SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 25
ISU-ISU PENDIDIKAN KONTEMPORER

                  GENDER DALAM PRESPEKTIP PENDIDIKAN ISLAM



I. Pendahuluan

             Dokumen monumental mengenai gender telah dilahirkan pada tahun

       1948 dalam Universal Deklaration of Human Right, yang mana dokumen

       tersebut menyatakan bahwa setiap manusia yang dilahirkan itu adalah sama

       dan setara didalam harkat dan haknya.1 Seiring dengan itu Indonesia telah

       melaksanakan berbagai komvensi PBB dalam bebagai kebijakan publik yang

       berupa undang-undang dan peraturan seperti, UU No. 7 tahun 1984, UU No.

       34 tahun 1999, UU No. 23 tahun 2004, dan instruksi presiden No. 9 tahun

       2000. Masalah gender dalam beberapa dasawarsa belakangan ini, termasuk di

       Indonesia telah mencuat ke permukaan. Berbagai struktur dan kultur yang

       selama ini mengabaikan perempuan digugat. Kesalahan prespektif terhadap

       konsep didalam islam telah sampai kepada pembahasan perempuan yang

       sebagian kalangan masih dianggap tabu.2 Dalam penafsiran ayat Al-Qur‟an

       dan hadis rasul terjadi perbedaan pendapat antara mufasir klasik dan mufasir

       kontemporer.3 dengan adanya perbedaan pemahaman tersebut kaum

       perempuan merasa dirugikan

             Ketidak-adilan gender timbul dikarenakan adanya keyakinan dan

       pembenaran yang ditanamkan sepanjang peradaban manusia dalam berbagai

   1
       H. Martinis Yamin. Maisah. Orientasi Baru Ilmu Pendidikan (...Referensi, 2012) h. 87
       2
        Ibid. h. 85.
       3
      Al-Munawar, Said Aqil. 1999. ―Kepemimpinan Perempuan dalam Islam, Membongkar Penafsiran
Surah An-Nisa Ayat 1‖ , dalam Syafiq Hasyim, Kepemimpinan Perempuan dalam Islam (Jakarta: JPPR.
1999) h. 17


                                                                                                  1
bentuknya yang tidak hanya menimpa kepada kaum perempuan, akan tetapi

juga menimpa kaum laki-laki,        walau secara menyeluruh ketidak-adilan

gender dalam berbagai kehidupan ini lebih banyak menimpa kaum

perempuan. Diantara ketidak adilan gender adalah pelebelan negatif yang

diberikan kepada wanita (Stereotype), kekerasan yang dilakukan laki-laki

terhadap perempuan, beban ganda yang diberlakukan kepada perempuan,

peminggiran, penomorduaan. Masih banyak hal yang harus diluruskan dalam

persepsi masyarakat tentang perempuan terutama anggapan kaum laki-laki

lebih utama daripada kaum perempuan.

     Sejarah telah menginformasikan bahwa sebelum diturunkannya kitab

suci Alquran perempuan tidak mendapat keadilan sama sekali, perempuan

anggap seperti instrumen, dijual. Dijadikan sebagai pemenuhan seks, dan

dijadikan sesajen serta dibakar hidup-hidup. Namun ketika pada awal islam

ketidak adilan gender dihapuskan oleh ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi

muhammad yangmana ajaran islam telah memberdayakan manusia disegala

bidang, seperti timbulnya tokoh perempuan sebagai faktor pendukung utama

dalam proses risalah seperti Siti Khadijah istri Nabi.

     Alquran, sebagai sumber utama dalam ajaran Islam, telah menegaskan

ketika Allah Yang Maha Pencipta menciptakan manusia termasuk di

dalamnya, laki-laki dan perempuan. Paling tidak ada empat kata yang sering

digunakan Alquran untuk menunjuk manusia, yaitu basyar, insan dan al-nas,




                                                                        2
serta bani adam4. Masing-masing kata ini merujuk makhluk ciptaan Allah

     yang terbaik (fi ahsan taqwim), dan Allah tidak membedakan antara laki-laki

     dan wanita, yang membedakan adalah amal dan ibadah mereka.


     Isu-isu Gender

    1) Diskusi gender di gedung Parlemen RI. pada tanggal 28 Mei 2012. Dr. Ir.

        Euis Sunarti, adalah Dosen IPB di Departemen Ekologi Manusia, Beliau

        adalah salah satu pakar gender terbaik di Indonesia menyatakan, "Kami

        cukup galau akhir–akhir ini, melihat kualitas akademik mahasiswa laki–

        laki dibanding perempuan. Ternyata Mahasiswi jauh lebih beprestasi

        dibanding dengan Mahasiswa 8 (delapan) dari lulusan terbaik perguruan

        tinggi terbaik di Indonesia adalah perempuan.

    2) Kurangnya keterwakilan Partisipasi perempuan dalam pendidikan sebagai tenaga

        pengajar Jumlah guru TK semuanya perempuan,                jenjang pendidikan dasar

        umumnya sama atau melebihi jumlah guru laki-laki. Namun,pada jenjang

        pendidikan lanjutan dan pendidikan tinggi, jumlah tersebut menunjukkan

        penurunan drastis.

    3) Sulitnya bagi perempuan menduduki jabatan-jabatan strategis seperti

        Presiden, anggota DPRi

    4) Masih ada        tekanan bagi wanita        untuk tidak melanjutkan pendidikan

        kejenjang yang lebih tinggi

    5) JAKARTA, KOMPAS.com – Selasa, 13 November 2012 | 19:46 WIB



        4
         A.Hamid Hasan Qolay, Kunci Indeks dan Klasifikasi Ayat-ayat Alquran, Jilid I,
(Bandung: Pustaka, 1989), h. 51-52.


                                                                                         3
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap                    Perempuan (Komnas

        Perempuan) meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad

        Nuh, mengklarifikasi ke publik, terkait pernyataannya tentang kasus

        perkosaan siswa di Depok yang dipublikasikan di salah satu media massa.

        Komnas Perempuan menilai pernyataan itu melukai rasa keadilan bagi

        perempuan korban perkosaan, keluarga, para anak didik dan orang tua,

        maupun masyarakat. Padahal, Komnas Perempuan tengah berupaya

        mendorong kurikulum HAM berperspektif gender di lembaga pendidikan.


 II. Pembahasan

     1. Pengertian Gender

              Kata “gender” berasal dari bahasa Inggeris “gender”, dalam Kamus

        Bahasa Inggeris-Indonesia, berarti “jenis kelamin”.5 Sedangkan dalam

        gender diartikan sebagai “perbedaan yang tampak antara laki-laki dan

        perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku”.6 Merujuk pada

        penjelasan pemerintah melalui Kantor Kementerian Pemberdayaan

        Perempuan sebagaimana juga yang tertuang dalam Instruksi Presiden RI

        No. 9 tahun 2000, jender dapat diartikan sebagai berikut: Gender (asal

        kata gen); perbedaan peran, tugas, fungsi, dan tanggung-jawab serta

        kesempatan antara laki-laki dan perempuan karena dibentuk oleh tata nilai

        sosial budaya (konstruksi sosial) yang dapat diubah dan berubah sesuai



        5
          John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia (Jakarta: Gramedia, cet.
XII, 1983), h. 265.
        6
          Victoria Neufeldt (Ed.), Webster’s New World Dictionary (New York: Webster‟s New
World Clevenland, 1984), h. 561.


                                                                                           4
kebutuhan atau perubahan zaman (menurut waktu dan ruang). Gender

   adalah konsep yang mengacu pada peran dan tanggung-jawab laki-laki dan

   perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial

   dan budaya masyarakat.

        Dari uraian diatas dapat disimpulkan, Gender adalah Perberbedaan

   antara laki-laki dengan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku,

   dapat diubah sesuai kebutuhan atau perubahan zaman (menurut waktu dan

   ruang) sosial dan budaya masyarakat


2. Ketidak adilan Gender

 a. Stereotype

   Semua bentuk ketidakadilan gender yang berpangkal pada satu sumber

   kekeliruan, yaitu stereotype gender laki-laki dan perempuan. Stereotype itu

   sendiri berarti pemberian citra baku atau label/cap kepada seseorang atau

   kelompok yang didasarkan pada suatu anggapan yang salah atau sesat.

   Pelabelan umumnya dilakukan dalam dua hubungan atau lebih dan

   seringkali digunakan sebagai alasan untuk membenarkan suatu tindakan

   dari satu kelompok atas kelompok lainnya. Pelabelan juga menunjukkan

   adanya relasi kekuasaan yang timpang atau tidak seimbang yang bertujuan

   untuk menaklukkan atau menguasai pihak lain. Pelabelan negative juga

   dapat dilakukan atas dasar anggapan gender. Namun seringkali pelabelan

   negative ditimpakan kepada perempuan. Contoh :

       Perempuan dianggap cengeng, suka digoda.




                                                                            5
Perempuan tidak rasional, emosional.

            Perempuan tidak bisa mengambil keputusan penting.

            Perempuan sebagai ibu rumah tangga dan pencari nafkah tambahan.

            Laki-laki sebagai pencari nafkah utama.7

   b. Kekerasan

       Kekerasan (violence) artinya tindak kekerasan, baik fisik maupun non fisik

       yang dilakukan oleh salah satu jenis kelamin atau sebuah institusi

       keluarga, masyarakat atau negara terhadap jenis kelamin lainnya. Peran

       gender telah membedakan karakter perempuan dan laki-laki. Perempuan

       dianggap feminism dan laki-laki maskulin. Karakter ini kemudian

       mewujud dalam ciri-ciri psikologis, seperti laki-laki dianggap gagah, kuat,

       berani dan sebagainya. Sebaliknya perempuan dianggap lembut, lemah,

       penurut dan sebagainya.

               Sebenarnya tidak ada yang salah dengan pembedaan itu. Namun

       ternyata pembedaan karakter tersebut melahirkan tindakan kekerasan.

       Dengan anggapan bahwa perempuan itu lemah, itu diartikan sebagai alasan

       untuk diperlakukan semena-mena, berupa tindakan kekerasan. Contoh :

       Kekerasan fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh suami terhadap

       isterinya di dalam rumah tangga.


           Pemukulan, penyiksaan dan perkosaan yang mengakibatkan perasaan

           tersiksa dan tertekan.


       7
          Jhon W. Santrock. Adolescence. Alih Bahasa, Dra. Sintho B Adelar M. Sc
(Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 2003) h.374


                                                                                   6
Pelecehan seksual.

           Perdagangan perempuan

           Eksploitasi seks terhadap perempuan dan pornografi.

           Korban Poligmi/nikah siri, tampa sepengetahuan istri


   c. Beban ganda

       Beban ganda (double burden) artinya beban pekerjaan yang diterima salah

       satu jenis kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya. Peran

       reproduksi perempuan seringkali dianggap peran yang statis dan

       permanen. Walaupun sudah ada peningkatan jumlah perempuan yang

       bekerja diwilayah public, namun tidak diiringi dengan berkurangnya beban

       mereka di wilayah domestic. Upaya maksimal yang dilakukan mereka

       adalah mensubstitusikan pekerjaan tersebut kepada perempuan lain, seperti

       pembantu rumah tangga atau anggota keluarga perempuan lainnya. Namun

       demikian, tanggung jawabnya masih tetap berada di pundak perempuan.

