Makalah ini membahas sikap tiga negara, yaitu Norwegia, Swiss, dan Turki terhadap Uni Eropa. Norwegia dan Swiss enggan bergabung karena khawatir kehilangan kedaulatan nasional, sementara Turki berusaha bergabung meski menghadapi tantangan."
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
Kelompok 4 (2).pdf
1. SIKAP NORWEGIA, SWISS, DAN TURKI TERHADAP UNI
EROPA
MAKALAH
Diselesaikan untuk memenuhi tugas mata kuliah Perkembangan dan Dinamika Uni Eropa
Oleh
Adinda Ayu Puspita R. 1106022351
Hana Maulida 1106063023
Nurul Handayani 1106077483
PROGRAM STUDI PRANCIS
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
UNIVERSITAS INDONESIA
2012
1
2. Bab I
Pendahuluan
Swiss, Norwegia, dan Turki adalah negara-negara Eropa yang memiliki hubungan
khusus dengan Uni Eropa. Kedekatan ketiganya dengan Uni Eropa telah menimbulkan
pertanyaan besar bagi para pengamat sejarah maupun perkembangan dan dinamika Uni
Eropa. Ketiganya merupakan negara-negara yang telah memenuhi syarat untuk bergabung
dengan Uni Eropa. Namun, hingga saat ini ketiganya belum menjadi anggota Uni Eropa.
Sikap dari ketiga negara ini menjadi suatu hal yang sangat menarik untuk dibahas.
Swiss dan Norwegia adalah negara-negara dengan ekonomi yang bagus serta kondisi negara
yang sangat memenuhi syarat untuk bergabung dengan Uni Eropa. Namun, hingga saat ini
keduanya belum juga tergabung dengan Uni Eropa. Hal sebaliknya terjadi pada Turki. Negara
dengan perekonomian yang terus berkembang ini justru memiliki keinginan yang kuat untuk
bergabung dengan Uni Eropa tetapi hal itu belum juga tercapai hingga sekarang.
Swiss dan Norwegia tetap teguh pada pendiriannya untuk tetap berada diluar Uni
Eropa dan memilih untuk menjalin banyak hubungan bilateral. Meskipun sebenarnya
keduanya pernah mengajukan diri untuk bergabung dengan Uni Eropa tetapi hal itu mendapat
penolakan dari rakyatnya ketika diadakan refrendum di kedua negara. Rakyat Norwegia telah
menolak dua kali untuk menjadi anggota Uni Eropa, di tahun 1972 dan 1994. Sedangkan,
rakyat Swiss juga menolak keikutsertaan negaranya dalam Uni Eropa pada refrendum yang
digelar pada tahun 2001. Meskipun telah menolak, rakyat kedua negara ini tetap mendukung
hubungan bilateral dan kerja sama dengan Uni Eropa.
Hal sebaliknya datang dari Turki. Turki memiliki keinginan yang kuat untuk
bergabung dengan Uni Eropa. Segala usaha telah dilakukan negara ini mulai dari tahun 1959
hingga saat ini. Namun, hal tersebut belum membuahkan hasil. Hebatnya, semangat
pemerintah dan rakyat Turki, meski tidak sebanyak dulu tapi tetap merupakan mayoritas,
belum juga surut untuk terus berusaha agar Turki dapat menjadi aggota penuh Uni Eropa.
Sikap ketiga negara ini menjadi suatu hal menarik untuk dikaji. Maka dari itu, dalam
makalah ini, kami membahas alasan dari sikap ketiga negara tersebut terhadap Uni Eropa.
Adapun isi dari makalah kami terdiri dari pendahuluan, pembahasan, dan penutup.
Pada bagian pendahuluan kami memaparkan latar belakang, rumusan masalah dan
sistematika penulisan. Sedangkan, pada bagian pembahasan, kami membaginya menjadi tiga
2
3. bagian yang terdiri dari tiga bab; setiap bab memaparkan pembahasan tentang satu negara.
Adapun bagian penutup yang merupakan kesimpulan dari makalah kami.
