1. Makalah ini membahas pengelolaan TPA secara umum, dengan kegiatan utama pengurugan sampah ke tanah. Proses pengelolaan TPA meliputi 5 tahap, yaitu pemilihan lahan, perancangan, pembangunan, pengelolaan, dan pemantauan.
2. Sampah yang boleh masuk TPA adalah sampah rumah tangga, pasar, komersial, perkantoran, dan institusi pendidikan. Sampah industri hanya boleh diterima jika
Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015
Teknik operasional Secara Umum Pedoman Pengelolaan TPA
1. Pengelolaan TPA –Umum -26/2/2006
TEKNIS-OPERASIONAL SECARA UMUM
PEDOMAN PENGELOLAAN TPA1
Oleh : Prof. Enri Damanhuri
Departemen Teknik Lingkungan FTSP ITB
BEBERAPA CATATAN AWAL DARI PENULIS
a. Persepsi yang salah tentang TPA :
− Masyarakat sekitar TPA (Tempat pembuangan akhir) telah berpengalaman bahwa
TPA yang ada selalu mengganggu lingkungannya, karena memang TPA selama
ini belum diurus dengan baik.
− Institusi pengelola TPA, dalam hal ini Pemda, menganggap bahwa TPA sekedar
tempat pembuangan sampah, yang tidak membutuhkan aturan-aturan teknis
yang harus ditaati, yang tidak membutuhkan mobilisasi SDM dan dana operasi
yang cukup
− Institusi penanggung jawab teknis perancangan dan pembangunan TPA,
biasanya terkait dengan Pekerjaan Umum, juga berfikiran sama, yaitu TPA
hanya sekedar tempat pembuangan sampah. Kontrol kualitas desain dan kontrol
proses pembangunannya sangat lemah. Sulit menemukan dokumen penyerta
hasil pembangunan fisik yang dapat dijadikan langkah awal dalam penyusunan
SOP, seperti peta kerja operasional, buku panduan dsb. Belum disadari bahwa
TPA adalah sarana yang sensitif, dapat menimbulkan dampak lingkungan, yang
membutuhkan pendekatan engineering yang profesional. Keberadaannya
sangatlah bersifat site-specific, dan tidak dapat dimodulkan secara masal.
− Pengurugan (landfilling) sampah adalah kegiatan utama dalam TPA. Terdapat
kegiatan lain yang sangat dianjurkan dengan sasaran untuk mengurangi sampah
yang akan diurug, sehingga akan memperlama umur TPA tersebut. Istilah
Tempat Pembuangan Akhir sebaiknya diganti menjadi Tempat
Pemerosesan Akhir.
b. Landfilling dan Sanitary Landfill dalam TPA :
− Sanitary landfill adalah inovasi manusia di awal abad XX untuk memperbaiki cara
penanganan sampah, belajar dari alam, yaitu dari kucing dalam mengelola
buangannya. Definisi sanitary landfill adalah sangat sederhana, yaitu mengurug
sampah ke dalam tanah dengan menyebarkan sampah secara lapis per-lapis
yang tipis di suatu lokasi yang telah disiapkan, kemudian dipadatkan dengan alat
berat, dan pada akhir hari operasi ditutup dengan tanah penutup. Dengan cara
ini, maka penanganan sampah yang tidak sistematis, yaitu open-dumping,
diharapkan akan diminimalkan dampaknya. Landfilling di negara industri sudah
berkembang jauh dari hanya sekedar sebuah sanitary landfill yang sebetulnya
masaih sederhana tersebut.
− Namun banyak kalangan di Indonesia yang menganggap bahwa sanitary landfill
adalah sebagai sebuah teknologi yang belum waktunya diterapkan di Indonesia.
Mereka selalu menuntut tolong beri kami teknologi yang lebih sesuai. Bila
berbicara proses landfilling, maka sanitary landfill adalah proses engineering yang
paling sederhana, sebagaimana kucing telah dapat buktikan sehari-hari, dan
secara turun temurun. Aplikasi pengurugan sampah yang saat ini banyak
diterapkan, yaitu open-dumping, sebetulnya tidak layak disebut sebagai suatu
1
Makalah ini dapat dikutip secara bebas dengan menyebutkan sumbernya secara jelas
Enri Damanhuri TL ITB 1
2. Pengelolaan TPA –Umum -26/2/2006
teknologi. Dia hanyalah sekedar proses membuang sampah agar tidak
menumpuk di kota.
