SlideShare a Scribd company logo
1 of 6
Download to read offline
1
Taqiyyah: “Topeng Kemunafikan Kaum Syi’ah?”
Abstrak
Ada kiriman tulisan teman saya yang tadi malam saya diskusikan
bersama para sahabat saya. Simpulan pentingnya adalah: “Itulah
manhaj yang perlu kita apresiasi dengan cara yang lebih proporsional”.
Hentikan budaya ‘saling-menghujat’, dan ciptakan dialog yang jujur dan
terbuka. Kita boleh saja berbeda pendapat, sementara itu kita pun harus
menghargai pendapat orang lain yang berbeda dengan pendapat kita.
Kita boleh saja bersikap dengan keyakinan kit sendiri, dan orang lain
pun boleh bersikap dengan keyakinannya. Jangan pernah kita
paksanakan pendapat kita pada pada orang orang lain, karena kita pun
tidak pernah ingin dipaksa oleh orang lain untuk berpendapat sama
denganm mereka. Semoga Allah meridhai semua upaya kita untuk
menggapai hidayahNya. Amien.
Prolog:
“Taqiyyah, Rukun Firqah Syi’ah”
Aqidah Taqiyyah termasuk Aqidah Syi’ah, oleh kaum sunni
diasumsikan menyelisihi Islam. Tetapi, bagi kaum Syi’ah, aqidah ini
menempati kedudukan yang tinggi dalam keberagamaan mereka.
Menurut mereka, para nabi dan rasul pun diperintahkan untuk
melakukannya.
Ulama Syi’ah – menurut pelacakan kami -- telah menjelaskan definisi
Taqiyyah ini. Al-Mufîd dalam Tash-hîhul I’tiqâd berkata: “Taqiyyah
adalah merahasiakan al-haq (keyakinan Syi’ah, red) dan menutupi diri
dalam meyakininya, berkamuflase di hadapan para penentang (orang-
orang yang berseberangan dalam keyakinan) dan tidak mengusik mereka
dengan apa saja yang akan menyebabkan bahaya bagi agama dan dunia
(orang-orang Syi’ah).
Yusuf al-Bahrâni (tokoh Syi’ah abad 12 H) berkata, “Maksudnya
menampakkan kesamaan sikap dengan para penentang dalam apa yang
mereka yakini karena takut kepada mereka.”
Al-Khumaini berkata: “Taqiyyah artinya seseorang mengatakan sesuatu
yang bertentangan dengan realita atau melakukan sesuatu yang
2
berseberangan dengan aturan syariah guna menyelamatkan nyawa,
kehormatan atau kekayaannya.”1
Melalui tiga definisi Taqiyyah dari tiga Ulama besar Syi’ah dapat
disimpulkan bahwa:
1. Makna Taqiyyah adalah seseorang menampakkan sesuatu yang
berbeda dengan hatinya di hadapan orang lain
2. Dipraktikkan di hadapan para penentang mereka sehingga
seluruh kaum Muslimin masuk dalam kategori ini (para
penentang mereka).
3. Taqiyyah dilakukan dalam urusan yang berkaitan dengan praktik
agama orang-orang yang berseberangan dengan mereka.
4. Taqiyyah dilakukan karena rasa takut, ingin memelihara agama,
jiwa dan harta.2
Pelacakan:
“Beberapa Riwayat Tentang Kedudukan Taqiyyah”
Terdapat banyak riwayat versi Syi’ah dalam kitabkitab induk mereka
yang menunjukkan tingginya kedudukan Aqidah Taqiyyah ini.
Al-Kulaîni (seorang Ulama Syi’ah) meriwayatkan perkataan Ja’far ash-
Shâdiq yang berbunyi:
Taqiyyah adalah agamaku dan agama moyangku. Tidak ada keimanan bagi orang
yang tidak melakukan Taqiyyah
Abu ‘Abdillâh berkata: “Sesungguhnya Sembilan persepuluh dari agama
terdapat dalam Taqiyyah. Tidak ada agama bagi orang yang tidak
berTaqiyyah” [al-Khishâl, Ibnu Bâbuyah al-Qummi, 1/25].
Al-Bâqir berkata: “Akhlak terbaik para imam dan orang-orang
terkemuka Syi’ah adalah berTaqiyyah.” [al-Ushûl al-Ashîlah, hal. 324].
1
Atas dasar itu, adu argumentasi atau debat dengan mereka sulit
