Perawat Indonesia perlu dilatih untuk memenuhi standar internasional agar mampu bersaing di era globalisasi. Lembaga pendidikan keperawatan memainkan peran penting dalam mempersiapkan perawat dengan kemampuan bahasa Inggris dan sertifikasi yang diakui secara internasional.
1. Prof Hawthorne mengatakan saat ini perawat muncul sebagai salah satu profesi dinamis,
dengan Asia sebagai sumber utamanya. Berdasarkan riset ini, Hwathorne menyimpulkan
perkembangan dan kompetisi global berdampak pada meningkatnya kebutuhan akan perawat
berpengalaman, memiliki kompetensi internasional, didukung kemampuan berbahasa yang
baik.
LOGO Universitas Pelita Harapan diambil dari http://id.wikipedia.org
STRATEGI DALAM MENYIAPKAN PERAWAT PROFFESIONAL YANG
MAMPU BERSAING DI ERA GLOBALISASI
LU’AILIYUN NADHIROH
Abstract
In the era where number of educated unemployee rising sharply by year to year. There is an
opportunity for Indonesia nurses to work a broad as a health professionals and enter the
globalization era. Yet, still there are many constaint indelivering process. Based on this fact
of situation, writer try to criticize, “The strategy tocreate professional nurse who can compete
in globalization era”. Writer use a descriptif metode to determine the importance of many
institution roles, such as government and nursing educational institute. Nursing educational
institute had a great role in educational preparation. Therefore, the lecturers quality as well as
the Institute quality it self played an important act in this field. While government roles is to
provide a guiding framework in an intensive preparation training for nurse to work in foreign
countries as a health professionals at global levels.
Key words: Professional nurse, Globalization eraAbstrak
Ditengah semakin meningkatnya pengangguran terdidik dari tahun ke tahun, terdapat suatu
peluang bagi perawat di Indonesia untuk dapat dikirim ke luar negeri sebagai perawat
professional, dan bersaing di Era Globalisasi. Namun masih ada banyak kendala untuk proses
pengiriman tenaga perawat ke Luar Negeri. Dari latar belakang tersebut, penulis membahas
tentang bagaimana strategi dalam menyiapkan perawat ke luar negeri yang mampu bersaing
di era globalisasi. Penulis menggunakan metode penulisan deskriptif untuk menggambarkan
bahwa pentingnya peran Lembaga Pendidikan, baik dari kualitas tenaga pendidik maupun
kualitas lembaga pendidikan keperawatan dan perlu adanya peran serta pemerintah untuk
memfasilitasi pelatihan intensif persiapan tenaga perawat ke luar negeri, untuk menghasilkan
perawat professional yang mampu bersaing di era globalisasi.
Kata kunci : Perawat professional, era globalisasi
I. PENDAHULUAN
Saat ini rasio perbandingan jumlah perawat dan penduduk di Indonesia adalah 1:44, sebuah
angka yang rendah jika kita bandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia,
Thailand dan Filipina (Wati, 2007). Meski jumlah tersebut rendah, namun sepertinya tidak
memungkinkan lagi bagi healthcare provider untuk menerima tambahan perawat baru karena
besaran beban keuangan.
Ditengah semakin meningkatnya pengangguran terdidik dari tahun ke tahun, terdapat suatu
peluang bagi perawat di Indonesia untuk dapat dikirim ke luar negeri sebagai perawat
professional, dan diakui oleh dunia. Perawat Indonesia mempunyai peluang untuk dapat
2. bekerja di Timur tengah (Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, dan Kuwait), bahkan sudah
merambah ke negara-negara maju seperti Amerika serikat, Australia, benua Eropa (Inggris,
Belanda, Norwegia), dan Jepang.
Kebutuhan Perawat Profesional (Registered Nurse) di dunia Barat (Amerika, Eropa,
Australia, Canada, Jepang) meningkat dengan pesat, sejalan dengan penuaan usia baby
boomer dan menurunnya keinginan menjadi Perawat pada generasi muda di Barat.
Diperkirakan di Amerika saja kekurangan perawat profesional berkisar antara satu juta orang
ditahun 2015 nanti.
Pada saat ini kekurangan perawat ditutup oleh perawat dari tiga negara Asia, yaitu: Filipina,
China dan India. Padahal secara demografis, Indonesia adalah negara dengan jumlah
penduduk yang terbesar keempat didunia, sehingga peran Indonesia dalam memasok tenaga
Perawat Profesional keluar negeri adalah hal yang dapat dan bisa dilaksanakan. Jadi dimana
masalahnya ? Dari sudut supply terlihat besarnya jumlah Akademi Perawat yang mendidik
Perawat D3, yang berjumlah lebih dari 1000 Akper diseluruh Indonesia. Jumlah Sarjana
Keperawatan masih relatif kecil, karena Program Studi Sarjana Keperawatan baru sekitar
duapuluhan, dan baru dimulai sejak 5 tahun yang lalu. Namun kelemahan mendasar ialah
para lulusan Perawat ini standar kompetensinya tidak diakui oleh dunia Internasional.
Sebagai contoh lulusan Perawat Malaysia diakui oleh Negara Commonwealth, dan lulusan
Filipina langsung bisa bekerja di Amerika dan Eropa. Kelemahan kedua ialah kemampuan
bahasa Inggris yang lemah, yang dibutuhkan dalam kompetisi tingkat internasional.
Berkenaan dengan ketrampilan perawat Indonesia yang masih kurang, terlihat dari segi
skoring NCLEX (The
National
Council Licensure Examination) yang masih rendah. Ujian NCLEX sendiri merupakan
prasyarat perawat Indonesia untuk dapat bekerja di luar negeri. Sebagai gambaran, skor yang
diperoleh perawat Indonesia adalah angka 40. Padahal skoring yang dibutuhkan untuk
bekerja di Eropa antara 50 sampai 70 dan di AS antara 70 sampai 80 (Syaifoel, 2008).