       Akibatnya mereka mengalami beban yang berlipat ganda. 8


   d. Peminggiran (Marginalisasi)

            Marginalisasi artinya : suatu proses peminggiran akibat perbedaan

       jenis kelamin yang mengakibatkan kemiskinan. Banyak cara yang dapat

       digunakan untuk memarjinalkan seseorang atau kelompok. Salah satunya

       adalah dengan menggunakan asumsi gender. Misalnya dengan anggapan

       bahwa perempuan berfungsi sebagai pencari nafkah tambahan, maka

       8
        Raqib, Moh. Pendidikan Perempuan. Cet. I.( Purwokerto: Gama Media
Kerjasama STAIN Purwokerti Press. 2003) h. 111


                                                                              7
ketika mereka bekerja diluar rumah (sector public), seringkali dinilai

       dengan anggapan tersebut. Jika hal tersebut terjadi, maka sebenarnya telah

       berlangsung proses pemiskinan dengan alasan gender. Contoh :


       Guru TK, perawat, pekerja konveksi, buruh pabrik, pembantu rumah

       tangga dinilai sebagai pekerja rendah, sehingga berpengaruh pada tingkat

       gaji/upah yang diterima.

       Masih banyaknya pekerja perempuan dipabrik yang rentan terhadap PHK

       dikarenakan tidak mempunyai ikatan formal dari perusahaan tempat

       bekerja karena alasan-alasan gender, seperti sebagai pencari nafkah

       tambahan, pekerja sambilan dan juga alasan factor reproduksinya, seperti

       menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui.

       Perubahan dari sistem pertanian tradisional kepada sistem pertanian

       modern dengan menggunakan mesin-mesin traktor telah memarjinalkan

       pekerja perempuan.9


   e. Penomor Duaan (Subordinasi)


             Subordinasi Artinya : suatu penilaian atau anggapan bahwa suatu

       peran yang dilakukan oleh satu jenis kelamin lebih rendah dari yang

       lain.Telah diketahui, nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, telah

       memisahkan dan memilah-milah peran-peran gender, laki-laki dan

       perempuan. Perempuan dianggap bertanggung jawab dan memiliki peran


       9
        DedeWiliem. Gender Bukan Tabu . Catatan perjalanan Fasilitasi Kelompok
Perempuan Jambi (Bandung : Center For International Forestry Research) h 13-23


                                                                                 8
dalam urusan domestik atau reproduksi, sementara laki-laki dalam urusan

     public atau produksi. Contoh :


            Masih sedikitnya jumlah perempuan yang bekerja pada posisi

            pengambil keputusan atau penentu kebijakan dibanding laki-laki.

            Dalam pengupahan, perempuan yang menikah dianggap sebagai

            lajang, karena mendapat nafkah dari suami dan terkadang terkena

            potongan pajak.

            Masih sedikitnya jumlah keterwakilan perempuan dalam dunia politik

            (anggota legislative dan eksekutif ).10


3. Pandangan Masyarakat Dunia Terhadap Perempuan


            Pandangan masyarakat dunia secara umum terhadap perempuan,

  terutama       sebelum      turunnya     kitab    suci     Alquran.     Sejarah    telah

  menginformasikan bahwa sebelum diturunkannya kitab suci                         Alquran,

  berbagai peradaban umat manusia telah berkembang sedemikian rupa, seperti

  halnya peradaban bangsa Yunani, Romawi, India, Cina dan yang lainnya. Dan

  juga sebelum datangnya agama Islam, telah datang terlebih dahulu berbagai

  agama, seperti agama Zoroaster, Buddha, dan yang paling belakangan adalah

  agama Yahudi dan Nasrani.11




     10
          Ibid
     11   M Qurash Shiha . Wawasan al-Quran Tentang Pokok-Pokok Keimanan (1996)




                                                                                        9
Pada   puncak   peradaban     Yunani,   perempuan   tidak   mendapat

penghargaan yang adil, karena mereka dianggap alat pemenuhan naluri seks

laki-laki. Kaum laki-laki diberi kebebasan sedemikian rupa untuk memenuhi

kebutuhan dan selera tersebut, dan para perempuan dipuja untuk itu. Patung-

patung telanjang yang terlihat dewasa ini di Eropa adalah merupakan bukti

yang menyatakan pandangan itu.

       Peradaban Romawi juga tidak begitu berbeda dengan Yunani,

menjadikan perempuan sepenuhnya berada di bawah kekuasaan ayahnya.

Setelah kawin, kekuasaan pindah ke tangan suami. Kekuasaan ini mencakup

kewenangan menjual, mengusir, menganiaya dan membunuh. Peristiwa tragis

ini berlangsung sampai pada abad 5 Masehi. Segala hasil usaha perempuan,

menjadi hak milik keluarganya yang laki-laki. Pada zaman Kaisar Konstantin,

terjadi sedikit perubahan dengan diundangkannya hak pemilikan terbatas bagi

perempuan, dengan catatan bahwa setiap transaksi harus disetujui terlebih

dahulu oleh keluarga (suami/ayah).

       Peradaban Hindu dan Cina, juga tidak lebih baik. Hak hidup bagi

seorang perempuan yang telah bersuami harus berakhir pada saat kematian

suaminya, istri terkadang harus dibakar hidup-hidup pada saat mayat

suaminya dibakar. Pada masyarakat hindu wanita sering dijadikan sesajen

untuk para Dewa. Tradisi ini baru berakhir pada abad 17 Masehi.

       Sepanjang   abad    pertengahan   nasib   perempuan    tetap   sangat

memperihatinkan, sampai dengan tahun 1805 perundang-undangan Inggeris

masih mengakui hak suami untuk menjual istrinya, bahkan sampai dengan


                                                                         10
tahun 1882 perempuan Inggeris belum lagi mempunyai hak kepemilikan harta

   benda secara penuh, termasuk hak menuntut ke pengadilan. 12

                Pada masa Jahiliyah, anak-anak perempuan kehadirannya tidak

   diterima sepenuh hati oleh masyarakat Arab. Pandangan mereka ini telah

   direkam oleh Alquran, mulai dari sikap yang paling ringan yaitu bermuka

   masam, sampai pada sikap yang paling parah yaitu membunuh bayi-bayi

   mereka yang perempuan. Informasi ini dapat dibaca dalam QS. an-Nahl (16):

   58, sebagai berikut:

                                       
   
                                
      dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran)
     anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan Dia
     sangat marah.(QS. An-Nahl. 58)
                     
               karena dosa Apakah Dia dibunuh, (QS.at-Takwir (81): 9)

    berdasarkan ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa

    a.        Islam telah menghapus diskriminasi berdasarkan jenis kelamin. Bila

              terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan akibat fungsi dan

              peran yang diemban masing-masing. Maka perbedaan itu tidak perlu

              mengakibatkan yang satu yang satu memiliki kelebihan atas yang lain

              melainkan membantu dan melengkapi.

    b.        Pada saat islam datang konsep ahli waris menjadi saksi, membayar denda

              tidak berlaku bagi perempuan, kemudian islam memberi hak/bagian



         12
          M. Qurash Shihab. Membumikan Al-Qur‟an: Fungsi dan peran Wahyu Dalam
Kehidupan Masyarakat (Bandung: Mizan. 2002) h 392-393


                                                                                 11
sebagaimana hak/bagian yang dimiliki oleh kaum laki-laki meski dalam

              nilai sebagian/ separuhnya.13


4. Posisi Perempuan dalam Sejarah Pendidikan Masa Awal Islam


         Fenomena paling menarik dalam konteks wacana gender di dalam sejarah

   Islam, adalah munculnya tokoh perempuan sebagai faktor pendukung utama

   dalam proses risalah. Adalah Siti Khadijah istri Nabi, kedudukannya teramat

   penting dalam sejarah Islam atas peran vitalnya dalam turut terlibat dalam

   proses kenabian Muhammad. Kesaudagaran yang membuatnya sangat mandiri

   memungkinkan mampu mengatur kehidupan kontemplatik suaminya selama

   proses menjelang pewahyuan. Dalam perspektif ini Khadijah layak bahkan

   seharusnya menjadi ikon dari seluruh isu kesetaraan gender dalam islam.

          Terdapatnya dominasi laki-laki dalam tradisi Quraish yang dikemukakan

   oleh Umar, tentu tidak cukup sebagai bahan untuk melakukan generalisasi.

   Bahkan menurut Leila merupakan hal yang ironis jika digambarkan bahwa

   pada masa awal Islam (dalam pandangan yang ortodok) tidak menyepakati

   kemandirian perempuan dan hanya menghendaki bahwa wanita selalu berada

   di bawah kekuasaan laki-laki.14 Mereka sangat mandiri, dan kemandirian kaum

   perempuan ini diperkuat oleh ketentuan yang ditetapkan oleh Nabi bahwa tidak

   boleh seorang laki-lakipun yang mengawini lagi istri yang telah diceraikannya

   (janda) kecuali setelah adanya selang perkawinan (terdapat lelaki lain yang

   pernah mengawininya yang disebut dalam Fiqh sebagai mukhalil). Otonomisasi

         13
            H. Martinis Yamin. Maisah. Orientasi Baru Ilmu Pendidikan (...Referensi, 2012) h. 96
         14
            Ahmed, Leila. 1992. Women and Gender in Islam, Historical Roots of a Modern Debate. Yale
University Press. London. hlm. 99-102


                                                                                                       12
yang “diberikan” oleh Islam terhadap perempuan, tentu didadasarkan atas

      kepercayaan terhadap kapabilitas dan kompetensi perempuan yang sama

      dengan kaum laki-laki dalam segala bidang termasuk dalam persoalan yang

      berkaitan dengan agama. Otonomisasi dan atau kemandirian ini menghantarkan

      kaum perempuan duduk seederajat dengan kaum laki-laki dalam hal yang

      paling mendasar dalam periode pembinaan agama, yaitu keterlibatan dalam

      menerima dan menyampaikan teks wahyu baik dalam bentuk kitab suci

      maupun sebagai Hadits.

               Pelibatan perempuan dalam seluruh proses pemeliharaan dan

      pengembangan “teks” masa itu melahirkan sosok-sosok wanita cerdas seperti

      Aisyah dan Hafsah, yang mampu menikmati prestis serta pengaruh di kedua

      masa kekhalifahan awal (Abu Bakar dan Umar). Umar ibn Khattab dalam

      banyak hal lebih mempercayai anak perempuannya daripada anak laki-lakinya,

      dan Abu Bakar mempercayakan pada Aisyah untuk mengurus administrasi

      properti dan bantuan-bantuan publik (shadaqah). Bahkan khalifah Umar

      memerintahkan pemindahan bahan mushaf Al Qur‟an dari Abu Bakar kepada

      Hafsah.15 Perhatian Nabi dalam dimensi ini ditunjukkan melalui sabdanya

      bahwa       “Seorang        lelaki     yang       mendidik        budak      perempuannya,

      memerdekakannya dan mengawininya, maka baginya pahala yang berlipat

      ganda.16




15
     Ibid.
16
     Hadits ini dikutip oleh Haiffa dari Tritton. Lihat Jawad, Haiffa A. hlm. 20


                                                                                             13
Perhatian serius Nabi terhadap proses pendidikan yang pemberdayaan

  masyarakat muslim ini, dimulai dengan didirikannya masjid sebagai institusi

  publik yang memiliki multi fungsi. Masjid pertama yang dibangun Nabi

  merupakan tempat pemujaan Tuhan sekaligus tempat pengaturan permasalahan

  sehari-hari, sebagai aula pertemuan gedung pengadilan, markas besar pasukan

  dan pusat pengambilan keputusan. Dalam perspektif instruksional masjid masa

  itu sebagai sekolah untuk mengajar para mualaf melakukan shalat, prinsip-

  prinsip Islam dan bagaimana berprilaku terhadap orang lain.17


       Menurut Haiffa, pada masa awal Islam perempuan memperoleh kesemptan

  mempelajari berbagai cabang ilmu pengetahuan, mereka mendatangi majlis

  belajar bersamaan dengan kaum laki-laki-laki, dan berpartisipasi dalam seluruh

  aktifitas budaya bersandingan dengan kaum laki-laki-laki bahkan berlomba

  untuk lebih ungul dalam memperoleh dorongan dan penghargaan.