akan membuahkan hasil. Karena mereka akan menyangkal segala yang
dialamatkan kepada mereka.
2
Badzlul Majhûd, 2/638
3
Dalam al-Mahâsin, (sebuah rujukan Syi’ah) diriwayatkan dari Habîb bin
Basyîr dari Abu ‘Abdillâh, ia berkata: “Demi Allah Azza wa Jalla, tidak
ada di muka bumi ini yang lebih aku cintai daripada Taqiyyah. Habîb,
orang yang melakukan Taqiyyah, akan diangkat derajatnya oleh Allah
Azza wa Jalla. dan orang yang tidak melakukan Taqiyyah, Allah ‘Azza
wa Jalla akan menghinakannya.” [al-Mahâsin: 259].
Secara nyata, mereka memberlakukan Aqidah Taqiyyah di seluruh
kondisi. Dalam ibadah umpamanya; tidaklah mereka mengerjakan shalat
dengan kaum Muslimin kecuali dalam rangka menjalankan Aqidah
Taqiyyah, yang dalam bahasa lain adalah untuk memperdayai dan
menipu kaum Muslimin agar perbedaan tajam yang ada pada keyakinan
Syi’ah tidak tampak.3
Dalam masalah bersumpah, Ulama mereka memperbolehkan
mengeluarkan sumpah-sumpah dusta, tanpa perlu membatalkan atau
membayar kafarahnya.
Analisis:
“Kebatilan Prinsip (Aqidah)Taqiyyah”
Pernyataan-pernyataan di atas sudah bukan barang aneh lagi bagi Ahli
Sunnah. Pasalnya, landasan agama Syi’ah memang adalah dusta dan
tipu-daya. Semua yang mereka yakini tidak berasaskan dalil-dalil syar’i.
Pijakan mereka hanyalah kemunafikan dan kebohongan.
Syaikh Dr. Ibrâhim ar-Ruhaili Hafizhahullâh mengomentari riwayat-
riwayat di atas dengan berkata: “Riwayat-riwayat itu menunjukkan
bagaimana kedudukan Taqiyyah dalam pandangan mereka dan
derajatnya yang agung dalam agama mereka. Sebab Taqiyyah menurut
Syi’ah termasuk prinsip agama yang terpenting. Tidak ada keimanan
sempurna bagi orang yang tidak berTaqiyyah. Orang yang meninggalkan
Taqiyyah, laksana meninggalkan shalat. Bahkan Taqiyyah itu melebihi
seluruh rukun Islam. Taqiyyah mewakili sembilan persepuluh agama
3
Syaikh Ibrâhim ar-Ruhaili berkata: “Sebenarnya kami tidak
mengetahui apakah perbedaan antara mereka dan kaum Munafiqin.
Sebab, dahulu kaum Munafiqin mengerjakan shalat dan menampakkan
diri di hadapan kaum Muslimin dengan amal shaleh.” (Badzlul Majhûd,
2/246).
4
mereka. Sementara rukun-rukun Islam dan kewajiban-kewajiban lain
hanya terletak pada sepersepuluh bagian yang tersisa saja.”4
Syaikhul Islam rahimahullah memaparkan: “Sebagaimana (telah
dimaklumi), mereka orang yang paling buta terhadap ayat-ayat al-
Qur`ân, hadits-hadits dan atsar dan paling tidak tahu bagaimana cara
memilah-milah antara dalil yang shahîh dan yang lemah. Pijakan mereka
dalam dalildalil naqli adalah sejarah yang terputus sanadnya. Bahkan
kebanyakan riwayat itu berasal dari orang-orang yang telah dikenal akan
kedustaan dan bahkan juga kekufurannya. Ulama mereka berpegangan
pada riwayat seperti Abu Mikhnaf, Luth bin Yahya, Hisyâm bin
Muhammad bin Sâib dan orang-orang lainnya yang kedustaannya sudah
tidak asing lagi di kalangan Ulama (Islam). Anehnya, orangorang seperti
mereka itu merupakan orang-orang itu penting bagi Syi’ah dalam urusan
riwayat…”
Menampakkan diri dengan sesuatu yang tidak diyakini dan dikerjakan
oleh seseorang bukanlah sifat kaum mukminin. Tetapi, bagian dari
karakter kaum Munafiqin. Allah Azza wa Jalla berfirman:
Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka
mengatakan, “Kami telah beriman.” Dan bila mereka kembali kepada setan-setan
