SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 48
RESENSI BUKU
         “BUS BIS BAS”
(Berbagai Masalah Bahasa Indonesia)




                   OLEH :

  REZKA JUDITTYA            44110010131
  SURYADI PARTA WIJAYA      44110010130
  NUZUL TRIAWAN             44110010134



Fakultas Ilmu Komunikasi program studi
            Broadcasting

Universitas Mercu Buana
         Jakarta
                    1
BUS BIS BAS (Berbagai Masalah Bahasa Indonesia)
Identitas Buku

Judul Buku    : BUS BIS BAS (Berbagai Masalah Bahasa Indonesia)

Pengarang     : Ajib Rosidi

Penerbit      : Pustaka Jaya

Tahun terbit : Desember 2010 (Cetakan Pertama)

Halaman       : ±226

Harga Buku    : Rp 52.000,00




Tujuan Pengarang

Memberikan suatu pandangan kepada para pembaca tentang perubahan-perubahan bentuk
penggunaan kata-kata Bahasa Indonesia sehari- hari, yang di pengaruhi oleh berbagai
macam faktor, seperti budaya,serta merasakan mirisnya bahasa nasional sudah tidak bisa di
hargai oleh berbagai oknum pengguna bahasa.

Tujuan Resensator

Resensi buku BUS BIS BAS (Berbagai Masalah Bahasa Indonesia) ini ditujukan untuk tugas
akhir mata kuliah Bahasa Indonesia Fakultas Ilmu Komunikasi, Program Studi Broadcasting
Universitas Mercubuana, Jakarta. Tugas ini juga merupakan sarana pembelajaran kami
bagaimana cara menulis sebuah karya ilmiah yang baik, serta isi dari buku yang kami resensi
ini sangatlah menyadari kami sebagai resensator tentang kurang berartinnya bahasa
nasional kita di mata sebagian orang yang menggunakannya.




                                            2
Kepengarangan

                             Ajib Rosidi (di baca : ayib rosidi) adalah seorang sastrawan
                       bahasa Indonesia, lahir di Jatiwaringin, Majalengka, Jawa Barat pada
                       tanggal 31 Januari 1938.


                              Ketika masih duduk di SMP menjadi redaktur majalah Suluh
                       Pelajar (Suluh Peladjar) (1953-1955) yang tersebar ke seluruh
                       Indonesia. Kemudian menjadi pemimpin redaksi bulanan Prosa
                       (1955), Mingguan (kemudian Majalah Sunda (1965-1967), bulanan
Budaya Jaya (Budaja Djaja, 1968-1979). Mendirikan dan memimpin Proyek Penelitian
Pantun dan Folklor Sunda (PPP-FS) yang banyak merekam Carita Pantun dan
mempublikasikannya (1970-1973).

       Bersama kawan-kawannya, Ajip mendirikan penerbit Kiwari di Bandung (1962),
penerbit Cupumanik (Tjupumanik) di Jatiwangi (1964), Duta Rakyat (1965) di Bandung,
Pustaka Jaya (kemudian Dunia Pustaka Jaya) di Jakarta (1971), Girimukti Pasaka di Jakarta
(1980), dan Kiblat Buku Utama di Bandung (2000). Terpilih menjadi Ketua IKAPI dalam dua
kali kongres (1973-1976 dan 1976-1979). Menjadi anggota DKJ sejak awal (1968), kemudian
menjadi Ketua DKJ beberapa masaja batan (1972-1981). Menjadi anggota BMKN 1954, dan
menjadi anggota pengurus pleno (terpilih dalam Kongres 1960). Menjadi anggota LBSS dan
menjadi anggota pengurus pleno (1956-1958) dan anggota Dewan Pembina (terpilih dalam
Kongres 1993), tapi mengundurkan diri (1996). Salah seorang pendiri dan salah seorang
Ketua PP-SS yang pertama (1968-1975), kemudian menjadi salah seorang pendiri dan Ketua
Dewan Pendiri Yayasan PP-SS (1996). Salah seorang pendiri Yayasan PDS H.B. Jassin (1977).


       Sejak 1981 diangkat menjadi guru besar tamu di Osaka Gaikokugo Daigaku
(Universitas Bahasa Asing Osaka), sambil mengajar di Kyoto Sangyo Daigaku (1982-1996)
dan Tenri Daignku (1982-1994), tetapi terus aktif memperhatikan kehidupan sastera-budaya
dan sosial-politik di tanah air dan terus menulis. Tahun 1989 secara pribadi memberikan
Hadiah Sastera Rancagé setiap yang kemudian dilanjutkan oleh Yayasan Kebudayaan
Rancage yang didirikannya.



                                            3
Setelah pensiun ia menetap di desa Pabelan, Kecamatan Mungkid, Magelang, Jawa
Tengah. Meskipun begitu, ia masih aktif mengelola beberapa lembaga nonprofit seperti
Yayasan Kebudayaan Rancagé dan Pusat Studi Sunda

Keunggulan Buku

Buku Bus Bis Bas ini menyajikan tentang kasalahan dalam penggunaan kata ataupun kalimat
dalam bahasa indonesia, yang di sajikan secara menarik dengan berbagai contoh kesalahan
beserta asal mula terjadinya kesalahan tersebut. Pembaca mungkin tertarik dengan isi dari
buku ini karena mengupas seluk beluk pemakaian bahasa yang kita gunakan sehari-hari,
sehingga kita pun dapat mengetahui,serta mempelajari pemakaian bahasa yang benar

Kelemahan Buku

Kelemahan buku ini adalah kata-kata dari si pengarang yang sangat baku sehingga kadang
kala sebagai orang awam yang kurang mengerti tata penulisan bahasa Indonesia yang baik
dan benar kita mungkin akan sedikit rancu, namun hal itu tidak terlalu berarti, karena
keseluruhan isi dari bacaan ini sangatlah menarik.




                                              4
Sinopsis

                                Perjalanan Menjadi “Aku”




       Penulis Merasa heran ketika mendengar kemenakan dan anak-anak muda yang
berbicara dengannya mempergunakan kata ganti orang pertama “aku”, sebab kata ganti
orang pertama yang beliau sering gunakan adalah “saya”. Begitu pula dengan teman sebaya
beliau yang mempergunakan kata “saya”, dan kata ”aku” biasannya hanya di gunakan pada
teks sastra bahasa saja.

       Penulis merasa bahwa Hal tersebut menunjukan adannya perubahan sosial yang
mempengaruhi alam pikiran tiap individu anggota masyarakat pemakai bahasa. Kata “saya”
di anggap merendahkan martabat seseorang, karena “saya” berasal dari kata “sahaya” atau
sama dengan”hamba” atau juga ” hamba sahaya”, yang berarti budak belian. Kata “hamba”
bermaksud merendah,dalam ati kita mengahargai orang yang kita ajak berbicara. Setelah
masa kerajaan usai “hamba” tidak di pergunakan karena dianggap sangat rendah, maka di
gantikan dengan kata “sahaya” atau “saya”. Kata “aku” hanya di pergunakan pada orang
yang sama derajatnya,atau sudah sangat akrab,dan orang sumatera lebih fasih
mengucapkannya di bandingkan dengan daerah lain. Di Jakarta kata “aku” di pengaruhi oleh
budaya,dan berubah menjadi “gua”, atau “ gue”. Katanya, kata ini berasal dari dielek
cina,yang dahulu menetap di jakarta.Karena Jakarata merupakan pusat ibukota negara,
maka kata “gue” mudah tersebar di berbagai wilayah. Lian lagi dengan suku jawa,yang
menyebutkan “kami” sebagai kata ganti untuk dirinya sendiri, yang sebenarnnya kata ganti
“kami” di gunakan untuk kata ganti orang pertama jamak,mungkin karena suku jawa
menganggap kata “saya” pun kurang sopan jika berbicara dengan orang lain,terutama
dengan orang yang berderajat lebih tinggi. Berbagai perubahan sebutan kata ganti sangatlah
membingungkan, dan ternyata pejalanan dari ”hamba”.”saya”.”kami”, sampai dengan kata
”aku” sangatlah panjang.




                                            5
Kegagalan “Anda”




       Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang kongkrit,karaena dalam pemakaiannya
harus merujuk kepada orang yang di akjak berbicara,dan yang di bicarakan,dan kadang kala
membuat repot beberapa pihak,karena haruslah menyesuaikan diri.

       Hal tersebut mungkin juga di alami oleh seorang wartawan senior H. Rosihan Anwar.
Karena dahulu beliau bersekolah di sekolah belanda,dan mempergunakan bahasa Belanda
sebagai pengantar,maka beliau agak kerepotan untuk mencari kata ganti orang pertama,dan
lebih lagi orang kedua yang tepat di pergunakan. Sejak saat itu,pada tahun 1958 muncul
gagasan dari beliau untuk memakai kata ganti orang kedua. Beliau mengusulkan kepada
pembacanya tentang kata ganti yang tepat,dan kata “ you” yang dianggap sangatlah tepat
untuk di pergunakan,kata tesebut di usulkan oleh seorang mayor penerbang dari daerah
Palembang, yang berarti “anda” dalam bahasa Indonesia.

       Setelah lama,akhirnya “ anda” menjadi populer di masyarakat,dan sering terdengar
secara lisan, maupun tulisan di surat-surat kabar. Keinginan H. Rosihan ternyata tidak bisa
mewakili kata ganti orang kedua dalam bahasa Indonesia, malah menjadikan kata tersebut
satu –satunya kata ganti orang kedua, atau malah menambah kata ganti orang kedua,yang
sebelumnnya sudah ada kata “Saudara”,” Bapak”,” Ibu”,” dan lainnya sesuai dengan situasi
kongkrit dengan pembicara. Kata “anda” mungkin di rasa tidak sopan jika kita berbicara
dengan orang yang lebih tua,atau di hormati. Alhasil jika kita menggunakannya maka orang
yang kita ajak berbicara tersebut pastilah akan merasa marah.

       Dari hal tersebut terlihat kegagala H. Rosihan Anwar dalam mencari kata ganti orang
kedua yang sepadan dengan “you”. Karena dalam bahasa itu sangatlah erat pertaliannya
dengan budaya yang ada di dalam masyarakat,dan hal itulah yang tidak beliau pahami, jadi
dalam setiap menggunakan sebutan pastilah di sesuaikan dengan si pembicara,dan siapa
yang di bicarakan, serta siapa yang di ajak berbicara.




                                               6
Mengeja Nama Sendiri




       Pada masa revolusi Mr. Suwandi, menteri pendidikan pengajaran dan kebudayaan
(sekarang Kementrian Pendidikan Nasional), mengubah pengejaan bahasa Indonesia dengan
menggunakan huruf latin yang sebelumnya di atur dalam ejaan Van Ophyusen (1901),
perubahan terbesar adalah penggantian “oe” dengan “u” . Penggunaan “oe” yang di
bunyikan sebagai”u” berasal dari bahasa Belanda. Van Ophyusen adalah orang Belanda yang
di tugaskan untuk mengatur penulisan ejaan bahasa melayu,dengan menggunakan bahasa
Olanda(Latin). Kerena pada masa itu banyak orang menulis dengan sembarangan , seperti
kata “air”, ada yang menulis dengan “aer”,”ayir”,” ayer”, dan lain sebagainnya.

       Pada masa Mr.Suwandi, ada seorang ahli purbakala bernama Suhamir, mengusulkan
agar bahasa Indonesia lebih efisien,sebaiknnya menukar “oe” dengan “u”. Pemakaian kata
“oe” sangatlah mudah di gunakan dalam bahasa Belanda, sedangakan “U” dalam bahasa
Belanda jga di pergunakan,namun di bunyikan secara berbeda, kadang kala di bunyikan “a”.
Namun dalam bahasa Indonesia “u” selalu berbunyi “u” di mana pun di tempatkannya.

       Dalam penulisan nama, ejaan di serahkan sepenuhnnya oleh si empunya nama, dan
semenjak itu banyak orang yang mempunyao nama “oe” mengganti namannya dengan
menggunakan “u”, seperti Maria Ulfah, Usmar Ismail, Mochtar Lubis, dan lain-lain.
Walaupun begitu tetap saja ada yang mempertahankan ejaan Van Ophuysen, seperti,
Boedjoeng Saleh, atau mengkombinasikannya seperti pada nama Pramudya Ananta
Toer,dimana pada kata “Toer” merupakan nama dari orang tua beliau. Atau dengan
berbagai cara penulisan lainnya.

       Sekarang ini pun penulisan nama menurut EYD juga di serahkan kepada si empunya
nama, bagaimana mereka menulis serta mengaeja namannya sendiri, hal itu mungkin di
adopsi dari masyarakat bahasa Inggiris,yang menyebutkan ”How do you spell it ?”, atau juga
bahasa Jepang tentang bagaiman mengeja nya dalam huruf kanji. Para pakar penyusun EYD
nampaknnya bercermin dari 2 negara tersebut,tanpa memikirkan bahwa bahsa Indonesia
memiliki watak yang berbeda dengan bahasa Inggris atau juga Jepang.

                                   “Sistim” dan “ Sistem”
                                             7
Bukti bahwa penyusun EYD bercermi pada bahasa Inggris terdapat pada kata “sistim”
yang di ubah menjadi “sistem”. “Sistim” berasal dari bahasa Belanda (yang mempengaruhi
bahasa Indonesia pada masa penjajahan ), yang di tulis “systeem”. Mengapa di ubah
menjadi “sistem”, yang konon berasala dari bahasa Inggris “system”?

       Alasan dari para pakar EYD adalah kata- kata asing harus di eja sesuai dengan ejaan
bahasa Inggris. Hal tersebut menimbulkan masalah karena banyak kata-kata bahasa Belanda
yang masuk ke perbendaharaan kata dalam bahasa Indonesia,dan telah di anggap
pribumi,padahal kata tersebut ada juga di dalam bahasa Inggris.

       Tidaklah semua kata yang berasal dari bahasa Belanda di Inngriska,contohnnya :
“televisi”,”administrasi”,” kombinasi”,” polusi”, yang dalam bahasa Belanda ”televisie”,”
administratie”,” combinatie”,”poluttie”. Hal tersebut menunjukan ketidak konsisten an EYD.

       Seharusnya kata-kata pinjaman, pungutan dari bahasa asing menjadi milik kita,
karena sedah melebur ke dalam bahasa Indonesia,dan tidak perlu di ganti, atau di buang
selama kita masih mempergunakannya.

       Perubahan bunyi “i” menjadi “e”(pepet) tersebut tidak berhenti di situ saja. Lihat
saja presiden ke dua kita Soeharto yang tidak bisa menybutkan akhiran –kan, melainkan
dengan       -ken. Hal tersebut mungkin juga di pengaruhi oleh budaya jawa, atau daerah
lainnya yang berakhir dengan “e”(pepet)




                                 Ketidakkonsistenan EYD



                                             8
Penulis telah membuktikan bahwa EYD tidak konsisten, namun sebenarnya EYD
penuh dengan ketidakkonsistenan. Hal tersebut menjadi aneh, karena EYD merupakan
“pembakuan bahasa”, maksudya EYD harus menjadi pedoman atau rujukan bagi mereka
yang ingin berbahasa Indonesia baku.

       Adanya pasal dari EYD yang membebaskan ejaan sebuah nama sesuai dengan
pemiliknya sendiri. Hal tersebut sangatlah membingungkan bagi oarng lain yang ingin
menyebutkan nama seseorang,dan dalam pencarian ensiklopedia mungkin sebuah nama
yang berbeda huruf atau bacaan mungkin dapat menyesatkan para pembaca, jika tidak di
tambah dengan keterangan yang lebih memperjelas status seorang tersebut.

       Ketidak konsisiten lain adalah masih di gunakannya huruf ganbung untuk sebuah
fonem, seperti contoh “ng, dan “ny” yang sering di pakai di dalam bahasa Indonesia, alasan
mereka masih menggunakan kedua huruf tersebut sangatlah simpel, bahwa huruf yang
sesuai tidak ada di mesin cetak atau mesin ketik manapun,sehingga sukar untuk di pakai.

       Satu contoh lagi adalah penggunaan huruf ”e” (pepet),dan ”e” (tajam), seperti kata
“macet”,”ruwet”,”gamelan”,”televisi”,”gerebek”,”ide” dan lain sebagainnya. Dari kasus
tersebut seharusnya di beri penyelesaian yang jelas agar tidak terjadi salah ucap.




                                         Bus Bis Bas




                                              9
Perkataan bis dan bus berasal dari bahasa Belanda bus. Dalam bahasa Belanda vokal u
diucapkan dekat seperti vokal eu dalam bahasa Sunda, tetapi terletak antara mengucapkan
vokal u dan i. Oleh karena itu, sebagian yang mendengarnya dekat dengan ucapan vokal i,
menyebutnya bis, sedangkan mereka yang mendengarnya dekat dengan ucapan vokal u,
menulisnya dengan bus, sama dengan ejaannya dalam bahasa Belanda. Dalam praktik
sehari-hari kita menyaksikan kedua perkataan itu, baik yang ditulis bus maupun yang ditulis
bis sering kita jumpai digunakan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi II (1991)
kedua kata itu tercantum sebagai entri. Kata bis mempunyai salah satu arti yang dirujuk
kepada entri bus yang artinya yang pertama "kendaraan bermotor angkutan umum yang
besar, beroda empat, atau lebih yang dapat memuat penumpang banyak."


Dengan demikian, KBBI mengakui baik bis maupun bus sebagai kata bahasa Indonesia yang
sah. Tidak ada keterangan yang menyatakan salah satunya baku atau tidak baku. Artinya,
keduanya baku.

Dalam bahasa Malaysia, kendaraan seperti itu disebut bas, karena mereka mengambilnya
dari bahasa Inggris. Dalam bahasa Inggris walaupun ditulis seperti dalam bahasa Belanda,
yaitu bus, diucapkan bas. Bahasa Malaysia secara konsisten menuliskan kata-kata pinjaman
dari bahasa Inggris sama dengan cara diucapkannya, namun dengan EYD.

Akan tetapi, dalam bahasa Indonesia, meskipun bersepakat dengan Malaysia menggunakan
EYD, dalam menuliskan kata-kata dari bahasa asing (baik dari bahasa Inggris maupun bahasa
Belanda atau bahasa asing lainnya), sering tidak konsisten menggunakan EYD, sehingga kita
menemukan truck yang seharusnya truk, condominium yang seharusnya kondominium;
cover yang seharusnya kover, credit yang seharusnya kredit, dan lain-lain. Begitu pula ada
yang menulis manager ada yang menulis manajer; ada yang menulis diskon ada yang
menulis discount dan diskonto; ada yang menulis subyek tetapi ada yang menulis subjek
(dan keduanya dianggap baku oleh KBBI), begitu pula ada yang menulis obyek dan ada yang
menulis objek, dan lain-lain.


Sampai sekarang Pusat Bahasa agaknya merasa cukup hanya dengan menerbitkan KBBI
sebagai rujukan cara penulisan yang seharusnya. Sayangnya, KBBI juga setiap edisi sering
menimbulkan kontroversi dengan edisi sebelumnya, seperti ditunjukkan Duta Besar Belanda
                                            10
Nikolaos van Dam ketika membahas KBBI edisi IV dengan membandingkannya dengan edisi
III dalam rubrik Wisata Bahasa ("PR", 28/6).


Menulis dengan ejaan semaunya itu setiap hari kita lihat dalam surat-surat kabar, majalah-
majalah dan bahkan juga dalam buku-buku yang diterbitkan lembaga resmi pemerintah
yang seharusnya lebih taat dalam menggunakan EYD.

Di samping itu, aturan EYD tentang penulisan awalan, akhiran, dan preposisi juga tampak
belum dikuasai oleh banyak pengguna bahasa Indonesia, sehingga mereka tidak
membedakan waktu menulis awalan di dan ke dengan menulis preposisi di dan ke, sehingga
semuanya disatukan atau semuanya dipisahkan. Sehingga sering kita baca, "Dia dipukul
gurunya dikelas", atau "Dia di pukul gurunya di kelas", atau, "Dia kepergok oleh istrinya
ketika bulan Puasa makan sate dipasar", atau, "Dia ke pergok oleh istrinya ketika bulan
Puasa makan sate di pasar", dan lain-lain.


Pemakaian akhiran an dan kan juga sering menimbulkan kekacauan, sehingga kita baca
tulisan "Rumah ini akan dikontrakan" (dengan satu k), artinya akhiran yang digunakan
adalah akhiran an, karena kata dasarnya kontrak, padahal seharusnya akhiran kan, sehingga
harus ditulis dikontrakkan (dengan dua k). Kata dasarnya kontrak, bukan kontra. Bagi
mereka yang sering kebingungan apakah harus menggunakan satu atau dua huruf k,
sebaiknya mereka mencoba membentuk kata searti yang huruf akhirnya bukan huruf k,
misalnya kata beri maka akan menjadi diberikan, kalau musnah maka akan menjadi
dimusnahkan. Artinya, akhiran yang digunakan adalah kan, sehingga kata yang berakhir
dengan huruf k itu harus ditulis dengan dua k (kk).

Kekeliruan-kekeliruan seperti itu sebenarnya tidak usah terjadi kalau yang menulisnya sering
memperhatikan bagaimana kata-kata demikian ditulis dalam buku-buku yang baik
bahasanya seperti karya-karya sastra. Kekeliruan penulisan itu hanya menunjukkan bahwa
yang menulisnya kurang bergaul dengan bahasa dan kalimat-kalimat bahasa nasionalnya.
Seharusnya ada buku standar tentang penggunaan bahasa Indonesia yang bisa dijadikan
pegangan buat seluruh bangsa dalam berbicara atau menulis dalam bahasa nasional. Orang
Inggris punya buku-buku Oxford yang mereka jadikan pedoman dalam berbahasa, orang
Belanda mempelajari "beschafde Hollands.
                                               11
Kata Penghubung yang Hilang


       Di pinggir jalan di kota Muntilan Jawa Tengah menuju ke kawasan Borobudur,ada
sebuah toko kerajinan perak bakar yang memasang papan merek sangat besar berbunyi “
Anshor’s Silver. Cabang Kota Gede.” Penulis terheran ketika melihat bacaan tersebut,
mengapa ada cabang Kota Gede ( bagian dari kota Yogyakarta) berada di kabupaten
Magelang,pinggiran jalan menuju Borobudur?. Menurut pengajaran bahasa Indonesia yang
pengarang dapat, bahwa “cabang” adalah tempat perwakilan dar sebuah instasi,
perusahaan, atau juga organisasi yang berada di wilayah tersebut, sebsgsi contoh “ Partai
Nahadatul Ulama cabang Magelang”, berate di magelang itu merupakan kantor cabang,
sedangkan pusatnya berada di Jakarta. Jadi kalimat yang benar adalah “Anshor’s
Silver.Cabang dari Kota Gede.” Artinya yang terletak di jalan Borobudur tersebut merupakan
cabang,sedangkan pusatnya berada di Kota Gede.

       Penghilangan kata penghubung pada kasus tersebut dapat menimbulkan kesalah
pahaman. Menghilangkan kata penghubung dengan alasan “ekonomisasi bahasa” yang
biasa di peruntukan oleh wartawan, untuk memadatkan suatu berita dapat menimbulkan
kesan yang jauh ,serta dapat mempengaruhi pemakaian bahasa Indonesia dalam
masyarakat,dan juga kekacauan pada masa yang akan datang.




                                  Logika dalam Bahasa

       Para pakar bahasa Indonesia mempunyai kecenderungan hendak menata, bahkan
“menertibkan” pemakaian bahasa Indonesia agar “logis”. Contohnya :


                                           12
•   Rombongan itu terdiri dari 24 orang → rombongan itu terdiri atas 24 orang.
             •   Saya datang ke Jakarta sore hari → saya datang di Jakarta sore hari.


Kata “ terdiri dari” dalam contoh pertama digantikan dengan kata “terdiri atas”, karena
mungkin berdasarkan logikanya, orang yang berdiri itu selalu di atas sesuatu. Lalu pada
contoh kedua, kata penghubung “ke” hanya boleh dipakai dalam hubungan dengan kata
kerja “pergi”, seperti contoh “Saya pergi ke Balikpapan”. Keduan ungkapan tersebut sudah
jadi, lalu kita sebagai pemakainya adalah mempergunakan sebagaimana adanya.

       Kata “auto mobile” yang berasal dari bahasa Inggris, dan diadopsi ke dalam bahas
Indonesia menjadi “oto” dan “mobil”, yang artinya adalah bergerak sendiri. Namun dalam
bahasa Malaysia, menyebutkan benda tersebut dengan “kereta” yang dalam bahasa
Indonesia merupakan “kereta api” atau “kereta mesin”. Orang Malaysia sepakat
menyebutkan “mobil” ( dalam bahasa Indonesia) sebagai “kereta”.


       Dari pemakaian kata yang berbeda untuk menamakan benda yang sama, terlihat
bahwa setiap pemakaian bahasa, memilih dan menyepakati kata – kata yang hendak
dipakainya. Dan dalam pemiihan dan kesepakatan itu, tidak ada sama sekali logika yang
digunakan.


       Contoh lain dari logika bahasa, terdapat tanda kalimat “ Wah, wangi orang
menggoreng ikan!”, padahal yang dimaksud adalah wangi ikan yang sedang digorenng. Tapi
mereka yang mendengar kalimat tersebut tidak akan mengira bahwa yang dimaksud oleh si
pembicara adalah parfum yang dipakai oleh orang yang sedang menggoreng ikan itu. Bahasa
mempunyai logika sendiri berupa ungkapan.




                         Kata Pungutan yang Mengusung Arti Asalnya.


       Sebagai bahasa yang sedang tumbuh, bahasa Indonesia banyak memungut kata, baik
dari bahsa asing, maupun bahasa daerah. Dalam sejarah perjalanannya, pada awalnya kata

                                               13
– kata dari bahasa sanskerta banyak yang masuk ke dalam perbendaharaan kata bahasa –
bahasa di nusantara, termasuk bahasa melayu, tetapi terutama bahasa – bahasa di pulau
Jawa dan Bali. Kemudian masuklah kata – kata pungutan dari bahasa Arab, seiring dengan
datangnya agama Islam. Dan disaat penjajah Belanda, bahasa Indonesia banyak
memungutnya. Sekarang bahasa Indonesia setiap hari memungut kata – kata baru dari
bahasa Inggris. Bahkan kata – kata dalam perbendaharaan bahasa Melayu yang telah
menjadi bahasa Indonesia pun dianggap kurang “gengsi”, contoh :


   •   pilihan → opsi ( berasal dari bahasa Inggris = option )
   •   penerangan → informasi ( berasal dari bahasa Inggris = information )
   •   lambang → simbol ( berasal dari bahasa Inggris = symbol )


Begitu pula dengan kata – kata yang dipungut dari bahasa Belanda yang sudah populer,
sehingga seakan sudah menjadi milik sendiri banyak yang dikalahkan oleh kata – kata dari
bahasa Inggris, seperti “redaktur” oleh “editor”, “korting” oleh “ diskon”, “sositet” oleh
“club house”, dan sebagainya. Ada juga kata yang ditulis seperti pungutan dari bahasa
Belanda, diucapkan secara bahasa Inggris, seperti “klub” diucapkan “klab”, “uniform”
diucapkan “yuniform”, dan lain – lain.




                                “Perempuan” dan “Wanita”


       Pada masa pasca orde baru, kata “perempuan” tampil lagi. Tadinya kata tersebut
hampir dilupakan, karena ada kata “wanita” yang menggantikannya. Pada waktu itu ada
anggapan, kata “perempuan” itu kasar dan sekarang orang justru menganggap kata tersebut
lebih menghargai kaum yang dianggap lemah itu, karena berasal dari kata “empu” atau
tempat “berempu”. Sedang kata “wanita” dianggap hanya memandang mereka sebagai
obyek syahwat laki – laki sejalan dengan ungkapan “tahta, harta, dan wanita” sebagai tujuan
hidup dan keberhasilan laki – laki dalam hidup hedonis.

       Dalam masa tersebut, bahas Indonesia mengalami proses feodalisasi yang intensif,
mungkin karena presiden Soeharto hendak memaksakan kebudayaan Jawa Mataram yang
feodal menjadi anutan seluruh bangsa Indonesia.
                                              14
Setelah masa reformasi, kata – kata feodalistik demikian cenderung dihindarkan.
Kata “ perempuan” dipopulerkan lagi akan tetapi, berbahasa feodalistik, terutama di
kalangan birokrat terlanjur sudah melembaga, sehingga sampai sekarang juga masih
terdengar. Ada juga yang masih beranggapan bangsa kita masih bersifat feodal, yang
menduduki jabatan di watas, wajar kalau diperakukan sebagai raja, sedangkan rakyatnya
harus melayani atasannya.


       Dalam masyarakat demokrasi sistem berbahasa seperti itu bertentangan dengan
keegaliteran sesame manusia. Islam yang menganggap manusia sama dimata Allah SWT,
kecuali ketakwaannya, niscaya tidak akan membeda – bedakan manusia berdasarkan darah
dan kedudukan sosialnya.




                            Arti Kata yang Berubah dan Kata Majemuk


       Dahulu dalam bahasa Melayu ( dan Indonesia) kata “ acuh” tak pernah berdri sendiri,
selalu dalam bentuk kata jadian ( “ tidak diacuhkan”, “ tidak mengacuhkan”, “ tidak acuhkah
dia?”) dan selalu dalam bentuk negative. Ungkapan yang yang tepat adalah “ dia bersikap
acuh tak acuh”, artinya tak memperdulikan orang lain.


       Dalam beberapa belas tahun belakangan ini, kata tersebut sering kita dapati berdiri
sendiri, misal “ orang semua sibuk bekerja, dia acuh saja”. Dalam hubungan pengertian,
kalimat tersebut dahulu akan diucapkan “ orang semua sibuk bekerja, dia bersikap acuh tak
acuh saja .”