        Kehidupan publik bagaikan panggung di mana antara wanita dan laki-

  laki terlibatkan. Bahkan para wanita berdiskusi dan berdebat dengan Nabi.

  Haiffa mengingatkan bahwa Al Qur‟an mendorong para wanita untuk berbicara

  mengutarakan pemikirannya dan tidak untuk diam. .18


5. Gender Pada Tingkat Internasional

             Dokumen monumental mengenai gender telah dilahirkan pada tahun

  1948 dalam Universal Deklaration of Human Right, yang mana dokumen

       17
         Mernisi, Fatima. 1994. Ratu-ratu yang Terlupakan (terjemah dari: the
forgotten Queens of Islam). Mizan. Bandung. Hlm. 120-121
       18
            Ibid. Jawad, Haiffa A. hlm. 21-22


                                                                                14
tersebut menyatakan bahwa setiap manusia yang dilahirkan itu adalah sama

  dan setara didalam harkat dan haknya. dalam deklarasi mengenai hak-hak

  manusia yang sama itu tidak membedakan antara ras maupun gender. Namun

  dalam kenyataannya perbedaan-perbedaan dalam masyarakat masih saja

  tampak seperti berbagai jenis diskrriminasi berdasarkan ras, agama, kedudukan

  ekonomi, kedudukan sosial dan perbedaan gender.19


6. Gender Pada Tingkat Nasional

          Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia sebagai standar umum

  keberhasilan semua manusia dan semua bangsa dengan tujuan bahwa setiap

  individu dan setiap organisasi masyarakat, dengan senantiasa mengingat

  Deklarasi ini, akan berusaha melalui cara pengajaran dan pendidikan untuk

  memajukan penghormatan terhadap hak dan kebebasan ini, dan melalui upaya-

  upaya yang progresif baik secara nasional dan internasional, menjamin

  pengakuan dan ketaatan yang universal dan efektif, baik oleh rakyat Negara

  Pihak maupun rakyat yang berada di dalam wilayah yang masuk dalam wilayah

  hukumnya. Isi Deklarasi adalah sebagai berikut

  a. Semua manusia dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak yang

       sama. Mereka dikaruniai akal budi dan hati nurani dan hendaknya bergaul

       satu dengan yang lain dalam semangat persaudaraan.

  b. Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang tercantum dalam

       Deklarasi ini tanpa pembedaan dalam bentuk apapun, seperti ras, warna

       kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, keyakinan politik atau keyakinan

 19
      Ibid. Martinis Yamin, Maisah. Orientasi Baru Ilmu Pendidikan h. 87


                                                                            15
lainnya, asal usul kebangsaan dan sosial, hak milik, kelahiran atau status

       lainnya.

   c. Pembedaan tidak dapat dilakukan atas dasar status politik, hukum atau

       status internasional negara atau wilayah dari mana seseorang berasal, baik

       dari negara merdeka, wilayah perwalian, wilayah tanpa pemerintahan

       sendiri, atau wilayah yang berada di bawah batas kedaulatan lainnya.

   d. Setiap orang berhak atas kehidupan, kemerdekaan dan keamanan pribadi.

   e. Tidak seorangpun boleh diperbudak atau diperhambakan; perbudakan dan

       perdagangan budak dalam bentuk apapun wajib dilarang.

   f. Tidak seorangpun boleh disiksa atau diperlakukan atau dihukum secara keji,

       tidak manusiawi atau merendahkan martabat.20


     Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 84 tahun 2008

   a. Setiap satuan unit kerja bidang pendidikan yang melakukan perencanaan,

       pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan, dan program

       pembangunan bidang pendidikan agar mengintegrasikan gender di

       dalamnya.

   b. Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan sebagaimana dimaksud pada

       ayat di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional dilaksanakan dengan

       menggunakan pedoman pelaksanaan sebagaimana tercantum dalam

       Lampiran Peraturan Menteri ini.

   c. Satuan       unit     kerja     pendidikan        yang     terbukti      menyelenggarakan

       Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan tidak sesuai dengan ketentuan
   20
      Adnan Buyung Nasution , Putra M Zen. Instrumen Internasional pokok Hak Azazi Manusia (Jakarta:
Yayasan Obor indonesia, 2006) h. 139.


                                                                                                   16
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 diberi sanksi sesuai dengan peraturan

      perundang-undangan.

    d. Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.


7. Gender Dalam Prespektif Pendidikan Islam

             Nasaruddin Umar mengemukakan               adanya kesetaraan gender didalam

   Al‟Quran. Dia menemukan lima variabel yang mendukung pendapatnya, yakni: 1)

   Laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai hamba. Hal ini bisa dilihat misalnya

   dalam QS. al-Hujurāt (49): 13 dan al-Nahl (16): 97; 2) Laki-laki dan perempuan

   sebagai khalifah di bumi. Hal ini terlihat dalam QS. al-Baqarat (2): 30 dan al-

   An‟ām (6): 165; 3) Laki-laki dan perempuan menerima perjanjian primordial

   seperti terlihat dalam QS. al-A‟rāf (7): 172; 4) Adam dan Hawa terlibat secara

   aktif dalam drama kosmis. Kejelasan ini terlihat dalam QS. al-Baqarat (2): 35 dan

   187, al-A‟rāf (7): 20, 22, dan 23; dan 5) Laki-laki dan perempuan berpotensi

   meraih prestasi seperti yang terlihat dalam QS. Āli „Imrān (3): 195, al-Nisā‟ (4):

   124, al-Nahl (16): 97, dan al-Mu‟min (40): 40.21

          Jamâl al-Dîn Muhammad Mahmûd, sebagaimana dikutip M. Quraish

   Shihab, mengatakan bahwa tidak ditemukan satu ketentuan agama pun yang

   dapat dipahami sebagai larangan keterlibatan perempuan dalam bidang politik,

   pendidikan atau ketentuan agama yang membatasi bidang tersebut hanya pada

   kaum laki-laki. Sejarah Islam juga menunjukkan betapa kaum perempuan

   terlibat dalam berbagai bidang kemasyarakatan, tanpa kecuali. Alquran


        21
            Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender: Perspektif Al-Qur’an, Jakarta:
Paramadina, Cet. I,
1999, h.248-269.


                                                                                         17
menguraikan permintaan para perempuan di zaman nabi untuk melakukan

   bay‟ah (janji setia kepada nabi dan ajarannya), sebagaimana disebutkan dalam


   Alquran surah al-Mumtahanah (60): 12:

                  
                    
                 
               
       
                
           
             
                   
     
        
                                                                                        
               Terjemahnya : Hai nabi, apabila datang kepadamu perempuan-
               perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka
               tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah; tidak akan
               mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak
               akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki
               mereka, dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka
               terimalah janji setia mereka dan mohonlah ampunan kepada Allah untuk
               mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
               (Departemen Agama RI, 1989:925).22

              Ayat-ayat tersebut di atas mengisyaratkan konsep kesadaran gender yang

   ideal dan memberikan ketegasan bahwa prestasi individual, baik dalam bidang

   spiritual maupun urusan karir professional, tidak mesti dimonopoli oleh salah

   satu jenis kelamin saja. Laki-laki dan perempuan memperoleh kesempatan

   yang sama meraih prestasi optimal.

             Salah satu obsesi Alquran ialah terwujudnya keadilan di dalam

   masyarakat. Keadilan dalam Alquran mencakup segala segi kehidupan umat

            Departemen Agama RI. 1989. Al-Qur‟an dan Terjemahnya.( Semarang: Toha Putra., 1989) h.
       22

925.


                                                                                                     18
manusia, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Karena

    itu Alquran tidak mentolerir segala bentuk penindasan, baik berdasarkan

    kelompok etnis, warna kulit, suku bangsa, dan kepercayaan, maupun yang

    berdasarkan jenis kelamin. Jika terdapat suatu hasil pemahaman atau

    penafsiran        yang     bersifat    menindas       atau    menyalahi       nilai-nilai    luhur

    kemanusiaan, maka hasil pemahaman dan penafsiran tersebut terbuka untuk

    diperdebatkan. 23


8. Pelaksanaan Kesetaraan Gender Dalam bidang Pendidikan

               Dalam pembahasan ini kita dihadapkan pada dua pokok yang berkaitan

    erat yaitu a) Feminisme/kekuasaan/keadilan, b) Feminisme keadilan

    a.      Feminisme dan kekuasaan

               Qasim Amin adalah salah satu tokoh feminis Muslim pertama                          yang

          dilahirkan di Tarah, Iskandariah (Mesir), Desember 1865. yang pertama kali

          memunculkan gagasan tentang               mansipasi wanita Muslim melalui karya-

          karyanya Qasim Amin melihat wanita pada waktu itu bagaikan budak dan

          hidup di penjara yang kehilangan kebebasan untuk berbuat dan beraktivitas.

          Banyak kaum pria yang masih menganggap bahwa mengurung                            wanita di

          rumahnya merupakan jalan agar wanita menjadi manusia yang terbaik. Bagi

          Qasim Amin, memberikan hak kepada lelaki untuk mengurung isterinya




     23
          Su‟ād Ibrāhīm Sālih. Kedudukan Perempuan dalam Islam (Yogyakarta: Sunan Kalijaga Press, 2001)
h. 40.


                                                                                                     19
jelas bertentangan dengan hak kebebasan wanita yang tidak bisa dicabut dan

       sekaligus merupakan hak natural.24

        Menurut Qasim Amin, syari‟ah menempatkan wanita sederajat dengan pria

       dalam hal tanggung jawabnya di muka bumi dan di kehidupan selanjutnya.