TERMINOLOGI DAN PENJELASAN UMUM
Yang dimaksud dengan :
a. TPA adalah Tempat Pemerosesan Akhir, yaitu sebuah sarana yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dalam pengelolaan sampah kota,
dengan kegiatan utamanya adalah pengurugan sampah ke dalam tanah.
b. Lahan-urug (Landfill)
c. Sanitary Landfill
d. Sampah : adalah limbah padat dari kegiatan perkotaan
e. Sampah kota :
f. Limbah adalah :
g. Limbah B3 : adalah limbah yang diatur sebagaimana PP 18/99 jo PP85/99
h. Limbah infectious :
i. Area pengurugan :
j. Area kerja aktif :
k. Sel : lapisan sampah yang dipadatkan yang dibatasi tanah atau bahan
penutup harian yang terletak pada area pengurugan
l. Bahan penutup : tanah atau bahan lain yang sesuai yang digunakan untuk
menutup urugan sampah yang dipadattkan pada area penguirugan
m. Penutup harian : bahan penutup yang disebr dan dipadatkan di atas dan di
sisi miring lapisan sampah pada akhir harin operasi untuk mengurangi
permasalahan binatang pengerat (vektor), bau, kelembaban, infiltrasi air
jhujan, kebakaran, erosi permukaandanm memperbauiki penampakan
(estetika)
n. Penutup antara : bahan penutup yang perannya sepertib tanah penutup
harian, tetapi lebih taha terhadap erosi buntuk periode yang lebih lama,
diterapkan pada area pengurugan yang untuk sementara tidak diteruskan
lebih dari 1 bulan
o. Penutup akhir : bahan penutup yang diterapkan pada area pengurugan yang
akan dititup seterusnya, aytau paling tidak akan ditutup l;ebih dari 1 tahun
p. Lindi (leachate) : cairan yang berasal dari utrugan sampah, yang terbilas
akibat adanya air eksternal
q. Pembakaran tidak terkontrol (open burning): pembakaran sampah secara
terbuka seperti yang dilakukan pada open dumping
r. Open dumping : pengurugan atau penimbunan sampah secara tidak
sistematis yang memungkinkan terjadinya gangguan lingkungan
s. Pengelola TPA : adalah organisasi pengelola TPA yang mempunyai
kewenangan legal dari pemerintah setempat untuk mengoperasikan sarana
ini
a. Kegiatan landfilling adalah kegiatan yang spektrumnya cukup luas, mulai dari (1)
memilih site yg membutuhkan keterlibatan spesialis khususnya terkait dg
masalah hidrogeologi, limbah dan lingkungan, kemudian langkah berikutnya
adalah (2) mendesain beragam sarana mulai dari area pengurugan, pengolah
limbah, sarana kantor, dsb yg membutuhkan banyak spesialis yang memahami
aspek teknik-lingkungan, sipil, geoteknik bahkan arsitek, lalu dilanjutkan dengan
(3) pembangunan fisik sarana yang membutuhkan keprofesionalan dalam
membangun (kontraktor).
Enri Damanhuri TL ITB 2
3. Pengelolaan TPA –Umum -26/2/2006
b. Sarana tersebut umumnya kemudian diserahkan kepada PemDa untuk (4)
mengoperasikannya dan (5) mengelolanya. Peraturan untuk butir (4) dan (5)
inilah yg sebetulnya sangat dibutuhkan agar TPA tsb dapat berfungsi dengan
baik. Target pemakainya adalah pengelola atau pemakai sarana dengan sasaran
bagaimana mengelola TPA menjadi lebih baik, dengan tolak ukur utama adalah
melindungi kesehatan dan lingkungan hidup. .
2. Penggunaan teknologi pengurugan sampah pada sebuah TPA membutuhkan 5
(lima) proses aktivitas yang dilksanakan secara berurutan, yaitu :
a. Pemilihan lahan untuk lokasi pengurugan sampah pada TPA yaitu upaya
sistematis yang dilakukan secara profesional untuk memilih lokasi sebuah
TPA yang paling baik, dengan memperhatikan aspek kesehatan masyarakat,
lingkungan hidup, biaya operasi dan aspek sosial budaya, terutama dalam
upaya mengurangi terjadinya pencemaran air tanah dan air permukaan
akibat adanya sarana ini, serta mengurangi timbulnya dampak negatif yang
lain.
b. Perancangan TPA adalah kegiatan rekayasa yang dilakukan secara
profesional sesuai dengan kriteria dan rancangan desain yang baik, agar
sarana tersebut dapat diwujudkan secara fisik pada lokasi yang telah
ditentukan sebagaimana butir 1 di atas. Hasil Perancangan TPA adalah
dokumen-dokumen tender yang sesuai.
