1. Page 1 of 7
Tafsir QS Fâthir/35: 31
“Klasifikasi Orang Islam”
Nash (Teks) Ayat al-Quran
ۖ
ۚ
“Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara
hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri
dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang
lebih dahulu berbuat kebaikan1
dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia
yang amat besar.” (QS Fâthir/35: 32]
Tafsîr al-Mufradât
: Kami (Allah) telah memilih. Allah telah
menetapkan bagi hamba-Nya yang di dunia ini.
: Orang yang menganiaya diri sendiri. Orang yang
melakukan taqshîr (kurang beramal) dalam
sebagian kewajiban, ditambah dengan tindakan
beberapa pelanggaran terhadap hal-hal yang
diharamkan, termasuk dosa-dosa.
: Orang yang berada pada posisi tengah. Orang yang
taat kepada Allah tanpa melakukan
kemaksiatan, namun belum mampu
melaksanakan ibadah-ibadah sunnah untuk
mendekatkan diri kepada Allah.
: Orang yang memulai [lebih awal] untuk berbuat
baik. Orang yang mampu melaksanakan
kewajiban-kewajiban dari Allah dan menjauhi
muharramât (larangan-larangan), dan
memunyai kemauan kuat untuk melaksanakan
amalan yang bukan wajib (sunnah) untuk
mendekatkan diri mereka kepada Allah, serta
menjauhi yang makruh.
1
Yang dimaksud dengan orang yang menganiaya dirinya sendiri ialah:
“orang yang lebih banyak kesalahannya daripada kebaikannya, dan pertengahan ialah
orang-orang yang kebaikannya berbanding dengan kesalahannya; sedang yang
dimaksud dengan orang-orang yang lebih dahulu dalam berbuat kebaikan ialah orang-
orang yang kebaikannya amat banyak dan amat jarang berbuat kesalahan.”
2. Page 2 of 7
: Karunia yang [amat] besar. Kenikmatan Allah
yang sangat bernilai, karena ‘mereka’ (yang
mendapatkannya) akan merasakan betapa
nikmatnya karunia Allah tersebut.
Al-Îdhâh (Penjelasan)
1. Al-Qur`ân: “Kebenaran Yang Datang Dari Allah”
Allah menginformasikan bahwa al-Qur`ân yang diwahyukan kepada
Rasul-Nya adalah kebenaran. Itu karena terdapat muatan al-haq di dalamnya.
Hingga seolah-olah kebenaran itu hanya terbatas di dalamnya saja. Maka
janganlah kalian merasa sempit dengannya. Muatan kebenaran yang
terkandung di dalamnya memberikan pengertian bahwa seluruh perkara dan
urusan yang telah ditunjukkan olehnya, dalam masalah ilâhiyyât (aqidah
tentang Allah), perkara-perkara ghaib dan lainnya akan persis dengan
kenyataan yang sebenarnya.
Al-Qur`ân membenarkan kitab-kitab dan para rasul sebelumnya.
Para rasul juga telah mengabarkan akan datangnya al-Qur`ân. Oleh sebab itu,
tidak mungkin seseorang beriman kepada kitab-kitab tersebut, akan tetapi
mengingkari al-Qur`ân. Pasalnya, pengingkarannya kepada al-Qur`ân
bertentangan dengan keimanannya kepada kitab-kitab sebelumnya. Bahwa
berita tentang al-Qur`ân telah termuat di dalam kitab-kitab tersebut.
Ditambah lagi, keterangan-keterangan kitab-kitab sebelumnya bersesuaian
dengan apa yang ada di dalam al-Qur`ân.
