Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015
KEMENPERA GRAND DESIGN
1. KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
Jl. Raden Patah I No. 1, Kebayoran Baru Jakarta Selatan 12110
Telepon/Fax (021) 72799056, (021) 7245751, (021)7226601(sentral)
www.kemenpera.go.id
Laporan Penyiapan
GRAND DESIGN
Bidang Perumahan
dan Kawasan Permukiman
2011
2.
3. Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kementerian Perumahan Rakyat
1/ 28
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) merupakan sektor penting dalam
pembangunan karakter dan peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia. Sebagai
sebuah product, wujud rumah merupakan sintesis antar rantai produksi material,
pencapaian teknologi, serta daya dukung lingkungan sebagai penyedia bahan mentah
maupun tapak hunian;; sebagai sebuah process, pembangunan perumahan dipengaruhi
oleh kemampuan pembiayaan individu serta faktor pembentuk daya beli yang bersifat
makro.
Faktor yang mempengaruhi suplai perumahan1
sedemikian kompleks sehingga, dengan
struktur kelembagaan Indonesia saat ini, membutuhkan kordinasi antar sektor/
Kementerian/ Lembaga. Efektivitas kordinasi inter-sektoral program PKP ini seyogianya
bermula sejak fase perencanaan hingga implementasi sedemikian sehingga dapat
memperkecil kesenjangan konsep dengan implementasinya, menihilkan benturan antar
peraturan, mereduksi konflik kewenangan dan multi-tafsir implementasi kebijakan.
Berdasar pada harapan tersebut, dengan memperhatikan karakteristik penanganan
persoalan perumahan yang cenderung jangka panjang2
, mempertimbangkan sistem
perencanaan pembangunan Nasional, maka suatu Grand Design PKP dinilai berpotensi
menjadi landasan penanganan persoalan PKP yang terencana, sistematis dan
berkesinambungan.
Upaya formulasi Grand Design PKP ini dimulai dari tahap penyiapan yang memuat
kegiatan kajian teknis, inventarisasi aspirasi dan informasi sektoral, lalu dimatangkan
melalui konsensus yang hasil-hasilnya terumuskan dalam Laporan Penyiapan Grand
Design bidang Perumahan dan Permukiman ini. Sebagai suatu langkah mula
pengembangan dokumen yang representatif dan strategis maka ketepatan isu, visi,
strategi memainkan peran penting sehingga penyempurnaannya membutuhkan
dukungan informasi yang kontinu. Oleh karena itu, laporan ini diproyeksikan menjadi
modal awal yang akan melalui berbagai tahap konsolidasi mengingat komprehensivitas
isu yang hendak ditangani, jangkauan waktu yang hendak dikelola, variasi stakeholders
1
Lima faktor penentu harga rumah yakni harga tanah, biaya prasarana jalan, biaya bangunan, harga dana, dan perizinan. Lihat:
Komarudin, 1997, Menelusuri Pembangunan Perumahan dan Permukiman. hal. 347, Jakarta: Yayasan REI – PT. Rakasindo.
Pada tingkat Nasional maupun Daerah, 5 faktor tersebut ditangani oleh Kementerian/Lembaga yang berlainan;; ini
merupakan dasar kebutuhan pengembangan platform inter-sektoral agar pasokan mampu mengimbangi kebutuhan
perumahan.
2
Tenor dalam penyediaan perumahan formal pada umumnya berlangsung selama 15 tahun.
4. Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kementerian Perumahan Rakyat
2/ 28
yang terlibat, maupun dinamika variabel yang mendeterminasi backlog dan kualitas
perumahan.
1.2. Tujuan Dan Sasaran
1.2.1. Tujuan
Grand Design PKP bertujuan memberi arah kebijakan pencapaian sasaran
pembangunan bidang PKP dan menjadi pedoman penyusunan roadmap tahun 2015-
2019, 2020-2024 di lingkungan Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah,
Masyarakat dan Dunia Usaha.
1.2.2. Sasaran
Sasaran umum Grand Design PKP diarahkan untuk meningkatkan koordinasi antar
pemangku kepentingan bidang PKP, penyediaan sistem pembiayaan jangka panjang
yang mampu diakses oleh berbagai tipe kelompok penerima manfaat, pengembangan
produk perumahan yang terjangkau dan berwawasan lingkungan dalam upaya
mewujudkan reduksi backlog, peningkatan kualitas bermukim, serta pengentasan
kawasan kumuh.
1.3. Pengertian
Grand design terdiri atas 2 kata yakni (i) grand yang berarti hal yang paling penting,
besar, menjadi induk3
, serta (ii) design yang berarti suatu skema pengaturan (sinonim
dari designing), sesuatu yang ditujukan sebagai pedoman untuk melaksanakan sesuatu
lainnya (sinonim dari blueprint), suatu anticipated outcome yang ingin dicapai (sinonim
dari aim).4
Secara praktikal, grand design kerap diterjemahkan/diimplementasikan
sebagai rencana induk5
atau kerangka utama6
.
Sebagai sebuah rencana induk maka grand design merujuk pada dokumen
pembangunan Nasional serta memuat visi, arah kebijakan, visi dan misi, tujuan dan
sasaran, sasaran 5 tahunan (roadmap)7
;; rencana induk ini bertujuan untuk memberikan
arah kebijakan8
pelaksanaan selama kurun waktu tertentu secara efektif, efisien,
3
Sonny Harry B. Harmadi, 2011, Desain Induk Kependudukan, slide 4, Jakarta: Lembaga Demografi FEUI.
4
Ibid.
5
Suratman Woro, Sudibyakto, Suyono, 30 Agustus 2003, ”Penyusunan Rencana Induk (Grand Design) Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Kasus: SWS Bengawan Solo” Prosiding Lokakarya Nasional ”Menuju Pengelolaan Sumberdaya Wilayah
Berbasis Ekosistem untuk Mereduksi Potensi Konflik Antar Daerah”, Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM.
Anonim, Mei-Juni 2011, Reformasi Birokrasi Ditjen Bina Marga, Slide 15, Jakarta.
Anonim, 19 April 2011, Grand Design Program, Kegiatan 2011 dan Konsep PHBK, slide 5, Jakarta: Direktorat Kerjasama
Pendidikan Kependudukan
6
Anonim, 2009 a, Petunjuk Teknis Penyusunan Standar Biaya Khusus Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran
2009, hal. 6, Jakarta.
7
Adaptasi dari Gambar 4. Kerangka Pikir Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025.Lampiran Perpres RI No. 81 Tahun
2010 Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 – 2025, hal 12.
8
Anonim, 19 April 2011, Op. cit., slide 8.
5. Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kementerian Perumahan Rakyat
3/ 28
terukur, konsisten, terintegrasi, melembaga dan berkelanjutan.9
Sebagai kerangka
utama maka grand design merupakan gambaran umum secara menyeluruh tentang
program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh Kementerian Negara/Lembaga (K/L) dan
dimaksudkan untuk memberikan arah kebijakan dan keterkaitan antara kegiatan, sub
kegiatan dengan program-program yang telah ditetapkan.10
Memberi arah kebijakan,
pedoman K/L dalam perencanaan pembangunan, rujukan penyusunan roadmap
merupakan sejumlah ciri grand design yang telah berjalan selama ini.
1.4. Kedudukan
Selain dilatarbelakangi oleh kebutuhan terhadap kesamaan persepsi, suatu grand
design juga diperlukan untuk menyelesaikan sejumlah hal seperti kesenjangan tataran
konsep maupun implementasinya, benturan antar peraturan, perbedaan pendapat,
konflik kewenangan, multi-tafsir implementasi kebijakan. Guna mencapai tujuan
tersebut serta posisinya yang menjadi acuan antar K/L maka grand design diharapkan
pula menjadi bagian dari aturan perundang-undangan.11
Adapun kedudukan Grand
Design dalam kaitannya dengan berbagai dokumen perencanaan pembangunan lainnya
[RPJPN 2005-2025 (UU No.17 Tahun 2007), RPJMN 2010-2014 (Perpres No.5 Tahun
2010)] dapat ditampilkan sebagai berikut:
Gambar 1-1. Kedudukan/Keterkaitan Grand Design
dengan Dokumen Perencanaan Pembangunan
12
9
Lampiran Perpres Presiden RI No. 81 Tahun 2010 Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 – 2025, hal 12
10
Anonim, 2009 a, Op.cit., hal. 8.
11
Anonim, 2009 b, Grand Design Desentralisasi Fiskal, hal.5, Jakarta: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan,
Departemen Keuangan
12
Adaptasi terhadap diagram kedudukan Grand Design Reformasi Birokrasi dengan RPJPN 2005-2025 dan RPJMN 2010-
2014, 2015-2019, 2020-20254 . Lihat: Lampiran Perpres Presiden RI No. 81 Tahun 2010 Grand Design Reformasi Birokrasi
2010 – 2025, hal 12
6. Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kementerian Perumahan Rakyat
4/ 28
Grand Design merupakan rancangan induk yang diderivasi mengacu kepada RPJPN
(UU No.17 Tahun 2007) serta minimum dikukuhkan melalui Peraturan Presiden13
;;
bilamana suatu Grand Design diproyeksikan untuk menjadi acuan K/L sekaligus
Pemerintah Daerah maka kedudukan Grand Design dapat berada di atas RPJMN
(ditetapkan oleh Peraturan Presiden14
). Adapun roadmap merupakan bentuk
operasionalisasi Grand Design selama 5 tahun dalam mencapai suatu tahap maupun
beralih ke tahap lainnya;; roadmap bersifat living document15
dan ditetapkan melalui
Peraturan Menteri agar dapat memiliki fleksibilitas dalam mengadaptasi berbagai
dinamika penyelenggaraan pemerintahan pada masanya.
Sebagaimana disajikan secara ideal dalam Gambar I-1, dapat dijelaskan bahwa
dokumen Roadmap PKP mendapat pengaruh langsung dari Grand Design PKP
sedangkan RPJMN menginternalisasi Grand Design PKP melalui Roadmap PKP.
