Kerajaan Dinasti Warmadewa merupakan kerajaan Hindu Budha tertua di Bali yang berkembang pada abad IX-XI Masehi. Kerajaan ini mengalami kemunduran setelah ditaklukkan Majapahit pada tahun 1343 M. Kerajaan Buleleng dahulunya merupakan bagian dari wilayah kekuasaan Dinasti Warmadewa sebelum akhirnya berdiri sendiri pada abad ke-17.
3. KerajaanDinasti Warmadewa
Kerajaan Dinasti Warmadewa (Kerajaan Bali) merupakan
kerajaan Hindu Budha tertua di Bali. Kerajaan ini berkembang
pada abad IX-XI Masehi. Informasi tentang raja-raja yang pernah
memerintah di Kerajaan Bali diperoleh terutama dari prasasti
Blanjong di Sanur yang berangka tahun 835 Saka atau 913 M.
Prasasti Sanur dibuat oleh Raja Sri Kesariwarmadewa. Sri
Kesariwarmadewa adalah raja pertama di Bali dari Dinasti
Warmadewa. Setelah berhasil mengalahkan suku-suku
pedalaman Bali, ia memerintah Kerajaan Bali yang berpusat di
Singhamandawa. Pengganti Sri Kesariwarmadewa adalah
Ugrasena. Selama masa pemerintahannya, Ugrasena membuat
beberapa kebijakan, yaitu pembebasan beberapa desa dari
pajak sekitar tahun 837 Saka atau 915 M. Desa-desa tersebut
kemudian dijadikan sumber penghasilan kayu kerajaan dibawah
pengawasan hulu kayu (kepala kehutanan). Pada sekitar tahun
855 Saka atau 933 M, dibangun juga tempat-tempat suci dan
pesanggrahan bagi peziarah dan perantau yang kemalaman.
4. Pengganti Ugrasena adalah Tabanendra Warmadewa yang memerintah
bersama permaisurinya, ia berhasil membagun pemandian suci Tirta
Empul di Manukraya atau Manukaya, dekat Tampak Siring. Pengganti
Tabanendra Warmadewa adalah raja Jayasingha Warmadewa.
Kemudian Jayasadhu Warmadewa. Masa pemerintahan kedua raja ini
tidak diketahu secara pasti. Pemerintahan kerajaan Bali selanjutnya
dipimpin oleh seorang ratu. Ratu ini bergelar Sri Maharaja Sri Wijaya
Mahadewi. Ia memerintah pada tahun 905 Saka atau 938 M. Beberapa
ahli memperkirakan ratu ini adalah putri dari Mpu Sindok dari kerajaan
Mataram Kuno.
Pengganti ratu ini adalah Dharma Udayana Warmadewa. Pada masa
pemerintahan Udayana, hubungan Kerajaan Bali dan Mataram Kuno
berjalan sangat baik. Hal ini disebabkan oleh adanya pernikahan antara
Udayana dengan Gunapriya Dharmapatni, cicit Mpu Sendok yang
kemudian dikenal sebagai Mahendradata. Pada masa itu banyak
dihasilkan prasasti-prasasti yang menggunakan huruf Nagari dan Kawi
serta bahasa Bali Kuno dan Sangsekerta.
Setelah Udayana wafat, Marakatapangkaja naik tahta sebagai raja
Kerajaan Bali. Putra kedua Udayana ini menjadi raja Bali berikutnya
karena putra mahkota Airlangga menjadi raja Medang Kemulan.
Airlangga menikah dengan putri dariDarmawngasa dari kerajaan
Medang Kemulan. Dari prasasti-prasasti yang ditemukan terlihat bahwa
Marakatapangkaja sangat menaruh perhatian pada kesejahteraan
rakyatnya. Wilayah kekuasaannya meliputi daerah yang luas termasak
Gianjar, Buleleng. Tampaksiring dan Bwahan (Danau Batur). Ia juga
mengusahakan pembangunan candi di Gunung Kawi.
5. Pengganti raja Marakatapangkaja adalah adiknya sendiri
yang bernama Anak Wungsu. Ia mengeluarkan 28 buah
prasasti yang menunjukkan kegiatan pemerintahannya. Anak
Wungsu adalah raja dari Wangsa Warmadewa terakhir yang
berkuasa di kerajaan Bali karena ia tidak mempunyai
keturunan. Ia meninggal pada tahun 1080 M dan dimakamkan
di Gunung Kawi (Tampak Siring).