       Perkataan lain yang menglami proses demikian adalah “ bergeming”, yang berarti
tidak jatuh atau ambruk waktu dipukuli, seperti dalam “ dia dipukul dengan keras, tetapi
tidak bergeming”. Namun sekarang kata “ bergeming” itu sendiri sering digunakan dengan
arti “ tidak bergeming”. Misalnya, “ dia bergeming meskipun diserang kiri kanan.”
Pertukaran arti seperti itu harusnya diteliti dengan cermat. Tetapi tidak mustahil hal itu
disebabkan oleh pemakaian kurang cermat waktu pertama kali menyerap kata – kata
tersebut.


                                            15
Gejala lain yang menari adalah pembentukan kata majemuk dari dua kata yang
mempunyai atri yang sama. Misalnya kata “ pencak” ( dari bahasa Sunda “penca”) yang
artinya sama dengan silat dalam bahasa Melayu. “ Pondok” dan “pesantren” yang berasal
dari Jawa dan Sunda. Mengapa kata tersebut disatukan, padahal dengan menggunakan
salah satu dari kata tersebut, sudah jelas artinya.

         Pembentukan kata – kata majemuk dengan arti yang sama, nampaknya produktif
juga dalam penggunaan kata seperti, “ menumbuh – kembangkan”,” menjelas – terangkan”
dan sebagainya.




                                         Rujukan Berbahasa


         Dalam berbahasa Indonesia orang berpegang pada contoh yang ada. Pengajaran BI
di sekolah harusnya menjadi tempat pembelajaran para siswa mengambil contoh berbahasa
“ yang baik dan benar”. Pribahasa Melayu yang berbunyi “ bahasa menunjukkan bangsa”
bukanlah berarti bahwa bahasa yang digunakan oleh seseorang menunjukkan
kebangsaannya. Meskipun menggunakan bahasa Inggris, orang India Filipina, Australia,
Kanada dan Amerika, bukanlah bangsa Inggris. Pengertian “ bangsa” disitu bukanlah nasion (
nation                          ),                     melainkan                          “
bangsawan “. Artinya cara seseorang berbicara atau berbahasa menunjukkan apakah dia
keturunan bangsawan atau bukan. Mengapa? Karena dahulu hanya orang – orang
bangsawanlah yang mewajibkan keturunannya mempelajari berbahasa dengan tertib dan
baik, sehingga dapat menyampaikan pikiran dan perasaannya dengan tertib dan baik pula.

         Berbahasa sekarang hamper sepenuhnya diserahkan kepada sekolah ( bukan hanya
berbahasa ), kita tahu hasilnya jauh dari memuaskan. Di luar sekolah, dengan waktu yang
lebih lama, anak – anak dibiarkan belajar berbahasa sendiri, karena bahasa hanya dianggap
sebagai ekspresi pribadi, sehingga yang dipentingkan adalah “ bahasa gaul”. Dan “ bahasa
gaul” itu pulalah yang banyak digunakan dalam televisi ( terutama sinetron ), sehingga anak
dengan leluasa belajar menggunakannya sendiri. Yang pada umumnya anak – anak lebih
suka menonton televisi daripada membaca yang bahasanya lebih baik, namun tulisan –

                                               16
tulisan yang ada dalam bacaan anak – anak, seperti tabloid atau artikel pada Koran juga
menggunakan bahasa gaul dengan alasan agar lebih diminati ( artinya dibeli atau dilanggan
untuk anak – anak, dengan kata lain tujuannya semata – mata bersifat komersial ).

       Orang – orang tua pun dalam berbahasa kebanyakan mencontoh bahasa televisi dan
surat kabar yang susunan kalimat dan piihan kata – katanya sering semaunya, karena
berprinsip “ asal dimengerti”, sehingga kalau berbicara mereka juga “ asal dimengerti”.


       Sesungguhnya sekarang terbuka lebar kesempatan untuk lembaga perguruan tinggi
untuk menyusun buku – buku yang dapat dijadikan rujukan berbahasa masyarakat. Peranan
Oxford University dan Cambridge University dapat saja dilaksanakan oleh salah satu
perguruan tinggi di Indonesia untuk member contoh bahasa Indonesia yang dapat dijadikan
rujukan seluruh bangsa.




                                        “Kita“ dan “Kami”

       Dalam bahasa Indonesia kita mengenal kata “ kami” dan “ kita” sebagai kata ganti
orang pertama jamak. Dalam pemakaian sehai – hari sekarang dalam masyarakat, kedua
kata itu sering dipertukarkan. Yang seharusnya “ kami”, digunakan “ kita”. Kata “ kita” juga
sering digunakan sebagai kata ganti orang pertama tunggal. Kedua kata itu diwarisi dari
bahasa Melayu, dan ada ketentuan yang membedakan kata tersebut. Dan dalam bahasa
Indonesia juga ada perbedaan itu.

       Baik “ kita” maupun “ kami” adalah kata ganti orang pertama jamak, atau istilah KBBI
: “ pronomina persona pertama” . Bedanya “kita” memasukkan orang yang diajak berbicara,
sehingga meliputi “ saya”, “ dia” atau “ mereka”, dan “ kamu”; sedangkan “kami” tidak
memasukkan orang yang diajak berbicara.

       Adanya kata “ kita” dan “ kami” sebagai kata ganti orang pertama jamak yang
mempunyai perbedaan arti, merupakan suatu yang khas bahasa Melayu dan juga bahasa
Indonesia. Dalam bahasa Inggris hanya ada “ we”. Mungkin itu pula lah maka timbul


                                             17
rancuan antara “ kita” dan “ kami” dalam penggunaannya dalam masyarakat sekarang, yaitu
di kalangan mereka yang terdidik dan tengah belajar bahasa Inggris.


       Kelebihan yang kita punyai itu, ialah punya istilah “ kita “ dan ” kami” yang punya arti
berbeda merupakan kekayaan bangsa yang khas. Yang seharusnya pemakaiannya digunakan
dengan tertib. Perbedaan antara “kita” dan “kami” sebagai kekayaan khas bangsa Indonesia,
sebaiknya tetap dipertahankan, menunjukkan bahwa bahasa Indonesia kaya dengan nuansa.




                                          Cecak dan Buaya


       Dalam ilmu bahasa ada yang disebut metafora, atau perumpamaan, yaitu menyebut
sesuatu padahal yang dimaksudnya yang lain, contoh “ lidahnya tajam”, maksudnya bukan
mengatakan bahwa orang itu memiliki lidah yang tajam seperti pisau melainkan orang itu
sering berucap kata – kata menyakiti. Metafora yang sering diulang digunakan oleh semua
orang dalam suatu bahasa, sehingga menjadi kekayaan bahasa tersebut, dinamakan
peribahasa atau ungkapan. Istilah “ metafora” diapakai untuk menyebut perumpamaan
baru. Para sastrawan dan pemimpin, umpamanya sering membuat metafora baru yang
orisinal, misalnya Chairil Anwarmenyebutkan dirinya sebagai “binatang jalang yang dari
kumpulannya terbuang”, begitu juga para pemimpin dalam pidatonya, seperti Soekarno
dalam pidatonya yang kemudian disebut “ lahirnya Pancasila” menyebut kemerdekaan
bangsa dengan “ jembatan emas”.

       Dengan demikian metafora lahir setiap saat dari mulut atau pena pengguna bahasa,
baik sastrawan maupun pemimpin, karena itu ketika beberapa waktu yang lalu seorang
petinggi kepolisian mengucapkan semacam metafora yang maksudnya hendak menyatakan
bahwa wakil ketua KPK yang telah menyebut namanya sehubungan dengan kasusnya itu tak
punya kekuatan yang berarti dibandingkan dengan dirinya, “ cecak melawan buaya”
menimbulkan tanda Tanya. Memang kalau membandingkan kekuatan fisik, cecak tidak ada
artinya dibanding buaya, tetapi dalam pengertian lain, dapat dikonotasikan tertentu,
sehingga mengasosiasikan pikiran pendengarnya akan sipat – sipat buruk yang sudah
melekat pada “buaya”.

                                              18
Ke Luar Kota


          Waktu masih tinggal di Jakarta, kalau ada orang yang mau menemui tetapi pada
waktu yang dia sebutkan saya tidak aka nada di tempat, karena pergi keluar Jakarta, saya
dengan mudah mengatakan, “ maaf ya, waktu itu saya tidak aka nada di rumah, akan pergi
keluar kota”. Hal yang wajar, karena saya tinggal di sebuah kota, yaitu Jakarta. Walaupun
sebenarnya saya tinggal di kampong yang termasuk pinggiran kota Jakarta.

          Tetapi sekarang saya tinggal di desa Pabelan, di tengah sawah, bukan kota, maka
kalimat seperti itu tidak bisa saya gunakan. Tidak lazim orang mengatakan, “ maaf ya, pada
waktu itu saya tidak akan ada di rumah, saya pergi keluar desa” walaupun kenyataannya
begitu.

          Ungkapan “ pergi keluar kota” berarti pergi dari kota tempat tinggal yang
bersangkutan, tanpa mempedulikan apakah perginya itu memang keluar kota ( = desa)
ataukah ke kota lain yang sebenarnya bukan “ luar kota”. Namun orang yang mendapat
jawaban demikian tidak akan peduli apakah orang yang hendak dia kunjungi itu pergi keluar
kota benar – benar atau tidak, yang penting baginya bahwa dia tidak bisa bertemu dengan
orang tersebut di tempatnya.

          Yang paling aman ialah mengatakan bahwa “ maaf ya, pada waktu itu saya tidak aka
nada di tempat.” Jawaban demikian dapat juga disampaikan walaupun saya tinggal di
Jakarta atau kota lain.


          Istilah “ di luar kota” digunakan untuk menyebut tempat yang bukan berada dalam
atau di kota. Berbeda dengan ungkapan “ pergi keluar kota” yang bisa berarti “ pergi ke kota
lain”, maka ungkapan ” tinggal di luar kota, hanya bisa berarti bahwa dia tidak tinggal di
dalam kota, melainkan di desa atau kampong.


          Istilah “ luar kota” bisa berarti tempat yang juah dari “ kota”, artinya bisa “ desa”
bisa juga “ kampong”. Yang jelas bukan lagi termasuk “ kota” tetapi istilah “ luar kota” lebih
kuat berasosiasi dengan “ kota” daripada denga “ desa” apalagi “ kampung”. Orang

                                               19
cenderung mengatakan “ saya tinggal di luar kota”, dari pada mengatakan “ saya tinggal di
desa” atau “ kampung”. Karena dia ingin termasuk ke golongan orang sekolahan yang tau
sopan santun dan peradaban.




                              “Pasca” – Bagaimana membacanya?

        Setelah EYD disahkan pada tahun 1972, muncul kata “pasca” yang segera menjadi
popular. Kata – kata yang menggunakan “pasca” bermunculan : pasca sarjana, pasca pemilu,
dan lain – lain.


        Karena dipopulerkan setelah peresmian penggunaan EYD, maka saya mengira kata
“pasca” diucapkan seperti kata “ pastja” dalam ejaan lama. Karena itu saya bingung, ketika
dalam televisi, orang – orang pintar ada yang mengucapkan “ pasca sarjana “ itu bukan “
pasca sarjana” menurut ejaan lama, melainkan “ paska sarjana”. Mungkin karena “ Coca –
Cola” diucapkan “ Koka – Kola” ,” Canada” diucapkan “ Kanada”, “ Casablanca “ dibaca “
Kasablanka”. Jadi, “ C” dibaca “K”. padahal dalam EYD dikatakan bahwa “ C” menggantikan “
TJ” .

        Sebenarnya ada pedoman penulisan istilah dari bahasa asing, namun karena kurang
dipopulerkan dan karena pihak Pusat Bahasa sendiri merasa cukup, hanya dengan
menerbitkan pedoman – pedoman demikian, tidak diikuti oleh usaha mempopulerkannya.
Dengan melakukan pendekatan – pendekatan khusus secara langsung kepada pengguna
bahasa, maka kekacauan tersebut terus terjadi.




                                           Huruf Latin


        Sekarang bahasa Indonesia terutama ditulis dengan menggunakan huruf Latin yang
oleh orang Malaysia disebut huruf Rumi. Sebelumnya ( dan sebenarnya sekarang juga masih
ada yang melakukannya ), bahasa Melayu yang kemudian menjadi bahasa Indonesia ditulis
dengan huruf Arab. Huruf Arab yang digunakan untuk menulis bahasa Melayu disebut juga

                                           20
dengan huruf Jawi. Yang digunakan untuk menulis bahasa Jawa disebut huruf Pegon,
sedangkan yang digunakan untuk menulis bahasa Sunda adalah huruf Arab gundul.


       Huruf latin dperkenalkan untuk menulis bahasa Melayu oleh orang Belanda dan
Inggris. Orang Belanda memperkenalkan huruf Latin untuk menulis bahasa MElayu ( dan
bahasa ibu lainnya. ) di wilayah jajahannya, yaitu Hindia Belanda yang kemudian menjadi
wilayah Republik Indonesia. Sedangkan orang Inggris memperkenalkan huruf Rumi untuk
menulis bahasa Melayu di wilayah jajahannya juga.

       Walaupun bahasa Belanda dan bahasa Inggris ditulis dengan menggunakan tulisan
yang sama yaitu huruf Latin, namun ejaan yang mereka pakai berlainan. Ejaan bahasa
Belanda boleh dikatakan secara konsisten. Melafalkan setiap huruf tetap walaupun
ditempatkan dimanapun juga dalam kata meskipun ada huruf rangkap (oe, tj, dj,ng,nj,au).
Berlainan dengan bahasa Inggris yang melafalkan huruf tertentu berbeda dalam beberapa
kalimat




                                  Penguasaan Bahasa

Dai hasil riset murid SD, hasilnya menunjukan bahwa lebih dari seribu orang yang
kemampuan berbahasanya sangat rendah dan hanya sebagian kecil saja yang cukup baik.
Umumnya mereka tidak menguasai EYD, tiak dapat mnggunakan kata yang tepat, dan belum
mampu menyusun kalimat secara tertib. Sebenarnya keterampilan berbahasa dapat dilatih
tidak secara khusus yang menghabikan waktu belajar. Kemampuan anak dalam berbahasa
akan semakin baik bila mereka juga gemar membaca buku.kemampuan membaca akan
memperluas wawasan dan kearifan oang. Dan sayangnya kegemaran membaca bangasa kita
temasuk yang terendah di dunia.




                       Peranan Pers dalam Pengembangan Bahasa


                                           21
Peanan pers dalam perkembangan bahasa melayu menjadi bahasa nasional Indonesia telah
diakui secara uninum pada tanggal 28 Oktober 1928. Peran itu semakin besar karena
sesudah merdeka pers yang ada semua menggunakan bahasa Indonesia, hanya beberapa
yang menggunakan bahasa Inggris. Dalam bahasa lisan radio dan televisi sering kita dengar
bahasa yang rancu dimana penyiar menyampaikan kata-kata atau nama-nama asing yang
sepertinya tidak dikenal oleh si pembawa berita. Hal itu karena kemalasan si pembawa
berita yang tidak mau mencari arti kata tersebut didalam kamus. Kemalasan lain yang juga
banyak berpengaruh dalam penggunaan bahasa ialah meluluhkan semua huruf “p” jika
mendapat awalan me-.




                             “Sama”, “Dengan”, dan “Oleh”

Pengaruh bahasa Melayu Pasar dalam bahasa Indonesia telah berlangsung lama. Saat itu
hanya satu atau dua majalah yang menggunakan bahasa yang disebut Melayu Tinggi.
Meskipun sebagian orang menganggap bahasa Melayu Pasar merupakan bahasa yang
buruk, namun tokoh Pembina bahasa Indonesia S. Takdir Alisjahbana sudah mekaui arti
bahasa melayu pasar untuk pengembangan bahasa Indonesia.

                              Lafal Baku Bahasa Indonesia

Ada yang berpendapat bahwa lagam bahasa Indonesia yang baik adalah lagam Medan.
Tetapi itu hanya pendapat segelintir orang saja, jangankan disepakati oleh forum yang
berwenang. Masalah pengucapan dan lagam berbahasa lisan merupakan bagian dari ilmu
bahasa yang kurang mendapat perhatian ahli bahasa. Memang bahas yang digunakan di Ibu
Kota Negara member pengaruh yang besar di negara tersebut. Di Indonesia sebagian besar
acara televisi menyiarkan bahasa gaul yang bertumpu pada dialek Jakarta. Dan sangat jarang
sekali bahasa Indonesia baku tampil di layar kaca. Biarkanlah berbagai lagam bahasa
tumbuh dan berkembang secara wajar. Yang tidak boleh apabila dipaksakaan atau dibuat-
buat.




                                    Interfensi Bahasa

                                           22
Interfensi biasanya dilakukan oleh orang dwibahasawan. Orang Indonesia yang hidup
dengan berbagi bahasa melihat interfensi bukan sutu hal yang ganjil. Setiap orang Indonesia
yang hidup di pedalaman atau kota-kota kecil paling tidak mengenal dua macam bahasa
yaitu bahasa ibu dan bahasa nasional bahkan bahasa asing. Interfensi itu terjadi karena
mereka menggunakan bahasa Indonesia yang bukan bahasa ibunya.




                                       Hukum DM

Dalam bahas Indonesia kata-kata majemuk susunan yang sebaliknya, bukan kata yang
menerangkan lebih dulu melainkan kata yang diterangkan dahulu. S. Takdir Alisjahbana
manyebutakan bahwa di Indonesia berlaku hukum DM, yaitu kata yang diterangkan
letaknya sebelum kata yang menerangkan. Ketentuan demikian jauh berbeda dengan
bahasa Inggris atau Belanda yang mendahulukan menerangkan dari pada diterangkan.




                                   Kemalasan Birokrat

Terkadang banyak orang merasa malas dan hanya ingin enaknya saja dalam mengerjakan
sesuatu misalnya membuat surat. Mereka terbiasa memanfaatkan teknologi percetakan
dengan membuat surat secara seragam dan hanya mengosonkan bagian nama, dan tanggal.
Surat diseragamkan untuk dikirimkan ke siapa saja. Tanpa memperhatiakan siapa yang
dituju serta maksud dan tujuannya. Sikap yang demikian niscaya akan membuat oaang yang
dikirimi merasa tidak dihormati dan dihagai sebagai pribadi karena penulis tidak tertarik
untuk mengenali dan memperhatikan orang yang dituju.




                          Bahasa Indonesia dan Bahasa Melayu

Dalam UU NO 24/2009 tentang bendera , bahasa, dan lambang Negara serta lagu
kebangsaan, tedapat hal yang menarik yaitu tidak dinyatakan bahwa bahasa Indonesia itu
sumbernya adalah bahasa Melayu. Padahal secara gamblang telah dinyatakan dalam
                                            23
kongres bahas Indonesia bahwa sumber bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu. Mungkin
para penyusun UU tersebut tidak mau menyebut bahasa Melayu karena dalam kanyataan
sejarah terdapat beberapa macam bahasa Melayu, untuk meminimalisasikan kesalahan
lebih baik tidak menyebutkan sama sekali. Kemungkinn kedua adalah hubungan kedua
Negara yang selalu pasang surut. Bagaimanapun bahasa Indonesia bersumber dari bahasa
melayu yang disebut sebagai bahasa perasatuan nagara Indonesia. Bahasa Indonesia
walupun sama-sama berasal dari bahasa melayu seperti bahasa Malaysia tetapi dalam
perkembangannya menempuh jalan sendiri yang belainan dengan jalan yang ditempuh oleh
bahasa melayu.




                          Kata-kata yang Membedakan Kelamin

Dalam bahasa Indonesia sebenarnya tidak dibedakan kata-kata yang digunakan untuk
menyebut laki-laki atau perempuan. Sehingga ada beberapa orang yang membentuk kata-
kata pembeda antra laki-laki dan perempun seperti pemuda-pemudi, mahasiswa-mahasiswi
dsb. Pada dasarnya bahasa Indonesia tidak mengenal penembahan huruf vocal di ujung
sebagai pembeda tersebut. Penggunaan “I”, atau akhiran “wati” memang lebih hemat dari
pada pemakaian kata keterangan tetapi dalm berbahasa orang tidak selau berhemat-hemat.
Masing-masing bahasa mempunyai sifat yang khas tidak bisa begitu saja diganti dengan sifat
khas yang bersal dari bahasa asing.




                                 “Agamis” - Apa Artinya?

Dalam surat kabar dn majalah islam sering kita baca istilha agamis. Misalnya “Dia sangat
agamis”. Maksudnyadia itu orang yang taat agama.kata agama mendapat akhiran “is” yang
berasala dari bahasa Belanda. Penggunaan akhiran “is” dari bahasa Belanda menunjukana
sifat, yang banyak digunakan dalam kata-kata yang dupungut dari bahasa Belanda. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia kata agamis tidak dapat kita temukan, yang ada adalah kata
agama-is. Namun kata tersebut sangat jarang kita temukan dalam pemakaian sehari-hari.
Maka jelaslah bahwa penulis kamus tersebut menganggap akhiran “is”tersebut bersala dari
akhiran “isch” bahasa Belanda yaitu bersifat keagamaan.
                                           24
Peribahasa

Peribahasa adalah kelompok kata atua kalimat yang mengiaskan makna tertentu.
Peribahasa sebenarnya berasal dari percakapan, yaitu bahasa lisan.peribahasa berkembang
sesuai dengan zaman, banyak peribahasa yang lenyap karena tidak sesuai dengan
perkembangan zaman. Sementara itu terus lahir berbagai peribahasa baru seperti “merdeke
atau mati” pada masa revolusi dsb. Peribahasa adalah ungkapan yang walaupun tidak
langsung namun secara tersirat menyampaikan hal yang dapat dipahami oleh pendengarnya
atau pembacanya. Peribahasa merupakan kekayaan bahasa yang digunakan, dengan
demikian menjadi kekayaan budaya bangsa yang memilikinya yang tidak patut dibuang
namun selayaknya terus dilestariakan.




                                        Ungkapan

Salah satu bentuk peribahasa menurut KBBI adalah ungkapan. Ungkapan adalah kelompok
kata atau gabungan kata yang memiliki makna khusus. Dalam KBBI terdapat juga entri
“idiom” yaitu konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna angota-
angotanya misalnya “ kambing hitam” yaitu mereka yang tidak tahu apa-apa. Pembentukan
ungkapan seperti peribahasa juga, terus berlangsung sesuai perkembanagan pengalaman
masyarakat. Tetapi banyak juga ungkapan yang muncul sebentar dan dilupakan karena tidak
lagi sesuai dengan zaman cointoh “setan desa”, penyambung lidah rakyat”, “sumbangan
wajib” dsb. Dengan demikian ungkapan merupakan ekspresi bangsa sepanjang sejarah
sesuai dengan perkembangan masyarakat.




                                 Kegemaran Membaca

Selama Negara Republic Indonesia berdiri, tak pernah ada pemerintah yang menganggap
perlu mendidik warganegaranya untuk gemar membaca. Hanya sekitar tahun 50-an

                                           25
pemerintah menganggap perlu mendirikan pepustakaan rakyat disetiap Kabupaten. Tetapi
karena tehambat masalah ekonomi, maka program tersebut dihentikian. Setelah Negara
makmur pemerintah mulai menyediakan perpustakaan tetapi tidak menganggapnya sebagai
suatu prioritas. Kegemaran membaca adalah syarat yang tidak bisa ditiadakan untuk
memajukan msyarakat dan bangsa. Hanya masyarakat dan bangsa yang kegemaran
membacanya tinggi yang dapat mencapai kemajuan.




                                        Kamus

Disamping kitab suci kamus merupakan buku yang paling banyak diterbitkan di Indonesia.
Mereka yang pernah duduk di sekolah menengah niscaya merasa perlu mempunyai kamus,
terutama kamus Ingris-Indonesia. Kamus itu bermacam-macam ada kamus eka bahasa dan
dwi bahasa. Kamus eka bahasa adalah kamus yang memberikan arti atau padanan dari
setiap kata dalam suatu bahasa dengan bahasa itu sendiri. Kamus dwi bahasa yaitu kamus
yang memuat padanan kata dari suatu bahasa dengan bahasa lainnya.

                                     Penterjemah

Adalah S. Takdir Alisjahbana yang sejak lama mendesak pemerintah untuk untuk mendirikan
biro penterjemah. Niat itu timbul ketika ia mengikuti perkembanga bangsa jepang dimana
kaisar meiji hendak mengejar ketinggalan bangsa dan negaranya dari kemajuan bangsa
barat yang mengalahkannya. Tetapi pemerintah Indonesia dari mulai berdiri sampai
sekarang tidak pernah menghiraukannya jangankan mangikutinya. Menurut beliau jika
hanya membaca buku yang terdapat dalam bahasa Indonesia saja bangsa kita tidak akan
maju. Seharusnya penterjemah karya penting dari seluruh dunia menjadi program nasional
yang tidak hanya menterjemahkan buku-buku ilmiah saja melainkan segala macam buku
yang penting demi kemajuan bangasa kita. Ketika menjajah bangsa kita banyak orang
Belanda yang melakukan berbagai penelitian dan pendokumentasian yang ditulisnya dalam
bahasa Belanda. Sedangkan orang yang mempunyai kemampun berbahas Belanada semakin
sedikt maka hasil penelitian dan pendokumentasian itu sekarang hanya jadi tumpukan yang
tidak berguna.



                                          26
Bahasa Menunjukan Bangsa

Dalam bahasa Melayu ada sebuah peribahasa yaitu “Bahasa menunjukan bangsa”. Kata
bangsa disitu tidak menunjuk pada arti “bangsa” yang sekarang popular, yaitu sama artinya
dengan “nasion”. Dengan demikian peribahasa tersebut merujuk pada cara bicara dan isi
pembicaraan orang “berbangsa” yang berlainan dengan cara bicara dan isi pembicarn orang
kebanyakan. Artinya     dengan     mendengar dan cara seseorang berbicara , kita bias
mengetahui apakah dia oranag berbangsa atau orang kebanyakan. Setelah terjun ke
masyarakat hanya bahasa pokok yang bisa dimengerti sedangkan kesusasteraannya tidak
pernah dianggap penting dalam pendidikan. Pemakaian bahasa tidak hanya sekedar
mempegunakan kata-kata yang jelas artinya, melainkan juga mempergunakan kata-kata
dengan situasi dan kesopanan masyarakat tempatnya bicara.




                                 Kata-kata yang Berubah Arti

Dalam perkembangan setiap bahasa, memang selalu terjadi pegeseran arti kata-kata. Dalam
bahasa Indonesia pun hal demikian sering terjadi. Kata “bapak” yang berarti hanya ayah
atau laki-laki yang menjadi suami ibu kita dan kata “ibu” yng hanya berarti perempuan yang
melahirkan kita, sekarang digunakan untuk menyebut laki-laki atau perempuan yang
dianggap terhormat atau lebih tua dari kita. Arti baru yang diberikan pada kata-kata lama
telah memperkaya kekayaan bahasa tersebut. Tetapi karena bahasa terus hidup dan
berkembang, terkadang kamus selalu ketinggalan dalam mencatatnya. Yang menjadi maslah
di Indonesia adalah para penyusun kmus hanya berdasarkan kamus yang sudah ada dan
mengabaikan bahasa yang digunakan sehari-hari. Seharusnya kata, istilah, dan ungkapan
baru itu atau kata, istilah dan ungkapan lama yang diberi arti baru itu dicatat dalam kamus.




                                          Retorika

Menurut KBBI retorika artinya keterampilan berbahsa secara efektif, seni berpidato yang
muluk-muluk dan bombastis. Kata retorika yang berarti seperti itu sering kita dengar
                                             27
diucapkan oleh para politisi dan pengamat politik Indonesia. Mereka suka menghambur-
hamburkan kata yang artinya tidak jelas dan sulit ditangkap. Retorika dalam arti demikian
sudah menjadi makanan sehari-hari para politisi dan pemimpin Indonesia, apalagi dalam
janji kampanye pamilu. Di Indonesia retorika diajarkan di pesantren untuk tujuan keindahan
dalam melakuakan khutbah. Tetapi dalam perkembangaannya hanya menjadi keindahan
bunga-bunga kata yang tidak berubah.



                                       Ucapan Salam


        Kalau dua orang bertemu maka dalam bahasa Indonesia mereka biasa bertanya
kepada yang lain, “Apa kabar?” pertanyaan itu diajukan bukan karena dia ingin mengetahui
kabar terakhir, dan juga tidak menanyakan segala hal yanh berkaitan dengan orang yang
ditanya itu. Ungkapan itu adalah semata-mata kebiasaan orang dalam bahasa Indonesia
untuk membuka salam dan mungkin membuka percakapan selanjutnya. Yang ditanya juga
biasa menjawab “Baik” walaupun mungkin dia sebenarnya hendak pergi ke dokter atau
beberapa hari sebelumnya dia mendapat musibah.
        Ucapan salam itu merupakan kalimat-kalimat yang boleh dikatakan tidak ada
artinya, atau ada artinya tapi orang yang mendengarnya tidaklah mengartikannya
sebagaimana arti kalimat itu yang sesungguhnya. Ucapan salam sudah menjadi basa-basi
atau kebiasaan yang diterima begitu saja.
        Pada tahun 1960-an, seorang anggota DPRD-GR Jawa Barat mempersoalkan
tentang ungkapan “Kumaha damang?” yang biasa di ucapkan orang Sunda bila bertemu
dengan yang lain. Beliau mempersoalkan arti kalimat tersebut karena menyiratkan arti
bahwa orang Sunda selalu sakit-sakitan mungkin karena kurang makan atau selalu dianggap
baru sembuh habis sakit. Beliau menyarankan agar ungkapan tersebut diganti dengan
ungkapan yang lain.
        Perlu diketahui bahwa orang Jepang pun memiliki kebiasaan yang sama bila
bertemu sesamanya dan membuka salam dengan “O genki desuka?” yang artinya sama
seperti “Kumaha damang?”. Tak pernah ada keterangan bahwa pernyataan itu mengartikan
bahwa orang Jepang yang selalu sakit-sakitan. Walaupun mengherankan juga mengapa
ungkapan tersebut sama artinya sebagai pembuka percakapan.