Di Indonesia, Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan
(PPSDM Kesehatan) melaporkan bahwa jumlah terbesar Tenaga Kesehatan Profesional
Indonesia (TKPI) yang telah bekerja di luar negeri mulai 1989 sampai dengan 2003 adalah
perawat (97.48% dari total sebanyak 2494 orang). Meskipun jumlah perawat yang bekerja di
luar negeri menempati prosentase terbesar dibandingkan tenaga kesehatan yang lain, masih
terdapat beberapa poin penting yang perlu menjadi perhatian dan ditanggulangi mulai dari
saat ini.( ferryefendi, 2007).
Dari latar belakang di atas, penulis akan mambahas tentang bagaimana menyiapkan perawat
ke luar negeri yang mampu bersaing di era globalisasi, dan kemudian mencoba
mengidentifikasi peran penting lembaga pendidikan keperawatan di Indonesia agar dapat
mempersiapkan perawat yang siap berkompetisi di era pasar global. Diharapkan tulisan dapat
memberikan kontribusi dan sumbang saran bagi berbagai pihak terkait, terutama bagi
lembaga pendidikan keperawatan serta organisasi profesi keperawatan dan juga pemerintah.
II. PEMBAHASAN / KAJIAN
A. Pendidikan Keperawatan di Indonesia
Indonesia baru mengembangkan program Sarjana Keperawatan sejak 5 tahun yang lalu, dan
dalam program pendidikannya memisahkan Program Pendidikan Sarjana Keperawatan (4
tahun) dimana lulusannya bergelar SKp (Sarjana Keperawatan). Setelah lulus para SKp
mengambil Program Pendidikan Profesi Keperawatan (1,5 tahun) yang lulusannya bergelar
3. Ners. Masalahnya, Gelar SKp dan Ners ini hanya berlaku di Indonesia, dan tidak diakui dunia
Internasional (Rijadi, 2005).
B. Perawat Profesional (Registered Nurse)
Perawat professional adalah seorang perawat yang telah menyelesaikan pendidikan
keperawatan dan berkompetensi untuk melakukan pelayanan keperawatan klinik yang
dibuktikan dengan sertifikat Registered Nurse (RN) melalui proses akreditasi (IRNI, 2008).
Sejalan dengan berkembangnya profesi keperawatan, berbagai jenis pendidikan yang
menawarkan untuk menjadi Registered Nurse (perawat terdaftar) juga ikut berekembang.
Pada awalnya sekolah-sekolah keperawatan milik rumah sakit dikembangkan untuk mendidik
pearawat yang ingin bekerja di rumah sakit tersebut.
Karena keperawatan secara terus-menerus mengembangkan keilmuannya, proses pendidikan
formal dikembangkan untuk menyakinkan konsistensi dari tingkat pendidikan dalam institusi.
Konsistensi tersebut juga dibutuhkan untuk mendapat sertifikasi RN (Registered Nurse). Di
amerika Serikat seorang individu dapat menjadi RN melalui program pendidikan tingkat
dasar, diploma, atau sarjana. Sedangkan di Canada melalui program pendidikan dploma dan
sarjana (Potter dan Perry, 2005).
C. Persyaratan Menjadi Perawat Profesional yang Mampu Bersaing di Era Globalisasi
Kebutuhan tenaga perawat di Negara maju seperti : Amerika, Canada, Eropa, Australia,
Jepang dan Timur Tengah melonjak dengan drastis sejak tahun 1980. Diperkirakan bahwa
kebutuhan tenaga perawat di Amerika ditahun 1980 sekitar 200,000 perawat, dan kebutuhan
ini akan melonjak menjadi 500,000 perawat ditahun 2020, untuk mendukung kebutuhan
pelayanan kesehatan di Amerika. Untuk seluruh Negara maju diatas kebutuhan perawat
diperkirakan mencapai 1 juta perawat pada tahun 2020 (Rijadi, 2005).
Kebutuhan perawat ini dipenuhi oleh Perawat dari negara berkembang yang mempunyai
tenaga keperawatan yang sesuai dengan standar dunia. Tiga sumber utama tenaga
keperawatan dunia ialah dari Phillippine, India dan China. Indonesia sebagai negara dengan
jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, seharusnya mampu mengekspor tenaga
keperawatan sesuai dengan kebutuhan dunia diatas. Mengapa kita tidak bisa mengirimkan
tenaga keperawatan dengan standar dunia diatas?
Perawat Indonesia hingga saat ini belum bisa bersaing dengan perawat Philippine dan India,
karena faktor Bahasa Inggris sebagai media komunikasi di negara tujuan. Bahasa Inggris ini
diukur dengan Nilai Test IELTS (International English Language Testing System) dengan
Nilai Overall adalah 6,5. Test IELTS terdiri dari 4 komponen: a. Mendengar (30 menit), b)
Membaca (60 menit), c) Menulis (60 menit), dan d) Bicara (15 menit). Di Indonesia IELTS
tes dilakukan di IDP Education Australia di jalan Kuningan Jakarta, dan British Council di
Jakarta.
Faktor kedua, ialah Sertifikasi Keperawatan Internasional. Standar Perawat dalam dunia ialah
lulusan Universitas yang bergelar Bachelor of Science in Nursing (BSN), dan mempunyai
Sertifikasi RN (Registered Nurse). Perawat RN dari India, Malaysia akan diakui
sertifikasinya oleh negara2 Commonwealth karena standar pendidikan keperawatannya sudah
dibuat sama dengan standar Internasional. Demikian juga Perawat Phillippine, begitu mereka
lulus BSN mereka mengambil Sertifikasi RN di Philippine yang diakui oleh dunia
Internasional. Bahasa Inggris tidak menjadi masalah bagi mereka, karena mereka sehari-hari
4. menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa kedua mereka (Rijadi, 2005).
Untuk dapat mempersiapkan diri dalam test tulis keperawatan, maka secara Internasional
semua negara mengadopsi model NCLEX-RN (The National Council Licensure Examination
for Registered Nurses) yang tentu saja perlu dipelajari oleh perawat Indonesia. Test NCLEX-RN
ini terdiri dari rangkaian pertanyaan simultan dalam konsep keperawatan yang terdiri dari
5 tahapan proses keperawatan (Pengkajian-Analisa-Perencanaan-Inplementasi-Evaluasi) dan
4 konsep katagori kebutuhan manusia (Safe effective care environtment – Health promotion
and maintenance – Psychosocial integrity – Physiological Integrity) (Nurmatono, 2006).