Setelah anak Wungsu, kerajaan Bali dipimpin oleh Sri
Sakalendukirana. Raja ini digantikan Sri Suradhipa yang
memerintah dari tahun1037 Saka hingga 1041 Saka. Raja
Suradhipa kemudian digantikan Jayasakti. Setelah Raja
Jayasakti, yang memerintah adalah Ragajaya selitar tahun
1155 Saka. Ia digantikan oleh Raja Jayapangus (1177-1181).
Raja terakhir Bali adalah Paduka Batara Sri Artasura yang
bergelar Ratna Bumi banten (Manikan Pulau Bali). Raja ini
berusaha mempertahahankan kemerdekaan Bali dari
seranggan Majapahit yang di pimpin oleh Gajah Mada.
Sayangnya upaya ini mengalami kegagalan. Pada tahun 1265
Saka atau 1343 M, Bali dikuasai Majapahit. Pusat kekuasaan
mula-mula di Samprang, kemudian dipindah ke Gelgel dan
Klungkung.
6. Penyebab Runtuhnya Kerajaan
Dinasti Warmadewa (Bali)
Dikisahkan seorang raja Bali yang saat itu bernama
Raja Bedahulu atau yang dikenal dengan nama
Mayadenawa yang memiliki seorang patih yang sangat
sakti yang bernama Ki Kebo Iwa. Kedatangan Gadjah
Mada dari kerajaan majapahit ke Bali adalah ingin
menaklukan Bali di bawah pimpinan Kerajaan
Majapahit, namun karena tidak mampu patih Majapahit
itu mengajak Ki Kebo Iwa ke jawa dan disana disuruh
membuat sumur dan setelah sumur itu selesai Ki Kebo
Iwa di kubur hidup-hidup dengan tanah dan batu namun
dalam lontar Bali Ki Kebo Iwa tidak dapat dibunuh
dengan cara yang mudah seperti itu. Tanah dan batu
yang dilemparkan ke sumur balik dilemparkan ke atas.
Pada akhirnya dia menyerahkan diri sampai ia
merelakan dirinya untuk dibunuh baru dia dapat
dibunuh. Setelah kematian Ki Kebo Iwa, Bali dapat
ditaklukan oleh Gadjah Mada pada tahun 1343.
7. HUBUNGAN KERAJAAN BULELENG & DINASTI
WARMADEWA
Kerajaan Buleleng dahulunya merupakan salah satu
daerah yang dikuasai oleh Kerajaan Dinasti
Warmadewa. Namun, setelah Kerajaan Dinasti
Warmadewa ditaklukkan oleh Gajah Mada,
kerajaan ini pun kemudian berdiri di bawah bayang-
bayang kerajaan Majapahit, dan setelah Kerajaan
Majapahit mengalami kemunduran, timbul
pemberontakan dari tiap-tiap daerah kekuasaan
Majapahit, Salah satunya ialah daerah Buleleng.
8. Kerajaan Buleleng adalah suatu
kerajaan di Bali bagian utara
yang didirikan sekitar
pertengahan abad ke-17 dan
jatuh ke tangan Belanda pada
tahun 1849. Kerajaan ini
dibangun oleh I Gusti
Anglurah Panji
Sakti dari Wangsa
Kepakisan dengan cara
menyatukan seluruh wilayah
wilayah Bali Utara yang
sebelumnya dikenal dengan
nama Den Bukit.
9. SEJARAH BULELENG
I Gusti Anglurah Panji Sakti, yang sewaktu kecil bernama I Gusti Gde
Pasekan adalah putra I Gusti Ngurah Jelantik dari seorang selir
bernama Si Luh Pasek Gobleg berasal dari Desa Panji wilayah Den
Bukit. I Gusti Panji memiliki kekuatan supra natural dari lahir. I
Gusti Ngurah Jelantik merasa khawatir kalau I Gusti Ngurah Panji
kelak akan menyisihkan putra mahkota. Dengan cara halus I Gusti
Ngurah Panji yang masih berusia 12 tahun disingkirkan ke Den
Bukit, ke desa asal ibunya, Desa Panji.
10. I Gusti Ngurah Panji menguasai wilayah Den Bukit dan menjadikannya
Kerajaan Buleleng, yang kekuasaannya pernah meluas sampai ke
ujung timur pulau Jawa (Blambangan).