c. Pembangunan TPA adalah kegiatan rekayasa yang dilakukan secara
profesional, dengan mengacu pada dokumen-dokumen tender yang telah
disiapkan pada tahap Perancangan, seperti spesifikasi teknis, sehingga
sarana ini secara fisik dapat terwujud dan dapat difungsikan sesuai dengan
tujuannya.
d. Pengelolaan TPA adalah kegiatan operasional yang dilaksanakan secara
sistematis dan terus menerus oleh Pengelola Persampahan sebuah Kota atau
Institusi Pengelola TPA yang diberi kewenangan untuk itu, mengacu pada
panduan teknis yang dilengkapi peta-peta operasional yang menyertai
pembangunan fisik sarana tersebut agar dapat berfungsi sebagaimana
diharapkan
e. Pemantauan TPA adalah kegiatan yang dilaksanakan terus menerus sampai
10 tahun setelah TPA tersebut tidak lagi menerima sampah untuk diurug,
agar dampak yang mungkin timbul, khususnya lindi, gas-bio dan penurunan
muka tanah (settlement) dapat dipantau secara berkesinambungan
3. Berdasarkan spektrum aktivitas TPA seperti disebutkan dalam Butir 2 di atas, serta
sifat sampah yang dapat dikelola, maka:
a. Makalah ini membahas secara umum pengelolaan sebuah TPA, dengan
kegiatan utamanya adalah pengurugan (landfilling) sampah ke dalam tanah,
agar tidak mengganggu pada kesehatan, estetika dan lingkungan hidup.
b. Makalah ini tidak membahas pengurugan limbah selain sampah kota
c. Makalah ini tidak mengatur (1) tata cara pemilihan lahan (site), (2) tata cara
perancangan sebuah sarana pengurugan, dan (3) tata cara pembangunan
fisik sebuah sarana pengurugan serta prasarana yang dibutuhkan agar sarana
pengurugan tersebut berfungsi sebaik-baiknya
4. Sebelum digunakan sebagai tempat pengurugan sampah, lahan untuk lokasi
pengurugan sampah kota hendaknya dipilih secara seksama dan profesional
guna mengurangi dampak negatif baik dari segi lingkungan maupun dari segi
Enri Damanhuri TL ITB 3
4. Pengelolaan TPA –Umum -26/2/2006
sosial-budaya. Pemilihan lahan juga harus mempertimbangkan aspek teknis-
operasional pengelolaan sampah di sarana ini secara keseluruhan.
5. Dalam hal lokasi TPA tersebut belum melalui tahapan pemilihan lahan sesuai
dengan peraturan yang berlaku sebagaimana disebut dalam Butir 4, maka
Pengelola TPA wajib mengadakan evaluasi tentang karakteristik lahan tersebut,
khususnya yang terkait dengan potensi pencemaran air tanah dan badan air
lainnya, yang akan digunakan sebagai langkah awal dalam pengendalian
pencemaran air
6. Pada lahan yang telah tersedia hendaknya dirancang dan dibangun sarana
pengurugan sampah sesuai dengan tata-cara dan spesifikasi kerekayasaan
(engineering) yang baik dan berlaku di Indonesia, dengan kaidah-kaidah
profesional yang sesuai.
7. Dalam hal sarana pengurugan sampah dalam lokasi tersebut pembangunan
fisiknya belum dibangun sesuai dengan kaidah-kaidah rekayasa yang baik,
khususnya dalam pengendalian pencemaran lingkungan, maka Pengelola TPA
mempunyai kewajiban untuk mengevaluasi dan mengembangkan sarana dengan
prasarana yang berlaku tersebut, khususnya yang terkait dengan pengendalian
pencemaran air tanah.
8. Pengurugan sampah dalam TPA hendaknya mengacu pada Panduan Teknis yang
telah disesuaikan dengan peraturan ini. Panduan Teknis ini hendaknya dirinci
lebih jauh dalam bentuk Prosedur Baku Operasi (PBO) dari masing-masing
prasarana yang ada, dan secara berkala harus disesuaikan dengan kondisi
lapangan
9. Dalam hal sarana TPA tersebut telah mempunyai panduan teknis pengelolaan
yang telah disesuaikan sesuai dengan kondisi setempat, maka sepanjang
panduan tersebut tidak bertentangan maka panduan tersebut dapat digunakan
10. Dalam hal sarana TPA tersebut belum mempunyai Panduan Teknis sebagaimana
disebutkan dalam Butir 8 di atas, maka Pengelola TPA wajib menyiapkan
panduan tersebut
SAMPAH YANG BOLEH MASUK KE TPA
Perlu pembatasan yang tegas, jenis limbah yang boleh dibawa ke TPA. Di area TPA,
tidak seluruh limbah yang masuk akan diurug (dilandfilling), ada yang dilarang
karena terbawa dalam limbah yang boleh masuk, misalnya limbah B3 dari rumah
tangga, ada yang sengaja tidak diurug karena akan mengalami proses lain, seperti
pengomposan, daur-ulang, insinerasi, dsb. Tetapi limbah yang jelas-jelas tidak
kompatibel, secara tegas dilarang masuk.
