1. MAKALAH AGRIBISNIS
PERSAINGAN PASAR AGRIBISNIS
Semester genap tahun 2009
Kelompok 3
M. Rizal ( 150110080127 )
Ayu Larasati ( 150110080135 )
Tohom D.P.S ( 150110080153 )
Maria Orisa ( 150110080138 )
Adhi Cahya Nugraha ( 150110080148 )
Ivan Komara ( 150110080150 )
Novian Eka ( 150110080157 )
Adi Firmansyah (150110080158 )
Dhea Primasari (150110080160 )
Raden Bondan E B (150110080162 )
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2. 2
BAB 1
PENGERTIAN PERSAINGAN PASAR AGRIBISNIS
Persaingan dalam konteks pemasaran adalah keadaan dimana perusahaan pada pasar produk
atau jasa tertentu akan memperlihatkan keunggulannya masing-masing, dengan atau tanpa
terikat peraturan tertentu dalam rangka meraih pelanggannya (Kotler, 2002). Sedangkan
menurut Porter, persaingan akan terjadi pada beberapa kelompok pesaing yang tidak hanya
pada produk atau jasa sejenis, dapat pada produk atau jasa substitusi maupun persaingan pada
hulu dan hilir (Porter, 1996).
Sedangkan dinamika adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada periode tertentu (siapa,
tahun). Dengan demikian dinamika persaingan adalah perubahan-perubahan yang terjadi
terhadap persaingan yang terjadi pada perusahaan dalam memperebutkan pelanggan pada
periode periode tertentu.
Faktor penyebab persaingan yang lebih kompleks.
Persaingan yang lebih kompleks terjadi saat ini karena menurunnya perhatian pada pelaku
industri tehadap pasar tunggal dan naiknya perhatian mereka terhadap pasar pasar global.
Perubahan tingkat kompleksitas ini disebabkan oleh beberapa hal seperti
1. Adanya evolusi menuju pasar global(Mudradjad, 2009). Evolusi yang terjadi pada
perusahaan membuat organisasi/ perusahaan yang ada ingin terus meningkatkan
persaingannya di pasar. Salah satu bentuk evolusi yang terjadi adalah dari perusahaan
domestik- perusahaan Internasional- Perusahaan Multinasional- Perusahaan Global. Pada level
perusahaan domestik juga dapat terjadi evolusi karena tingkat proteksi dari pemerintah
(Holland, 1987:170-171). Evolusi ini akan membentuk perubahan dari Industri Bayi (infant)
menjadi Industri Remaja (adolescent) dan menjadi Industri. Perbedaan ketiga perusahaan
tersebut di atas mencakup fokus, visi, orientasi, gaya operasi, strategi, struktur organisasi,
strategi pemasaran, fokus lokasi riset dan pengembangan, kebijakan penempatan alokasi SDM,
pola komunikasi, kebijakan pengembangan produk baru, kemitraan dan kebijakan investasi
2. Skala Ekonomis atau Belajar. Perusahaan berusaha untuk melakukan pembelajaran untuk
menigkatkan kemampuannya dan skala ekonomis yang lebih baik juga mendoran perusahaan
untuk menembus pasar global. Ada beberapa keuntungan yang dapat diraih dan mendorong
3. 3
perusahaan dalam mencapai skala ekonomis. Ketika perusahaan berada dalam keadaan pasar
global, maka hal ini akan memperluas ukuran atau cakupan pasar membantu mencapai skala
ekonomis dalam manufaktur, pemasaran, R&D atau distribusi selain juga akan dapat
menyebarkan biaya ke basis penjualan yang lebih besar, meningkatkan laba per unit,
keuntungan lokasi. Keadaan ini juga akan membentuk suatu pasar dengan biaya rendah yang
membantu dalam pengembangan keunggulan kompetitif dan memungkinkan akses yang lebih
baik ke beberapa sumber daya yang lebih murah.
3. Kemajuan teknologi informasi membuat koordinasi antar pasar menjadi lebih mudah. Kini
perusahaan-perusahaan yang ada telah menggunakan sarana internet dan teknologi nir kabel
lainnya untuk kepentingan bisnisnya. Hal ini membuat koordinasi dari masing-masing organisasi
atau perusahaan menjadi semakin lebih kuat. Kemajuan teknologi inovasi di sisi lain juga
meningkatkan daya saing perusahaan berukuran kecil dan menengah.
Contoh terjadinya dinamika persaingan
Pemain pertama yang masuk ke industri tertentu sering dianggap memiliki peluang pertama
untuk membangun pangsa pasar, mengendalikan arah perkembangan industri, membangun
merek dan saluran distribusi yang kuat, atau mengangkangi sumber daya yang langka seperti
lokasi strategis atau hak paten. Banyak perusahaan, terutama di dunia teknologi, yang
berlomba-lomba mengeluarkan inovasi radikal baru dengan tujuan mengunci para pengguna
terlebih dahulu. Selisih masa peluncuran beberapa bulan saja sering berakibat fatal bila ada
kompetitor yang mendahului. Realita, tentu saja, tidak sesederhana itu. Kadang pelopor
industri memang berhasil meraup keuntungan ekonomis yang besar. Kadang penguasaan
pangsa pasarnya mendekati monopoli. Tetapi banyak juga contoh-contoh pelopor yang gagal.