Melihat persyaratan yang harus dipenuhi tersebut, kita dapat mengasumsikan bahwa tenaga
perawat yang bekerja di luar negeri tentu merupakan perawat pilihan dan mempunyai
kemampuan yang dapat di andalkan dalam memberikan perawatan yang berkualitas. Untuk
menghasilkan perawat yang professional, tidak lepas dari peran lembaga pendidikan
keperawatan di Indonesia dalam bertanggung jawab mempersiapkan perawat yang
berkualitas dan mampu bersaing di era pasar global (Hapsari, 2006).
Kendala-kendala tersebut perlu untuk segera ditanggulangi selain faktor-faktor lain yang
belum teridentifikasi dalam tulisan ini. Beranjak dari hal inilah sebenarnya lembaga
pendidikan keperawatan di Indonesia dapat mulai ikut berperan aktif dalam merumuskan
strategi yang tepat dalam mendidik calon perawat. Keberadaan sistem pendidikan tinggi
keperawatan dengan berbagai keluarannya harus dapat memacu proses profesionalisasi
keperawatan yang sedang berlangsung di Indonesia sehingga keperawatan sebagai profesi
dapat berperan sepenuhnya dalam upaya pembangunan kesehatan masyarakat, serta berperan
dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan (Kusnanto, 2004).
III. METODE PENULISAN
Metode penulisan yang digunakan adalah metode penulisan deskriptif. Menurut
“Notoatmodjo, 1993” penulisan deskriptif adalah suatu metode penulisan yang dilakukan
dengan tujuan utama membuat gambaran atau deskriptif tentang suatu keadaan secara
obyektif. Metode penulisan deskriptif memecahkan atau menjawab permasalahan yang
sedang dihadapi pada situasi sekarang.
Penulis menggambarkan fenomena tentang persiapan perawat ke luar negeri, dan kemudian
mencoba mengidentifikasi peran penting lembaga pendidikan keperawatan di Indonesia agar
dapat mempersiapkan perawat yang siap berkompetisi di era pasar global. Penulisan ini
dilakukan dengan menempuh langkah- langkah ; Pengumpulan data, klasifikasi, pengolahan
analisis data, dan membuat kesimpulan.
Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan pengumpulan data dengan mencari
informasi dari kepustakaan (buku, Koran, majalah, browsing), mengenai hal-hal yang ada
relevansinya dengan judul garapan (Arifin,2000).
Penulis mendapatkan sumber data dari buku dan internet. Setelah data terkumpuil, penulis
menyeleksi data tersebut untuk kemudian dipakai dalam penyusunan karya ilmiah. Setelah
menyeleksi, penulis melakukan pengolahan data untuk kemudian membuat analisis karya
ilmiah.
IV. HASIL KAJIAN
Untuk menghasilkan perawat professional yang mampu memberikan pelayanan prima,
merupakan tidak lepas dari tanggung jawab dari Lembaga pendidikan. Perawat di harapkan
mampu memenuhi tuntutan masyarakat di dalam negeri, dan mempunyai kemampuan untuk
bekerja lintas Negara dengan sistem perawatan kesehatan dan karakteristik masyarakat yang
5. berbeda.
Hanya saja memang mesti ada target-target angka dari lembaga/pengelola penempatan
perawat atau PPNI sebagai organisasi profesi dengan di dukung oleh pemerintah untuk
memanfaat peluang kebutuhan Negara-negara maju akan perawat, misalnya dapat
menjadikan hal ini dalam program yang terintegrasi. Sehingga banyaknya lulusan D3/S1
yang belum bekerja saat ini dapat dijembatani dengan Program Penempatan Perawat
Indonesia diluar negeri yang terintegrasi dalam model konsursium nasional . Saat ini ada
sekitar 250.000 perawat Indonesia, seandainya kita mematok target di tahun 2010 katakan
saja 10%-nya bekerja diluar negeri, maka ada 25.000 perawat (saat ini baru 5.000) perawat
Indonesia yang bekerja diluar negeri. Angka tersebut masih kecil sekali, jika dibandingkan
40% total perawat India dan Philipina yang bekerja di luar negaranya, dimana mereka
memang terinspirasi sejak di perkuliahan (Nurmatono 2006).
A. Pengembangan Pendidikan Keperawatan
Untuk menghasilkan perawat professional yang mampu memberikan pelayanan prima,
merupakan tidak lepas dari tanggung jawab dari Lembaga pendidikan. Perawat di harapkan
mampu memenuhi tuntutan masyarakat di dalam negeri, dan mempunyai kemampuan untuk
bekerja lintas Negara dengan sistem perawatan kesehatan dan karakteristik masyarakat yang
berbeda.
Strategi yang perlu di kembangkan pada lembaga pendidikan keperawatan adalah
peningkatan kualitas tenaga pendidik dan peningkatan kualitas lembaga pendidikan
keperawatan (Hapsari, 2006).
1. Peningkatan kualitas tenaga pendidik
Tenaga pendidik merupakan role model perawat proffesional yang kompeten. Kompetensi
yang dimaksud adalah dalam hal pengetahuan, pengalaman, ketrampilan dan kemampuan
dalam melakukan praktek keperawatan. Kompetensi tersebut tentunya dimiliki oleh tenaga
pendidik yang telah melaksanakan program pendidikan tinggi keperawatan minimal S1,
mampu melakukan praktik klinik keperawatan. Kemampuan untuk terus belajar, baik yang
terkait dengan ilmu keperawatan maupun disiplin ilmu lain, dan terus meningkatakan
kemampuan berbahasa asing merupakan modal yang perlu di kuasai, karena di tuntut mampu
mengaplikasikan kurikulum berbasis standard International.
