1. ISU-ISU PENDIDIKAN KONTEMPORER
GENDER DALAM PRESPEKTIP PENDIDIKAN ISLAM
I. Pendahuluan
Dokumen monumental mengenai gender telah dilahirkan pada tahun
1948 dalam Universal Deklaration of Human Right, yang mana dokumen
tersebut menyatakan bahwa setiap manusia yang dilahirkan itu adalah sama
dan setara didalam harkat dan haknya.1 Seiring dengan itu Indonesia telah
melaksanakan berbagai komvensi PBB dalam bebagai kebijakan publik yang
berupa undang-undang dan peraturan seperti, UU No. 7 tahun 1984, UU No.
34 tahun 1999, UU No. 23 tahun 2004, dan instruksi presiden No. 9 tahun
2000. Masalah gender dalam beberapa dasawarsa belakangan ini, termasuk di
Indonesia telah mencuat ke permukaan. Berbagai struktur dan kultur yang
selama ini mengabaikan perempuan digugat. Kesalahan prespektif terhadap
konsep didalam islam telah sampai kepada pembahasan perempuan yang
sebagian kalangan masih dianggap tabu.2 Dalam penafsiran ayat Al-Qur‟an
dan hadis rasul terjadi perbedaan pendapat antara mufasir klasik dan mufasir
kontemporer.3 dengan adanya perbedaan pemahaman tersebut kaum
perempuan merasa dirugikan
Ketidak-adilan gender timbul dikarenakan adanya keyakinan dan
pembenaran yang ditanamkan sepanjang peradaban manusia dalam berbagai
1
H. Martinis Yamin. Maisah. Orientasi Baru Ilmu Pendidikan (...Referensi, 2012) h. 87
2
Ibid. h. 85.
3
Al-Munawar, Said Aqil. 1999. ―Kepemimpinan Perempuan dalam Islam, Membongkar Penafsiran
Surah An-Nisa Ayat 1‖ , dalam Syafiq Hasyim, Kepemimpinan Perempuan dalam Islam (Jakarta: JPPR.
1999) h. 17
1
2. bentuknya yang tidak hanya menimpa kepada kaum perempuan, akan tetapi
juga menimpa kaum laki-laki, walau secara menyeluruh ketidak-adilan
gender dalam berbagai kehidupan ini lebih banyak menimpa kaum
perempuan. Diantara ketidak adilan gender adalah pelebelan negatif yang
diberikan kepada wanita (Stereotype), kekerasan yang dilakukan laki-laki
terhadap perempuan, beban ganda yang diberlakukan kepada perempuan,
peminggiran, penomorduaan. Masih banyak hal yang harus diluruskan dalam
persepsi masyarakat tentang perempuan terutama anggapan kaum laki-laki
lebih utama daripada kaum perempuan.
Sejarah telah menginformasikan bahwa sebelum diturunkannya kitab
suci Alquran perempuan tidak mendapat keadilan sama sekali, perempuan
anggap seperti instrumen, dijual. Dijadikan sebagai pemenuhan seks, dan
dijadikan sesajen serta dibakar hidup-hidup. Namun ketika pada awal islam
ketidak adilan gender dihapuskan oleh ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi
muhammad yangmana ajaran islam telah memberdayakan manusia disegala
bidang, seperti timbulnya tokoh perempuan sebagai faktor pendukung utama
dalam proses risalah seperti Siti Khadijah istri Nabi.
Alquran, sebagai sumber utama dalam ajaran Islam, telah menegaskan
ketika Allah Yang Maha Pencipta menciptakan manusia termasuk di
dalamnya, laki-laki dan perempuan. Paling tidak ada empat kata yang sering
digunakan Alquran untuk menunjuk manusia, yaitu basyar, insan dan al-nas,
2
3. serta bani adam4. Masing-masing kata ini merujuk makhluk ciptaan Allah
yang terbaik (fi ahsan taqwim), dan Allah tidak membedakan antara laki-laki
dan wanita, yang membedakan adalah amal dan ibadah mereka.
Isu-isu Gender
1) Diskusi gender di gedung Parlemen RI. pada tanggal 28 Mei 2012. Dr. Ir.
Euis Sunarti, adalah Dosen IPB di Departemen Ekologi Manusia, Beliau
adalah salah satu pakar gender terbaik di Indonesia menyatakan, "Kami
cukup galau akhir–akhir ini, melihat kualitas akademik mahasiswa laki–
laki dibanding perempuan. Ternyata Mahasiswi jauh lebih beprestasi
dibanding dengan Mahasiswa 8 (delapan) dari lulusan terbaik perguruan
tinggi terbaik di Indonesia adalah perempuan.
2) Kurangnya keterwakilan Partisipasi perempuan dalam pendidikan sebagai tenaga
pengajar Jumlah guru TK semuanya perempuan, jenjang pendidikan dasar
umumnya sama atau melebihi jumlah guru laki-laki. Namun,pada jenjang
pendidikan lanjutan dan pendidikan tinggi, jumlah tersebut menunjukkan
penurunan drastis.