                                            28
Ucapan salam yang tak ada artinya atau biasanya tidak diartikan seperti arti yang
sebenarnya itu, sudah menjadi kebiasaan yang maksudnya tidak lain untuk membuka
percakapan. Kata-kata itu hanyalah basa-basi yang dibelakangnya mempunyai arti bahwa
orang yang mengucapkannya itu bersedia untuk melanjutkan percakapan dengan orang
yang dia tegur. Jika hubungannya sudah sedemikian erat mungkin ungkapan yang
dilontarkan pun berbeda. Hubungan yang sudah erat tidak memerlukan basa-basi lagi.
Mungkin dia langsung berteriak “Hai!” atau semacamnya saja sudah cukup untuk menegur
lawan bicara.
        Bahasa tubuh juga berperan dalam mengucapkan salam seperti: berjabat tangan,
menganggukkan kepala, membungkukkan badan hingga derajat sampai derajat tertentu,
ciuman di kedua belah pipi, dan lain-lain. Sebelumnya orang Indonesia bersalaman dengan
sebelah atau dua belah tangan (munjungan), atau sambil menganggukkan kepala. Kebiasaan
saling peluk dan cium kedua belah pipi itu pengaruh dari Arab yang dibawa orang-orang
muslim. Tapi tentu saja pengaruh dari Arab tersebut hanya dilakukan oleh para lelaki. Dan
pengaruh dari Perancis (Eropa) pun sudah terjadi di Indonesia yaitu saling cium kedua pipi
yg dilakukan juga antara lelaki dengan perempuan meskipun mereka muslim.



                                Kerbau sebagai Lambang


        Dalam demonstrasi bertepatan dengan 100 hari pertama pemerintahan SBY-
Boediono, para demonstran di Jakarta ada yang membawa kerbau yang ditulis kata-kata
yang diucapkan oleh SBY. Hal itu telah menyinggung perasaan Presiden SBY, sehingga beliau
sempat menghimbau agar para demonstran tidak melanggar batas-batas kesopanan.
Presiden menganggap tindakan para demonstran itu terlalu berlebihan dan melanggar
norma kesopanan, dan beliau menghimbau agar hal tersebut tidak diulang kembali.
        Mengapa dengan dibawanya kerbau oleh para demonstran terlebih karena tertulis
dengan kata yang mirip dengan ucapan presiden, presiden merasa tersinggung?
        Karena dalam setiap bahasa, banyak banyak binatang yang dalam budaya
pengguna bahasa tersebut melambangkan sifat-sifat manusia. Di Cina, ular naga dianggap
sebagai lambing keperkasaan bengsanya. Orang Jepang menganggap kucing sebagai


                                           29
pencuri. Dalam kebudayaan Barat, burung hantu dianggap sebagai lambing kebijaksanaan
dan ular yang berbisa dianggap sebagai lambang pengobatan.
        Dalam konteks ini, perbedaan budaya juga mempengaruhi arti dari lambing
binatang tersebut. Misalnya ular, dalam kebudayaan Barat yang beragama Kristen dianggap
sebagai lambang iblis yang menggoda manusia (Adam) sehingga diusir dari surga sedangkan
dalam bahasa dan budaya Indonesia, ular dianggap sebagai lawan jenisnya, sehingga mimpi
digigit ular berarti akan segera dapat jodoh. Sama halnya seperti ular, anjing juga memiliki
arti yang berbeda bila terjadi perbedaan budaya. Bagi orang barat, anjing merupakan
lambang kesetiaan. Namun bagi orang Indonesia, anjing dan babi karena dianggap najis dan
haram oleh agama Islam, maka dijadikan kata makian untuk merendahkan orang tersebut.
        Kerbau dan keledai dianggap sebagai binatang yang bodoh. Bahkan dianggap
sebagai lambang kebodohan walaupun tidak ada cerita atau dongeng yang menceritakan hal
tersebut. Karena adanya anggapan bahwa kerbau itu adalah lambang kebodohan, maka
wajar jika Preside SBY merasa tersinggung.
                                       Malu Bertanya



        Dalam bahasa Indonesia ada peribahasa yang berbunyi “Malu bertanya sesat di
jalan”. Artinya, kalau kita tidak tau lebih baik kita bertanya kepada orang lain. Tetapi saya
pernah mengalami, justru karena bertanya mala jadi tersesat. Ketika itu saya berada di
daerah Kebon Jeruk, Jakarta Barat, yang sebelumnya tak pernah saya datangi. Saya dari
Kebayoran Lama hendak ke Slipi tapi salah membelok. Karena tidak tahu maka saya
bertanya kepada beberapa anak muda yang sedang berdiri di pinggir jalan. Saya ikuti
petunjuknya, ternyata saya tiba di jalan keluar dari jalan tol, jalan itu sebenarnya hanya satu
arah, yaitu dari arah berlawanan. Beruntung pada saati itu saya melihat ada dua bus kota
yang jalan beriringan membelok kea rah kanan dari saya. Saya menyuruh supir supaya
mengikuti kedua bus tersebut karena saya yakin pasti bus tersebut akan menuju ke jalan
besar. Kemudian kami memasuki kawasan perumahan mewah yang baru, tapi kemudian bus
itu masuk ke jalan kecil dan setelah berbelok-belok melalui jalan kecil, akhirnya kami
berhenti di sebuah rumah dekat kebun.




                                              30
Ketika ditanya, supir bus tersebut mengatakan bahwa mereka diborong oleh
rombongan yang hendak melamar. Saya jadi sadar bahwa saya telah “dikerjain” oleh anak-
anak muda itu.
        Di kota-kota besar seperti Jakarta, banyak “orang iseng” yang sering
mempermainkan orang yang bertanya kepada mereka. Banyak juga yang tidak mau
menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya. Terkadang mereka menjawab “tidak tahu”
karena dia tidak mau diganggu dan tidak mau tahu dengan urusan orang lain.
        Sebenarnya peribahasa “Malu bertanya sesat di jalan” dianggap sudah tidak sesuai
lagi dengan perkembangan zaman. Kerena peribahasa tersebut muncul dalam masyarakat
Melayu yang masih sederhana, yang semua orangnya selalu bersedia menolong orang lain.
Tetapi masyarakat kita sekarang sudah menjadi masyarakat yang metropolitan yang orang-
orangnya tidak mau tahu dengan urusan orang lain.
        Banyak lagi peribahasa seperti itu yang sudah tidak cocok lagi dengan
perkembangan masyarakat, seperti: “guru kencing berdiri, murid kencing berlari”, “sabar itu
subur, jujur itu makmur”, “biar lambat asal selamat”, dan lain sebagainnya.
        Sementara itu masyarakat modern juga melahirkan peribahasa-peribahasa baru
yang tidak dikenal sebelumnya seperti “sabar itu bubar, jujur itu hancur”, “gunakan
kesempatan dalam kesempitan”, “aji mumpung di tempat basah”, “kasih uang habis
perkara”, “orang kecil tak boleh sakit” dan semacamnya. Hal tesebut menunjukkan bahwa
masyarakat semakir kreatif dalam menciptakan peribahasa baru yang sesuai dengan
perkembangan zamannya.



                                    “Cina” dan “China”



        Sebelum EYD diresmikan kita menulis “Tjina” untuk kata “Cina”. Karena “tj” di
sesuaikan menjadi “c”. tapi sebagian dari orang Cina peranakan di Indonesia menganggap
kata “Cina” itu mengandung penghinaan. Mereka lebih suka menggunakan kata “Tionghoa”
untuk menyebut nama bangsa dan bahasanya, dan “Tiongkok” untuk menyebut nama
negaranya. Tidak pernah jelas penghinaan apa yang terkandung dalam kata “Cina” itu.
Namun anehnya, mereka sendiri jika berbicara dalam bahasa Inggris menggunakan kata
“China”. Begitu juga untuk menyebutkan nama bangsa dan nama negaranya.
                                             31
Namun anehnya, jika dalam bahasa Indonesia dianggap mempunyai unsur
penghinaan, tapi dalam bahasa Inggris hal tersebut disambut dengan baik atau tidak
dianggap terjadinya unsur penghinaan. Padahal pemakaian kata “Cina” dalam bahasa
Melayu sejak dahulu dianggap wajar-wajar saja. Bahkan kata “Cina” dalam bahasa Melayu
sampai masuk ke dalam peribahasa dan menjadi ungkapan yang biasa digunakan sehari-hari
tanpa ada kandungan atau unsur penghinaan di dalamnya.
         Tetapi belakangan ini dalam surat-surat kabar dan majalah perkataan “Cina” itu
diganti menjadi “China”. Konon karena surat kabar terkemuka di Jakarta pernah ditegur
atau diminta oleh pejabar kedutaan besar RRC agar tidak menggunakan kata “Cina”
melainkan “China”.
         Tetapi yang lebih aneh lagi ialah cara kata tersebut diucapkan. Dalam televise kita
mendengar ada orang yang mengucapkannya sesuai dengan cara perkataan tersebut
diucapkan dalam percakapan sehari-hari oleh orang biasa di pasar atau di surau. Tapi ada
juga yang mengucapkannya seperti dalam bahasa Inggris, yaitu “Caine”. Sementara itu tidak
kurang yang mengucapkan “Caina”. Dan jika yang dimaksud adalah “orang China” sekarang
biasa digunakan istilah Inggris “Cainis” (“Chinese”).



                                  Bahasa di Sepanjang Jalan



         Jika Anda sering bepergian, pasti Anda sering membaca pengumuman atau iklan
yang Anda lihat di sudut-sudut jalan. Pengumuman tersebut banyak ditujukan kepada para
pengguna jalan namun ada juga yang bersifat umum. Iklan tentang hotel, rokok, telepon
selular, makanan, dan lain-lain, kebanyakan dari iklan tersebut menggunakan bahasa
Inggris. Penggunaan bahasa Inggris dalam iklan itu sangat tidak masuk akal sedangkan yang
menjadi sasarannya adalah orang Indonesia. Sepertinya pembuat iklan bukan bermaksud
menarik minat orang yang membacanya karena isi iklannya melainkan hanya hendak
memberi kesan kepada pembaca iklan tersebut bahwa menggunakan produk tersebut maka
mereka termasuk ke dalam barisan globalisasi atau “go international”.
         Pada umumnya pengumuman ditujukan untuk pengguna jalan (yang sepertinya
dibuat oleh Binamarga), cukup baik, walaupun masih terdapat kekeliruan dalam penulisan
kata depan (preposisi) “di” dan “ke” yang seharusnya dipisahkan dari kata berikutnya.
                                               32
Contoh: “Truck dan bus tetap dilajur kiri” yang seharusnya kata “truk” tidak menggunakan
“c” seperti dalam bahasa Inggris atau Belanda. Sedangkan kata “dilajur” seharusnya di tulis
“di lajur” karena kata “di” di situ bukanlah awalan melainkan kata depan. Dan adapun
pengumuman seperti “Dilarang menaikan dan menurunkan penumpang di jalan tol”.
Seharusnya kata “menaikan” di tulis dengan dua huruf “k” karena kata dasarnya adalah
“naik” dan mendapat akhiran “kan”.
        Pengumuman-pengumuman yang ditujukan untuk pengguna jalan (terutama supir)
di dalam kota banyak yang di tulis dengan huruf kecil sementara keterangannya panjang
lebar. Tentu saja pengguna jalan tidak dapat menghentikan mobilnya agar dapar membaca
semua teks yang tertulis di situ. Saya perhatikan sebenarnya keterangan tersebut dapat di
buat lebih ringkas sehingga dapat menggunakan huruf yang lebih besar dan terbaca oleh
pengguna jalan.




                                            33
Bahasa Gaul



        Istilah “bahasa gaul” mulai merebak sekitar tahun 1998 (sesudah reformasi).
Umumnya bahasa tersebut digunakan oleh anak-anak muda seperti yang biasa kita dengar
dalam sinetron-sinetron atau dalam percakapan antar anak muda.
        Dalam “bahasa gaul” kita perhatikan banyak sekali pengaruh bahasa Jakarta. Kata
ganti orang pertama dan orang kedua menggunakan bahasa Cina yang sudah menjadi
bahasa Jakarta yaitu “gua” atau “gue” dan “lu” atau “elo”. Meskipun banyak yang
menggunakan bunyi “a” dengan “e” pada akhir kata seperti orang Betawi, namun
perbendaharaan kata Jakarta banyak sekali digunakan, begitu juga pembentukkan kata
jadian sering mengikuti bahasa Jakarta, misalnya menggunakan akhiran “in” untuk akhiran
“kan” dalam bahasa Indonesia yang baku. Seperti “mikirin” seharusnya “memikirkan”, dan
semacamnya.
        Karena “bahasa gaul” beru muncul pada tahun 1998 maka dalam kamus-kamus pun
tidak tercantum sebagai entri. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI) susunan
Badudu-Zain yang pertama kali terbit tahun 1994, entri :bahasa gaul” tidak ada. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) entri “bahasa gaul” baru tercantum pada edisi ke
empat tahun 2008.
        Menurut KBBI edisi keempat itu, “bahas gaul” artinya “dialek bahasa Indonesia
nonformal yang digunakan oleh kelompok tertentu atau di daerah tertentu untuk
pergaulan”. Sedangkan “pergaulan” menurut KBBI itu juga artinya “n 1 perihal bergaul; 2
kehidupan bermasyarakat; -memepengaruhi kepribadian”. Artinya kalau keterangan
tentang “bahasa gaul” disesuaikan dengan keterangan tentang arti “pergaulan”, akan
berbunyi “dialek bahasa Indonesia nonformal yang digunakan oleh komunitas tertentu atau
di daerah tertentu untuk perihal bergaul;atau untuk kehidupan bermasyarakat”
        “Bahasa gaul” juga digunakan oleh para pemasang iklan. Bukan hanya yang dimuat
dalam surat kabar atau majalah melainkan juga yang dipasang di pinggir jalan atau yang
melintang di atas jalan. Mungkin karena iklan tersebut ditujukan kepada kelompok
masyarakat pemakai “bahasa gaul”. Tetapi dengan meluasnya penggunaan “bahasa gaul”
niscaya perbendaharaan kata “bahasa gaul” akan meluas dan akhirnya menjadi
perbendaharaan bahasa baku juga. Apalagi karena “bahasa gaul” secara leluasa digunakan

                                           34
dan disiarkan melalui televise yang sekarang sudah memasuki pelosok-pelosok paling jauh,
sementara pembelajaran bahasa nasional di sekolah-sekolah sangat tidak memadai,
ditambah minimnya minat baca karya sastra yang dapat dijadikan pedoman pemakaian
bahasa Indonesia yang baik dan benar. Maka tidak mustahil jika dalam waktu dekat “bahasa
gaul” akan menjadi bahasa pergaulan masyarakat seluruh Indonesia secara umum. Artinya
lambat laun akan menggantikan apa yang sekarang disebut “bahasa baku”, karena orang
kian sulit dan kian jarang bertemu dengan “bahasa baku”. Menurut paham seorang ahli
bahasa, jika suatu bahasa sudah dapat diterima dan digunakan oleh masyarakat secara luas,
maka bahasa tersebut menjadi sah sebagai sarana perhubungan msyarakat. Artinya apa
yang sekarang disebut sebagai “bahasa gaul” kelak akan menjadi bahasa baku.




                                    Bahasa Melayu di Indonesia


        Perkembanga bahasa Melayu setelah menjadi bahasa Indonesia menarik untuk
diperbandingkan dengan perkembangan bahasa Melayu setelah menjadi bahasa Malaysia.
Ternyata masing-masing menghadapi tantangan yang berbeda.
        Di Indonesia, bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional yang tidak memiliki
saingan, walaupun terdapat ratusan bahasa ibu di seluruh wilayah Indonesia, padahal
bahasa Melayu ketika dinobatkan sebagai bahasa nasional berhadapan dengan bahasa Jawa
dan Sunda yang digunakan oleh lebih banyak penutur dan mempunyai sejarah serta
kesusastraan yang lebih kaya
        Namun demikian bahasa Indonesia menghadapi dan mendapat pengaruh terutama
dari bahasa Jawa yang penuturnya adalah suku bangsa terbesar di Indonesia dan bahasa
Betawi atau Jakarta yang menjadi ibu kota Negara. Dari beberapa ratus bahasa ibu yang
terdapat di Indonesia memang bukan hanya bahasa Jawa dan Betawi saja yang
mempengaruhi atau menyumbangkan perbendaharaan kata atau ungkapan ke dalam
bahasa Indonesia, tetapi harus diakui bahwa pengaruh yang paling besar dating dari bahasa
Jawa dan Betawi. Pengaruh tersebut menyebabkan kian besarnya perbedaan antara bahasa
Indonesia dengan bahasa Malaysia.



                                            35
Sementara pengaruh bahasa Belanda kian berkurang, sekarang pengaruh bahasa
Inggris kian menghebat ke dalam bahasa Indonesia. Meskipun orang Indonesia belum
mempergunakan “I” sebagai kata ganti orang pertama dan “you” sebagai kata ganti orang
kedua yang dilakukan orang Malaysia. Pemakaian kata-kata dan ungkapan bahasa Inggris di
tengah percakapan bahkan tulisan kian banyak digunakan.
        Kerena bahasa Indonesia tidak memiliki saingan sebagai bahasa nasional, maka tak
ada yang mengkhawatirkan masa depannya. Dan kerena bahasa Indonesia itu mudah
dipelajari, maka tidak ada yang menganggap perlu mengawasi pembelajaran bahasa
Indonesia secara cermat dan meneliti hasilnya dalam masyarakat.
        Bahasa Indonesia dianggap dengan sendirinya telah dikuasai oleh setiap orang
Indonesia, maka jarang sekali ada orang Indonesia yang merasa perlu membaca kamus,
karena mereka pun tidak merasa perlu mempunyai kamus.
        Kemampuan berbahasa nasional bahkan di kalangan elit bangsa Indonesia kian
menyedihkan. Pemerintah sendiri merasa cukup dengan mendirikan Pusat Bahasa yang
tidak kelihatan memperlihatkan perkembangan pamakaian bahasa dalam masyarakat.
Pengajar bahasa Indonesia tidak didukung oleh perpustakaan sekolah yang memadai, yang
isinya terutama harus buku karya sastra yang telah menjadi kanon kesusastraan nasional.
Perpustakaan sekolah masih sangat tidak memadai dan isinya sering diserahkan kepada
guru pengelola yang selalu mengutamakan buku-buku popular saja.




                                           36
Bahasa Malaysia



        Karena di Malaysia bahasa Inggris lebih diutamakan sebagai warisan dari masa
penjajahan, di samping itu orang Cina dan India yang jumlahnya hapir setengah jumlah
penduduk itu lebih suka menggunakan bahasanya masing-masing yaitu bahasa Mandarin
atau Kamil, maka pemerinta merasa perlu untuk memberikan dukungan penuh terhadap
perkembangan bahasa kebangasaan Malaysia. Ketika menjadi negara merdeka (Persekutuan
Tanah Melayu kemudian menjadi Malaysia), mereka meniru pemerintah HIndia Belanda
yang mendirikan penerbit buku yang terutama bahan bacaan bagi masyarakatnya dalam
bahasa kebangsaan, yang mereka namakan Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP). Tetapi
sementara yang dijadikan contoh sendiri tidak mendapat perhatian lebih dari pemerinta RI,
DBP berkembang terus. Tidak hanya menerbitkan buku, melainkan juga menerbitkan
majalah yaitu Dewan Bahasa yang khusus memuat tulisan mengenai bahasa, Dewan Satera
yang khusus untuk sastra, Dewan budaya yang lebih luas, dan Dewan Masyarakat yang
bersifat umum.
        Sejak tahun 1971 pemerintah Malaysia juga menyediakan Hadiah Sastera tahunan
untuk karya berbagai macam karya sastra dan hadiah itu berlangsung secara terus-menerus
sampai sekarang yang hasilnya kemudian dibukukan oleh DBP. Kerajaan Malaysia juga
menyediakan tenaga pengajar untuk berbagai universitas di negeri asing yang membuka
pelajaran bahasa dan budaya Malaysia. Kerjaan Malaysia juga membentuk lembaga
Sasterawan Negara, yaitu menghargai sasterawan yang karyanya dianggap besar. Disamping
buku-bukunya dibeli oleh pemerintah untuk mengisi perpustakaan-perpustakaan sekolah di
seluruh negeri, juga mendapat berbagai fasilitas untuk kemudahan hidupnya.
        Bahasa Malaysia sudah terbukti dapat digunakan sebagai bahasa ilmu ketika pada
tahun 1971 ada mahasiswa Universiti Malaya yang menulis skripsi dalam bahasa Melayu.
Sebelumnya skripsi di universitas tersebut selalu ditulis dalam bahasa Inggris. Sayanglah
bahwa menjelang akhir masa jabatan PM Dr. Mahathir menganjurkan kembali pemakaian
bahasa Inggris di lingkungan universitas dan keilmuan, dengan maksud agar orang Melayu
tidak kalah bersaing dengan orang-orang Cina maupun India.




                                           37
Mencari Asal Kata-kata



         Sudah diakui secara umum bahwa kata-kata dalam bahasa Indonesia banyak yang
diambil dari bahasa asing maupun bahasa-bahasa ibu yang terdapat di seluruh Indonesia.
Bahkan ada yang mengemukakan pendapat bahwa 9 dari 10 kata Indonesia berasal dari
bahasa asing.
         Tetapi sampai sekarang belum ada orang yang meneliti atau mencatat tentang
kapan dan bagaimana kata-kata itu mulai digunakan dalam bahasa Melayu atau bahasa
Indonesia. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S Poerwadarminta, beliau
menuliskan di belakang entri yang berasal dari bahasa asing atau dari bahasa daerah diberi
tanda dengan huruf yang menunjukkan bahasa asing atau bahasa ibu. Yang dicatat oleh
Poerwadarminta sebagai sumber kata-kata yang masuk ke dalam bahasa Indonesia adalah A
(Arab), Dj (Djakarta), Djw (Djawa), E (Eropa), Lat (Latin), M (Minangkabau), Pal (Palembang),
S (Sunda), Skr (Sangsekerta), dan T (Tionghoa).
         Tapi kita juga tidak tahu apakah dicantumkannya keterangan itu karena kata
tersebut memang digunakan dalam teks bahasa Indonesia, ataukah hanya sekedar
menunjukkan bahwa penyusun tahu bahwa kata tersebut terdapat dalam bahasa itu.
Seharusnya kata-kata yang dicantumkan sebagai entri bahasa Indonesia , hanyalah kata-kata
yang memang dipergunakan dalam teks atau dalam percakapan publik bahasa Indonesia.
         Tetapi dalam edisi keempat Kamus Besar Bahasa Indonesia,bahasa sumber yang
dianggap sebagai asal kata yang menjadi entridicantumkan lagi. Jika dalam KUBI
Poerwadarminta, yang disebut sebagai sumber pengambilan kata-kata yang menjadi
entrinya hanya 10, maka dalam KBBI edisi keempat itu menyatakan sebagai bahasa sumber
itu jauh lebih banyak, ada 7 macam bahasa Melayu, ada 38 bahasa daerah, dan 10 bahasa
asing.
         Dengan begitu meskipun sudah diperlengkap, KBBI edisi keempat itu tidaklah dapat
memenuhi kebutuhan kita yang ingin tahu bagaimana dan kapan kata-kata dang ungkapan
bahasa daerah atau asing itu masuk menjadi kekayaan perbendaharaan bahasa Indonesia.
Kita tahu kata-kata yang masuk ke dalam bahasa kita, sehingga menjadi populer tetapi
setelah beberapa lama dia menghilang, sedangkan kita belum sempat mencatatnya.
Kesadaran akan sejarah bukanlah hanya terhadap yang diceritakan sebagai sejarah saja,

                                             38
melainkan juga terhadap bahasa yang digunakan untuk menuliskannya. Sebagai bangsa kita
memang kurang mempunyai kesadaran sejarah.



                        Bahasa Nasional dan Kebudayaan Nasional



        Pada tahun 1930-an terjadilah di kalangan para intelektual muda Indonesia polemik
tentang masa depan bangsa Indonesia. Polemik itu berlangsung bertahun-tahun dan dimuat
dalam berbagai majalah dan surat kabar. Sekarang kita sebut sebagai “polemik
kebudayaan”, karena sebagian besar polemik itu dikumpulkan oleh Achdiat K. Mihardja
yang diberi judul Polemik Kebudayaan. Yang terlibat dalam polemik itu kemudian kita kenal
sebagai pendiri bangsa dan negara Indonesia, antara lain S. Takdir Alisjahbana, Sanoesi
Pane, Dr. Soetomo, Ki Hadjar Dewantara, Dr. Poerbatjaraka, dan lain-lain.
        Mereka yang terlibat dalam polemik itu membahas berbagai segi kebudayaan
nasional Indonesia yang sebenarnya ketika itu masih merupakan hal yang diangankan. S.
Takdir Alisjabana dengan lantangnya mengatakan bahwa untuk membangun bangsa dan
kebudayaan Indonesia, kita harus memutuskan hubungan dengan masa lampau yang
disebut dengan masa pra-Indonesia. Kalau mau maju, bangsa Indonesia harus sebanyak-
banyaknya menyedot jiwa Barat yang dinamis. Begitu juga kekayaan kebudayaan daerah
kita yang dianggap sebagai hasil masa lalu, dianggap bukan bagian dari kebudayaan kita.
        Dalam perkembangan selanjutnya, kian banyak saja orang yang menulis
menggunakan bahasa Indonesia. Semula orang menulis karya sastra menggunakan bahasa
Sumatera, maka setelah proklamasi kemerdekaankita melihat para penyiar dan sastrawan
berdatangan dari berbagai suku bangsa dari seluruh pelosok Indonesia. Tidak hanya dalam
bidang sastra saja, kita menyaksikan kemajuan pemakai bahasa Indonesia di dalam bidang
ilmu. Bahasa Indonesia bukan saja dapat dipergunakan sebagai bahasa pengantar di dalam
semua jenjang pendidikan, melainkan juga dapat digunakan untuk menulis berbagai ilmu.
        Tetapi kemajuan bahasa Indonesia dalam bidang seni dan ilmu itu saying sekali
tidak terjangkau oleh kebanyakan bangsa kita, karena sejak Republik Indonesia berdiri tidak
ada pemerintah yang secara sungguh-sungguh mengamalkan Mukadimmah UUD untuk
mencerdaskan bangsa. Sekolah banyak didirikan, universitas bermunculan, tetapi
kegemaran membaca tidak dipupuk dan dibina karena tidak dilengkapi dengan fasilitas
                                            39
perpustakaan yang memadai. Dengan demikian sekolah hanya menjadi tempat untuk
memperoleh ijazah dan universitas sebagai tempat untuk mendapatkan gelar.
        Seakan-akan ada jurang yang dalam antara prestasi yang dicapai para putra
Indonesia dalam bidang sastra dan ilmu dengan umumnya bahasa Indonesia. Bahkan
mereka yang bergelar sarjana pun kebanyakan tidak mengikuti perkembangan ilmu, karena
banyak yang skripsi dan disertasinya dibuatkan oleh orang lain atau hasil plagiat.


                                           Kata Sehari-hari


        Umumnya kita mempelajari bahas Indonesia di sekolah dan bahasa itu kita pelajari
melalui buku, biasanya mengenai hal-hal yang terdapat dalam kehidupan orang kota atau
tentang berbagai masalah yang bersifat peng etahuan. Hampir tidak ada yang mengenai
kehidupan kita sehari-hari di rumah apalagi jika kita tinggal di kampong. Sehingga kita
kebingungan jika hendak menyebut nama benda yang akrab di sekeliling kita. Hanya
sebagian saja yang bias kita temukan padanannya dalam bahasa Indonesia seperti centong
(cukil nasi), boboko (bakul nasi), aseupan (kukusan), dan hihid (kipas). Yang lainnya
membingungkan bukan saja karena kita tidak tahu padanannya dalam bahasa Indonesia,
melainkan benda-benda itu tidak terdapat di kota atau kalaupun ada susunan dan
bentuknya berbeda.
        Tetapi bukan hanya nama-nama bendanya saja yang membingukan dicari
padanannya dalam bahasa Indonesia, melainkan juga perbuatan yang bertalian dengan
benda tersebut. Seperti halnya orang Sunda memiliki kebiasaan mengangkat nasi setengah
atau seperempat matang lalu di campur dengan air dan dibolak-balik seupaya merata. Cara
seperti itu disebut gigih. Setelah dibiarkan beberapa lama, gigih itu baru dimasukkan ke
dalam aseupan (kukusan) dan dibiarkan sampai timus (masak). Kalau sudah masak, nasi
ditumpahkan ke dalam ngakeul. Nasi yang diakeul akan menjadi pulen. Tetapi tidak semua
sukubangsa tidak mempunyai kebiasaan ngakeul. Misalnya orang Jawa, tidak mengenal
ngakeul maka nasinya tidak pulen.
        Tentu saja kesulitan dalam berbahasa Indonesia seperti itu dihadapi juga oleh
orang Jawa, orang Bali, orang Bugis, orang Aceh, dan orang-orang dari daerah lain, terlebih
jika mengenai hal-hal berupa khas daerahnya. Karena itulah kita saksikan kian banyak

                                              40
istilah-istilah bahasa daerah yang masuk ke dalam bahasa Indonesia istilah judul, penca,
pasantren, comro, dan lain-lain yang belakangan masuk pula istilah ngabuburit, amburadul,
boro-boro, dan lain-lain. Nama-nama dan istilah-istilah yang khas daerah itu dengan
sendirinya memperkaya bahasa Indonesia.