I GUSTI
ANGLURAH
PANJI SAKTI
11. Kerajaan Buleleng pada tahun 1732
dikuasai Kerajaan Mengwi namun kembali merdeka
pada tahun 1752. Selanjutnya jatuh ke dalam
kekuasaan raja Karangasem 1780. Raja
Karangasem, I Gusti Gde Karang membangun
istana dengan nama Puri Singaraja. Raja
berikutnya adalah putranya bernama I Gusti
Pahang Canang yang berkuasa sampai 1821.
12. Perlawanan terhadap Belanda
Pada tahun 1846 Buleleng diserang pasukan Belanda, tetapi mendapat
perlawanan sengit pihak rakyat Buleleng yang dipimpin oleh Patih /
Panglima Perang I Gusti Ketut Jelantik.
Pada tahun 1848 Buleleng kembali mendapat serangan pasukan angkatan
laut Belanda di Benteng Jagaraga. Pada serangan ketiga, tahun 1849
Belanda dapat menghancurkan benteng Jagaraga dan akhirnya Buleleng
dapat dikalahkan Belanda. Sejak itu Buleleng dikuasai oleh pemerintah
kolonial Belanda.
13. 1. Bidang Politik :
- Dikuasainya seluruh Pulau Bali oleh Belanda
- Berkurangnya kekuasaan Raja pada kerajaannya bahkan
Raja dapat dikatakan menjadi bawahan Belanda.
2. Bidang Ekonomi :
- Dikuasainya monopoli perdagangan di Bali
karena Bali merupakan daerah yang
strategis yang banyak dikunjungi bangsa
Asing
3. Bidang Sosial :
- Banyaknya tatanan sosial yang diperoleh
Belanda termasuk dihapuskannya adat Sute pada
upacara Ngaben.
14. Kemunduran kerajaan Buleleng disebabkan oleh :
1. Belanda mengajukan syarat kepada Raja Buleleng
untuk menghancurkan bentengnya sendiri dan tidak boleh
mendirikan lagi.
2. Raja Buleleng harus mengganti kerugian perang ¾
biaya yang dikeluarkan Belanda.
3. Raja Karangasem juga mengganti kerugian ¼ dari biaya
pihak Belanda.
15. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Buleleng & Dinasti Warmadewa
• Kegiatan ekonomi masyarakat bertumpu pada sektor
pertanian. Keterangan kehidupan masyarakat Buleleng
dapat dipelajari dari prasasti Bulian. Dalam prasasti
Bulian terdapat bebrapa istilah yang berhubungan dengan
sistem bercocok tanam seperti sawah, parlak (sawah
kering), (gaga) ladang, kebwan (kebun), dan lain
sebagainya.
• Perdagangan antarpulau di Buleleng juga sudah cukup
maju. Kemajuan ini ditandai dengan banyaknya saudagar
yang bersandar dan melakukan kegiatan perdagangan
dengan penduduk Buleleng. Dalam prasasti Lutungan
disebutkan bahwa Raja Anak Wungsu melakukan
transaksi perdagangan 30 ekor kuda dengan saudagar
dari Pulau Lombok.
16. Kehidupan Agama Kerajaan Buleleng & Dinasti Warmadewa
• Masyarakat Kerajaan Buleleng dan Dinasti Warmadewa
mayoritas menganut agama Hindu dan Buddha. Hal ini
ditandai dengan penemuan unsur-unsur Budha seperti
arca Budha di Gua Gajah dan stupa di pura Pegulingan
serta candi-candi yang tersebar di seluruh penjuru Bali.
Tetapi, tradisi megalitik masih mengakar kuat dalam
masyarakat. Kondisi ini dibuktikan dengan ditemukannya
beberapa bangunan pemujaan seperti punden berundak
di sekitar pura-pura Hindu.
17. Kehidupan Sosial Budaya Kerajaan Buleleng & Dinasti Warmadewa
Dalam kehidupan sosial, masyarakat Bali, tidak
terlepas dari agama yang dianutnya yaitu agama
hindu (mempunyai pengaruh yang paling besar) dan
Budha sehingga keadaan sosialnya sebagai berikut :
1. Terdapat pembagian golongan/kasta dalam
masyarakat yaitu Brahmana, Ksatria dan Waisya.