3) Sulitnya bagi perempuan menduduki jabatan-jabatan strategis seperti
Presiden, anggota DPRi
4) Masih ada tekanan bagi wanita untuk tidak melanjutkan pendidikan
kejenjang yang lebih tinggi
5) JAKARTA, KOMPAS.com – Selasa, 13 November 2012 | 19:46 WIB
4
A.Hamid Hasan Qolay, Kunci Indeks dan Klasifikasi Ayat-ayat Alquran, Jilid I,
(Bandung: Pustaka, 1989), h. 51-52.
3
4. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas
Perempuan) meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad
Nuh, mengklarifikasi ke publik, terkait pernyataannya tentang kasus
perkosaan siswa di Depok yang dipublikasikan di salah satu media massa.
Komnas Perempuan menilai pernyataan itu melukai rasa keadilan bagi
perempuan korban perkosaan, keluarga, para anak didik dan orang tua,
maupun masyarakat. Padahal, Komnas Perempuan tengah berupaya
mendorong kurikulum HAM berperspektif gender di lembaga pendidikan.
II. Pembahasan
1. Pengertian Gender
Kata “gender” berasal dari bahasa Inggeris “gender”, dalam Kamus
Bahasa Inggeris-Indonesia, berarti “jenis kelamin”.5 Sedangkan dalam
gender diartikan sebagai “perbedaan yang tampak antara laki-laki dan
perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku”.6 Merujuk pada
penjelasan pemerintah melalui Kantor Kementerian Pemberdayaan
Perempuan sebagaimana juga yang tertuang dalam Instruksi Presiden RI
No. 9 tahun 2000, jender dapat diartikan sebagai berikut: Gender (asal
kata gen); perbedaan peran, tugas, fungsi, dan tanggung-jawab serta
kesempatan antara laki-laki dan perempuan karena dibentuk oleh tata nilai
sosial budaya (konstruksi sosial) yang dapat diubah dan berubah sesuai
5
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia (Jakarta: Gramedia, cet.
XII, 1983), h. 265.
6
Victoria Neufeldt (Ed.), Webster’s New World Dictionary (New York: Webster‟s New
World Clevenland, 1984), h. 561.
4
5. kebutuhan atau perubahan zaman (menurut waktu dan ruang). Gender
adalah konsep yang mengacu pada peran dan tanggung-jawab laki-laki dan
perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial
dan budaya masyarakat.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan, Gender adalah Perberbedaan
antara laki-laki dengan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku,
dapat diubah sesuai kebutuhan atau perubahan zaman (menurut waktu dan
ruang) sosial dan budaya masyarakat
2. Ketidak adilan Gender
a. Stereotype
Semua bentuk ketidakadilan gender yang berpangkal pada satu sumber
kekeliruan, yaitu stereotype gender laki-laki dan perempuan. Stereotype itu
sendiri berarti pemberian citra baku atau label/cap kepada seseorang atau
kelompok yang didasarkan pada suatu anggapan yang salah atau sesat.
Pelabelan umumnya dilakukan dalam dua hubungan atau lebih dan
seringkali digunakan sebagai alasan untuk membenarkan suatu tindakan
dari satu kelompok atas kelompok lainnya. Pelabelan juga menunjukkan
adanya relasi kekuasaan yang timpang atau tidak seimbang yang bertujuan
untuk menaklukkan atau menguasai pihak lain. Pelabelan negative juga
dapat dilakukan atas dasar anggapan gender. Namun seringkali pelabelan
negative ditimpakan kepada perempuan. Contoh :
Perempuan dianggap cengeng, suka digoda.
5
6. Perempuan tidak rasional, emosional.
Perempuan tidak bisa mengambil keputusan penting.
Perempuan sebagai ibu rumah tangga dan pencari nafkah tambahan.
Laki-laki sebagai pencari nafkah utama.7
b. Kekerasan
Kekerasan (violence) artinya tindak kekerasan, baik fisik maupun non fisik
yang dilakukan oleh salah satu jenis kelamin atau sebuah institusi
keluarga, masyarakat atau negara terhadap jenis kelamin lainnya. Peran
gender telah membedakan karakter perempuan dan laki-laki. Perempuan
dianggap feminism dan laki-laki maskulin. Karakter ini kemudian
mewujud dalam ciri-ciri psikologis, seperti laki-laki dianggap gagah, kuat,
berani dan sebagainya. Sebaliknya perempuan dianggap lembut, lemah,
penurut dan sebagainya.
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan pembedaan itu. Namun
ternyata pembedaan karakter tersebut melahirkan tindakan kekerasan.
Dengan anggapan bahwa perempuan itu lemah, itu diartikan sebagai alasan
untuk diperlakukan semena-mena, berupa tindakan kekerasan. Contoh :
Kekerasan fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh suami terhadap
isterinya di dalam rumah tangga.
Pemukulan, penyiksaan dan perkosaan yang mengakibatkan perasaan
tersiksa dan tertekan.
7
Jhon W. Santrock. Adolescence. Alih Bahasa, Dra. Sintho B Adelar M. Sc
(Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 2003) h.374
6
7. Pelecehan seksual.
Perdagangan perempuan
Eksploitasi seks terhadap perempuan dan pornografi.