Misalnya, Allah memberi kepada masing-masing umat sesuatu yang
sesuai dengan kondisinya. Dalam konteks ini, syariat-syariat yang berlaku
pada zaman dulu tidak relevan kecuali untuk masa dan zaman mereka. Oleh
karena itu, Allah senantiasa mengutus para rasul, sampai akhirnya ditutup
oleh Rasulullah Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam . Beliau shallallâhu
‘alaihi wa sallam datang dengan aturan syariat yang relevan untuk setiap
tempat dan masa. Demikian ringkasan keterangan As-Sa'di tentang ayat
pertama.2
2. Tiga Klasifikasi Orang Islam
Di dalam QS Fâthir/35: 32 (tersebut di atas), Allah menyatakan:
‘betapa agung’ kemurahan dan kenikmatan-Nya yang telah dicurahkan
kepada umat Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Pilihan Allah kepada
mereka, lantaran mereka umat yang sempurna dengan akalnya, memiliki
pemikiran terbaik, hati yang lunak, dan jiwa yang bersih.3
Secara khusus,
Allah mewariskan kitab yang berisi kebenaran dan hidayah hakiki (al-Qur`ân)
kepada mereka. Kitab suci yang juga telah memuat kandungan al-haq yang
2
As-Sa’di, Taisîrul-Karîmir-Rahmân, hal. 689.
3
Ibid.
3. Page 3 of 7
ada dalam Injil dan Taurat. Sebab, dua kitab tersebut sudah tidak relevan
untuk menjadi hidayah (panduan) bagi umat manusia, lantaran telah
terintervensi oleh campur tangan manusia.4
Allah mengklasifikasi orang-orang yang menerima al-Qur`ân, yaitu
kaum muslimin menjadi tiga macam. Golongan pertama disebut zhâlim li
nafsihi. Golongan kedua disebut muqtashid. Jenis terakhir bergelar sâbiqun bil-
khairât. Berikut penjelasan singkatnya.
Pertama: ٌمِلَاظِهسْفَنِل (zhâlimun li nafsih).
Makna zhâlimun li nafsih merupakan sebutan bagi orang Islam yang
berbuat taqshîr (kurang beramal) dalam sebagian kewajiban, ditambah dengan
tindakan beberapa pelanggaran terhadap hal-hal yang diharamkan, termasuk
dosa-dosa besar.5
Atau dengan kata lain, orang yang taat kepada Allah, akan
tetapi ia juga berbuat maksiat kepada-Nya. Karakter golongan ini tertuang
dalam firman Allah berikut:6
ۚ
“Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka
mencampur-baurkan perkerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk.
Mudah-mudahan Allah menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS at-Taubah/9: 102).
Kedua: ُدِصَتْقُمْلا (al-muqtashid)
Orang-orang yang termasuk dalam istilah ini, ialah mereka yang taat
kepada Allah tanpa melakukan kemaksiatan, namun tidak menjalankan
ibadah-ibadah sunnah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Juga
diperuntukkan bagi orang yang telah mengerjakan perintah-perintah dan
menjauhi larangan-larangan saja. Tidak lebih dari itu.7
Atau dalam pengertian
lain, orang-orang yang telah mengerjakan kewajiban-kewajiban,
meninggalkan perbuatan haram, namun diselingi dengan meninggalkan
sejumlah amalan sunnah dan melakukan perkara yang makruh.8
Golongan Ketiga: ٌقِبَاسِتَارْيَخْلِاب (sâbiqun bi al-khairât).
4
Al-Jazâiri, Aisar at-Tafâsîr, II/1061-1062.
5
Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur`ân al-'Azhîm, VI/568, Al-Jazâiri, Aisar at-Tafâsîr,
hal, 1062.
6
Asy-Syinqîthi, Adhwâ al-Bayân, VI, hal. 164
7
Ibid.
8
Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur`ân al-'Azhîm, VI/568,
4. Page 4 of 7
Kelompok ini berciri menjalankan kewajiban-kewajiban dari Allah
dan menjauhi muharramât (larangan-larangan). Selain itu, keistimewaan yang
tidak lepas dari mereka adalah kemauan untuk menjalankan amalan-amalan
ketaatan yang bukan wajib untuk mendekatkan diri mereka kepada Allah.9
Atau mereka adalah orang-orang yang mengerjakan kewajiban-kewajiban,
amalan-amalan sunnah lagi menjauhi dosa-dosa besar dan kecil.10
Ketika al-Qurthubi mengetengahkan sekian banyak pendapat ulama
berkaitan dengan sifat-sifat tiga golongan di atas merupakan sesuatu yang
menarik. Sehingga bisa dijadikan sebagai cermin dan bahan muhâsabah
(introspeksi) bagi seorang muslim dalam kehidupan sehari-harinya; apakah ia
termasuk dalam golongan pertama (paling rendah), tengah-tengah, atau
menempati posisi yang terbaik dalam setiap sikap, perkataan dan tindakan.11
3. Janji Allah Kepada Orang Islam
Allah menjelaskan bahwa Dia (Allah) menjanjikan Jannatun-Na’îm
terhadap tiga kelompik orang Islam itu, dan Allah tidak akan pernah
meingkari janji-Nya.