                                      Salah Kaprah



        Pak Amin Singgih (almarhum), pembicara pertama tentang bahasa Indonesia setiap
pecan melalui TVRI ketika belum ada stasiun televise lainnya, sehingga pembicaraannya
banyak mendapat perhatian penonton. Almarhum banyak menunjukkan kesalahan kita
dalam mempergunakan bahasa Indonesia, seperti ucapan “Dirgahayu Proklamasi
Kemerdekaan Republik Indonesia” menurut Pak Amin itu salah karena yang harus kita
dirgahayukan adalah Negara Republik Indonesia bukan Proklamasi Kemerdekaan. Dan sejak
saat itu orang tidak lagi mengucapkan “Dirgahayu Proklamasi” dan seterusnya, melainkan
“Dirgahayu Republik Indonesia” dan seterusnya.
        Tetapi ada koreksi Pak Amin yang sampai sekarang tidak diikuti oleh para pemakai
bahasa Indonesia, yaitu mengganti istilah “air macur” dengan “air mancar”. Alasan Pak
Amin, “memancur” itu airnya harus jatuh dari atas ke bawah seperti pada “pancuran”.
Sedangkan kasus “air mancur” jelas airnya memancar dari bawah ke atas, karena itu disebut
“air mancar”. Anjuran Pak Amin itu tepat dan benar namun orang-orang tidak mengikutinya
dan tetap menyebutnya dengan “air mancur” walaupun jelas salah.
        Dalam berbahasa orang memang sering menggunakan perkataan atau istilah yang
salah, tetapi istilah yang salah itu ternyata dapat dimengerti oleh orang yang mendengar
ataupun membacanya tanpa menimbulkan salah paham. Inilah yang disebut dengan “salah
kaprah”, yaitu kesalahan yang sudah diterima masyarakat sehingga orang tidak lagi
mengartikannya kata demi kata melainkan keseluruhan istilah atau kalimat itu dengan arti
yang sebenarnya berlainan dengan artinya kata demi kata. Misalnya istilah “truk
gandengan”,   orang    yang   mendengar     atau     membaca   istilah   itu   tidak   akan
menggambarkannya sebagai dua buah truk yang berjalan sejajar karena “bergandeng”
artinya adalah berjalan sambil bersebelahan. Mendengar istilah “truk gandeng” orang tahu


                                           41
bahwa truk itu berjalan tidak bergandengan melainkan berurutan yang satu di belakang
yang lain.
         Dengan demikian jelas bahwa dalam berbahasa kita sering menggunakan kata atau
istilah yang artinya tidak sama dengan arti kata-kata itu. Kata-kata atau istilah yang kita
gunakan terikat dengan kebiasaan yang terdapat dalam masyarakat. Penggunaan bahasa
yang sejak kecil hidup dalam masyarakat pengguna bahasa itu, mempelajari kebiasaan itu
secara alami sehingga sering tidak sadar akan keganjilan kata-kata dalam istilah atau
ungkapan yang digunakan. Sementara itu orang mempelajari sesuatu bahasa sebagai
bahasa asing, harus menghafal istilah atau ungkapan beserta kebiasaan mempergunakannya
melalui buku atau dengan hidup di tengah masyarakat yang mempergunakan bahasa
tersebut. Mempelajarinya hanya melalui buku tidak cukup, karena bahasa yang masih hidup
selalu menambah kosakatanya dengan ungkapan dan istilah baru.




                                            42
Bahasa Halus dalam Bahasa Indonesia



         Dalam setiap bahasa ada kata-kata yang khusus diperuntukkan oleh orang yang
dihormati atau untuk Tuhan. Dalam bahasa Inggris yang eglaiter sekali, ada istilah “thou”
yang digunakan untuk Tuhan atau orang yang dihormati, sedangkan untuk orang biasa
digunakan kata “you”. Tetapi jumlah kata demikian tidak banyak. Dalam bahasa Melayu kita
mengenal kata-kata yang khusus digunakan untuk Tuhan atau orang-orang yang berkuasa
seperti raja atau sultan, seperti “berfirman” (berkata), “beradu” (tidur), “bersemayam”
(tinggal), “bersantap” (makan), dan lain-lain.
         Kata-kata seperti itu pada dasarnya tidak boleh digunakan oleh orang biasa. Tetapi
karena sejak mendirikan negara, bangsa Indonesia menetapkan demokrasi sebagai dasar
sosialnya, maka kata-kata itu ada yang kemudian hanya menjadi sinonim dari kata-kata lain
yang biasa digunakan oleh orang kebanyakan, misalnya kata “bersantap” sekarang sering
digunakan oleh orang-orang yang bukan raja maupun sultan, walaupun dihormati.
         Meskipun dalam tulisan-tulisan dan pidato-pidatonya sewaktu muda, Bung Karno
menganjurkan demokrasi dan mengutuk feodalisme, namun ketika sudah menjadi Presiden
berdasarkan UUD 1945 dalam masa Demokrasi Terpimpin, ternyata beliau ingin
diperlakukan sebagai raja Jawa. Sebutan “Paduka Yang Mulia” dihidupkan kembali. Sebutan
“Bung Karno” yang sangat populer pada masa revolusi tidak terdengar lagi. Diganti dengan
“Paduka Yang Mulia Presiden Sukarno”.
         Pemerintah Presiden Soekarno yang disebut-sebut sebagai “Orde Lama” pada
tahun 1966 diganti oleh pemerintah “Orde Baru” di bawah Presiden Suharto. Berbeda
dengan Soekarno Muda yang banyak mempelajari berbagai alam pikiran modern dari Barat,
Suharto muda kelihatannya tidak suka membaca. Sejak muda beliau terjun ke dunia militer,
menjadi bintara dalam KNIL tentara HIndia Belanda. Pada masa pendudukan Jepang sempat
belajar kemiliteran sebagai Peta (Pembela Tanah Air). Karena itu tidak heran jika wawasan
pemikirannya juga terbatas. Ketika menjadi Presiden Republik Indonesia (selama 32 tahun),
yang menonjol adalah kegemarannya menguntip kearifan orang Jawa yang dianggap sebagai
ajaran utama dalam hidup. Bersama kegemarannya Presiden Suharto berpegang kepada
kearifan Jawa itu, masuk pula usaha untuk berbicara dengan unggah-ungguhing bhasa
dalam bahasa Indonesia.

                                                 43
Pendek kata, pada masa pemerintahan Suharto semua hendak dijawakan yang
dianggap berperadaban amat halus, dan sangatlah mengherankan bahwa orang-orang yang
berasal dari daerah yang terkenal sifat kasar dank eras seperti orang Batak juga bersedia
menyesuaikan diri dengan kehalusan peradaban Jawa.



                                      Seputar Nama



        Pada suatu pagi saya bertamu ke rumah kawan baik. Kepada pembantu, saya
bertanya “Apakah tuan rumah sudah bangun?”. “Sudah, Bapak dari mana?”. Saya
menjawab, “Dari Pabelan” karena saya memang tinggal di desa Pabelan, Magelang. Lama si
pembantu itu tidak keluar-keluar sehingga saya terpaksa menekan bel rumah. Kali ini saya
langsung bertanya kepada pembantu tadi, “Tolong sampaikan kepada Pak Pirous, bahwa
saya Ajip Rosidi ingin bertemu dengan beliau”.
        Kali ini tidak lama setelah dia masuk, pintu depan dibuka dan tuan rumah
menyilakan saya untuk masuk. “Waktu tadi diberitahu bahwa ada tamu Pak Belan, saya
bertanya-tanya dalam hati. Siapa dia? Karena rasanya saya tidak punya kenalan yang
bernama Pak Belan” kata Prof. A.D. Pirous sambil tertawa.
        Sudah menjadi kebiasaan orang yang membukakan pintu kalau ada tamu yang
belum dikenal selalu mengajukan pertanyaan “Bapak dari mana?” namun harusnya ia
bertanya “Bapak siapa?” tetapi mengajukan pertanyaan demikian rasanya kurang sopan,
sehingga diganti menjadi “Bapak dari mana?”. Terhadap pertanyaan tersebut si tamu
sebaiknya menyebutkan nama atau keterangan tentang dirinya, jangan menjawab apa yang
ditanyakan.
        Menyebut nama menurut kebiasaa lama kita memang dianggap kurang sopan.
Dalam masyarakat Sunda, kita tidak boleh menyebutkan nama orantua terutama ayah.
Orang Sunda yang berani menyebut nama orangtuanya akan ”hapa hui”. Entah apa
maksudnya “hapa hui” (kalau menanam ubi tidak aka nada umbinya) itu tetapi dahulu orang
Sunda memang tidak berani menyebut nama orangtuanya.
        Dalam masyarakat Sunda, pada saat memperkenalkan diri (biasanya kepada orang
yang kedudukannya lebih tinggi) orang akan menyebut namanya sendiri namun enggan
menanyakan nama orang yang diajak bicara (atau dirasa tak perlu karena dia sudah tahu)
                                            44
pendeknya menyebut nama, baik nama sendiri maupun nama orang lain, dalam masyarakat
Sunda agak dihindari.



                                     Tertib Berbicara



         Mungkin Anda pernah menerima sebuah telpon asing dari nomor yang Anda tidak
kenal. Ya! Kemudian orang disebrang telpon sana mengatakan “Siapa ini?” tertu saja Anda
akan bertanya balik ke dia “Nah, kamu siapa?”. Seharusnya,dia sudah mengetahui siapa
yang akan ia hubungi sebelum dia menekan nomor. Supaya tidak salah sambung terlebih
lagi salah paham.
         Memang tidak ada tata tertib berbicara melalui telepon yang harus dipelajari oleh
anak-anak sejak kecil. Meskipun sekarang sudah ada telepon genggam (handphone),
sehingga pemakaian telpon rumah kian menurun.
         Jika kita menghubungi orang melalui telepon, maka yang pertama harus dipastikan
adalah kita menghubungi nomor yang benar. Maka kita harus bertanya “Apakah ini benar
rumah Pak (atau Ibu) …?” atau “apakah benar ini nomor sekian?” dan lain sebagainya.
Gunanya untuk memastikan bahwa kita menghubungi nomor yang benar. Jika sudah
mendapat jawaban bahwa nomor tersebut benar, barulah kita bertanya “Apakah bapaknya
ada? Bolehkah saya berbicara dengannya?”
         Hal yang sama juga berlaku pada waktu kita bertamu ke rumah orang yang kurab
akrab. Di Jakarta masih ada yang menggunakan kata “Spada!” untuk memberitahu
kedatnangannya kepada orang yang ada di rumah itu. Kata “spade” yang berarti “Siapa
ada?”, tetapi sekarang “Assalamu’alaikum wr. wb.” lebih lazim digunakan kebanyakan
orang.
         orang Jawa dalam berbicara di depan forum resmi, sering menggunakan kata ganti
orang pertama “kami” sebagai pengganti “saya”. Nampaknya maksud hendak merendah.
Karena “kami” dalam bahasa Indonesia, artinya “saya dan dia serta mereka” (tidak termasuk
kamu). Perkataan “kami” boleh digunakan sebagai pengganti kata “saya” hanya oleh Tuhan,
raja atau pengarang dalam bukunya. Maka alih-alih merendah, sebenarnya orang yang
menggunakan kata “kami” sebagai kata ganti orang pertama, menyamakan dirinya sebagai


                                            45
Tuhan atau raja, karena dia menggunakan kata ganti “kami” yang menurut konvensi bahasa
Indonesia hanya boleh digunakan oleh Tuhan atau raja, atau pengarang dalam sebuah buku.



                                Surat dan Latihan Menulis



        Sejak beberapa tahun ini, kantor pos di seluruh dunia mengeluh Karen kian sedikit
orang yang mengirimkan surat, karena orang lebih cenderung menggunakan surat
elektronik dan sms yang jatuhnya lebih cepat dan lebih murah. Lebih praktis karena tidak
perlu pergi ke kantor pos, membeli perangko, dan lain-lain.
        Beberapa tahun sebelumnya yang mengeluh adalah kantor telegram, sehingga
banyak kantor telegram yang ditutup karena telah ada faks dan orang lebih suka
menggunakan faks daripada telegram.
        Penemuan teknologi baru kian mempermudah orang untuk melaksanakan
keperluannya. Dan dengan demikian lembaga-lembaga yang sudah ratusan tahun didirikan
untuk melayani orang menggunakan hasil penemuan seperti system pos dan alat untuk
mengirim telegram, sekarang kehilangan fungsinya. Kantor pos sekarang lebih berfungsi
sebagai lembaga yang menolong mengirimkan uang atau barang. Namun lembaga keuangan
seperti bank kian canggih dan kian masuk ke pelosok-pelosok, maka tidak mustahila dalam
waktu yang tidak akan terlalu lama fungsi itu pun akan hilang dari urusan Kantor Pos.
        Menurut statistik, konon orang Indonesia termasuk yang paling sedikit menulis dan
mengirimkan surat. Karena itu tidak heran jika berbicara atau menulis bahkan bahkan para
pemimpin pun kalimatnya belepotan. Ditambah oleh kegemaran membaca yang sangat
rendah maka kemampuan mengemukakan pikiran dan perasaan umumnya orang Indonesia
sangat rendah.




                                             46
Kabar Burung



        Ungkapan “Kabar burung” pertama kali saya (si penulis) baca dalam cerita silat
terjemahan OKT (Oei Kim Tiang). Waktu itu rasanya belum menjadi khazanah kata bahasa
Indinesia. Baru setelah banyak orang yang membaca cerita silat, ungkapan “kabar burung”
menjadi populer, sehingga sekarang telah menjadi khazanah bahasa Indonesia. Artinya tidak
ada sangkutpautnya dengan burung yang suka terbang. “Burung” di situ berasal dari bahasa
Sunda yang artinya “gila”, “tidak benar” atau “gagal”. Jadi, “kabar burung” artinya kabar
yang tidak benar, kabar gila. Dalam bahasa sunda sendiri tdak ada ungkapan “beja burung”
(beja = kabar). Jadi kata Sunda yang diambil hanya “burung” saja.
        Kata lain yang belum lama menjadi kosa kata bahasa Indonesia adalah “tawuran”.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) “tawuran” berarti perkelahian beramai-
ramai; perkelahian masal.



                                   Plagiat Kian Merebak



        Plagiat adalah perbuatan mencuri, dalam hal ini mengaku karangan, karya, atau
buah pikiran orang lain sebagai karya kita sendiri. Dalam dunia ilmu dan seni, perbuatan itu
dianggap sebagai dosa tak berampun. Gurubesar di Universitas Parahyangan karena
ketahuan melakukan plagiat, maka ia dipecat dari kedudukannya. Dosen ITB dibatalkan
ijazah S3-nya dan dikenakan hukuman dengan menggeser dari kedudukannya. Hal itu
menunjukkan bahwa universita-universitasitu menganggap perbuatan plagiat oleh seorang
sarjana adalah perbuatan tercela yang harus dibersihkan dari lingkungannya.




                                           KESIMPULAN
                                             47
Dalam waktu yang sudah lama ini terlihat bahwa minatdan kebanggaan kita
terhadap bahasa Nasional kian menurun. Hal tersebut Nampak di dalam penggunaan
bahasa Indonesia sehari-hari, dimana para pemakai bahasa, seperti para pemimpin, kaum
intelektual, wartawan, para remaja, mahasiswa, serta kaum lain seperti buruh, peteni,
pedagang,dan semacamnya. Tidak mengikuti kaidah penggunaan bahasa Indonesia yang
benar baik dalam tulisan maupun lisan. Entah apa mereka tidak mengerti atau sengaja
melakukannya. Dalam buku ini terdapat berbagai kasus permasalahan yang mungkin dapat
membuka mata kita tentang kesalahan dalam pemakaian bahasa yang salah dalam bahasa
Indonesia.




                                         48

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

Teori Strukturalisme Genetik Klp 5..pdf
Teori Strukturalisme Genetik Klp 5..pdfTeori Strukturalisme Genetik Klp 5..pdf
Teori Strukturalisme Genetik Klp 5..pdfmynameistika
 
Hubungan internasional dan organisasi internasional kelas xi
Hubungan internasional dan organisasi internasional kelas xiHubungan internasional dan organisasi internasional kelas xi
Hubungan internasional dan organisasi internasional kelas xiapotek agam farma
 
Ultra Universal Pipe Wrap & Universal Pipe Sleeve Brochure
Ultra Universal Pipe Wrap & Universal Pipe Sleeve BrochureUltra Universal Pipe Wrap & Universal Pipe Sleeve Brochure
Ultra Universal Pipe Wrap & Universal Pipe Sleeve BrochureSIG Technical Insulation
 
Penggunaan Teknologi Sinar UV pada pengolahan Air Limbah
Penggunaan Teknologi Sinar UV pada pengolahan Air LimbahPenggunaan Teknologi Sinar UV pada pengolahan Air Limbah
Penggunaan Teknologi Sinar UV pada pengolahan Air LimbahMuhammadSyahrul48
 
PPT Sejarah Sastra.pptx
PPT Sejarah Sastra.pptxPPT Sejarah Sastra.pptx
PPT Sejarah Sastra.pptxmynameistika
 
Contoh Naskah dan Skenario Drama atau Film Pendek - Akuntansi dalam AKSI - Ce...
Contoh Naskah dan Skenario Drama atau Film Pendek - Akuntansi dalam AKSI - Ce...Contoh Naskah dan Skenario Drama atau Film Pendek - Akuntansi dalam AKSI - Ce...
Contoh Naskah dan Skenario Drama atau Film Pendek - Akuntansi dalam AKSI - Ce...Deni Kurnia
 
Makalah Ragam Bahasa Indonesia
Makalah Ragam Bahasa IndonesiaMakalah Ragam Bahasa Indonesia
Makalah Ragam Bahasa IndonesiaSeptiana Farikha
 
Proses pengolahan limbah cair di pt.ppli
Proses pengolahan limbah cair di pt.ppliProses pengolahan limbah cair di pt.ppli
Proses pengolahan limbah cair di pt.ppliindrijago
 
Sejarah Indonesia Kelas XII K13 Buku Guru
Sejarah Indonesia Kelas XII K13 Buku GuruSejarah Indonesia Kelas XII K13 Buku Guru
Sejarah Indonesia Kelas XII K13 Buku GuruMuhammad Pangisthu
 
Rehabilitasi dan Penutupan TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) Sampah
Rehabilitasi dan Penutupan TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) SampahRehabilitasi dan Penutupan TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) Sampah
Rehabilitasi dan Penutupan TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) Sampahinfosanitasi
 
Teori struktural fungsional
Teori struktural fungsionalTeori struktural fungsional
Teori struktural fungsionalNovri To Day
 
Tugas kelompok sosiologi (perubahan sosial)
Tugas kelompok sosiologi (perubahan sosial)Tugas kelompok sosiologi (perubahan sosial)
Tugas kelompok sosiologi (perubahan sosial)Attar Firdaus
 
Tugas ~kenampakan alam eksogen
Tugas ~kenampakan alam eksogenTugas ~kenampakan alam eksogen
Tugas ~kenampakan alam eksogenDIANITA ARDI
 
Septictank maret 2016
Septictank maret 2016Septictank maret 2016
Septictank maret 2016tunggalbagas
 

La actualidad más candente (20)

Ekodainase
EkodainaseEkodainase
Ekodainase
 
Teori Strukturalisme Genetik Klp 5..pdf
Teori Strukturalisme Genetik Klp 5..pdfTeori Strukturalisme Genetik Klp 5..pdf
Teori Strukturalisme Genetik Klp 5..pdf
 
Hubungan internasional dan organisasi internasional kelas xi
Hubungan internasional dan organisasi internasional kelas xiHubungan internasional dan organisasi internasional kelas xi
Hubungan internasional dan organisasi internasional kelas xi
 
Ultra Universal Pipe Wrap & Universal Pipe Sleeve Brochure
Ultra Universal Pipe Wrap & Universal Pipe Sleeve BrochureUltra Universal Pipe Wrap & Universal Pipe Sleeve Brochure
Ultra Universal Pipe Wrap & Universal Pipe Sleeve Brochure
 
Penggunaan Teknologi Sinar UV pada pengolahan Air Limbah
Penggunaan Teknologi Sinar UV pada pengolahan Air LimbahPenggunaan Teknologi Sinar UV pada pengolahan Air Limbah
Penggunaan Teknologi Sinar UV pada pengolahan Air Limbah
 
PPT Sejarah Sastra.pptx
PPT Sejarah Sastra.pptxPPT Sejarah Sastra.pptx
PPT Sejarah Sastra.pptx
 
Contoh Naskah dan Skenario Drama atau Film Pendek - Akuntansi dalam AKSI - Ce...
Contoh Naskah dan Skenario Drama atau Film Pendek - Akuntansi dalam AKSI - Ce...Contoh Naskah dan Skenario Drama atau Film Pendek - Akuntansi dalam AKSI - Ce...
Contoh Naskah dan Skenario Drama atau Film Pendek - Akuntansi dalam AKSI - Ce...
 
Makalah Ragam Bahasa Indonesia
Makalah Ragam Bahasa IndonesiaMakalah Ragam Bahasa Indonesia
Makalah Ragam Bahasa Indonesia
 
Proses pengolahan limbah cair di pt.ppli
Proses pengolahan limbah cair di pt.ppliProses pengolahan limbah cair di pt.ppli
Proses pengolahan limbah cair di pt.ppli
 
Sejarah Indonesia Kelas XII K13 Buku Guru
Sejarah Indonesia Kelas XII K13 Buku GuruSejarah Indonesia Kelas XII K13 Buku Guru
Sejarah Indonesia Kelas XII K13 Buku Guru
 
Rima dalam puisi
Rima dalam puisiRima dalam puisi
Rima dalam puisi
 
Rehabilitasi dan Penutupan TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) Sampah
Rehabilitasi dan Penutupan TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) SampahRehabilitasi dan Penutupan TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) Sampah
Rehabilitasi dan Penutupan TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) Sampah
 
Teori struktural fungsional
Teori struktural fungsionalTeori struktural fungsional
Teori struktural fungsional
 
Karya Ilmiah Remaja "Sampah"
Karya Ilmiah Remaja "Sampah"Karya Ilmiah Remaja "Sampah"
Karya Ilmiah Remaja "Sampah"
 
Efek Rumah Kaca
Efek Rumah Kaca Efek Rumah Kaca
Efek Rumah Kaca
 
Tugas kelompok sosiologi (perubahan sosial)
Tugas kelompok sosiologi (perubahan sosial)Tugas kelompok sosiologi (perubahan sosial)
Tugas kelompok sosiologi (perubahan sosial)
 
Konsepsi Bahasa
Konsepsi BahasaKonsepsi Bahasa
Konsepsi Bahasa
 
Tugas ~kenampakan alam eksogen
Tugas ~kenampakan alam eksogenTugas ~kenampakan alam eksogen
Tugas ~kenampakan alam eksogen
 
Septictank maret 2016
Septictank maret 2016Septictank maret 2016
Septictank maret 2016
 
Teori Resepsi Sastra
Teori Resepsi SastraTeori Resepsi Sastra
Teori Resepsi Sastra
 

Destacado

Proposal pengajuan rehab dan ruang baru mi cibonte
Proposal pengajuan rehab dan ruang baru mi cibonteProposal pengajuan rehab dan ruang baru mi cibonte
Proposal pengajuan rehab dan ruang baru mi cibonteUjang Kamiludin
 
Corporate Event Management (general)
Corporate Event Management (general)Corporate Event Management (general)
Corporate Event Management (general)J.L. Nawan
 
contoh proposal meubiler
contoh proposal meubilercontoh proposal meubiler
contoh proposal meubilerFarha Purple
 
Contoh Surat Masuk dan Surat Keluar
Contoh Surat Masuk dan Surat KeluarContoh Surat Masuk dan Surat Keluar
Contoh Surat Masuk dan Surat KeluarOcky Sulistianingsih
 
Proposal Pengembangan dan Tata Kelola Perpustakaan
Proposal Pengembangan dan Tata Kelola PerpustakaanProposal Pengembangan dan Tata Kelola Perpustakaan
Proposal Pengembangan dan Tata Kelola Perpustakaan@rtNya
 
Surat permohonan dan permintaan
Surat permohonan dan permintaanSurat permohonan dan permintaan
Surat permohonan dan permintaanblewly
 

Destacado (8)

Kamar mandi
Kamar mandiKamar mandi
Kamar mandi
 
Proposal permohonan
Proposal permohonanProposal permohonan
Proposal permohonan
 
Proposal pengajuan rehab dan ruang baru mi cibonte
Proposal pengajuan rehab dan ruang baru mi cibonteProposal pengajuan rehab dan ruang baru mi cibonte
Proposal pengajuan rehab dan ruang baru mi cibonte
 
Corporate Event Management (general)
Corporate Event Management (general)Corporate Event Management (general)
Corporate Event Management (general)
 
contoh proposal meubiler
contoh proposal meubilercontoh proposal meubiler
contoh proposal meubiler
 
Contoh Surat Masuk dan Surat Keluar
Contoh Surat Masuk dan Surat KeluarContoh Surat Masuk dan Surat Keluar
Contoh Surat Masuk dan Surat Keluar
 
Proposal Pengembangan dan Tata Kelola Perpustakaan
Proposal Pengembangan dan Tata Kelola PerpustakaanProposal Pengembangan dan Tata Kelola Perpustakaan
Proposal Pengembangan dan Tata Kelola Perpustakaan
 
Surat permohonan dan permintaan
Surat permohonan dan permintaanSurat permohonan dan permintaan
Surat permohonan dan permintaan
 

Similar a SEJARAH BAHASA

Bahasa Indonesia Ardi Mawardi
Bahasa Indonesia Ardi MawardiBahasa Indonesia Ardi Mawardi
Bahasa Indonesia Ardi Mawardifirdayanti8
 
Bahasa Indonesia. Hasnur
Bahasa Indonesia. HasnurBahasa Indonesia. Hasnur
Bahasa Indonesia. HasnurArdiMawardi1
 
Makalah Bahasa Indonesia Firdayanti
Makalah Bahasa Indonesia FirdayantiMakalah Bahasa Indonesia Firdayanti
Makalah Bahasa Indonesia Firdayantifirdayanti8
 
Bahasa Indonesia
 Bahasa Indonesia Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesiaarifin554
 
MATERI MK. BAHASA INDONESIA (BARU).ppt
MATERI MK. BAHASA INDONESIA (BARU).pptMATERI MK. BAHASA INDONESIA (BARU).ppt
MATERI MK. BAHASA INDONESIA (BARU).pptRizkys111
 
materimk-oleh karena itu maka kita akan membuat sebuah kenyataan yang mampu me
materimk-oleh karena itu maka kita akan membuat sebuah kenyataan yang mampu mematerimk-oleh karena itu maka kita akan membuat sebuah kenyataan yang mampu me
materimk-oleh karena itu maka kita akan membuat sebuah kenyataan yang mampu meTegenMaharaja
 
Makalah bahasa indonesia
Makalah bahasa indonesiaMakalah bahasa indonesia
Makalah bahasa indonesiasaint Corpino
 
Dampak bahasa gaul terhadap bahasa indonesia
Dampak bahasa gaul terhadap bahasa indonesiaDampak bahasa gaul terhadap bahasa indonesia
Dampak bahasa gaul terhadap bahasa indonesiaArdhy Danu
 
Makalah tentang bahasa indonesia : penggunaan bahasa indonesia
Makalah tentang bahasa indonesia : penggunaan bahasa indonesiaMakalah tentang bahasa indonesia : penggunaan bahasa indonesia
Makalah tentang bahasa indonesia : penggunaan bahasa indonesiaDian Kirtley Kristi
 
Sejarah, fungsi, dan kedudukan bahasa indonesia baru
Sejarah, fungsi, dan kedudukan bahasa indonesia baruSejarah, fungsi, dan kedudukan bahasa indonesia baru
Sejarah, fungsi, dan kedudukan bahasa indonesia baruNuelnuel11
 
Analisis kesalahan berbahasa
Analisis kesalahan berbahasaAnalisis kesalahan berbahasa
Analisis kesalahan berbahasalennisinaga
 
Pkti sejarah dan batasan bahasa indonesia
Pkti sejarah dan batasan bahasa indonesiaPkti sejarah dan batasan bahasa indonesia
Pkti sejarah dan batasan bahasa indonesiaFirlita Nurul Kharisma
 
Makalah bahasa indonesia
Makalah bahasa indonesiaMakalah bahasa indonesia
Makalah bahasa indonesiaSTMIK Sumedang
 
Makalah bahasa indonesia
Makalah bahasa indonesiaMakalah bahasa indonesia
Makalah bahasa indonesiaSTMIK Sumedang
 
Siska yuliana
Siska yulianaSiska yuliana
Siska yulianataufiq99
 
2. arti, fungsi, dan ragam bahasa indonesia
2. arti, fungsi, dan ragam bahasa indonesia2. arti, fungsi, dan ragam bahasa indonesia
2. arti, fungsi, dan ragam bahasa indonesiabusitisahara
 
Bulan bahasa dan sastra
Bulan bahasa dan sastraBulan bahasa dan sastra
Bulan bahasa dan sastraDhanar Sinut
 
Tugas bahasa indonesia
Tugas bahasa indonesiaTugas bahasa indonesia
Tugas bahasa indonesiaFadLi AmiGo
 

Similar a SEJARAH BAHASA (20)