Daftar tersebut mencakup, misalnya, Kodak yang dikalahkan Sony dalam industri kamera video
8 mm, web browser Mosaic yang dikalahkan Netscape dan kemudian Internet Explorer dari
Microsoft, VisiCalc yang digulingkan Lotus 123 dan kemudian Microsoft Excel, microwave
Raytheon dan VCR Ampex yang sudah tidak kedengaran namanya lagi, dan mesin video games
Magnavox yang dikalahkan Atari, Nintendo, dan sekarang Sony.
4. 4
BAB 2
PASAR PERSAINGAN SEMPURNA DAN TIDAK SEMPURNA
Pasar persaingan sempurna adalah suatu bentuk interaksi antara permintaan dengan
penawaran di mana jumlah pembeli dan penjual sedemikian rupa banyaknya/ tidak terbatas.
Ciri-ciri pokok dari pasar persaingan sempurna adalah:
a. Jumlah perusahaan dalam pasar sangat banyak.
b. Produk/barang yang diperdagangkan serba sama (homogen).
c. Konsumen memahami sepenuhnya keadaan pasar.
d. Tidak ada hambatan untuk keluar/masuk bagi setiap penjual.
e. Pemerintah tidak campur tangan dalam proses pembentukan harga.
f. Penjual atau produsen hanya berperan sebagai price taker (pengambil harga).
Pasar persaingan tidak sempurna adalah pasar atau industri yang terdiri dari produsen-
produsen yang mempunyai kekuatan pasar atau mampu mengendalikan harga output di pasar.
Terdapat tiga model umum di pasar persaingan tidak sempurna, yaitu pasar monopoli, pasar
persaingan monopolistik dan oligopoli.
Pasar monopoli merupakan industri yang terdiri dari satu perusahaan di mana terdapat
hambatan bagi perusahaan-perusahaan baru untuk memasuki pasar. Beberapa hambatan
masuk berupa waralaba pemerintah, paten, skala ekonomi dan keunggulan biaya lain,
kepemilikan atas faktor produksi yang langka.
Persaingan monopolistik merupakan industri yang memiliki banyak produsen di mana
perusahaan pesaing bebas memasuki industri dan perusahaan-perusahaan mendiferensiasikan
produk mereka. Diferensiasi produk dimaksudkan untuk memenuhi keinginan konsumen,
membangun reputasi atas produk yang dihasilkan dan memberikan pelayanan yang baik. Selain
kelebihan berupa adanya keanekaragaman produk, efisiensi dan informasi tentang produk,
diferensiasi produk juga mempunyai kelemahan yaitu adanya pemborosan, harga produk yang
lebih mahal, kesalahan informasi dan kejenuhan masyarakat terhadap tayangan iklan.
Oligopoli adalah industri dengan sejumlah kecil perusahaan yang masing-masing cukup mampu
untuk mempengaruhi harga pasar dari output yang dihasilkannya. Selain memiliki banyak
bentuk dalam pasar oligopoli terdapat juga empat model yang umum dikenal yaitu model
5. 5
kolusi, model Cournot, model kurva permintaan yang patah dan model kepemimpinan harga.
Perusahaan-perusahaan yang memiliki kekuatan pasar dihadapkan pada empat keputusan
penting yaitu berapa output yang akan diproduksi, bagaimana memproduksinya, berapa input
yang akan diminta di masing-masing pasar dan berapa harga output yang akan ditetapkan.
Keputusan harga dan output oleh perusahaan dalam pasar persaingan tidak sempurna berbeda-
beda tergantung pada bentuk pasar di mana perusahaan berada dan tujuan dari perusahaan
adalah memaksimalkan laba total.
Diskriminasi harga merupakan penetapan harga yang berbeda untuk pembeli barang yang sama
atau penetapan harga di mana perbandingan antara harga dan biaya marjinal berbeda di antara
para pembeli. Diskriminasi harga dibedakan menjadi tiga yaitu diskriminasi harga derajat ketiga,
diskriminasi harga derajat kedua dan diskriminasi harga derajat pertama
6. 6
BAB 3
KENDALA INDONESIA DALAM PERSAINGAN PASAR AGRIBISNIS
Untuk memenangkan persaingan usaha dibidang pertanian di jaman era globalisasi pada saat
ini dalam dunia bisnis modern haruslah memiliki trend dan kreatif terhadap inovasi produk
pertanian olahan.
Pada prinsipnya produk pertanian olahan kita seperti produsen minuman dan makanan seperti:
Virgin Coconut Oil (VCO), Nata de coco, Aloe vera, Keripik kentang (Potato Chips) Keripik Sukun,
Keripik buah-buahan dan sebagainya memiliki potensi yang sangat baik bagi peluang ekspor.