Pendidik juga di tuntut untuk mengaolikasikan strategi mengajar yang dapat mengembangkan
pola pikir kritis pada calon perawat sehingga mereka dapat bekerja di komunitas dan budaya
yang beragam. Karena untuk keluar negeri, disamping ketrampilan dalam ilmu keperawatan
itu sendiri, kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan, budaya dan sistem pelayanan
kesehatan yang berbeda, juga sangat di perlukan supaya tidak terjadi shock kultur.
2. Peningkatan kualitas tenaga pendidik
Strategi yang menyangkut peningkatan kualitas lembaga pendidikan keperawatan meliputi
upaya peningkatan fasilitas pembelajaran yang memungkinkan peserta didik memperoleh
ilmu seluas mungkin, diantaranya adalah :
a. Sarana-prasarana laboratorium di sesuaikan dengan yang ada di RS dan/ komunitas,
sehingga peserta didik berlatih pengetahuan dan ketrampilan sampai pada tingkat yang di
harapkan. Sehingga menghasilkan mutu lulusan yan gsiap memberikan asuhan pelayanan
keperawatan secara professional dan sesuai dengan tuntutan masyarakat.
b. Melengkapi inventaris perpustakaan dengan buku-buku yang berasal dari dalam dan luar
negeri. Sehingga staf akademik dan peserta didik dapat melatih kemampuan berbahasa
inggris dan mendapat informasi yang luas khususnya standard kurikulum keperawatan
professional.
6. c. Menggunakan model kurikulum berbasis kompetensi standard internasional. Sehingga
klien mendapatkan asuhan keperawatan yang berkualitas sesuai dengan standard praktek.
Keuntungan lain perawat mendapat perlindungan hukum bila muncul masalah hukum yang
berhubungan dengan standard praktik keperawatan. Karena standard Internasional merupakan
berdasarkan studi lapangan yang sudah melalui proses penelitian.
d. Menambah kurikulum bahasa Inggris, serta mengadakan kursus-kursus tambahan di luar
jam belajar efektif. Misalnya ; English for Nurse, TOEFL, IELTS.
e. Menyediakan fasilitas teknologi informasi bagi staf akademik dan mahasiswa, yaitu;
Komputer bagi mahasiswa dengan rasio 1:5, sedangkan untuk staf akademik minimal 1
komputer
Tersedia jaringan internet yang menjamin komunikasi antara pimpinan institusi pendidikan
keperawatan, staf akademik, dan mahasiswa.
Fasilitas- fasilitas tersebut penting sekali, karena di luar Negeri semua proses kegiatan
pekerjaan menggunakan system computer, di samping itu memudahkan mahasiswa untuk
mendapat informasi seluas mungkin yang mungkin tidak di dapat dalam proses pembelajaran.
f. Institusi pendidikan keperawatan harus mengalokasikan anggaran untuk menjamin aktivitas
penelitian staf akademik, memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk melakukan
penelitian selama pendidikan, di bawah bimbingan staf akademik, dan penelitian yang
dilakukan hendaknya bermanfaat untuk meningkatkan suasana akademik, memberikan dasar-dasar
proses penelitian yang benar pada mahasiswa, perbaikan kurikulum dan upaya
pemecahan masalah kesehatan masyarakat.
g. Institusi pendidikan keperawatan memberi kesempatan pada mahasiswa ke luar negeri
dalam rangka pengayaan pengalaman belajar mahasiswa yang nantinya bisa di informasikan
kepada rekan-rekan mahasiswa lainnya.
Segala kegiatan dan strategi yang dilaksanakan, tentunya perlu di evaluasi secara terus-menerus,
untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.
B. Strategi Mewujudkan Sertifikasi RN
Proses pengiriman perawat ke luar Negeri tidak lepas dari peran serta Organisasi perawat
(PPNI) serta pemerintah. Untuk menghasilkan perawat professional yang berkompetensi
untuk bersaing di era globalisasi, perlu adanya strategi untuk mencapai target dalam
peningkatan kompetensi keperawatan serta menghasilkan perawat professional yang mampu
melaksanakan asuhan keperawatan secara prima, dan yang paling penting adalah bisa di
terima oleh dunia Internasional sebagai perawat professional yang telah teregistrasi dan
mempunyai sertifikasi keperawatan Internasional.
Genderang revolusi budaya di pelayanan keperawatan sudah digulirkan dan disepakati baik di
Negara-negara anggota APEC maupun Negara-negara ASEAN. Pada konferensi
Internasional APEC bidang keperawatan pada 6-7 desember 2006 di Jakarta dan MRA on
Nursing Services tingkat ASEAN pada tanggal 8 Desember 2006, disepakati bahwa : migrasi
dan pelatihan tenaga keperawatan menggunakan satu tanda yaitu RN (Registered Nurse)
sebagai tanda perawat tersebut adalah perawat professional, yang dianggap mampu dan
memperoleh izin melakukan praktik dan pelayanan keperawatan. RN adalah satu-satunya
tanda yang disepakati untuk tenaga keperawatan di Negara-negara ASEAN dan Negara-negara
APEC, termasuk kesepakatan penggajian dan jenjang karir (IRNI,2008).
Dengan pertimbangan bahwa dunia Internasional memberikan kesempatan yang seluas-luasnya
untuk mewujudkan RN di dalam negeri, maka tidak sulit untuk diwujudkan apabila
mendapat dukungan politik dari pemimpin bangsa dan pemerintah dalam turut serta
merumuskan dan melegalkan Undang-Undang yang dibutuhkan termasuk implementasinya
akan mempercepat terbangunnya sistem RN di Indonesia (IRNI, 2008).
7. Apabila Strategi ini dapat dilaksanakan di Indonesia, maka perawat Indonesia mampu
bersaing dan di akui oleh bangsa-bangsa di dunia, sebagai perawat professional. Dibawah ini
merupakan skema sertifikasi profesi keperawatan yang dapat digunakan sebagai acuan oleh
pemerintah dan organisasi perawat.