Bahasa Indonesia Ardi Mawardi
Bahasa Indonesia Ardi MawardiBahasa Indonesia Ardi Mawardi
Bahasa Indonesia Ardi Mawardi
 
Bahasa Indonesia. Hasnur
Bahasa Indonesia. HasnurBahasa Indonesia. Hasnur
Bahasa Indonesia. Hasnur
 
Makalah Bahasa Indonesia Firdayanti
Makalah Bahasa Indonesia FirdayantiMakalah Bahasa Indonesia Firdayanti
Makalah Bahasa Indonesia Firdayanti
 
Bahasa Indonesia
 Bahasa Indonesia Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia
 
MATERI MK. BAHASA INDONESIA (BARU).ppt
MATERI MK. BAHASA INDONESIA (BARU).pptMATERI MK. BAHASA INDONESIA (BARU).ppt
MATERI MK. BAHASA INDONESIA (BARU).ppt
 
materimk-oleh karena itu maka kita akan membuat sebuah kenyataan yang mampu me
materimk-oleh karena itu maka kita akan membuat sebuah kenyataan yang mampu mematerimk-oleh karena itu maka kita akan membuat sebuah kenyataan yang mampu me
materimk-oleh karena itu maka kita akan membuat sebuah kenyataan yang mampu me
 
Makalah bahasa indonesia
Makalah bahasa indonesiaMakalah bahasa indonesia
Makalah bahasa indonesia
 
Dampak bahasa gaul terhadap bahasa indonesia
Dampak bahasa gaul terhadap bahasa indonesiaDampak bahasa gaul terhadap bahasa indonesia
Dampak bahasa gaul terhadap bahasa indonesia
 
Dian i
Dian iDian i
Dian i
 
Makalah tentang bahasa indonesia : penggunaan bahasa indonesia
Makalah tentang bahasa indonesia : penggunaan bahasa indonesiaMakalah tentang bahasa indonesia : penggunaan bahasa indonesia
Makalah tentang bahasa indonesia : penggunaan bahasa indonesia
 
Sejarah, fungsi, dan kedudukan bahasa indonesia baru
Sejarah, fungsi, dan kedudukan bahasa indonesia baruSejarah, fungsi, dan kedudukan bahasa indonesia baru
Sejarah, fungsi, dan kedudukan bahasa indonesia baru
 
Analisis kesalahan berbahasa
Analisis kesalahan berbahasaAnalisis kesalahan berbahasa
Analisis kesalahan berbahasa
 
Pkti sejarah dan batasan bahasa indonesia
Pkti sejarah dan batasan bahasa indonesiaPkti sejarah dan batasan bahasa indonesia
Pkti sejarah dan batasan bahasa indonesia
 
Makalah bahasa indonesia
Makalah bahasa indonesiaMakalah bahasa indonesia
Makalah bahasa indonesia
 
Makalah bahasa indonesia
Makalah bahasa indonesiaMakalah bahasa indonesia
Makalah bahasa indonesia
 
Siska yuliana
Siska yulianaSiska yuliana
Siska yuliana
 
2. arti, fungsi, dan ragam bahasa indonesia
2. arti, fungsi, dan ragam bahasa indonesia2. arti, fungsi, dan ragam bahasa indonesia
2. arti, fungsi, dan ragam bahasa indonesia
 
Bulan bahasa dan sastra
Bulan bahasa dan sastraBulan bahasa dan sastra
Bulan bahasa dan sastra
 
Tugas bahasa indonesia
Tugas bahasa indonesiaTugas bahasa indonesia
Tugas bahasa indonesia
 
Bahan ajar bhs. indonesia
Bahan ajar bhs. indonesiaBahan ajar bhs. indonesia
Bahan ajar bhs. indonesia
 

Más de Rezka Judittya

PERENCANAAN PROGRAM (Penentuan visi Misi, Tujuan, Target)
PERENCANAAN PROGRAM (Penentuan visi Misi, Tujuan, Target) PERENCANAAN PROGRAM (Penentuan visi Misi, Tujuan, Target)
PERENCANAAN PROGRAM (Penentuan visi Misi, Tujuan, Target) Rezka Judittya
 
Hak cipta dan analisis kasus
Hak cipta dan analisis kasusHak cipta dan analisis kasus
Hak cipta dan analisis kasusRezka Judittya
 
Organisasi produksi (by Indra Prawira)
Organisasi produksi (by Indra Prawira)Organisasi produksi (by Indra Prawira)
Organisasi produksi (by Indra Prawira)Rezka Judittya
 
Perencanaan program televisi (by Indra Prawira))
Perencanaan program televisi (by Indra Prawira))Perencanaan program televisi (by Indra Prawira))
Perencanaan program televisi (by Indra Prawira))Rezka Judittya
 
Creative thingking (by Indra Prawira)
Creative thingking (by Indra Prawira)Creative thingking (by Indra Prawira)
Creative thingking (by Indra Prawira)Rezka Judittya
 
TEACHING APROACHES method
TEACHING APROACHES methodTEACHING APROACHES method
TEACHING APROACHES methodRezka Judittya
 
P r e p o s i t i o n for children learning
P r e p o s i t i o n for children learningP r e p o s i t i o n for children learning
P r e p o s i t i o n for children learningRezka Judittya
 
phrasal verb for children
phrasal verb for childrenphrasal verb for children
phrasal verb for childrenRezka Judittya
 
Final sma lesson plan speaking and appendices[1] 1
Final sma lesson plan speaking and appendices[1] 1Final sma lesson plan speaking and appendices[1] 1
Final sma lesson plan speaking and appendices[1] 1Rezka Judittya
 
English curriculum & materials development for grade 10
English curriculum & materials development for grade 10English curriculum & materials development for grade 10
English curriculum & materials development for grade 10Rezka Judittya
 
INTEGRATED MARKETING COMM. DJARUM BLACK
INTEGRATED MARKETING COMM. DJARUM BLACKINTEGRATED MARKETING COMM. DJARUM BLACK
INTEGRATED MARKETING COMM. DJARUM BLACKRezka Judittya
 
Resume buku Sistem Politik Indonesia karya A. Rahman H.I”
Resume buku Sistem Politik Indonesia karya  A. Rahman H.I” Resume buku Sistem Politik Indonesia karya  A. Rahman H.I”
Resume buku Sistem Politik Indonesia karya A. Rahman H.I” Rezka Judittya
 
Opinion leader (pemimpin opini)
Opinion leader (pemimpin opini)Opinion leader (pemimpin opini)
Opinion leader (pemimpin opini)Rezka Judittya
 
Kisah sukses dari keterbatasan
Kisah sukses dari keterbatasanKisah sukses dari keterbatasan
Kisah sukses dari keterbatasanRezka Judittya
 

Más de Rezka Judittya (20)

etika penyiaran
etika penyiaranetika penyiaran
etika penyiaran
 
PERENCANAAN PROGRAM (Penentuan visi Misi, Tujuan, Target)
PERENCANAAN PROGRAM (Penentuan visi Misi, Tujuan, Target) PERENCANAAN PROGRAM (Penentuan visi Misi, Tujuan, Target)
PERENCANAAN PROGRAM (Penentuan visi Misi, Tujuan, Target)
 
Hak cipta dan analisis kasus
Hak cipta dan analisis kasusHak cipta dan analisis kasus
Hak cipta dan analisis kasus
 
Organisasi produksi (by Indra Prawira)
Organisasi produksi (by Indra Prawira)Organisasi produksi (by Indra Prawira)
Organisasi produksi (by Indra Prawira)
 
Perencanaan program televisi (by Indra Prawira))
Perencanaan program televisi (by Indra Prawira))Perencanaan program televisi (by Indra Prawira))
Perencanaan program televisi (by Indra Prawira))
 
Creative thingking (by Indra Prawira)
Creative thingking (by Indra Prawira)Creative thingking (by Indra Prawira)
Creative thingking (by Indra Prawira)
 
TEACHING APROACHES method
TEACHING APROACHES methodTEACHING APROACHES method
TEACHING APROACHES method
 
P r e p o s i t i o n for children learning
P r e p o s i t i o n for children learningP r e p o s i t i o n for children learning
P r e p o s i t i o n for children learning
 
phrasal verb for children
phrasal verb for childrenphrasal verb for children
phrasal verb for children
 
Final sma lesson plan speaking and appendices[1] 1
Final sma lesson plan speaking and appendices[1] 1Final sma lesson plan speaking and appendices[1] 1
Final sma lesson plan speaking and appendices[1] 1
 
Syllabus complete
Syllabus completeSyllabus complete
Syllabus complete
 
English curriculum & materials development for grade 10
English curriculum & materials development for grade 10English curriculum & materials development for grade 10
English curriculum & materials development for grade 10
 
INTEGRATED MARKETING COMM. DJARUM BLACK
INTEGRATED MARKETING COMM. DJARUM BLACKINTEGRATED MARKETING COMM. DJARUM BLACK
INTEGRATED MARKETING COMM. DJARUM BLACK
 
Resume buku Sistem Politik Indonesia karya A. Rahman H.I”
Resume buku Sistem Politik Indonesia karya  A. Rahman H.I” Resume buku Sistem Politik Indonesia karya  A. Rahman H.I”
Resume buku Sistem Politik Indonesia karya A. Rahman H.I”
 
Opinion leader (pemimpin opini)
Opinion leader (pemimpin opini)Opinion leader (pemimpin opini)
Opinion leader (pemimpin opini)
 
Kisah sukses dari keterbatasan
Kisah sukses dari keterbatasanKisah sukses dari keterbatasan
Kisah sukses dari keterbatasan
 
D'Young
D'YoungD'Young
D'Young
 
Proposal penawaran
Proposal penawaranProposal penawaran
Proposal penawaran
 
Psikologi komunikator
Psikologi komunikatorPsikologi komunikator
Psikologi komunikator
 
IMC DJARUM
IMC DJARUMIMC DJARUM
IMC DJARUM
 

Último

Teks ucapan Majlis Perpisahan Lambaian Kasih
Teks ucapan Majlis Perpisahan Lambaian KasihTeks ucapan Majlis Perpisahan Lambaian Kasih
Teks ucapan Majlis Perpisahan Lambaian Kasihssuserfcb9e3
 
Aksi Nyata PERENCANAAN BERBASIS DATA.pptx
Aksi Nyata PERENCANAAN BERBASIS DATA.pptxAksi Nyata PERENCANAAN BERBASIS DATA.pptx
Aksi Nyata PERENCANAAN BERBASIS DATA.pptxdonny761155
 
KISI-KISI Soal PAS Geografi Kelas XII.docx
KISI-KISI Soal PAS Geografi Kelas XII.docxKISI-KISI Soal PAS Geografi Kelas XII.docx
KISI-KISI Soal PAS Geografi Kelas XII.docxjohan effendi
 
Program Roots Indonesia/Aksi Nyata AAP.pdf
Program Roots Indonesia/Aksi Nyata AAP.pdfProgram Roots Indonesia/Aksi Nyata AAP.pdf
Program Roots Indonesia/Aksi Nyata AAP.pdfwaktinisayunw93
 
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 2 Fase A [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 2 Fase A [abdiera.com]Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 2 Fase A [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 2 Fase A [abdiera.com]Abdiera
 
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup BangsaDinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup BangsaEzraCalva
 
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdfBuku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdfWahyudinST
 
Gandum & Lalang (Matius......13_24-30).pptx
Gandum & Lalang (Matius......13_24-30).pptxGandum & Lalang (Matius......13_24-30).pptx
Gandum & Lalang (Matius......13_24-30).pptxHansTobing
 
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptxKeberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptxLeniMawarti1
 
UNSUR - UNSUR, LUAS, KELILING LINGKARAN.pptx
UNSUR - UNSUR, LUAS, KELILING LINGKARAN.pptxUNSUR - UNSUR, LUAS, KELILING LINGKARAN.pptx
UNSUR - UNSUR, LUAS, KELILING LINGKARAN.pptxFranxisca Kurniawati
 
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKAPPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKARenoMardhatillahS
 
Modul Ajar Informatika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Informatika Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaModul Ajar Informatika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Informatika Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaAbdiera
 
Workshop penulisan buku (Buku referensi, monograf, BUKU...
Workshop penulisan buku                       (Buku referensi, monograf, BUKU...Workshop penulisan buku                       (Buku referensi, monograf, BUKU...
Workshop penulisan buku (Buku referensi, monograf, BUKU...Riyan Hidayatullah
 
KAMUS SOSIOLOGI LENGKAP.untuk sma umumdocx
KAMUS SOSIOLOGI LENGKAP.untuk sma umumdocxKAMUS SOSIOLOGI LENGKAP.untuk sma umumdocx
KAMUS SOSIOLOGI LENGKAP.untuk sma umumdocxjohan effendi
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...Kanaidi ken
 
PERTEMUAN 9 KESEIM 3 SEKTOR.............
PERTEMUAN 9 KESEIM 3 SEKTOR.............PERTEMUAN 9 KESEIM 3 SEKTOR.............
PERTEMUAN 9 KESEIM 3 SEKTOR.............SenLord
 
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 TesalonikaMateri Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 TesalonikaSABDA
 
LATIHAN SOAL geo ANALISA DATA PENDUDUK.doc
LATIHAN SOAL geo ANALISA DATA PENDUDUK.docLATIHAN SOAL geo ANALISA DATA PENDUDUK.doc
LATIHAN SOAL geo ANALISA DATA PENDUDUK.docjohan effendi
 
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.ppt
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.pptSejarah Perkembangan Teori Manajemen.ppt
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.pptssuser940815
 
Tina fitriyah - Uji Sampel statistik.pptx
Tina fitriyah - Uji Sampel statistik.pptxTina fitriyah - Uji Sampel statistik.pptx
Tina fitriyah - Uji Sampel statistik.pptxTINAFITRIYAH
 

Último (20)

Teks ucapan Majlis Perpisahan Lambaian Kasih
Teks ucapan Majlis Perpisahan Lambaian KasihTeks ucapan Majlis Perpisahan Lambaian Kasih
Teks ucapan Majlis Perpisahan Lambaian Kasih
 
Aksi Nyata PERENCANAAN BERBASIS DATA.pptx
Aksi Nyata PERENCANAAN BERBASIS DATA.pptxAksi Nyata PERENCANAAN BERBASIS DATA.pptx
Aksi Nyata PERENCANAAN BERBASIS DATA.pptx
 
KISI-KISI Soal PAS Geografi Kelas XII.docx
KISI-KISI Soal PAS Geografi Kelas XII.docxKISI-KISI Soal PAS Geografi Kelas XII.docx
KISI-KISI Soal PAS Geografi Kelas XII.docx
 
Program Roots Indonesia/Aksi Nyata AAP.pdf
Program Roots Indonesia/Aksi Nyata AAP.pdfProgram Roots Indonesia/Aksi Nyata AAP.pdf
Program Roots Indonesia/Aksi Nyata AAP.pdf
 
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 2 Fase A [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 2 Fase A [abdiera.com]Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 2 Fase A [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 2 Fase A [abdiera.com]
 
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup BangsaDinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
 
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdfBuku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
 
Gandum & Lalang (Matius......13_24-30).pptx
Gandum & Lalang (Matius......13_24-30).pptxGandum & Lalang (Matius......13_24-30).pptx
Gandum & Lalang (Matius......13_24-30).pptx
 
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptxKeberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
 
UNSUR - UNSUR, LUAS, KELILING LINGKARAN.pptx
UNSUR - UNSUR, LUAS, KELILING LINGKARAN.pptxUNSUR - UNSUR, LUAS, KELILING LINGKARAN.pptx
UNSUR - UNSUR, LUAS, KELILING LINGKARAN.pptx
 
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKAPPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
 
Modul Ajar Informatika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Informatika Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaModul Ajar Informatika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Informatika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
 
Workshop penulisan buku (Buku referensi, monograf, BUKU...
Workshop penulisan buku                       (Buku referensi, monograf, BUKU...Workshop penulisan buku                       (Buku referensi, monograf, BUKU...
Workshop penulisan buku (Buku referensi, monograf, BUKU...
 
KAMUS SOSIOLOGI LENGKAP.untuk sma umumdocx
KAMUS SOSIOLOGI LENGKAP.untuk sma umumdocxKAMUS SOSIOLOGI LENGKAP.untuk sma umumdocx
KAMUS SOSIOLOGI LENGKAP.untuk sma umumdocx
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
 
PERTEMUAN 9 KESEIM 3 SEKTOR.............
PERTEMUAN 9 KESEIM 3 SEKTOR.............PERTEMUAN 9 KESEIM 3 SEKTOR.............
PERTEMUAN 9 KESEIM 3 SEKTOR.............
 
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 TesalonikaMateri Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
 
LATIHAN SOAL geo ANALISA DATA PENDUDUK.doc
LATIHAN SOAL geo ANALISA DATA PENDUDUK.docLATIHAN SOAL geo ANALISA DATA PENDUDUK.doc
LATIHAN SOAL geo ANALISA DATA PENDUDUK.doc
 
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.ppt
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.pptSejarah Perkembangan Teori Manajemen.ppt
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.ppt
 
Tina fitriyah - Uji Sampel statistik.pptx
Tina fitriyah - Uji Sampel statistik.pptxTina fitriyah - Uji Sampel statistik.pptx
Tina fitriyah - Uji Sampel statistik.pptx
 