Pada saat pameran internasional yang diharapkan adalah for the first sight / pada pandangan
pertama ketertarikan dan keunikan dari produk pertanian olahan Indonesia yang memiliki daya
saing dipasar Internasional.
Dalam hal ini perlu diperhatikan beberapa hal yang menjadi kendala dalam persaingan pasar
usaha bidang produk pertanian olahan antara lain:
a) Kemasan (Packaging)
Yang perlu diperhatikan produk-produk pertanian olahan tersebut harus memiliki 6egar khas,
unik dan menarik bagi konsumen. Kemasan (packing) yang dimaksud adalah kemasan sebagai
pemanis produk sehingga penampilannya menarik minat konsumen dan pengemasannya untuk
pengaman produk selama didalam perjalanan.
b) Kemampuan produksi (Ability to produce)
Dalam hal ini perlu diperhatikan ketika terjadi transaksi di arena pameran biasanya buyer besar
akan membeli dengan jumlah besar. Biasanya kesulitan oleh produsen adalah memenuhi kuota
seperti yang kita lihat adanya produk-produk herbal, medicinal herbs, produk spa dan
sebagainya terkadang tidak 6ega memproduksi dengan kuantitas yang besar, jadi harus
bersinergi dengan para pelaku usaha lain didalam meningkatkan kualitas dan kuantitas.
c) Merek (Brand)
Untuk produk olahan pertanian Indonesia usahakan 6egara merek sehingga identitas produk
dapat dibedakan dengan produk lain dan memiliki hak paten untuk produknya.
Dari nilai-nilai diatas yang perlu diperhatikan bagaimana kita bangsa Indonesia 6ega berdaya
saing dan memiliki 6egar khas untuk produk-produk olahan Indonesia tersebut yang
berorientasi ekspor. Sebagaimana yang kita ketahui Malaysia memiliki produk kentang kemasan
7. 7
Piatos potato chips dengan kemasan yang menarik dan berbagai cita rasa, Begitu juga dengan
Thailand yang mengemas kripik manggis dalam kaleng. Sebenarnya kita sudah banyak memiliki
produk pertanian olahan seperti kripik pisang Lampung, kripik salak Yogya dan sebagainya yang
mungkin kurang promosinya.
Indonesia tidak pernah kalah dengan 7egara lain dalam produk pertanian olahannya karena
Indonesia memiliki berbagai macam aneka cita rasa nusantara yang memiliki daya saing untuk
pasar internasional. Diharapkan dalam pameran-pameran skala internasional produk pertanian
olahan unggulan daerah Indonesia dapat menjaring pasar yang lebih besar di pasar
Internasional.
8. 8
BAB 4
STUDI KASUS PERSAINGAN PEMASARAN SALAH SATU PRODUK AGRIBISNIS
Industri Manisan Pala
Pendahuluan
Tanaman pala (Myristica fragrans houtt) adalah tanaman asli Indonesia yang berasal dari
kepulauan Banda dan Maluku. Tanaman pala dikenal dengan tanaman rempah yang memiliki
nilai ekonomis. Hasil tanaman pala yang biasa dimanfaatkan adalah buah pala. Buah pala terdiri
dari daging buah (77,8%), fuli (4 %), tempurung (5,1%) dan biji (13,1%). Bagian buah yang
bernilai ekonomi cukup tinggi adalah biji pala dan fuli (mace) yang dapat dijadikan minyak pala.
Daging buah pala dapat dimanfaatkan untuk diolah menjadi manisan pala, asinan pala, dodol
pala, selai pala dan sirup pala. Indonesia merupakan negara pengekspor biji pala dan fuli
terbesar dipasaran dunia (sekitar 60%), dan sisanya dipenuhi dari negara lainnya seperti
Grenada, India, Srilangka dan Papua New Guinea. Berdasarkan data Ditjen Perkebunan (2000)
produksi pala Indonesia tahun 2000 adalah sebesar 19,95 ribu ton. Produksi pala relatif stabil
dan cenderung meningkat sejak tahun 1994 yang berkisar antara 19,00 -19,95 ribu ton per
tahun. Daging buah pala yang merupakan bagian terbesar dari hasil panen buah pala
merupakan suatu potensi bahan baku yang sangat besar untuk dapat dimanfaatkan. Salah satu
upaya pemanfaatan daging buah pala adalah pembuatan manisan pala, yang umumnya
dilaksanakan oleh usaha kecil rumah tangga. Untuk itu pemberdayaan usaha kecil ini perlu
terus ditingkatkan. Melalui pemberdayaan usaha kecil manisan pala ini, diharapkan produk
manisan pala juga dapat menjadi komoditi ekspor Indonesia mengiringi ekspor biji, fuli dan
minyak pala
Profil Usaha
Usaha manisan pala di wilayah survei merupakan usaha yang sudah dijalankan sejak tahun
1970/1980 dan berlangsung secara turun temurun sampai sekarang dan cenderung sebagai
usaha rumah tangga. Sebagian rumah tangga menjadikan usaha ini sebagai usaha pokok dan
sebagian lagi menjadikannya sebagai usaha tambahan. Beberapa alasan pengusaha manisan
pala menekuni usahanya antara lain adalah tersedianya sumber bahan baku, keterampilan
9. 9
dikuasai, harganya baik dan pasar yang sudah terjamin. Selain itu ada juga pengusaha yang
menyatakan melakukan usaha ini karena tidak ada usaha lain.