Terkait dengan penyiapan Grand Design PKP yang direncanakan pada lingkup waktu
2015-2025 maka secara praktikal, Roadmap PKP 2015-2014 merupakan
operasionalisasi Grand Design PKP pada periode 2015-2019 yang akan menjadi
rujukan penyusunan RPJMN 2020-2024;; Roadmap PKP 2015-2019 hingga 2020-2024
akan mengalami pemutakhiran sesuai dengan hasil pelaksanaan RPJMN, Roadmap
PKP periode sebelumnya, serta dinamika penyelenggaraan pemerintahan.
1.5. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Grand Design PKP mencakup (i) lingkup jangkauan waktu, yakni
memberi arah penyelenggaraan bidang PKP untuk kurun waktu 2015-2025, (ii) lingkup
sistem perencanaan yakni merupakan acuan perencanaan bagi dokumen roadmap PKP
dan RPJMN, serta (iii) lingkup pemangku kepentingan, yakni mengintegrasikan segenap
upaya dan mendistribusikan peran Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah,
Masyarakat dan Dunia Usaha.
13
Ibid., hal 4.
Terdapat pula pendapat yang menyatakan bahwa bentuk hukum formal Grand Design ini sebaiknya tidak lebih rendah dari
Undang-Undang. Lihat: Anonim, 2009 b, Op.cit., hal. 5.
Adapun hirarki legislasi Indonesia, dari yang tertinggi hingga terendah, sebagai berikut: Undang-undang Dasar 1945,
Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan
daerah.
14
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional pasal 19
menyebutkan bahwa RPJM Nasional ditetapkan dengan Peraturan Presiden Paling Lambat 3 (Tiga) Bulan Setelah Presiden
Dilantik
15
Living document diartikan sebagai dokumen yang harus mengalami revisi atau mengalami pemutakhiran seiring dengan
perubahan yang terjadi.
7. Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kementerian Perumahan Rakyat
5/ 28
1.6. Metode
1.6.1. Jalur Formulasi
Berdasar kedudukan grand design terlihat bahwa RPJPN berperan sebagai rujukan
utama sumber derivasi. Selain itu ditemukan pula dokumen yang berperan sebagai
pedoman terkait penyelenggaraan perumahan dan permukiman, yakni Kebijakan dan
Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman (KSNPP)16
. Sementara itu terdapat
fakta bahwa sejumlah pelaku pembangunan non-Pemerintah secara independen
mengimplementasikan strategi yang berdampak positif bagi penerima manfaat
bidang PKP meski tanpa merujuk pada dokumen bidang PKP yang dihasilkan
Pemerintah (Lampiran 1). Pada sisi lain, sejumlah program PKP yang telah
diselenggarakan Pemerintah sejak periode 2004-2009 juga memiliki kontribusi yang
signifikan dalam upaya memenuhi kebutuhan bidang PKP (Lampiran 2).
Pertimbangan terhadap kondisi tersebut serta kebutuhan untuk memperkecil
gap/inkoherensi yang terdapat dalam dokumen kebijakan perumahan dan
permukiman kemudian memunculkan strategi formulasi Grand Design PKP menjadi
3 jalur (Gambar 1-2) yakni: (i) jalur kajian dokumen kebijakan,(ii) jalur kajian praktik
unggulan dan pembelajaran, (iii) jalur kajian akademik. Sebagaimana tertera pada
gambar 1-2, proses formulasi tersebut dimulai melalui jalur kajian dokumen kebijakan
yang diarahkan guna menelaah dokumen RPJPN dan KSNPP (Lampiran 3)
sehingga isu, visi, dan strategi bidang PKP, yang akan menjadi sumber derivasi,
dapat teridentifikasi. Selanjutnya, praktik unggulan dan pembelajaran bidang PKP
yang dilakukan oleh pemerintah maupun non-pemerintah (Lampiran 4) dikaji untuk
mencermati tentang efektivitas program eksisting terhadap penyelesaian persoalan
bidang PKP yang telah dideksripsikan dalam dokumen RPJPN dan KSNPP.
16
“Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman (KSNPP) merupakan arahan bagi Instansi terkait dalam
rangka koordinasi dan sinkronisasi program penyelenggaraan perumahan dan permukiman dengan tetap mengacu pada
Propenas dan Propeda.”
“Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman (KSNPP) digunakan sebagai pedoman untuk penyiapan
pengaturan dan rencana penyelenggaraan perumahan dan permukiman baik di Pusat maupun di Daerah sesuai kondisi
dan potensi setempat.”
Lihat: Surat Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah selaku Ketua BKP4N, No. 217/KPTS/M/2002 tanggal
13 Mei 2002 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman (KSNPP), Bagian Pertama, hal iii,
Jakarta: Kementerian Permukiman dan Prasarana Wilayah.
“Maksud. Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman (KSNPP) ini dimaksudkan sebagai pedoman di
dalam penyusunan kebijakan teknis, perencanaan, pemrograman, dan kegiatan yang berada dan atau terkait di dalam
penyelenggaraan perumahan dan permukiman, baik di lingkungan Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen,
Pemerintah Daerah, maupun bagi Masyarakat dan Dunia Usaha.”
“Tujuan. Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman sebagaimana dimaksud di atas bertujuan untuk
mendukung pencapaian sasaran pembangunan sektor perumahan dan permukiman melalui peningkatan keterpaduan
yang efektif di dalam penyusunan rencana, program, dan pelaksanaan kegiatan secara keseluruhan, baik di lingkungan
Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Daerah, maupun oleh Masyarakat dan Dunia Usaha.”
Lihat: Ibid., Bagian Kedua, hal 2.
8. Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kementerian Perumahan Rakyat
6/ 28
Gambar 1-2. Kedudukan dan Keterkaitan Jalur Formulasi Grand Design PKP
Pada sisi lain, jalur kajian akademik (Lampiran 5) dibangun untuk (i) mengurai
kompleksitas persoalan bidang PKP ke dalam komponen dan faktor pembentuk
rumah/perumahan, serta (ii) memberi alur logika yang koheren atas derivasi di
tingkat dokumen grand design. Penetapan isu dilakukan melalui analisis korelasi
antara tren faktor pembentuk komponen rumah dengan tren realisasi program
pemerintah. Sementara visi dibentuk melalui hasil kajian dokumen kebijakan yang
didukung verifikasi atas realisasi program yang tengah berjalan. Adapun strategi
dikembangkan berdasar preseden praktik unggulan dan pembelajaran untuk
mengatasi kesenjangan antara kondisi faktual dengan kondisi ideal yang diharapkan.
Hasil-hasil yang diperoleh dari 3 jalur kajian tersebut pada hakikatnya bersifat
teknokratis. Oleh karena itu, forum konsultasi/Focussed Group Discussion (FGD)
diselenggarakan untuk memverifikasi hasil kajian lalu menghasilkan konsensus yang
menjadi materi dasar Grand Design PKP.
1.6.2. Pemangku Kepentingan
Identifikasi pemangku kepentingan penyusunan Grand Design PKP didasarkan pada
kesesuaian tugas pokok dan fungsi kelembagaan, rekam jejak dan kompetensi
terhadap pengembangan perumahan dan kawasan permukiman. Pada akhirnya
teridentifikasi 33 pemangku kepentingan yang menjadi mitra inti dalam forum
9. Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kementerian Perumahan Rakyat
7/ 28
konsensus, yaitu: 5 peserta dari Kementerian Perumahan Rakyat, 11 peserta dari
Kementerian/Lembaga tingkat Pusat, 14 dari Lembaga Profesi, Swasta, LSM, serta 3
peserta Perguruan Tinggi (Lampiran 6).
1.6.3. Metode Focused Group Discussion (FGD)
FGD dilaksanakan dengan mendistribusikan peserta berdasar kedekatan lingkup
kelembagaan dan kontribusi ke dalam 4 (empat) kelompok isu strategis, yakni:
a. Kelompok I membahas isu 1 “Sinergitas manajemen penyelenggaraan
perumahan dan permukiman melalui keterpaduan antar kementerian/lembaga,
relasi pusat dan daerah, interaksi desa-kota”.
b. Kelompok II membahas isu 2 “Sistem pembiayaan, desain skema pembiayaan
dan kelembagaan keuangan bidang perumahandan permukiman”.
c. Kelompok III membahas isu 3 “Penyediaan lahan, pengendalian
harga,penggunaan, alih fungsi dan redistribusi kepemilikanlahan“.
d. Kelompok IV membahas isu 4 “Pembangunan perumahan yang berwawasan
pembangunan berkelanjutan” dan isu 5 “Pengembangan teknologi dan material
lokal untuk peningkatan kualitas rumah, Prasarana Sarana Utilitas (PSU) dan
infrastruktur permukiman”.
1.6.4. Pengembangan Roadmap
Pengembangan pentahapan implementasi (roadmap) Grand Design PKP dilakukan
melalui kombinasi antara (i) derivasi atas periodisasi RPJPN 2005–2025, yakni
periode 2005-2009, 2010-2014, 2015-2019, 2020-2024, (ii) hasil FGD yang
mengamanatkan tema pokok “akselerasi pemenuhan kebutuhan perumahan,
transformasi konteks perumahan ke dalam welfare state dan multi-moda penyediaan
perumahan17
” serta (iii) teori perubahan organisasi. Akibat penyiapan Grand Design
PKP bermula pada tahun 2011, dengan proyeksi penyempurnaan 2 tahun, maka
roadmap secara praktikal akan dialokasikan pada periode 2015-2019, 2020-2024
(Lampiran 7).
17
Multi moda penyediaan perumahan merupakan suatu proses dan cara-cara tertentu dalam penyediaan perumahan
sedemikian sehingga tujuan penyediaan dapat dicapai. Hal ini dilakukan melalui pemahaman terhadap pelaku dalam suatu
moda (upaya penguasaan dan pengelolaan sumberdaya) untuk kemudian mengambil keputusan dan melakukan
serangkaian aksi menghasilkan produk perumahan dan permukiman.
Lihat: M. Jehansyah Siregar, “Multi-moda Penyediaan Perumahan Rakyat” dalam Ismet Belgawan Harun, Editor, 2010,
Realita dan Visi ke Depan Perumahan dan Permukiman di Indonesia, hal. 170, Bandung: Sekolah Arsitektur, Perencanaan
dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), Institut Teknologi Bandung (ITB).
10. Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kementerian Perumahan Rakyat
8/ 28
1.7. Sistematika
Dokumen ini terbagi dalam 5 (lima) bagian utama, yaitu
BAB I Pendahuluan
Bab ini memuat latarbelakang, tujuan dan sasaran, pengertian, kedudukan,
ruang lingkup, dan metode Grand Design.
Bab II Hasil Kajian Dokumen
Bab ini mendeskripsikan sejumlah temuan yang merupakan hasil dari kajian
dokumen kebijakan, praktik unggulan dan pembelajaran, maupun kajian
akademik menjelang forum konsensus penyiapan Grand Design PKP.
Bab III Visi dan Isu Perumahan Dan Kawasan Permukiman (PKP)
Bagian ini menjabarkan visi dan isu Grand Design Perumahan dan Kawasan
Permukiman (PKP) yang diharapkan menjadi rujukan berbagai pemangku
kepentingan di Pusat maupun Daerah.
Bab IV Strategi Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP)
Bab ini menguraikan sejumlah strategi Nasional yang diharapkan dapat
terinternalisasi dalam penjabaran operasional di berbagai dokumen
pembangunan sesuai penahapan yang direncanakan
Bab V Peta Jalan (Roadmap)
Bagian ini merupakan penahapan implementasi Grand Design PKP sesuai
periode tertentu, yakni 2015-2019, 2020-2024. Selain penahapan yang
bersifat umum sebagai derivasi RPJPN 2005-2025, terdapat pula penahapan
akselerasi yang diproyeksikan sebagai upaya percepatan pemenuhan
kebutuhan perumahan dan kawasan permukiman.
11. Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kementerian Perumahan Rakyat
9/ 28
BAB II
HASIL KAJIAN DOKUMEN
Ketiadaan Grand Design PKP yang menjadi acuan lintas sektor dan merespon intensifikasi
persoalan backlog perumahan, UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman, strategi multi-moda penyediaan perumahan, serta aspirasi akelerasi
pemenuhan kebutuhan menyebabkan penurunan keterjangkauan terhadap perumahan,
ketidakjelasan distribusi peran sehingga memicu konflik di level penerima-manfaat dan
penurunan kualitas perumahan. Suatu Grand Design PKP yang dikembangkan melalui
pendekatan teknokratis dan konsensus, diformulasi melalui partisipasi pemangku
kepentingan PKP, serta didukung oleh komitmen implementasi merupakan pencapaian yang
diharapkan;; melalui kondisi tersebut kesenjangan antara konsep dan implementasi dapat
direduksi;; konflik di tingkat penerima-manfaat, akibat multi-tafsir implementasi
kebijakan,dapat dieliminasi. Pendekatan teknokratis penyusunan Grand Design PKP
diupayakan melalui konsolidasi berbagai jalur kajian (kajian dokumen kebijakan, praktik
unggulan dan kajian akademik) atas pertimbangan bahwa pembangunan perumahan dan
kawasan permukiman diselenggarakan berlandaskan beragam panduan yang memiliki nilai
solutifnya masing-masing.
2.1. Kajian Dokumen Kebijakan
Grand Design PKP secara struktural merupakan derivasi dari RPJPN 2005–2025;;
memperhatikan bahwa terdapat pula dokumen KSNPP yang berperan sebagai acuan
pemangku kepentingan perumahan dan permukiman maka format analisis kebijakan
akan berfokus pada kedua dokumen tersebut (Lampiran 3). Sejumlah informasi yang
teridentifikasi dalam proses kajian ini dapat dinyatakan sebagai berikut:
Pada domain visi, RPJPN 2005–2025 memfokuskan pada pembiayaan jangka
panjang, kelengkapan prasarana-sarana pendukung dan pengurangan permukiman
kumuh. Sementara, KSNPP memfokuskan pada rumah layak dan terjangkau.
Pada domain isu, dua isu (suplai dan reformasi intersektoral) dalam RPJPN
dikembangkan ke dalam tiga isu KSNPP, yang relatif lebih kompleks. Sebagai
ilustrasi: isu suplai dalam RPJPN diterjemahkan oleh KSNPP sebagai isu
kesenjangan pelayanan yang muncul akibat keterbatasan peluang untuk
memperoleh pelayanan dan kesempatan berperan dalam pembangunan perumahan;;
sedangkan isu reformasi intersektoral dimaknai sebagai isu manajemen
pembangunan yang dipengaruhi oleh keterbatasan kinerja dalam tata pemerintahan.
Isu-isu perumahan dan permukiman dalam KSNPP adalah sebagai berikut: (i) isu
12. Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kementerian Perumahan Rakyat
10/ 28
kesenjangan pelayanan muncul karena terbatasnya peluang untuk memperoleh
pelayanan dan kesempatan berperan di bidang perumahan dan permukiman,
khususnya bagi kelompok masyarakat miskin dan berpendapatan rendah;; (ii) isu
lingkungan pada kawasan perumahan dan permukiman umumnya muncul karena
dipicu oleh tingkat urbanisasi dan industrialisasi yang tinggi, serta dampak
pemanfaatan sumber daya dan teknologi yang kurang terkendali;; (iii) isu manajemen
pembangunan muncul umumnya karena dipengaruhi oleh keterbatasan kinerja tata
pemerintahan di seluruh tingkatan, sehingga berdampak pada lemahnya
implementasi kebijakan yang telah ditetapkan, inkonsistensi di dalam pemanfaatan
lahan untuk perumahan dan permukiman, dan munculnya dampak negatif terhadap
lingkungan. 18
Pada domain strategi, RPJPN secara tersamar melekatkan strategi ke dalam tiga
arah kebijakan (penyelenggaraan perumahan yang berkelanjutan, membangkitkan
pembiayaan non-Pemerintah, serta keseimbangan lingkungan hidup);; KSNPP
mengembangkan strateginya dalam bentuk pengembangan aspek regulasi,
pemenuhan kebutuhan rumah layak dan terjangkau, serta perwujudan lingkungan
permukiman yang berkelanjutan.
2.2. Praktik Unggulan dan Pembelajaran
2.2.1. Praktik Unggulan
Secara umum, praktik unggulan penerapan kebijakan dan metode pembangunan
perumahan dan kawasan permukiman memiliki sejumlah karakteristik sebagai
berikut:
pada aspek pembiayaan dan kelembagaan, masyarakat yang terkategori non
bankable pada dasarnya mampu diberdayakan untuk memenuhi kebutuhan
perumahan melalui kombinasi dana bergulir (revolving fund) berbasis tabungan,
kredit, dan dana donor yang disalurkan kepada penerima-manfaat dalam format
kelompok.
mutu bangunan, PSU, penyediaan lahan yang terjangkau, serta harga konstruksi
atau keterjangkauan harga rumah merupakan faktor penting dalam pembangunan
perumahan;;
percepatan implementasi program dapat dilakukan melalui kantor pelayanan satu
atap19
yang menyederhanakan proses perizinan serta mengurangi inefisiensi
ekonomi biaya tinggi (Lampiran 4). Metode ini layak dikembangkan di berbagai
18
Kepmen Permukiman dan Prasarana Wilayah no. 217/KPTS/M/2002 tentang KSNPP. Hal 13.
19
Contoh badan pelayanan terpadu satu atap ialah Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) serta Multi Donor Fund (MDF)
untuk pasca bencana gempa-tsunami di Aceh-Nias dan Java Reconstruction Fund (JRF) untuk pasca gempa di Yogyakarta
dan Klaten-Jawa Tengah.
13. Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kementerian Perumahan Rakyat
11/ 28
daerah, khususnya yang terdampak bencana, karena menguntungkan bagi MBM
dan MBR di perkotaan. Selain itu terdapat manfaat berupa waktu pengurusan
singkat, administrasi sederhana, biaya murah, serta tepat sasaran.
2.2.2. Pembelajaran
Pembelajaran atas penerapan kebijakan dan metode pembangunan perumahan dan
kawasan permukiman dalam penyelenggaraan perumahan mencatat sejumlah hal
(Lampiran 4), yakni:
Aspek sosial-budaya penerima manfaat merupakan penentu pemerimaan
sebuah program. Skema pembiayaan perbaikan rumah yang diluncurkan PT
Permodalan Nasional Madani (PNM) melalui lembaga keuangan mikro (LKM)
bank dan non-bank ternyata dipersepsi secara berbeda oleh MBR di Kota Palu,
Sulawesi Tengah dan Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Calon penerima
manfaat, terutama para pekerja informal, telah memiliki cara pandang positif
terhadap LKM non-bank (seperti: bank perkreditan rakyat (BPR), badan kredit
desa (BKD), baitul mal wal-attanwil (BMT) dan koperasi) yang pelayanannya
jemput-bola (pick up services) dan ramah sesuai kondisi sosial-ekonomi
nasabahnya. Dengan demikian di daerah-daerah tertentu, masyarakat lebih
memilih LKM non-bank daripada bank formal.
Kriteria layak bank (bankable) bagi MBR calon pemanfaat program perumahan
patut dikaji ulang, mengingat MBR pada umumnya bermasalah secara legalitas.
Perlu terobosan kebijakan yang tidak semata-mata aman (prudence) bagi
lembaga keuangan maupun pemerintah, namun semestinya juga aman (safe)
dan terjangkau bagi pemanfaat demi berlangsungnya program PKP yang
berkelanjutan. Perubahan kriteria tentang kenaikan batas penghasilan pokok20
pada program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP)21
merupakan
revisi yang patut diapresiasi dalam upaya mendorong perbankan dan
pengembang perumahan untuk berperan lebih banyak dalam penyelenggaraan
perumahan bagi MBR.
20
Batas penghasilan pokok maksimal MBR untuk Rumah Sejahtera tapak berubah dari Rp2,5 juta per bulan menjadi Rp.3,5
juta per bulan, dan untuk Rumah Sejahtera susun berubah dari Rp. 4,5 juta per bulan menjadi Rp. 5,5 juta per bulan. Suku
bunga tetap (fixed rate) kredit pemilikan rumah (KPR) FLPP turun dari 8,15-9,85 persen menjadi 7,25 persen, jangka waktu
pinjaman (tenor) 15 tahun, perbandingan sumber dana penyertaan pemerintah dan bank menjadi 50:50 (semula 60:40). Nilai
KPR maksimal rumah tapak menjadi Rp63 juta (semula Rp80 juta) dan Rp126 juta untuk rumah susun (semula Rp135 juta),
luas lantai rumah tapak minimal 36 meter-persegi (semula hanya sampai dengan 36 meter-persegi).