SEJARAH BAHASA

  • 1. RESENSI BUKU “BUS BIS BAS” (Berbagai Masalah Bahasa Indonesia) OLEH : REZKA JUDITTYA 44110010131 SURYADI PARTA WIJAYA 44110010130 NUZUL TRIAWAN 44110010134 Fakultas Ilmu Komunikasi program studi Broadcasting Universitas Mercu Buana Jakarta 1
  • 2. BUS BIS BAS (Berbagai Masalah Bahasa Indonesia) Identitas Buku Judul Buku : BUS BIS BAS (Berbagai Masalah Bahasa Indonesia) Pengarang : Ajib Rosidi Penerbit : Pustaka Jaya Tahun terbit : Desember 2010 (Cetakan Pertama) Halaman : ±226 Harga Buku : Rp 52.000,00 Tujuan Pengarang Memberikan suatu pandangan kepada para pembaca tentang perubahan-perubahan bentuk penggunaan kata-kata Bahasa Indonesia sehari- hari, yang di pengaruhi oleh berbagai macam faktor, seperti budaya,serta merasakan mirisnya bahasa nasional sudah tidak bisa di hargai oleh berbagai oknum pengguna bahasa. Tujuan Resensator Resensi buku BUS BIS BAS (Berbagai Masalah Bahasa Indonesia) ini ditujukan untuk tugas akhir mata kuliah Bahasa Indonesia Fakultas Ilmu Komunikasi, Program Studi Broadcasting Universitas Mercubuana, Jakarta. Tugas ini juga merupakan sarana pembelajaran kami bagaimana cara menulis sebuah karya ilmiah yang baik, serta isi dari buku yang kami resensi ini sangatlah menyadari kami sebagai resensator tentang kurang berartinnya bahasa nasional kita di mata sebagian orang yang menggunakannya. 2
  • 3. Kepengarangan Ajib Rosidi (di baca : ayib rosidi) adalah seorang sastrawan bahasa Indonesia, lahir di Jatiwaringin, Majalengka, Jawa Barat pada tanggal 31 Januari 1938. Ketika masih duduk di SMP menjadi redaktur majalah Suluh Pelajar (Suluh Peladjar) (1953-1955) yang tersebar ke seluruh Indonesia. Kemudian menjadi pemimpin redaksi bulanan Prosa (1955), Mingguan (kemudian Majalah Sunda (1965-1967), bulanan Budaya Jaya (Budaja Djaja, 1968-1979). Mendirikan dan memimpin Proyek Penelitian Pantun dan Folklor Sunda (PPP-FS) yang banyak merekam Carita Pantun dan mempublikasikannya (1970-1973). Bersama kawan-kawannya, Ajip mendirikan penerbit Kiwari di Bandung (1962), penerbit Cupumanik (Tjupumanik) di Jatiwangi (1964), Duta Rakyat (1965) di Bandung, Pustaka Jaya (kemudian Dunia Pustaka Jaya) di Jakarta (1971), Girimukti Pasaka di Jakarta (1980), dan Kiblat Buku Utama di Bandung (2000). Terpilih menjadi Ketua IKAPI dalam dua kali kongres (1973-1976 dan 1976-1979). Menjadi anggota DKJ sejak awal (1968), kemudian menjadi Ketua DKJ beberapa masaja batan (1972-1981). Menjadi anggota BMKN 1954, dan menjadi anggota pengurus pleno (terpilih dalam Kongres 1960). Menjadi anggota LBSS dan menjadi anggota pengurus pleno (1956-1958) dan anggota Dewan Pembina (terpilih dalam Kongres 1993), tapi mengundurkan diri (1996). Salah seorang pendiri dan salah seorang Ketua PP-SS yang pertama (1968-1975), kemudian menjadi salah seorang pendiri dan Ketua Dewan Pendiri Yayasan PP-SS (1996). Salah seorang pendiri Yayasan PDS H.B. Jassin (1977). Sejak 1981 diangkat menjadi guru besar tamu di Osaka Gaikokugo Daigaku (Universitas Bahasa Asing Osaka), sambil mengajar di Kyoto Sangyo Daigaku (1982-1996) dan Tenri Daignku (1982-1994), tetapi terus aktif memperhatikan kehidupan sastera-budaya dan sosial-politik di tanah air dan terus menulis. Tahun 1989 secara pribadi memberikan Hadiah Sastera Rancagé setiap yang kemudian dilanjutkan oleh Yayasan Kebudayaan Rancage yang didirikannya. 3
  • 4. Setelah pensiun ia menetap di desa Pabelan, Kecamatan Mungkid, Magelang, Jawa Tengah. Meskipun begitu, ia masih aktif mengelola beberapa lembaga nonprofit seperti Yayasan Kebudayaan Rancagé dan Pusat Studi Sunda Keunggulan Buku Buku Bus Bis Bas ini menyajikan tentang kasalahan dalam penggunaan kata ataupun kalimat dalam bahasa indonesia, yang di sajikan secara menarik dengan berbagai contoh kesalahan beserta asal mula terjadinya kesalahan tersebut. Pembaca mungkin tertarik dengan isi dari buku ini karena mengupas seluk beluk pemakaian bahasa yang kita gunakan sehari-hari, sehingga kita pun dapat mengetahui,serta mempelajari pemakaian bahasa yang benar Kelemahan Buku Kelemahan buku ini adalah kata-kata dari si pengarang yang sangat baku sehingga kadang kala sebagai orang awam yang kurang mengerti tata penulisan bahasa Indonesia yang baik dan benar kita mungkin akan sedikit rancu, namun hal itu tidak terlalu berarti, karena keseluruhan isi dari bacaan ini sangatlah menarik. 4
  • 5. Sinopsis Perjalanan Menjadi “Aku” Penulis Merasa heran ketika mendengar kemenakan dan anak-anak muda yang berbicara dengannya mempergunakan kata ganti orang pertama “aku”, sebab kata ganti orang pertama yang beliau sering gunakan adalah “saya”. Begitu pula dengan teman sebaya beliau yang mempergunakan kata “saya”, dan kata ”aku” biasannya hanya di gunakan pada teks sastra bahasa saja. Penulis merasa bahwa Hal tersebut menunjukan adannya perubahan sosial yang mempengaruhi alam pikiran tiap individu anggota masyarakat pemakai bahasa. Kata “saya” di anggap merendahkan martabat seseorang, karena “saya” berasal dari kata “sahaya” atau sama dengan”hamba” atau juga ” hamba sahaya”, yang berarti budak belian. Kata “hamba” bermaksud merendah,dalam ati kita mengahargai orang yang kita ajak berbicara. Setelah masa kerajaan usai “hamba” tidak di pergunakan karena dianggap sangat rendah, maka di gantikan dengan kata “sahaya” atau “saya”. Kata “aku” hanya di pergunakan pada orang yang sama derajatnya,atau sudah sangat akrab,dan orang sumatera lebih fasih mengucapkannya di bandingkan dengan daerah lain. Di Jakarta kata “aku” di pengaruhi oleh budaya,dan berubah menjadi “gua”, atau “ gue”. Katanya, kata ini berasal dari dielek cina,yang dahulu menetap di jakarta.Karena Jakarata merupakan pusat ibukota negara, maka kata “gue” mudah tersebar di berbagai wilayah. Lian lagi dengan suku jawa,yang menyebutkan “kami” sebagai kata ganti untuk dirinya sendiri, yang sebenarnnya kata ganti “kami” di gunakan untuk kata ganti orang pertama jamak,mungkin karena suku jawa menganggap kata “saya” pun kurang sopan jika berbicara dengan orang lain,terutama dengan orang yang berderajat lebih tinggi. Berbagai perubahan sebutan kata ganti sangatlah membingungkan, dan ternyata pejalanan dari ”hamba”.”saya”.”kami”, sampai dengan kata ”aku” sangatlah panjang. 5
  • 6. Kegagalan “Anda” Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang kongkrit,karaena dalam pemakaiannya harus merujuk kepada orang yang di akjak berbicara,dan yang di bicarakan,dan kadang kala membuat repot beberapa pihak,karena haruslah menyesuaikan diri. Hal tersebut mungkin juga di alami oleh seorang wartawan senior H. Rosihan Anwar. Karena dahulu beliau bersekolah di sekolah belanda,dan mempergunakan bahasa Belanda sebagai pengantar,maka beliau agak kerepotan untuk mencari kata ganti orang pertama,dan lebih lagi orang kedua yang tepat di pergunakan. Sejak saat itu,pada tahun 1958 muncul gagasan dari beliau untuk memakai kata ganti orang kedua. Beliau mengusulkan kepada pembacanya tentang kata ganti yang tepat,dan kata “ you” yang dianggap sangatlah tepat untuk di pergunakan,kata tesebut di usulkan oleh seorang mayor penerbang dari daerah Palembang, yang berarti “anda” dalam bahasa Indonesia. Setelah lama,akhirnya “ anda” menjadi populer di masyarakat,dan sering terdengar secara lisan, maupun tulisan di surat-surat kabar. Keinginan H. Rosihan ternyata tidak bisa mewakili kata ganti orang kedua dalam bahasa Indonesia, malah menjadikan kata tersebut satu –satunya kata ganti orang kedua, atau malah menambah kata ganti orang kedua,yang sebelumnnya sudah ada kata “Saudara”,” Bapak”,” Ibu”,” dan lainnya sesuai dengan situasi kongkrit dengan pembicara. Kata “anda” mungkin di rasa tidak sopan jika kita berbicara dengan orang yang lebih tua,atau di hormati. Alhasil jika kita menggunakannya maka orang yang kita ajak berbicara tersebut pastilah akan merasa marah. Dari hal tersebut terlihat kegagala H. Rosihan Anwar dalam mencari kata ganti orang kedua yang sepadan dengan “you”. Karena dalam bahasa itu sangatlah erat pertaliannya dengan budaya yang ada di dalam masyarakat,dan hal itulah yang tidak beliau pahami, jadi dalam setiap menggunakan sebutan pastilah di sesuaikan dengan si pembicara,dan siapa yang di bicarakan, serta siapa yang di ajak berbicara. 6
  • 7. Mengeja Nama Sendiri Pada masa revolusi Mr. Suwandi, menteri pendidikan pengajaran dan kebudayaan (sekarang Kementrian Pendidikan Nasional), mengubah pengejaan bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin yang sebelumnya di atur dalam ejaan Van Ophyusen (1901), perubahan terbesar adalah penggantian “oe” dengan “u” . Penggunaan “oe” yang di bunyikan sebagai”u” berasal dari bahasa Belanda. Van Ophyusen adalah orang Belanda yang di tugaskan untuk mengatur penulisan ejaan bahasa melayu,dengan menggunakan bahasa Olanda(Latin). Kerena pada masa itu banyak orang menulis dengan sembarangan , seperti kata “air”, ada yang menulis dengan “aer”,”ayir”,” ayer”, dan lain sebagainnya. Pada masa Mr.Suwandi, ada seorang ahli purbakala bernama Suhamir, mengusulkan agar bahasa Indonesia lebih efisien,sebaiknnya menukar “oe” dengan “u”. Pemakaian kata “oe” sangatlah mudah di gunakan dalam bahasa Belanda, sedangakan “U” dalam bahasa Belanda jga di pergunakan,namun di bunyikan secara berbeda, kadang kala di bunyikan “a”. Namun dalam bahasa Indonesia “u” selalu berbunyi “u” di mana pun di tempatkannya. Dalam penulisan nama, ejaan di serahkan sepenuhnnya oleh si empunya nama, dan semenjak itu banyak orang yang mempunyao nama “oe” mengganti namannya dengan menggunakan “u”, seperti Maria Ulfah, Usmar Ismail, Mochtar Lubis, dan lain-lain. Walaupun begitu tetap saja ada yang mempertahankan ejaan Van Ophuysen, seperti, Boedjoeng Saleh, atau mengkombinasikannya seperti pada nama Pramudya Ananta Toer,dimana pada kata “Toer” merupakan nama dari orang tua beliau. Atau dengan berbagai cara penulisan lainnya. Sekarang ini pun penulisan nama menurut EYD juga di serahkan kepada si empunya nama, bagaimana mereka menulis serta mengaeja namannya sendiri, hal itu mungkin di adopsi dari masyarakat bahasa Inggiris,yang menyebutkan ”How do you spell it ?”, atau juga bahasa Jepang tentang bagaiman mengeja nya dalam huruf kanji. Para pakar penyusun EYD nampaknnya bercermin dari 2 negara tersebut,tanpa memikirkan bahwa bahsa Indonesia memiliki watak yang berbeda dengan bahasa Inggris atau juga Jepang. “Sistim” dan “ Sistem” 7
  • 8. Bukti bahwa penyusun EYD bercermi pada bahasa Inggris terdapat pada kata “sistim” yang di ubah menjadi “sistem”. “Sistim” berasal dari bahasa Belanda (yang mempengaruhi bahasa Indonesia pada masa penjajahan ), yang di tulis “systeem”. Mengapa di ubah menjadi “sistem”, yang konon berasala dari bahasa Inggris “system”? Alasan dari para pakar EYD adalah kata- kata asing harus di eja sesuai dengan ejaan bahasa Inggris. Hal tersebut menimbulkan masalah karena banyak kata-kata bahasa Belanda yang masuk ke perbendaharaan kata dalam bahasa Indonesia,dan telah di anggap pribumi,padahal kata tersebut ada juga di dalam bahasa Inggris. Tidaklah semua kata yang berasal dari bahasa Belanda di Inngriska,contohnnya : “televisi”,”administrasi”,” kombinasi”,” polusi”, yang dalam bahasa Belanda ”televisie”,” administratie”,” combinatie”,”poluttie”. Hal tersebut menunjukan ketidak konsisten an EYD. Seharusnya kata-kata pinjaman, pungutan dari bahasa asing menjadi milik kita, karena sedah melebur ke dalam bahasa Indonesia,dan tidak perlu di ganti, atau di buang selama kita masih mempergunakannya. Perubahan bunyi “i” menjadi “e”(pepet) tersebut tidak berhenti di situ saja. Lihat saja presiden ke dua kita Soeharto yang tidak bisa menybutkan akhiran –kan, melainkan dengan -ken. Hal tersebut mungkin juga di pengaruhi oleh budaya jawa, atau daerah lainnya yang berakhir dengan “e”(pepet) Ketidakkonsistenan EYD 8
  • 9. Penulis telah membuktikan bahwa EYD tidak konsisten, namun sebenarnya EYD penuh dengan ketidakkonsistenan. Hal tersebut menjadi aneh, karena EYD merupakan “pembakuan bahasa”, maksudya EYD harus menjadi pedoman atau rujukan bagi mereka yang ingin berbahasa Indonesia baku. Adanya pasal dari EYD yang membebaskan ejaan sebuah nama sesuai dengan pemiliknya sendiri. Hal tersebut sangatlah membingungkan bagi oarng lain yang ingin menyebutkan nama seseorang,dan dalam pencarian ensiklopedia mungkin sebuah nama yang berbeda huruf atau bacaan mungkin dapat menyesatkan para pembaca, jika tidak di tambah dengan keterangan yang lebih memperjelas status seorang tersebut. Ketidak konsisiten lain adalah masih di gunakannya huruf ganbung untuk sebuah fonem, seperti contoh “ng, dan “ny” yang sering di pakai di dalam bahasa Indonesia, alasan mereka masih menggunakan kedua huruf tersebut sangatlah simpel, bahwa huruf yang sesuai tidak ada di mesin cetak atau mesin ketik manapun,sehingga sukar untuk di pakai. Satu contoh lagi adalah penggunaan huruf ”e” (pepet),dan ”e” (tajam), seperti kata “macet”,”ruwet”,”gamelan”,”televisi”,”gerebek”,”ide” dan lain sebagainnya. Dari kasus tersebut seharusnya di beri penyelesaian yang jelas agar tidak terjadi salah ucap. Bus Bis Bas 9
  • 10. Perkataan bis dan bus berasal dari bahasa Belanda bus. Dalam bahasa Belanda vokal u diucapkan dekat seperti vokal eu dalam bahasa Sunda, tetapi terletak antara mengucapkan vokal u dan i. Oleh karena itu, sebagian yang mendengarnya dekat dengan ucapan vokal i, menyebutnya bis, sedangkan mereka yang mendengarnya dekat dengan ucapan vokal u, menulisnya dengan bus, sama dengan ejaannya dalam bahasa Belanda. Dalam praktik sehari-hari kita menyaksikan kedua perkataan itu, baik yang ditulis bus maupun yang ditulis bis sering kita jumpai digunakan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi II (1991) kedua kata itu tercantum sebagai entri. Kata bis mempunyai salah satu arti yang dirujuk kepada entri bus yang artinya yang pertama "kendaraan bermotor angkutan umum yang besar, beroda empat, atau lebih yang dapat memuat penumpang banyak." Dengan demikian, KBBI mengakui baik bis maupun bus sebagai kata bahasa Indonesia yang sah. Tidak ada keterangan yang menyatakan salah satunya baku atau tidak baku. Artinya, keduanya baku. Dalam bahasa Malaysia, kendaraan seperti itu disebut bas, karena mereka mengambilnya dari bahasa Inggris. Dalam bahasa Inggris walaupun ditulis seperti dalam bahasa Belanda, yaitu bus, diucapkan bas. Bahasa Malaysia secara konsisten menuliskan kata-kata pinjaman dari bahasa Inggris sama dengan cara diucapkannya, namun dengan EYD. Akan tetapi, dalam bahasa Indonesia, meskipun bersepakat dengan Malaysia menggunakan EYD, dalam menuliskan kata-kata dari bahasa asing (baik dari bahasa Inggris maupun bahasa Belanda atau bahasa asing lainnya), sering tidak konsisten menggunakan EYD, sehingga kita menemukan truck yang seharusnya truk, condominium yang seharusnya kondominium; cover yang seharusnya kover, credit yang seharusnya kredit, dan lain-lain. Begitu pula ada yang menulis manager ada yang menulis manajer; ada yang menulis diskon ada yang menulis discount dan diskonto; ada yang menulis subyek tetapi ada yang menulis subjek (dan keduanya dianggap baku oleh KBBI), begitu pula ada yang menulis obyek dan ada yang menulis objek, dan lain-lain. Sampai sekarang Pusat Bahasa agaknya merasa cukup hanya dengan menerbitkan KBBI sebagai rujukan cara penulisan yang seharusnya. Sayangnya, KBBI juga setiap edisi sering menimbulkan kontroversi dengan edisi sebelumnya, seperti ditunjukkan Duta Besar Belanda 10
  • 11. Nikolaos van Dam ketika membahas KBBI edisi IV dengan membandingkannya dengan edisi III dalam rubrik Wisata Bahasa ("PR", 28/6). Menulis dengan ejaan semaunya itu setiap hari kita lihat dalam surat-surat kabar, majalah- majalah dan bahkan juga dalam buku-buku yang diterbitkan lembaga resmi pemerintah yang seharusnya lebih taat dalam menggunakan EYD. Di samping itu, aturan EYD tentang penulisan awalan, akhiran, dan preposisi juga tampak belum dikuasai oleh banyak pengguna bahasa Indonesia, sehingga mereka tidak membedakan waktu menulis awalan di dan ke dengan menulis preposisi di dan ke, sehingga semuanya disatukan atau semuanya dipisahkan. Sehingga sering kita baca, "Dia dipukul gurunya dikelas", atau "Dia di pukul gurunya di kelas", atau, "Dia kepergok oleh istrinya ketika bulan Puasa makan sate dipasar", atau, "Dia ke pergok oleh istrinya ketika bulan Puasa makan sate di pasar", dan lain-lain. Pemakaian akhiran an dan kan juga sering menimbulkan kekacauan, sehingga kita baca tulisan "Rumah ini akan dikontrakan" (dengan satu k), artinya akhiran yang digunakan adalah akhiran an, karena kata dasarnya kontrak, padahal seharusnya akhiran kan, sehingga harus ditulis dikontrakkan (dengan dua k). Kata dasarnya kontrak, bukan kontra. Bagi mereka yang sering kebingungan apakah harus menggunakan satu atau dua huruf k, sebaiknya mereka mencoba membentuk kata searti yang huruf akhirnya bukan huruf k, misalnya kata beri maka akan menjadi diberikan, kalau musnah maka akan menjadi dimusnahkan. Artinya, akhiran yang digunakan adalah kan, sehingga kata yang berakhir dengan huruf k itu harus ditulis dengan dua k (kk). Kekeliruan-kekeliruan seperti itu sebenarnya tidak usah terjadi kalau yang menulisnya sering memperhatikan bagaimana kata-kata demikian ditulis dalam buku-buku yang baik bahasanya seperti karya-karya sastra. Kekeliruan penulisan itu hanya menunjukkan bahwa yang menulisnya kurang bergaul dengan bahasa dan kalimat-kalimat bahasa nasionalnya. Seharusnya ada buku standar tentang penggunaan bahasa Indonesia yang bisa dijadikan pegangan buat seluruh bangsa dalam berbicara atau menulis dalam bahasa nasional. Orang Inggris punya buku-buku Oxford yang mereka jadikan pedoman dalam berbahasa, orang Belanda mempelajari "beschafde Hollands. 11
  • 12. Kata Penghubung yang Hilang Di pinggir jalan di kota Muntilan Jawa Tengah menuju ke kawasan Borobudur,ada sebuah toko kerajinan perak bakar yang memasang papan merek sangat besar berbunyi “ Anshor’s Silver. Cabang Kota Gede.” Penulis terheran ketika melihat bacaan tersebut, mengapa ada cabang Kota Gede ( bagian dari kota Yogyakarta) berada di kabupaten Magelang,pinggiran jalan menuju Borobudur?. Menurut pengajaran bahasa Indonesia yang pengarang dapat, bahwa “cabang” adalah tempat perwakilan dar sebuah instasi, perusahaan, atau juga organisasi yang berada di wilayah tersebut, sebsgsi contoh “ Partai Nahadatul Ulama cabang Magelang”, berate di magelang itu merupakan kantor cabang, sedangkan pusatnya berada di Jakarta. Jadi kalimat yang benar adalah “Anshor’s Silver.Cabang dari Kota Gede.” Artinya yang terletak di jalan Borobudur tersebut merupakan cabang,sedangkan pusatnya berada di Kota Gede. Penghilangan kata penghubung pada kasus tersebut dapat menimbulkan kesalah pahaman. Menghilangkan kata penghubung dengan alasan “ekonomisasi bahasa” yang biasa di peruntukan oleh wartawan, untuk memadatkan suatu berita dapat menimbulkan kesan yang jauh ,serta dapat mempengaruhi pemakaian bahasa Indonesia dalam masyarakat,dan juga kekacauan pada masa yang akan datang. Logika dalam Bahasa Para pakar bahasa Indonesia mempunyai kecenderungan hendak menata, bahkan “menertibkan” pemakaian bahasa Indonesia agar “logis”. Contohnya : 12
  • 13. Rombongan itu terdiri dari 24 orang → rombongan itu terdiri atas 24 orang. • Saya datang ke Jakarta sore hari → saya datang di Jakarta sore hari. Kata “ terdiri dari” dalam contoh pertama digantikan dengan kata “terdiri atas”, karena mungkin berdasarkan logikanya, orang yang berdiri itu selalu di atas sesuatu. Lalu pada contoh kedua, kata penghubung “ke” hanya boleh dipakai dalam hubungan dengan kata kerja “pergi”, seperti contoh “Saya pergi ke Balikpapan”. Keduan ungkapan tersebut sudah jadi, lalu kita sebagai pemakainya adalah mempergunakan sebagaimana adanya. Kata “auto mobile” yang berasal dari bahasa Inggris, dan diadopsi ke dalam bahas Indonesia menjadi “oto” dan “mobil”, yang artinya adalah bergerak sendiri. Namun dalam bahasa Malaysia, menyebutkan benda tersebut dengan “kereta” yang dalam bahasa Indonesia merupakan “kereta api” atau “kereta mesin”. Orang Malaysia sepakat menyebutkan “mobil” ( dalam bahasa Indonesia) sebagai “kereta”. Dari pemakaian kata yang berbeda untuk menamakan benda yang sama, terlihat bahwa setiap pemakaian bahasa, memilih dan menyepakati kata – kata yang hendak dipakainya. Dan dalam pemiihan dan kesepakatan itu, tidak ada sama sekali logika yang digunakan. Contoh lain dari logika bahasa, terdapat tanda kalimat “ Wah, wangi orang menggoreng ikan!”, padahal yang dimaksud adalah wangi ikan yang sedang digorenng. Tapi mereka yang mendengar kalimat tersebut tidak akan mengira bahwa yang dimaksud oleh si pembicara adalah parfum yang dipakai oleh orang yang sedang menggoreng ikan itu. Bahasa mempunyai logika sendiri berupa ungkapan. Kata Pungutan yang Mengusung Arti Asalnya. Sebagai bahasa yang sedang tumbuh, bahasa Indonesia banyak memungut kata, baik dari bahsa asing, maupun bahasa daerah. Dalam sejarah perjalanannya, pada awalnya kata 13
  • 14. – kata dari bahasa sanskerta banyak yang masuk ke dalam perbendaharaan kata bahasa – bahasa di nusantara, termasuk bahasa melayu, tetapi terutama bahasa – bahasa di pulau Jawa dan Bali. Kemudian masuklah kata – kata pungutan dari bahasa Arab, seiring dengan datangnya agama Islam. Dan disaat penjajah Belanda, bahasa Indonesia banyak memungutnya. Sekarang bahasa Indonesia setiap hari memungut kata – kata baru dari bahasa Inggris. Bahkan kata – kata dalam perbendaharaan bahasa Melayu yang telah menjadi bahasa Indonesia pun dianggap kurang “gengsi”, contoh : • pilihan → opsi ( berasal dari bahasa Inggris = option ) • penerangan → informasi ( berasal dari bahasa Inggris = information ) • lambang → simbol ( berasal dari bahasa Inggris = symbol ) Begitu pula dengan kata – kata yang dipungut dari bahasa Belanda yang sudah populer, sehingga seakan sudah menjadi milik sendiri banyak yang dikalahkan oleh kata – kata dari bahasa Inggris, seperti “redaktur” oleh “editor”, “korting” oleh “ diskon”, “sositet” oleh “club house”, dan sebagainya. Ada juga kata yang ditulis seperti pungutan dari bahasa Belanda, diucapkan secara bahasa Inggris, seperti “klub” diucapkan “klab”, “uniform” diucapkan “yuniform”, dan lain – lain. “Perempuan” dan “Wanita” Pada masa pasca orde baru, kata “perempuan” tampil lagi. Tadinya kata tersebut hampir dilupakan, karena ada kata “wanita” yang menggantikannya. Pada waktu itu ada anggapan, kata “perempuan” itu kasar dan sekarang orang justru menganggap kata tersebut lebih menghargai kaum yang dianggap lemah itu, karena berasal dari kata “empu” atau tempat “berempu”. Sedang kata “wanita” dianggap hanya memandang mereka sebagai obyek syahwat laki – laki sejalan dengan ungkapan “tahta, harta, dan wanita” sebagai tujuan hidup dan keberhasilan laki – laki dalam hidup hedonis. Dalam masa tersebut, bahas Indonesia mengalami proses feodalisasi yang intensif, mungkin karena presiden Soeharto hendak memaksakan kebudayaan Jawa Mataram yang feodal menjadi anutan seluruh bangsa Indonesia. 14
  • 15. Setelah masa reformasi, kata – kata feodalistik demikian cenderung dihindarkan. Kata “ perempuan” dipopulerkan lagi akan tetapi, berbahasa feodalistik, terutama di kalangan birokrat terlanjur sudah melembaga, sehingga sampai sekarang juga masih terdengar. Ada juga yang masih beranggapan bangsa kita masih bersifat feodal, yang menduduki jabatan di watas, wajar kalau diperakukan sebagai raja, sedangkan rakyatnya harus melayani atasannya. Dalam masyarakat demokrasi sistem berbahasa seperti itu bertentangan dengan keegaliteran sesame manusia. Islam yang menganggap manusia sama dimata Allah SWT, kecuali ketakwaannya, niscaya tidak akan membeda – bedakan manusia berdasarkan darah dan kedudukan sosialnya. Arti Kata yang Berubah dan Kata Majemuk Dahulu dalam bahasa Melayu ( dan Indonesia) kata “ acuh” tak pernah berdri sendiri, selalu dalam bentuk kata jadian ( “ tidak diacuhkan”, “ tidak mengacuhkan”, “ tidak acuhkah dia?”) dan selalu dalam bentuk negative. Ungkapan yang yang tepat adalah “ dia bersikap acuh tak acuh”, artinya tak memperdulikan orang lain. Dalam beberapa belas tahun belakangan ini, kata tersebut sering kita dapati berdiri sendiri, misal “ orang semua sibuk bekerja, dia acuh saja”. Dalam hubungan pengertian, kalimat tersebut dahulu akan diucapkan “ orang semua sibuk bekerja, dia bersikap acuh tak acuh saja .” Perkataan lain yang menglami proses demikian adalah “ bergeming”, yang berarti tidak jatuh atau ambruk waktu dipukuli, seperti dalam “ dia dipukul dengan keras, tetapi tidak bergeming”. Namun sekarang kata “ bergeming” itu sendiri sering digunakan dengan arti “ tidak bergeming”. Misalnya, “ dia bergeming meskipun diserang kiri kanan.” Pertukaran arti seperti itu harusnya diteliti dengan cermat. Tetapi tidak mustahil hal itu disebabkan oleh pemakaian kurang cermat waktu pertama kali menyerap kata – kata tersebut. 15
  • 16. Gejala lain yang menari adalah pembentukan kata majemuk dari dua kata yang mempunyai atri yang sama. Misalnya kata “ pencak” ( dari bahasa Sunda “penca”) yang artinya sama dengan silat dalam bahasa Melayu. “ Pondok” dan “pesantren” yang berasal dari Jawa dan Sunda. Mengapa kata tersebut disatukan, padahal dengan menggunakan salah satu dari kata tersebut, sudah jelas artinya. Pembentukan kata – kata majemuk dengan arti yang sama, nampaknya produktif juga dalam penggunaan kata seperti, “ menumbuh – kembangkan”,” menjelas – terangkan” dan sebagainya. Rujukan Berbahasa Dalam berbahasa Indonesia orang berpegang pada contoh yang ada. Pengajaran BI di sekolah harusnya menjadi tempat pembelajaran para siswa mengambil contoh berbahasa “ yang baik dan benar”. Pribahasa Melayu yang berbunyi “ bahasa menunjukkan bangsa” bukanlah berarti bahwa bahasa yang digunakan oleh seseorang menunjukkan kebangsaannya. Meskipun menggunakan bahasa Inggris, orang India Filipina, Australia, Kanada dan Amerika, bukanlah bangsa Inggris. Pengertian “ bangsa” disitu bukanlah nasion ( nation ), melainkan “ bangsawan “. Artinya cara seseorang berbicara atau berbahasa menunjukkan apakah dia keturunan bangsawan atau bukan. Mengapa? Karena dahulu hanya orang – orang bangsawanlah yang mewajibkan keturunannya mempelajari berbahasa dengan tertib dan baik, sehingga dapat menyampaikan pikiran dan perasaannya dengan tertib dan baik pula. Berbahasa sekarang hamper sepenuhnya diserahkan kepada sekolah ( bukan hanya berbahasa ), kita tahu hasilnya jauh dari memuaskan. Di luar sekolah, dengan waktu yang lebih lama, anak – anak dibiarkan belajar berbahasa sendiri, karena bahasa hanya dianggap sebagai ekspresi pribadi, sehingga yang dipentingkan adalah “ bahasa gaul”. Dan “ bahasa gaul” itu pulalah yang banyak digunakan dalam televisi ( terutama sinetron ), sehingga anak dengan leluasa belajar menggunakannya sendiri. Yang pada umumnya anak – anak lebih suka menonton televisi daripada membaca yang bahasanya lebih baik, namun tulisan – 16
  • 17. tulisan yang ada dalam bacaan anak – anak, seperti tabloid atau artikel pada Koran juga menggunakan bahasa gaul dengan alasan agar lebih diminati ( artinya dibeli atau dilanggan untuk anak – anak, dengan kata lain tujuannya semata – mata bersifat komersial ). Orang – orang tua pun dalam berbahasa kebanyakan mencontoh bahasa televisi dan surat kabar yang susunan kalimat dan piihan kata – katanya sering semaunya, karena berprinsip “ asal dimengerti”, sehingga kalau berbicara mereka juga “ asal dimengerti”. Sesungguhnya sekarang terbuka lebar kesempatan untuk lembaga perguruan tinggi untuk menyusun buku – buku yang dapat dijadikan rujukan berbahasa masyarakat. Peranan Oxford University dan Cambridge University dapat saja dilaksanakan oleh salah satu perguruan tinggi di Indonesia untuk member contoh bahasa Indonesia yang dapat dijadikan rujukan seluruh bangsa. “Kita“ dan “Kami” Dalam bahasa Indonesia kita mengenal kata “ kami” dan “ kita” sebagai kata ganti orang pertama jamak. Dalam pemakaian sehai – hari sekarang dalam masyarakat, kedua kata itu sering dipertukarkan. Yang seharusnya “ kami”, digunakan “ kita”. Kata “ kita” juga sering digunakan sebagai kata ganti orang pertama tunggal. Kedua kata itu diwarisi dari bahasa Melayu, dan ada ketentuan yang membedakan kata tersebut. Dan dalam bahasa Indonesia juga ada perbedaan itu. Baik “ kita” maupun “ kami” adalah kata ganti orang pertama jamak, atau istilah KBBI : “ pronomina persona pertama” . Bedanya “kita” memasukkan orang yang diajak berbicara, sehingga meliputi “ saya”, “ dia” atau “ mereka”, dan “ kamu”; sedangkan “kami” tidak memasukkan orang yang diajak berbicara. Adanya kata “ kita” dan “ kami” sebagai kata ganti orang pertama jamak yang mempunyai perbedaan arti, merupakan suatu yang khas bahasa Melayu dan juga bahasa Indonesia. Dalam bahasa Inggris hanya ada “ we”. Mungkin itu pula lah maka timbul 17