       Mereka harus mendapatkan pendidikan yang memadai. Pendidikan untuk

       wanita, menurutnya, harus sama seperti halnya pendidikan untuk pria. Ia

       kurang setuju jika wanita diberikan pendidikan yang khusus yang berbeda

       dengan pendidikan yang diberikan kepada pria.25 Qasim Amin menegaskan

       bahwa separo dari penduduk dunia adalah kaum wanita. Karena itu,

       membiarkan mereka dalam kebodohan berarti membiarkan potensi separo

       bangsa tanpa manfaat. Kondisi seperti ini jelas sangat merusak                         dan

       menghambat cita-cita bangsa. Jika kaum wanita dibebaskan dari kebodohan,

       maka mereka akan mampu menekuni ilmu pengetahuan dan menguasai

       berbagai keterampilan, mengelola perdagangan dan perindustrian wanita juga

       akan mampu bertindak sebagai pribadi yang kreatif yang dapat memenuhi

       kebutuhan sendiri tanpa harus bergantung kepada orang lain jika diberi

       kesempatan melatih diri dalam kegiatan kemasyarakatan serta melatih dan

       membina potensi akal dan jasmani secara terarah dan baik.26 Namun hingga

       dewasa ini kedudukan perempuan masih dibawah kekuasaan laki-laki. Hal ini

       disebabkan karena peranan laki-laki mensubordinasikan                  perempuan yang

       menganggap laki-laki lebih kuat dari wanita atau wanita                          dibawah

        24
            Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah, Pemikiran, dan Gerakan, Jakarta:
Bulan Bintang, Cet. VIII, 1991, h. 79.
         25
            Qasim Amin, The New Woman: A Document in the Early Debate of Egyptian Feminism,
Alih bahasa Syariful Alam dengan judul “Sejarah Penindasan Perempuan: Menggugat Islam Laki-laki,
Menggurat Perempuan Baru”, Yogyakarta: Ircisod, Cet. I, 2003, h. 147-148
         26
            Qasim Amin, Tahrīr al-Mar’at, Kairo: Al-Markaz al-„Arabiyyat li al-Bahsi wa al-Nasyr,
1984, h.28


                                                                                               20
kekuasaannya. Padahal keadilan dan kesetaraan adalah gagasan dasar, tujuan

      dan misi utama peradaban manusia untuk mencapai kesejahteraan,

      membangun keharmonisan kehidupan bermasyarakat, bernegara dan

      membangun keluarga berkualitas, dikarenakan penduduk perempuan

      mungkin lebih setengah dari seluruh penduduk Indonesia dan merupakan

      potensi yang sangat besar dalam mencapai kemajuan dan kehidupan yang

      lebih berkualitas. Kesetaraan Gender, Kesamaan kondisi bagi laki-laki dan

      perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai

      manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik,

      hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan & keamanan

      nasional (hankamnas) serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan.

      Keadilan gender suatu perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-laki.

      Perbedaan biologis tidak bisa dijadikan dasar untuk terjadinya diskriminasi

      mengenai hak sosial, budaya, hukum dan politik terhadap satu jenis kelamin

      tertentu. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban

      ganda, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan

      maupun laki-laki. Terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender, ditandai

      dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki dan

      dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi dan

      kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil

      dari pembangunan.27

b.      Kekuasaan dan Pendidikan


27
     Eni Purwati dan Hanun Asrohah, Bias Gender dalam Pendidikan Islam, (Surabaya: Alpha, 2005), 30


                                                                                                  21
Hubungan kekuasaan dan pendidikan sangat erat. Ilmu pengetahuan

      terutama diabad modern dewasa ini. Menguasai ilmu pengetahuan berarti

      menguasai sumber-sumber kehidupan lebih-lebih dalam ilmu pengetahuan

      sosial abad ke 21. Dewasa ini pada umumnya perempuan telah diberikan

      kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan bersama-sama

      dengan kaum laki-laki. Hal ini dilihat dalam perkembangan pendidikan

      Nasional yang jumlah siswa laki-laki dan perempuan telah berimbang, hal

      ini menunjukkan bagaimana pendidikan indonesia telah menembus

      hambatan-hambatan diskriminasi seks. Kesepatan yang sama untuk meraih

      pendidikan telah dijamin dalam undang-undang Hak Azazi Manusia dan

      berbagai peraturan lainnya. Namun pelaksanaan prinsip kesetaraan yang

      berekeadilan ternyata “belum sepenuhnya” terlaksanakan dalam masyarakat.

      Misalnya sulitnya bagi perempuan menduduki jabatan-jabatan strategis

      seperti Presiden, anggota DPR, yang seluruhnya menunjukkan ketimpangan

      didalam kesetaraan yang berkeadilan. 28

              Hal yang paling kuat menyokong perbedaan gender pembagian dunia

      kedalam publlik dan privat. Yang mana wilayah publik yang terdiri atas

      penata publik negara, pemeritahan, pendidikan, media, dunia bisnis,

      kegiatan perusahaan, perbankan, agama, dan kultur, dihampir semua

      masyarakat didunia didominasi laki-laki, yang jelas ada perempuan individu

      yang memasuki dan mungkin pada akhirnya memimpin. Namun dimana-

      mana tidak ada perempuan sebagai suatu kelompok yang menjalankan


28
     Ibid. H. Martinis Yamin. Maisah. Orientasi Baru Ilmu Pendidikan h. 91-92


                                                                                22
kekuasaan dan pengaruh dalam wilayah publik dalam cara yang sama

         seperti dilakukan laki-laki. Akses perempuan dalam kekuasaan lebih kecil di

         bandingkan akses laki-laki dilatar belakng yang sama. Karena perempuan

         tidak terwakili dengan semestinya dalam lingkup publik, mereka kurang

         mampu mejalankan kekuasaan dan mempengaruhi kesejahteraan gendernya.

         Idiologi publik dan privat cenderung mengandung makna bahwa lingkup

         perempuan adalah rumah. Diseluruh dunia perempuan sedang menuntut,

         ruang publik; akses perempuan terhadap pendidikan, pembentukan jaringan

         permpuan internasional, dan ketertiban terhadap perempuan kedealam

         kehidupan publik, mulai menetang idiologi publik dan privat yang

         menimbulkan ketidak adilan gender. 29


III. Kesimpulan

              Gender adalah Perberbedaan antara laki-laki dengan perempuan dilihat

         dari segi nilai dan tingkah laku, dapat diubah sesuai kebutuhan atau

         perubahan zaman (menurut waktu dan ruang) sosial dan budaya masyarakat.

         Dokumen monumental mengenai gender telah dilahirkan pada tahun 1948

         dalam Universal Deklaration of Human Right, yang mana dokumen tersebut

         menyatakan bahwa setiap manusia yang dilahirkan itu adalah sama dan

         setara didalam harkat dan haknya.30 Seiring dengan itu Indonesia telah

         melaksanakan berbagai komvensi PBB dalam bebagai kebijakan publik

         yang berupa undang-undang dan peraturan seperti, UU No. 7 tahun 1984,

   29
     Julia Cleves Mosse. Gender dan Pembangunan, Alih Bahasa . Hartian Silawati (Yogyakarta: Rafika
Annisa, 2007). 106-107.
   30
        H. Martinis Yamin. Maisah. Orientasi Baru Ilmu Pendidikan (...Referensi, 2012) h. 87


                                                                                                      23
UU No. 34 tahun 1999, UU No. 23 tahun 2004, dan instruksi presiden No. 9

tahun 2000.

     Ketidak adilan gender adalah 1). stereotype Pelabelan negative juga dapat

dilakukan atas dasar anggapan gender 2). Kekerasan         (violence) artinya

tindak kekerasan, baik fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh salah

satu jenis kelamin atau sebuah institusi keluarga, masyarakat atau negara

terhadap jenis kelamin lainnya 3) beban ganda artinya beban pekerjaan

yang diterima salah satu jenis kelamin lebih banyak dibandingkan jenis

kelamin lainnya 4). Peminggiran (Marginalisasi)                suatu proses

peminggiran akibat perbedaan jenis kelamin yang mengakibatkan

kemiskinan 5) Subordinasi suatu penilaian atau anggapan bahwa suatu

peran yang dilakukan oleh satu jenis kelamin lebih rendah dari yang lain.

         Sebelum datangnya agama islam perempuan ditindas oleh kaum

laki-laki mereka dijadikan sebagai pemuas nafsu Seks laki-laki, laki-laki

diberi kebebasan untuk itu, perempuan berada dibawah kekuasaan laki-laki

mereka di siksa, diusir, dibakar, dibunuh dan bahkan di kubur hidup-hidup.

Namun setelah Islam datang derajat perempuan dangkat, agama islam

mengharamkan untuk melakukan perbudakan terhadap perempuan dengan

hukum-hukum yang ditetapkan oleh Allah SWT melalui Al-Quran, dan

AlQuran menyatakan hak Perempuan dan laki-laki itu sama yang

membedakan mereka hanya iman dan taqwa mereka dihadapan Allah.

Walaupun itu sudah ditetapkan namun kenyataannya sampai saat ini

perempuan masih merasakan Diskriminasi dan ketidak adilan diberbagai



                                                                            24
bidang, sehingga menimbulkan     protes-protes kaum perempuan untuk

menuntut keadilan dan hak-hak mereka untuk tampil dipublik sebagaimana

kaum laki-laki.




                                                                   25

Más contenido relacionado

Similar a GENDER

MAKALAH GENDER
MAKALAH GENDERMAKALAH GENDER
MAKALAH GENDERAna Sengga
 
Powerpoint paket 13 Pkn
Powerpoint paket 13 PknPowerpoint paket 13 Pkn
Powerpoint paket 13 PknAsepArsyad
 
Makalah Pendekatan Gender dalam Islam
Makalah Pendekatan Gender dalam IslamMakalah Pendekatan Gender dalam Islam
Makalah Pendekatan Gender dalam IslamAlief Reza KC
 
OPTIMALISASI PERAN STRATEGIS PEREMPUAN dalam PEMBANGUNAN.pptx
OPTIMALISASI PERAN STRATEGIS PEREMPUAN dalam PEMBANGUNAN.pptxOPTIMALISASI PERAN STRATEGIS PEREMPUAN dalam PEMBANGUNAN.pptx
OPTIMALISASI PERAN STRATEGIS PEREMPUAN dalam PEMBANGUNAN.pptxAbankHutbah
 
32-ppt-dr-marzuki-studi-tentang-kesetaraan-gender-compatibility-mode.pdf
32-ppt-dr-marzuki-studi-tentang-kesetaraan-gender-compatibility-mode.pdf32-ppt-dr-marzuki-studi-tentang-kesetaraan-gender-compatibility-mode.pdf
32-ppt-dr-marzuki-studi-tentang-kesetaraan-gender-compatibility-mode.pdfsrimayantiap
 
32-ppt-dr-marzuki-studi-tentang-kesetaraan-gender-compatibility-mode.pdf
32-ppt-dr-marzuki-studi-tentang-kesetaraan-gender-compatibility-mode.pdf32-ppt-dr-marzuki-studi-tentang-kesetaraan-gender-compatibility-mode.pdf
32-ppt-dr-marzuki-studi-tentang-kesetaraan-gender-compatibility-mode.pdfsrimayantiap
 
Mengapa harus jender dan feminisme
Mengapa harus jender dan feminismeMengapa harus jender dan feminisme
Mengapa harus jender dan feminismeNaira Fiyya
 
MAKALAH_DIMENSI_SOSIAL_WANITA_DAN_PERMAS.docx
MAKALAH_DIMENSI_SOSIAL_WANITA_DAN_PERMAS.docxMAKALAH_DIMENSI_SOSIAL_WANITA_DAN_PERMAS.docx
MAKALAH_DIMENSI_SOSIAL_WANITA_DAN_PERMAS.docxAlbaladEnci
 