Korban Poligmi/nikah siri, tampa sepengetahuan istri
c. Beban ganda
Beban ganda (double burden) artinya beban pekerjaan yang diterima salah
satu jenis kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya. Peran
reproduksi perempuan seringkali dianggap peran yang statis dan
permanen. Walaupun sudah ada peningkatan jumlah perempuan yang
bekerja diwilayah public, namun tidak diiringi dengan berkurangnya beban
mereka di wilayah domestic. Upaya maksimal yang dilakukan mereka
adalah mensubstitusikan pekerjaan tersebut kepada perempuan lain, seperti
pembantu rumah tangga atau anggota keluarga perempuan lainnya. Namun
demikian, tanggung jawabnya masih tetap berada di pundak perempuan.
Akibatnya mereka mengalami beban yang berlipat ganda. 8
d. Peminggiran (Marginalisasi)
Marginalisasi artinya : suatu proses peminggiran akibat perbedaan
jenis kelamin yang mengakibatkan kemiskinan. Banyak cara yang dapat
digunakan untuk memarjinalkan seseorang atau kelompok. Salah satunya
adalah dengan menggunakan asumsi gender. Misalnya dengan anggapan
bahwa perempuan berfungsi sebagai pencari nafkah tambahan, maka
8
Raqib, Moh. Pendidikan Perempuan. Cet. I.( Purwokerto: Gama Media
Kerjasama STAIN Purwokerti Press. 2003) h. 111
7
8. ketika mereka bekerja diluar rumah (sector public), seringkali dinilai
dengan anggapan tersebut. Jika hal tersebut terjadi, maka sebenarnya telah
berlangsung proses pemiskinan dengan alasan gender. Contoh :
Guru TK, perawat, pekerja konveksi, buruh pabrik, pembantu rumah
tangga dinilai sebagai pekerja rendah, sehingga berpengaruh pada tingkat
gaji/upah yang diterima.
Masih banyaknya pekerja perempuan dipabrik yang rentan terhadap PHK
dikarenakan tidak mempunyai ikatan formal dari perusahaan tempat
bekerja karena alasan-alasan gender, seperti sebagai pencari nafkah
tambahan, pekerja sambilan dan juga alasan factor reproduksinya, seperti
menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui.
Perubahan dari sistem pertanian tradisional kepada sistem pertanian
modern dengan menggunakan mesin-mesin traktor telah memarjinalkan
pekerja perempuan.9
e. Penomor Duaan (Subordinasi)
Subordinasi Artinya : suatu penilaian atau anggapan bahwa suatu
peran yang dilakukan oleh satu jenis kelamin lebih rendah dari yang
lain.Telah diketahui, nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, telah
memisahkan dan memilah-milah peran-peran gender, laki-laki dan
perempuan. Perempuan dianggap bertanggung jawab dan memiliki peran
9
DedeWiliem. Gender Bukan Tabu . Catatan perjalanan Fasilitasi Kelompok
Perempuan Jambi (Bandung : Center For International Forestry Research) h 13-23
8
9. dalam urusan domestik atau reproduksi, sementara laki-laki dalam urusan
public atau produksi. Contoh :
Masih sedikitnya jumlah perempuan yang bekerja pada posisi
pengambil keputusan atau penentu kebijakan dibanding laki-laki.
Dalam pengupahan, perempuan yang menikah dianggap sebagai
lajang, karena mendapat nafkah dari suami dan terkadang terkena
potongan pajak.
Masih sedikitnya jumlah keterwakilan perempuan dalam dunia politik
(anggota legislative dan eksekutif ).10
3. Pandangan Masyarakat Dunia Terhadap Perempuan
Pandangan masyarakat dunia secara umum terhadap perempuan,
terutama sebelum turunnya kitab suci Alquran. Sejarah telah
menginformasikan bahwa sebelum diturunkannya kitab suci Alquran,
berbagai peradaban umat manusia telah berkembang sedemikian rupa, seperti
halnya peradaban bangsa Yunani, Romawi, India, Cina dan yang lainnya. Dan
juga sebelum datangnya agama Islam, telah datang terlebih dahulu berbagai
agama, seperti agama Zoroaster, Buddha, dan yang paling belakangan adalah
agama Yahudi dan Nasrani.11
10
Ibid
11 M Qurash Shiha . Wawasan al-Quran Tentang Pokok-Pokok Keimanan (1996)
9
10. Pada puncak peradaban Yunani, perempuan tidak mendapat
penghargaan yang adil, karena mereka dianggap alat pemenuhan naluri seks
laki-laki. Kaum laki-laki diberi kebebasan sedemikian rupa untuk memenuhi
kebutuhan dan selera tersebut, dan para perempuan dipuja untuk itu. Patung-
patung telanjang yang terlihat dewasa ini di Eropa adalah merupakan bukti
yang menyatakan pandangan itu.
Peradaban Romawi juga tidak begitu berbeda dengan Yunani,
menjadikan perempuan sepenuhnya berada di bawah kekuasaan ayahnya.
