Ketentuan Perkawinan.pptx
Ketentuan Perkawinan.pptxKetentuan Perkawinan.pptx
Ketentuan Perkawinan.pptx
 
Perkawinan Via Telepon
Perkawinan Via TeleponPerkawinan Via Telepon
Perkawinan Via Telepon
 
P4 hukum keluarga-perkawinan smt 3
P4 hukum keluarga-perkawinan smt 3P4 hukum keluarga-perkawinan smt 3
P4 hukum keluarga-perkawinan smt 3
 
HUKUM KELUARGA.ppt
HUKUM KELUARGA.pptHUKUM KELUARGA.ppt
HUKUM KELUARGA.ppt
 
Pembagian Harta Bersama.pptx
Pembagian Harta Bersama.pptxPembagian Harta Bersama.pptx
Pembagian Harta Bersama.pptx
 
12066254.ppt
12066254.ppt12066254.ppt
12066254.ppt
 
Pedoman menciptakan keluarga berdasarkan Agama
Pedoman menciptakan keluarga berdasarkan AgamaPedoman menciptakan keluarga berdasarkan Agama
Pedoman menciptakan keluarga berdasarkan Agama
 
Keluarga sakinah dan nikah beda agama
Keluarga sakinah dan nikah beda agamaKeluarga sakinah dan nikah beda agama
Keluarga sakinah dan nikah beda agama
 
Kawin Kontrak (Mut'ah) dan Siri dalam Tinjauan Fikih Islam
Kawin Kontrak (Mut'ah) dan Siri dalam Tinjauan Fikih IslamKawin Kontrak (Mut'ah) dan Siri dalam Tinjauan Fikih Islam
Kawin Kontrak (Mut'ah) dan Siri dalam Tinjauan Fikih Islam
 

Último

Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docxKisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
FitriaSarmida1
 
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptKenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
novibernadina
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
nabilafarahdiba95
 
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptxPPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
MaskuratulMunawaroh
 
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 20241. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
DessyArliani
 

Último (20)

Penyebaran Pemahaman Merdeka Belajar Aksi Nyata PMM
Penyebaran Pemahaman Merdeka Belajar Aksi Nyata PMMPenyebaran Pemahaman Merdeka Belajar Aksi Nyata PMM
Penyebaran Pemahaman Merdeka Belajar Aksi Nyata PMM
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docxKisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
 
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTXAKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
 
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptxMemperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
 
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxBab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
 
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptKenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
 
Skenario Lokakarya 2 Pendidikan Guru Penggerak
Skenario Lokakarya 2 Pendidikan Guru PenggerakSkenario Lokakarya 2 Pendidikan Guru Penggerak
Skenario Lokakarya 2 Pendidikan Guru Penggerak
 
Topik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan Berkelanjutan
Topik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan BerkelanjutanTopik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan Berkelanjutan
Topik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan Berkelanjutan
 
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
 
Prakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptx
Prakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptxPrakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptx
Prakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptx
 
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfProv.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
 
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptxPPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
 
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 20241. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
 

