1. Perencanaan Wilayah dan Kota
Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
Semarang
2013
ARAHAN TATA GUNA LAHAN
KELURAHAN NGADIRGO, KELURAHAN WONOLOPO
DAN KELURAHAN WONOPLUMBON
DI KECAMATAN MIJEN
BERDASARKAN ASPEK GEOLOGI LINGKUNGAN
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Geologi Lingkungan
(TKP 250)
Renny Desiana 21040112130051
Dwitantri Rezkiandini 21040112130071
Aulia Adhiyajna F. 21040112130089
Ferdianta Wahyu N. Pratama 21040112130097
Oktaviana Rahayu J. A. 21040112130099
Yosephine Purba 21040112140041
Fajar Hadhiyanto Wibowo 21040112140125
Kelompok IA
5. 5
PENDUDUK
Kelurahan Laki-Laki Perempuan Jumlah
Ngadirgo 2.496 2.296 4.792
Wonolopo 3.048 3.026 6.074
Wonoplumbon 1.945 1.904 3.849
Jumlah 7.489 7.226 14.715
Kelurahan Lahir Mati Imigrasi Emigrasi
Ngadirgo 93 39 141 68
Wonolopo 93 36 228 333
Wonoplumbon 70 21 86 46
Jumlah 256 96 1.255 447
Dengan jumlah kelahiran yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah
kematian, maka dapat diprediksi bahwa dalam beberapa tahun yang akan
datang, di Kelurahan Ngadirgo, Wonolopo, dan Wonoplumbon akan terjadi ledakan
penduduk. Sebagai konsekuensinya, akan lebih banyak terjadi perubahan fungsi
lahan untuk lahan permukiman guna memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal.
6. 6
PENDIDIKAN
Pendidikan Ngadirgo Wonolopo Wonoplumbon
Tidak Sekolah 29 438 169
Tidak Tamat SD 586 373 222
Belum Tamat SD 363 466 245
Tamat SD 797 649 994
Tamat SMTP 1.000 1.292 998
Tamat SMTA 1.270 1.699 851
Tamat Akademi/DIII 68 613 64
Tamat Perguruan Tinggi 82 182 33
Jumlah 4.195 5.712 3.516
Dari angka-angka pada tabel di bawah bahwa tingkat kesadaran
penduduk akan pentingnya pendidikan masih cukup rendah. Hal ini
sangat berpengaruh terhadap tingkat perekonomian masyarakat yang
sangat sulit untuk berkembang.
7. 7
PEREKONOMIAN
Jenis Pekerjaan Kelurahan
Ngadirgo
Kelurahan
Wonolopo
Kelurahan
Wonoplumbon
Jumlah
Buruh Industri 950 237 420 1.607
Buruh Bangunan 596 221 11 828
Pedagang 279 225 31 535
Angkutan 16 26 5 47
PNS/ABRI 56 115 19 190
Pensiunan 14 128 10 152
Jasa/Lainnya 5 1 0 6
Jumlah 1.916 953 496 3.365
Penduduk yang bekerja di sektor non formal (buruh, pedagang >50%) lebih besar
dibanding sektor formal (PNS/ABRI) tingkat perekonomian masih rendah (berkaitan
dengan tingkat pendidikan).
9. MORFOLOGI
Bukit di Kelurahan Ngadirgo
Salah satu bentang alam di Kelurahan
Wonoplumbon
PERBUKITAN LANDAI
STRUKTURAL TERDENUDASI
• Memiliki ketinggian 30 – 500 mdpl dan
secara umum memiliki kelerengan 2 – 15%
PERBUKITAN LANDAI
• Terdapat indikasi sesar dan kekar yang
terstruktur yang terjadi karena adanya
struktur geologi STRUKTURAL
• Terjadi banyak proses denudasional, seperti
proses pelapukan, erosi dan longsoran
TERDENUDASI
Kelebihan
Cocok untuk pertanian dan perkebunan.
Kelemahan
Bentangalam denudasional Tidak memiliki
susunan pengikat batuan dan tanah yang
kompak, sehingga akan mudah mengalami
pelapukan, erosi dan longsoran.