mereka, mereka mengatakan, “Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu.
Kami hanyalah berolok-olok.” [al-Baqarah/2: 14]
Allah Azza wa Jalla berfirman:
4
Dan Syaikh Dr. Abdul Azîz ash-Shâ’idi, dosen Jâmiah Islamiyyah
Madinah pernah menceritakan bahwa tokoh agama Syi’ah pernah
meminta jamaahnya tetap berada di Masjidil Haram untuk mengerjakan
shalat agar tidak menimbulkan kecurigaan orang. Sebab mereka di waktu
adzan dikumandangkan justeru keluar dari masjid. Ketika menimbulkan
kegaduhan dan pandangan sekeliling mengarah kepada mereka, sang
tokoh pun melarang jamaah keluar masjid dan tetap menjalankan shalat
bersama imam (melakukan Taqiyyah).
5
Mereka (orang-orang yang munafik) mengatakan dengan mulutnya apa yang
tidak terkandung dalam hatinya. [QS Âli ‘Imrân/3: 167]
Epilog:
“Menyikapi Prinsip Taqiyyah Syi’ah”
Setiap orang yang mempunyai akal akan memahami konsekuansi
Aqidah Taqiyyah. Sebab, pada hakikatnya, Taqiyyah merupakan intisari
dari kemunafikan dan kebohongan, yang dilembagakan, yang pada
saatnya memang bisa saja dimaklumi. Tetapi menjadi ‘naif’ bila
dilestarikan, bukan dengan pertimbangan darurat. Akibatnya, tidak
tampak perbedaan antara seorang mukmin dan kafir, orang shalih dan
orang jelek, orang jujur dan orang dusta, seorang rasul dan dukun.
Selanjutnya, prinsip-prinsip agama dan cabang-cabangnya akan lenyap.
Sebab, Syi’ah mengharuskan seseorang untuk menggunakan Taqiyyah
dalam segala kondisi. Menjadi seprti seorang Yahudi saat berinteraksi
dengan orang Yahudi, menjadi seolah-olah Nashrani saat bersama orang
Nashrani dan seterusnya. Meskipun demikian, tidak bisa dipungkirri
bahwa sebagian dari mereka – dengan sangat yakin -- menganggap diri
sebagai kaum mukminin dan menilai orang di luar mereka sebagai
orang-orang ‘murtad dan munafik’. Padahal – sebenarnya, dengan sikap
Taqiyyahnya-- – merekalah yang justeru lebih pantas diasumsikan
dengan sebutan itu, sebagaimana dikatakan Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah [Minhâjus Sunnah, 1/85, 69]
Dalam al-Qur’ân, berbicara dengan lisan yang berbeda dengan isi hati
termasuk karakter kaum munafiqin, berdasarkan firman Allah Azza wa
Jalla:
ۗ
Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak terkandung dalam
hatinya. dan Allah lebih mengetahui dalam hatinya. dan Allah lebih mengetahui
apa yang mereka sembunyikan. [QS Âli ‘Imrân/3: 167]
Itulah tulisan yang dikirim oleh teman saya. Dan saya bersama dengan
para sahabat saya sudah menindaklanjuti dengan diskusi ‘ringan’ namun
saya pandang cukup objektif dan terbuka. Dan sikap saya “tegas”: “Lanâ
ra’yunâ, wa lakum ra’yukum”, dan tidak perlu saling-menghujat.
6
Wallâhu A’lam bish-Shawâb.
Referensi:
1. Badzlul Majhûd Fî Itsbâti Musyâbahatir Râfidhah bil Yahûd, Dr.
Ibrâhîm ar-Ruhaili, Maktabah Ghurabâ‘ Th. III 1419 H.
2. Tanâquhu Ahlil Ahwâ wal Bida’ Dr. Afâf binti Hasan bin
Muhammad Mukhtâr Maktabar ar-Rusyd (1/213-215).
(Dikutip dan diselaraskan dari tulisan Ustadz Abu Minhal, dalam majalah As-Sunnah
Edisi 04/Tahun XIII/1430H/2009M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah
Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondanrejo Solo 57183 Telp.
0271-858197 Fax 0271-858197, yang dikutip dalam
https://abangdani.wordpress.com/2012/03/26/taqiyyah-topeng-kemunafikan-
kaum-Syi’ah/#more-8879, dalam almanhaj.or.id)