Meresume materi bab viii

  • 1. NAMA : Jenris Junior Manurung NIM: 44214310040 PERKAWINAN AGAMA KATOLIK DAN KETIDAKTERCERAIKANNYA Institusi perkawinan merupakan lembaga yang problematis dan kompleks bagi Gereja dewasa ini, baik dari segi praktis maupun pastoral. Kendati demikian, perkawinan merupakan sebuah realitas yang sangat kaya, dan dapat dipelajari dari berbagai macam aspek: antropologi, etnologi, filsafat, etika, teologi, budaya, sosiologi, psikologi, hukum, dll. Bab ini membahas perkawinan kanonik katolik yang pelaksanaannya diatur oleh norma-norma hukum kanonik Gereja Katolik, khususnya kanon 1055-1165. Perkawinan kanonik ini mencakup semua perkawinan yang dilangsungkan menurut tata peneguhan kanonik oleh orang-orang yang telah dibaptis secara Katolik atau telah diterima dalam Gereja Katolik, paling tidak salah satu dari pasangan suami-istri. Hidup berkeluarga dalam ikatan perkawinan merupakan cara hidup yang sangat lazim dan normal bagi kebanyakan orang, termasuk di dalamnya orang-orang yang telah dibaptis secara Katolik atau diterima dalam Gereja Katolik. Kanon 1055- $1. Perjanjian (foedus) perkawinan, dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan membentuk antara mereka persekutuan (consortium) seluruh hidup, yang menurut ciri kodratinya terarah pada kesejahteraan suami-istri (bonum coniugum) serta kelahiran dan pendidikan anak, antara orang-orang yang dibaptis, oleh Kristus Tuhan diangkat ke martabat sakramen. $2. Karena itu antara orang-orang yang dibaptis, tidak dapat ada kontrak perkawinan sah yang tidak dengan sendirinya sakramen. a. Hakikat perkawinan Kanon 1055 ini merupakan kanon doktrinal dan mengartikan perkawinan sebagai sebuah perjanjian (foedus, consensus, covenant) antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membentuk kebersamaam seluruh hidup. Definisi ini mempunyai latar belakang pada dokumen Konsili Vatikan II, Gaudium et spes art. 48, yang mengartikan perkawinan sebagai suatufoedus coniugi (perjanjian nikah) dan bukan lagi sebagai contractus (sebuah kontrak), seperti masih dapat dibaca dalam KHK 1917, kanon 1012 berikut ini: Kanon 1012 §1 — Kristus Tuhan mengangkat kontrak perkawinan antara orang-orang yang dibapth ke martabat sakramen. §2. Karena itu di antara orang dibaptis tidak ada kontrak perkawinan sah yang bukan dengan sendirinya adalah sakramen.
  • 2. NAMA : Jenris Junior Manurung NIM: 44214310040 Itulah sebabnya GS 48 mengesampingkan istilah kontrak (contractus) dan mengangkat istilah perjanjian atau kesepakatan (foedus) untuk mendefinisikan perkawinan: Persekutuan mesra hidup perkawinan dan cinta itu sudah jauh berakar di dalam janji perkawinan dengan kesepakatan pribadi yang tidak dapat ditarik kernbali. Kendati Konsili Vatikan II tidak menggunakan istilah contractus untuk mengartikan perkawinan, namun tidak menolak hakikat perkawinan sebagai suatu kontrak karena di dalam perjanjian perkawinan ini terdapat unsur-unsur kontraknya: Forma : kesepakatan pribadi antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. Objek : kebersamaan seluruh hidup. Akibat : hak atas kebersamaan seluruh hidup, termasuk hubungan suami-istri. Kedua istilah ini digunakan secara bersama-sama dalam kanon 1055 §1 (foedus) dan kanon 1055 §2 (contractus) untuk menunjukkan kedua unsur pokok dari arti perkawinan. b. Tujuan perkawinan ... yang menurut ciri kodratinya terarah pada kesejahteraan suami-istri (bonum coniugum) serta kelahiran dan pendidikan anak….. Kanon 1055 §1 ini dengan sederhana menunjukkan adanya 3 tujuan utama perkawinan: - kesejahteraan suami-istri - prokreasi - pendidikan anak c. Sakramentalitas perkawinan orang-orang yang dibaptis Semua perkawinan sah yang diselenggarakan antara orang-orang yang telah dibaptis secara sah menurut kategori kanon 849, dengan sendirinya merupakan sebuah sakramen (§2). Dalam hal ini, tidak dituntut