3
4. Bab II
PENOLAKAN NORWEGIA TERHADAP UNI EROPA
Norwegia yang merupakan salah satu negara yang terdapat di benua Eropa adalah
negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam terbesar di Eropa denga GDP per kapita
$54,200 (peringkat 8 dunia tahun 2011). Akan tetapi, kemapanan perekonomian tidak
membuat Norwegia berhasrat untuk bergabung dengan Uni Eropa. Padahal banyak sekali
yang akan didapatkan Norwegia jika bergabung dengan Uni Eropa. Negara ini dapat berperan
lebih aktif serta menjadi aktor penting dalam percaturan politik Eropa dan dunia.Hal inilah
yang merupakan keuntungan yang akan didapat Norwegia jika bergabung dengan Uni Eropa.
Namun, hal itu tidak membuat negara kaya ini ingin bergabung. Norwegia tentu memiliki
alasan tersendiri atas sikapnya ini.
Norwegia adalah negara dengan perekonomian yang mapan. Kemapanan ini dapat
diraih salah satunya karena kekayaan akan sumber daya alamnya yang kaya. Di laut Utara,
Norwegia memiliki kilang minyak yang sangat banyak yang memungkinkan bagi negara ini
untuk mengolahnya demi kemajuan perekonomian negara tersebut. Sumber minyak ini
terdapat tidak hanya di laut Utara, tetapi juga di laut Norwegia dan laut Brents. Dengan
kekayaan minyak yang dimilikinya ini, tidak heran jika Norwegia menjadi pengekspor
minyak terbesar di Eropa. Tidak hanya minyak yang dimiliki oleh Norwegia tetapi juga
kekayaan hasil laut.
1.1 Grafik Produksi Minyak Norwegia Di antara Negara-Negara Penghasil Minyak
4
5. Bergabung dengan Uni Eropa secara otomatis harus menaati peraturan yang ada di
dalamnya. Salah satu peraturan yang dikhawatirkan oleh rakyat Norwegia adalah peraturan
untuk membantu sesama negara Eropa. Peraturan inilah yang dirasa dapat merugikan
Norwegia. Peraturan ini dapat membuat Norwegia kehilangan dana nasional yang telah
disiapkan untuk kesejahteraan warganya karena dana ini akan dibagi untuk memberikan
bantuan kepada negara UE yang membutuhkan. Apabila semua hal ini terjadi, yaitu mulai
dari kehilangan akan pendapatan minyak sampai dana nasional untuk kesejahteraan rakyat,
maka secara tidak langsung mereka akan kehilangan kontrol atas perekonomian yang sangat
baik.
Hal kedua yang menjadi alasan mengapa Norwegia tidak ingin bergabung dengan Uni
Eropa adalah sifat supra-nasional yang dimiliki UE dan sifat rakyat Norwegia yang tidak
suka dipimpin oleh orang asing. Sifat rakyat Norwegia ini dikarenakan pengalaman
menyakitkan pada Perang Dunia II dan usaha keras yang mereka lakukan demi memperbaiki
kondisi perekonomian yang sangat terpuruk pasca Perang Dunia II. Selama Perang Dunia II,
Norwegia dijajah oleh Jerman. Hal ini membuat Norwegia mengalami kehancuran yang
cukup parah secara materil. Tewasnya 10.262 orang dan dipenjarakannya 40.000 orang
Norwegia, banyaknya kota yang hancur, serta perlakuan Jerman yang mengeksploitasi
perekonomian mereka dengan menyita 40 persen Produk Domestik Kotor Norwegia telah
menjadikan kondisi negara ini sangat terpuruk.
Meskipun kondisi perekonomiannya buruk selama dijajah oleh Jerman, hal ini tidak
mematahkan semangat rakyat Norwegia untuk bangkit pasca penjajahan ini. Pemerintah
bersama dengan rakyat Norwegia berusaha membangun Norwegia dalam lima tahun dan
mengutamakan industri berat untuk kemajuan industrialisasinya. Namun, perkembangan
5
6. perekonomian ternyata berkembang melebihi apa yang ditargetkan dari sebelumnya. Pada
tahun 1946, produksi industri dan Produk Domestik Kotor melebihi angka yang dicatat pada
tahun 1938. Sedangkan, tahun 1948-1949, modal negara melebihi angka masa sebelum
perang. Tahun-tahun berikutnya ditandai dengan pertumbuhan dan kemajuan yang stabil.