Setelah kawin, kekuasaan pindah ke tangan suami. Kekuasaan ini mencakup
kewenangan menjual, mengusir, menganiaya dan membunuh. Peristiwa tragis
ini berlangsung sampai pada abad 5 Masehi. Segala hasil usaha perempuan,
menjadi hak milik keluarganya yang laki-laki. Pada zaman Kaisar Konstantin,
terjadi sedikit perubahan dengan diundangkannya hak pemilikan terbatas bagi
perempuan, dengan catatan bahwa setiap transaksi harus disetujui terlebih
dahulu oleh keluarga (suami/ayah).
Peradaban Hindu dan Cina, juga tidak lebih baik. Hak hidup bagi
seorang perempuan yang telah bersuami harus berakhir pada saat kematian
suaminya, istri terkadang harus dibakar hidup-hidup pada saat mayat
suaminya dibakar. Pada masyarakat hindu wanita sering dijadikan sesajen
untuk para Dewa. Tradisi ini baru berakhir pada abad 17 Masehi.
Sepanjang abad pertengahan nasib perempuan tetap sangat
memperihatinkan, sampai dengan tahun 1805 perundang-undangan Inggeris
masih mengakui hak suami untuk menjual istrinya, bahkan sampai dengan
10
11. tahun 1882 perempuan Inggeris belum lagi mempunyai hak kepemilikan harta
benda secara penuh, termasuk hak menuntut ke pengadilan. 12
Pada masa Jahiliyah, anak-anak perempuan kehadirannya tidak
diterima sepenuh hati oleh masyarakat Arab. Pandangan mereka ini telah
direkam oleh Alquran, mulai dari sikap yang paling ringan yaitu bermuka
masam, sampai pada sikap yang paling parah yaitu membunuh bayi-bayi
mereka yang perempuan. Informasi ini dapat dibaca dalam QS. an-Nahl (16):
58, sebagai berikut:
dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran)
anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan Dia
sangat marah.(QS. An-Nahl. 58)
karena dosa Apakah Dia dibunuh, (QS.at-Takwir (81): 9)
berdasarkan ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa
a. Islam telah menghapus diskriminasi berdasarkan jenis kelamin. Bila
terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan akibat fungsi dan
peran yang diemban masing-masing. Maka perbedaan itu tidak perlu
mengakibatkan yang satu yang satu memiliki kelebihan atas yang lain
melainkan membantu dan melengkapi.
b. Pada saat islam datang konsep ahli waris menjadi saksi, membayar denda
tidak berlaku bagi perempuan, kemudian islam memberi hak/bagian
12
M. Qurash Shihab. Membumikan Al-Qur‟an: Fungsi dan peran Wahyu Dalam
Kehidupan Masyarakat (Bandung: Mizan. 2002) h 392-393
11
12. sebagaimana hak/bagian yang dimiliki oleh kaum laki-laki meski dalam
nilai sebagian/ separuhnya.13
4. Posisi Perempuan dalam Sejarah Pendidikan Masa Awal Islam
Fenomena paling menarik dalam konteks wacana gender di dalam sejarah
Islam, adalah munculnya tokoh perempuan sebagai faktor pendukung utama
dalam proses risalah. Adalah Siti Khadijah istri Nabi, kedudukannya teramat
penting dalam sejarah Islam atas peran vitalnya dalam turut terlibat dalam
proses kenabian Muhammad. Kesaudagaran yang membuatnya sangat mandiri
memungkinkan mampu mengatur kehidupan kontemplatik suaminya selama
proses menjelang pewahyuan. Dalam perspektif ini Khadijah layak bahkan
seharusnya menjadi ikon dari seluruh isu kesetaraan gender dalam islam.
Terdapatnya dominasi laki-laki dalam tradisi Quraish yang dikemukakan
oleh Umar, tentu tidak cukup sebagai bahan untuk melakukan generalisasi.
Bahkan menurut Leila merupakan hal yang ironis jika digambarkan bahwa
pada masa awal Islam (dalam pandangan yang ortodok) tidak menyepakati
kemandirian perempuan dan hanya menghendaki bahwa wanita selalu berada
di bawah kekuasaan laki-laki.14 Mereka sangat mandiri, dan kemandirian kaum
perempuan ini diperkuat oleh ketentuan yang ditetapkan oleh Nabi bahwa tidak
boleh seorang laki-lakipun yang mengawini lagi istri yang telah diceraikannya
(janda) kecuali setelah adanya selang perkawinan (terdapat lelaki lain yang
pernah mengawininya yang disebut dalam Fiqh sebagai mukhalil). Otonomisasi
13
H. Martinis Yamin. Maisah. Orientasi Baru Ilmu Pendidikan (...Referensi, 2012) h. 96
14
Ahmed, Leila. 1992. Women and Gender in Islam, Historical Roots of a Modern Debate. Yale
University Press. London. hlm. 99-102
12
13. yang “diberikan” oleh Islam terhadap perempuan, tentu didadasarkan atas
kepercayaan terhadap kapabilitas dan kompetensi perempuan yang sama
dengan kaum laki-laki dalam segala bidang termasuk dalam persoalan yang
berkaitan dengan agama. Otonomisasi dan atau kemandirian ini menghantarkan
kaum perempuan duduk seederajat dengan kaum laki-laki dalam hal yang
paling mendasar dalam periode pembinaan agama, yaitu keterlibatan dalam
menerima dan menyampaikan teks wahyu baik dalam bentuk kitab suci
maupun sebagai Hadits.