  • 18. rancuan antara “ kita” dan “ kami” dalam penggunaannya dalam masyarakat sekarang, yaitu di kalangan mereka yang terdidik dan tengah belajar bahasa Inggris. Kelebihan yang kita punyai itu, ialah punya istilah “ kita “ dan ” kami” yang punya arti berbeda merupakan kekayaan bangsa yang khas. Yang seharusnya pemakaiannya digunakan dengan tertib. Perbedaan antara “kita” dan “kami” sebagai kekayaan khas bangsa Indonesia, sebaiknya tetap dipertahankan, menunjukkan bahwa bahasa Indonesia kaya dengan nuansa. Cecak dan Buaya Dalam ilmu bahasa ada yang disebut metafora, atau perumpamaan, yaitu menyebut sesuatu padahal yang dimaksudnya yang lain, contoh “ lidahnya tajam”, maksudnya bukan mengatakan bahwa orang itu memiliki lidah yang tajam seperti pisau melainkan orang itu sering berucap kata – kata menyakiti. Metafora yang sering diulang digunakan oleh semua orang dalam suatu bahasa, sehingga menjadi kekayaan bahasa tersebut, dinamakan peribahasa atau ungkapan. Istilah “ metafora” diapakai untuk menyebut perumpamaan baru. Para sastrawan dan pemimpin, umpamanya sering membuat metafora baru yang orisinal, misalnya Chairil Anwarmenyebutkan dirinya sebagai “binatang jalang yang dari kumpulannya terbuang”, begitu juga para pemimpin dalam pidatonya, seperti Soekarno dalam pidatonya yang kemudian disebut “ lahirnya Pancasila” menyebut kemerdekaan bangsa dengan “ jembatan emas”. Dengan demikian metafora lahir setiap saat dari mulut atau pena pengguna bahasa, baik sastrawan maupun pemimpin, karena itu ketika beberapa waktu yang lalu seorang petinggi kepolisian mengucapkan semacam metafora yang maksudnya hendak menyatakan bahwa wakil ketua KPK yang telah menyebut namanya sehubungan dengan kasusnya itu tak punya kekuatan yang berarti dibandingkan dengan dirinya, “ cecak melawan buaya” menimbulkan tanda Tanya. Memang kalau membandingkan kekuatan fisik, cecak tidak ada artinya dibanding buaya, tetapi dalam pengertian lain, dapat dikonotasikan tertentu, sehingga mengasosiasikan pikiran pendengarnya akan sipat – sipat buruk yang sudah melekat pada “buaya”. 18
  • 19. Ke Luar Kota Waktu masih tinggal di Jakarta, kalau ada orang yang mau menemui tetapi pada waktu yang dia sebutkan saya tidak aka nada di tempat, karena pergi keluar Jakarta, saya dengan mudah mengatakan, “ maaf ya, waktu itu saya tidak aka nada di rumah, akan pergi keluar kota”. Hal yang wajar, karena saya tinggal di sebuah kota, yaitu Jakarta. Walaupun sebenarnya saya tinggal di kampong yang termasuk pinggiran kota Jakarta. Tetapi sekarang saya tinggal di desa Pabelan, di tengah sawah, bukan kota, maka kalimat seperti itu tidak bisa saya gunakan. Tidak lazim orang mengatakan, “ maaf ya, pada waktu itu saya tidak akan ada di rumah, saya pergi keluar desa” walaupun kenyataannya begitu. Ungkapan “ pergi keluar kota” berarti pergi dari kota tempat tinggal yang bersangkutan, tanpa mempedulikan apakah perginya itu memang keluar kota ( = desa) ataukah ke kota lain yang sebenarnya bukan “ luar kota”. Namun orang yang mendapat jawaban demikian tidak akan peduli apakah orang yang hendak dia kunjungi itu pergi keluar kota benar – benar atau tidak, yang penting baginya bahwa dia tidak bisa bertemu dengan orang tersebut di tempatnya. Yang paling aman ialah mengatakan bahwa “ maaf ya, pada waktu itu saya tidak aka nada di tempat.” Jawaban demikian dapat juga disampaikan walaupun saya tinggal di Jakarta atau kota lain. Istilah “ di luar kota” digunakan untuk menyebut tempat yang bukan berada dalam atau di kota. Berbeda dengan ungkapan “ pergi keluar kota” yang bisa berarti “ pergi ke kota lain”, maka ungkapan ” tinggal di luar kota, hanya bisa berarti bahwa dia tidak tinggal di dalam kota, melainkan di desa atau kampong. Istilah “ luar kota” bisa berarti tempat yang juah dari “ kota”, artinya bisa “ desa” bisa juga “ kampong”. Yang jelas bukan lagi termasuk “ kota” tetapi istilah “ luar kota” lebih kuat berasosiasi dengan “ kota” daripada denga “ desa” apalagi “ kampung”. Orang 19
  • 20. cenderung mengatakan “ saya tinggal di luar kota”, dari pada mengatakan “ saya tinggal di desa” atau “ kampung”. Karena dia ingin termasuk ke golongan orang sekolahan yang tau sopan santun dan peradaban. “Pasca” – Bagaimana membacanya? Setelah EYD disahkan pada tahun 1972, muncul kata “pasca” yang segera menjadi popular. Kata – kata yang menggunakan “pasca” bermunculan : pasca sarjana, pasca pemilu, dan lain – lain. Karena dipopulerkan setelah peresmian penggunaan EYD, maka saya mengira kata “pasca” diucapkan seperti kata “ pastja” dalam ejaan lama. Karena itu saya bingung, ketika dalam televisi, orang – orang pintar ada yang mengucapkan “ pasca sarjana “ itu bukan “ pasca sarjana” menurut ejaan lama, melainkan “ paska sarjana”. Mungkin karena “ Coca – Cola” diucapkan “ Koka – Kola” ,” Canada” diucapkan “ Kanada”, “ Casablanca “ dibaca “ Kasablanka”. Jadi, “ C” dibaca “K”. padahal dalam EYD dikatakan bahwa “ C” menggantikan “ TJ” . Sebenarnya ada pedoman penulisan istilah dari bahasa asing, namun karena kurang dipopulerkan dan karena pihak Pusat Bahasa sendiri merasa cukup, hanya dengan menerbitkan pedoman – pedoman demikian, tidak diikuti oleh usaha mempopulerkannya. Dengan melakukan pendekatan – pendekatan khusus secara langsung kepada pengguna bahasa, maka kekacauan tersebut terus terjadi. Huruf Latin Sekarang bahasa Indonesia terutama ditulis dengan menggunakan huruf Latin yang oleh orang Malaysia disebut huruf Rumi. Sebelumnya ( dan sebenarnya sekarang juga masih ada yang melakukannya ), bahasa Melayu yang kemudian menjadi bahasa Indonesia ditulis dengan huruf Arab. Huruf Arab yang digunakan untuk menulis bahasa Melayu disebut juga 20
  • 21. dengan huruf Jawi. Yang digunakan untuk menulis bahasa Jawa disebut huruf Pegon, sedangkan yang digunakan untuk menulis bahasa Sunda adalah huruf Arab gundul. Huruf latin dperkenalkan untuk menulis bahasa Melayu oleh orang Belanda dan Inggris. Orang Belanda memperkenalkan huruf Latin untuk menulis bahasa MElayu ( dan bahasa ibu lainnya. ) di wilayah jajahannya, yaitu Hindia Belanda yang kemudian menjadi wilayah Republik Indonesia. Sedangkan orang Inggris memperkenalkan huruf Rumi untuk menulis bahasa Melayu di wilayah jajahannya juga. Walaupun bahasa Belanda dan bahasa Inggris ditulis dengan menggunakan tulisan yang sama yaitu huruf Latin, namun ejaan yang mereka pakai berlainan. Ejaan bahasa Belanda boleh dikatakan secara konsisten. Melafalkan setiap huruf tetap walaupun ditempatkan dimanapun juga dalam kata meskipun ada huruf rangkap (oe, tj, dj,ng,nj,au). Berlainan dengan bahasa Inggris yang melafalkan huruf tertentu berbeda dalam beberapa kalimat Penguasaan Bahasa Dai hasil riset murid SD, hasilnya menunjukan bahwa lebih dari seribu orang yang kemampuan berbahasanya sangat rendah dan hanya sebagian kecil saja yang cukup baik. Umumnya mereka tidak menguasai EYD, tiak dapat mnggunakan kata yang tepat, dan belum mampu menyusun kalimat secara tertib. Sebenarnya keterampilan berbahasa dapat dilatih tidak secara khusus yang menghabikan waktu belajar. Kemampuan anak dalam berbahasa akan semakin baik bila mereka juga gemar membaca buku.kemampuan membaca akan memperluas wawasan dan kearifan oang. Dan sayangnya kegemaran membaca bangasa kita temasuk yang terendah di dunia. Peranan Pers dalam Pengembangan Bahasa 21
  • 22. Peanan pers dalam perkembangan bahasa melayu menjadi bahasa nasional Indonesia telah diakui secara uninum pada tanggal 28 Oktober 1928. Peran itu semakin besar karena sesudah merdeka pers yang ada semua menggunakan bahasa Indonesia, hanya beberapa yang menggunakan bahasa Inggris. Dalam bahasa lisan radio dan televisi sering kita dengar bahasa yang rancu dimana penyiar menyampaikan kata-kata atau nama-nama asing yang sepertinya tidak dikenal oleh si pembawa berita. Hal itu karena kemalasan si pembawa berita yang tidak mau mencari arti kata tersebut didalam kamus. Kemalasan lain yang juga banyak berpengaruh dalam penggunaan bahasa ialah meluluhkan semua huruf “p” jika mendapat awalan me-. “Sama”, “Dengan”, dan “Oleh” Pengaruh bahasa Melayu Pasar dalam bahasa Indonesia telah berlangsung lama. Saat itu hanya satu atau dua majalah yang menggunakan bahasa yang disebut Melayu Tinggi. Meskipun sebagian orang menganggap bahasa Melayu Pasar merupakan bahasa yang buruk, namun tokoh Pembina bahasa Indonesia S. Takdir Alisjahbana sudah mekaui arti bahasa melayu pasar untuk pengembangan bahasa Indonesia. Lafal Baku Bahasa Indonesia Ada yang berpendapat bahwa lagam bahasa Indonesia yang baik adalah lagam Medan. Tetapi itu hanya pendapat segelintir orang saja, jangankan disepakati oleh forum yang berwenang. Masalah pengucapan dan lagam berbahasa lisan merupakan bagian dari ilmu bahasa yang kurang mendapat perhatian ahli bahasa. Memang bahas yang digunakan di Ibu Kota Negara member pengaruh yang besar di negara tersebut. Di Indonesia sebagian besar acara televisi menyiarkan bahasa gaul yang bertumpu pada dialek Jakarta. Dan sangat jarang sekali bahasa Indonesia baku tampil di layar kaca. Biarkanlah berbagai lagam bahasa tumbuh dan berkembang secara wajar. Yang tidak boleh apabila dipaksakaan atau dibuat- buat. Interfensi Bahasa 22
  • 23. Interfensi biasanya dilakukan oleh orang dwibahasawan. Orang Indonesia yang hidup dengan berbagi bahasa melihat interfensi bukan sutu hal yang ganjil. Setiap orang Indonesia yang hidup di pedalaman atau kota-kota kecil paling tidak mengenal dua macam bahasa yaitu bahasa ibu dan bahasa nasional bahkan bahasa asing. Interfensi itu terjadi karena mereka menggunakan bahasa Indonesia yang bukan bahasa ibunya. Hukum DM Dalam bahas Indonesia kata-kata majemuk susunan yang sebaliknya, bukan kata yang menerangkan lebih dulu melainkan kata yang diterangkan dahulu. S. Takdir Alisjahbana manyebutakan bahwa di Indonesia berlaku hukum DM, yaitu kata yang diterangkan letaknya sebelum kata yang menerangkan. Ketentuan demikian jauh berbeda dengan bahasa Inggris atau Belanda yang mendahulukan menerangkan dari pada diterangkan. Kemalasan Birokrat Terkadang banyak orang merasa malas dan hanya ingin enaknya saja dalam mengerjakan sesuatu misalnya membuat surat. Mereka terbiasa memanfaatkan teknologi percetakan dengan membuat surat secara seragam dan hanya mengosonkan bagian nama, dan tanggal. Surat diseragamkan untuk dikirimkan ke siapa saja. Tanpa memperhatiakan siapa yang dituju serta maksud dan tujuannya. Sikap yang demikian niscaya akan membuat oaang yang dikirimi merasa tidak dihormati dan dihagai sebagai pribadi karena penulis tidak tertarik untuk mengenali dan memperhatikan orang yang dituju. Bahasa Indonesia dan Bahasa Melayu Dalam UU NO 24/2009 tentang bendera , bahasa, dan lambang Negara serta lagu kebangsaan, tedapat hal yang menarik yaitu tidak dinyatakan bahwa bahasa Indonesia itu sumbernya adalah bahasa Melayu. Padahal secara gamblang telah dinyatakan dalam 23
  • 24. kongres bahas Indonesia bahwa sumber bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu. Mungkin para penyusun UU tersebut tidak mau menyebut bahasa Melayu karena dalam kanyataan sejarah terdapat beberapa macam bahasa Melayu, untuk meminimalisasikan kesalahan lebih baik tidak menyebutkan sama sekali. Kemungkinn kedua adalah hubungan kedua Negara yang selalu pasang surut. Bagaimanapun bahasa Indonesia bersumber dari bahasa melayu yang disebut sebagai bahasa perasatuan nagara Indonesia. Bahasa Indonesia walupun sama-sama berasal dari bahasa melayu seperti bahasa Malaysia tetapi dalam perkembangannya menempuh jalan sendiri yang belainan dengan jalan yang ditempuh oleh bahasa melayu. Kata-kata yang Membedakan Kelamin Dalam bahasa Indonesia sebenarnya tidak dibedakan kata-kata yang digunakan untuk menyebut laki-laki atau perempuan. Sehingga ada beberapa orang yang membentuk kata- kata pembeda antra laki-laki dan perempun seperti pemuda-pemudi, mahasiswa-mahasiswi dsb. Pada dasarnya bahasa Indonesia tidak mengenal penembahan huruf vocal di ujung sebagai pembeda tersebut. Penggunaan “I”, atau akhiran “wati” memang lebih hemat dari pada pemakaian kata keterangan tetapi dalm berbahasa orang tidak selau berhemat-hemat. Masing-masing bahasa mempunyai sifat yang khas tidak bisa begitu saja diganti dengan sifat khas yang bersal dari bahasa asing. “Agamis” - Apa Artinya? Dalam surat kabar dn majalah islam sering kita baca istilha agamis. Misalnya “Dia sangat agamis”. Maksudnyadia itu orang yang taat agama.kata agama mendapat akhiran “is” yang berasala dari bahasa Belanda. Penggunaan akhiran “is” dari bahasa Belanda menunjukana sifat, yang banyak digunakan dalam kata-kata yang dupungut dari bahasa Belanda. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata agamis tidak dapat kita temukan, yang ada adalah kata agama-is. Namun kata tersebut sangat jarang kita temukan dalam pemakaian sehari-hari. Maka jelaslah bahwa penulis kamus tersebut menganggap akhiran “is”tersebut bersala dari akhiran “isch” bahasa Belanda yaitu bersifat keagamaan. 24
  • 25. Peribahasa Peribahasa adalah kelompok kata atua kalimat yang mengiaskan makna tertentu. Peribahasa sebenarnya berasal dari percakapan, yaitu bahasa lisan.peribahasa berkembang sesuai dengan zaman, banyak peribahasa yang lenyap karena tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Sementara itu terus lahir berbagai peribahasa baru seperti “merdeke atau mati” pada masa revolusi dsb. Peribahasa adalah ungkapan yang walaupun tidak langsung namun secara tersirat menyampaikan hal yang dapat dipahami oleh pendengarnya atau pembacanya. Peribahasa merupakan kekayaan bahasa yang digunakan, dengan demikian menjadi kekayaan budaya bangsa yang memilikinya yang tidak patut dibuang namun selayaknya terus dilestariakan. Ungkapan Salah satu bentuk peribahasa menurut KBBI adalah ungkapan. Ungkapan adalah kelompok kata atau gabungan kata yang memiliki makna khusus. Dalam KBBI terdapat juga entri “idiom” yaitu konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna angota- angotanya misalnya “ kambing hitam” yaitu mereka yang tidak tahu apa-apa. Pembentukan ungkapan seperti peribahasa juga, terus berlangsung sesuai perkembanagan pengalaman masyarakat. Tetapi banyak juga ungkapan yang muncul sebentar dan dilupakan karena tidak lagi sesuai dengan zaman cointoh “setan desa”, penyambung lidah rakyat”, “sumbangan wajib” dsb. Dengan demikian ungkapan merupakan ekspresi bangsa sepanjang sejarah sesuai dengan perkembangan masyarakat. Kegemaran Membaca Selama Negara Republic Indonesia berdiri, tak pernah ada pemerintah yang menganggap perlu mendidik warganegaranya untuk gemar membaca. Hanya sekitar tahun 50-an 25
  • 26. pemerintah menganggap perlu mendirikan pepustakaan rakyat disetiap Kabupaten. Tetapi karena tehambat masalah ekonomi, maka program tersebut dihentikian. Setelah Negara makmur pemerintah mulai menyediakan perpustakaan tetapi tidak menganggapnya sebagai suatu prioritas. Kegemaran membaca adalah syarat yang tidak bisa ditiadakan untuk memajukan msyarakat dan bangsa. Hanya masyarakat dan bangsa yang kegemaran membacanya tinggi yang dapat mencapai kemajuan. Kamus Disamping kitab suci kamus merupakan buku yang paling banyak diterbitkan di Indonesia. Mereka yang pernah duduk di sekolah menengah niscaya merasa perlu mempunyai kamus, terutama kamus Ingris-Indonesia. Kamus itu bermacam-macam ada kamus eka bahasa dan dwi bahasa. Kamus eka bahasa adalah kamus yang memberikan arti atau padanan dari setiap kata dalam suatu bahasa dengan bahasa itu sendiri. Kamus dwi bahasa yaitu kamus yang memuat padanan kata dari suatu bahasa dengan bahasa lainnya. Penterjemah Adalah S. Takdir Alisjahbana yang sejak lama mendesak pemerintah untuk untuk mendirikan biro penterjemah. Niat itu timbul ketika ia mengikuti perkembanga bangsa jepang dimana kaisar meiji hendak mengejar ketinggalan bangsa dan negaranya dari kemajuan bangsa barat yang mengalahkannya. Tetapi pemerintah Indonesia dari mulai berdiri sampai sekarang tidak pernah menghiraukannya jangankan mangikutinya. Menurut beliau jika hanya membaca buku yang terdapat dalam bahasa Indonesia saja bangsa kita tidak akan maju. Seharusnya penterjemah karya penting dari seluruh dunia menjadi program nasional yang tidak hanya menterjemahkan buku-buku ilmiah saja melainkan segala macam buku yang penting demi kemajuan bangasa kita. Ketika menjajah bangsa kita banyak orang Belanda yang melakukan berbagai penelitian dan pendokumentasian yang ditulisnya dalam bahasa Belanda. Sedangkan orang yang mempunyai kemampun berbahas Belanada semakin sedikt maka hasil penelitian dan pendokumentasian itu sekarang hanya jadi tumpukan yang tidak berguna. 26
  • 27. Bahasa Menunjukan Bangsa Dalam bahasa Melayu ada sebuah peribahasa yaitu “Bahasa menunjukan bangsa”. Kata bangsa disitu tidak menunjuk pada arti “bangsa” yang sekarang popular, yaitu sama artinya dengan “nasion”. Dengan demikian peribahasa tersebut merujuk pada cara bicara dan isi pembicaraan orang “berbangsa” yang berlainan dengan cara bicara dan isi pembicarn orang kebanyakan. Artinya dengan mendengar dan cara seseorang berbicara , kita bias mengetahui apakah dia oranag berbangsa atau orang kebanyakan. Setelah terjun ke masyarakat hanya bahasa pokok yang bisa dimengerti sedangkan kesusasteraannya tidak pernah dianggap penting dalam pendidikan. Pemakaian bahasa tidak hanya sekedar mempegunakan kata-kata yang jelas artinya, melainkan juga mempergunakan kata-kata dengan situasi dan kesopanan masyarakat tempatnya bicara. Kata-kata yang Berubah Arti Dalam perkembangan setiap bahasa, memang selalu terjadi pegeseran arti kata-kata. Dalam bahasa Indonesia pun hal demikian sering terjadi. Kata “bapak” yang berarti hanya ayah atau laki-laki yang menjadi suami ibu kita dan kata “ibu” yng hanya berarti perempuan yang melahirkan kita, sekarang digunakan untuk menyebut laki-laki atau perempuan yang dianggap terhormat atau lebih tua dari kita. Arti baru yang diberikan pada kata-kata lama telah memperkaya kekayaan bahasa tersebut. Tetapi karena bahasa terus hidup dan berkembang, terkadang kamus selalu ketinggalan dalam mencatatnya. Yang menjadi maslah di Indonesia adalah para penyusun kmus hanya berdasarkan kamus yang sudah ada dan mengabaikan bahasa yang digunakan sehari-hari. Seharusnya kata, istilah, dan ungkapan baru itu atau kata, istilah dan ungkapan lama yang diberi arti baru itu dicatat dalam kamus. Retorika Menurut KBBI retorika artinya keterampilan berbahsa secara efektif, seni berpidato yang muluk-muluk dan bombastis. Kata retorika yang berarti seperti itu sering kita dengar 27
  • 28. diucapkan oleh para politisi dan pengamat politik Indonesia. Mereka suka menghambur- hamburkan kata yang artinya tidak jelas dan sulit ditangkap. Retorika dalam arti demikian sudah menjadi makanan sehari-hari para politisi dan pemimpin Indonesia, apalagi dalam janji kampanye pamilu. Di Indonesia retorika diajarkan di pesantren untuk tujuan keindahan dalam melakuakan khutbah. Tetapi dalam perkembangaannya hanya menjadi keindahan bunga-bunga kata yang tidak berubah. Ucapan Salam Kalau dua orang bertemu maka dalam bahasa Indonesia mereka biasa bertanya kepada yang lain, “Apa kabar?” pertanyaan itu diajukan bukan karena dia ingin mengetahui kabar terakhir, dan juga tidak menanyakan segala hal yanh berkaitan dengan orang yang ditanya itu. Ungkapan itu adalah semata-mata kebiasaan orang dalam bahasa Indonesia untuk membuka salam dan mungkin membuka percakapan selanjutnya. Yang ditanya juga biasa menjawab “Baik” walaupun mungkin dia sebenarnya hendak pergi ke dokter atau beberapa hari sebelumnya dia mendapat musibah. Ucapan salam itu merupakan kalimat-kalimat yang boleh dikatakan tidak ada artinya, atau ada artinya tapi orang yang mendengarnya tidaklah mengartikannya sebagaimana arti kalimat itu yang sesungguhnya. Ucapan salam sudah menjadi basa-basi atau kebiasaan yang diterima begitu saja. Pada tahun 1960-an, seorang anggota DPRD-GR Jawa Barat mempersoalkan tentang ungkapan “Kumaha damang?” yang biasa di ucapkan orang Sunda bila bertemu dengan yang lain. Beliau mempersoalkan arti kalimat tersebut karena menyiratkan arti bahwa orang Sunda selalu sakit-sakitan mungkin karena kurang makan atau selalu dianggap baru sembuh habis sakit. Beliau menyarankan agar ungkapan tersebut diganti dengan ungkapan yang lain. Perlu diketahui bahwa orang Jepang pun memiliki kebiasaan yang sama bila bertemu sesamanya dan membuka salam dengan “O genki desuka?” yang artinya sama seperti “Kumaha damang?”. Tak pernah ada keterangan bahwa pernyataan itu mengartikan bahwa orang Jepang yang selalu sakit-sakitan. Walaupun mengherankan juga mengapa ungkapan tersebut sama artinya sebagai pembuka percakapan. 28
  • 29. Ucapan salam yang tak ada artinya atau biasanya tidak diartikan seperti arti yang sebenarnya itu, sudah menjadi kebiasaan yang maksudnya tidak lain untuk membuka percakapan. Kata-kata itu hanyalah basa-basi yang dibelakangnya mempunyai arti bahwa orang yang mengucapkannya itu bersedia untuk melanjutkan percakapan dengan orang yang dia tegur. Jika hubungannya sudah sedemikian erat mungkin ungkapan yang dilontarkan pun berbeda. Hubungan yang sudah erat tidak memerlukan basa-basi lagi. Mungkin dia langsung berteriak “Hai!” atau semacamnya saja sudah cukup untuk menegur lawan bicara. Bahasa tubuh juga berperan dalam mengucapkan salam seperti: berjabat tangan, menganggukkan kepala, membungkukkan badan hingga derajat sampai derajat tertentu, ciuman di kedua belah pipi, dan lain-lain. Sebelumnya orang Indonesia bersalaman dengan sebelah atau dua belah tangan (munjungan), atau sambil menganggukkan kepala. Kebiasaan saling peluk dan cium kedua belah pipi itu pengaruh dari Arab yang dibawa orang-orang muslim. Tapi tentu saja pengaruh dari Arab tersebut hanya dilakukan oleh para lelaki. Dan pengaruh dari Perancis (Eropa) pun sudah terjadi di Indonesia yaitu saling cium kedua pipi yg dilakukan juga antara lelaki dengan perempuan meskipun mereka muslim. Kerbau sebagai Lambang Dalam demonstrasi bertepatan dengan 100 hari pertama pemerintahan SBY- Boediono, para demonstran di Jakarta ada yang membawa kerbau yang ditulis kata-kata yang diucapkan oleh SBY. Hal itu telah menyinggung perasaan Presiden SBY, sehingga beliau sempat menghimbau agar para demonstran tidak melanggar batas-batas kesopanan. Presiden menganggap tindakan para demonstran itu terlalu berlebihan dan melanggar norma kesopanan, dan beliau menghimbau agar hal tersebut tidak diulang kembali. Mengapa dengan dibawanya kerbau oleh para demonstran terlebih karena tertulis dengan kata yang mirip dengan ucapan presiden, presiden merasa tersinggung? Karena dalam setiap bahasa, banyak banyak binatang yang dalam budaya pengguna bahasa tersebut melambangkan sifat-sifat manusia. Di Cina, ular naga dianggap sebagai lambing keperkasaan bengsanya. Orang Jepang menganggap kucing sebagai 29
  • 30. pencuri. Dalam kebudayaan Barat, burung hantu dianggap sebagai lambing kebijaksanaan dan ular yang berbisa dianggap sebagai lambang pengobatan. Dalam konteks ini, perbedaan budaya juga mempengaruhi arti dari lambing binatang tersebut. Misalnya ular, dalam kebudayaan Barat yang beragama Kristen dianggap sebagai lambang iblis yang menggoda manusia (Adam) sehingga diusir dari surga sedangkan dalam bahasa dan budaya Indonesia, ular dianggap sebagai lawan jenisnya, sehingga mimpi digigit ular berarti akan segera dapat jodoh. Sama halnya seperti ular, anjing juga memiliki arti yang berbeda bila terjadi perbedaan budaya. Bagi orang barat, anjing merupakan lambang kesetiaan. Namun bagi orang Indonesia, anjing dan babi karena dianggap najis dan haram oleh agama Islam, maka dijadikan kata makian untuk merendahkan orang tersebut. Kerbau dan keledai dianggap sebagai binatang yang bodoh. Bahkan dianggap sebagai lambang kebodohan walaupun tidak ada cerita atau dongeng yang menceritakan hal tersebut. Karena adanya anggapan bahwa kerbau itu adalah lambang kebodohan, maka wajar jika Preside SBY merasa tersinggung. Malu Bertanya Dalam bahasa Indonesia ada peribahasa yang berbunyi “Malu bertanya sesat di jalan”. Artinya, kalau kita tidak tau lebih baik kita bertanya kepada orang lain. Tetapi saya pernah mengalami, justru karena bertanya mala jadi tersesat. Ketika itu saya berada di daerah Kebon Jeruk, Jakarta Barat, yang sebelumnya tak pernah saya datangi. Saya dari Kebayoran Lama hendak ke Slipi tapi salah membelok. Karena tidak tahu maka saya bertanya kepada beberapa anak muda yang sedang berdiri di pinggir jalan. Saya ikuti petunjuknya, ternyata saya tiba di jalan keluar dari jalan tol, jalan itu sebenarnya hanya satu arah, yaitu dari arah berlawanan. Beruntung pada saati itu saya melihat ada dua bus kota yang jalan beriringan membelok kea rah kanan dari saya. Saya menyuruh supir supaya mengikuti kedua bus tersebut karena saya yakin pasti bus tersebut akan menuju ke jalan besar. Kemudian kami memasuki kawasan perumahan mewah yang baru, tapi kemudian bus itu masuk ke jalan kecil dan setelah berbelok-belok melalui jalan kecil, akhirnya kami berhenti di sebuah rumah dekat kebun. 30
  • 31. Ketika ditanya, supir bus tersebut mengatakan bahwa mereka diborong oleh rombongan yang hendak melamar. Saya jadi sadar bahwa saya telah “dikerjain” oleh anak- anak muda itu. Di kota-kota besar seperti Jakarta, banyak “orang iseng” yang sering mempermainkan orang yang bertanya kepada mereka. Banyak juga yang tidak mau menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya. Terkadang mereka menjawab “tidak tahu” karena dia tidak mau diganggu dan tidak mau tahu dengan urusan orang lain. Sebenarnya peribahasa “Malu bertanya sesat di jalan” dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Kerena peribahasa tersebut muncul dalam masyarakat Melayu yang masih sederhana, yang semua orangnya selalu bersedia menolong orang lain. Tetapi masyarakat kita sekarang sudah menjadi masyarakat yang metropolitan yang orang- orangnya tidak mau tahu dengan urusan orang lain. Banyak lagi peribahasa seperti itu yang sudah tidak cocok lagi dengan perkembangan masyarakat, seperti: “guru kencing berdiri, murid kencing berlari”, “sabar itu subur, jujur itu makmur”, “biar lambat asal selamat”, dan lain sebagainnya. Sementara itu masyarakat modern juga melahirkan peribahasa-peribahasa baru yang tidak dikenal sebelumnya seperti “sabar itu bubar, jujur itu hancur”, “gunakan kesempatan dalam kesempitan”, “aji mumpung di tempat basah”, “kasih uang habis perkara”, “orang kecil tak boleh sakit” dan semacamnya. Hal tesebut menunjukkan bahwa masyarakat semakir kreatif dalam menciptakan peribahasa baru yang sesuai dengan perkembangan zamannya. “Cina” dan “China” Sebelum EYD diresmikan kita menulis “Tjina” untuk kata “Cina”. Karena “tj” di sesuaikan menjadi “c”. tapi sebagian dari orang Cina peranakan di Indonesia menganggap kata “Cina” itu mengandung penghinaan. Mereka lebih suka menggunakan kata “Tionghoa” untuk menyebut nama bangsa dan bahasanya, dan “Tiongkok” untuk menyebut nama negaranya. Tidak pernah jelas penghinaan apa yang terkandung dalam kata “Cina” itu. Namun anehnya, mereka sendiri jika berbicara dalam bahasa Inggris menggunakan kata “China”. Begitu juga untuk menyebutkan nama bangsa dan nama negaranya. 31
  • 32. Namun anehnya, jika dalam bahasa Indonesia dianggap mempunyai unsur penghinaan, tapi dalam bahasa Inggris hal tersebut disambut dengan baik atau tidak dianggap terjadinya unsur penghinaan. Padahal pemakaian kata “Cina” dalam bahasa Melayu sejak dahulu dianggap wajar-wajar saja. Bahkan kata “Cina” dalam bahasa Melayu sampai masuk ke dalam peribahasa dan menjadi ungkapan yang biasa digunakan sehari-hari tanpa ada kandungan atau unsur penghinaan di dalamnya. Tetapi belakangan ini dalam surat-surat kabar dan majalah perkataan “Cina” itu diganti menjadi “China”. Konon karena surat kabar terkemuka di Jakarta pernah ditegur atau diminta oleh pejabar kedutaan besar RRC agar tidak menggunakan kata “Cina” melainkan “China”. Tetapi yang lebih aneh lagi ialah cara kata tersebut diucapkan. Dalam televise kita mendengar ada orang yang mengucapkannya sesuai dengan cara perkataan tersebut diucapkan dalam percakapan sehari-hari oleh orang biasa di pasar atau di surau. Tapi ada juga yang mengucapkannya seperti dalam bahasa Inggris, yaitu “Caine”. Sementara itu tidak kurang yang mengucapkan “Caina”. Dan jika yang dimaksud adalah “orang China” sekarang biasa digunakan istilah Inggris “Cainis” (“Chinese”). Bahasa di Sepanjang Jalan Jika Anda sering bepergian, pasti Anda sering membaca pengumuman atau iklan yang Anda lihat di sudut-sudut jalan. Pengumuman tersebut banyak ditujukan kepada para pengguna jalan namun ada juga yang bersifat umum. Iklan tentang hotel, rokok, telepon selular, makanan, dan lain-lain, kebanyakan dari iklan tersebut menggunakan bahasa Inggris. Penggunaan bahasa Inggris dalam iklan itu sangat tidak masuk akal sedangkan yang menjadi sasarannya adalah orang Indonesia. Sepertinya pembuat iklan bukan bermaksud menarik minat orang yang membacanya karena isi iklannya melainkan hanya hendak memberi kesan kepada pembaca iklan tersebut bahwa menggunakan produk tersebut maka mereka termasuk ke dalam barisan globalisasi atau “go international”. Pada umumnya pengumuman ditujukan untuk pengguna jalan (yang sepertinya dibuat oleh Binamarga), cukup baik, walaupun masih terdapat kekeliruan dalam penulisan kata depan (preposisi) “di” dan “ke” yang seharusnya dipisahkan dari kata berikutnya. 32