Gb1. IRNI 2008
Adapun strategi untuk mewujudkan Sertifikasi RN yang dapat dilaksanakan adalah sebagai
berikut :
1. Menggerakkan dan memberdayakan elemen-elemen bangsa (stake holder) untuk berperan
serta aktif mewujudkan infrastruktur sistem sertifikasi RN. Elemen-elemen bangsa yang
dilibatkan yaitu Legislatif, eksekutif seperti Presiden dan eksekutif di tingkat departemen dan
pemerintah daerah. Asosiasi industri kesehatan, asosiasi jasa pengerah tenaga kerja dan
berbagai puhak yang akan mendapatkan manfaat dengan terwujudnya registrasi RN,
termasuk kalangan selebritis.
2. Melaksanakan studi banding ke Negara-negara yang telah mengimplementasikan sistem
RN, seperti Thailand, Filipina, dan Malaysia. Kita juga bisa melakukan replikasi sistem dari
Negara tersebut, apabila diperlukan dan dianggap paling bisa diterapkan di Indonesia.
3. Melaksanakan capacity Building dan konsolidasi terhadap kader-kader terbaik.
4. Membentuk Lembaga Diklat Profesi (LDP) Keperawatan, seperti LKKI (Lembaga Kajian
Keperawatan Indonesia).
5. Membentuk Lembaga Sertifikasi Profesi RN (LSP-RN).
6. Melakukan kajian-kajian strategis yang akan diplubikasikan dalam bentuk Nursing
Leadership Seminar, media cetak, dan elektronik.
7. Membentuk Nursing Leadership Development Center (NLDC), yang dapat
mengembangkan jiwa dan kemampuan kepemimpinanperawat (RN) lintas profesi dan lintas
generasi (transkultural Leadership). Diharapkan semakin memantapkan sistem RN di
Indonesia (IRNI, 2008).
C. Peningkatan Kompetensi Keperawatan
Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan FK UGM dokter Sunartini SpAk ketika melantik
100 perawat mengatakan, untuk melengkapi kompetensi perawat profesional berstandar
internasional perlu dikembangkan unit pelatihan. Unit itu bertujuan meningkatkan
kemampuan kognitif dan keterampilan dalam keperawatan (Suara Merdeka).
Langkah yang harus di lakukan adalah dengan membuka kelas khusus persiapan
pemberangkatan perawat ke luar negeri, yang bertujuan membekali perawat-perawat dengan
bahasa, kompetensi keperawatan, dan kultur negara-negara tujuan. Materi pelatihan di
berikan oleh para perawat yang mempunyai pengalaman dari luar negeri dan telah menjadi
perawat teregistrasi dengan sertifikasi Internasional (Registered Nurse).
Program pelatihan telah mengikuti program yang disepakati oleh lembaga-lembaga pengguna
Internasional, dengan memberikan materi pelatihan tentang standard kompetensi
Internasional. Program tersebut bisa berupa teori di kelas, maupun dengan praktek di Rumah
Sakit maupun di klinik untuk memberikan pelatihan kompetensi dan menguatkan skill para
perawat. Misalnya dengan memberikan latihan mengerjakan soal-soal ENCLEX, IELTS dari
buku maupun melalui computer, karena dengan adanya latihan yang intensif mengerjakan
soal-soal ENCLEX, di harapkan perawat dapat lulus test yang di syaratkan oleh Negara-negara
pengguna.
Selanjutnya dengan mempelajari budaya yang ada di Negara tujuan, yang di harapkan
8. perawat yang di kirim ke luar negeri tidak mengalami culture shock, dan yang terpenting
melatih kesiapan fisik serta mental perawat yang akan berangkat ke luar Negeri. Pelatihan di
akhiri dengan ujian yang diakui oleh Internasional, sehingga perawat lulusan dari pelatihan di
akui oleh Internasional dan mampu memberikan pelayanan prima. Pelatihan tersebut akan
terwujud dengan adanya dukungan dari pemerintah dengan memfasilitasi pelatihan secara
maksimal.
V. KESIMPULAN
Ditengah semakin meningkatnya pengangguran terdidik dari tahun ke tahun, terdapat suatu
peluang bagi perawat di Indonesia untuk dapat dikirim ke luar negeri sebagai perawat
professional, dan diakui oleh dunia. Perawat Indonesia mempunyai peluang untuk dapat
bekerja di Timur tengah (Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, dan Kuwait), bahkan sudah
merambah ke negara-negara maju seperti Amerika serikat, Australia, benua Eropa (Inggris,
Belanda, Norwegia), dan Jepang.
Untuk menghasilkan perawat professional yang mampu memberikan pelayanan prima,
merupakan tidak lepas dari tanggung jawab dari Lembaga pendidikan. Strategi yang perlu di
kembangkan pada lembaga pendidikan keperawatan adalah peningkatan kualitas tenaga
pendidik dan peningkatan kualitas lembaga pendidikan keperawatan. Hanya saja memang
mesti ada target-target angka dari lembaga/pengelola penempatan perawat atau PPNI sebagai
organisasi profesi dengan di dukung oleh pemerintah untuk memanfaat peluang kebutuhan
Negara-negara maju akan perawat, Dengan pertimbangan bahwa dunia Internasional
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk mewujudkan RN di dalam negeri, maka
tidak sulit untuk diwujudkan apabila mendapat dukungan politik dari pemimpin bangsa dan
pemerintah dalam turut serta merumuskan dan melegalkan Undang-Undang yang dibutuhkan
termasuk implementasinya akan mempercepat terbangunnya sistem RN di Indonesia. Untuk
melengkapi kompetensi perawat profesional berstandar internasional juga perlu
dikembangkan unit pelatihan dengan mengadakan program pelatihan intensif untuk
mempersiapkan perawat ke luar Negeri.