21
Permenpera Nomor 4 Tahun 2012 dan Permenpera Nomor 5 Tahun 2012.
14. Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kementerian Perumahan Rakyat
12/ 28
2.3. Kajian Akademik
Kompleksitas persoalan dan keterkaitan antar komponen dalam bidang perumahan dan
kawasan permukiman membutuhkan penelusuran-ulang agar rantai reaksi yang
berujung pada upaya pemenuhan kebutuhan perumahan dapat dipetakan. Kajian
akademik mengidentifikasi sejumlah komponen inti yang memformulasi eksistensi rumah
beserta infrastrukturnya, yakni (i) lahan dan Prasarana, Sarana, Utilitas (PSU) dengan
faktor determinan berupa ketersediaan lahan yang sesuai, dukungan aspek legal tata-
ruang terhadap tata-guna lahan perumahan, nilai strategis lahan, harga lahan untuk
perumahan, serta perizinan, (ii) daya beli dengan faktor determinan berupa pola
konsumsi, ketersediaan alokasi dana untuk rumah, sistem pembiayaan perumahan dan
(iii) bangunan rumah denganfaktor determinan berupa ketersediaan material, teknologi
pembangunan rumah, serta desain dan standardisasi rumah (Lampiran 5).
Beberapa hal yang terdapat dalam kajian akademik tersebut (lahan dan PSU,
ketersediaan lahan, aspek legal tata-guna lahan perumahan, harga lahan, perizinan,
daya beli, sistem pembiayaan, material , teknologi dan standarisasi bangunan rumah)
telah menjadi pengetahuan umum sebagaimana tercatat dan ditanggapi dalam berbagai
dokumen kebijakan PKP pra Grand Design PKP 2012. Terdapat pula sejumlah hal baru
yang kiranya dapat menjadi informasi komplementer dalam perumusan upaya yang
diperlukan demi ketepatan perencanaan perumahan, meliputi:
Perumahan dan kawasan permukiman di Indonesia selalu berada dalam salah satu
siklus kebencanaan (tanggap darurat, rehabilitasi-rekonstruksi, kesiapsiagaan) yang
berimplikasi pada kebutuhan untuk menginternalisasi manajemen dan prinsip
penanganan bencanadalam perencanaan kawasan permukiman. Secara khusus,
prinsip build back better pada tahap rekonstruksi akan menyebabkan kebutuhan
lahan baru akibat relokasi bila lokasi eksisting tak lagi mampu mendukung fungsi
permukiman;; solusi yang selama ini berkembang, seperti land banking, sosialisasi
bermukim di hunian vertikal, teknologi rumah ramah bencana agaknya akan semakin
diperlukan di masa mendatang seiring tren kebencanaan yang terus meningkat.
Nilai pendapatan/pola pengeluaran keluargadan inflasi perlu ditangani secara integral
dalam sistem pembiayaan perumahan. Hal ini terkait dengan kriteria alokasi 30% dari
pendapatan sebagai prasyarat akses kredit formal perumahan. Upaya penanganan
hal ini dipengaruhi oleh pembinaan pola konsumsi yang efisien serta sejauhmana
Pemerintah Daerah memperbaiki iklim investasinya yang berujung pada peningkatan
daya saing dan upah minimum. Oleh karena itu, suatu pedoman pengelolaan
komponen daya beli secara inter-sektoral yang terpadu dalam sistem pembiayaan
15. Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kementerian Perumahan Rakyat
13/ 28
perumahan seyogianya dikembangkan sebagai upaya penyelenggaraan pembiayaan
perumahan yang berkelanjutan.
UN-Habitat mendefinisikan hunian yang memadai (adequate shelter) sebagai hunian
yang memiliki karakteristik minimum sebagai berikut: privasi, ruang (space) yang
memadai, aksesibilitas, keamanan, jaminan kepemilikan (security of tenure),
stabilitas dan durabilitas struktural, kecukupan pencahayaan, pemanas dan ventilasi,
dukungan infrastruktur-dasar (air, sanitasi dan manajemen limbah), lingkungan dan
faktor-terkait-kesehatan yang berkualitas, aksesibilitas lokasi ke tempat kerja dan
fasilitas dasar, serta keterjangkauan biaya untuk mewujudkan kritera-kriteria tersebut
di atas. Berdasar deskripsi tersebut maka teknologi perumahan, pembangunan
berwawasan lingkungan, tata ruang dan sistem pembiayaan memiliki konektivitas
yang sebaiknya dikonsolidasikan dalam setiap penyelenggaraan pembangunan
perumahan.
16. Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kementerian Perumahan Rakyat
14/ 28
BAB III
VISI DAN ISU
PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN (PKP)
3.1. Visi
Sebagaimana kedudukan Grand Design dalam konstelasi dokumen perencanaan
pembangunan Nasional (Gambar 1-1) seyogyanya visi Grand Design PKP diderivasi
dari RPJPN (2005-2025), yakni “Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur“22
. Visi
pembangunan Nasional tersebut ditempuh melalui 8 misi, diantaranya misi ke 5
“Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan”23
yang ukuran
pencapaiannya (20 tahun) berupa “Terpenuhi kebutuhan hunian yang dilengkapi
dengan prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat yang didukung
oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang yang berkelanjutan, efisien dan
akuntabel untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh“(Lampiran 8). Berdasar
hal tersebut dapat diformulasikan bahwa visi Grand Design PKP yaitu setiap keluarga
Indonesia mampu memenuhi kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau pada
lingkungan yang sesuai dengan kriteria teknis, administratif, tata ruang dan ekologis.
3.2. Isu
3.2.1. Sinergitas Manajemen
Upaya pemenuhan backlog perumahan, mengurangi luasan permukiman kumuh dan
sistem penyelenggaraan perumahan yang berkelanjutan terletak pada sinergitas
manajemen melalui keterpaduan antar Kementerian/Lembaga, relasi Pusat-Daerah
dan interaksi Desa-Kota (Lampiran 9). Isu ini merupakan implikasi atas persoalan
pembagian peran antar lembaga dan integrasi implementasi yang belum
terselesaikan, keragaman produk perumahan yang memicu konflik di tingkat penerima
manfaat, serta kapasitas Pemerintah Daerah yang belum optimum.
Ilustrasi yang terkait dengan isu sinergitas ini dapat dideskripsikan melalui hal-hal
sebagai berikut: (i) permasalahan pasokan: kesenjangan antara kebutuhan dan
kemampuan pasokan yang mencapai 800.000 unit/tahun ditambah backlog yang
mencapai lebih dari 8.600.000 unit sementara kemampuan pasokan rata-‐rata hanya
22
Lampiran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional tahun 2005–2025, hal. 36
23
Ibid., hal 39.
Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan adalah meningkatkan pembangunan daerah;; mengurangi
kesenjangan sosial secara menyeluruh, keberpihakan kepada masyarakat, kelompok dan wilayah/daerah yang masih lemah;;
menanggulangi kemiskinan dan pengangguran secara drastis;; menyediakan akses yang sama bagi masyarakat terhadap
berbagai pelayanan sosial serta sarana dan prasarana ekonomi;; serta menghilangkan diskriminasi dalam berbagai aspek
termasuk gender.
17. Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kementerian Perumahan Rakyat
15/ 28
100.000 unit/tahun;; (ii) kurangnya dukungan Pemda;; adanya rusunami yang disegel
dan didenda oleh Pemda menunjukkan kurangnya perhatian dan koordinasi antar
kebijakan Pemerintah24
;; (iii) kurangnya dukungan infrastruktur vital, yaitu listrik dan air
bersih menjadi permasalahan pembangunan sebagaimana laporan dari REI dan
APERSI mencatat bahwa ada lebih dari 100.000 rumah RSH yang terbangun namun
belum tersambung listrik;; (iv) layanan publik biaya tinggi, yang mencakup biaya-‐biaya
pengurusan ijin pembangunan, pengurusan sertifikat, pengurusan kredit, pengurusan
bantuan uang muka yang dirasakan masih berbelit danwaktu yang kurang menentu.25
3.2.2. Keterjangkauan Perumahan
Isu ini merupakan implikasi atas produk dan skema pembiayaan perumahan yang
belum dikembangkan sepenuhnya berdasar pada keragaman karakteristik kelompok
sasaran (multi moda) serta pengendalian faktor pembentuk harga rumah
(ketersediaan lahan, biaya infrastruktur, nilai subsidi, material, perizinan) yang masih
terkendala regulasi dan kordinasi kelembagaan (Lampiran 9). Selain faktor tersebut,
keterjangkauan perumahan turut dipengaruhi oleh penghasilan, pola konsumsi dan
inflasi yang membutuhkan penanganan di tingkat ekonomi regional serta tergantung
pada daya saing Daerah.
Ilustrasi yang terkait dengan isu tersebut dideskripsikan melalui hal-hal sebagai
berikut: (i) marjin RSH dan Rusunami masih kurang menarik animo pengembang,
karena kurang atraktif dibandingkan marjin properti mewah, sedangkan proses
bisnisnya menghadapi kesulitan yang hampir sama;; (ii) daya beli Masyarakat
Berpenghasilan Rendah (MBR) terus terkikis dan sangat bergantung pada
ketersediaan KPR (pembeli RSH via KPR mencapai 95%);; (iii) keterbatasan modal
pengembang RSH, khusunya untuk pengadahan lahan yang membutuhkan modal
yang cukup besar sementara sekitar 80% pengembang RSH masuk dalam kategori
UKM;; (iv) beban pajak dan retribusi yang berlebihan, yang terdiri dari BPHTB (5%),
APPKD, PBB, kompensasi makam, retribusi IMB, PPN jasa konstruksi (10%), PPh 1%
dan beban-‐beban lainnya;; (v) pengadaan lahan skala besar belum bisa terealisasikan
karena belum ada kebijakan pemerintah, belum ada kelembagaan yang menangani
24
Terbitnya Pergub DKI Jakarta No. 27/2009 sebagai revisi atas Pergub No.136/2007 terlalu lama (10 bulan), sementara
pengembang sudah mulai kegiatan konstruksinya dan pemasaran sehingga konsumen sudah membayar uang muka dan
akadkredit indent. Oleh karena itu penghentian pembangunan karena penyegelan dapat berdampak negatif pada konsumen
karena waktu penyelesaian yang tidak tepat, kehilangan kepercayaan, mengundurkan diri dan peralatan serta bahan
bangunan dan juga tenaga kerja terpaksa tidak dapat difungsikan.