  • 33. Contoh: “Truck dan bus tetap dilajur kiri” yang seharusnya kata “truk” tidak menggunakan “c” seperti dalam bahasa Inggris atau Belanda. Sedangkan kata “dilajur” seharusnya di tulis “di lajur” karena kata “di” di situ bukanlah awalan melainkan kata depan. Dan adapun pengumuman seperti “Dilarang menaikan dan menurunkan penumpang di jalan tol”. Seharusnya kata “menaikan” di tulis dengan dua huruf “k” karena kata dasarnya adalah “naik” dan mendapat akhiran “kan”. Pengumuman-pengumuman yang ditujukan untuk pengguna jalan (terutama supir) di dalam kota banyak yang di tulis dengan huruf kecil sementara keterangannya panjang lebar. Tentu saja pengguna jalan tidak dapat menghentikan mobilnya agar dapar membaca semua teks yang tertulis di situ. Saya perhatikan sebenarnya keterangan tersebut dapat di buat lebih ringkas sehingga dapat menggunakan huruf yang lebih besar dan terbaca oleh pengguna jalan. 33
  • 34. Bahasa Gaul Istilah “bahasa gaul” mulai merebak sekitar tahun 1998 (sesudah reformasi). Umumnya bahasa tersebut digunakan oleh anak-anak muda seperti yang biasa kita dengar dalam sinetron-sinetron atau dalam percakapan antar anak muda. Dalam “bahasa gaul” kita perhatikan banyak sekali pengaruh bahasa Jakarta. Kata ganti orang pertama dan orang kedua menggunakan bahasa Cina yang sudah menjadi bahasa Jakarta yaitu “gua” atau “gue” dan “lu” atau “elo”. Meskipun banyak yang menggunakan bunyi “a” dengan “e” pada akhir kata seperti orang Betawi, namun perbendaharaan kata Jakarta banyak sekali digunakan, begitu juga pembentukkan kata jadian sering mengikuti bahasa Jakarta, misalnya menggunakan akhiran “in” untuk akhiran “kan” dalam bahasa Indonesia yang baku. Seperti “mikirin” seharusnya “memikirkan”, dan semacamnya. Karena “bahasa gaul” beru muncul pada tahun 1998 maka dalam kamus-kamus pun tidak tercantum sebagai entri. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI) susunan Badudu-Zain yang pertama kali terbit tahun 1994, entri :bahasa gaul” tidak ada. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) entri “bahasa gaul” baru tercantum pada edisi ke empat tahun 2008. Menurut KBBI edisi keempat itu, “bahas gaul” artinya “dialek bahasa Indonesia nonformal yang digunakan oleh kelompok tertentu atau di daerah tertentu untuk pergaulan”. Sedangkan “pergaulan” menurut KBBI itu juga artinya “n 1 perihal bergaul; 2 kehidupan bermasyarakat; -memepengaruhi kepribadian”. Artinya kalau keterangan tentang “bahasa gaul” disesuaikan dengan keterangan tentang arti “pergaulan”, akan berbunyi “dialek bahasa Indonesia nonformal yang digunakan oleh komunitas tertentu atau di daerah tertentu untuk perihal bergaul;atau untuk kehidupan bermasyarakat” “Bahasa gaul” juga digunakan oleh para pemasang iklan. Bukan hanya yang dimuat dalam surat kabar atau majalah melainkan juga yang dipasang di pinggir jalan atau yang melintang di atas jalan. Mungkin karena iklan tersebut ditujukan kepada kelompok masyarakat pemakai “bahasa gaul”. Tetapi dengan meluasnya penggunaan “bahasa gaul” niscaya perbendaharaan kata “bahasa gaul” akan meluas dan akhirnya menjadi perbendaharaan bahasa baku juga. Apalagi karena “bahasa gaul” secara leluasa digunakan 34
  • 35. dan disiarkan melalui televise yang sekarang sudah memasuki pelosok-pelosok paling jauh, sementara pembelajaran bahasa nasional di sekolah-sekolah sangat tidak memadai, ditambah minimnya minat baca karya sastra yang dapat dijadikan pedoman pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar. Maka tidak mustahil jika dalam waktu dekat “bahasa gaul” akan menjadi bahasa pergaulan masyarakat seluruh Indonesia secara umum. Artinya lambat laun akan menggantikan apa yang sekarang disebut “bahasa baku”, karena orang kian sulit dan kian jarang bertemu dengan “bahasa baku”. Menurut paham seorang ahli bahasa, jika suatu bahasa sudah dapat diterima dan digunakan oleh masyarakat secara luas, maka bahasa tersebut menjadi sah sebagai sarana perhubungan msyarakat. Artinya apa yang sekarang disebut sebagai “bahasa gaul” kelak akan menjadi bahasa baku. Bahasa Melayu di Indonesia Perkembanga bahasa Melayu setelah menjadi bahasa Indonesia menarik untuk diperbandingkan dengan perkembangan bahasa Melayu setelah menjadi bahasa Malaysia. Ternyata masing-masing menghadapi tantangan yang berbeda. Di Indonesia, bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional yang tidak memiliki saingan, walaupun terdapat ratusan bahasa ibu di seluruh wilayah Indonesia, padahal bahasa Melayu ketika dinobatkan sebagai bahasa nasional berhadapan dengan bahasa Jawa dan Sunda yang digunakan oleh lebih banyak penutur dan mempunyai sejarah serta kesusastraan yang lebih kaya Namun demikian bahasa Indonesia menghadapi dan mendapat pengaruh terutama dari bahasa Jawa yang penuturnya adalah suku bangsa terbesar di Indonesia dan bahasa Betawi atau Jakarta yang menjadi ibu kota Negara. Dari beberapa ratus bahasa ibu yang terdapat di Indonesia memang bukan hanya bahasa Jawa dan Betawi saja yang mempengaruhi atau menyumbangkan perbendaharaan kata atau ungkapan ke dalam bahasa Indonesia, tetapi harus diakui bahwa pengaruh yang paling besar dating dari bahasa Jawa dan Betawi. Pengaruh tersebut menyebabkan kian besarnya perbedaan antara bahasa Indonesia dengan bahasa Malaysia. 35
  • 36. Sementara pengaruh bahasa Belanda kian berkurang, sekarang pengaruh bahasa Inggris kian menghebat ke dalam bahasa Indonesia. Meskipun orang Indonesia belum mempergunakan “I” sebagai kata ganti orang pertama dan “you” sebagai kata ganti orang kedua yang dilakukan orang Malaysia. Pemakaian kata-kata dan ungkapan bahasa Inggris di tengah percakapan bahkan tulisan kian banyak digunakan. Kerena bahasa Indonesia tidak memiliki saingan sebagai bahasa nasional, maka tak ada yang mengkhawatirkan masa depannya. Dan kerena bahasa Indonesia itu mudah dipelajari, maka tidak ada yang menganggap perlu mengawasi pembelajaran bahasa Indonesia secara cermat dan meneliti hasilnya dalam masyarakat. Bahasa Indonesia dianggap dengan sendirinya telah dikuasai oleh setiap orang Indonesia, maka jarang sekali ada orang Indonesia yang merasa perlu membaca kamus, karena mereka pun tidak merasa perlu mempunyai kamus. Kemampuan berbahasa nasional bahkan di kalangan elit bangsa Indonesia kian menyedihkan. Pemerintah sendiri merasa cukup dengan mendirikan Pusat Bahasa yang tidak kelihatan memperlihatkan perkembangan pamakaian bahasa dalam masyarakat. Pengajar bahasa Indonesia tidak didukung oleh perpustakaan sekolah yang memadai, yang isinya terutama harus buku karya sastra yang telah menjadi kanon kesusastraan nasional. Perpustakaan sekolah masih sangat tidak memadai dan isinya sering diserahkan kepada guru pengelola yang selalu mengutamakan buku-buku popular saja. 36
  • 37. Bahasa Malaysia Karena di Malaysia bahasa Inggris lebih diutamakan sebagai warisan dari masa penjajahan, di samping itu orang Cina dan India yang jumlahnya hapir setengah jumlah penduduk itu lebih suka menggunakan bahasanya masing-masing yaitu bahasa Mandarin atau Kamil, maka pemerinta merasa perlu untuk memberikan dukungan penuh terhadap perkembangan bahasa kebangasaan Malaysia. Ketika menjadi negara merdeka (Persekutuan Tanah Melayu kemudian menjadi Malaysia), mereka meniru pemerintah HIndia Belanda yang mendirikan penerbit buku yang terutama bahan bacaan bagi masyarakatnya dalam bahasa kebangsaan, yang mereka namakan Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP). Tetapi sementara yang dijadikan contoh sendiri tidak mendapat perhatian lebih dari pemerinta RI, DBP berkembang terus. Tidak hanya menerbitkan buku, melainkan juga menerbitkan majalah yaitu Dewan Bahasa yang khusus memuat tulisan mengenai bahasa, Dewan Satera yang khusus untuk sastra, Dewan budaya yang lebih luas, dan Dewan Masyarakat yang bersifat umum. Sejak tahun 1971 pemerintah Malaysia juga menyediakan Hadiah Sastera tahunan untuk karya berbagai macam karya sastra dan hadiah itu berlangsung secara terus-menerus sampai sekarang yang hasilnya kemudian dibukukan oleh DBP. Kerajaan Malaysia juga menyediakan tenaga pengajar untuk berbagai universitas di negeri asing yang membuka pelajaran bahasa dan budaya Malaysia. Kerjaan Malaysia juga membentuk lembaga Sasterawan Negara, yaitu menghargai sasterawan yang karyanya dianggap besar. Disamping buku-bukunya dibeli oleh pemerintah untuk mengisi perpustakaan-perpustakaan sekolah di seluruh negeri, juga mendapat berbagai fasilitas untuk kemudahan hidupnya. Bahasa Malaysia sudah terbukti dapat digunakan sebagai bahasa ilmu ketika pada tahun 1971 ada mahasiswa Universiti Malaya yang menulis skripsi dalam bahasa Melayu. Sebelumnya skripsi di universitas tersebut selalu ditulis dalam bahasa Inggris. Sayanglah bahwa menjelang akhir masa jabatan PM Dr. Mahathir menganjurkan kembali pemakaian bahasa Inggris di lingkungan universitas dan keilmuan, dengan maksud agar orang Melayu tidak kalah bersaing dengan orang-orang Cina maupun India. 37
  • 38. Mencari Asal Kata-kata Sudah diakui secara umum bahwa kata-kata dalam bahasa Indonesia banyak yang diambil dari bahasa asing maupun bahasa-bahasa ibu yang terdapat di seluruh Indonesia. Bahkan ada yang mengemukakan pendapat bahwa 9 dari 10 kata Indonesia berasal dari bahasa asing. Tetapi sampai sekarang belum ada orang yang meneliti atau mencatat tentang kapan dan bagaimana kata-kata itu mulai digunakan dalam bahasa Melayu atau bahasa Indonesia. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S Poerwadarminta, beliau menuliskan di belakang entri yang berasal dari bahasa asing atau dari bahasa daerah diberi tanda dengan huruf yang menunjukkan bahasa asing atau bahasa ibu. Yang dicatat oleh Poerwadarminta sebagai sumber kata-kata yang masuk ke dalam bahasa Indonesia adalah A (Arab), Dj (Djakarta), Djw (Djawa), E (Eropa), Lat (Latin), M (Minangkabau), Pal (Palembang), S (Sunda), Skr (Sangsekerta), dan T (Tionghoa). Tapi kita juga tidak tahu apakah dicantumkannya keterangan itu karena kata tersebut memang digunakan dalam teks bahasa Indonesia, ataukah hanya sekedar menunjukkan bahwa penyusun tahu bahwa kata tersebut terdapat dalam bahasa itu. Seharusnya kata-kata yang dicantumkan sebagai entri bahasa Indonesia , hanyalah kata-kata yang memang dipergunakan dalam teks atau dalam percakapan publik bahasa Indonesia. Tetapi dalam edisi keempat Kamus Besar Bahasa Indonesia,bahasa sumber yang dianggap sebagai asal kata yang menjadi entridicantumkan lagi. Jika dalam KUBI Poerwadarminta, yang disebut sebagai sumber pengambilan kata-kata yang menjadi entrinya hanya 10, maka dalam KBBI edisi keempat itu menyatakan sebagai bahasa sumber itu jauh lebih banyak, ada 7 macam bahasa Melayu, ada 38 bahasa daerah, dan 10 bahasa asing. Dengan begitu meskipun sudah diperlengkap, KBBI edisi keempat itu tidaklah dapat memenuhi kebutuhan kita yang ingin tahu bagaimana dan kapan kata-kata dang ungkapan bahasa daerah atau asing itu masuk menjadi kekayaan perbendaharaan bahasa Indonesia. Kita tahu kata-kata yang masuk ke dalam bahasa kita, sehingga menjadi populer tetapi setelah beberapa lama dia menghilang, sedangkan kita belum sempat mencatatnya. Kesadaran akan sejarah bukanlah hanya terhadap yang diceritakan sebagai sejarah saja, 38
  • 39. melainkan juga terhadap bahasa yang digunakan untuk menuliskannya. Sebagai bangsa kita memang kurang mempunyai kesadaran sejarah. Bahasa Nasional dan Kebudayaan Nasional Pada tahun 1930-an terjadilah di kalangan para intelektual muda Indonesia polemik tentang masa depan bangsa Indonesia. Polemik itu berlangsung bertahun-tahun dan dimuat dalam berbagai majalah dan surat kabar. Sekarang kita sebut sebagai “polemik kebudayaan”, karena sebagian besar polemik itu dikumpulkan oleh Achdiat K. Mihardja yang diberi judul Polemik Kebudayaan. Yang terlibat dalam polemik itu kemudian kita kenal sebagai pendiri bangsa dan negara Indonesia, antara lain S. Takdir Alisjahbana, Sanoesi Pane, Dr. Soetomo, Ki Hadjar Dewantara, Dr. Poerbatjaraka, dan lain-lain. Mereka yang terlibat dalam polemik itu membahas berbagai segi kebudayaan nasional Indonesia yang sebenarnya ketika itu masih merupakan hal yang diangankan. S. Takdir Alisjabana dengan lantangnya mengatakan bahwa untuk membangun bangsa dan kebudayaan Indonesia, kita harus memutuskan hubungan dengan masa lampau yang disebut dengan masa pra-Indonesia. Kalau mau maju, bangsa Indonesia harus sebanyak- banyaknya menyedot jiwa Barat yang dinamis. Begitu juga kekayaan kebudayaan daerah kita yang dianggap sebagai hasil masa lalu, dianggap bukan bagian dari kebudayaan kita. Dalam perkembangan selanjutnya, kian banyak saja orang yang menulis menggunakan bahasa Indonesia. Semula orang menulis karya sastra menggunakan bahasa Sumatera, maka setelah proklamasi kemerdekaankita melihat para penyiar dan sastrawan berdatangan dari berbagai suku bangsa dari seluruh pelosok Indonesia. Tidak hanya dalam bidang sastra saja, kita menyaksikan kemajuan pemakai bahasa Indonesia di dalam bidang ilmu. Bahasa Indonesia bukan saja dapat dipergunakan sebagai bahasa pengantar di dalam semua jenjang pendidikan, melainkan juga dapat digunakan untuk menulis berbagai ilmu. Tetapi kemajuan bahasa Indonesia dalam bidang seni dan ilmu itu saying sekali tidak terjangkau oleh kebanyakan bangsa kita, karena sejak Republik Indonesia berdiri tidak ada pemerintah yang secara sungguh-sungguh mengamalkan Mukadimmah UUD untuk mencerdaskan bangsa. Sekolah banyak didirikan, universitas bermunculan, tetapi kegemaran membaca tidak dipupuk dan dibina karena tidak dilengkapi dengan fasilitas 39
  • 40. perpustakaan yang memadai. Dengan demikian sekolah hanya menjadi tempat untuk memperoleh ijazah dan universitas sebagai tempat untuk mendapatkan gelar. Seakan-akan ada jurang yang dalam antara prestasi yang dicapai para putra Indonesia dalam bidang sastra dan ilmu dengan umumnya bahasa Indonesia. Bahkan mereka yang bergelar sarjana pun kebanyakan tidak mengikuti perkembangan ilmu, karena banyak yang skripsi dan disertasinya dibuatkan oleh orang lain atau hasil plagiat. Kata Sehari-hari Umumnya kita mempelajari bahas Indonesia di sekolah dan bahasa itu kita pelajari melalui buku, biasanya mengenai hal-hal yang terdapat dalam kehidupan orang kota atau tentang berbagai masalah yang bersifat peng etahuan. Hampir tidak ada yang mengenai kehidupan kita sehari-hari di rumah apalagi jika kita tinggal di kampong. Sehingga kita kebingungan jika hendak menyebut nama benda yang akrab di sekeliling kita. Hanya sebagian saja yang bias kita temukan padanannya dalam bahasa Indonesia seperti centong (cukil nasi), boboko (bakul nasi), aseupan (kukusan), dan hihid (kipas). Yang lainnya membingungkan bukan saja karena kita tidak tahu padanannya dalam bahasa Indonesia, melainkan benda-benda itu tidak terdapat di kota atau kalaupun ada susunan dan bentuknya berbeda. Tetapi bukan hanya nama-nama bendanya saja yang membingukan dicari padanannya dalam bahasa Indonesia, melainkan juga perbuatan yang bertalian dengan benda tersebut. Seperti halnya orang Sunda memiliki kebiasaan mengangkat nasi setengah atau seperempat matang lalu di campur dengan air dan dibolak-balik seupaya merata. Cara seperti itu disebut gigih. Setelah dibiarkan beberapa lama, gigih itu baru dimasukkan ke dalam aseupan (kukusan) dan dibiarkan sampai timus (masak). Kalau sudah masak, nasi ditumpahkan ke dalam ngakeul. Nasi yang diakeul akan menjadi pulen. Tetapi tidak semua sukubangsa tidak mempunyai kebiasaan ngakeul. Misalnya orang Jawa, tidak mengenal ngakeul maka nasinya tidak pulen. Tentu saja kesulitan dalam berbahasa Indonesia seperti itu dihadapi juga oleh orang Jawa, orang Bali, orang Bugis, orang Aceh, dan orang-orang dari daerah lain, terlebih jika mengenai hal-hal berupa khas daerahnya. Karena itulah kita saksikan kian banyak 40
  • 41. istilah-istilah bahasa daerah yang masuk ke dalam bahasa Indonesia istilah judul, penca, pasantren, comro, dan lain-lain yang belakangan masuk pula istilah ngabuburit, amburadul, boro-boro, dan lain-lain. Nama-nama dan istilah-istilah yang khas daerah itu dengan sendirinya memperkaya bahasa Indonesia. Salah Kaprah Pak Amin Singgih (almarhum), pembicara pertama tentang bahasa Indonesia setiap pecan melalui TVRI ketika belum ada stasiun televise lainnya, sehingga pembicaraannya banyak mendapat perhatian penonton. Almarhum banyak menunjukkan kesalahan kita dalam mempergunakan bahasa Indonesia, seperti ucapan “Dirgahayu Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia” menurut Pak Amin itu salah karena yang harus kita dirgahayukan adalah Negara Republik Indonesia bukan Proklamasi Kemerdekaan. Dan sejak saat itu orang tidak lagi mengucapkan “Dirgahayu Proklamasi” dan seterusnya, melainkan “Dirgahayu Republik Indonesia” dan seterusnya. Tetapi ada koreksi Pak Amin yang sampai sekarang tidak diikuti oleh para pemakai bahasa Indonesia, yaitu mengganti istilah “air macur” dengan “air mancar”. Alasan Pak Amin, “memancur” itu airnya harus jatuh dari atas ke bawah seperti pada “pancuran”. Sedangkan kasus “air mancur” jelas airnya memancar dari bawah ke atas, karena itu disebut “air mancar”. Anjuran Pak Amin itu tepat dan benar namun orang-orang tidak mengikutinya dan tetap menyebutnya dengan “air mancur” walaupun jelas salah. Dalam berbahasa orang memang sering menggunakan perkataan atau istilah yang salah, tetapi istilah yang salah itu ternyata dapat dimengerti oleh orang yang mendengar ataupun membacanya tanpa menimbulkan salah paham. Inilah yang disebut dengan “salah kaprah”, yaitu kesalahan yang sudah diterima masyarakat sehingga orang tidak lagi mengartikannya kata demi kata melainkan keseluruhan istilah atau kalimat itu dengan arti yang sebenarnya berlainan dengan artinya kata demi kata. Misalnya istilah “truk gandengan”, orang yang mendengar atau membaca istilah itu tidak akan menggambarkannya sebagai dua buah truk yang berjalan sejajar karena “bergandeng” artinya adalah berjalan sambil bersebelahan. Mendengar istilah “truk gandeng” orang tahu 41
  • 42. bahwa truk itu berjalan tidak bergandengan melainkan berurutan yang satu di belakang yang lain. Dengan demikian jelas bahwa dalam berbahasa kita sering menggunakan kata atau istilah yang artinya tidak sama dengan arti kata-kata itu. Kata-kata atau istilah yang kita gunakan terikat dengan kebiasaan yang terdapat dalam masyarakat. Penggunaan bahasa yang sejak kecil hidup dalam masyarakat pengguna bahasa itu, mempelajari kebiasaan itu secara alami sehingga sering tidak sadar akan keganjilan kata-kata dalam istilah atau ungkapan yang digunakan. Sementara itu orang mempelajari sesuatu bahasa sebagai bahasa asing, harus menghafal istilah atau ungkapan beserta kebiasaan mempergunakannya melalui buku atau dengan hidup di tengah masyarakat yang mempergunakan bahasa tersebut. Mempelajarinya hanya melalui buku tidak cukup, karena bahasa yang masih hidup selalu menambah kosakatanya dengan ungkapan dan istilah baru. 42
  • 43. Bahasa Halus dalam Bahasa Indonesia Dalam setiap bahasa ada kata-kata yang khusus diperuntukkan oleh orang yang dihormati atau untuk Tuhan. Dalam bahasa Inggris yang eglaiter sekali, ada istilah “thou” yang digunakan untuk Tuhan atau orang yang dihormati, sedangkan untuk orang biasa digunakan kata “you”. Tetapi jumlah kata demikian tidak banyak. Dalam bahasa Melayu kita mengenal kata-kata yang khusus digunakan untuk Tuhan atau orang-orang yang berkuasa seperti raja atau sultan, seperti “berfirman” (berkata), “beradu” (tidur), “bersemayam” (tinggal), “bersantap” (makan), dan lain-lain. Kata-kata seperti itu pada dasarnya tidak boleh digunakan oleh orang biasa. Tetapi karena sejak mendirikan negara, bangsa Indonesia menetapkan demokrasi sebagai dasar sosialnya, maka kata-kata itu ada yang kemudian hanya menjadi sinonim dari kata-kata lain yang biasa digunakan oleh orang kebanyakan, misalnya kata “bersantap” sekarang sering digunakan oleh orang-orang yang bukan raja maupun sultan, walaupun dihormati. Meskipun dalam tulisan-tulisan dan pidato-pidatonya sewaktu muda, Bung Karno menganjurkan demokrasi dan mengutuk feodalisme, namun ketika sudah menjadi Presiden berdasarkan UUD 1945 dalam masa Demokrasi Terpimpin, ternyata beliau ingin diperlakukan sebagai raja Jawa. Sebutan “Paduka Yang Mulia” dihidupkan kembali. Sebutan “Bung Karno” yang sangat populer pada masa revolusi tidak terdengar lagi. Diganti dengan “Paduka Yang Mulia Presiden Sukarno”. Pemerintah Presiden Soekarno yang disebut-sebut sebagai “Orde Lama” pada tahun 1966 diganti oleh pemerintah “Orde Baru” di bawah Presiden Suharto. Berbeda dengan Soekarno Muda yang banyak mempelajari berbagai alam pikiran modern dari Barat, Suharto muda kelihatannya tidak suka membaca. Sejak muda beliau terjun ke dunia militer, menjadi bintara dalam KNIL tentara HIndia Belanda. Pada masa pendudukan Jepang sempat belajar kemiliteran sebagai Peta (Pembela Tanah Air). Karena itu tidak heran jika wawasan pemikirannya juga terbatas. Ketika menjadi Presiden Republik Indonesia (selama 32 tahun), yang menonjol adalah kegemarannya menguntip kearifan orang Jawa yang dianggap sebagai ajaran utama dalam hidup. Bersama kegemarannya Presiden Suharto berpegang kepada kearifan Jawa itu, masuk pula usaha untuk berbicara dengan unggah-ungguhing bhasa dalam bahasa Indonesia. 43
  • 44. Pendek kata, pada masa pemerintahan Suharto semua hendak dijawakan yang dianggap berperadaban amat halus, dan sangatlah mengherankan bahwa orang-orang yang berasal dari daerah yang terkenal sifat kasar dank eras seperti orang Batak juga bersedia menyesuaikan diri dengan kehalusan peradaban Jawa. Seputar Nama Pada suatu pagi saya bertamu ke rumah kawan baik. Kepada pembantu, saya bertanya “Apakah tuan rumah sudah bangun?”. “Sudah, Bapak dari mana?”. Saya menjawab, “Dari Pabelan” karena saya memang tinggal di desa Pabelan, Magelang. Lama si pembantu itu tidak keluar-keluar sehingga saya terpaksa menekan bel rumah. Kali ini saya langsung bertanya kepada pembantu tadi, “Tolong sampaikan kepada Pak Pirous, bahwa saya Ajip Rosidi ingin bertemu dengan beliau”. Kali ini tidak lama setelah dia masuk, pintu depan dibuka dan tuan rumah menyilakan saya untuk masuk. “Waktu tadi diberitahu bahwa ada tamu Pak Belan, saya bertanya-tanya dalam hati. Siapa dia? Karena rasanya saya tidak punya kenalan yang bernama Pak Belan” kata Prof. A.D. Pirous sambil tertawa. Sudah menjadi kebiasaan orang yang membukakan pintu kalau ada tamu yang belum dikenal selalu mengajukan pertanyaan “Bapak dari mana?” namun harusnya ia bertanya “Bapak siapa?” tetapi mengajukan pertanyaan demikian rasanya kurang sopan, sehingga diganti menjadi “Bapak dari mana?”. Terhadap pertanyaan tersebut si tamu sebaiknya menyebutkan nama atau keterangan tentang dirinya, jangan menjawab apa yang ditanyakan. Menyebut nama menurut kebiasaa lama kita memang dianggap kurang sopan. Dalam masyarakat Sunda, kita tidak boleh menyebutkan nama orantua terutama ayah. Orang Sunda yang berani menyebut nama orangtuanya akan ”hapa hui”. Entah apa maksudnya “hapa hui” (kalau menanam ubi tidak aka nada umbinya) itu tetapi dahulu orang Sunda memang tidak berani menyebut nama orangtuanya. Dalam masyarakat Sunda, pada saat memperkenalkan diri (biasanya kepada orang yang kedudukannya lebih tinggi) orang akan menyebut namanya sendiri namun enggan menanyakan nama orang yang diajak bicara (atau dirasa tak perlu karena dia sudah tahu) 44
  • 45. pendeknya menyebut nama, baik nama sendiri maupun nama orang lain, dalam masyarakat Sunda agak dihindari. Tertib Berbicara Mungkin Anda pernah menerima sebuah telpon asing dari nomor yang Anda tidak kenal. Ya! Kemudian orang disebrang telpon sana mengatakan “Siapa ini?” tertu saja Anda akan bertanya balik ke dia “Nah, kamu siapa?”. Seharusnya,dia sudah mengetahui siapa yang akan ia hubungi sebelum dia menekan nomor. Supaya tidak salah sambung terlebih lagi salah paham. Memang tidak ada tata tertib berbicara melalui telepon yang harus dipelajari oleh anak-anak sejak kecil. Meskipun sekarang sudah ada telepon genggam (handphone), sehingga pemakaian telpon rumah kian menurun. Jika kita menghubungi orang melalui telepon, maka yang pertama harus dipastikan adalah kita menghubungi nomor yang benar. Maka kita harus bertanya “Apakah ini benar rumah Pak (atau Ibu) …?” atau “apakah benar ini nomor sekian?” dan lain sebagainya. Gunanya untuk memastikan bahwa kita menghubungi nomor yang benar. Jika sudah mendapat jawaban bahwa nomor tersebut benar, barulah kita bertanya “Apakah bapaknya ada? Bolehkah saya berbicara dengannya?” Hal yang sama juga berlaku pada waktu kita bertamu ke rumah orang yang kurab akrab. Di Jakarta masih ada yang menggunakan kata “Spada!” untuk memberitahu kedatnangannya kepada orang yang ada di rumah itu. Kata “spade” yang berarti “Siapa ada?”, tetapi sekarang “Assalamu’alaikum wr. wb.” lebih lazim digunakan kebanyakan orang. orang Jawa dalam berbicara di depan forum resmi, sering menggunakan kata ganti orang pertama “kami” sebagai pengganti “saya”. Nampaknya maksud hendak merendah. Karena “kami” dalam bahasa Indonesia, artinya “saya dan dia serta mereka” (tidak termasuk kamu). Perkataan “kami” boleh digunakan sebagai pengganti kata “saya” hanya oleh Tuhan, raja atau pengarang dalam bukunya. Maka alih-alih merendah, sebenarnya orang yang menggunakan kata “kami” sebagai kata ganti orang pertama, menyamakan dirinya sebagai 45
  • 46. Tuhan atau raja, karena dia menggunakan kata ganti “kami” yang menurut konvensi bahasa Indonesia hanya boleh digunakan oleh Tuhan atau raja, atau pengarang dalam sebuah buku. Surat dan Latihan Menulis Sejak beberapa tahun ini, kantor pos di seluruh dunia mengeluh Karen kian sedikit orang yang mengirimkan surat, karena orang lebih cenderung menggunakan surat elektronik dan sms yang jatuhnya lebih cepat dan lebih murah. Lebih praktis karena tidak perlu pergi ke kantor pos, membeli perangko, dan lain-lain. Beberapa tahun sebelumnya yang mengeluh adalah kantor telegram, sehingga banyak kantor telegram yang ditutup karena telah ada faks dan orang lebih suka menggunakan faks daripada telegram. Penemuan teknologi baru kian mempermudah orang untuk melaksanakan keperluannya. Dan dengan demikian lembaga-lembaga yang sudah ratusan tahun didirikan untuk melayani orang menggunakan hasil penemuan seperti system pos dan alat untuk mengirim telegram, sekarang kehilangan fungsinya. Kantor pos sekarang lebih berfungsi sebagai lembaga yang menolong mengirimkan uang atau barang. Namun lembaga keuangan seperti bank kian canggih dan kian masuk ke pelosok-pelosok, maka tidak mustahila dalam waktu yang tidak akan terlalu lama fungsi itu pun akan hilang dari urusan Kantor Pos. Menurut statistik, konon orang Indonesia termasuk yang paling sedikit menulis dan mengirimkan surat. Karena itu tidak heran jika berbicara atau menulis bahkan bahkan para pemimpin pun kalimatnya belepotan. Ditambah oleh kegemaran membaca yang sangat rendah maka kemampuan mengemukakan pikiran dan perasaan umumnya orang Indonesia sangat rendah. 46
  • 47. Kabar Burung Ungkapan “Kabar burung” pertama kali saya (si penulis) baca dalam cerita silat terjemahan OKT (Oei Kim Tiang). Waktu itu rasanya belum menjadi khazanah kata bahasa Indinesia. Baru setelah banyak orang yang membaca cerita silat, ungkapan “kabar burung” menjadi populer, sehingga sekarang telah menjadi khazanah bahasa Indonesia. Artinya tidak ada sangkutpautnya dengan burung yang suka terbang. “Burung” di situ berasal dari bahasa Sunda yang artinya “gila”, “tidak benar” atau “gagal”. Jadi, “kabar burung” artinya kabar yang tidak benar, kabar gila. Dalam bahasa sunda sendiri tdak ada ungkapan “beja burung” (beja = kabar). Jadi kata Sunda yang diambil hanya “burung” saja. Kata lain yang belum lama menjadi kosa kata bahasa Indonesia adalah “tawuran”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) “tawuran” berarti perkelahian beramai- ramai; perkelahian masal. Plagiat Kian Merebak Plagiat adalah perbuatan mencuri, dalam hal ini mengaku karangan, karya, atau buah pikiran orang lain sebagai karya kita sendiri. Dalam dunia ilmu dan seni, perbuatan itu dianggap sebagai dosa tak berampun. Gurubesar di Universitas Parahyangan karena ketahuan melakukan plagiat, maka ia dipecat dari kedudukannya. Dosen ITB dibatalkan ijazah S3-nya dan dikenakan hukuman dengan menggeser dari kedudukannya. Hal itu menunjukkan bahwa universita-universitasitu menganggap perbuatan plagiat oleh seorang sarjana adalah perbuatan tercela yang harus dibersihkan dari lingkungannya. KESIMPULAN 47
  • 48. Dalam waktu yang sudah lama ini terlihat bahwa minatdan kebanggaan kita terhadap bahasa Nasional kian menurun. Hal tersebut Nampak di dalam penggunaan bahasa Indonesia sehari-hari, dimana para pemakai bahasa, seperti para pemimpin, kaum intelektual, wartawan, para remaja, mahasiswa, serta kaum lain seperti buruh, peteni, pedagang,dan semacamnya. Tidak mengikuti kaidah penggunaan bahasa Indonesia yang benar baik dalam tulisan maupun lisan. Entah apa mereka tidak mengerti atau sengaja melakukannya. Dalam buku ini terdapat berbagai kasus permasalahan yang mungkin dapat membuka mata kita tentang kesalahan dalam pemakaian bahasa yang salah dalam bahasa Indonesia. 48