11. Sampah yang boleh masuk ke TPA :
a. Sampah yang boleh masuk ke TPA adalah sampah yang berasal dari kegiatan
rumah tangga, kegiatan pasar, kegiatan komersial yang dilakukan di kota,
kegiatan perkantoran, institusi pendidikan, dan kegiatan lainnya yang
menghasilkan limbah sejenis sampah kota
Enri Damanhuri TL ITB 4
5. Pengelolaan TPA –Umum -26/2/2006
b. Sampah yang dihasilkan dari kegiatan lain, seperti kegiatan industri, rumah
sakit, dapat diterima pada TPA sampah kota, dengan catatan tidak dicampur
dengan limbah industri yang tidak berkatagori sampah kota, atau tidak
bercampur dengan limbah yang berpotensi menularkan penyakit infeksi
(infectious)
c. Limbah yang boleh masuk ke TPA tidak seluruhnya diurug ke dalam area
pengurugan. Proses lainnya sangat dianjurkan seperti daur-ulang dan
pengomposan.
d. Limbah B3 yang berasal dari kegiatan rumah tangga harus ditangani secara
khusus sesuai peraturan nyang berlaku, dan TPA hanya berfungsi sebagai
Tempat Penampungan Sementara.
12. Limbah yang dilarang diurug dalam lahan-pengurugan pada sebuah TPA :
a. Limbah cair yang berasal dari kegiatan rumah tangga
b. Limbah yang berkatagori B3 menurut PP 18/99 jo PP85/99
c. Limbah infectious dari kegiatan medis
PRASARANA DI TPA
Melihat kondisi TPA yang ada di Indonesia saat ini, tidak mungkin kita memaksakan
diri untuk melengkapi TPA tersebut secara maksimal. Melihat skala kota yang ada
serta kompleksitasnya, maka perlu pentahapan, disesuikan dengan kondisi lapangan.
Namun prasarana minimum yang harus ada hendaknya ditekankan pada peran dan
fungsinya agar sarana ini dapat dioperasikan secara baik dan semaksimal mungkin
tidak menimbulkan permasalahan kesehatan dan lingkungan.
13. Agar TPA tersebut dapat berfungsi secara baik, paling tidak di lokasi tersebut
harus tersedia prasarana yang disiapkan secara baik, tetapi tidak dibatasi pada
apa yang tercantum di bawah ini, yaitu :
a. Pintu gerbang dan pagar di sekeliling TPA, yang dibatasi dengan pohon-
pohon pembatas pandangan ke luar TPA
b. Papan nama yang berisi nama institusi pengelola, alamat, jenis limbah yang
boleh masuk, jenis limbah yang boleh diurug, hari dan jam kerja, dan bila
dianggap perlu, berisi informasi tentang tarif pengelolaan sampah di TPA
tersebut.
c. Bangunan pencatat sampah masuk dan kendaraan keluar
d. Alat berat untuk pengoperasian pengurugan sampah, paling tidak dari jenis
dozer dan loader
e. Sediaan tanah pelapis dasar sesuai dengan kriteria yang berlaku
f. Sediaan tanah atau bahan penutup reguler sesuai dengan kriteria yang
berlaku, yang dapat digunakan untuk minimum 5 kali penutupan rutin
g. Bangunan untuk petugas lapangan, lengkap dengan toilet dan kamar mandi,
yang dapat berfungsi sebagai ruang pengendali operasi harian
h. Sarana pemadam kebakaran, khususnya stok pasir dan air
i. Sarana pencuci kendaran pengangkut sampah yang akan ke luar lokasi
j. Listrik dan alat komunikasi
k. Area pengurugan sampah
l. Area transit sampah
m. Drainase permukaan untuk mencegah masuknya air permukaan ke area
pengurugan
n. Instalasi pengolah lindi
Enri Damanhuri TL ITB 5
6. Pengelolaan TPA –Umum -26/2/2006
o. Sediaan sarana pengendali gas-bio, seperti kerikil dan atau pipa berlubang,
sesuai kriteria yang berlaku
p. Sumur pemantau air tanah, minimum 2 titik yaitu di hilir dan hulu aliran air
tanah
q. Sarana pengendali vektor penyakit
14. Landfill dalam TPA adalah sarana yang hendaknya terisolasi dari luar, baik
secara fisik maupun secara estetika dengan menggunakan tanaman sekeliling
sebagai jalur hijau
15. Landfill yang telah siap untuk digunakan hendaknya dioperasikan sesuai dengan
panduan yang telah ditentukan
16. Pemerintah kota/kabupaten atau pengelola sampah yang ditunjuk hendaknya
menyediakan SDM yang sesuai untuk mengoperasikan sarana tsb
17. Pengelola landfill hendaknya menyediakan bahan dan peralatan yang memadai
guna berlangsungnya operasi ini, seperti tersedianya tanah penutup, alat berat dsb.