Menyiapkan Perawat yang Siap
Berkompetisi di Era Pasar
Global
Oleh : Elsi Dwi Hapsari
Izin
Cetak
1. Pendahuluan
Beberapa tahun terakhir ini, pengiriman
tenaga kesehatan Indonesia ke luar negeri,
khususnya perawat, menjadi perbincangan
yang cukup hangat di berbagai kalangan. Di
tengah semakin meningkatnya jumlah
pengangguran terdidik dari tahun ke tahun1),
tentu merupakan hal yang melegakan bahwa
perawat dari Indonesia dilaporkan
berpeluang bekerja di Amerika Serikat (AS)
9. dan negara-negara di Benua Eropa (Inggris,
Belanda, Norwegia), Timur Tengah (Saudi
Arabia, Uni Emirat Arab, Kuwait) dan
kawasan Asia Tenggara (Singapura,
Malaysia)2-4). Jumlah permintaan berkisar
antara 30 orang sampai dengan tidak
terbatas5).
Kekurangan perawat di dalam negeri
merupakan alasan utama negara-negara
tersebut untuk menerima tenaga dari luar
negeri. Di AS, misalnya, pada 2005
mengalami kekurangan 150.000 perawat,
pada 2010 jumlah tersebut menjadi 275.000,
pada 2015 sejumlah 507.000, dan pada 2020
menjadi 808.000 perawat. Namun demikian,
kekurangan tersebut tersebut menyebabkan
mereka lebih berfokus pada bagaimana
menghasilkan perawat yang lebih banyak,
bukan untuk mencetak perawat yang
berpendidikan lebih baik6).
Di Indonesia, Badan Pengembangan dan
Pemberdayaan kesehatan SDM Kesehatan
(PPSDM Kesehatan) melaporkan bahwa
jumlah terbesar Tenaga Kesehatan
Profesional Indonesia (TKPI) yang telah
bekerja di luar negeri mulai 1989 sampai
dengan 2003 adalah perawat (97.48% dari
total sebanyak 2494 orang)4). Meskipun
jumlah perawat yang bekerja di luar negeri
menempati prosentase terbesar
dibandingkan tenaga kesehatan yang lain,
masih terdapat beberapa poin penting yang
perlu menjadi perhatian dan ditanggulangi
mulai dari saat ini.
Tulisan ini mengulas secara singkat tentang
persyaratan/ kompetensi yang dibutuhkan
agar perawat dapat bekerja di luar negeri,
kendala yang muncul dalam proses
persiapan pengiriman tenaga perawat
Indonesia ke luar negeri, hasil review laporan
penelitian tentang perawat yang bekerja di
luar negeri dan kemudian penulis mencoba
10. mengidenfikasi peran penting lembaga
pendidikan keperawatan di Indonesia agar
dapat mempersiapkan perawat yang siap
berkompetisi di era pasar global. Diharapkan
tulisan ini dapat memberikan kontribusi dan
sumbang saran bagi berbagai pihak terkait,
terutama bagi lembaga pendidikan
keperawatan dan tenaga pendidik perawat
di berbagai jenjang pendidikan di tanah air.
2. Persyaratan untuk Bekerja di Luar Negeri
Bagi Perawat
Pada umumnya persyaratan yang
dibutuhkan agar perawat dapat bekerja di
luar negeri adalah lulusan Diploma III
Keperawatan dengan dua tahun pengalaman
kerja5). Selain itu juga terdapat batasan usia,
misalnya untuk dapat bekerja di Uni Emirat
Arab atau Kuwait, perawat harus berusia
kurang dari 35 tahun. Kemampuan
berbahasa Inggris disyaratkan pada
beberapa negara seperti Inggris (skor IELTS
6) atau AS (skor TOEFL 540)5,7). Syarat
penting lainnya adalah lolos ujian NLEX
(National Licence Examination)3).
Melihat persyaratan yang harus dipenuhi
tersebut, kita dapat mengasumsikan bahwa
tenaga perawat yang bekerja di luar negeri
tentu merupakan perawat pilihan dan
mempunyai kemampuan yang dapat
diandalkan dalam memberikan perawatan
yang berkualitas.
Implikasi dari hal tersebut dapat dilihat dari
dua sisi. Pada satu sisi, perginya perawat
yang berkualitas ke luar negeri merupakan
suatu keuntungan karena suatu saat mereka
akan kembali ke negeri kita dengan
memperoleh banyak pengalaman,
meningkatnya ketrampilan, dan dapat
mengidentifikasi aspek-aspek positif dari
negara tempat mereka bekerja. Mereka
kemudian dapat menerapkan pengetahuan
11. dan ketrampilan yang mereka peroleh
sehingga diharapkan pada akhirnya kualitas
keperawatan di Indonesia pun meningkat.
Namun demikian, di sisi lain hal ini dapat
menimbulkan kekhawatiran bahwa
masyarakat kita menerima pelayanan
keperawatan dari tenaga perawat dengan
kualitas yang berbeda. Lebih lanjut, rasio
jumlah perawat Indonesia per 100.000
penduduk masih jauh di bawah negara
tetangga seperti Filipina, Malaysia, atau
Thailand. Di Indonesia, terdapat 44 perawat
per 100.000, bandingkan dengan 135
perawat di Malaysia, 442 perawat di Filipina,
atau 162 perawat di Thailand8).
Selain itu, kekhawatiran terjadinya brain
drain juga perlu dicermati. Brain drain
adalah berpindahnya tenaga profesional
yang terampil dari negara asal ke negara lain
dimana mereka dapat memperoleh lebih
banyak keuntungan seperti keuangan. Di
Filipina, misalnya, yang merupakan salah
satu pengirim tenaga perawat terbesar,
kekhawatiran tersebut mulai terjadi. Bahkan
di sana, tenaga kerja dari profesi lain pun
sangat berminat untuk belajar menjadi
perawat agar selanjutnya dapat bekerja di
luar negeri8).
Tetapi usaha mencegah perawat untuk
bekerja di luar negeri dapat menimbulkan
pertanyaan, misalnya tentang hak asasi
untuk bekerja dan juga menghilangkan
kesempatan untuk dapat belajar
pengetahuan dan ketrampilan yang berguna
dari negara lain untuk selanjutnya
diaplikasikan di negara asal9).