Kegiatan usaha pembuatan manisan pala dapat dilakukan oleh pria maupun wanita.
Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan di daerah survei pada tahun 1995,
pengelola dan tenaga kerja pada usaha pembuatan manisan pala ini umumnya wanita atau ibu
rumah tangga. Dari 30 pengusaha yang disurvei sebanyak 20 unit usaha dikelola oleh wanita
dan 10 lainnya dikelola oleh laki-laki (Nugraha, D.R, 1995 ).
Rata-rata pengusaha manisan pala memiliki jenjang pendidikan SD dan SLTP. Keterampilan
membuat manisan pala diperoleh dengan belajar sendiri dari orang tua, tetangga dan atau
mengikuti pelatihan yang diadakan oleh lembaga dan instansi terkait.
Dilihat dari kepemilikan usaha, seluruhnya merupakan usaha milik sendiri, dan umumnya belum
memiliki badan hukum. Tenaga kerja yang terlibat berasal dari dalam dan luar keluarga. Tenaga
kerja dari dalam keluarga umumnya sebagai pengelola dan tenaga pemasaran. Tenaga kerja
dari luar keluarga merupakan tenaga kerja harian atau tenaga borongan. Pengelolaan usaha ini
masih dilakukan masing-masing secara terpisah, tidak dalam satu kelompok, serta belum
pernah dilakukan kemitraan dengan pihak lain. Berdasarkan wawancara yang dilakukan, para
pengusaha manisan pala menyatakan bahwa kelompok usaha pernah dibentuk namun tidak
berjalan dengan baik.
Menurut data dari Deperindag Kabupaten Bogor usaha manisan pala di daerah ini berjumlah
sekitar 73 unit usaha, dengan tingkat produksi per unit usaha berkisar antara 10 - 15 ton
manisan pala per tahun. Selain menjual produk manisan pala, pengusaha juga menjual biji
(nutmeg in shell) dan fuli (mace) sebagai hasil samping. Harga jual biji dan fuli per kg jauh lebih
besar dibanding manisan pala, namun jumlah kg jauh lebih kecil karena biji dan fuli hanya
sebesar 13% dari seluruh bagian buah pala.
Pola Pembiayaan
Dalam memenuhi kebutuhan modal usaha pembuatan manisan pala disamping modal sendiri
sebagian pengusaha ada yang memanfaatkan fasilitas kredit yang diberikan oleh bank, ada pula
pengusaha yang meminjam dari pedagang atau sesama pengusaha yang memiliki modal lebih
besar. Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan terhadap pengusaha manisan pala di
10. 10
wilayah survei (Nugraha, D.R, 1995 ), bahwa dari 30 pengusaha manisan pala, sebanyak 4
pengusaha (13,3%) pernah meminjam modal ke Bank, 5 pengusaha (16,7%) meminjam modal
ke KUD, dan sebanyak 16 pengusaha (53.33%) meminjam modal dari pedagang atau sesama
pengusaha yang memiliki modal lebih besar serta sisanya (16,7%) menggunakan modal usaha
pribadi. Bagi pengusaha yang modal kerjanya meminjam dari sesama pengusaha atau dari
pedagang, pembayarannya dilakukan setelah diperoleh hasil penjualan produk manisan pala.
Berdasarkan pengamatan di wilayah survei, pengusaha manisan pala yang relatif maju adalah
mereka yang memiliki persediaan modal kerja yang lebih dari satu kali periode produksi atau
cukup untuk satu bulan kerja. Diantara pengusaha manisan pala yang tergolong maju ada yang
pernah memperoleh pinjaman dari bank. Pengusaha yang bersangkutan telah memulai usaha
sejak tahun 1980 dan sudah beberapa kali mendapat pinjaman dari bank, mulai dari pinjaman
pertama sekali sebesar Rp 75.000 sampai dengan diberi kepercayaan oleh bank untuk
mendapatkan dana pinjaman sebesar Rp 22 juta dan sudah dapat dilunasi. Saat ini usaha yang
dijalankan mampu menggunakan dana sendiri.
Bank yang menyediakan pinjaman modal usaha bagi Usaha Kecil umumnya terdapat di lokasi
penelitian dengan status Kantor Cabang dan Kantor Cabang Pembantu. Diantara beberapa Bank
yang beroperasi di wilayah penelitian, baru satu bank yang ditemui memberikan pinjaman
terhadap usaha kecil manisan pala.
Bank pemberi kredit sebagai kantor cabang pembantu telah menyalurkan kredit sejak tahun
1990. Sampai saat ini melalui kantor cabang pembantu bank tersebut telah membiayai
sebanyak 10 unit usaha manisan pala. Dari jumlah tersebut 50% diantaranya merupakan
pengusaha murni manisan pala dan 50% lainnya juga memiliki usaha lain disamping usaha
manisan pala. Jumlah kredit yang disalurkan bervariasi mulai Rp 1 juta sampai dengan Rp 22
juta dengan jangka waktu pinjaman 1-2 tahun yang dicicil setiap bulannya. Dari sejumlah
pinjaman yang telah disalurkan kepada usaha kecil manisan pala, sebanyak 75% diantaranya
dinilai baik dalam pengembalian.