More Related Content

Viewers also liked

Viewers also liked (12)

Jujur, kiat menuju selamat
Jujur, kiat menuju selamatJujur, kiat menuju selamat
Jujur, kiat menuju selamat
 
Ucapkan insyâallâh
Ucapkan insyâallâhUcapkan insyâallâh
Ucapkan insyâallâh
 
Jadilah pemimpin dan bukan penguasa 01
Jadilah pemimpin dan bukan penguasa 01Jadilah pemimpin dan bukan penguasa 01
Jadilah pemimpin dan bukan penguasa 01
 
5 (lima) penyebab seseorang berputus asa
5 (lima) penyebab seseorang berputus asa5 (lima) penyebab seseorang berputus asa
5 (lima) penyebab seseorang berputus asa
 
Menyoal nikah sirri
Menyoal nikah sirriMenyoal nikah sirri
Menyoal nikah sirri
 
Berkhalwat, mengapa dilarang
Berkhalwat, mengapa dilarangBerkhalwat, mengapa dilarang
Berkhalwat, mengapa dilarang
 
Al hilm
Al hilmAl hilm
Al hilm
 
Memahami makna zuhud 01
Memahami makna zuhud 01Memahami makna zuhud 01
Memahami makna zuhud 01
 
Menuju kemuliaan hidup dengan ruh al ihsan
Menuju kemuliaan hidup dengan ruh al ihsanMenuju kemuliaan hidup dengan ruh al ihsan
Menuju kemuliaan hidup dengan ruh al ihsan
 
Ringkasan buku fiqh ikhtilaf (fikih perbedaan pendapat) dr yusuf qardhawi
Ringkasan buku fiqh ikhtilaf (fikih perbedaan pendapat) dr yusuf qardhawiRingkasan buku fiqh ikhtilaf (fikih perbedaan pendapat) dr yusuf qardhawi
Ringkasan buku fiqh ikhtilaf (fikih perbedaan pendapat) dr yusuf qardhawi
 
Digital Intelligence : pour une éthique algorithmique ?
Digital Intelligence : pour une éthique algorithmique ?Digital Intelligence : pour une éthique algorithmique ?
Digital Intelligence : pour une éthique algorithmique ?
 
Gazette numéro 2 Festival international du film 2014
Gazette numéro 2 Festival international du film 2014Gazette numéro 2 Festival international du film 2014
Gazette numéro 2 Festival international du film 2014
 

More from Muhsin Hariyanto

Pembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahPembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyah
Muhsin Hariyanto
 
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Muhsin Hariyanto
 
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanIstighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
Muhsin Hariyanto
 
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMemahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Muhsin Hariyanto
 
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Muhsin Hariyanto
 
10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul
Muhsin Hariyanto
 
Inspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamInspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayam
Muhsin Hariyanto
 
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifBerbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Muhsin Hariyanto
 

More from Muhsin Hariyanto (20)

Khutbah idul fitri 1436 h
Khutbah idul fitri 1436 hKhutbah idul fitri 1436 h
Khutbah idul fitri 1436 h
 
Pembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahPembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyah
 
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
 
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanIstighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
 
Etika dalam berdoa
Etika dalam berdoaEtika dalam berdoa
Etika dalam berdoa
 
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMemahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
 
Manajemen syahwat
Manajemen syahwatManajemen syahwat
Manajemen syahwat
 
Manajemen syahwat
Manajemen syahwatManajemen syahwat
Manajemen syahwat
 
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
 
10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul
 
Khitan bagi wanita (01)
Khitan bagi wanita (01)Khitan bagi wanita (01)
Khitan bagi wanita (01)
 
Strategi dakwah
Strategi dakwahStrategi dakwah
Strategi dakwah
 
Sukses karena kerja keras
Sukses karena kerja kerasSukses karena kerja keras
Sukses karena kerja keras
 
Opini dul
Opini   dulOpini   dul
Opini dul
 
Inspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamInspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayam
 
Tentang diri saya
Tentang diri sayaTentang diri saya
Tentang diri saya
 
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifBerbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
 
Ketika kita gagal
Ketika kita gagalKetika kita gagal
Ketika kita gagal
 
Jadilah diri sendiri!
Jadilah diri sendiri!Jadilah diri sendiri!
Jadilah diri sendiri!
 