11. TOPOGRAFI KELERENGAN
Kelerengan Lokasi Kondisi
Eksisting
Analisis
0-8% Kelurahan Ngadirgo
bagian timur
Kawasan perkebunan
karet dan pemukiman
Sebagian perkebunan telah
dikonversi menjadi kawasan real
estate BSB
8-15% Kelurahan Ngadirgo,
Wonolopo,
Wonoplumbon
Kawasan pemukiman,
perkebunan, dan
pertanian
• Di pinggir S. Plumbon untuk
irigasi sawah.
• Pemukiman dan perkebunan
jauh dari sungai.
15-25% Bagian barat Ngadirgo,
bagian barat Wonolopo,
bagian barat
Wonoplumbon
Kawasan perkebunan,
hutan, pertanian,
pemukiman
Adanya pemukiman di kelerengan
ini kurang tepat karena rentan
terjadi longsor.
25-40% Bagian selatan
Wonoplumbon
Kawasan perkebunan
dan hutan
Dapat dijadikan kawasan lindung
dan kawasan penyangga. Namun,
hanya dijadikan sebagai kawasan
penyangga.
>40% Barat daya
Wonoplumbon
Perkebunan, hutan,
pertanian
Dapat dijadikan kawasan lindung
dan kawasan penyangga.
• Terjadi penebangan hutan
untuk perkebunan.
• Pertanian memanfaatkan S.
Blorong.
14. LITOLOGI BATUAN SEDIMEN DAN
TANAH LATOSOL
Tanah latosol
coklat tua di
Wonoplumbon
Tanah
lempung di
Wonoplumbon
Batu lanau di
sempadan
Sungai Blorong
Kelurahan
Wonoplumbon
• Batuan lempung dan lanau kurang
cocok untuk didirikan bangunan karena
tidak memiliki daya ikat antar batuan
yang tidak kompak.
• Tanah latosol (dari pasir & breksi)
cukup baik dalam menahan air dan
tahan terhadap erosi cukup baik
untuk dibangun bangunan dengan
bobot tidak besar di atasnya.
sangat mudah mengalami penguapan
air mudah mengalami kekeringan
daya ikat antar elemen matriks
penyusun tanah kurang solid
longsor.
merupakan tanah yang bersifat
gembur cocok untuk tanaman
tahunan, perkebunan, persawahan.
16. STRUKTUR GEOLOGI
SESAR NORMAL
• Jalur sesar ini melintang bagian barat daya
menuju ke arah utara Kelurahan Wonoplumbon
dan berbelok ke bagian barat Kelurahan
Ngadirgo dan sebelah selatan Kelurahan
Wonoplumbon.
• Tidak ditemukan bentukan asli sesar, namun
ditemukan zona sesar tebing sungai dan
kelokan sungai yang tajam.
• Titik lokasi pembangunan harus dibuat jauh dari
sempadan Sungai Blorong guna meminimalisir
terjadinya bahaya longsor akibat terjangan
arus Sungai Blorong yang cukup deras.
Struktur geologi
kekar di
Kelurahan
Wonoplumbon
Struktur geologi
kekar pada
batuan lanau
Indikasi zona
lintasan sesar di
tebing sungai
Kelurahan
Wonoplumbon
17. STRATIGRAFI
Stratigrafi di sekitar Sungai Blorong yang
sudah mengalami erosi tebing sungai
• FORMASI KALIGETAS (batu breksi,
batu pasir tufan dan batuan lempung) di
sempadan Sungai Blorong dan bagian timur
Wonoplumbon
• ENDAPAN ALLUVIUM (batuan
sedimen dasar dan batuan breksi). Di beberapa
tempat, beberapa batuan telah mengalami
pelapukan.
• FORMASI KEREK (batu lempung, batu
breksi dan batu konglomerat) di Kelurahan
Ngadirgo, Wonolopo dan Wonoplumbon,
stratigrafi penyusun batuannya tidak dapat
teridentifikasi dengan jelas
19. HIDROLOGI
Bentang alam Sungai Blorong
Pemanfaatan Sungai Blorong sebagai
irigasi sawah
Kelurahan Ngadirgo, Wonolopo, dan
Wonoplumbon dialiri oleh dua sungai yaitu
Sungai Blorong dan Sungai Plumbon.