Aspek Pemasaran
Pemasaran
11. 11
Hasil produk manisan pala umumnya dipasarkan oleh pengusaha/pengrajin manisan pala
kepada pedagang pengecer dan distributor yang telah menjadi langganan tetap, atau juga
kepada para pembeli yang datang langsung. Pembeli yang datang ke lokasi jumlahnya relatif
sedikit. Sebagian pengrajin sudah pernah melakukan kerjasama dengan supermarket, namun
karena sistem pembayaran yang terlalu lama (1 bulan) dirasakan sebagai hambatan bagi para
pengusaha manisan pala yang modal kerjanya relatif kecil.
Daerah pemasaran mencakup wilayah Bogor, Jakarta, Cianjur, Tangerang dan Cilegon. Selain
dipasarkan sendiri oleh para pengrajin ke pedagang, terjadi juga transaksi penjualan diantara
pengusaha manisan pala sendiri. Transaksi penjualan antara pengusaha pala biasanya terjadi
jika salah satu pengusaha manisan pala tersebut mengalami kekurangan stok produk manisan
pala dalam memenuhi permintaan langganan/konsumennya.
Persaingan dan Peluang pasar
Manisan pala merupakan salah satu jenis makanan ringan diantara sekian banyak jenis
makanan ringan yang tergolong dalam kelompok manisan buah-buahan. Kekhasan dari rasa
manisan pala dan tidak disemua daerah/tempat dapat ditemui produksi manisan ini
menyebabkan manisan pala tetap menjadi salah satu pilihan sebagai bingkisan untuk oleh-oleh.
Manisan pala juga masih merupakan salah satu alternatif makanan ringan yang disajikan pada
saat perayaan hari-hari besar lebaran dan tahun baru.
Usaha pembuatan manisan pala tidak memerlukan teknologi yang sulit dan pembuatannya
cukup mudah, oleh karena itu usaha ini mudah dilakukan oleh para pengusaha baru.
Pembuatan manisan pala umumnya dilakukan oleh pengusaha kecil di daerah penghasil pala.
Berdasarkan data usaha kecil Departemen Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor,
jumlah industri kecil manisan pala di Kabupaten Bogor Tahun 1998 berjumlah 73 unit usaha
dengan kapasitas produksi mencapai 1.079 ton per tahun (Tabel 3.4).
12. 12
Tabel 3.4.Jumlah Industri Kecil Manisan Pala Di Kabupaten Bogor Tahun 1998
Kecamatan Desa
Unit
Usaha
Tenaga
Kerja
Investasi
(Rp.000)
Produksi
Bahan
Baku
Ton
Nilai Rp
000
Nilai Rp
000
Ciomas Sukaluyu 10 25 13.600 105 630.000 367.500
Ciomas Tamansari 15 15 10.500 225 1.350.000 787.500
Dramaga Dramaga 48 338 24.000 749 4.492.8002.620.800
Jumlah 73 378 48.1001.0796.472..8003.775.800
Sumber : Deperindag Kabupaten Bogor 2001
Harga manisan pala dari tingkat produsen ke pedagang relatif sama, oleh karena itu kunci
kemampuan bersaing antara unit usaha yang sama adalah kemampuan pengusaha
menghasilkan produk yang berkualitas (disenangi konsumen) dengan biaya produksi serendah
mungkin.
Peluang pasar untuk manisan pala masih sangat besar, mengingat manisan pala yang diproduksi
di daerah Bogor sampai saat ini baru dipasarkan di wilayah Jawa Barat. Di Indonesia daerah
penghasil pala hanya di beberapa propinsi saja yaitu Nangroe Aceh Darussalam, Sumatra Barat,
Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Maluku Utara dan Maluku Selatan serta Papua,
karena itu pengenalan produk ini kedaerah-daerah lain dapat membuka peluang pasar yang
baru. Peluang untuk mengekspor produk manisan ini masih terbuka mengingat berdasarkan
wawancara dengan responden menyatakan bahwa pernah mendapat permintaan dari pembeli
di luar negeri namun belum dapat dilayani.
Berbeda dengan manisan pala, produk pala lainya seperti biji pala, fuli dan minyak pala telah
dilakukan ekspor sejak lama dan sampai saat ini telah dilakukan ekspor lebih ke 30 negara.
Sampai saat ini Indonesia masih merupakan negara penghasil utama buah pala di dunia. Negara
lain yang menjadi pengekspor pala adalah Grenada, Papua New Guinea, India dan Srilangka.