Semua yang pernah dialami rakyat Norwegia inilah, keterpurukan dan kebangkitan luar biasa,
yang membuat rakyat Norwegia tidak ingin dipimpin oleh orang asing.
1.2 Gross Domestic Product for Norway by Expenditure Category
Sebenarnya, sebagai negara di Eropa tentu saja Norwegia memiliki keinginan untuk
bergabung dengan Uni Eropa (UE). Mereka pernah dua kali mengajukan diri untuk
bergabung dengan UE yaitu pada tahun 1972 dan 1994. Sayangnya, ketika diadakan
referendum pada tahun-tahun tersebut, masyarakat Norwegia tetap tidak manyetujui untuk
bergabung dengan UE. Meskipun begitu, bukan berarti rakyat Norwegia anti UE. Mereka
mendukung kerja sama yang dilakukan pemerintah dengan UE dan memang sudah banyak
sekali hubungan bilateral yang dijalin keduannya.
Di pertengahan tahun 1940, Norwegia merupakan salah satu negara pendiri OSCE1,
NATO dan Dewan Eropa. Tidak hanya itu, keaktifan Norwegia juga ditunjukkan dengan
1
OSCE (Organization for Security and Cooperation in Europe) merupakan Organisasi multinasional untuk
mempromosikan perdamaian, keamanan, keadilan, dan kerja sama di Eropa. Organisasi ini didirikan pada tahun 1975
di Helsinki.
6
7. keikutsertaanya dalam perjanjian EEA2 (European Economic Area) yang berlaku sejak tahun
1994. Perjanjian EEA tersebut memungkinkan Norwegia untuk berpartisipasi dalam pasar
domestik UE, sehingga Norwegia juga terlibat dalam merumuskan dan terikat dalam undang-
undang UE. Melalui perjanjian EEA, Norwegia mengadakan dialog politik berkala dengan
UE mengenai permasalahan internasional. Bahkan, Norwegia juga mendukung deklarasi
kebijakan luar negeri UE di berbagia area.
Di bidang keamanan dan kebijakan pertahanan, Norwegia mengirimkan anggota sipil
dan militer ke operasi manajemen krisis yang dipimpin UE di Bosnia, Herzegovina dan
Macedonia. Pemerintah Norwegia juga memberikan bantuan keuangan dalam jumlah cukup
besar untuk negara-negara di bagian barat laut Rusia dan negara-negara Balkan Barat. Juga
melalui mekanisme keuangan EEA, Norwegia berkomitmen untuk menyumbang lebih dari 9
milyar NOK untuk perluasan UE dalam upaya memajukan kerjasama ekonomi dan sosial
sepuluh negara anggota UE yang baru, serta tiga negara lainnya yaitu Yunani, Portugal dan
Spanyol. Prioritas dalam mekanisme tersebut mencakup lingkungan, pembangunan yang
berkesinambungan, peninggalan budaya, sumber daya manusia, kesehatan dan perawatan
anak, dan pembangunan daerah. Hubungan kerjasama yang dilakukan Norwegia tersebut
merupakan usaha Norwegia untuk tetap membangun persahabatan, guna menghindari konflik
dengan negara-negara lain, khususnya Eropa.
Jadi, kekhawatiran akan kehilangan dana nasional yang telah disiapkan untuk
kesejahteraan warganya, daerah tangkapan ikan, pendapatan minyak, kontrol ekonomi yang
sangat baik, dan kendali atas perbatasan serta ketidaksukaan rakyat Norwegia dipimpin oleh
orang asing, sebab mereka telah berjuang keras untuk kebebasan mereka adalah alasan
mengapa Norwegia teguh pada pendiriannya untuk tetap berada di luar Uni Eropa.
Dari sini kita dapat melihat bahwa penolakan Norwegia untuk menjadi anggota UE
berdasarkan pertimbangan yang mantap. Namun, meskipun menolak bukan berarti Norwegia
anti terhadap UE. Hal ini ditunjukkan dengan hubungan dan kerja sama bilateral yang telah
dijalin keduannya serta telah dibangun sekian lama dan terlihat begitu erat hingga saat ini.