Allah berfirman:
ۖ
“(Bagi mereka) surga 'Adn, mereka masuk ke dalamnya, di dalamnya mereka diberi
perhiasan dengan gelang-gelang dari emas, dan dengan mutiara, dan pakaian mereka
di dalamnya adalah sutera.” (QS Fâthir/35: 33)
Janji Allah berupa Jannatun-Na’îm kepada semua kelompok tersebut,
digapai pertama kali – berdasarkan urutan pada ayat – oleh kelompok orang
yang disebut: zhâlimun li nafsih. Hal tersebut menunjukkan bahwa ayat ini
termasuk arjâ âyâtil-Qur`ân. Yaitu ayat al-Qur`ân yang sangat membekaskan
sikap optimisme umat yang sangat kuat. Tidak ada satu pun seorang muslim
yang keluar dari tiga klasifikasi di atas. Sehingga ayat ini dapat dijadikan
sebagai dasar argumentasi bahwa pelaku dosa besar tidak kekal abadi di
neraka. Karena, golongan orang kafir dan balasan bagi mereka, secara khusus
dibicarakan pada ayat-ayat setelahnya, yaitu QS Fâthir/35: 36-37,
9
Asy-Syinqîthi, Adhwâ al Bayân, VI/164.
10
Al-Jazâiri, Aisar at-Tafâsîr, II/1062.
11
Al-Qurthubi, Al-Jâmi li Ahkâm al-Qur`ân, XIV/302-303.
5. Page 5 of 7
ۚ
ۚ
ۖ
“Dan orang-orang kafir bagi mereka neraka Jahannam. Mereka tidak dibinasakan
sehingga mereka mati dan tidak (pula) diringankan dari mereka azabnya.
Demikianlah Kami membalas setiap orang yang sangat kafir. Dan mereka berteriak di
dalam neraka itu: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami niscaya kami akan
mengerjakan amal yang saleh berlainan dengan yang telah kami kerjakan". Dan
apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir
bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi
peringatan? Maka rasakanlah (azab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang
zalim seorang penolong pun.”
Syaikh'Abdul-Muhsin al-Abbâd berkomentar tentang ayat di atas:
"Allah menyatakan tentang besarnya kemurahan dan kenikmatan dengan
memilih siapa saja yang Dia kehendaki untuk masuk Islam dengan mencakup
tiga golongan secara keseluruhan. Setiap orang yang telah memeroleh
hidayah Islam dari Allah, maka tempat kembalinya adalah jannah, kendati
golongan pertama akan mengalami siksa atas perbuatan kezaliman yang
dilakukan terhadap diri sendiri”.12
Hal ini sangat berbeda dengan kondisi Ahlul Kitab. Mereka hanya
terbagi menjadi dua kelompok, yakni golongan yang muqtashid dalam
beramal, dan kedua golongan mayoritas adalah orang-orang yang amalannya
buruk.
Allah berfirman:
ۚۖ
“Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil dan
12
'Abdul-Muhsin al-Abbâd al-Badr, Kutub wa Rasâ`il, Min Kunûz al-Qur`an al-
Karîm, I/282.
6. Page 6 of 7
(al-Quran) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan
mendapat makanan dari atas dan dari bawah kaki mereka13
. Di antara mereka ada
golongan yang pertengahan14
. Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh
kebanyakan mereka.” (QS al-Mâ`idah/5: 66).
4. Mengapa “Zhâlimun Linafsih” Didahulukan Penyebutannya Dalam Ayat
Ini?
Mengapa klasifikasi zhâlimun li nafsih dikedepankan dalam
memeroleh janji Jannatun-Na’îm dibandingkan dua golongan lainnya (al-
muqatshid dan sâbiqûn bil-khairât), padahal merupakan tingkatan manusia yang
terendah dari tiga golongan yang ada?