Similar a GENDER (20)

Modul 9 kb 3
Modul 9 kb 3Modul 9 kb 3
Modul 9 kb 3
 
Gender
GenderGender
Gender
 
MAKALAH GENDER
MAKALAH GENDERMAKALAH GENDER
MAKALAH GENDER
 
Gender
 Gender Gender
Gender
 
SEX vs GENDER9.ppt
SEX vs GENDER9.pptSEX vs GENDER9.ppt
SEX vs GENDER9.ppt
 
Powerpoint paket 13 Pkn
Powerpoint paket 13 PknPowerpoint paket 13 Pkn
Powerpoint paket 13 Pkn
 
Makalah Pendekatan Gender dalam Islam
Makalah Pendekatan Gender dalam IslamMakalah Pendekatan Gender dalam Islam
Makalah Pendekatan Gender dalam Islam
 
OPTIMALISASI PERAN STRATEGIS PEREMPUAN dalam PEMBANGUNAN.pptx
OPTIMALISASI PERAN STRATEGIS PEREMPUAN dalam PEMBANGUNAN.pptxOPTIMALISASI PERAN STRATEGIS PEREMPUAN dalam PEMBANGUNAN.pptx
OPTIMALISASI PERAN STRATEGIS PEREMPUAN dalam PEMBANGUNAN.pptx
 
Review buku mpki
Review buku mpkiReview buku mpki
Review buku mpki
 
32-ppt-dr-marzuki-studi-tentang-kesetaraan-gender-compatibility-mode.pdf
32-ppt-dr-marzuki-studi-tentang-kesetaraan-gender-compatibility-mode.pdf32-ppt-dr-marzuki-studi-tentang-kesetaraan-gender-compatibility-mode.pdf
32-ppt-dr-marzuki-studi-tentang-kesetaraan-gender-compatibility-mode.pdf
 
32-ppt-dr-marzuki-studi-tentang-kesetaraan-gender-compatibility-mode.pdf
32-ppt-dr-marzuki-studi-tentang-kesetaraan-gender-compatibility-mode.pdf32-ppt-dr-marzuki-studi-tentang-kesetaraan-gender-compatibility-mode.pdf
32-ppt-dr-marzuki-studi-tentang-kesetaraan-gender-compatibility-mode.pdf
 
Bab ii
Bab iiBab ii
Bab ii
 
Mengapa harus jender dan feminisme
Mengapa harus jender dan feminismeMengapa harus jender dan feminisme
Mengapa harus jender dan feminisme
 
Pai
PaiPai
Pai
 
Modul 7
Modul 7Modul 7
Modul 7
 
S281
S281S281
S281
 
ISBD GENDER
ISBD GENDERISBD GENDER
ISBD GENDER
 
1. GENDER.ppt
1. GENDER.ppt1. GENDER.ppt
1. GENDER.ppt
 
Pluralisme dan gender
Pluralisme dan genderPluralisme dan gender
Pluralisme dan gender
 
MAKALAH_DIMENSI_SOSIAL_WANITA_DAN_PERMAS.docx
MAKALAH_DIMENSI_SOSIAL_WANITA_DAN_PERMAS.docxMAKALAH_DIMENSI_SOSIAL_WANITA_DAN_PERMAS.docx
MAKALAH_DIMENSI_SOSIAL_WANITA_DAN_PERMAS.docx
 

Más de DIKNAS PENDIDIKAN (20)

Makalah asli seleksi tenaga kependidikan.paka natsirlut Oleh REPLIANIS
Makalah asli seleksi tenaga kependidikan.paka natsirlut Oleh REPLIANISMakalah asli seleksi tenaga kependidikan.paka natsirlut Oleh REPLIANIS
Makalah asli seleksi tenaga kependidikan.paka natsirlut Oleh REPLIANIS
 
Bahan ajar ipa REPLIANIS
Bahan ajar ipa REPLIANISBahan ajar ipa REPLIANIS
Bahan ajar ipa REPLIANIS
 
Kelas01 mtk purnomosidi
Kelas01 mtk purnomosidiKelas01 mtk purnomosidi
Kelas01 mtk purnomosidi
 
Kelas01 mtk djaelani
Kelas01 mtk djaelaniKelas01 mtk djaelani
Kelas01 mtk djaelani
 
Kelas01 ips inoki
Kelas01 ips inokiKelas01 ips inoki
Kelas01 ips inoki
 
Kelas01 ips indrastuti
Kelas01 ips indrastutiKelas01 ips indrastuti
Kelas01 ips indrastuti
 
Kelas01 ips edi
Kelas01 ips ediKelas01 ips edi
Kelas01 ips edi
 
Kelas01 ipa sri
Kelas01 ipa sriKelas01 ipa sri
Kelas01 ipa sri
 
Kelas01 ipa sholehudin
Kelas01 ipa sholehudinKelas01 ipa sholehudin
Kelas01 ipa sholehudin
 
Kelas01 ipa heri-sulistyanto
Kelas01 ipa heri-sulistyantoKelas01 ipa heri-sulistyanto
Kelas01 ipa heri-sulistyanto
 
Kelas01 indahnya bindo-sastra-suyatno
Kelas01 indahnya bindo-sastra-suyatnoKelas01 indahnya bindo-sastra-suyatno
Kelas01 indahnya bindo-sastra-suyatno
 
Kelas01 dunia mtk-kismianti
Kelas01 dunia mtk-kismiantiKelas01 dunia mtk-kismianti
Kelas01 dunia mtk-kismianti
 
Kelas01 bindo umri
Kelas01 bindo umriKelas01 bindo umri
Kelas01 bindo umri
 
Kelas01 bahasa kita-bindo-jaruki
Kelas01 bahasa kita-bindo-jarukiKelas01 bahasa kita-bindo-jaruki
Kelas01 bahasa kita-bindo-jaruki
 
Kelas06 senang belajar-ipa-rositawaty
Kelas06 senang belajar-ipa-rositawatyKelas06 senang belajar-ipa-rositawaty
Kelas06 senang belajar-ipa-rositawaty
 
BANI BUWAIHI
BANI BUWAIHIBANI BUWAIHI
BANI BUWAIHI
 
6
66
6
 
6.
6.6.
6.
 