Lihat: Faisal Basri, dkk., 2009, RoadmapPembangunanEkonomi Indonesia2009 – 2014, hal 104, Jakarta: Kamar Dagang dan
Industri Nasional (KADIN).
25
Ibid.
18. Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kementerian Perumahan Rakyat
16/ 28
dan belum tersedianya anggaran khusus;; (vi) ketersediaan lahan yang sesuai untuk
fungsi perumahan di perkotaan dan perdesaan semakin menyusut.26
3.2.3. Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan mencakup perencanaan, pengembangan teknologi,
material dan pengelolaan yang memenuhi kriteria keseimbangan antara ketersediaan
sumberdaya alam, pembangunan ekonomi, dan kesejahteraan sosial (Lampiran 9).
Isu ini merupakan implikasi atas alokasi lahan dan infrastruktur yang menekan daya
dukung lingkungan, pengembangan material bangunan yang tidak berbasis
sumberdaya lokal, inefisiensi sistem konstruksi sehingga menghasilkan limbah yang
tak sepenuhnya tertangani lewat reuse dan recycle, serta kebutuhan mengatasi
penurunan kualitas lingkungan perumahan.
Ilustrasi yang terkait dengan isu tersebut dapat dideskripsikan melalui hal-hal sebagai
berikut: (i) inefisiensi dana dan material dalam pembangunan perumahan akibat
ketiadaan standardisasi komponen rumah27
, (ii) amanat Undang-undang mengenai
pemenuhan kriteria teknis, ekologis, administrati28
dalam pembangunan perumahan
belum sepenuhnya diimplementasikan;; namun demikian terdapat kecenderungan
umum yang mengindikasikan perbaikan situasi sebagaimana terlihat dari Jumlah
Rumah Tidak Layak Huni mengalami tren menurun29
demikian pula halnya dengan
Jumlah Rumah Rentan Tidak Layak Huni30
.
26
Analisis proyeksi berdasar Variabel Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi dan Lokasi/ Letak Rumah di daerah rawan
bencana 2001-2029 mengindikasikan kecenderungan peningkatan (tren perkotaan + 153%, tren perdesaan +323%) yang
berarti bahwa kuantitas lahan yang sesuai (suitable) dengan fungsi perumahan semakin menyusut.
27
Pada Pelita IV nilai yang terbuang sekitar Rp. 450 Milyar. Lihat: Komarudin, 1997, Menelusuri Pembangunan Perumahan dan
Permukiman, hal. 348, Jakarta: Yayasan REI – PT. Rakasindo.
28
Penjelasan Pasal 34, UU 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman menyatakan bahwa pembangunan perumahan
dan permukiman selalu diusahakan dengan memanfaatkan hasil penelitian dan pengembangan teknologi, industri, bahan
bangunan, jasa konstruksi dan rancang bangun yang sesuai dengan lingkungan dan sejauh mungkin menggunakan bahan
bangunan lokal secara bijaksana dan hemat energi serta sejauh mungkin menggunakan tenaga kerja setempat.
Lihat: Ibid., hal. 359
Pasal 26, ayat 1, UU 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman menyatakan bahwa hasil perencanaan
dan perancangan rumah harus memenuhi persyaratan teknis, administratif, tata ruang, dan ekologis.
Pasal 32, ayat 2, UU 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman menyatakan bahwa pembangunan
perumahan dilakukan dengan mengembangkan teknologi dan rancang bangun yang ramah lingkungan serta
mengembangkan industri bahan bangunan yang mengutamakan pemanfaatan sumber daya dalam negeri dan kearifan lokal
yang aman bagi kesehatan.
Pasal 32, ayat 3, UU 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman menyatakan bahwa industri bahan
bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memenuhi Standar Nasional Indonesia.
29
Berdasar data BPS, analisis tren periode 2008-2029 terhadap variabel Rumah Tidak Layak Hunimenghasilkan nilai tren-
148.72 yang mengindikasikan bahwa teknologi (sanitasi dan sumber energi listrik) yang berkembang telah mampu diakses
kelompok sasaran.
30
Berdasar data BPS, analisis tren periode 2008-2029terhadap variabel Rumah Rentan Tidak Layak Hunimenghasilkan nilai
tren -262.30yang mengindikasikan bahwa pengembangan material (lantai) telah mampu diakses oleh kelompok sasaran.
19. Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kementerian Perumahan Rakyat
17/ 28
BAB IV
STRATEGI
PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN
Strategi PKP ini diharapkan menjadi muatan yang terinternalisasi dalam penjabaran
operasional di berbagai dokumen resmi pemerintah yang secara struktural merujuk pada
Grand Design PKP sesuai penahapan yang direncanakan. Selain itu, berbagai pemangku
kepentingan, baik di Pusat maupun di Daerah, seyogianya mampu mengakomodasi,
menyesuaikan dan menerjemahkan substansinya seiring pencapaian kapasitas
kelembagaan pada tahap tersebut. Selanjutnya strategi Perumahan dan Kawasan
Permukiman (PKP) meliputi:
Srategi 1. Pengembangan pusat data dan informasi yang dirujuk oleh pemangku
kepentingan sebagai dasar perencanaan dan evaluasi pada berbagai
tingkat penyelenggaraan PKP, baik di Pusat maupun Daerah. Strategi ini
Realisasi strategi ini diharapkan memunculkan komunikasi antar berbagai
pemangku kepentingan dan mendorong efektivitas kordinasi antar lembaga
Pemerintah seiring prakarsa pihak swasta serta masyarakat untuk turut
mengatasi kesenjangan pemenuhan kebutuhan perumahan.
Gambar 4-1. Keterkaitan Strategi Pengembangan Pusat Data dan Informasi PKP dengan
Penyelesaian Isu Sinergitas Manajemen
20. Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kementerian Perumahan Rakyat
18/ 28
Penggunaan konsep, variabel, dan indikator output-outcome pemrograman yang
terstandardisasi dalam suatu sistem data dan informasi PKP merupakan
prakondisi atas upaya mengintegrasikan potensi kontribusi pemangku
kepentingan PKP. Konsensus atas sejumlah konsep dasar ((backlog, kelompok
sasaran, permukiman kumuh, hunian layak) akan terjembatani melalui
pencermatan dan analisis terhadap data yang dipaparkan dalam forum antar
pemangku-kepentingan menjelang internalisasi hasil-hasilnya ke dalam program
internal masing-masing lembaga;; hal ini akan menjadi landasan sinergi
perencanaan-implementasi-pengawasan-evaluasi para penyelenggara bidang
PKP.
Pencapaian atas kondisi tersebut akan memperjelas konsep, peran, moda
penyediaan PKP, dan jenis kontribusi yang dapat diberikan oleh Pemerintah,
Swasta, dan Masyarakat. Seiring hal tersebut, melalui penetapan target
pencapaian dan realisasi yang transparan maka komitmen para penyelenggara
bidang PKP akan terpantau oleh kelompok sasaran sehingga mendorong
peningkatan peran pelaku pembangunan PKP [I-6].
Pararel terhadap strategi tersebut, kebutuhan terhadap penjaminan kualitas
bidang PKP tentu menjadi perhatian bagi para pemangku kepentingan yang
beragam kapasitasnya;; peningkatan status dokumen teknis perencanaan-
implementasi-pengawasan-evaluasi ke tahap Standar Nasional Indonesia (SNI)
menjadi solusi logis sekaligus memperkuat komunikasi dan sinergi yang telah
dibina mengingat bahwa proses penetapan SNI selalu menyertakan tahap
konsensus dan jajak pendapat kepada para pelaku kepentingan. 31
Dampak ikutan dari informasi yang terakses oleh publik tersebut ialah peluang
untuk turut melakukan pengawasan terhadap ketepatan-sasaran bantuan PKP
[I-7]. Publik akan mampu mengidentifikasi siapa (regulator, operator, penerima
manfaat) yang berperan dalam program tersebut sekaligus mencermati mutu
realisasinya. Oleh karena itu, pengembangan pusat data dan informasi bidang
PKP ini seyogianya dibangun secara hirarkis dari level administratif Desa
sehingga membentuk jaringan di level Nasional;; interkonektivitas data
31
Proses dan tahapan perumusan SNI telah mengikuti prosedur secara berurutan, yaitu: (1) pencermatan kebutuhan SPM
melalui diagram pohon (family tree);; (2) kajian naskah akademik;; (3) kajian subpantek (rapat teknis dan konsensus);; (4)
pemutakhiran pantek dalam bentuk RSNI maupun pedoman;; (5) jajak pendapat (public hearing) terhadap stakeholder terkait;;
(6) proses penetapan ke BSN;; dan (7) pemberlakuan SNI.
Lihat: Agus Taufik Mulyono, 2009, “ Capaian Program Standardisasi Bidang Bahan Konstruksi Bangunan Dan Rekayasa
Sipil Dalam Penyelenggaraan Infrastruktur Ke-PU-an (2004 - 2008)”, Prosiding PPI Standardisasi 2009 - Jakarta, 19
November 2009, hal. 3, Jakarta.
21. Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kementerian Perumahan Rakyat
19/ 28
dibutuhkan untuk memahami dinamika interaksi Desa-Kota sedangkan
konsistensi data di berbagai level sangat diperlukan sebagai justifikasi
pengambilan keputusan yang verifikatif. Selanjutnya, data (numerik dan spasial)
dan program PKP yang terkomunikasikan ke ranah publik akan mempermudah:
(i) percepatan proses identifikasi berbagai kesenjangan dalam
penyelenggaraan PKP melalui umpanbalik ke dalam sistem informasi PKP;;
(ii) memperluas potensi dukungan yang dibutuhkan (penelitian, sistem
informasi, dan pendidikan [I-2]) yang pelaksanaan dan pengembangannya
membutuhkan justifikasi data yang kontinu. Dukungan tersebut termasuk
pula adopsi SNI dan sertifikasi kompetensi bidang PKP yang ditujukan
untuk meningkatkan kapasitas penyelenggara dalam membangun dan
mengelola berbagai moda PKP [I-1], khususnya Kawasan Siap Bangun [III-
6], sehingga berbagai persoalan yang menyertai siklus proyek dan usia
produk PKP dapat diupayakan solusinya secara terencana.
Selain solusi konvensional, solusi alternatif penyediaan perumahan juga
perlu dieksplorasi;; karakter kelembagaan, ekonomi, budaya masyarakat
perdesaan diperkirakan mampu menjadi obyek penelitian yang berpotensi
melahirkan pola-alternatif pemberdayaan [I-4] di luar skema formal yang
telah berkembang. Pada tahap normal/siapsiaga maupun rehabilitasi-
rekonstruksi kebencanaan maka peningkatan kapasitas ke taraf
profesionalisme dalam penyediaan lahan, pemberdayaan kelompok
sasaran di tahap operasional-pemeliharaan, dan peremajaan produk PKP
menjadi faktor yang berkontribusi dalam reduksi backlog perumahan [I-3].
(iii) memperjelas perencanaan dan proyeksi tataguna lahan PKP sehingga
efektivitas tata ruang meningkat [I-8] seiring manfaat praktisnya, yakni
menjadi panduan investasi dan kepastian hukum pembangunan bidang
PKP. Tata ruang yang diimplementasikan secara konsisten serta didukung
penegakan hukum merupakan unsur penting dalam perencanaan dan
alokasi spasial bidang PKP karena melaluinya penyusunan Rencana
Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman
(RP3KP) secara implisit dapat mereduksi deviasi dalam perencanaan
manajemen lahan (redistribusi kepemilikan lahan [III-2], pengendalian harga
lahan [III-5], penyediaan lahan perumahan [I-9, III-4]) maupun alokasi PSU
dan infrastruktur wilayah [I-5].
22. Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kementerian Perumahan Rakyat
20/ 28
Srategi 2. Penguatan sistem pembiayaan perumahan jangka panjang.
Penyelenggaraan pembiayaan perumahan jangka panjang dapat berlangsung
apabila memenuhi beberapa persyaratan, yaitu (i) sumber dana jangka panjang,
(ii) dasar hukum pembiayaan berupa undang-undang, (iii) inflasi yang terkendali,
serta (iv) pengelolaan secara profesional. Sumber pembiayaan jangka panjang
dapat berasal dari (i) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), (ii)
dana yang dibentuk dan dimiliki oleh negara melalui penerbitan obligasi
(investment grade), (iii) dana dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui
penerbitan surat berharga32
. Pemenuhan terhadap syarat-syarat tersebut akan
mampu membentuk lembaga pembiayaan sektor perumahan [II-9] yang
berperan signifikan terutama terkait mekanisme penyampaian (delivery
mechanism) dana kepada kelompok sasaran (target group).
Gambar 4-2. Keterkaitan Strategi Penguatan Sistem Pembiayaan Perumahan Jangka Panjang
dengan Penyelesaian Isu Keterjangkauan Perumahan
Salah satu produk pembiayaan jangka panjang ialah Fasilitas Likuiditas
Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang diselenggarakan sejak tahun 2010.
Penerapan suku bunga tetap (fixed rate) dalam FLPP merupakan solusi
pengelolaan subsidi bunga yang berkelanjutan [II-3]. Sementara, stabilitas
tersebut bisa mengatasi dampak inflasi terhadap penghasilan masyarakat
32
Darmin Nasution, 9 Desember 2011, “Mewujudkan Keseimbangan yang Efisien Menuju Pertumbuhan yang
Berkesinambungan”, dalam Kompas, 20 September, Bank Infrastruktur: Kuncinya pada Pembiayaan Jangka Panjang.
23. Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kementerian Perumahan Rakyat
21/ 28
sehingga mobilisasi tabungan masyarakat untuk perumahan [II-4] tetap memiliki
peran karena nilai uang yang relatif tetap selama tenor yang direncanakan.
Upaya memperluas akses MBR terhadap FLPP dilakukan melalui revisi atas
sejumlah persyaratan FLPP, yakni kriteria sasaran penerima kredit, nilai
maksimum kredit, dan harga maksimum rumah33
. Meskipun demikian, FLPP
tetap dipandang belum cukup terjangkau MBR selama masih mensyaratkan
uang muka, peminat FLPP harus memenuhi kriteria layak-bank (bankable)34
,
dan tipe rumah sederhana sehat tidak boleh kurang dari 36 meterpersegi (Tipe
36)35
. Prinsip kehati-hatian (prudent), dalam bentuk kriteria bankable, yang kerap
menjadi kendala pengembangan skema alternatif pembangunan perumahan
sebenarnya dapat diwujudkan dalam format penyaluran melalui kelembagaan
berbasis komunitas dan pembentukan kelompok penerima-manfaat yang
menganut sistem responsibilitas kolektif atau tanggung renteng (collegial
liability).36
Kombinasi antara sistem tersebut dan ketersediaan dana jangka
panjang akan membuka potensi diversifikasi skema kredit perumahan [II-2]
sesuai dengan beragamnya kelompok sasaran dan aspek peubah (variable)
lainnya seperti lokasi, jenis produk pembiayaan maupun kemampubayaran
(payment capacity)37
.
Diversifikasi skema kredit perumahan merupakan dukungan langsung bagi
penerima-manfaat yang kawasan hunian produktif [II-5], komunitas perdesaan,
dan kalangan berpenghasilan rendah (MBR) [II-7];; akses ini diharapkan mampu
meningkatkan keterjangkauan harga rumah [II-1] serta mengurangi pengalihan
aset pertanian sebagai sumber pendanaan perumahan sedemikian sehingga
mengurangi alih fungsi lahan pertanian [III-3]. Variasi skema pembiayaan dan
multi moda penyediaan perumahan merupakan potensi untuk memperluas
lingkup dukungan swasta terhadap pembiayaan perumahan [II-8] karena
33
Permenpera Nomor 4 Tahun 2012 tentang Pengadaan Perumahan melalui Kredit/ Pembiayaan Pemilikan Rumah Sejahtera
dengan Dukungan FLPP dan Permenpera Nomor 5 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Perumahan
melalui Kredit/ Pembiayaan Pemilikan rumah dengan Dukungan FLPP.
34
Uang muka yang disyaratkan dalam FLPP merupakan kendala utama bagi MBR yang pada umumnya tidak layak bank (non
bankable). Selain itu, sekitar 43.000 unit rumah dengan luas kurang dari 36 meterpersegi yang dibangun pengembang
anggota APERSI tidak bisa dipasarkan sebagai dampak UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang PKP. Lihat: Kompas, 27 Maret
2012.
35
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Pasal 22 Ayat 3;;
36
Program PNPM Mandiri Perkotaan menyalurkan dana pembangunan melalui Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM)/
Unit Pengelola Keuangan (UPK) kepada individu berkategori miskin yang tergabung dalam Kelompok Swadaya Masyarakat
(KSM). Prinsip kehati-hatian (prudent), sebagaimana berlaku pada skema penyaluran formal, diimplementasikan melalui,
antara lain: uji kelayakan peminjam, analisis 5C (character, condition, capacity, capital dan collateral) terhadap pinjaman
anggota KSM, serta adopsi Loan at Risk (LAR) dan Portfolio at Risk (PAR) sebagai indikator kinerja pinjaman bergulir.
Lihat: Anonim, 2008, Pinjaman Bergulir, hal 14-24, Jakarta: Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum.
37
Bank BTN mengantisipasi proyek perumahan di bawah Tipe 36 yang terlanjur dibangun melalui suku bunga pinjaman tetap
(fixed rate) 8,5 persen dengan jangka waktu (tenor) dua tahun, selanjutnya diberlakukan suku bunga komersial. Lihat:
Kompas, 27 Maret 2012.
24. Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kementerian Perumahan Rakyat
22/ 28
ketersediaan sejumlah alternatif produk selain produk konvensional;; peluang ini
diharapkan pula dipergunakan pihak swasta untuk ikut berperan dalam
pengendalian harga lahan [III-5] karena lahan merupakan komponen integral
dalam penyediaan perumahan tersebut. Ketersediaan pembiayaan jangka
panjang, keterjangkauan harga rumah, dan pengendalian harga lahan
merupakan bentuk perpaduan yang menjadi solusi bagi pembiayaan kawasan
siap bangun [II-6].
Keselarasan antara pembangunan perumahan, konservasi, dan produktivitas
ekonomi akan memperbesar potensi penyelenggaraan kawasan siap bangun
dan kawasan hunian yang memperhatikan aspek kearifan lokal [V-1].
Internalisasi sejak dini atas prinsip tersebut ke dalam dokumen Rencana
Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman
(RP3KP) akan menjadi solusi pemenuhan kebutuhan perumahan dan
permukiman akibat dampak bencana alam dan kerusuhan sosial [II-10].
Srategi 3. Penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) di berbagai tahap
pembangunan perumahan.
Amanat untuk menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) telah diutarakan
secara eksplisit dalam UU Nomor 1 Tahun 201138
. Pada bidang PKP,
pencantuman ayat tersebut merupakan kemajuan penting dalam upaya
mempertegas peran penting SNI dan dukungan penguatan terhadap berbagai
regulasi [IV-1] sebagaimana telah diupayakan pula oleh Undang-Undang RI
Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi maupun Keputusan Presiden
(Keppres) RI Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah. Dalam jangka pendek, pengembangan dan penelitian material
untuk peningkatan kualitas rumah dan PSU [V-5] akan terpacu untuk memenuhi
persyaratan tersebut. Pada jangka menengah-panjang, memenuhi kriteria SNI
berarti menjadi bagian dari mewujudkan tujuan standardisasi nasional yakni
pelestarian fungsi lingkungan hidup.39
Sebagai fokus implementasi, industri
bahan bangunan yang sesuai dengan SNI akan mengadopsi proses produksi
ramah lingkungan dan menjadi simpul yang menarik rantai produksi tautan-
suplai (backward linkage) untuk bertransformasi ke dalam sistem yang
38
Pasal 32, ayat 3: Industri bahan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memenuhi Standar Nasional
Indonesia.