OPERASI PENGURUGAN SAMPAH PADA TPA
Terdapat tata cara pengoperasian standar yang bagi sebuah landfill, katakanlah
sebuah sanitary landfill. Pengoperasian tersebut membutuhkan kemauan Pengelola
TPA untuk menepatinya, termasuk kemauan untuk menyediakan alat dan sarana,
kemauan untuk menyediakan SDM dan kemauan untuk menyediakan dana yang
cukup. Perlu ditekankan sekali lagi bahwa sanitary landfill adalah jenis teknologi
landfilling yang paling sederhana.
18. Setiap truk pengangkut sampah yang masuk ke TPA membawa sampah harus
melalui petugas registrasi guna dicatat jumlah, jenis dan sumbernya serta waktu
pemasukan. Petugas berkewajiban menolak sampah yang dibawa dan akan
diproses di TPA bila tidak sesuai dengan Butir 11 dan Butir 12 di atas
19. Truk sampah yang akan unloading setelah didata akan menuju tempat
pengurugan yang telah ditentukan. Dilarang menuang sampah di mana saja
kecuali di tempat yang telah ditentukan oleh pengawas lapangan
20. Pemerosesan sampah masuk di TPA dapat terdiri dari :
(1).Menuju area pengurugan untuk diurug
(2).Menuju area pemerosesan lain selain pengurugan
(3).Menuju area transit untuk diangkut ke luar TPA
21. Setelah sebuah truk melaksanakan tugasnya, maka alat angkut tersebut dicuci,
paling tidak dengan membersihkan bak dan roda truk agar sampah yang melekat
tidak terbawa ke luar lokasi operasi. Bilasan pencucian ini dialirkan menuju
pengolah lindi, atau dikembalikan ke urugan sampah.
22. Sampah yang dibawa ke area pengurugan sesuai petunjuk penerima sampah,
kemudian dituangkan secara teratur sesuai arahan petugas lapangan di area
kerja aktif (working face area) yang tersedia.
Enri Damanhuri TL ITB 6
7. Pengelolaan TPA –Umum -26/2/2006
23. Sampah yang telah dituang di area pengurugan sebagaimana disebut dalam Butir
20 di atas kemudian diproses dengan bantuan alat berat, seperti dozer dan atau
loader, yaitu :
a. Menyebarkan sampah dalam lapisan-lapisan tidak lebih dari 50 – 60 cm
kemudian dipadatkan dalam 4-5 kali gilasan sehingga membentuk sel-sel
sampah
b. Menyebarkan dan memadatkan bahan penutup di atas sel urugan sampah
pada akhir hari operasi, minimum dengan ketebalan 15 cm
c. Menyebarkan dan memadatkan penutup antara dan penutup final
sebagaimana dijelaskan dalam butir 23 di bawah ini.