  • 3. NAMA : Jenris Junior Manurung NIM: 44214310040 maksud khusus dari mempelai untuk menerimanya sebagai sakramen. > Sakramentalitas perkawinan tidak terletak pada pemberkatan pastor karena yang menjadi pelayan sakramen perkawinan adalah kedua mempelai yang saling mengikrarkan janji perkawinan. > Orang-orang yang dibaptis tidak dapat menikah dengan sah jika dengan maksud positif dan jelas mengecualikan sakramentalitas perkawinan. > Perkawinan antar orang yang tidak baptis, dengan sendirinya akan diangkat ke dalam martabat sakramen jika keduanya dipermandikan. Dalam hal ini, tidak dituntut perjanjian nikah baru, namun mereka dapat minta berkat pastor. 2. Ciri Hakiki Perkawinan: Unitas Et Indissolubilitas Kanon 1056 - Ciri-ciri hakiki (proprietates) perkawinan ialah unitas (kesatuan) dan indissolubilitas (sifat tak-dapat-terputuskan), yang dalam perkawinan kristiani memperoleh kekukuhan khusus atas dasar sakramen. Sedangkan, yang dimaksudkan dengan "tak-terceraikan" atau indissolubilitas adalah bahwa perkawinan yang telah dilangsungkan secara sah menurut tuntutan hukum, mempunyai akibat tetap dan tidak dapat diceraikan atau diputuskan6 oleh kuasa mana pun kecuali oleh kematian. Indissolubilitas ini dapat bersifat hanya interna, yaitu ikatan perkawinan tidak dapat diputuskan oleh kemauan dan persetujuan suami-istri (karena mereka tidak mempunyai hak dan kuasa untuk mencabut kembali konsensus perkawinan yang telah mereka ikrarkan), namun dapat diputuskan atas intervensi kuasa gerejawi yang berwenang. Dan, disebut externa jika ikatan perkawinan tersebut tidak dapat diputuskan oleh kuasa manusiawi mana pun. Sifat tak-terceraikannya perkawinan (indissolubilitas) ini dibedakan menjadi dua: 3. Kesepakatan Nikah (Konsensus): Dasar Perkawinan Kesepakatan perkawinan adalah tindakan kehendak dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan saling rnenyerahkan diri dan saling menerima untuk membentuk
  • 4. NAMA : Jenris Junior Manurung NIM: 44214310040 perkawinan dengan perjanjian yang tak dapat ditarik kembali. a. Kesepakatan membuat perkawinan. Dalam kanon 1057 §1 ini, ditegaskan bahwa kesepakatan merupakan satu-satunya unsur yang "membuat" perkawinan itu sendiri, consensus matrimonium facit. Kesepakatan merupakan satu-satunya causa efficiens dari suatu perkawinan. Dalam arti ini, tidak pernah ada institusi perkawinan selain oleh karena kesepakatan nikah antara dua pribadi berbeda seksualitas. Oleh karena itu, perkawinan bersifat contractus consensualis, dan bukan contractus realis. Artinya, perkawinan terjadi sejauh telah terjadi kesepakatan nikah antara seorang laki-laki dan seorang perempuan meskipun belum disempurnakan dengan persetubuhan. Karena perkawinan merupakan sebuah tindakan yuridis, kese-pakatan nikah harus diungkapkan atau dinyatakan secara publik dan sah menurut norma-norma hukum. Hukum Gereja dapat menentukan kondisi-kondisi tertentu untuk sahnya sebuah perkawinan (bdk. kanon 1108, 1117, 1127 §1). Oleh karena itu, kesepakatan nikah bukanlah semata-mata tindakan internal batiniah, tetapi juga merupakan sebuah tindakan yuridis ekternal. b. Objek kesepakatan nikah Kanon 1057 §2, selain memberikan definisi tentang kesepakatan, juga menegaskan apa yang sebenarnya menjadi objek kesepakatan tersebut. Menurut kanon 1081 §2 dari KHK 1917, objek kesepakatan adalah hak ekslusi fdan tetap terhadap tubuh (ius in corpus) pasangannya dengan tujuan utama untuk mendapatkan keturunan'4. Rumusan "hak atas tubuh" ini untuk pertama kalinya dimunculkan oleh Santo Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Efesus (Ef. 5,25- 31). Perlu ditegaskan bahwa cinta kasih suami-istri (amor coniugalis) bukanlah objek kesepakatan karena cinta dibedakan dari "kehendak untuk membentuk perjanjian nikah" (matrimoniale foedus). Oleh karena itu, cinta kasih tidak dapat dipakai untuk menentukan sah tidaknya kesepakatan atau perjanjian nikah.