Hubungan Norwegia – UE bahkan terlihat saling membutuhkan satu sama lain. Ini
memperlihatkan bahwa meskipun berada di luar UE tetapi Norwegia mampu berperan aktif di
kancah Eropa.
2
EEA merupakan kerjasa sama untuk membentuk pasar tunggal dan wilayah perdagangan bebas antara Uni Eropa
dan EFTA (European Free Trade Area). Swiss adalah satu-satunya negara EFTA yang tidak bergabung dengan EEA.
7
8. BAB III
ALASAN SWISS ENGGAN BERGABUNG DENGAN UNI EROPA
Swiss adalah negara yang terletak di antara negara-negara yang tergabung dalam Uni
Eropa. Namun, hal ini tidak kunjung membuat Swiss bergabung dengan Uni Eropa. Swiss
hanya memilih untuk menjalin hubungan bilateral. Sikap Swiss ini tentu mendapat perhatian
dari para pengamat Eropa dan mahasiswa yang mempelajari tentang Eropa ataupun Uni
Eropa. Sikap Swiss yang lebih memilih untuk berada di luar Uni Eropa dan hanya menjalin
hubungan bilateral bukan tanpa alasan. Demokrasi langsung yang diterapkan oleh Swiss,
masa depan Uni Eropa yang tidak terlihat baik yang diperparah dengan krisis di tahun 2008,
dan keengganan Swiss untuk memodifikasi sistem perbankannya merupakan faktor-faktor
yang membuat Swiss tidak ingin bergabung dengan Uni Eropa.
Demokrasi langsung yang diterapkan di Swiss menjadi salah satu alasan mengapa
Swiss menolak bergabung dengan Uni Eropa. Uni Eropa yang pemerintahannya bersifat
supra-nasional akan menghalangi kebebasan berdemokrasi Swiss. Suara rakyat tidak akan
lagi menjadi acuan pemerintah untuk bertindak, melainkan harus melalui persetujuan
parlemen Eropa, jika Swiss bergabung. Maka dari itu Swiss memutuskan untuk tidak berada
dibawah naungan Uni Eropa, tetapi lebih memilih untuk berada sejajar dengan Uni Eropa.
Negara yang memiliki nama resmi Confoederatio Hélvetica ini merupakan salah
satu negara terkaya di Eropa, bahkan seluruh dunia. Hal ini salah satunya didukung oleh
pemerintahannya yang menganut sistem demokrasi langsung. Swiss dipimpin oleh seorang
Presiden yang berganti tiap tahunnya. Jabatan Presiden digilir di antara para Menteri Kabinet
yang berjumlah tujuh orang. Negara konfederasi ini terdiri dari 26 Canton dan 2942
Commune. Canton memiliki kekuasaan yang sangat luas sampai-sampai memiliki
pemerintahan, konstitusi, parlemen dan pengadilan sendiri, dan secara bebas mengatur
pemerintahan masing-masing. Bahkan pemerintah Federal sama sekali tidak mencampuri
urusan-urusan internal Canton yang secara tegas ditentukan dalam Konstitusi Federal. Karena
kedaulatan canton yang begitu besar, keengganan masyarakat Swiss untuk menjadi penekan
bagi pemerintah federal. Jadi, meskipun misalnya adakeinginan dari pemerintah federal untuk
mengajukan lamaran ke UE,prosesnya pasti akan sangat panjang dan lama, karena masing-
masing cantonharus setuju.
8
9. Swiss adalah negara yang memiliki perekonomian yang sangat baik. Hal tersebut
dapat kita lihatpada kedua bagan diatas.Angka inflasi negara-negara yang menggunakan mata
uang Euro (Uni Eropa) lebih tinggi daripada Swiss. Ini menjadi salah satu alasan mengapa
Swiss sampai saat ini masih menolak untuk bergabung dengan Uni Eropa. Apalagi setelah
terjadinya krisis ekonomi pada tahun 2008 yang membuat perekonomian Eropa terguncang,
Swiss tidak merasa optimis dengan masa depan Uni Eropa. Ditambah lagi dengan
permasalahan krisis beberapa negara Uni Eropa yang sampai sekarang belum membaik.