24. Peran dan fungsi bahan penutup urugan adalah :
a. Bahan penutup harian harus diterapkan untuk mengurangi bahaya
kebakaran, infiltrasi air hujan, bau, terbangnya sampah yang ringan, gas,
berkembangnya binatang pengerat dan vektor, dan memperbaiki penampilan
(estetika)
b. Kemiringan dan kondisi tanah penutup harian harus dikontrol setiap hari
untuk menjamin peran dan fungsinya, bilamana perlu dilakukan penambahan
dan perbaikan pada lapisan ini
c. Dalam panduan pengoperasian harus dicantumkan (1) sumber tanah
penutup serta jenis dan klasifikasi yang perlu ada (2) pengaturan kemiringan
(slope) area pengurugan untuk memperbanyak run-off dan mengurangi erosi
akibat air limpasan, serta mengurangi infiltrasi, (4) prosedur untuk
mempertahankan integrasi bahan penutup
d. Penutup harian sedapat mungkin diaplikasikan setiap hari, namun bila tidak
mungkin, dilakukan paling tidak setiap minggu
e. Ketebalan tanah penutup minimum adalah 15 cm
f. Bila sel harian tidak akan dilanjutkan untuk jangka waktu lebih dari 1 bulan,
maka dibutuhkan penutup antara setebal 30 cm dengan pemadatan
g. Penutup akhir diaplikasikan pada setiap area pengurugan yang tidak akan
digunakan lagi lebih dari 1 tahun. Ketebalan tanah penutup final ini paling
tidak 60 cm
h. Pada area yang telah dilaksanakan penutupan final sebaiknya ditanami pohon
yang sesuai
25. Alat berat yang digunakan untuk operasi pengurugan sampah hendaknya selalu
siap untuk dioperasikan setiap hari. Harus pula diindikasikan jenis dan jumlah
alat berat yang dibutuhkan. Katalog dan tata-cara pemeliharaan harus tersedia di
lapangan dan diketahui secara baik oleh petugas yang ditunjuk.
PEMANTAUAN OPERASIONAL TPA
Keberhasilan pengoperasian pengurugan sampah adalah adanya kontrol yang
sistematis dan terus menerus, serta adanya evaluasi untuk memperbaiki
permasalahan yang muncul di lapangan. Demikian juga, timbulnya permasalahan
lingkungan yang selama ini dikeluhkan oleh masyarakat sekitar TPA, tidak terlepas
dari kurangnya, bahkan tidak adanya kontrol yang memadai pada pengoperasian
TPA
26. Pencatatan rutin hendaknya dilakukan secara baik, paling tidak untuk mencatat :
a. Permasalahan operasional lapangan yang penting, pengaduan dari
masyarakat atau kesulitan yang dijumpai selama operasi harian
Enri Damanhuri TL ITB 7
8. Pengelolaan TPA –Umum -26/2/2006
b. Sumber, jumlah, karakteristik dan komposisi sampah yang ditangani
a. Secara rutin dilakukan pengukuran topografi ulang di atas timbunan sampah
untuk mengevaluasi sisa kapasitas lahan yang tersediaa
b. Setelah area pengurugan ditutup karena penuh, suatu laporan rinci perlu
dibuat, yang berisi catatan dan data yang penting, yang terkait dengan
monitoring jangka panjang.
27. Setiap awal operasi di pagi hari, pengawas lapangan melakukan peninjauan
pada rencana lokasi penuangan sampah hari itu untuk mengevaluasi :
a. Kondisi sekitar lahan operasi, khususnya erosi timbunan, settlement,
fungsi instalasi pengolah lindi dan pengendali biogas
b. Kondisi drainase permukaan
c. Kondisi jalan operasi
d. Stok tanah penutup
28. Setiap awal minggu, berdasarkan kondisi lapangan dilakukan rencana kerja
minggunan guna memperlancar kegiatan selama mingguan
29. Bila terdapat aktivitas recovery sampah dalam bentuk pemulungan sebelum
pengurugan sampah, maka aktivitas ini hendaknya dimasukkan ke dalam tata-cara
operasional rutin sehingga kegiatan-kegiatan tersebut berjalan secara sinergis dan sa
ling menguntungkan
30. Recovery gas bio sebagai sumber enersi dapat dilaksanakan, dengan terlebih
melakukan kajian potensinya.
31. Timbunan sampah dalam landfill yang telah matang, sekitar 3-5 tahun, dapat
digali kembali untuk dimanfaatkan sebagai kompos atau tanah penutup. Setelah site
landfill ditata kembali, maka residu yang tidak dapat dimanfaatkan diurug kembali ke
dalam tanah
32. Selama pengoperasian, permasalahan lingkungan yang biasanya muncul,
hendaknya dipantau dan dikelola secara baik dan profesional. Persoalan utama yang
perlu mendapat perhatian adalah :
a. Evaluasi secara kualitatif dan kuantitatif terhadap dampak lingkungan,
khususnya yang terkait dengan pengendalian lindi, gas dan bau
b. Upaya pengendalian bau dan kebakaran
c. Upaya-upaya pengendalian binatang pengerat (vektor)
d. Upaya-upaya pengendalian debu dan sampah ringan
KONTROL PENCEMARAN AIR
33. Air permukaan dan run-off (air limpasan) harus dicegah menuju area
pengurugan, terutama ke area aktif pengurugan (working face), melalui
pembangunan drainase dan serta kemiringan yang cukup.