3. Kendala Pada Proses Persiapan
Pengiriman Tenaga Perawat
Dari beberapa laporan diketahui bahwa
kendala utama yang dihadapi oleh para
12. perawat Indonesia adalah kemampuan
berbahasa Inggris dan ketrampilan yang
masih kurang3,11). Berkenaan dengan
ketrampilan perawat Indonesia yang masih
kurang, terlihat dari segi skoring NLEX yang
masih rendah. Ujian NLEX sendiri merupakan
prasyarat perawat Indonesia untuk dapat
bekerja di luar negeri. Sebagai gambaran,
skor yang diperoleh perawat Indonesia
adalah angka 40. Padahal skoring yang
dibutuhkan untuk bekerja di Eropa antara 50
sampai 70 dan di AS antara 70 sampai 803).
Dua hal tersebut tampaknya perlu untuk
segera ditanggulangi selain faktor-faktor lain
yang belum teridentifikasi dalam tulisan ini.
Beranjak dari hal inilah sebenarnya lembaga
pendidikan keperawatan di Indonesia dapat
mulai ikut berperan aktif dalam merumuskan
strategi yang tepat dalam mendidik calon
perawat.
4. Laporan Penelitian Tentang Pengalaman
Perawat yang Bekerja di Luar Negeri
Laporan tentang pengalaman perawat yang
berkerja di luar negeri perlu disampaikan
dalam tulisan ini agar kita dapat
memperoleh gambaran yang lebih
menyeluruh. Sampai saat ini penulis belum
menemukan laporan penelitian yang terkait
dengan pengalaman perawat Indonesia yang
bekerja di luar negeri. Di lain pihak,
kebanyakan laporan penelitian di negara lain
terkait topik tersebut menggunakan
pendekatan penelitian kualitatif. Dilaporkan
bahwa alasan yang mendorong seorang
perawat untuk bekerja di luar negeri antara
lain gaji yang lebih tinggi, prospek karir dan
pendidikan yang lebih menjanjikan12).
Pada review penelitian oleh Magnusdottir
(2005), penelitian Yi & Jezewski (2000)
tentang penyesuaian diri 12 Perawat Korea
yang bekerja di rumah sakit di AS
13. melaporkan bahwa pada 2-3 tahun pertama
mereka bekerja ditandai dengan usaha
mengurangi stress psikologis, mengatasi
kendala bahasa, dan menyesuaikan diri
dengan praktek keperawatan di USA.
Kemudian pada 5 - 10 tahun kemudian
ditandai dengan belajar mengadopsi strategi
penyelesaian masalah menurut budaya AS
dan memelihara hubungan interpersonal.
Mereka yang berhasil dalam proses tersebut
dilaporkan merasa puas13).
Masih dari laporan yang sama, DiCicco-
Bloom (2004) melaporkan bawa perawat
India yang bekerja di AS mengidentifikasi
bahwa rasisme dan marginalisasi merupakan
issue utama selama mereka bekerja di sana.
Hasil penelitian Allan & Larsen (2003) di
Inggris menyebutkan bahwa perawat luar
negeri yang bekerja di negara tersebut
mengalami diskriminasi, eksploitasi,
diasingkan oleh rekan kerja, konflik di
tempat kerja, dan masalah bahasa13).
Beberapa hasil penelitian tersebut
menunjukkan cukup banyak tantangan yang
dihadapi oleh perawat yang bekerja di
negara lain. Hal ini semakin menegaskan
diperlukannya berbagai antisipasi dan
persiapan yang matang bagi perawat
sebelum mereka berangkat ke negeri tujuan.
4.Peran Lembaga Pendidikan Keperawatan
Adanya kesempatan bagi perawat yang
bekerja di luar negeri dapat dilihat sebagai
faktor pencetus bagi lembaga pendidikan
keperawatan untuk dapat meluluskan
perawat berkualitas, yang memenuhi
tuntutan masyarakat di dalam dan luar
negeri, dan mempunyai kemampuan untuk
bekerja lintas negara dengan sistem
perawatan kesehatan dan karakteristik
masyarakat yang berbeda.
Indonesia yang terdiri dari lebih dari 17.000
14. pulau dengan sekitar 200 suku dan 500
bahasa14) sebenarnya merupakan tempat
pembelajaran yang sangat potensial bukan
hanya bagi para peserta didik namun juga
bagi para tenaga pendidik. Meskipun
nantinya mereka bekerja di luar negeri dan
menghadapi budaya dan sistem pelayanan
kesehatan yang berbeda, namun setidaknya
mereka telah mulai belajar dari hal-hal yang
ada di sekitar mereka.
Dua strategi utama yang perlu dilaksanakan
di lembaga pendidikan keperawatan adalah
peningkatan kualitas tenaga pendidik dan
peningkatan kualitas lembaga pendidikan
keperawatan.
Agar dapat mencetak tenaga perawat yang
berkualitas internasional, tentu tenaga
pendidik perlu menjadikan dirinya sebagai
model perawat yang berkompeten.
Kompetensi tersebut meliputi pengetahuan,
ketrampilan dan kemampuan yang
dibutuhkan untuk melakukan suatu
pekerjaan tertentu pada tingkat dan derajat
kualitas yang diharapkan15). Diakui bukan hal
yang mudah untuk mencapai standar ini
namun bukan berarti tidak dapat dimulai.
Kemauan untuk terus belajar, baik yang
terkait dengan bidang yang ditekuni maupun
yang di luar bidang tersebut, dan terus
meningkatkan kemampuan berbahasa asing
merupakan modal yang perlu dikuasai.
Pendidik juga dituntut untuk
mengaplikasikan strategi mengajar yang
dapat mengembangkan pola berpikir kritis
pada calon perawat sehingga mereka dapat
bekerja di komunitas suku dan budaya yang
beragam.
Strategi yang menyangkut pendidikan
keperawatan meliputi upaya peningkatan
fasilitas pembelajaran yang memungkinkan
peserta didik memperoleh ilmu seluas
mungkin. Kesan bahwa banyak pendidikan
15. keperawatan yang cenderung "kejar setoran
saja" perlu dibenahi. Ada banyak hal yang
dapat dilakukan misalnya dengan
melengkapi inventaris perpustakaan,
berlangganan jurnal-jurnal keperawatan, dan
membina kerja sama dengan rumah sakit
dan komunitas.