Pelibatan perempuan dalam seluruh proses pemeliharaan dan
pengembangan “teks” masa itu melahirkan sosok-sosok wanita cerdas seperti
Aisyah dan Hafsah, yang mampu menikmati prestis serta pengaruh di kedua
masa kekhalifahan awal (Abu Bakar dan Umar). Umar ibn Khattab dalam
banyak hal lebih mempercayai anak perempuannya daripada anak laki-lakinya,
dan Abu Bakar mempercayakan pada Aisyah untuk mengurus administrasi
properti dan bantuan-bantuan publik (shadaqah). Bahkan khalifah Umar
memerintahkan pemindahan bahan mushaf Al Qur‟an dari Abu Bakar kepada
Hafsah.15 Perhatian Nabi dalam dimensi ini ditunjukkan melalui sabdanya
bahwa “Seorang lelaki yang mendidik budak perempuannya,
memerdekakannya dan mengawininya, maka baginya pahala yang berlipat
ganda.16
15
Ibid.
16
Hadits ini dikutip oleh Haiffa dari Tritton. Lihat Jawad, Haiffa A. hlm. 20
13
14. Perhatian serius Nabi terhadap proses pendidikan yang pemberdayaan
masyarakat muslim ini, dimulai dengan didirikannya masjid sebagai institusi
publik yang memiliki multi fungsi. Masjid pertama yang dibangun Nabi
merupakan tempat pemujaan Tuhan sekaligus tempat pengaturan permasalahan
sehari-hari, sebagai aula pertemuan gedung pengadilan, markas besar pasukan
dan pusat pengambilan keputusan. Dalam perspektif instruksional masjid masa
itu sebagai sekolah untuk mengajar para mualaf melakukan shalat, prinsip-
prinsip Islam dan bagaimana berprilaku terhadap orang lain.17
Menurut Haiffa, pada masa awal Islam perempuan memperoleh kesemptan
mempelajari berbagai cabang ilmu pengetahuan, mereka mendatangi majlis
belajar bersamaan dengan kaum laki-laki-laki, dan berpartisipasi dalam seluruh
aktifitas budaya bersandingan dengan kaum laki-laki-laki bahkan berlomba
untuk lebih ungul dalam memperoleh dorongan dan penghargaan.
Kehidupan publik bagaikan panggung di mana antara wanita dan laki-
laki terlibatkan. Bahkan para wanita berdiskusi dan berdebat dengan Nabi.
Haiffa mengingatkan bahwa Al Qur‟an mendorong para wanita untuk berbicara
mengutarakan pemikirannya dan tidak untuk diam. .18
5. Gender Pada Tingkat Internasional
Dokumen monumental mengenai gender telah dilahirkan pada tahun
1948 dalam Universal Deklaration of Human Right, yang mana dokumen
17
Mernisi, Fatima. 1994. Ratu-ratu yang Terlupakan (terjemah dari: the
forgotten Queens of Islam). Mizan. Bandung. Hlm. 120-121
18
Ibid. Jawad, Haiffa A. hlm. 21-22
14
15. tersebut menyatakan bahwa setiap manusia yang dilahirkan itu adalah sama
dan setara didalam harkat dan haknya. dalam deklarasi mengenai hak-hak
manusia yang sama itu tidak membedakan antara ras maupun gender. Namun
dalam kenyataannya perbedaan-perbedaan dalam masyarakat masih saja
tampak seperti berbagai jenis diskrriminasi berdasarkan ras, agama, kedudukan
ekonomi, kedudukan sosial dan perbedaan gender.19
6. Gender Pada Tingkat Nasional
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia sebagai standar umum
keberhasilan semua manusia dan semua bangsa dengan tujuan bahwa setiap
individu dan setiap organisasi masyarakat, dengan senantiasa mengingat
Deklarasi ini, akan berusaha melalui cara pengajaran dan pendidikan untuk
memajukan penghormatan terhadap hak dan kebebasan ini, dan melalui upaya-
upaya yang progresif baik secara nasional dan internasional, menjamin
pengakuan dan ketaatan yang universal dan efektif, baik oleh rakyat Negara
Pihak maupun rakyat yang berada di dalam wilayah yang masuk dalam wilayah
hukumnya. Isi Deklarasi adalah sebagai berikut
a. Semua manusia dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak yang
sama. Mereka dikaruniai akal budi dan hati nurani dan hendaknya bergaul
satu dengan yang lain dalam semangat persaudaraan.
b. Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang tercantum dalam
Deklarasi ini tanpa pembedaan dalam bentuk apapun, seperti ras, warna
kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, keyakinan politik atau keyakinan
19
Ibid. Martinis Yamin, Maisah. Orientasi Baru Ilmu Pendidikan h. 87
15
16. lainnya, asal usul kebangsaan dan sosial, hak milik, kelahiran atau status
lainnya.
c. Pembedaan tidak dapat dilakukan atas dasar status politik, hukum atau
status internasional negara atau wilayah dari mana seseorang berasal, baik
dari negara merdeka, wilayah perwalian, wilayah tanpa pemerintahan
sendiri, atau wilayah yang berada di bawah batas kedaulatan lainnya.
