Propinsi Kepulauan Bangka Belitung terdiri dari Pulau Bangka dan Belitung, didiami berbagai suku seperti Melayu, Jawa, Cina. Sejarahnya dimulai dari kerajaan Sriwijaya dan Majapahit, kemudian menjadi jajahan Belanda dan Jepang sebelum akhirnya bergabung dengan Indonesia. Propinsi ini kaya akan sumber daya alam seperti timah dan lada. Budaya masyarakatnya tercermin dalam tarian, musik, dan up
1. Provinsi
KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
Profil
Nama Resmi : Propinsi Kepulauan Bangka Belitung
Ibukota : Pangkal Pinang
Luas Wilayah : 16.424,06 Km2 *)
Jumlah Penduduk : 1.250.554 jiwa *)
Suku Bangsa : Suku Melayu (suku bangsa asli), Jawa, Sunda , Bugis, Banten,
Banjar, Madura, Palembang, Minang, Aceh, Flores,Maluku,
Manado dan Cina(30%)
Agama : Islam : 81,83%, Budha : 8,71 %, Kong Hu Cu : 5,11 %, Kristen :
2,44%, Kristen Katolik : 1.79%, dan Hindu : 0,13%
Wilayah : Kab.: 6, Kota : 1, Kec.: 44, Kel.: 61, Desa : 300 *)
Administrasi
: http://www.babelprov.go.id
Website
*) Sumber : Permendagri Nomor 66 Tahun 2011
Sejarah
Wilayah Propinsi Kepulauan Bangka Belitung, terutama Pulau Bangka berganti ganti
menjadi daerah taklukan Kerajaan Sriwijaya, dan Majapahit.
Setelah kapitulasi dengan Belanda, Kepulauan Bangka Belitung menjadi jajahan
Inggris sebagai Duke of Island.
20 Mei 1812 kekuasaan Inggris berakhir setelah konvensi London 13 Agustus 1824,
terjadi perlalihan kekuasaan daerah jajahan Kepulauan Bangka Belitung antara MH.
Court (Inggris) dengan K.Hcyes (Belanda) di Mentok pada 10 Desember 1816.
Kekuasaan Belanda mendapat perlawanan Depati Barin dan putranya Depati Amir
yang di kenal sebagai perang Depati Amir (1849-1851).
Kekalahan perang Depati Amir menyebabkan Depati Amir di asingkan ke Desa Air
Mata Kupang NTT.
Atas dasar stbl. 565, tanggal 2 Desember 1933 pada tanggal 11 Maret 1933 di
bentuk Resindetil Bangka Belitung Onderhoregenheden yang dipimpin seorang residen
Bangka Belitung dengan 6 Onderafdehify yang di pimpin oleh Ast. Residen. Di Pulau
Bangka terdapat 5 Onderafdehify yang akhirnya menjadi 5 Karesidenan sedang di Pulau
Belitung terdapat 1 Karesidenan.
Di zaman Jepang Karesidenan Bangka Belitung di perintah oleh pemerintahan Militer
2. Jepang yang disebut Bangka Beliton Ginseibu.
Setelah Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, oleh Belanda di bentuk Dewan
Bangka Sementara pada 10 Desember 1946 (stbl.1946 No.38) yang selanjutnya resmi
menjadi Dewan Bangka yang diketuai oleh Musarif Datuk Bandaharo Leo yang dilantik
Belanda pada 11 November 1947.Dewan Bangka merupakan Lembaga Pemerintahan
Otonomi Tinggi.
Pada 23 Januari 1948 (stb1.1948 No.123), Dewan Bangka, Dewan Belitung dan
Dewan Riau bergabung dalam Federasi Bangka Belitung dan Riau (FABERI) yang
merupakan suatu bagian dalam Negara Republik Indonesia Serikat (RIS).
Berdasarkan Keputusan Presiden RIS Nomor 141 Tahun 1950 kembali bersatu
dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) hingga berlaku undang-undang
Nomor 22 Tahun 1948.
Pada tanggal 22 April 1950 oleh Pemerintah diserahkan wilayah Bangka Belitung
kepada Gubernur Sumatera Selatan Dr. Mohd. lsa yang disaksikan oleh Perdana Menteri
Dr. Hakim dan Dewan Bangka Belitung dibubarkan. Sebagai Residen Bangka Belitung
ditunjuk R.Soemardja yang berkedudukan di Pangkalpinang.
Berdasarkan UUDS 1950 dan UU Nomor 22 Tahun 1948 dan UU Darurat Nomor 4
tanggal 16 November 1956 Karesidenan Bangka Belitung berada di Sumatera Selatan
yaitu Kabupaten Bangka dan dibentuk juga kota kecil Pangkalpinang.
Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1957 Pangkalpinang menjadi Kota Praja. Pada
tanggal 13 Mei 1971 Presiden Soeharto meresmikan Sungai Liat sebagai ibukota
Kabupaten Bangka.
Berdasarkan UU Nomor 27 Tahun 2000 wilayah Kota Pangkalpinang, Kabupaten
Bangka dan Kabupaten Belitung menjadi Propinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Selanjutnya sejak tanggal 27 Januari 2003 Propinsi Kepualauan Bangka Belitung
mengalami pemekaran wilayah dengan menambah 4 Kabupaten baru yaitu Kabupaten
Bangka Barat, Bangka Tengah, Belitung Timur dan Bangka Selatan.