• Sungai Blorong jauh lebih deras dan
memiliki lebar sungai yang cukup
panjang sekitar 3-5 meter.
• Sungai Plumbon sudah mengalami
proses penutupan tebing dengan
bahan konstruksi dan memiliki aliran
air yang relatif tenang dengan lebar
sungai berkisar 1 sampai 2 meter
saja.
20. KLIMATOLOGI
Kondisi ini sangat cocok untuk budidaya
tanaman karena tanaman akan mendapat
pasokan air cukup banyak dari air hujan,
juga jenis tanah latosol.
Kelurahan Ngadirgo, Wonolopo, dan
Wonoplumbon memiliki curah hujan 27,7-34,8
mm/tahun Tinggi
22. HIDROGEOLOGI
Pemanfaatan akuifer dangkal
AKUIFER PRODUKTIF SEDANG &
AKUIFER PRODUKTIF KECIL
Produktivitas akuifer sedang debit air
lebih dari 10 liter/detik cadangan air
tanah terbilang banyak baik untuk
sumber air kawasan pemukiman, pertanian
lahan basah, perkebunan
(penggalian sumur dapat dilakukkan sampai
kedalaman 10-15 meter)
Produktivitas akuifer kecil setempat air
tanah dangkal terbatas tidak cocok
untuk lahan pertanian (dengan
memanfaatkan air tanah) melainkan
dimanfaatkan sebagai pertanian dengan
memanfaatkan irigasi sungai dan juga
memanfaatkan curah hujan yang tinggi.
24. BAHAYA GEOLOGI
Bahaya geologi erosi tanah Bahaya geologi longsoran pada tebing
Bahaya geologi terkait proses denudasional yang mengakibatkan terjadinya pelapukan
pada batuan. Akibat pelapukan ini adalah tanah dan batuan tidak memiliki daya ikat
tanah/batuan yang solid atau memiliki tingkat kompaksi antar matriks yang rendah. Hal ini
akan memicu terjadinya bahaya geologi erosi dan longsoran, terutama pada lereng curam.
26. ANALISIS SKORING
26
Kategori
Kelerengan
Skor Curah Hujan Skor
Jenis
Tanah
Skor
Skor
Total
Fungsi Kawasan Lokasi
0-2% 20
27,7-34,8
mm3/hari
40 Latosol 30
90 Budidaya
Kelurahan Ngadirgo
2-15% 40 110 Budidaya
15-25% 60 130 Penyangga
2-15% 40 27,7-34,8
mm3/hari 40 Latosol
30 110 Budidaya
Kelurahan
Wonolopo15-25% 60 130 Penyangga
2-15% 40
27,7-34,8
mm3/hari
40 Latosol 30
110 Budidaya
Kelurahan
Woonoplumbon
15-25% 60 130 Penyangga
25-40% 80 150 Penyangga
>40% 100 170 Penyangga
27. 27
Internal
Eksternal
STRENGTH
1. Jenis tanah latosol yang memiliki tingkat
kesuburan yang cukup bagus
2. Terdapat DAS Blorong yang cukup deras
alirannya
3. Akuifer produktif sedang
4. Curah hujan tinggi
5. Kawasan budidaya yang lumayan
mendominasi
WEAKNESS
1. Gerakan tanah yang kurang stabil di beberapa
tempat
2. Daya ikat tanah yang kurang solid
3. Tingkat kelerengan landai sampai agak curam
4. Rawan terjadi longsor dan erosi tebing sungai
OPPORTUNITIES
1. Peraturan tentang tata guna lahan
yang jelas
2. Peningkatan teknologi di masa yang
akan datang
3. Peningkatan penanaman modal
atau investasi
1. Dapat dilakukan suatu kegiatan atau program
agrobisnis, agrowisata atau kegiatan berbasis
pertanian seperti perkebunan, pertanian. Hal
ini dilakukan agar dapat meningkatkan tingkat
perekonomian warga dan juga tingkat
perekonomian Kecamatan Mijen secara umum.