Para ulama telah mencoba menganalisa penyebabnya. Sebagian
ulama berpendapat, supaya golongan pertama itu tidak mengalami
keputusasaan dari rahmat Allah, dan golongan sâbiqûn bil-khairat tidak silau
dan terpedaya dengan amalan sendiri. Sebagian ulama lain menyatakan,
alasan mendahulukan golongan zhâlimun li nafsih lantaran mayoritas
penghuni surga berasal dari golongan itu. Sebab, orang yang tidak pernah
terjerumus dalam perbuatan maksiat jumlahnya sedikit. Ini berdasarkan
firman Allah:
ۖ
ۗ
“Daud berkata: "Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta
kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. Dan sesungguhnya
kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim
kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini". Dan Daud mengetahui bahwa
Kami mengujinya; maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur
sujud dan bertaubat.” (QS Shâd/38: 24)
Secara lebih luas, al-Qurthubi telah memaparkan pendapat-pendapat
ulama yang lain dalam kitab tafsirnya.15
5. Kesimpulan dan ‘Ibrah
13
Maksudnya: “Allah akan melimpahkan rahmat-Nya dari langit dengan
menurunkan hujan dan menimbulkan rahmat-Nya dari bumi dengan menumbuhkan
tumbuh-tumbuhan yang buahnya melimpah ruah.”
14
Maksudnya: “Orang yang bersikap jujur dan bertindak ‘lurus’ dan tidak
menyimpang dari kebenaran.
15
Al-Qurthubi, al-Jâmi li Ahkâm al-Qur`ân, XIV/304.
7. Page 7 of 7
Kesimpulan dan pelajaran penting yang dapat diambil dari ayat
tersebut di atas ialah:
1. Di dalam ayat ini, Allah telah memuliakan umat (Nabi) Muhammad
shallallâhu ‘alaihi wa sallam, dengan memberikan anugerah kepada
mereka ‘kitab (suci) al-Qur`an’, yang memuat kebenaran dan hidayah
yang juga terdapat di dalalm kitab Injil dan Taurat.
2. Ayat ini menjelaskan, betapa luasnya rahmat Allah bagi umat (Nabi)
Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam, dan lebih luas daripada umat-
umat terdahulu.
3. Ayat ini menjelaskan bahwa kaum muslimin terbagi menjagi tiga
tingkatan dalam beramal. Pertama, orang yang mezalimi diri mereka
sendiri, yaitu: orang yang taat kepada Allah, akan tetapi ia juga
berbuat maksiat kepada-Nya; kedua: orang yang berada posisi tengah
(transisi); yaitu: orang-orang yang telah mengerjakan kewajiban-
kewajiban, meninggalkan perbuatan haram, namun diselingi dengan
meninggalkan sejumlah amalan sunnah dan melakukan perkara yang
makruh; ketiga, orang yang berada pada posisi ideal, yaitu: orang-
orang yang telah berkemauan dan berkemampuan untuk mengerjakan
kewajiban-kewajiban, amalan-amalan sunnah, serta menjauhi dosa-
dosa besar dan kecil.16
4. Ayat ini menjelaskan artipenting: ‘kompetisi’ (berlomba-lomba) dalam
kebajikan, agar umat Islam ‘bisa’ mejadi model (teladan) bagi umat
lain; atau dengan kata lain: “menjadi yang pertama (yang mengawali)
dan yang utama (terbaik)”.
5. Ayat ini menjelaskan, bahwa orang yang berbuat dosa, ‘selain kufur
dan syirik’, tidak akan kekal di neraka, pada saatnya – dengan
maghfirah (ampunan) dan rahmat (kasih sayang) Allah, mereka akan
menjadi penghuni surga.
6. Ayat ini (juga) menjelaskan tentang ‘kenikmatan surgawi’, yang
nilainya sangat tinggi, dan semuanya – pada saatya -- akan didapatkan
oleh setiap muslim, cepat atau lambat, bergantung pada kualifikasi
masing.
Wallâhu a'lamu bish-shawâb.
Yogyakarta, 16 Januari 2015
16
Al-Jazâiri, Aisar at-Tafâsîr, II/1062.