d. Setiap orang berhak atas kehidupan, kemerdekaan dan keamanan pribadi.
e. Tidak seorangpun boleh diperbudak atau diperhambakan; perbudakan dan
perdagangan budak dalam bentuk apapun wajib dilarang.
f. Tidak seorangpun boleh disiksa atau diperlakukan atau dihukum secara keji,
tidak manusiawi atau merendahkan martabat.20
Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 84 tahun 2008
a. Setiap satuan unit kerja bidang pendidikan yang melakukan perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan, dan program
pembangunan bidang pendidikan agar mengintegrasikan gender di
dalamnya.
b. Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional dilaksanakan dengan
menggunakan pedoman pelaksanaan sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Peraturan Menteri ini.
c. Satuan unit kerja pendidikan yang terbukti menyelenggarakan
Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan tidak sesuai dengan ketentuan
20
Adnan Buyung Nasution , Putra M Zen. Instrumen Internasional pokok Hak Azazi Manusia (Jakarta:
Yayasan Obor indonesia, 2006) h. 139.
16
17. sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 diberi sanksi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
d. Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
7. Gender Dalam Prespektif Pendidikan Islam
Nasaruddin Umar mengemukakan adanya kesetaraan gender didalam
Al‟Quran. Dia menemukan lima variabel yang mendukung pendapatnya, yakni: 1)
Laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai hamba. Hal ini bisa dilihat misalnya
dalam QS. al-Hujurāt (49): 13 dan al-Nahl (16): 97; 2) Laki-laki dan perempuan
sebagai khalifah di bumi. Hal ini terlihat dalam QS. al-Baqarat (2): 30 dan al-
An‟ām (6): 165; 3) Laki-laki dan perempuan menerima perjanjian primordial
seperti terlihat dalam QS. al-A‟rāf (7): 172; 4) Adam dan Hawa terlibat secara
aktif dalam drama kosmis. Kejelasan ini terlihat dalam QS. al-Baqarat (2): 35 dan
187, al-A‟rāf (7): 20, 22, dan 23; dan 5) Laki-laki dan perempuan berpotensi
meraih prestasi seperti yang terlihat dalam QS. Āli „Imrān (3): 195, al-Nisā‟ (4):
124, al-Nahl (16): 97, dan al-Mu‟min (40): 40.21
Jamâl al-Dîn Muhammad Mahmûd, sebagaimana dikutip M. Quraish
Shihab, mengatakan bahwa tidak ditemukan satu ketentuan agama pun yang
dapat dipahami sebagai larangan keterlibatan perempuan dalam bidang politik,
pendidikan atau ketentuan agama yang membatasi bidang tersebut hanya pada
kaum laki-laki. Sejarah Islam juga menunjukkan betapa kaum perempuan
terlibat dalam berbagai bidang kemasyarakatan, tanpa kecuali. Alquran
21
Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender: Perspektif Al-Qur’an, Jakarta:
Paramadina, Cet. I,
1999, h.248-269.
17
18. menguraikan permintaan para perempuan di zaman nabi untuk melakukan
bay‟ah (janji setia kepada nabi dan ajarannya), sebagaimana disebutkan dalam
Alquran surah al-Mumtahanah (60): 12:
Terjemahnya : Hai nabi, apabila datang kepadamu perempuan-
perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka
tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah; tidak akan
mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak
akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki
mereka, dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka
terimalah janji setia mereka dan mohonlah ampunan kepada Allah untuk
mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
(Departemen Agama RI, 1989:925).22
Ayat-ayat tersebut di atas mengisyaratkan konsep kesadaran gender yang
ideal dan memberikan ketegasan bahwa prestasi individual, baik dalam bidang
spiritual maupun urusan karir professional, tidak mesti dimonopoli oleh salah
satu jenis kelamin saja. Laki-laki dan perempuan memperoleh kesempatan
yang sama meraih prestasi optimal.
Salah satu obsesi Alquran ialah terwujudnya keadilan di dalam
masyarakat. Keadilan dalam Alquran mencakup segala segi kehidupan umat
Departemen Agama RI. 1989. Al-Qur‟an dan Terjemahnya.( Semarang: Toha Putra., 1989) h.
22
925.
18
19. manusia, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Karena
itu Alquran tidak mentolerir segala bentuk penindasan, baik berdasarkan
kelompok etnis, warna kulit, suku bangsa, dan kepercayaan, maupun yang
berdasarkan jenis kelamin. Jika terdapat suatu hasil pemahaman atau
penafsiran yang bersifat menindas atau menyalahi nilai-nilai luhur
kemanusiaan, maka hasil pemahaman dan penafsiran tersebut terbuka untuk
diperdebatkan. 23
8. Pelaksanaan Kesetaraan Gender Dalam bidang Pendidikan
Dalam pembahasan ini kita dihadapkan pada dua pokok yang berkaitan
erat yaitu a) Feminisme/kekuasaan/keadilan, b) Feminisme keadilan
a. Feminisme dan kekuasaan
Qasim Amin adalah salah satu tokoh feminis Muslim pertama yang
dilahirkan di Tarah, Iskandariah (Mesir), Desember 1865. yang pertama kali
memunculkan gagasan tentang mansipasi wanita Muslim melalui karya-
karyanya Qasim Amin melihat wanita pada waktu itu bagaikan budak dan
hidup di penjara yang kehilangan kebebasan untuk berbuat dan beraktivitas.