Permintaan
Permintaan Pasar dalam Negeri
13. 13
Permintaan pasar dalam negeri untuk manisan pala secara khusus belum terdata, namun
berdasarkan hasil survei di daerah sampel, penjualan rata-rata perbulan/unit usaha berkisar 1-2
ton. Permintaan manisan pala akan meningkat pada bulan-bulan tertentu, seperti pada saat
lebaran, dan akhir tahun. Berdasarkan wawancara dengan seorang pedagang lokal di kota
Bogor, penjualan perhari mencapai 90 kg/hari atau sekitar 2,7 ton perbulan. Umumnya
pengusaha manisan pala di kota Bogor baru melayani permintaan dari dalam propinsi saja.
Permintaan Ekspor
Berdasarkan wawancara dengan pengusaha manisan pala, keadaan permintaan pasar terhadap
manisan pala cukup baik. Selain permintaan dari dalam negeri juga ada permintaan dari luar
negeri seperti dari Singapura, Kuwait dan Syria. Namun permintaan dari luar negeri ini sampai
saat ini belum terealisir. Alasan yang dikemukakan pengusaha antara lain kurangnya dana dan
kapasitas produksi yang masih kecil.
Permintaan ekspor terhadap produk dari pala yang terbesar adalah biji pala kering (nutmeg in
shell dan nutmeg shelled), fuli (mace) dan minyak pala (essential oil of nutmegs). Keadaan
permintaan pasar terhadap produk pala ini (biji, fuli dan minyak atsiri dari pala) cukup baik,
khususnya permintaan akan biji pala tanpa cangkang yang terus mengalami peningkatan.
Permintaan terhadap fuli dan minyak pala relatif stabil pada periode antara tahun 1996-2000.
Volume dan nilai ekspor beberapa produk pala dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Volume dan Nilai Ekspor Beberapa Produk Pala tahun 1996 - Maret 2001
Tahun Satuan
Nutmeg In
Shell
Nutmeg
Shelled
Mace
Essential Oils
Of Nutmegs
1996
Berat(KG) 1.403.640 5.570.768 1.259.372 216.581
Nilai(US$) 1.707.664 8.380.719 4.082.962 3.105.894
1997
Berat(KG) 1.113.297 5.136.093 1.158.311 209.513
Nilai(US$) 1.587.152 9.371.007 5.065.976 3.778.535
1998
Berat(KG) 2.967.260 4.683.493 1.634.262 382.100
Nilai(US$) 5.197.590 13.519.184 9.997.225 10.014.413
1999
Berat(KG) 1.752.875 6.002.785 1.700.372 383.725
Nilai(US$) 4.226.430 24.534.996 10.316.131 10.046.165
2000
Berat(KG) 1.101.878 8.071.150 1.284.115 350.544
Nilai(US$) 2.284.505 39.270.109 7.583.560 9.109.814
14. 14
Jan-
Maret
2001
Berat(KG) 315.464 908.947 452.690 109.734
Nilai(US$) 738.057 3.064.102 1.508.881 3.202.053
Sumber : Deperindag 2001
Lebih jelasnya kecenderungan perkembangan volume dan nilai ekspor beberapa produk pala
dari tahun 1996 - 2000 dapat dilihat pada Grafik 3.1 dan Grafik 3.2.
Grafik 3.1. Perkembangan Volume Ekspor Beberapa Produk Pala Tahun 1996-2000
15. 15
Grafik 3.2. Perkembangan Nilai Ekspor Beberapa Produk Pala Tahun 1996 - 2000
Produk dari pala (biji, fuli dan minyak pala) telah diekspor lebih ke 30 negara. Adapun negara-
negara pengimpor utama produk pala antara lain adalah Singapura, Belanda, Hongkong,
Jepang, Belgia, Malaysia, Amerika Serikat, Perancis, India, Italia, Jerman, dan Thailand
Penawaran
Berdasarkan data statistik industri sedang dan besar, produksi manisan pala tahun 1998 adalah
sebesar 24.000 kg dengan nilai Rp. 115 juta. Walaupun data nasional total produksi manisan
pala dari industri kecil tidak ada, namun jumlah produksi manisan pala dari industri kecil di
Kabupaten Bogor pada tahun 1998 telah mencapai 1.079 ton dengan nilai Rp. 6.472,8 juta atau
sekitar 90 ton perbulan dengan nilai Rp. 539,4 juta. Hal ini menggambarkan bahwa jumlah
produksi manisan pala dari industri kecil lebih besar dibanding industri besar/sedang.
Kapasitas produksi dari usaha pembuatan manisan pala ini adalah sebesar 2,25 ton per bulan
atau sekitar 2,5% dari produksi di wilayah Bogor.
Produksi biji pala untuk ekspor sebagian besar juga berasal dari industri kecil. Data ekspor biji
pala tahun 1998 adalah sebesar 5.197.590 kg yang dipasok dari industri besar sebanyak
2.023.347 kg atau sekitar 39%, sisanya 61% dipasok dari industri kecil.