Gatotkaca winisuda
Gatotkaca winisudaGatotkaca winisuda
Gatotkaca winisuda
 

Taqiyyah, topeng kemunafikan kaum syi'ah

  • 1. 1 Taqiyyah: “Topeng Kemunafikan Kaum Syi’ah?” Abstrak Ada kiriman tulisan teman saya yang tadi malam saya diskusikan bersama para sahabat saya. Simpulan pentingnya adalah: “Itulah manhaj yang perlu kita apresiasi dengan cara yang lebih proporsional”. Hentikan budaya ‘saling-menghujat’, dan ciptakan dialog yang jujur dan terbuka. Kita boleh saja berbeda pendapat, sementara itu kita pun harus menghargai pendapat orang lain yang berbeda dengan pendapat kita. Kita boleh saja bersikap dengan keyakinan kit sendiri, dan orang lain pun boleh bersikap dengan keyakinannya. Jangan pernah kita paksanakan pendapat kita pada pada orang orang lain, karena kita pun tidak pernah ingin dipaksa oleh orang lain untuk berpendapat sama denganm mereka. Semoga Allah meridhai semua upaya kita untuk menggapai hidayahNya. Amien. Prolog: “Taqiyyah, Rukun Firqah Syi’ah” Aqidah Taqiyyah termasuk Aqidah Syi’ah, oleh kaum sunni diasumsikan menyelisihi Islam. Tetapi, bagi kaum Syi’ah, aqidah ini menempati kedudukan yang tinggi dalam keberagamaan mereka. Menurut mereka, para nabi dan rasul pun diperintahkan untuk melakukannya. Ulama Syi’ah – menurut pelacakan kami -- telah menjelaskan definisi Taqiyyah ini. Al-Mufîd dalam Tash-hîhul I’tiqâd berkata: “Taqiyyah adalah merahasiakan al-haq (keyakinan Syi’ah, red) dan menutupi diri dalam meyakininya, berkamuflase di hadapan para penentang (orang- orang yang berseberangan dalam keyakinan) dan tidak mengusik mereka dengan apa saja yang akan menyebabkan bahaya bagi agama dan dunia (orang-orang Syi’ah). Yusuf al-Bahrâni (tokoh Syi’ah abad 12 H) berkata, “Maksudnya menampakkan kesamaan sikap dengan para penentang dalam apa yang mereka yakini karena takut kepada mereka.” Al-Khumaini berkata: “Taqiyyah artinya seseorang mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan realita atau melakukan sesuatu yang
  • 2. 2 berseberangan dengan aturan syariah guna menyelamatkan nyawa, kehormatan atau kekayaannya.”1 Melalui tiga definisi Taqiyyah dari tiga Ulama besar Syi’ah dapat disimpulkan bahwa: 1. Makna Taqiyyah adalah seseorang menampakkan sesuatu yang berbeda dengan hatinya di hadapan orang lain 2. Dipraktikkan di hadapan para penentang mereka sehingga seluruh kaum Muslimin masuk dalam kategori ini (para penentang mereka). 3. Taqiyyah dilakukan dalam urusan yang berkaitan dengan praktik agama orang-orang yang berseberangan dengan mereka. 4. Taqiyyah dilakukan karena rasa takut, ingin memelihara agama, jiwa dan harta.2 Pelacakan: “Beberapa Riwayat Tentang Kedudukan Taqiyyah” Terdapat banyak riwayat versi Syi’ah dalam kitabkitab induk mereka yang menunjukkan tingginya kedudukan Aqidah Taqiyyah ini. Al-Kulaîni (seorang Ulama Syi’ah) meriwayatkan perkataan Ja’far ash- Shâdiq yang berbunyi: Taqiyyah adalah agamaku dan agama moyangku. Tidak ada keimanan bagi orang yang tidak melakukan Taqiyyah Abu ‘Abdillâh berkata: “Sesungguhnya Sembilan persepuluh dari agama terdapat dalam Taqiyyah. Tidak ada agama bagi orang yang tidak berTaqiyyah” [al-Khishâl, Ibnu Bâbuyah al-Qummi, 1/25]. Al-Bâqir berkata: “Akhlak terbaik para imam dan orang-orang terkemuka Syi’ah adalah berTaqiyyah.” [al-Ushûl al-Ashîlah, hal. 324]. 1 Atas dasar itu, adu argumentasi atau debat dengan mereka sulit akan membuahkan hasil. Karena mereka akan menyangkal segala yang dialamatkan kepada mereka. 2 Badzlul Majhûd, 2/638
