2. La Crise Pétrolière dan
Kebijakan Imigrasi
3 Juli 1974, pemerintah menghentikan kedatangan
imigran (pekerja dan keluarga) ke Prancis. Kebijakan
ini dilakukan sampai tahun 1977.
3. Trop de Chômeurs = Trop
d’immigrés
yaitu kebijakan bagi
1977, Kebijakan “le million Stoléru”
imigran kembali ke negara asal secara sukarela akan
dibiayai 10.000 francs. Pada 25 november
1981, kebijakan ini dihapus (zaman Mittérrand)
10 Januari 1980, Undang-undang Bonnet yang
diterbitkan pada 1980 semakin mempersulit kedatangan
para imigran ke wilayah Prancis. Para pendatang ilegal
atau mereka yang tidak memperbaharui surat izin
tinggal diusir dengan alasan mengganggu keamanan
umum. Untuk itu pemerintah berhak menahan mereka
selama 7 hari sebelum akhirnya memaksa mereka keluar
dari wilayah Prancis.
4. Dampak dari Kebijakan
Bonnet
10 Mei 1980, terjadi Marche Nationale di Paris yang
dilakukan oleh PS, PSU, CFDT, LCR, dan Ligue des
Droits de l’Homme untuk memprotes kebijakan ini
dan pembatasan pelajar asing di universitas di
Prancis.
7 Juni 1980, Demo di
Paris, Strasbourg, Bordeaux, Marseille. Lebih dari 60
asosiasi antirasis, organisasi keagamaan, dan
organisasi keluarga turut terlibat dalam manifestasi
melawan kebijakan politik imigrasi pemerintah.
5. Imigrasi di Zaman
Mittérand
Naiknya Mittérand sebagai Presiden Prancis
telah mengubah peta kebijakan politik bagi
imigran di Prancis.
Salah satunya adalah dengan memberlakukan
larangan bagi semua bentuk pengusiran bagi
para orang asing yang lahir di Prancis atau
bagi mereka yang memasuki Prancis sebelum
berumur 10 tahun.
6. Perdana Menteri Pierre Mauroy membuat
persetujuan-persetujuan bilateral dengan
negara-negara asal para pendatang untuk
membatasi kedatangan imigran baru.
7. Beberapa undang-undang lainnya juga dibuat untuk
melindungi para imigran :
Larangan pengusiran bagi para imigran di bawah
umur serta bagi anggota keluarga imigran.
Jaminan kebebasan berorganisasi bagi orang
asing.
Pembagian sekitar 105.000 carte de séjour dan
carte de travail yang berlaku selama 1 tahun bagi
pendatang ilegal.
Reformasi Code de la nationalité yang
mempermudah proses mendapatkan
kewarganegaraan Prancis bagi mereka yang
berusia 16-21 tahun dan lahir di Prancis dengan
orang tua yang telah menetap di Prancis
sekurangnya selama 5 tahun.
8. IMIGRASI DI ZAMAN JACQUES CHIRAC
1996, unjuk rasa di Paris yang dilakukan para imigran
mengenai la régularisation des sans-papiers.
Manifestasi ini mampu membuat pemerintahan Jacques
Chirac meregulasi kebijakan-kebijakan yang berhubungan
dengan para pendatang, seperti penegakan le droit du sol
melalui pemberian kewarganegaraan Prancis bagi anak-anak
pendatang asing yang lahir di Prancis tanpa keharusan
mengajukan permohonan sebelumnya serta penggantian
certificats d'hébergement dengan une simple attestation
d'accueil.
9. Perdana Meteri Dominique de Villepin (2005) melakukan
beberapa kebijakan:
Memperketat persyaratan regroupement famillial yang
selama ini merupakan cara utama untuk berimigrasi ke
Prancis.
Melakukan pengawasan ketat terhadap pernikahan
campuran yang sering dijadikan kedok untuk memperoleh
kewarganegaraan Prancis.
Memperketat pemberian carte de séjour bagi pekerjaan
melalui penerbitan kontrak kerja.
Seleksi jenis pekerjaan yang dapat diberikan kepada para
pendatang.
10. Imigrasi di Zaman Nicholas
Sarkozy
20 November 2007, Nicholas Sarkozy
menetapkan kebijakan imigrasi yang lebih
restriktif berupa undang-undang yang dikenal
dengan loi n° 2007-1631 du 20 novembre 2007
relative à la maîtrise de l'immigration, à
l'intégration et à l'asile. Tujuan dari undang-
undang ini adalah untuk memberantas imigrasi
ilegal, membatasi masuknya serta memperketat
syarat-syarat berdomisili di Prancis.
11. 2009, Sarkozy telah mengusir 29.000 sans-
papiers.
Sarkozy mengusir lebih dari 700 pendatang gelap
Roma yang kerap dianggap meresahkan
masyarakat karena melakukan tindakan kriminal.
Semakin banyak imigran di Prancis. Semasa
menjabat presiden, Nicholas Sarkozy bahkan
mengancam keanggotaan Prancis dari zona
schengen.
12. Xenophobie, Rasis, dan Anti-
rasis
O Pasca krisis minyak tahun 1974 yang
mengakibatkan krisis ekonomi, serta
banyaknya jumlah kaum imigran
melatarbelakangi munculnya rasisme dan
xenophobie di Prancis.
O Banyak masyarakat Prancis yang takut
kehilangan identitas mereka dalam
masyarakat multikultural.
13.
14. O Tahun 80’an: 88% masyarakat Prancis beranggapan
rasisme adalah fenomena yang biasa terjadi di Prancis.
O Banyaknya kerusuhan bernuansa etnis/rasial di Prancis
pasca krisis minyak 1974 menjadi bukti diskriminasi dan
rasisme masih sering terjadi. Kerusuhan yang terbesar
terjadi di tahun 2005.
15. O Bahkan kekerasan terhadap kaum imigran masih banyak
terjadi hingga kini. Menurut Laporan Commission
nationale consultative des droits de l'homme (CNCDH)
tahun 2010 memaparkan adanya kecenderungan opini-
opini xenofobia, kemunculan kembali aksi-aksi kekerasan
dan intimidasi rasial terhadap pendatang, terutama yang
berasal dari negara-negara Maghreb.
O Pada 2009, tercatat sebanyak 1.026 kasus anti orang
asing, dengan 220 kasus kekerasan (serangan dan
kekerasan fisik) dan 806 kasus ancaman dan intimidasi.
Selain itu tercatat pula bahwa kasus-kasus perusakan
pemakaman muslim dan penodaan masjid menunjukkan
kenaikan.
16. O Angket Eurobaromètre (2007)
menunjukkan bahwa 80% orang Prancis
menilai diksriminasi etnis masih terjadi di
Prancis dan 61,2% di antaranya menilai
perlunya meningkatkan upaya melawan
semua bentuk diskriminasi di mana pun.
17. Sikap Masyarakat Prancis
Melihat Hal Ini
Masyarakat Prancis melihat
permasalah imigran terbagi menjadi
2 kutub; l’extrême droite dan SOS-
Racisme yang mengusulkan
integrasi
Namun keputusan tersebut ditanggapi keras oleh organisasi-organisasi ekstrim kanan dengan mengatakan bahwa hal ini akan meningkatkan jumlah imigran gelap.Le droit du sol itu: ius soliKarena semakin sulit untuk melegalisasi kedatangan, maka imigran protes