2. Dapat dijadikan pemukiman pada kawasan
budidaya dengan tetap berlandaskan
peraturan pemerintah dan keadaan kondisi
lingkungan.
1. Mengadakan suatu kerja sama antara
pemerintah dengan pihak swasta yang
mengerti dan memahami kondisi fisik suatu
wilayah agar pembangunan yang dilakukan
lebih terstruktur dan tetap memperhatikan
kondisi fisik lingkungan.
2. Pembangunan yang dilakukan harus dilakukan
dengan perhitungan yang detail mengenai
pengaruh bahaya-bahaya yang dapat
ditimbulkan, seperti dengan memanfaatkan
teknologi tepat guna.
THREAT
1. Adanya penggunaan lahan yang
menyalahi aturan tata ruang
wilayah
2. Alih fungsi kawasan di sekitar
daerah aliran sungai
3. Jumlah penduduk akan semakin
bertambah
Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk,
kebutuhan akan tempat tinggal juga akan
meningkat, penentuan lokasi yang diperuntukka
kawasan permukiman sangat diperlukan, agar
sesuai dengan aspek tata guna lahan yang telah
ditentukan oleh RTRW dan juga sesuai dengan
kondisi fisik daerah yang akan dijadikan
pemukiman tersebut. Guna meminimalisir adanya
bahaya yang datang di kemudian hari.
1. Tidak melakukan pengrusakan vegetasi di
daerah sekitar aliran sungai agar tidak terjadi
longsor di tebing sungai. Dan juga agar daerah
resapan air dapat terjaga keberadaannya.
2. Pembangunan yang dilakukan harus
memperhatikan aspek lingkungan agar dapat
meminimalisir bahaya geologi yang dapat
terjadi
ANALISIS SWOT
28. ANALISIS KESESUAIAN LAHAN
28
Kelurahan Kondisi
Eksisting
Fungsi
Kawasan
Potensi dan Kendala Menurut
RTRW Kota
Semarang
Analisis
Kelurahan
Ngadirgo
Permukiman,
Perkebunan,
Hutan
produksi
Tetap
Budidaya
dan
Penyangga
Tingkat kelerengan datar sampai
landai
Tanah latosol coklat kemerahan
Akuifer produktif sedang
Kawasan budidaya yang sangat luas
Gerakan tanah menengah
Erosi dan longsor di beberapa titik
lokasi
Budidaya dan
penyangga
Kondisi Eksisting di Kelurahan
Kelurahan Ngadirgo sedikit berbeda
dengan fungsi kawasan dan RTRW Kota
Semarang. Beberapa lokasi yang tadinya
merupakan kawasan perkebunan dan
hutan produksi tetap telah berubah
menjadi kawasan permukiman.
Kelurahan
Wonolopo
Permukiman,
Perkebunan,
Hutan
produksi
tetap,
pertanian,
lahan kosong
Budidaya
dan
Penyangga
Tingkat kelerengan landai yang cukup
luas
Tanah latosol coklat kemerahan
Akuifer produktif sedang
Kawasan budidaya yang sangat luas
Gerakan tanah sangat rendah dan
rendah
Erosi dan longsor di beberapa titik
lokasi
Penggunaan lahan yang menyalahi
aturan di beberapa lokasi
Budidaya dan
penyangga
RTRW Kota Semarang menunjukkan
bahwa pada daerah ini digunakkan
sebagai kawasan budidaya dan
penyangga. Namun jika dilihat pada
kondisi eksisting, di daerah ini sebagian
besar digunakan untuk pemukiman,
tegalan dan perkebunan. Selain itu
sebagian kecil digunakan untuk hutan
produksi tetap. Tetapi ada beberapa
lokasi di sebelah selatan Kelurahan
Wonolopo yang sudah mengalami
perubahan tata guna lahan. Seperti
kawasan perkebunan yang menjadi
kawasan permukiman.