39
Tujuan standardisasi Nasional ialah meningkatkan perlindungan kepada konsumen, perilaku usaha, tenaga kerja, dan
masyarakat lainnya baik untuk keselamatan, keamanan, kesehatan maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Lihat: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 102 Tahun 2000 Tentang Standardisasi Nasional, Bab III, Tujuan
Standardisasi Nasional, Pasal 3
25. Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kementerian Perumahan Rakyat
23/ 28
berkelanjutan pula. Pemenuhan terhadap tuntutan tersebut, optimasi dengan
variabel ekonomi, sekaligus suplai end-product yang bermutu akan mendorong
pengembangan penelitian dan implementasi teknologi untuk peningkatan
kualitas rumah dan PSU [V-6].
Gambar 4-3. Keterkaitan Strategi Penerapan SNI dengan Penyelesaian Isu Pembangunan
Berkelanjutan
Seiring dengan peningkatan potensi implementasi SNI, misal SNI mengenai
konservasi energi40
, maka wawasan dan praktik pembangunan berkelanjutan
akan terinternalisasi dalam penyelenggaraan bidang PKP sedemikian sehingga
akan menjadi determinan atas perencanaan baru maupun restrukturisasi produk-
produk PKP. Praktik berbasis pembangunan berkelanjutan secara inheren
bersandar pada teknologi ramah lingkungan atau green technology. Penetapan
kewajiban implementasi teknologi ini akan memicu eksistensi pasokan dan
permintaan yang selanjutnya menghasilkan pasar yang berupaya memenuhi tren
tersebut. Skema kredit teknologi yang diusung lembaga keuangan akan
terdorong untuk muncul41
sebagai bagian dari transformasi pasar menuju green
development. Pada tahap inilah, inovasi teknis akan terakselerasi bersamaan
40
SK SNI T-14-1993-03 tentang Tata Cara Perencanaan Teknis Konservasi Energi pada Bangunan Gedung dan SNI 03-6389-
2000 tentang Konservasi Energi Selubung Bangunan Pada Bangunan Gedung.
41
International Finance Corporation (IFC) merupakan lembaga keuangan yang muncul seiring dengan pengembangan
Peraturan Gubernur DKI tentang Bangunan Hijau.
26. Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kementerian Perumahan Rakyat
24/ 28
dengan ketersediaan dana [IV-2] domestik maupun internasional. Dampak
lanjutan yang dihasilkan pencapaian tersebut ialah penyelenggaraan kawasan
siap bangun dan kawasan hunian yang memperhatikan aspek kearifan lokal [V-
1], peningkatan kualitas Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) melalui penerapan
teknologi dan material yang berwawasan lingkungan [V-2], peningkatan kualitas
dan ketersediaan PSU melalui penerapan teknologi dan material yang
berwawasan lingkungan [V-3].
Pada sisi lain, karakteristik kebencanaan di Indonesia telah lama menjadi faktor
pembentuk keberadaan standardisasi yang diorientasikan untuk
mengakomodasi kriteria keselamatan, keamanan, maupun kesehatan. Sejalan
dengan strategi pengembangan sistem data dan informasi PKP yang dapat
diakses publik maka perencanaan kesesuaian lahan (land suitability) berbasis
kebencanaan, land banking, dan poyeksi alokasi pemukiman-kembali
(resettlement) dapat dipersiapkan sejak dini. Keseluruhan proses dan produk
tersebut membutuhkan konsensus berbagai pihak dan standarisasi prosedur
implementasi agar tidak menimbulkan konflik antar pemangku kepentingan.
Produk SNI, khususnya dalam format pedoman, merupakan solusi untuk
mendukung pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman akibat dampak
bencana alam dan kerusuhan sosial [V-4].
Pada akhirnya, dalam rangka memperkecil kesenjangan implementasi
(kompetensi sumberdaya manusia, komitmen, kehandalan alat uji) maka
pengembangan SNI perlu didukung pengembangan perangkat hukum [IV-3]
yang dapat dibangun berdasar praktik unggulan Internasional (misal: pola
council dan rating system) maupun kearifan lokal (misal: pengaturan jadual
eksploitasi bahan mentah untuk konstruksi bangunan). Pada fase awal, pola
tersebut dapat bersifat sukarela (voluntary);; bila cukup teruji kehandalannya
maka praktik unggulan tersebut dapat diadopsi ke dalam regulasi Pemerintah
yang skala pengaturannya lebih luas dan lebih mengikat (mandatory). Sejalan
dengan manfaat yang dirasakan oleh berbagai pemangku kepentingan PKP,
pengembangan perangkat hukum berpotensi besar dan merupakan bagian
integral untuk mendukung pembangunan perumahan berwawasan lingkungan
[IV-3] .
27. Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kementerian Perumahan Rakyat
25/ 28
BAB V
PETA JALAN (ROADMAP)
5.1. Periode 2010-2014
Penahapan RPJPN 2005–2025 periode II (2010-2014) berfokus pada memantapkan
penataan kembali Indonesia di segala bidang dengan menekankan upaya peningkatan
kualitas sumber daya manusia termasuk pengembangan kemampuan ilmu dan
teknologi serta penguatan daya saing perekonomian42
. Berdasar hal ini maka derivasi
arah Grand Design PKP berupa pemantapan penataanulang aspek teknis dan
kelembagaan penyelenggaraan PKP;; pentahapan yang dilakukan mencakup:
Penahapan Umum:
Pengembangan visi dan pengomunikasian visi kepada pemangku kepentingan, yakni
penyiapan materi Grand Design PKP melalui pendekatan teknokratis dan konsensus
lalu mematangkannya melalui proses partisipatif seiring peningkatan komitmen
implementasi berbagai pemangku kepentingan.
Konsolidasi pemangku kepentinganuntuk meningkatkan kinerja internal dan kordinasi
inter-sektoral, yakni meningkatkan pemenuhan kebutuhan PKP melalui penataan
internal kelembagaan serta kerjasama antar lembaga.
Penahapan Akselerasi43
:
Pengembangan pusat data dan informasi PKP, yakni melakukan standardisasi
terminologi, metode survey dan sampling, serta data sharing terkait bidang PKP
sebagai langkah untuk melakukan pemetaan menyeluruh dan dukungan teknis
terhadapmulti moda penyediaan perumahan.
Aktivasi pembahasan PKP di kantor Wakil Presiden, yakni meningkatkan tema PKP
ke level konteks welfare state44
yang menetapkan pemenuhan perumahan sebagai
bagian dari kriteria kesejahteraan rakyat.
42
Lampiran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional tahun 2005–2025, hal. 93.
43
KADIN juga mengidentifikasi kebutuhan akselerasi ini, sebagaimana usulan untuk melakukan akselerasi pembebasan lahan
dan akselerasi pembangunan infrastruktur pada tahun ke III (2012) dan akselerasi pembangunan pada tahunke IV (2013)
dan V (2014).
Lihat: Faisal Basri, et.al, 2009, Op. cit., hal 106
44
Welfare state atau negara kesejahteraan menunjuk pada sebuah model ideal pembangunan yang difokuskan pada
peningkatan kesejahteraan melalui pemberian peran yang lebih penting kepada negara dalam memberikan pelayanan sosial
secara universal dan komprehensif kepada warganya. Negara kesejahteraan ditujukan untuk menyediakan pelayanan-
pelayanan sosial bagi seluruh penduduk – orang tua dan anak-anak, pria dan wanita, kaya dan miskin sebaik dan sedapat
mungkin. Ia berupaya untuk mengintegrasikan sistem sumber dan menyelenggarakan jaringan pelayanan yang dapat
memelihara dan meningkatkan kesejahteraan (well-being) warga negara secara adil dan berkelanjutan.
Lihat: Edi Suharto, 2006, Negara Kesejahteraan dan Reinventing Depsos, hal. 6-7, Jakarta.
28. Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kementerian Perumahan Rakyat
26/ 28
Desain platform/pedoman kolaborasi inter-sektor, yakni acuan teknis mengenai
distribusi peran, bentuk intervensi, serta tata laksana lainnya sebagai upaya
peningkatan integrasi, efektivitas, serta mereduksi konflik di level penerima-manfaat.
Revitalisasi dan reposisi lembaga kordinasi/ pokja/Badan Kebijaksanaan Dan
Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional (BKP4N), yakni
menghidupkan kembali berbagai bentuk kordinasi yang relevan sebagai modal untuk
pembentukan kelembagaan yang sesuai dengan transformasi posisi PKP ke dalam
konteks welfare state.
5.2. Periode 2015-2019
Penahapan RPJPN 2005–2025 periode III (2015-2019) berfokus pada memantapkan
pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian
daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan
sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan ilmu dan teknologi yang terus
meningkat.45
Berdasar hal ini maka derivasi arah Grand Design PKP berupa
pemantapan berbagai aspek (teknis, kelembagaan, pembiayaan dan regulasi)
penyelenggaraan PKP.
Penahapan Umum:
Pemanfaatan pusat data dan informasi PKP sebagai mitra-kerja dalam proses
perencanaan internal dan inter-sektoral, yakni penggunaan rujukan databaseyang
sama sebagai dasar proses penyusunan perencanaan maupun evaluasi pencapaian
internal maupun antar lembaga.
Distribusi peran pemangku kepentinganPKP yang semakin jelas seiring peningkatan
efektivitas kordinasi implementasi program.
Revisi dan pengembangan regulasi untuk meningkatkan kemampuan implementasi
nyata bidang PKP, yakni pengakajian-ulang terhadap berbagai regulasi yang menjadi
kendala pemenuhan kebutuhan PKP serta mengembangkan regulasi yang
berkontribusi terhadap upaya memperkecil kesenjangan antara konsep normatif
dengan operasionalisasi.