Indonesia merupakan negara penghasil pala terbesar di dunia, produksi dan sebaran daerah
penghasil pala di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Produksi Buah Pala Menurut Daerah Produksi di Indonesia
Propinsi
Luas Areal (Ha) Produksi (ton))
1998 1999 2000 1998 1999 2000
Sulawesi Utara 16.965 17.015 17.140 6.750 6.950 7.074
Maluku 16.898 16.964 17.079 4.849 4.999 5.099
Nangroe Aceh D. 11.385 11.435 11.510 4.452 4.602 4.652
Papua 5.430 5.480 5.580 1.176 1.246 1.346
Sulawesi Selatan 2.302 2.352 2.427 448 548 648
Sumatra Barat 2.244 2.294 2.334 365 465 468
Jawa Barat 2.120 2.125 2.155 219 319 419
Sulawesi Tengah 580 630 705 43 68 78
16. 16
Sumatra Utara 203 208 228 44 59 62
Jawa Tengah 909 914 934 27 43 48
NTT 405 405 405 29 29 29
Lampung 80 80 80 20 25 25
Jawa Timur 9 9 9 4 4 4
Kalimantan Timur 14 14 14 2 2 2
Total Indonesia 59.544 59.925 60.600 18.428 19.359 19.954
Sumber: Statistik Perkebunan Indonesia (Ditjen Perkebunan 2000)
Berdasarkan data pada Tabel 3.2. tersebut di atas terlihat adanya kecenderungan terjadinya
peningkatan luas areal dan produksi pala setiap tahunnya. Peningkatan produksi buah pala
sendiri berkisar antara 3-5% per tahun. Berdasarkan ketersediaan potensi bahan baku, daerah-
daerah yang potensial untuk pengembangan usaha manisan pala adalah daerah penghasil pala
utama di Indonesia seperti Sulawesi Utara, Maluku, Nangroe Aceh Darussalam, Papua, Sulawesi
Selatan, Sumatra Barat dan Jawa Barat.
Harga
Harga produk manisan pala sangat dipengaruhi oleh beberapa variabel yang berlaku di pasaran,
yaitu tingkat penawaran dan permintaan di pasar serta biaya pengadaan bahan baku.
Perkembangan harga manisan pala dari tahun ke tahun relatif meningkat seiring dengan
peningkatan biaya produksi. Pada tahun 1995 pengusaha manisan pala menjual produknya
dengan harga Rp. 3.000 - 3.500 per kg, pada tahun 1998 meningkat menjadi Rp. 4.500 per kg
dan pada saat ini (2001) harga penjualan rata-rata manisan pala kepada pedagang sekitar Rp
7.000 per kg.
Harga jual manisan pala dari produsen ke pedagang sangat jauh berbeda dengan harga yang
berlaku dipasaran umum/harga eceran yang dapat mencapai kisaran antara Rp. 9.000 s/d Rp.
13.500 per kg bahkan harga di supermarket mencapai Rp. 18.500 per kg
Harga biji, fuli dan minyak pala dipengaruhi oleh harga yang berlaku di pasaran internasional
dan kurs rupiah terhadap dolar Amerika. Perkembangan harga ekspor rata-rata produk dari
pala dapat dilihat pada Tabel 3.3. Harga biji pala kering tanpa kulit dan fuli yang saat ini
berlaku ditingkat pedagang pengumpul adalah berturut-turut sebesar Rp 35.000 dan Rp 65.000.
17. 17
Tabel 3.3. Perkembangan Harga Rata-Rata Produk Pala Tahun 1996-2000
Produk
Perkembangan harga (US $) pada tahun:
1996 1997 1998 1999 2000
Nutmeg in shell 1,22 1,43 1,75 2,41 2,07
Nutmeg shelled 1,50 1,82 2,89 4,09 4,87
Mace 3,24 4,37 6,12 6,07 5,91
Essensial oil of
nutmegs
14,34 18,03 26,21 26,18 25,99
Aspek Produksi
1. Bahan Baku
Kebutuhan Bahan Baku dan Bahan Penolong
Bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan manisan pala kering adalah sebagai berikut :
Tabel 4.3.
Bahan-Bahan untuk Pembuatan Manisan Pala Kering
No Bahan Satuan
Untuk 1 kg
pala kering
Untuk 300 kg
pala kering
1. Buah Pala Mentah buah 16 4.800
2. Gula Pasir kg 1 300
3. Garam kg 0,016 5
4. Natrium Bisulfit
(NaHSO3)/Pengawet
kg 0,002 0,5
5. Bahan Pewarna g 0,32 100
6. Plastik kemasan 0,5 kg kg 4,2
7. Isi hekter pak 4
8. Air m3 ±1
9.
Minyak tanah untuk
kompor
liter 8
Tabel 4.4.
Bahan-Bahan yang Digunakan untuk Pembuatan Manisan Pala Basah
18. 18
No Bahan PALA BASAH Satuan
Untuk 150 kg
pala basah
1. Buah Pala Mentah Buah 3.000
2. Gula Pasir kg 75
3. Garam kg 5
4.
Natrium Bisulfit
(NaHSO3)/Pengawet
kg 0,25
5. Plastik kg 3
6. Air m3 ±1
7. Isi hekter pak 3
Data Primer (2001)
Dalam pembuatan manisan pala basah untuk penghematan gula dapat menggunakan gula dari
hasil penirisan pembuatan manisan pala kering.