Swiss tentu saja tidak mau perekonomiannya yang sudah kuat dilemahkan dengan keharusan
membantu negara anggota lain yang mengalami kesulitan seperti yang dicantumkan dalam
pilar pertama Perjanjian Maastricht.
Bergabung dengan Uni Eropa akan membuat sistem perbankan Swiss yang telah
dibangun sejak 1907 dicampuri oleh segala aturan pajak maupun keamanan yang dibentuk
pemerintahan supra-nasional Uni Eropa. Hal ini dikarenakan kuatnya perekonomian Swiss
sangat didukung oleh perbankan yang terkenal dengan kerahasiaannya. Swiss tidak mau
kepercayaan dunia terhadap perbankannya hilang. Melihat hal-hal tersebut membuat Swiss
merasa bergabung dengan Uni Eropa akan lebih banyak merugikan dari pada
menguntungkan.
9
10. Walaupun Swiss tidak ingin bergabung dengan Uni Eropa, namun pemerintah Swiss
pernah mengajukan diri untuk bergabung dengan Uni Eropa sebanyak dua kali yaitu di tahun
1992 dan 2001. Sayangnya, baik di tahun 1992 maupun 2001 rakyat Swiss menolak untuk
bergabung dengan Uni Eropa ketika diadakan refrendum pada kedua tahun tersebut. Bahkan,
pada tahun 2001, sebanyak 80% rakyat Swiss menolak untuk bergabung.
Meskipun demikian, bukan berarti bahwa Swiss anti terhadap Uni Eropa. Hal ini
dibuktikan dengan sikap pemerintah Swiss yang tetap berada pada dua “jalan bilateral” yang
telah dibangun dengan Uni Eropa sejak lama. Hubungan ekonomi antara Swiss dan Uni
Eropa telah dibangun dengan jalan bilateral jauh sebelum nama Uni Eropa muncul. Perjanjian
bilateral Swiss telah dimulai dengan EC (European Community)3pada tahun 1972. Swiss
pada 1960 menjadi salah satu pendiri EFTA (European Free Trade Association4) dan pada
1961 gagal memasuki Masyarakat Ekonomi Eropa. Pada 1972-1990 Swiss dan EC telah
mulai mengatur kebijakan mengenai Perdagangan bebas untuk produk industri, asuransi, serta
bea fasilitas dan keamanan secara bersama-sama.
Perjanjian bilateral pertama Swiss dengan Uni Eropa dibuat pada tahun 1999.
Perjanjian ini berisi kebijakan bersama tentang mobilitas bebas manusia; hambatan teknis
untuk perdagangan; pasar pengadaan publik; transportasi darat, penerbangan sipil, pertanian,
penelitian. Sedangkan perjanjian bilateral kedua dibuat pada tahun 2004. Isi dari perjanjian
bilateral kedua antara lain tentang pajak tabungan; pemberantasan penipuan; produk
pertanian olahan; lingkungan; statistik; program media; Schengen/Dublin; pendidikan,
pelatihan musim panas/dingin, pemuda; pensiun.
Sampai saat ini, Swiss dengan sistem pemerintahan dan perekonomian yang luar biasa
mampu bertahan menjadi sebuah pulau ditengah-tengah lautan negara Uni Eropa.
Kemampuannya berdiri sejajar dengan banyak negara anggota Uni Eropa membuatnya
menjadi role model, bahkan bagi Uni Eropa itu sendiri.
3
Masyarakat Eropa. Gabungan dari ECSC, EEC, dan Euratom.
4
Asosiasi yang dibuat oleh negara-negara yang tidak bisa ataupun tidak mau masuk menjadi anggota EC
(sekarang UE) di bidang ekonomi.
10
11. BAB IV
Motivasi Turki Bergabung dengan Uni Eropa
Turki adalah sebuah negara yang wilayahnya berada pada dua benua; Asia dan Eropa.