Banyak kaum pria yang masih menganggap bahwa mengurung wanita di
rumahnya merupakan jalan agar wanita menjadi manusia yang terbaik. Bagi
Qasim Amin, memberikan hak kepada lelaki untuk mengurung isterinya
23
Su‟ād Ibrāhīm Sālih. Kedudukan Perempuan dalam Islam (Yogyakarta: Sunan Kalijaga Press, 2001)
h. 40.
19
20. jelas bertentangan dengan hak kebebasan wanita yang tidak bisa dicabut dan
sekaligus merupakan hak natural.24
Menurut Qasim Amin, syari‟ah menempatkan wanita sederajat dengan pria
dalam hal tanggung jawabnya di muka bumi dan di kehidupan selanjutnya.
Mereka harus mendapatkan pendidikan yang memadai. Pendidikan untuk
wanita, menurutnya, harus sama seperti halnya pendidikan untuk pria. Ia
kurang setuju jika wanita diberikan pendidikan yang khusus yang berbeda
dengan pendidikan yang diberikan kepada pria.25 Qasim Amin menegaskan
bahwa separo dari penduduk dunia adalah kaum wanita. Karena itu,
membiarkan mereka dalam kebodohan berarti membiarkan potensi separo
bangsa tanpa manfaat. Kondisi seperti ini jelas sangat merusak dan
menghambat cita-cita bangsa. Jika kaum wanita dibebaskan dari kebodohan,
maka mereka akan mampu menekuni ilmu pengetahuan dan menguasai
berbagai keterampilan, mengelola perdagangan dan perindustrian wanita juga
akan mampu bertindak sebagai pribadi yang kreatif yang dapat memenuhi
kebutuhan sendiri tanpa harus bergantung kepada orang lain jika diberi
kesempatan melatih diri dalam kegiatan kemasyarakatan serta melatih dan
membina potensi akal dan jasmani secara terarah dan baik.26 Namun hingga
dewasa ini kedudukan perempuan masih dibawah kekuasaan laki-laki. Hal ini
disebabkan karena peranan laki-laki mensubordinasikan perempuan yang
menganggap laki-laki lebih kuat dari wanita atau wanita dibawah
24
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah, Pemikiran, dan Gerakan, Jakarta:
Bulan Bintang, Cet. VIII, 1991, h. 79.
25
Qasim Amin, The New Woman: A Document in the Early Debate of Egyptian Feminism,
Alih bahasa Syariful Alam dengan judul “Sejarah Penindasan Perempuan: Menggugat Islam Laki-laki,
Menggurat Perempuan Baru”, Yogyakarta: Ircisod, Cet. I, 2003, h. 147-148
26
Qasim Amin, Tahrīr al-Mar’at, Kairo: Al-Markaz al-„Arabiyyat li al-Bahsi wa al-Nasyr,
1984, h.28
20
21. kekuasaannya. Padahal keadilan dan kesetaraan adalah gagasan dasar, tujuan
dan misi utama peradaban manusia untuk mencapai kesejahteraan,
membangun keharmonisan kehidupan bermasyarakat, bernegara dan
membangun keluarga berkualitas, dikarenakan penduduk perempuan
mungkin lebih setengah dari seluruh penduduk Indonesia dan merupakan
potensi yang sangat besar dalam mencapai kemajuan dan kehidupan yang
lebih berkualitas. Kesetaraan Gender, Kesamaan kondisi bagi laki-laki dan
perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai
manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik,
hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan & keamanan
nasional (hankamnas) serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan.
Keadilan gender suatu perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-laki.
Perbedaan biologis tidak bisa dijadikan dasar untuk terjadinya diskriminasi
mengenai hak sosial, budaya, hukum dan politik terhadap satu jenis kelamin
tertentu. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban
ganda, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan
maupun laki-laki. Terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender, ditandai
dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki dan
dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi dan
kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil
dari pembangunan.27
b. Kekuasaan dan Pendidikan
27
Eni Purwati dan Hanun Asrohah, Bias Gender dalam Pendidikan Islam, (Surabaya: Alpha, 2005), 30
21
22. Hubungan kekuasaan dan pendidikan sangat erat. Ilmu pengetahuan
terutama diabad modern dewasa ini. Menguasai ilmu pengetahuan berarti
menguasai sumber-sumber kehidupan lebih-lebih dalam ilmu pengetahuan
sosial abad ke 21. Dewasa ini pada umumnya perempuan telah diberikan
kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan bersama-sama
dengan kaum laki-laki. Hal ini dilihat dalam perkembangan pendidikan
Nasional yang jumlah siswa laki-laki dan perempuan telah berimbang, hal
ini menunjukkan bagaimana pendidikan indonesia telah menembus
hambatan-hambatan diskriminasi seks. Kesepatan yang sama untuk meraih
pendidikan telah dijamin dalam undang-undang Hak Azazi Manusia dan
berbagai peraturan lainnya. Namun pelaksanaan prinsip kesetaraan yang
berekeadilan ternyata “belum sepenuhnya” terlaksanakan dalam masyarakat.