34. Sampah dan lindi tidak boleh berkontak langsung dengan air tanah atau badan
air yang digunakan sebagai sumber air minum
35. Pengumpul dan pengolah lindi harus tersedia dengan sasaran melindungi air
tanah dan air permukaan dari pencemaran akibat keluarnya lindi
Enri Damanhuri TL ITB 8
9. Pengelolaan TPA –Umum -26/2/2006
36. Lindi yang terkumpul harus diolah sebelum dibuang ke alam sehingga effluennya
memenuhi persyaratan seperti tercantum dalam Tabel 1 berikut. Pengoperasian
pengolah lindi hendaknya mengacu pada tata-cara yang telah diatur dalam panduan
pengolahan Instalasi Pengolah Lindi (IPL) untuk TPA tersebut.
Tabel 1 : Baku mutu efluen IPL
Komponen Satuan Baku mutu
Zat padat terlarut mg/L 4000
Zat padat tersuspensi mg/L 400
pH - 6-9
N-NH3 mg/L 5
N-NO3 mg/L 30
N-NO2 mg/L 3
BOD mg/L 150
COD mg/L 300
Senyawa aktif biru- mg/L 10
metilen
37 Dianjurkan agar pada saat tidak hujan, sebagian lindi yang ditampung
dikembalikan ke timbunan sampah sebagai resirkulasi lindi.
38. Setiap TPA harus menyiapkan rencana pemantauan dan pengontrolan kualitas
air.
39. Rencana kontrol kualitas air harus memuat :
a. Kondisi badan air saat ini dan prediksi daerah yang berpotensi tercemar oleh
lindi
b. Elevasi dan arah aliran air tanah
c. Lokasi dan tinggi muka air permukaan yang berdekatan
d. Potensi hubungan antara lokasi pengurugan, akuifer setempat, dan air
permukaan yang didasarkan atas catatan historis serta informasi lain
e. Kualitas air dari zone yang berpotensi terkena dampak sebelum pengurugan
dilakukan
f. Rencana penempatan sumur pemantau, stasiun sampling, serta program
sampling
g. Penjelasan tentang karakteristik tanah dan hiodrogeologi di bawah lokasi
lahan-urug pada kedalaman yang cukup untuk memungkinkan dilakukannya
evaluasi peran tanah tersebut dalam melingdungi air tanah
h. Rencana kontrol run-off untuk mengurangi infiltrasi air ke dalam urugan,
serta kontrol erosi urugan dan persediaan bahan penutup
i. Potensi timbulan lindi dan dan rencana sistem penanggunlangannya untuk
melindungi air tanah dan air permukaan
40. Sampling dan analisa air pada air tanah yang dapat digunakan sebagai sumber
air minum dilakukan secara berkala, yaitu :
a. Di awal sebelum TPA tersebut digunakan dengan analisa pH, Angka KMnO4,
Fe, Mn, N-TK, N-NH3, N-NO3, bakteri coli, As, Co, Ba, B, Se, Cd, Cr-total, Cu,
Fe, Pb, Mn, Hg, Zn, Cl-, CN-, F-, SO4
b. Setiap 6 bulan selama TPA tersebut dioperasikan, yaitu pada musim kemarau
dan musim hujan dengan analisa pH, Angka KMnO4, dan N-NH3
Enri Damanhuri TL ITB 9
10. Pengelolaan TPA –Umum -26/2/2006
c. Di akhir sebelum TPA tersebut dututup dengan analisa pH, Angka KMnO4,
Fe, Mn, N-TK, N-NH3, N-NO3, bakteri coli, As, Co, Ba, B, Se, Cd, Cr-total, Cu,
Fe, Pb, Mn, Hg, Zn, Cl-, CN-, F-, SO4
d. Setiap 2 tahun selama TPA tersebut dalam pemantauan setelah tidak
digunakan lagi, yaitu mencakup pH, Angka KmnO4, dan N-NH3
41. Sampling dan analisa air sungai yang berjarak kurang dari 200 m dari batas
terluar TPA dilakukan secara berkala, yaitu :
a. Di awal sebelum TPA tersebut digunakan sesuai PP82/2001
b. Setiap 6 bulan selama TPA tersebut dioperasikan, yaitu pada musim
kemarau dan musim hujan dengan analisa pH, BOD, COD, N-TK dan N-
NH3
c. Di akhir sebelum TPA tersebut dututup sesuai PP82/2001
d. Setiap 2 tahun selama TPA tersebut dalam pemantauan setelah tidak
digunakan lagi, yaitgu pH, BOD, COD, N-TK, dan N-NH3
42. Sampling dan analisa air tersebut mencakup :
a. Sampling air tanah, diambil pada sumur pemantau dan sumur penduduk yang
berjarak kurang dari 200 m
b. Sampling air sungai diambil pada hulu dan hilir TPA sesuai PP82/2001
c. Sampling kualitas efluen lindi sesuai Tabel 1 peraturan ini
d. Bila terdapat sumber air yang digunakan sebagai sumber air minum secara
langsung seperti air sumur, maka analisa air hendaknya mengacu pada
kualitas air minum yang berlaku di Indonesia
KONTROL KEBAKARAN, GAS DAN BAU
43. Kontrol terhadap timbulnya bau dan debu harus diadakan untuk melindungi
kesehatan serta keselamatan personel, penduduk sekitar, serta orang yang
menggunakan fasilitas TPA ini
44. Tingkat kebauan yang keluar dari TPA digolongkan pada bau yang berasal dari
odoran campuran, dinyatakan sebagai ambang bau yang dapat dideteksi secara
sensorik oleh lebih dari 50% anggota penguji yang berjumlah minimal 8 (delapan)
orang.