Meski wilayahnya yang berada di Eropa hanya tiga persen, namun ia memiliki keinginan kuat
untuk bergabung dengan Uni Eropa. Demi terwujudnya hal tersebut, Turki telah melakukan
berbagai cara. Mulai dari mendaftar sebagai negara yang ingin bergabung dengan Uni Eropa
sampai me-lobby para petinggi negara-negara berpengaruh di Eropa (Prancis dan Jerman)
untuk mendukungnya bergabung dengan Uni Eropa. Melihat usaha Turki yang tidak kenal
lelah tentu Turki memiliki motif tersendiri mengapa ia sangat ingin bergabung dengan Uni
Eropa. Motif ekonomi yang bergeser menjadi motif politik serta hubungan Turki – Eropa
yang sudah dijalin sekian lama inilah yang menjadi motivasi Turki untuk bergabung dengan
Uni Eropa.
Motif ekonomi memang awalnya menjadi motif utama Turki bergabung dengan Uni
Eropa. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, perekonomian Turki terus tumbuh dan
semakin maju. Pertumbuhan ekonomi Turki yang bagus dan bisa cepat bangkit dari krisis
yang melanda Eropa tidak menyurutkan semangat Turki untuk bergabung dengan Uni Eropa.
Hal ini dapat kita lihat melalui gambar 3.1 yang memperlihatkan pertumbuhan GDP Turki
dari tahun 2007 sampai 2012.
Gambar 3.1 grafik GDP Tahunan Turki dari tahun 2007 sampai 2012.
Turki yang secara geografis 97% wilayahnya terletak di benua Asia dan hanya 3%
terletak di benua Eropa ingin mendapatkan pengakuan sebagai bagian dari Eropa. Pengakuan
11
12. ini akan didapatkan jika ia berhasil bergabung dengan Uni Eropa. Keinginan Turki untuk
menjadi bagian dari Eropa bukan tanpa makna. Keinginan tersebut tidak terlepas dari revolusi
yang dilakukan Kemal Attaturk pada tahun 1920. Revolusi ini telah mengubah wajah Turki,
dari negara kekhalifahan menjadi negara sekuler yang hampir sepenuhnya mengadaptasi dan
mengubah nilai-nilai masyarakat Turki menjadi mirip nilai-nilai masyarakat Eropa. Semenjak
itulah Turki merasa dirinya merupakan bagian dari Eropa dan motif politik inilah yang terus
menjadi latar belakang keinginan Turki bergabung dengan Uni Eropa menggantikan motif
ekonomi yang sebelumnya menjadi alasan utama Turki.
Keinginan untuk sepenuhnya menjadi bagian dari Eropa memang dirintis dari revolusi
tahun 1920 dan terus berlanjut hingga sekarang. Turki banyak menjalin kerja sama dengan
negara-negara Eropa dan kerja sama ini mulai intensif pada pasca Perang Dunia II. Turki
bergabung dengan NATO (North Atlantic Treaty Organization) yang dipelopori oleh
Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa lainnya di tahun 1950. Di tahun 1959, Turki
mengajukan diri untuk bergabung dengan Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE). Namun, hal
ini tidak terwujud dan hanya menghasilkan perjanjian Ankara5 di tahun 1963.
Usaha Turki untuk menjadi bagian dari Eropa tidak hanya sampai disitu. Saat MEE
memperluas bidang kerjasamanya dan berganti nama menjadi Masyarakat Eropa (ME), Turki
mengajukan diri untuk menjadi anggota penuh di tahun 1987. Permohonan Turki baru
berbuah di tahun 1995 dengan terbentuknya custom union antara Dewan Asosiasi Uni Eropa6
dengan Turki. Tahun 1999, Turki secara resmi diumumkan oleh Komisi Eropa sebagai
kandidat anggota. Namun, baru pada tahun 2005, Uni Eropa memanggil Turki untuk
bernegosiasi terkait permohonannya menjadi anggota penuh Uni Eropa. Pemanggilan tersebut
juga berkaitan dengan Turkey Harmonization Packages7 yang memperlihatkan keseriusan
Turki untuk bergabung dengan Uni Eropa. Lagi dan lagi, negosiasi ini terhambat oleh kasus
Siprus8 yang menunda keanggotaan Turki di Uni Eropa hingga sekarang.
