1. PERTEMPURAN PUPUTAN MARGANA DI BALI
Pasukan Belanda mendarat di Bali pada tanggal 2 – 3 Maret 1946. Pada saat itu, kedudukan
I Gusti Ngurah Rai memang serba sulit. Karena berdasarkan perjanjian Linggarjati tanggal 10
November 1946, Belanda hanya mengakui kekuasaan de facto Replubik Indonesia atas Jawa,
Madura, dan Sumatera, sedangkan pulau Bali tidak diakui sebagai daerah Replubik Indonesia. Akan
tetapi, I Gusti Ngurah Rai tetap berjiwa nasionalisme dan tidak putus asa, sehingga pasukannya lebih
diperkuat dan ajakan kompromi Belanda ditolaknya.
Setelah berhasil menghimpun kembali kekuatannya dan menilai persiapannya sudah cukup,
letnan kolonel I Gusti Ngurah Rai siap menghadapi kemungkinan. Ia mempercayakan bidang politik
pemerintahan kepada kebijakan pimpinan di Jawa, sedangkan untuk Pulau Bali harus tetap merdeka
dan berdaulat penuh.
Pada tanggal 18 November 1946, letnan kolonel I Gusti Ngurah Rai dan pasukannya
melakukan serangan terhadap Belanda di Tabanan dan berhasil menguasai keadaan. Melihat
keberhasilan I Gusti Ngurah Rai itu, Belanda mengerahkan seluruh kekuatan yang terdapat di Bali
dan Lombok untuk menghadapi pasukan I Gusti Ngurah Rai. Pada tanggal 29 November 1946,
terjadilah pertempuran hebat di Margarana, Bali. Dalam pertempuran tersebut, letkol I Gusti Ngurah
Rai gugur bersama anak buahnya.
Rakyat Bali bertekad merdeka atau mati, dan lebih mati berjuang mempertahankan
kemerdekaan daripada dijajah, semua kekuatan dikerahkan untuk menggempur Belanda. I Gusti
Ngurah Rai dan rakyat Bali rela mengorbankan jiwa raga demi kemerdekaan tanah air dan bangsanya
serta gugur sebagai kusuma bangsa, sebagai pahlawan pembela kebenaran.
Ivan Haddar M. (21)
Nody Risky Pratomo (33)
Kelas : 9-3