Arti Logo
Perisai Bersudut Lima,melambangkan Pancasila sebagai dasar Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Kepulauan Bangka Belitung, melambangkan wilayah, masyarakat, sistem
pemerintah, kebudayaan dan sumberdaya alam Propinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Lingkaran Bulat Simetrikal, melambangkan kesatuan dan persatuan Propinsi
Kepulauan Bangka Belitung dalam menghadapi segala tantangan di tengah - tengah
peradaban dunia yang semakin terbuka.
3. Butir Padi berjumlah 27 buah melambangkan nomor dari Undang-undang
pembentukan Propinsi Kepulauan Bangka Belitung, yaitu UU No.27 Tahun 2000,dan
Buah Lada, berjumlah 31 buah melambangkan Kepulauan Bangka Belitung merupakan
Propinsi ke 31 dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Padi dan buah lada juga
melambangkan kesejahteraan dan kemakmuran.
Balok Timah, melambangkan kekayaan alam (hasil bumi pokok) berupa timah yang
dalam sejarah secara social ekonomis telah menopang kehidupan masyarakat Propinsi
Kepulauan Bangka Belitung selama lebih dari 300 tahun. (diketemukan dan dikelola
sejak tahun 1710 Mary Schommers dalam Bangka Tin)
Biru Tua dan Biru Muda (Dalam Perisai dan Lingkaran Hitam), melambangkan
bahari dunia kelautan dari yang dangkal sampai yang terdalam. Menyiratkan lautan
dengan segala kekayaan alam yang ada di atasnya, di dalam dan di dasar lautan yang
dapat dimanfaatkan untuk sebesar - besarnya bagi kesejahteraan rakyat.
Putih (Tulisan), melambangkan keteguhan dan perdamaian.
Kuning ( Padi dan Semboyan), melambangkan ketentraman dan kekuatan.
Hijau (Pulau dan Lada), melambangkan kesuburan.
Hitam (Outline Lingkaran), melambangkan ketegasan.
Serumpun Sebalai, menunjukan bahwa kekayaan alam dan plularisme masyarakat
Propinsi Kepulauan Bangka Belitung tetap merupakan kelurga besar komunitas
(serumpun) yang memiliki perjuangan yang sama untuk menciptakan kesejahteraan ,
kemakmuran, keadilan dan perdamaian.
Untuk mewujudkan perjuangan tersebut, dengan budaya masyarakat melayu
berkumpul, bermusyawarah, mufakat, berkerjasama dan bersyukur bersama-sama
dalam semangat kekeluargaan (sebalai) merupakan wahana yang paling kuat untuk
dilestarikan dan dikembangkan. Nilai- nilai universal budaya ini juga dimiliki oleh
beragam etnis yang hidup di Bumi Propinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Dengan demikian, Serumpun Sebalai mencerminkan sebuah eksistensi masyarakat
Propinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan kesadaran dan citacitanya untuk tetap
menjadi keluarga besar yang dalam perjuangan dan proses kehidupannya senantiasa
mengutamakan dialog secara kekeluargaan, musyawarah dan mufakat serta berkerja
sama dan senantiasa mensyukuri nikmat Tuhan untuk mencapai masyarakat adil dan
makmur.
Serumpun Sebalai, merupakan semboyan penegakan demokrasi melalui musyawarah
dan mufakat.
Nilai Budaya
Seni Budaya yang berkembang di wilayah Propinsi Kepulauan Bangka Belitung ini
sangat beragam dan menggambarkan keanekaragaman suku bangsa dan agama. Yang
merupakan kekayaan seni budaya di Bangka Belitung berupa Seni Tari, Seni Drama,
Seni Musik, Interior bangunan dan upacara-upacara adat.
Produk Budaya di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung
Produk budaya di Bangka Belitung diantaranya yaitu :
Seni tari di pulau Bangka; Tari Campah, Tari Kedidi, Tari Tabar, Tari lapin, Tari
Melimbang Timah.
Di Pulau Belitung berkembang tari Nusor Tebing, tari Bitiong dan tari Randau. Seni
drama antara lain, drama putri Sri Rinai dan Dul Muluk.
4. Seni Musik antara lain, Bedindak Bedaeh, Lagu Yak Miak, Icak-icak Dek Tau.
Seni Interior yang khususnya di Bangka dan Belitung di pengaruhi oleh gaya
arsitektur Cina.
Upacara-upacara Adat: Upacara-upacara adat yang menjadi khasanah budaya Bangka
Belitung antara lain: Perang Ketupat, Nnirok Nanggak dan Tuang Jong dan Nganggung
serta Kawin Massal.
Kerajinan Khas Bangka : Kerajinan Khasnya yaitu : Kopiah resam dan Kain Cual.
Falsafah Hidup Masyarakat setempat :
Serumpun Sebalai, adalah suatu bentuk etika kehidupan keseharian masyarakat
Bangka Belitung yang rukun damai dan dalam hubungan kekeluargaan walaupun terdiri
dari bermacam-macam etnis dan agama.
Jangan Dak Kawa Nyusa Aok, artinya dalam setiap keberhasilan memerlukan kerja
keras.
Sumber: http://www.depdagri.go.id/pages/profil-daerah/provinsi/detail/19/kepulauan-bangka-
belitung#nilaibudaya diakses pada tanggal 18 oktober 2012, jam 21.09 | WIB