1). Bahan Baku (buah pala)
Bahan baku untuk pembuatan manisan pala adalah buah pala yang segar, oleh karena itu buah
pala yang hendak dipanen sebaiknya berumur (6-7) bulan sejak berbunga. Buah pala untuk
manisan pala kering dipilih yang berukuran sedang sampai besar agar mudah dibentuk. Buah
pala yang berukuran kecil tidak baik untuk pembuatan pala kering, namun masih dapat
digunakan untuk diolah menjadi pala basah.
2). Bahan Penolong
a. Gula Pasir
Bahan penolong utama yang diperlukan adalah gula pasir. Penggunaan gula pasir harus dipilih
yang putih dan bersih. Gula yang berwarna kecoklatan akan memberikan hasil manisan pala
yang berwarna kelam.
b. Garam
Garam digunakan untuk merendam buah pala berfungsi sebagai pencegah buah pala yang telah
dikupas agar tidak berubah warna menjadi kecoklatan (browning) disamping juga untuk
meningkatkan cita rasa. Jumlah pemakaian garam adalah 1,5% atau 16,6 gram untuk setiap 1 kg
pala.
19. 19
c. Bahan Pengawet
Sebagian bahan pengawet digunakan Na-benzoat atau Natrium Bisulfit (NaHSO3). Pemakaian
asam benzoat untuk 1 kg pala dibutuhkan sekitar 2 gram NaHSO3.
d. Bahan Pewarna
Bahan pewarna digunakan untuk mewarnai daging buah pala, biasanya menggunakan warna
hijau, merah atau kuning. Jumlah bahan pewarna yang digunakan adalah sebanyak 0,334 gram
untuk setiap kg pala.
3). Bahan Bakar
Bahan bakar berupa minyak tanah dipakai untuk pengeringan menggunakan oven. Oven untuk
pengering menggunakan panas dari kompor dengan bahan bakar minyak tanah. Kebutuhan
minyak tanah dalam satu malam adalah sebanyak 2 liter untuk setiap kompor.
4). Pengemas
Mengingat produk manisan pala semi basah masih dijumpai di toko-toko makanan maka
sebaiknya sebagai pengemas/wadah utama dipilih yang tembus pandang, misalnya botol gelas
berbentuk jar (untuk pala basah) dan kantung plastik yang tidak berwarna untuk pala kering.
Sumber Bahan Baku dan Bahan Penolong
Buah pala yang diperlukan dapat dengan mudah diperoleh oleh para pengrajin/pengusaha.
Karena buah pala tidak mengenal musiman, maka relatif mudah diperoleh. Para penjual buah
pala biasanya langsung datang ke pasar terdekat di daerah pengrajin, bahkan penjualan ada
yang diantar sampai ke depan rumah pengrajin/pengusaha. Dilihat dari ketersediaannya, bahan
penolong juga mudah diperoleh oleh para pengrajin/pengusaha di pasar-pasar tradisional.
2. JENIS DAN MUTU PRODUK
Produk yang dihasilkan terdiri dari manisan pala kering dan manisan pala basah. Produk
manisan pala kering jika disimpan pada tempat yang baik mampu bertahan sampai dengan 6
bulan, sedangkan produk manisan pala basah bertahan selama 2 minggu tanpa mengalami
perubahan rasa dan warna. Produk manisan pala kering yang dihasilkan dalam satu periode
produksi adalah sebanyak 300 kg dan produk manisan pala basah sebanyak 150 kg. Produk pala
basah dihasilkan dari sisa buah pala yang tidak dapat dijadikan pala kering bentuk bunga karena
ukuran buah terlalu kecil. Buah pala yang terlalu kecil sulit untuk dibentuk dan akan
20. 20
memerlukan gula lebih banyak. Buah pala yang dijadikan manisan pala basah biasanya berkisar
25% dari produksi manisan pala kering.
Disamping manisan pala kering dan manisan pala basah, diperoleh pula biji pala dan fuli yang
harga jual per kg jauh lebih besar dibandingkan manisan pala sendiri. Jumlah biji pala dan fuli
yang dapat diperoleh adalah sebanyak 1 kg biji kering dan 0,1 kg fuli untuk setiap 500 buah pala
segar. Hal ini sangat tergantung pada besar-kecil dan kematangan/ketuaan buah pala sebagai
bahan baku. Untuk buah pala yang sudah cukup tua 1 kg biji dapat dihasilkan dari 150-200 buah
pala. Produk yang dapat dihasilkan dari pembuatan manisan pala adalah sebagai berikut:
Tabel 4.5. Produk Utama dan Hasil Samping Pembuatan Manisan Pala
No. Produk yang dihasilkan Konversi dari buah pala
1. Manisan Pala kering 1 kg per 16 buah pala
2. Manisan Pala basah 1 kg per 20 buah pala
3. Biji pala kering (Nutmegs shelled) 1 kg per 500 buah pala
4. Fuli/Cempra (Mace) 0,1 kg per 500 buah pala
Data Primer (2001)