  • 5. NAMA : Jenris Junior Manurung NIM: 44214310040 4. Hak Untuk Menikah Kanon 1058 — Semua orang dapat melangsungkan perkawinan, sejauh tidak dilarang hukum. Kanon ini menegaskan hak untuk menikah (ius connubii), sebagai hak asasi dan fundamental manusia. Hak ini meliputi juga hak untuk melangsungkan pernikahan dan memilih calon pasangan hidupnya secara bebas. Setiap orang, laki-laki dan perempuan, mempunyai hak dasariah untuk menikah. Namun, hak ini tidaldah absolut dan tanpa batas serta dapat dilaksanakan semaunya. Hadirnya alasan-alasan yang secara objektif berat dan masuk akal, memungkinkan hukum, baik natural maupun manusiawi untuk menghalangi beberapa perkawinan demi tujuan-tujuan yang lebih besar''. Oleh karena itu, pelaksanaan hak asasi untuk menikah ini perlu diatur oleh hukum. Ketentuan-ketentuan hukum inilah yang nantinya menjadi kriteria untuk menentukan sah tidaknya sebuah perkawinan. Hanya mereka yang tidak dilarang atau dihalangi oleh hukum dapat menikah dan membangun keluarga secara sah (bdk. kanon 1057 §1)16. Ketentuan kanon 1058 ini sangat penting untuk menjamin kebebasan masing-masing untuk melaksanakan hak asasinya untuk menikah, khususnya jika melihat adanya praktik kawin paksa dalam masyarakat kita. 5. Pertunangan Kanon 1062 — P. Janji untuk menikah, baik satu pihak maupun dua belaah pihak, yang disebut pertunangan, diatur menurut hukum partikular yang ditetapkan Konferensi para Uskup dengan mempertimbangkan kebiasaan serta hukum sipil jika itu ada. §2. Dari janji untuk menikah, tidak timbul hak pengaduan untuk menuntut peneguhan perkawinan; tetapi ada hak pengaduan untuk menuntut ganti rugi jika ada. Kanon ini menegaskan bahwa pertunangan harus diatur oleh hukum partikular yang dirumuskan dan disahkan oleh Konferensi para Uskup masing-masing. Sampai sekarang ini, Konferensi para Uskup Indonesia belum merumuskan dan membuat hukum pertunangan. Pertunangan sendiri pada dasarnya tidak dituntut demi sahnya perkawinan, namun dapat sangat berguna sebagai langkah awal menuju perkawinan. Dengan pertunangan, calon suami-istri dapat lebih saling mengenal dan menyesuaikan diri serta dapat lebih baik mempersiapkan diri untuk memasuki dunia perkawinan.
  • 6. NAMA : Jenris Junior Manurung NIM: 44214310040 C. PENUTUP Dari uraian di atas perkawinan adalah persekutuan hidup - antara seorang pria dan seorang wanita - yang terjadi karena persetujuan pribadi - yang tak dapat ditarik kembali - dan harus diarahkan kepada saling mencintai sebagai suami isteri - dan kepada pembangunan keluarga - dan oleh karenanya menuntut kesetiaan yang sempurna - dan tidak mungkin dibatalkan lagi oleh siapapun, kecuali oleh kematian. Pada masa sekarang perkawinan katolik yang bersifat monogami dan tidakterceraikan mendapat tantangan yang sangat besar dihadapkan pada kecenderungan manusia masa sekarang ke arah seks bebas. Namun bagi umat katolik perkawinan yang bersifat monogami dan tidakterceraikan memiliki nilai yang tinggi yang harus dipertahankan dalam situasi apapun.
  • 7. NAMA : Jenris Junior Manurung NIM: 44214310040 C. PENUTUP Dari uraian di atas perkawinan adalah persekutuan hidup - antara seorang pria dan seorang wanita - yang terjadi karena persetujuan pribadi - yang tak dapat ditarik kembali - dan harus diarahkan kepada saling mencintai sebagai suami isteri - dan kepada pembangunan keluarga - dan oleh karenanya menuntut kesetiaan yang sempurna - dan tidak mungkin dibatalkan lagi oleh siapapun, kecuali oleh kematian. Pada masa sekarang perkawinan katolik yang bersifat monogami dan tidakterceraikan mendapat tantangan yang sangat besar dihadapkan pada kecenderungan manusia masa sekarang ke arah seks bebas. Namun bagi umat katolik perkawinan yang bersifat monogami dan tidakterceraikan memiliki nilai yang tinggi yang harus dipertahankan dalam situasi apapun.