4
44
4
 
3
33
3
 

GENDER

  • 1. ISU-ISU PENDIDIKAN KONTEMPORER GENDER DALAM PRESPEKTIP PENDIDIKAN ISLAM I. Pendahuluan Dokumen monumental mengenai gender telah dilahirkan pada tahun 1948 dalam Universal Deklaration of Human Right, yang mana dokumen tersebut menyatakan bahwa setiap manusia yang dilahirkan itu adalah sama dan setara didalam harkat dan haknya.1 Seiring dengan itu Indonesia telah melaksanakan berbagai komvensi PBB dalam bebagai kebijakan publik yang berupa undang-undang dan peraturan seperti, UU No. 7 tahun 1984, UU No. 34 tahun 1999, UU No. 23 tahun 2004, dan instruksi presiden No. 9 tahun 2000. Masalah gender dalam beberapa dasawarsa belakangan ini, termasuk di Indonesia telah mencuat ke permukaan. Berbagai struktur dan kultur yang selama ini mengabaikan perempuan digugat. Kesalahan prespektif terhadap konsep didalam islam telah sampai kepada pembahasan perempuan yang sebagian kalangan masih dianggap tabu.2 Dalam penafsiran ayat Al-Qur‟an dan hadis rasul terjadi perbedaan pendapat antara mufasir klasik dan mufasir kontemporer.3 dengan adanya perbedaan pemahaman tersebut kaum perempuan merasa dirugikan Ketidak-adilan gender timbul dikarenakan adanya keyakinan dan pembenaran yang ditanamkan sepanjang peradaban manusia dalam berbagai 1 H. Martinis Yamin. Maisah. Orientasi Baru Ilmu Pendidikan (...Referensi, 2012) h. 87 2 Ibid. h. 85. 3 Al-Munawar, Said Aqil. 1999. ―Kepemimpinan Perempuan dalam Islam, Membongkar Penafsiran Surah An-Nisa Ayat 1‖ , dalam Syafiq Hasyim, Kepemimpinan Perempuan dalam Islam (Jakarta: JPPR. 1999) h. 17 1
  • 2. bentuknya yang tidak hanya menimpa kepada kaum perempuan, akan tetapi juga menimpa kaum laki-laki, walau secara menyeluruh ketidak-adilan gender dalam berbagai kehidupan ini lebih banyak menimpa kaum perempuan. Diantara ketidak adilan gender adalah pelebelan negatif yang diberikan kepada wanita (Stereotype), kekerasan yang dilakukan laki-laki terhadap perempuan, beban ganda yang diberlakukan kepada perempuan, peminggiran, penomorduaan. Masih banyak hal yang harus diluruskan dalam persepsi masyarakat tentang perempuan terutama anggapan kaum laki-laki lebih utama daripada kaum perempuan. Sejarah telah menginformasikan bahwa sebelum diturunkannya kitab suci Alquran perempuan tidak mendapat keadilan sama sekali, perempuan anggap seperti instrumen, dijual. Dijadikan sebagai pemenuhan seks, dan dijadikan sesajen serta dibakar hidup-hidup. Namun ketika pada awal islam ketidak adilan gender dihapuskan oleh ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi muhammad yangmana ajaran islam telah memberdayakan manusia disegala bidang, seperti timbulnya tokoh perempuan sebagai faktor pendukung utama dalam proses risalah seperti Siti Khadijah istri Nabi. Alquran, sebagai sumber utama dalam ajaran Islam, telah menegaskan ketika Allah Yang Maha Pencipta menciptakan manusia termasuk di dalamnya, laki-laki dan perempuan. Paling tidak ada empat kata yang sering digunakan Alquran untuk menunjuk manusia, yaitu basyar, insan dan al-nas, 2
  • 3. serta bani adam4. Masing-masing kata ini merujuk makhluk ciptaan Allah yang terbaik (fi ahsan taqwim), dan Allah tidak membedakan antara laki-laki dan wanita, yang membedakan adalah amal dan ibadah mereka. Isu-isu Gender 1) Diskusi gender di gedung Parlemen RI. pada tanggal 28 Mei 2012. Dr. Ir. Euis Sunarti, adalah Dosen IPB di Departemen Ekologi Manusia, Beliau adalah salah satu pakar gender terbaik di Indonesia menyatakan, "Kami cukup galau akhir–akhir ini, melihat kualitas akademik mahasiswa laki– laki dibanding perempuan. Ternyata Mahasiswi jauh lebih beprestasi dibanding dengan Mahasiswa 8 (delapan) dari lulusan terbaik perguruan tinggi terbaik di Indonesia adalah perempuan. 2) Kurangnya keterwakilan Partisipasi perempuan dalam pendidikan sebagai tenaga pengajar Jumlah guru TK semuanya perempuan, jenjang pendidikan dasar umumnya sama atau melebihi jumlah guru laki-laki. Namun,pada jenjang pendidikan lanjutan dan pendidikan tinggi, jumlah tersebut menunjukkan penurunan drastis. 3) Sulitnya bagi perempuan menduduki jabatan-jabatan strategis seperti Presiden, anggota DPRi 4) Masih ada tekanan bagi wanita untuk tidak melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi 5) JAKARTA, KOMPAS.com – Selasa, 13 November 2012 | 19:46 WIB 4 A.Hamid Hasan Qolay, Kunci Indeks dan Klasifikasi Ayat-ayat Alquran, Jilid I, (Bandung: Pustaka, 1989), h. 51-52. 3
  • 4. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad Nuh, mengklarifikasi ke publik, terkait pernyataannya tentang kasus perkosaan siswa di Depok yang dipublikasikan di salah satu media massa. Komnas Perempuan menilai pernyataan itu melukai rasa keadilan bagi perempuan korban perkosaan, keluarga, para anak didik dan orang tua, maupun masyarakat. Padahal, Komnas Perempuan tengah berupaya mendorong kurikulum HAM berperspektif gender di lembaga pendidikan. II. Pembahasan 1. Pengertian Gender Kata “gender” berasal dari bahasa Inggeris “gender”, dalam Kamus Bahasa Inggeris-Indonesia, berarti “jenis kelamin”.5 Sedangkan dalam gender diartikan sebagai “perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku”.6 Merujuk pada penjelasan pemerintah melalui Kantor Kementerian Pemberdayaan Perempuan sebagaimana juga yang tertuang dalam Instruksi Presiden RI No. 9 tahun 2000, jender dapat diartikan sebagai berikut: Gender (asal kata gen); perbedaan peran, tugas, fungsi, dan tanggung-jawab serta kesempatan antara laki-laki dan perempuan karena dibentuk oleh tata nilai sosial budaya (konstruksi sosial) yang dapat diubah dan berubah sesuai 5 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia (Jakarta: Gramedia, cet. XII, 1983), h. 265. 6 Victoria Neufeldt (Ed.), Webster’s New World Dictionary (New York: Webster‟s New World Clevenland, 1984), h. 561. 4
  • 5. kebutuhan atau perubahan zaman (menurut waktu dan ruang). Gender adalah konsep yang mengacu pada peran dan tanggung-jawab laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat. Dari uraian diatas dapat disimpulkan, Gender adalah Perberbedaan antara laki-laki dengan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku, dapat diubah sesuai kebutuhan atau perubahan zaman (menurut waktu dan ruang) sosial dan budaya masyarakat 2. Ketidak adilan Gender a. Stereotype Semua bentuk ketidakadilan gender yang berpangkal pada satu sumber kekeliruan, yaitu stereotype gender laki-laki dan perempuan. Stereotype itu sendiri berarti pemberian citra baku atau label/cap kepada seseorang atau kelompok yang didasarkan pada suatu anggapan yang salah atau sesat. Pelabelan umumnya dilakukan dalam dua hubungan atau lebih dan seringkali digunakan sebagai alasan untuk membenarkan suatu tindakan dari satu kelompok atas kelompok lainnya. Pelabelan juga menunjukkan adanya relasi kekuasaan yang timpang atau tidak seimbang yang bertujuan untuk menaklukkan atau menguasai pihak lain. Pelabelan negative juga dapat dilakukan atas dasar anggapan gender. Namun seringkali pelabelan negative ditimpakan kepada perempuan. Contoh : Perempuan dianggap cengeng, suka digoda. 5
  • 6. Perempuan tidak rasional, emosional. Perempuan tidak bisa mengambil keputusan penting. Perempuan sebagai ibu rumah tangga dan pencari nafkah tambahan. Laki-laki sebagai pencari nafkah utama.7 b. Kekerasan Kekerasan (violence) artinya tindak kekerasan, baik fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh salah satu jenis kelamin atau sebuah institusi keluarga, masyarakat atau negara terhadap jenis kelamin lainnya. Peran gender telah membedakan karakter perempuan dan laki-laki. Perempuan dianggap feminism dan laki-laki maskulin. Karakter ini kemudian mewujud dalam ciri-ciri psikologis, seperti laki-laki dianggap gagah, kuat, berani dan sebagainya. Sebaliknya perempuan dianggap lembut, lemah, penurut dan sebagainya. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan pembedaan itu. Namun ternyata pembedaan karakter tersebut melahirkan tindakan kekerasan. Dengan anggapan bahwa perempuan itu lemah, itu diartikan sebagai alasan untuk diperlakukan semena-mena, berupa tindakan kekerasan. Contoh : Kekerasan fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh suami terhadap isterinya di dalam rumah tangga. Pemukulan, penyiksaan dan perkosaan yang mengakibatkan perasaan tersiksa dan tertekan. 7 Jhon W. Santrock. Adolescence. Alih Bahasa, Dra. Sintho B Adelar M. Sc (Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 2003) h.374 6
  • 7. Pelecehan seksual. Perdagangan perempuan Eksploitasi seks terhadap perempuan dan pornografi. Korban Poligmi/nikah siri, tampa sepengetahuan istri c. Beban ganda Beban ganda (double burden) artinya beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya. Peran reproduksi perempuan seringkali dianggap peran yang statis dan permanen. Walaupun sudah ada peningkatan jumlah perempuan yang bekerja diwilayah public, namun tidak diiringi dengan berkurangnya beban mereka di wilayah domestic. Upaya maksimal yang dilakukan mereka adalah mensubstitusikan pekerjaan tersebut kepada perempuan lain, seperti pembantu rumah tangga atau anggota keluarga perempuan lainnya. Namun demikian, tanggung jawabnya masih tetap berada di pundak perempuan. Akibatnya mereka mengalami beban yang berlipat ganda. 8 d. Peminggiran (Marginalisasi) Marginalisasi artinya : suatu proses peminggiran akibat perbedaan jenis kelamin yang mengakibatkan kemiskinan. Banyak cara yang dapat digunakan untuk memarjinalkan seseorang atau kelompok. Salah satunya adalah dengan menggunakan asumsi gender. Misalnya dengan anggapan bahwa perempuan berfungsi sebagai pencari nafkah tambahan, maka 8 Raqib, Moh. Pendidikan Perempuan. Cet. I.( Purwokerto: Gama Media Kerjasama STAIN Purwokerti Press. 2003) h. 111 7
  • 8. ketika mereka bekerja diluar rumah (sector public), seringkali dinilai dengan anggapan tersebut. Jika hal tersebut terjadi, maka sebenarnya telah berlangsung proses pemiskinan dengan alasan gender. Contoh : Guru TK, perawat, pekerja konveksi, buruh pabrik, pembantu rumah tangga dinilai sebagai pekerja rendah, sehingga berpengaruh pada tingkat gaji/upah yang diterima. Masih banyaknya pekerja perempuan dipabrik yang rentan terhadap PHK dikarenakan tidak mempunyai ikatan formal dari perusahaan tempat bekerja karena alasan-alasan gender, seperti sebagai pencari nafkah tambahan, pekerja sambilan dan juga alasan factor reproduksinya, seperti menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui. Perubahan dari sistem pertanian tradisional kepada sistem pertanian modern dengan menggunakan mesin-mesin traktor telah memarjinalkan pekerja perempuan.9 e. Penomor Duaan (Subordinasi) Subordinasi Artinya : suatu penilaian atau anggapan bahwa suatu peran yang dilakukan oleh satu jenis kelamin lebih rendah dari yang lain.Telah diketahui, nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, telah memisahkan dan memilah-milah peran-peran gender, laki-laki dan perempuan. Perempuan dianggap bertanggung jawab dan memiliki peran 9 DedeWiliem. Gender Bukan Tabu . Catatan perjalanan Fasilitasi Kelompok Perempuan Jambi (Bandung : Center For International Forestry Research) h 13-23 8