5
Perjanjian Ankara adalah perjanjian bilateral di bidang ekonomi antara Turki dengan MEE.
6
Masyarakat Eropa telah berganti nama menjadi Uni Eropa seiring dengan dilaksanakannya perjanjian
Maastricth di tahun 1992.
7
Turkey Hamonization Packages adalah kebijakan pemerintah dalam negeri Turki demi memenuhi
Copenhagen Criteria sebagai syarat bagi suatu negara untuk menjadi bagian dari Uni Eropa. Kebijakan ini
berupa penghapusan hukuman mati, menjamin hak-hak minoritas, dan mengembangkan perekonomian.
8
Wilayah Siprus terbagi menjadi dua yaitu Siprus-Turki (wilayah yang dikuasai Turki) dan Siprus-Yunani
(wilayah yang dikuasai Yunani). Namun, yang diakui dunia internasional adalah wilayah Siprus-Yunani. Wilayah
inilah yang dikatakan wilayah negara Siprus hingga sekarang. Dunia internasional meminta Turki untuk
melepaskan wilayahnya di Turki tetapi hal itu tidak kunjung dilakukan oleh Turki.
12
13. Melihat dari sejarah Turki dengan revolusinya yang mengubah wajah Turki menjadi
seperti masyarakat Eropa serta hubungan yang telah dijalin keduannya dalam waktu yang
sudah cukup lama, pantaslah jika Turki ingin bergabung dengan Uni Eropa.
13
14. Bab III
Penutup
Uni Eropa dilihat dari sudut pandang Norwegia, Swiss, dan Turki memiliki arti yang
berbeda-beda. Norwegia dan Swiss dengan segala kekuatannya dapat bertahan diluar Uni
Eropa, walaupun Uni Eropa berusaha menarik dua negara paling makmur di dunia ini untuk
bergabung. Namun, mereka lebih memilih menjadi mitra yang sejajar bagi Uni Eropa karena
faktor ekonomi, politik, sampai dengan sejarah. Menurut kedua negara kecil ini, bergabung
dengan Uni Eropa bukan merupakan sebuah kebutuhan. Mereka sudah merasa cukup dengan
hidup di luar Uni Eropa tetapi masih menjalin hubungan baik dengannya. Norwegia dan
Swiss tidak mau mempertaruhkan kemakmuran negaranya demi kemilau Uni Eropa di mata
dunia, apalagi setelah terjadinya krisis ekonomi 2008 yang sampai sekarang masih
berpengaruh buruk pada beberapa negara anggota Uni Eropa.
Sebaliknya, mendapat kemilau Uni Eropa sepertinya adalah apa yang diimpi-impikan
Turki sejak 1959. The sick man of Europe9 telah mengusahakan berbagai cara diplomasi demi
mendapatkan status anggota ke-28. Bahkan karena sudah terlalu lama, motif Turki bergabung
dengan Uni Eropa pun telah berbelok; yang tadinya faktor ekonomi sekarang menjadi faktor
politik. Menurut Turki, dirinya sudah merupakan kandidat yang ideal, bahkan lebih baik dari
Rumania dan Bulgaria yang baru saja bergabung. Dari berbagai segi Turki sudah melewati
Copenhagen Criteria10 dan siap menjadi anggota Uni Eropa. Namun Uni Eropa tetap tidak
menanggapinya secara positif bahkan terlihat mempersulit gerak Turki untuk menjadi bagian
dari Uni Eropa.
Bagaimana pun ketiga negara ini bersikap pada Uni Eropa, mereka tetap
membutuhkan satu sama lain. Karena tidak bisa dipungkiri bahwa Uni Eropa merupakan
pasar yang sangat besar, yang jika diabaikan akan merugikan satu pihak. Sebaliknya, dilihat
dari berbagai faktor, Uni Eropa pun masih membutuhkan ketiga negara ini. Uni Eropa harus
memikirkan berkali-kali lagi bila ingin memutuskan hubungan dengan ketiga negara kuat ini.
9
Julukan Turki di Eropa. Lihat sejarah Turki.
10
Kriteria untuk memasuki Uni Eropa
14