Pengembangan aspek pembiayaan Public-Private Partnership46
dan dukungan
terhadap pembiayaan swadaya, yakni mengembangkan terobosan dalam
penyediaan sumber pembiayaan PKP melalui kemitraan dengan swasta maupun
45
Lampiran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional tahun 2005–2025, hal. 94.
46
KADIN mengemukakan program pelaksanaan PPP pada setiap kawasan pengembangan sebagai usulan program di tahun
ke IV (2013) dan V (2014).
Lihat: Faisal Basri, et.al, 2009, Op. cit., hal 106
29. Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kementerian Perumahan Rakyat
27/ 28
komunitas;; khusus swadaya maka suatu sistem dukungan pembiayaan yang sesuai
karakteristik bankable.
Pengembangan proyek perintis PKP di Kota-kota Besar Indonesia,47
yakni
pembangunan proyek perintis yang mengintegrasikan berbagai moda perumahan
dalam satu kawasan seiring dengan dukungan Pemerintah Daerah, pihak swasta,
maupun masyarakat yang;; proyek perintis ini diarahkan sebagai strategi pemenuhan
backlog perumahan.
5.3. Periode 2020-2024
Penahapan RPJPN 2005–2025 periode IV (2020-2024) berfokus pada mewujudkan
masyarakat yang mandiri, maju, adil dan makmur melalui percepatan pembangunan di
berbagai bidang dengan terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan
keunggulan kompetitif di berbagai wilayah yang didukung oleh SDM berkualitas dan
berdaya saing.48
Berdasar hal ini maka derivasi arah Grand Design PKP berupa
perkuatan berbagai aspek menuju sistem yang berkelanjutan.
Penahapan Umum:
Evaluasi pencapaian jangka panjang, yakni memapankan sistem yang efektif serta
merevisi/menyempurnakan sistem yang kurang berdampak positif.
Konsolidasi untuk menghadapi tahap pertumbuhan mendatang, yakni menghimpun
pemangku kepentingan PKP untuk bekerjasama - sesuai peran, fungsi dan
kapasitasnya - mengelola dinamika yang akan muncul.
47
KADIN mengemukakan studi pembangunan wilayah di 10 Kota Besar sebagai usulan program di tahun ke IV (2013) dan V
(2014).
Lihat: Faisal Basri, et.al, 2009, Op. cit., hal 106
48
Lampiran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional tahun 2005–2025, hal. 96.
30. Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kementerian Perumahan Rakyat
28/ 28
Gambar 5-1. Tahapan Roadmap
31. Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kementerian Perumahan Rakyat
Lampiran _0/46
LAMPIRAN
32. Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kementerian Perumahan Rakyat
Lampiran _1/46
LAMPIRAN 1
PELAKU PKP INDEPENDEN
Nama Lembaga Program Kerja Terkait Perumahan dan
Kawasan Permukiman
Tahun Sasaran Kegiatan
Multi Donor Fund
1
(1) bermitra dengan Pemerintah Indonesia (MDF merupakan
penyumbang utama bagirekonstruksi dan rehabilitasi
infrastrukturskala besar di Aceh dan Nias USD227,04juta);;
2005-2012 Penyediaan perumahan berikut infrastruktur dan PSU
bagi penduduk terdampak bencana secara sinergi
dengan kebijakan dan program Pemerintah RI;;
World Bank dan Asian
Development Bank
2
(2) Program sertifkasi tanah bebas-biaya untuk lahan
perumahan dan kawasan permukiman pasca bencana di
Aceh dan Nias periode 2005-2008 (Land Acquisition
Program, LARAS);;
2005-2008 Penyediaan lahan perumahan bagi penduduk terdampak
bencana yang berketetapan hukum;;
Asian Development
Bank
3
dan World Bank
4
dibawah koordinasi
Badan Rehabilitasi dan
Rekonstruksi (BRR)
(1) Asian Development Bank: Earthquake and Tsunami
Emergency Support Project (ETESP) 2005-2009 (Grant
INO-0002)
5
;;
(2) Asian Development Bank:Japan Fund for Poverty Reduction
(Grant 9074-INO), Seismically Upgraded Housing in
Nanggroe Aceh Darussalam and North Sumatera 2006-
2009
6
;;
(3) World Bank
7
: Multi Donor Fund for Aceh and Nias 2005-
2012;;
2005-2012 Penyelenggaraan perumahan yang mengedepankan
kearifan lokal bagi penduduk terdampak bencana gempa
bumi-tsunami di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam
dan Sumatera Utara;;
World Bank Java Relief Fund
8
: 2006-2008 Perbaikan dan pembangunan rumah yang menyertakan
aspek kearifan lokal bagi penduduk terdampak bencana
gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah;;
Asian Development Bank Water Supply Sector Project
9
;; 2001 Adopsi model penyediaan air bersih yang dikelola
masyarakat untuk menjangkau mereka yang tidak
mendapatkan pasokan air memadai
10
;;
Asian Development Bank (1) Roadmap for Development
11
;;
2007-2011 pemberdayaan ekonomi melalui penyediaan PSU dan
infrastruktur;;
Multi Donor Fund
12
:
(2) Projek Pemulihan Masyarakat Pasca Bencana di Aceh dan
Nias;;
2005-2011 Keberhasilan proyek pemulihan masyarakat MDF:
pendekatan berbasismasyarakat berhasil guna pada
1
Multi Donor Fund, 2011, Laporan Kemajuan per Desember 2011: Kemitraan untuk Mencapai Keberlanjutan, hal.19.
2
Asian Development Bank, 2010, Project Report: Earthquake and Tsunami Emergency Support Project (ETESP).
3
Ibid.
4
World Bank, 2008, Multi Donor Fund (MDF): Investing in Institution, Sustaining Reconstruction and Economic Recovery, Four Years After the Tsunami.
5
Asian Development Bank, 2010, Project Report: Earthquake and Tsunami Emergency Support Project (ETESP).
6
Asian Development Bank, 2010, Project Report: Japan Fund for Poverty Reduction (9074-INO), Seismicallay Upgraded Housing in Nanggroe Aceh Darussalam and North Sumatera.
7
World Bank. 2010, Multi Donor Fund (MDF): Progress Report.
8
World Bank. 2009, Project Report: Java Relief Fund.
9
Asian Development Bank, 2001, Project Audit Report: Water Supply Sector Project (Loan 1069-INO).
10
Ibid., Appendix 1, p.2.
11
Asian Development Bank, 2012, Mid-term Review of the IMT-GT Roadmap for Development 2007-2011.
12
Multi Donor Fund, 2011, Op. cit.
33. Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kementerian Perumahan Rakyat
Lampiran _2/46
Nama Lembaga Program Kerja Terkait Perumahan dan
Kawasan Permukiman
Tahun Sasaran Kegiatan
situasipascabencana;;
Asian Development Bank (3) Neighborhood Upgrading Shelter Sector Project (NUSSP)
bekerja sama dengan Departemen Permukiman dan
Prasarana Wilayah, Direktorat Jenderal Perumahan dan
Permukiman dan PT Permodalan Nasional Madani
13
(Loan
2072/2073-INO);;
2003-2010 Aksesbilitas masyarakat berpenghasilan rendah
(MBR)/miskin untuk pemenuhan kebutuhan perbaikan
rumah
14
;;
Skema pembiayaan (delivery mechanism) bagi MBR
untuk perbaikan rumah melalui Lembaga Keuangan
Mikro dan perbankan;;
(4) Pro-Poor Planning and Budgeting, TA-4762, Project Code
39063;;
Skema pembiayaan (delivery mechanism) bagi MBR;;
World Bank (5) Bengkulu Regional Development Program (BRDP)
15
;; 2002-2004 Mobilisasi tabungan masyarakat untuk perumahan;;
World Bank (6) PNPM Mandiri PISEW
16
;; 2009 Pendampingan alih teknologi guna tercapainya
menentukan mutu pekerjaan pembangunan dan
perbaikan perumahan;;
Asian Development
Bank
17
(7) Metropolitan Sanitation Management and Health, Asian
Development Bank: Project Code 39071;;
(8) Supporting Water Operators Partnerships Project Code
44090, TA-7739;;
(9) Water Supply Sector Project
2012-2014 Sanitasi, pengelolaan air dan kesehatan masyarakat
urban;;
Asian Development Bank (10) Flood Management in Selected River Basins, Asian
Development Bank: Project Code 35182, MFF: Multi-
tranche Financing Facility - Flood Management in Selected
River Basins Proposed, for approval in 2012
2012-2014 Penanggulangan bencana banjir;;
Asian Development Bank (11) Regional Roads Development, Asian Development Bank:
Project Code 39071 & 38479;;
(12) Infrastructure Financing Facility Project Code 42109 Loan-
2516;;
Pembangunan jalan dan infrastruktur;;
Asian Development
Bank
18
(13) Polytechnic Development ProjectTA-7453, Loan;; Dukungan penelitian, sistem informasi dan pendidikan
dalam pembangunan;;
Asian Development Bank (14) Urban Sanitation and Rural Infrastucture Support to PNPM
Mandiri Project, Asian Development Bank (Loan 2768 -
INO),
19
;;
Pembangunan infrastruktur dan sanitasi melalui PNPM
Mandiri
20
;;
13
Asian Development Bank, 2011, Project Report: Neighborhood Upgrading Shelter Sector Project (NUSSP).
14
Asian Development Bank, 2004, Program Kredit Mikro Perbaikan Rumah”, PT Permodalan Nasional Madani bekerja sama dengan Departemen Permukiman dan Prasarana
Wilayah, Direktorat Jenderal Perumahan danPermukiman, Bab 8, Kesimpulan, H.36.
15
World Bank-CGAP, 2004, Bengkulu Regional Development Project.
16
Bank Dunia, 2009, PNPM Mandiri News Letter, Edisi V 2009: PNPM Mandiri PISEW.
17
Asian Development Bank, 2001, Op. cit.
18
Asian Development Bank, 2010, Envisions an Indonesia, Regional disparity in infrastructure, hal 31, in collaboration with International Labour Organizations (ILO) and Islamic
Development Bank (IDB): National Long-Term Development Plan 2005–2025
19
Asian Development Bank, 2011, Project Loan 2768-INO. Urban Sanitation and Rural Infrastucture Support to PNPM Mandiri Project.
20
Ibid.