  • 3. 3 Dalam al-Mahâsin, (sebuah rujukan Syi’ah) diriwayatkan dari Habîb bin Basyîr dari Abu ‘Abdillâh, ia berkata: “Demi Allah Azza wa Jalla, tidak ada di muka bumi ini yang lebih aku cintai daripada Taqiyyah. Habîb, orang yang melakukan Taqiyyah, akan diangkat derajatnya oleh Allah Azza wa Jalla. dan orang yang tidak melakukan Taqiyyah, Allah ‘Azza wa Jalla akan menghinakannya.” [al-Mahâsin: 259]. Secara nyata, mereka memberlakukan Aqidah Taqiyyah di seluruh kondisi. Dalam ibadah umpamanya; tidaklah mereka mengerjakan shalat dengan kaum Muslimin kecuali dalam rangka menjalankan Aqidah Taqiyyah, yang dalam bahasa lain adalah untuk memperdayai dan menipu kaum Muslimin agar perbedaan tajam yang ada pada keyakinan Syi’ah tidak tampak.3 Dalam masalah bersumpah, Ulama mereka memperbolehkan mengeluarkan sumpah-sumpah dusta, tanpa perlu membatalkan atau membayar kafarahnya. Analisis: “Kebatilan Prinsip (Aqidah)Taqiyyah” Pernyataan-pernyataan di atas sudah bukan barang aneh lagi bagi Ahli Sunnah. Pasalnya, landasan agama Syi’ah memang adalah dusta dan tipu-daya. Semua yang mereka yakini tidak berasaskan dalil-dalil syar’i. Pijakan mereka hanyalah kemunafikan dan kebohongan. Syaikh Dr. Ibrâhim ar-Ruhaili Hafizhahullâh mengomentari riwayat- riwayat di atas dengan berkata: “Riwayat-riwayat itu menunjukkan bagaimana kedudukan Taqiyyah dalam pandangan mereka dan derajatnya yang agung dalam agama mereka. Sebab Taqiyyah menurut Syi’ah termasuk prinsip agama yang terpenting. Tidak ada keimanan sempurna bagi orang yang tidak berTaqiyyah. Orang yang meninggalkan Taqiyyah, laksana meninggalkan shalat. Bahkan Taqiyyah itu melebihi seluruh rukun Islam. Taqiyyah mewakili sembilan persepuluh agama 3 Syaikh Ibrâhim ar-Ruhaili berkata: “Sebenarnya kami tidak mengetahui apakah perbedaan antara mereka dan kaum Munafiqin. Sebab, dahulu kaum Munafiqin mengerjakan shalat dan menampakkan diri di hadapan kaum Muslimin dengan amal shaleh.” (Badzlul Majhûd, 2/246).
  • 4. 4 mereka. Sementara rukun-rukun Islam dan kewajiban-kewajiban lain hanya terletak pada sepersepuluh bagian yang tersisa saja.”4 Syaikhul Islam rahimahullah memaparkan: “Sebagaimana (telah dimaklumi), mereka orang yang paling buta terhadap ayat-ayat al- Qur`ân, hadits-hadits dan atsar dan paling tidak tahu bagaimana cara memilah-milah antara dalil yang shahîh dan yang lemah. Pijakan mereka dalam dalildalil naqli adalah sejarah yang terputus sanadnya. Bahkan kebanyakan riwayat itu berasal dari orang-orang yang telah dikenal akan kedustaan dan bahkan juga kekufurannya. Ulama mereka berpegangan pada riwayat seperti Abu Mikhnaf, Luth bin Yahya, Hisyâm bin Muhammad bin Sâib dan orang-orang lainnya yang kedustaannya sudah tidak asing lagi di kalangan Ulama (Islam). Anehnya, orangorang seperti mereka itu merupakan orang-orang itu penting bagi Syi’ah dalam urusan riwayat…” Menampakkan diri dengan sesuatu yang tidak diyakini dan dikerjakan oleh seseorang bukanlah sifat kaum mukminin. Tetapi, bagian dari karakter kaum Munafiqin. Allah Azza wa Jalla berfirman: Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan, “Kami telah beriman.” Dan bila mereka kembali kepada setan-setan