2. Pada masa Anak Wungsu dikenal adanya
beberapa golongan pekerja khusus yaitu pandai
besi, pandai emas, dan pandai tembaga dengan
tugas membuat alat-alat pertanian, alat-alat
rumah tangga, senjata, perhiasan dan lain-lain.
18. Kehidupan Politik Kerajaan Buleleng & Dinasti Warmadewa
Stuktur birokasi kerajaan berdasarkan pada prasati adalah
sebagai berikut.
1) Raja berperan sebagai kepala pemerintahan, jabatan
Raja diwariskan secara turun temurun.
2) Badan penasihat Raja disebut pekirakiran i jro
makabehan yang bertugas memberi nasehat dan
pertimbangan kepada Raja dalam pengambilan
keputusan penting. Badan ini terdiri dari beberapa
senapati dan beberapa pendeta agama Hindu ( dang
acarya ) dan Buddha ( dan upadhyaga )
3) Pegawai Kerajaan membantu raja dalam bidang
pemerintahan, penarikan pajak dan administrasi.
19. Peninggalan Kerajaan Buleleng & Dinasti
Warmadewa
1. Prasasti Blanjong
Prasasti Blanjong berbentuk tiang
atau pilar batu dengan ketinggian
177 cm dan memiliki diameter 62
cm. Adapun jenis huruf yang
terdapat di prasasti ini yakni Pre-
Negari dan sejenis Huruf Kawi.
Prasasti Blanjong menerangkan
tentang Kerajaan Medang dan
Kerajaan Dinasti Warmadewa.
Isinya berbunyi : “Pada tahun 835
çaka bulan phalguna, seorang raja
yang mempunyai kekuasaan di
seluruh penjuru dunia beristana di
keraton Sanghadwala, bernama Çri
Kesari telah mengalahkan musuh-
musuhnya di Gurun dan di Swal.
Inilah yang harus diketahui sampai
kemudian hari."
20. 2. Arca Ganesha
Arca ini berada sekitar 15
meter sebelah Barat Laut
dari Prasasti Blanjong. Arca
ini ditempatkan di sebuah
bangunan suci dalam
kompleks Blanjong sendiri.
Arca ini dipahatkan ke
genuk-genukan dengan
sikap wirasana, sedangkan
belalai dan kedua
tangannya dalam keadaan
patah. Arca ini terbuat dari
bahan batu padas yaitu
bahan yang tidak terdapat
di situs tersebut, sehingga
ada kemungkinan bahan
arca tersebut didatangkan
dari tempat lain atau arca
itu sendiri dibuat di tempat
lain.
21. 3. Pura Penegil Dharma
Pura ini terletak di
kecamatan Kutumbahan,
Buleleng. Pura yang
tergolong Kahyangan
Jagat Nusantara ini
sering pula disebut Pura
Puseh Penegil Dharma
atau Penyusu Dharma.
Berdasarkan penuturan
Ulu Krama Pura Penegil
Dharma Prof. Putu
Armaya, pura ini
merupakan pura tertua di
Bali dan menjadi cikal-
bakal Bali. Sebagai pusat
kesucian bhuwana
agung. Sejarah pendirian
pura ini dimulai pada 915
Masehi.
22. 4. Pura Tirta Empul
Pura Tirta Empul Tampak
Siring merupakan pura yang
disucikan oleh umat Hindu di
Bali yang berlokasi sekitar 39
Km dari Denpasar. terletak di
Desa Manukaya, Kecamatan
Tampak Siring, Kabupaten
Gianyar, Bali. Lokasinya tepat
di sebelah Istana Presiden di
Tampak Siring yang dulu
dibangun oleh presiden
Soekarno. Pura Tirta Empul
terkenal karena terdapat
sumber air yang hingga kini
dijadikan air suci
untuk melukat oleh
masyarakat dari seluruh
pelosok Bali.
23. 5. Pura dalem Jagaraga
Pura ini digunakan Jero
Jempiring -- istri patih I Gusti
Ketut Jelantik -- bertahan
sebagai sentra perlawanan,
menghadang serangan musuh,
tatkala benteng Jagaraga yang
berjarak sekitar 200 meter dari
pura ini diduduki Belanda. Jero
Jempiring dikenal luas lantaran
berhasil mengatur jalannya
pertempuran di sekitar Pura
Dalem Jagaraga pada 1848,
selaku komando dan penyala
semangat laskar Bali saat
menghadapi Belanda.