45. Sekeliling lokasi TPA hendaknya dikelilingi zone penyangga dari tanaman yang
dapat menjadi penghalang dari adanya sampah beterbangan dan adanya
penampakan yang dapat mengganggu estetika. Sangat dianjurkan adanya sarana
penghalang sampah terbang yang dapat dipindah pindah sesuai kebutuhan
46. Penutupan sampah dengan bahan penutup sebagaimana dijelaskan dalam Butir
24 hendaknya dilaksanakan secara benar dan kosnisten.
47. Gas yang ditimbulkan dari proses degradasi di TPA harus duikontrol di tempat
agar tidak mengganggu kesehatan pegawai, orang yang menggunakan fasilitas TPA,
serta penduduk sekitarnya
a. Perencanaan sarana ini harus memasukkan kontrol gas, khususnya
menentukan lokasi titik-titik ventilasi gasbio pada area pengurugan. Dalam
perencanaan harus pula tercantum tipikal penyalur gas bio yang diperlukan
Enri Damanhuri TL ITB 10
11. Pengelolaan TPA –Umum -26/2/2006
b. Gas hasil biodegradasi tersebut dicegah mengalir secara literal dari lokasi
pengurugan menuju daerah sekitarnya
c. Setiap 1 tahun sekali dilakukan pengembilan sampel gas-bio pada 2 titik yang
berbeda, dan dianalisa terhadap kandungan CO2 dabn CH4.
48. Gas tersebut harus dialirkan ke udara terbuka melalui ventilasi melalui sistem
penangkap gas, sedemikian sehingga tidak berakumulasi yang dapat menimbulkan
ledakan, atau bahaya toksik lainnya
49. Pembakaran sampah tidak terkontrol (open burning) dilarang dilakukan di lokasi
TPA
KONTROL LINGKUNGAN LAIN
50. Lahan TPA, khususnya area pengurugan, hendaknya mempunyai kemiringan
yang cukup tanpa menimbulkan terjadinya erosi dan longsora. Kemiringan ini
tetap dijaga selama pengoperasian pengurugan, melalui perbaikan kemiringan
secara reguler dan mempaertahankan integritas tanah penutup.
51. Penggunaan upaya rekayasa, seperti penahan aliran untuk memperlama run-off
digunakan bilamana perlu untuk mencegah adanya erosi akibat kecepatan run-off
yang berlebihan
52. Kondisi pengurugan sampah harus dipertahankan agar tidak menarik minat
binatang, khususnya binatang pengerat yang tergolong penyebar penyakit, seperti
tikus, untuk mencari makan dan berkembang biak
53. Desain harus mencantumkan program rencana kontingensi untuk kontrol
terhadap vektor tersebut di atas. Operator lapangan harus disiapkan agar dapat
memahami setiap saat prosedur kontrol tersebut.
54. Operasi pemulungan bila tidak dapat dihindari hendaknya memperhatikan
masalah estetika
55. Manual tentang tata-cara dan prosedur terhadap penyelamatan kecelakaan harus
tersedia di lapangan untuk digunakan oleh pekerja
56. Setiap pekerja harus diinformasikan tentang cara-cara penye;lenggaraan
keselamatan kerja
57. Peralatan keselamatan kerja seperti sarung tangan, topi lapangan, kacamata
pelindung, sepatu kerja harus disiapkan di lapangan
58. Tanda-tanda peringatan yang terkait dengan pencegahan kecelakaan, seperti
pemadam kebakaran, dilarang merokok, dsb harus jelas terlihat dari kejauhan.
Enri Damanhuri TL ITB 11