mereka, mereka mengatakan, “Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu. Kami hanyalah berolok-olok.” [al-Baqarah/2: 14] Allah Azza wa Jalla berfirman: 4 Dan Syaikh Dr. Abdul Azîz ash-Shâ’idi, dosen Jâmiah Islamiyyah Madinah pernah menceritakan bahwa tokoh agama Syi’ah pernah meminta jamaahnya tetap berada di Masjidil Haram untuk mengerjakan shalat agar tidak menimbulkan kecurigaan orang. Sebab mereka di waktu adzan dikumandangkan justeru keluar dari masjid. Ketika menimbulkan kegaduhan dan pandangan sekeliling mengarah kepada mereka, sang tokoh pun melarang jamaah keluar masjid dan tetap menjalankan shalat bersama imam (melakukan Taqiyyah).
  • 5. 5 Mereka (orang-orang yang munafik) mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak terkandung dalam hatinya. [QS Âli ‘Imrân/3: 167] Epilog: “Menyikapi Prinsip Taqiyyah Syi’ah” Setiap orang yang mempunyai akal akan memahami konsekuansi Aqidah Taqiyyah. Sebab, pada hakikatnya, Taqiyyah merupakan intisari dari kemunafikan dan kebohongan, yang dilembagakan, yang pada saatnya memang bisa saja dimaklumi. Tetapi menjadi ‘naif’ bila dilestarikan, bukan dengan pertimbangan darurat. Akibatnya, tidak tampak perbedaan antara seorang mukmin dan kafir, orang shalih dan orang jelek, orang jujur dan orang dusta, seorang rasul dan dukun. Selanjutnya, prinsip-prinsip agama dan cabang-cabangnya akan lenyap. Sebab, Syi’ah mengharuskan seseorang untuk menggunakan Taqiyyah dalam segala kondisi. Menjadi seprti seorang Yahudi saat berinteraksi dengan orang Yahudi, menjadi seolah-olah Nashrani saat bersama orang Nashrani dan seterusnya. Meskipun demikian, tidak bisa dipungkirri bahwa sebagian dari mereka – dengan sangat yakin -- menganggap diri sebagai kaum mukminin dan menilai orang di luar mereka sebagai orang-orang ‘murtad dan munafik’. Padahal – sebenarnya, dengan sikap Taqiyyahnya-- – merekalah yang justeru lebih pantas diasumsikan dengan sebutan itu, sebagaimana dikatakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah [Minhâjus Sunnah, 1/85, 69] Dalam al-Qur’ân, berbicara dengan lisan yang berbeda dengan isi hati termasuk karakter kaum munafiqin, berdasarkan firman Allah Azza wa Jalla: ۗ Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak terkandung dalam hatinya. dan Allah lebih mengetahui dalam hatinya. dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan. [QS Âli ‘Imrân/3: 167] Itulah tulisan yang dikirim oleh teman saya. Dan saya bersama dengan para sahabat saya sudah menindaklanjuti dengan diskusi ‘ringan’ namun saya pandang cukup objektif dan terbuka. Dan sikap saya “tegas”: “Lanâ ra’yunâ, wa lakum ra’yukum”, dan tidak perlu saling-menghujat.
  • 6. 6 Wallâhu A’lam bish-Shawâb. Referensi: 1. Badzlul Majhûd Fî Itsbâti Musyâbahatir Râfidhah bil Yahûd, Dr. Ibrâhîm ar-Ruhaili, Maktabah Ghurabâ‘ Th. III 1419 H. 2. Tanâquhu Ahlil Ahwâ wal Bida’ Dr. Afâf binti Hasan bin Muhammad Mukhtâr Maktabar ar-Rusyd (1/213-215). (Dikutip dan diselaraskan dari tulisan Ustadz Abu Minhal, dalam majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun XIII/1430H/2009M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondanrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858197, yang dikutip dalam https://abangdani.wordpress.com/2012/03/26/taqiyyah-topeng-kemunafikan- kaum-Syi’ah/#more-8879, dalam almanhaj.or.id)