Misalnya sulitnya bagi perempuan menduduki jabatan-jabatan strategis
seperti Presiden, anggota DPR, yang seluruhnya menunjukkan ketimpangan
didalam kesetaraan yang berkeadilan. 28
Hal yang paling kuat menyokong perbedaan gender pembagian dunia
kedalam publlik dan privat. Yang mana wilayah publik yang terdiri atas
penata publik negara, pemeritahan, pendidikan, media, dunia bisnis,
kegiatan perusahaan, perbankan, agama, dan kultur, dihampir semua
masyarakat didunia didominasi laki-laki, yang jelas ada perempuan individu
yang memasuki dan mungkin pada akhirnya memimpin. Namun dimana-
mana tidak ada perempuan sebagai suatu kelompok yang menjalankan
28
Ibid. H. Martinis Yamin. Maisah. Orientasi Baru Ilmu Pendidikan h. 91-92
22
23. kekuasaan dan pengaruh dalam wilayah publik dalam cara yang sama
seperti dilakukan laki-laki. Akses perempuan dalam kekuasaan lebih kecil di
bandingkan akses laki-laki dilatar belakng yang sama. Karena perempuan
tidak terwakili dengan semestinya dalam lingkup publik, mereka kurang
mampu mejalankan kekuasaan dan mempengaruhi kesejahteraan gendernya.
Idiologi publik dan privat cenderung mengandung makna bahwa lingkup
perempuan adalah rumah. Diseluruh dunia perempuan sedang menuntut,
ruang publik; akses perempuan terhadap pendidikan, pembentukan jaringan
permpuan internasional, dan ketertiban terhadap perempuan kedealam
kehidupan publik, mulai menetang idiologi publik dan privat yang
menimbulkan ketidak adilan gender. 29
III. Kesimpulan
Gender adalah Perberbedaan antara laki-laki dengan perempuan dilihat
dari segi nilai dan tingkah laku, dapat diubah sesuai kebutuhan atau
perubahan zaman (menurut waktu dan ruang) sosial dan budaya masyarakat.
Dokumen monumental mengenai gender telah dilahirkan pada tahun 1948
dalam Universal Deklaration of Human Right, yang mana dokumen tersebut
menyatakan bahwa setiap manusia yang dilahirkan itu adalah sama dan
setara didalam harkat dan haknya.30 Seiring dengan itu Indonesia telah
melaksanakan berbagai komvensi PBB dalam bebagai kebijakan publik
yang berupa undang-undang dan peraturan seperti, UU No. 7 tahun 1984,
29
Julia Cleves Mosse. Gender dan Pembangunan, Alih Bahasa . Hartian Silawati (Yogyakarta: Rafika
Annisa, 2007). 106-107.
30
H. Martinis Yamin. Maisah. Orientasi Baru Ilmu Pendidikan (...Referensi, 2012) h. 87
23
24. UU No. 34 tahun 1999, UU No. 23 tahun 2004, dan instruksi presiden No. 9
tahun 2000.
Ketidak adilan gender adalah 1). stereotype Pelabelan negative juga dapat
dilakukan atas dasar anggapan gender 2). Kekerasan (violence) artinya
tindak kekerasan, baik fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh salah
satu jenis kelamin atau sebuah institusi keluarga, masyarakat atau negara
terhadap jenis kelamin lainnya 3) beban ganda artinya beban pekerjaan
yang diterima salah satu jenis kelamin lebih banyak dibandingkan jenis
kelamin lainnya 4). Peminggiran (Marginalisasi) suatu proses
peminggiran akibat perbedaan jenis kelamin yang mengakibatkan
kemiskinan 5) Subordinasi suatu penilaian atau anggapan bahwa suatu
peran yang dilakukan oleh satu jenis kelamin lebih rendah dari yang lain.
Sebelum datangnya agama islam perempuan ditindas oleh kaum
laki-laki mereka dijadikan sebagai pemuas nafsu Seks laki-laki, laki-laki
diberi kebebasan untuk itu, perempuan berada dibawah kekuasaan laki-laki
mereka di siksa, diusir, dibakar, dibunuh dan bahkan di kubur hidup-hidup.
Namun setelah Islam datang derajat perempuan dangkat, agama islam
mengharamkan untuk melakukan perbudakan terhadap perempuan dengan
hukum-hukum yang ditetapkan oleh Allah SWT melalui Al-Quran, dan
AlQuran menyatakan hak Perempuan dan laki-laki itu sama yang
membedakan mereka hanya iman dan taqwa mereka dihadapan Allah.
Walaupun itu sudah ditetapkan namun kenyataannya sampai saat ini
perempuan masih merasakan Diskriminasi dan ketidak adilan diberbagai
24
25. bidang, sehingga menimbulkan protes-protes kaum perempuan untuk
menuntut keadilan dan hak-hak mereka untuk tampil dipublik sebagaimana
kaum laki-laki.
25