  • 9. dalam urusan domestik atau reproduksi, sementara laki-laki dalam urusan public atau produksi. Contoh : Masih sedikitnya jumlah perempuan yang bekerja pada posisi pengambil keputusan atau penentu kebijakan dibanding laki-laki. Dalam pengupahan, perempuan yang menikah dianggap sebagai lajang, karena mendapat nafkah dari suami dan terkadang terkena potongan pajak. Masih sedikitnya jumlah keterwakilan perempuan dalam dunia politik (anggota legislative dan eksekutif ).10 3. Pandangan Masyarakat Dunia Terhadap Perempuan Pandangan masyarakat dunia secara umum terhadap perempuan, terutama sebelum turunnya kitab suci Alquran. Sejarah telah menginformasikan bahwa sebelum diturunkannya kitab suci Alquran, berbagai peradaban umat manusia telah berkembang sedemikian rupa, seperti halnya peradaban bangsa Yunani, Romawi, India, Cina dan yang lainnya. Dan juga sebelum datangnya agama Islam, telah datang terlebih dahulu berbagai agama, seperti agama Zoroaster, Buddha, dan yang paling belakangan adalah agama Yahudi dan Nasrani.11 10 Ibid 11 M Qurash Shiha . Wawasan al-Quran Tentang Pokok-Pokok Keimanan (1996) 9
  • 10. Pada puncak peradaban Yunani, perempuan tidak mendapat penghargaan yang adil, karena mereka dianggap alat pemenuhan naluri seks laki-laki. Kaum laki-laki diberi kebebasan sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan dan selera tersebut, dan para perempuan dipuja untuk itu. Patung- patung telanjang yang terlihat dewasa ini di Eropa adalah merupakan bukti yang menyatakan pandangan itu. Peradaban Romawi juga tidak begitu berbeda dengan Yunani, menjadikan perempuan sepenuhnya berada di bawah kekuasaan ayahnya. Setelah kawin, kekuasaan pindah ke tangan suami. Kekuasaan ini mencakup kewenangan menjual, mengusir, menganiaya dan membunuh. Peristiwa tragis ini berlangsung sampai pada abad 5 Masehi. Segala hasil usaha perempuan, menjadi hak milik keluarganya yang laki-laki. Pada zaman Kaisar Konstantin, terjadi sedikit perubahan dengan diundangkannya hak pemilikan terbatas bagi perempuan, dengan catatan bahwa setiap transaksi harus disetujui terlebih dahulu oleh keluarga (suami/ayah). Peradaban Hindu dan Cina, juga tidak lebih baik. Hak hidup bagi seorang perempuan yang telah bersuami harus berakhir pada saat kematian suaminya, istri terkadang harus dibakar hidup-hidup pada saat mayat suaminya dibakar. Pada masyarakat hindu wanita sering dijadikan sesajen untuk para Dewa. Tradisi ini baru berakhir pada abad 17 Masehi. Sepanjang abad pertengahan nasib perempuan tetap sangat memperihatinkan, sampai dengan tahun 1805 perundang-undangan Inggeris masih mengakui hak suami untuk menjual istrinya, bahkan sampai dengan 10
  • 11. tahun 1882 perempuan Inggeris belum lagi mempunyai hak kepemilikan harta benda secara penuh, termasuk hak menuntut ke pengadilan. 12 Pada masa Jahiliyah, anak-anak perempuan kehadirannya tidak diterima sepenuh hati oleh masyarakat Arab. Pandangan mereka ini telah direkam oleh Alquran, mulai dari sikap yang paling ringan yaitu bermuka masam, sampai pada sikap yang paling parah yaitu membunuh bayi-bayi mereka yang perempuan. Informasi ini dapat dibaca dalam QS. an-Nahl (16): 58, sebagai berikut:           dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan Dia sangat marah.(QS. An-Nahl. 58)     karena dosa Apakah Dia dibunuh, (QS.at-Takwir (81): 9) berdasarkan ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa a. Islam telah menghapus diskriminasi berdasarkan jenis kelamin. Bila terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan akibat fungsi dan peran yang diemban masing-masing. Maka perbedaan itu tidak perlu mengakibatkan yang satu yang satu memiliki kelebihan atas yang lain melainkan membantu dan melengkapi. b. Pada saat islam datang konsep ahli waris menjadi saksi, membayar denda tidak berlaku bagi perempuan, kemudian islam memberi hak/bagian 12 M. Qurash Shihab. Membumikan Al-Qur‟an: Fungsi dan peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung: Mizan. 2002) h 392-393 11
  • 12. sebagaimana hak/bagian yang dimiliki oleh kaum laki-laki meski dalam nilai sebagian/ separuhnya.13 4. Posisi Perempuan dalam Sejarah Pendidikan Masa Awal Islam Fenomena paling menarik dalam konteks wacana gender di dalam sejarah Islam, adalah munculnya tokoh perempuan sebagai faktor pendukung utama dalam proses risalah. Adalah Siti Khadijah istri Nabi, kedudukannya teramat penting dalam sejarah Islam atas peran vitalnya dalam turut terlibat dalam proses kenabian Muhammad. Kesaudagaran yang membuatnya sangat mandiri memungkinkan mampu mengatur kehidupan kontemplatik suaminya selama proses menjelang pewahyuan. Dalam perspektif ini Khadijah layak bahkan seharusnya menjadi ikon dari seluruh isu kesetaraan gender dalam islam. Terdapatnya dominasi laki-laki dalam tradisi Quraish yang dikemukakan oleh Umar, tentu tidak cukup sebagai bahan untuk melakukan generalisasi. Bahkan menurut Leila merupakan hal yang ironis jika digambarkan bahwa pada masa awal Islam (dalam pandangan yang ortodok) tidak menyepakati kemandirian perempuan dan hanya menghendaki bahwa wanita selalu berada di bawah kekuasaan laki-laki.14 Mereka sangat mandiri, dan kemandirian kaum perempuan ini diperkuat oleh ketentuan yang ditetapkan oleh Nabi bahwa tidak boleh seorang laki-lakipun yang mengawini lagi istri yang telah diceraikannya (janda) kecuali setelah adanya selang perkawinan (terdapat lelaki lain yang pernah mengawininya yang disebut dalam Fiqh sebagai mukhalil). Otonomisasi 13 H. Martinis Yamin. Maisah. Orientasi Baru Ilmu Pendidikan (...Referensi, 2012) h. 96 14 Ahmed, Leila. 1992. Women and Gender in Islam, Historical Roots of a Modern Debate. Yale University Press. London. hlm. 99-102 12
  • 13. yang “diberikan” oleh Islam terhadap perempuan, tentu didadasarkan atas kepercayaan terhadap kapabilitas dan kompetensi perempuan yang sama dengan kaum laki-laki dalam segala bidang termasuk dalam persoalan yang berkaitan dengan agama. Otonomisasi dan atau kemandirian ini menghantarkan kaum perempuan duduk seederajat dengan kaum laki-laki dalam hal yang paling mendasar dalam periode pembinaan agama, yaitu keterlibatan dalam menerima dan menyampaikan teks wahyu baik dalam bentuk kitab suci maupun sebagai Hadits. Pelibatan perempuan dalam seluruh proses pemeliharaan dan pengembangan “teks” masa itu melahirkan sosok-sosok wanita cerdas seperti Aisyah dan Hafsah, yang mampu menikmati prestis serta pengaruh di kedua masa kekhalifahan awal (Abu Bakar dan Umar). Umar ibn Khattab dalam banyak hal lebih mempercayai anak perempuannya daripada anak laki-lakinya, dan Abu Bakar mempercayakan pada Aisyah untuk mengurus administrasi properti dan bantuan-bantuan publik (shadaqah). Bahkan khalifah Umar memerintahkan pemindahan bahan mushaf Al Qur‟an dari Abu Bakar kepada Hafsah.15 Perhatian Nabi dalam dimensi ini ditunjukkan melalui sabdanya bahwa “Seorang lelaki yang mendidik budak perempuannya, memerdekakannya dan mengawininya, maka baginya pahala yang berlipat ganda.16 15 Ibid. 16 Hadits ini dikutip oleh Haiffa dari Tritton. Lihat Jawad, Haiffa A. hlm. 20 13
  • 14. Perhatian serius Nabi terhadap proses pendidikan yang pemberdayaan masyarakat muslim ini, dimulai dengan didirikannya masjid sebagai institusi publik yang memiliki multi fungsi. Masjid pertama yang dibangun Nabi merupakan tempat pemujaan Tuhan sekaligus tempat pengaturan permasalahan sehari-hari, sebagai aula pertemuan gedung pengadilan, markas besar pasukan dan pusat pengambilan keputusan. Dalam perspektif instruksional masjid masa itu sebagai sekolah untuk mengajar para mualaf melakukan shalat, prinsip- prinsip Islam dan bagaimana berprilaku terhadap orang lain.17 Menurut Haiffa, pada masa awal Islam perempuan memperoleh kesemptan mempelajari berbagai cabang ilmu pengetahuan, mereka mendatangi majlis belajar bersamaan dengan kaum laki-laki-laki, dan berpartisipasi dalam seluruh aktifitas budaya bersandingan dengan kaum laki-laki-laki bahkan berlomba untuk lebih ungul dalam memperoleh dorongan dan penghargaan. Kehidupan publik bagaikan panggung di mana antara wanita dan laki- laki terlibatkan. Bahkan para wanita berdiskusi dan berdebat dengan Nabi. Haiffa mengingatkan bahwa Al Qur‟an mendorong para wanita untuk berbicara mengutarakan pemikirannya dan tidak untuk diam. .18 5. Gender Pada Tingkat Internasional Dokumen monumental mengenai gender telah dilahirkan pada tahun 1948 dalam Universal Deklaration of Human Right, yang mana dokumen 17 Mernisi, Fatima. 1994. Ratu-ratu yang Terlupakan (terjemah dari: the forgotten Queens of Islam). Mizan. Bandung. Hlm. 120-121 18 Ibid. Jawad, Haiffa A. hlm. 21-22 14
  • 15. tersebut menyatakan bahwa setiap manusia yang dilahirkan itu adalah sama dan setara didalam harkat dan haknya. dalam deklarasi mengenai hak-hak manusia yang sama itu tidak membedakan antara ras maupun gender. Namun dalam kenyataannya perbedaan-perbedaan dalam masyarakat masih saja tampak seperti berbagai jenis diskrriminasi berdasarkan ras, agama, kedudukan ekonomi, kedudukan sosial dan perbedaan gender.19 6. Gender Pada Tingkat Nasional Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia sebagai standar umum keberhasilan semua manusia dan semua bangsa dengan tujuan bahwa setiap individu dan setiap organisasi masyarakat, dengan senantiasa mengingat Deklarasi ini, akan berusaha melalui cara pengajaran dan pendidikan untuk memajukan penghormatan terhadap hak dan kebebasan ini, dan melalui upaya- upaya yang progresif baik secara nasional dan internasional, menjamin pengakuan dan ketaatan yang universal dan efektif, baik oleh rakyat Negara Pihak maupun rakyat yang berada di dalam wilayah yang masuk dalam wilayah hukumnya. Isi Deklarasi adalah sebagai berikut a. Semua manusia dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak yang sama. Mereka dikaruniai akal budi dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu dengan yang lain dalam semangat persaudaraan. b. Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang tercantum dalam Deklarasi ini tanpa pembedaan dalam bentuk apapun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, keyakinan politik atau keyakinan 19 Ibid. Martinis Yamin, Maisah. Orientasi Baru Ilmu Pendidikan h. 87 15
  • 16. lainnya, asal usul kebangsaan dan sosial, hak milik, kelahiran atau status lainnya. c. Pembedaan tidak dapat dilakukan atas dasar status politik, hukum atau status internasional negara atau wilayah dari mana seseorang berasal, baik dari negara merdeka, wilayah perwalian, wilayah tanpa pemerintahan sendiri, atau wilayah yang berada di bawah batas kedaulatan lainnya. d. Setiap orang berhak atas kehidupan, kemerdekaan dan keamanan pribadi. e. Tidak seorangpun boleh diperbudak atau diperhambakan; perbudakan dan perdagangan budak dalam bentuk apapun wajib dilarang. f. Tidak seorangpun boleh disiksa atau diperlakukan atau dihukum secara keji, tidak manusiawi atau merendahkan martabat.20 Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 84 tahun 2008 a. Setiap satuan unit kerja bidang pendidikan yang melakukan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan, dan program pembangunan bidang pendidikan agar mengintegrasikan gender di dalamnya. b. Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional dilaksanakan dengan menggunakan pedoman pelaksanaan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini. c. Satuan unit kerja pendidikan yang terbukti menyelenggarakan Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan tidak sesuai dengan ketentuan 20 Adnan Buyung Nasution , Putra M Zen. Instrumen Internasional pokok Hak Azazi Manusia (Jakarta: Yayasan Obor indonesia, 2006) h. 139. 16