Kelurahan
Wonoplumbon
Dominasi
Kawasan
Hutan,
Perkebunan
dan sedikit
kawasan
permukiman
Dominasi
Penyangga,
kawasan
budidaya
Banyak kawasan penyangga
Debit air sungai yang bisa dijadikan
sebagai sumber irigasi
Erosi dan longsor di pinggir sungai
Beberapa tanah yang terdiri dari
tanah lempung
Kelerengan dari agak curam sampai
sangat curam
Kurangnya fasilitasinfrastruktur jalan
Budidaya dan
Penyangga
RTRW Kota Semarang menunjukan
bahwa pada daerah ini digunakan
sebagai budidaya dan penyangga.
Namun sebagian besar lahan ada
beberapa kawasan penyangga di sekitar
sempadan sungai yang tadinya
merupakan lahan hutan, telah berubah
menjadi kawasan perkebunan warga.
Bahkan ada beberapa hutan yang telah
ditebang untuk diambil kayunya dan
dibiarkan menjadi kawasan hutan
gundul.
32. 32
REKOMENDASI
Pemerintah harus bertindak tegas terhadap peralihan suatu lahan yang berdampak negatif
kepada alam dan makhluk hidup.
Masyarakat sekitar harus dapat menjaga kelestarian lingkungan.
Masyarakat di Kelurahan Ngadirgo, Wonolopo dan Wonoplumbon hendaknya tidak
membangun pemukiman pada daerah yang memiliki tingkat gerakan tanah yang tidak
stabil.
Masyarakat yang melakukan pengeboran air tanah hendaknya melakukan dengan sangat
bijaksana.
Pemerintah dapat memberdayakan masyarakat Kelurahan Ngadirgo, Wonolopo dan
Wonoplumbon untuk mengoptimalkan pemanfaatan tanah latosol serta aliran sungai yang
memiliki debit air tinggi dalam sektor pertanian dan perkebunan.
33. 33
ARAHAN KEBIJAKAN
Pemerintah harus segera membuat peraturan mengenai hukuman
atau sanksi yang diberikan kepada individu ataupun sekelompok
orang yang melakukan alih fungsi lahan yang tidak sesuai
dengan kondisi fisik wilayah dan tidak sesuai dengan peraturan
tata ruang wilayah yang telah dibentuk.
Pemerintah tidak boleh memberikan izin terhadap oknum-oknum
yang berkeinginan melakukan pembukaan lahan atau melakukan
alih funsgsi kawasan, baik dari kawasan penyangga menjadi
kawasan budidaya atau bahkan dari kawasan lindung menjadi
kawasan budidaya.
34. 34
KESIMPULAN
Potensi geologi yang dimiliki oleh Kelurahan Ngadirgo, Wonolopo dan Wonoplumbon
adalah kondisi tanah latosol yang merupakan tanah yang memiliki unsur hara yang rendah
sampai menengah, terdapat pada dua daerah aliran sungai yang memiliki debit air yang
cukup tinggi dan kondisi air tanah dengan produktifitas sedang. Sedangkan kendala yang
terdapat di Kelurahan Ngadirgo, Wonolopo dan Wonoplumbon adalah adanya gerakan
tanah mulai dari gerakan tanah rendah hingga menengah yang sewaktu-waktu dapat
mengakibatkan terjadinya longsor.
Terkait dengan keadaan aspek geologi serta potensi kendala yang dimiliki Kelurahan
Ngadirgo, Wonolopo dan Wonoplumbon dengan aspek perencanaan wilayah dan kota,
maka akan didapatkan suatu output kesesuaian lahan yang mana pada Kelurahan
Ngadirgo, Wonolopo dan Wonoplumbon memiliki kesesuaian lahan sebagai kawasan
budidaya dan juga kawasan penyangga. Pada keadaan eksisting, kawasan budidaya
pada Kelurahan Ngadirgo, Wonolopo dan Wonoplumbon banyak dimanfaatkan oleh
warga sebagai kawasan permukiman, pertanian, perkebunan dan tegalan. Sedangkan
untuk kawasan penyangga yang banyak ditemui pada daerah aliran Sungai Blorong
dimanfaatkan sebagai kawasan hutan non produksi dan hutan produksi tetap.