  • 17. sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 diberi sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. d. Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. 7. Gender Dalam Prespektif Pendidikan Islam Nasaruddin Umar mengemukakan adanya kesetaraan gender didalam Al‟Quran. Dia menemukan lima variabel yang mendukung pendapatnya, yakni: 1) Laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai hamba. Hal ini bisa dilihat misalnya dalam QS. al-Hujurāt (49): 13 dan al-Nahl (16): 97; 2) Laki-laki dan perempuan sebagai khalifah di bumi. Hal ini terlihat dalam QS. al-Baqarat (2): 30 dan al- An‟ām (6): 165; 3) Laki-laki dan perempuan menerima perjanjian primordial seperti terlihat dalam QS. al-A‟rāf (7): 172; 4) Adam dan Hawa terlibat secara aktif dalam drama kosmis. Kejelasan ini terlihat dalam QS. al-Baqarat (2): 35 dan 187, al-A‟rāf (7): 20, 22, dan 23; dan 5) Laki-laki dan perempuan berpotensi meraih prestasi seperti yang terlihat dalam QS. Āli „Imrān (3): 195, al-Nisā‟ (4): 124, al-Nahl (16): 97, dan al-Mu‟min (40): 40.21 Jamâl al-Dîn Muhammad Mahmûd, sebagaimana dikutip M. Quraish Shihab, mengatakan bahwa tidak ditemukan satu ketentuan agama pun yang dapat dipahami sebagai larangan keterlibatan perempuan dalam bidang politik, pendidikan atau ketentuan agama yang membatasi bidang tersebut hanya pada kaum laki-laki. Sejarah Islam juga menunjukkan betapa kaum perempuan terlibat dalam berbagai bidang kemasyarakatan, tanpa kecuali. Alquran 21 Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender: Perspektif Al-Qur’an, Jakarta: Paramadina, Cet. I, 1999, h.248-269. 17
  • 18. menguraikan permintaan para perempuan di zaman nabi untuk melakukan bay‟ah (janji setia kepada nabi dan ajarannya), sebagaimana disebutkan dalam Alquran surah al-Mumtahanah (60): 12:                                          Terjemahnya : Hai nabi, apabila datang kepadamu perempuan- perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah; tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka, dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Departemen Agama RI, 1989:925).22 Ayat-ayat tersebut di atas mengisyaratkan konsep kesadaran gender yang ideal dan memberikan ketegasan bahwa prestasi individual, baik dalam bidang spiritual maupun urusan karir professional, tidak mesti dimonopoli oleh salah satu jenis kelamin saja. Laki-laki dan perempuan memperoleh kesempatan yang sama meraih prestasi optimal. Salah satu obsesi Alquran ialah terwujudnya keadilan di dalam masyarakat. Keadilan dalam Alquran mencakup segala segi kehidupan umat Departemen Agama RI. 1989. Al-Qur‟an dan Terjemahnya.( Semarang: Toha Putra., 1989) h. 22 925. 18
  • 19. manusia, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Karena itu Alquran tidak mentolerir segala bentuk penindasan, baik berdasarkan kelompok etnis, warna kulit, suku bangsa, dan kepercayaan, maupun yang berdasarkan jenis kelamin. Jika terdapat suatu hasil pemahaman atau penafsiran yang bersifat menindas atau menyalahi nilai-nilai luhur kemanusiaan, maka hasil pemahaman dan penafsiran tersebut terbuka untuk diperdebatkan. 23 8. Pelaksanaan Kesetaraan Gender Dalam bidang Pendidikan Dalam pembahasan ini kita dihadapkan pada dua pokok yang berkaitan erat yaitu a) Feminisme/kekuasaan/keadilan, b) Feminisme keadilan a. Feminisme dan kekuasaan Qasim Amin adalah salah satu tokoh feminis Muslim pertama yang dilahirkan di Tarah, Iskandariah (Mesir), Desember 1865. yang pertama kali memunculkan gagasan tentang mansipasi wanita Muslim melalui karya- karyanya Qasim Amin melihat wanita pada waktu itu bagaikan budak dan hidup di penjara yang kehilangan kebebasan untuk berbuat dan beraktivitas. Banyak kaum pria yang masih menganggap bahwa mengurung wanita di rumahnya merupakan jalan agar wanita menjadi manusia yang terbaik. Bagi Qasim Amin, memberikan hak kepada lelaki untuk mengurung isterinya 23 Su‟ād Ibrāhīm Sālih. Kedudukan Perempuan dalam Islam (Yogyakarta: Sunan Kalijaga Press, 2001) h. 40. 19
  • 20. jelas bertentangan dengan hak kebebasan wanita yang tidak bisa dicabut dan sekaligus merupakan hak natural.24 Menurut Qasim Amin, syari‟ah menempatkan wanita sederajat dengan pria dalam hal tanggung jawabnya di muka bumi dan di kehidupan selanjutnya. Mereka harus mendapatkan pendidikan yang memadai. Pendidikan untuk wanita, menurutnya, harus sama seperti halnya pendidikan untuk pria. Ia kurang setuju jika wanita diberikan pendidikan yang khusus yang berbeda dengan pendidikan yang diberikan kepada pria.25 Qasim Amin menegaskan bahwa separo dari penduduk dunia adalah kaum wanita. Karena itu, membiarkan mereka dalam kebodohan berarti membiarkan potensi separo bangsa tanpa manfaat. Kondisi seperti ini jelas sangat merusak dan menghambat cita-cita bangsa. Jika kaum wanita dibebaskan dari kebodohan, maka mereka akan mampu menekuni ilmu pengetahuan dan menguasai berbagai keterampilan, mengelola perdagangan dan perindustrian wanita juga akan mampu bertindak sebagai pribadi yang kreatif yang dapat memenuhi kebutuhan sendiri tanpa harus bergantung kepada orang lain jika diberi kesempatan melatih diri dalam kegiatan kemasyarakatan serta melatih dan membina potensi akal dan jasmani secara terarah dan baik.26 Namun hingga dewasa ini kedudukan perempuan masih dibawah kekuasaan laki-laki. Hal ini disebabkan karena peranan laki-laki mensubordinasikan perempuan yang menganggap laki-laki lebih kuat dari wanita atau wanita dibawah 24 Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah, Pemikiran, dan Gerakan, Jakarta: Bulan Bintang, Cet. VIII, 1991, h. 79. 25 Qasim Amin, The New Woman: A Document in the Early Debate of Egyptian Feminism, Alih bahasa Syariful Alam dengan judul “Sejarah Penindasan Perempuan: Menggugat Islam Laki-laki, Menggurat Perempuan Baru”, Yogyakarta: Ircisod, Cet. I, 2003, h. 147-148 26 Qasim Amin, Tahrīr al-Mar’at, Kairo: Al-Markaz al-„Arabiyyat li al-Bahsi wa al-Nasyr, 1984, h.28 20
  • 21. kekuasaannya. Padahal keadilan dan kesetaraan adalah gagasan dasar, tujuan dan misi utama peradaban manusia untuk mencapai kesejahteraan, membangun keharmonisan kehidupan bermasyarakat, bernegara dan membangun keluarga berkualitas, dikarenakan penduduk perempuan mungkin lebih setengah dari seluruh penduduk Indonesia dan merupakan potensi yang sangat besar dalam mencapai kemajuan dan kehidupan yang lebih berkualitas. Kesetaraan Gender, Kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan & keamanan nasional (hankamnas) serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan. Keadilan gender suatu perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-laki. Perbedaan biologis tidak bisa dijadikan dasar untuk terjadinya diskriminasi mengenai hak sosial, budaya, hukum dan politik terhadap satu jenis kelamin tertentu. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki. Terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender, ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki dan dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan.27 b. Kekuasaan dan Pendidikan 27 Eni Purwati dan Hanun Asrohah, Bias Gender dalam Pendidikan Islam, (Surabaya: Alpha, 2005), 30 21
  • 22. Hubungan kekuasaan dan pendidikan sangat erat. Ilmu pengetahuan terutama diabad modern dewasa ini. Menguasai ilmu pengetahuan berarti menguasai sumber-sumber kehidupan lebih-lebih dalam ilmu pengetahuan sosial abad ke 21. Dewasa ini pada umumnya perempuan telah diberikan kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan bersama-sama dengan kaum laki-laki. Hal ini dilihat dalam perkembangan pendidikan Nasional yang jumlah siswa laki-laki dan perempuan telah berimbang, hal ini menunjukkan bagaimana pendidikan indonesia telah menembus hambatan-hambatan diskriminasi seks. Kesepatan yang sama untuk meraih pendidikan telah dijamin dalam undang-undang Hak Azazi Manusia dan berbagai peraturan lainnya. Namun pelaksanaan prinsip kesetaraan yang berekeadilan ternyata “belum sepenuhnya” terlaksanakan dalam masyarakat. Misalnya sulitnya bagi perempuan menduduki jabatan-jabatan strategis seperti Presiden, anggota DPR, yang seluruhnya menunjukkan ketimpangan didalam kesetaraan yang berkeadilan. 28 Hal yang paling kuat menyokong perbedaan gender pembagian dunia kedalam publlik dan privat. Yang mana wilayah publik yang terdiri atas penata publik negara, pemeritahan, pendidikan, media, dunia bisnis, kegiatan perusahaan, perbankan, agama, dan kultur, dihampir semua masyarakat didunia didominasi laki-laki, yang jelas ada perempuan individu yang memasuki dan mungkin pada akhirnya memimpin. Namun dimana- mana tidak ada perempuan sebagai suatu kelompok yang menjalankan 28 Ibid. H. Martinis Yamin. Maisah. Orientasi Baru Ilmu Pendidikan h. 91-92 22
  • 23. kekuasaan dan pengaruh dalam wilayah publik dalam cara yang sama seperti dilakukan laki-laki. Akses perempuan dalam kekuasaan lebih kecil di bandingkan akses laki-laki dilatar belakng yang sama. Karena perempuan tidak terwakili dengan semestinya dalam lingkup publik, mereka kurang mampu mejalankan kekuasaan dan mempengaruhi kesejahteraan gendernya. Idiologi publik dan privat cenderung mengandung makna bahwa lingkup perempuan adalah rumah. Diseluruh dunia perempuan sedang menuntut, ruang publik; akses perempuan terhadap pendidikan, pembentukan jaringan permpuan internasional, dan ketertiban terhadap perempuan kedealam kehidupan publik, mulai menetang idiologi publik dan privat yang menimbulkan ketidak adilan gender. 29 III. Kesimpulan Gender adalah Perberbedaan antara laki-laki dengan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku, dapat diubah sesuai kebutuhan atau perubahan zaman (menurut waktu dan ruang) sosial dan budaya masyarakat. Dokumen monumental mengenai gender telah dilahirkan pada tahun 1948 dalam Universal Deklaration of Human Right, yang mana dokumen tersebut menyatakan bahwa setiap manusia yang dilahirkan itu adalah sama dan setara didalam harkat dan haknya.30 Seiring dengan itu Indonesia telah melaksanakan berbagai komvensi PBB dalam bebagai kebijakan publik yang berupa undang-undang dan peraturan seperti, UU No. 7 tahun 1984, 29 Julia Cleves Mosse. Gender dan Pembangunan, Alih Bahasa . Hartian Silawati (Yogyakarta: Rafika Annisa, 2007). 106-107. 30 H. Martinis Yamin. Maisah. Orientasi Baru Ilmu Pendidikan (...Referensi, 2012) h. 87 23
  • 24. UU No. 34 tahun 1999, UU No. 23 tahun 2004, dan instruksi presiden No. 9 tahun 2000. Ketidak adilan gender adalah 1). stereotype Pelabelan negative juga dapat dilakukan atas dasar anggapan gender 2). Kekerasan (violence) artinya tindak kekerasan, baik fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh salah satu jenis kelamin atau sebuah institusi keluarga, masyarakat atau negara terhadap jenis kelamin lainnya 3) beban ganda artinya beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya 4). Peminggiran (Marginalisasi) suatu proses peminggiran akibat perbedaan jenis kelamin yang mengakibatkan kemiskinan 5) Subordinasi suatu penilaian atau anggapan bahwa suatu peran yang dilakukan oleh satu jenis kelamin lebih rendah dari yang lain. Sebelum datangnya agama islam perempuan ditindas oleh kaum laki-laki mereka dijadikan sebagai pemuas nafsu Seks laki-laki, laki-laki diberi kebebasan untuk itu, perempuan berada dibawah kekuasaan laki-laki mereka di siksa, diusir, dibakar, dibunuh dan bahkan di kubur hidup-hidup. Namun setelah Islam datang derajat perempuan dangkat, agama islam mengharamkan untuk melakukan perbudakan terhadap perempuan dengan hukum-hukum yang ditetapkan oleh Allah SWT melalui Al-Quran, dan AlQuran menyatakan hak Perempuan dan laki-laki itu sama yang membedakan mereka hanya iman dan taqwa mereka dihadapan Allah. Walaupun itu sudah ditetapkan namun kenyataannya sampai saat ini perempuan masih merasakan Diskriminasi dan ketidak adilan diberbagai 24
  • 25. bidang, sehingga menimbulkan protes-protes kaum perempuan untuk menuntut keadilan dan hak-hak mereka untuk tampil dipublik sebagaimana kaum laki-laki. 25