Selain itu, sudah diketahui bahwa kesadaran
masyarakat tentang pelayanan kesehatan
yang berkualitas semakin tinggi. Oleh karena
itu, lembaga pendidikan pun perlu lebih
menyiapkan para mahasiswanya agar pada
saat kontak langsung dengan masyarakat
(baik di rumah sakit ataupun di komunitas)
mereka telah mempunyai bekal
pengetahuan dan ketrampilan yang cukup.
Fasilitas laboratorium yang kondisinya persis
dengan rumah sakit atau pusat pelayanan
kesehatan menjadi hal yang sangat perlu
untuk dikembangkan di lembaga pendidikan
keperawatan. Di tempat tersebut mahasiswa
berlatih pengetahuan dan ketrampilan
sampai pada tingkat yang diharapkan. Baru
kemudian setelah dinyatakan lulus, mereka
dapat mempraktekkannya di rumah sakit
dan atau komunitas.
Strategi lainnya adalah dengan menjalin
kerja sama dengan pihak-pihak lain untuk
meningkatkan kualitas lulusan. Hal ini telah
mulai dilakukan di beberapa lembaga
pendidikan keperawatan di Indonesia, yaitu
kerja sama membuat semacam unit
pelatihan untuk persiapan perawat bekerja
di luar negeri dan merintis pembuatan
kurikulum berstandar internasional. Dalam
pembuatan kurikulum tersebut, tidak dapat
diasumsikan bahwa nilai-nilai yang ada
dalam kurikulum suatu negara dapat serta-merta
diaplikasikan di negara yang lain,
sehingga dibutuhkan saling pengertian,
saling menghargai, dan tidak kalah penting,
keinginan untuk saling belajar nilai-nilai dari
negara masing-masing16).
16. Program pertukaran tenaga pendidik dan
mahasiswa keperawatan dari satu institusi
ke institusi lain di dalam negeri maupun
dengan institusi dari luar negeri perlu untuk
dipertimbangkan. Hal ini dapat membantu
mereka untuk memperoleh gambaran
masyarakat dan sistem pelayanan kesehatan
yang berbeda. Namun demikian, tidak
semua lembaga pendidikan dapat
melaksanakan hal ini, terutama karena
adanya kendala keuangan dalam
pelaksanaannya. Salah satu alternatif untuk
mengatasinya adalah dengan
mengoptimalkan penggunaan internet14).
Tanpa harus melakukan perjalanan ke
negara lain, tenaga pendidik maupun
peserta didik dapat memperoleh informasi
yang dibutuhkan meskipun mungkin dalam
prosentase yang lebih sedikit jika
dibandingkan dengan melakukan observasi
secara langsung. Selain itu, menghadiri
ataupun mengadakan acara konferensi
ilmiah, seminar, atau simposium berskala
nasional maupun internasional perlu
dilakukan untuk membuat dan membina
jaringan dengan pihak lain.
Segala kegiatan dan strategi yang
dilaksanakan perlu dievaluasi secara terus-menerus.
Penelitian ilmiah baik oleh tenaga
pendidik secara individual maupun secara
kelembagaan perlu untuk dilakukan dan
dikembangkan sehingga kebijakan yang
diambil selanjutnya mempunyai pijakan yang
kuat dan bukan hanya berdasarkan asumsi.
Terakhir, peran penting lembaga pendidikan
keperawatan yang telah teridentifikasi dalam
tulisan ini tidak akan mencapai hasil yang
optimal bila tidak diimbangi oleh dukungan,
strategi atau kebijakan yang seiring dari
pemerintah, organisasi profesi, maupun
masyarakat.
17. . Pendahuluan
Beberapa tahun terakhir ini, pengiriman tenaga kesehatan Indonesia ke luar negeri,
khususnya perawat, menjadi perbincangan yang cukup hangat di berbagai kalangan. Di
tengah semakin meningkatnya jumlah pengangguran terdidik dari tahun ke tahun1), tentu
merupakan hal yang melegakan bahwa perawat dari Indonesia dilaporkan berpeluang bekerja
di Amerika Serikat (AS) dan negara-negara di Benua Eropa (Inggris, Belanda, Norwegia),
Timur Tengah (Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Kuwait) dan kawasan Asia Tenggara
(Singapura, Malaysia). Jumlah permintaan berkisar antara 30 orang sampai dengan tidak
terbatas).
Kekurangan perawat di dalam negeri merupakan alasan utama negara-negara tersebut untuk
menerima tenaga dari luar negeri. Di AS, misalnya, pada 2005 mengalami kekurangan
150.000 perawat, pada 2010 jumlah tersebut menjadi 275.000, pada 2015 sejumlah 507.000,
dan pada 2020 menjadi 808.000 perawat. Namun demikian, kekurangan tersebut tersebut
menyebabkan mereka lebih berfokus pada bagaimana menghasilkan perawat yang lebih
banyak, bukan untuk mencetak perawat yang berpendidikan lebih baik6).
Di Indonesia, Badan Pengembangan dan Pemberdayaan kesehatan SDM Kesehatan (PPSDM
Kesehatan) melaporkan bahwa jumlah terbesar Tenaga Kesehatan Profesional Indonesia
(TKPI) yang telah bekerja di luar negeri mulai 1989 sampai dengan 2003 adalah perawat
(97.48% dari total sebanyak 2494 orang)4). Meskipun jumlah perawat yang bekerja di luar
negeri menempati prosentase terbesar dibandingkan tenaga kesehatan yang lain, masih
terdapat beberapa poin penting yang perlu menjadi perhatian dan ditanggulangi mulai dari
saat ini.
Tulisan ini mengulas secara singkat tentang persyaratan/ kompetensi yang dibutuhkan agar
perawat dapat bekerja di luar negeri, kendala yang muncul dalam proses persiapan
pengiriman tenaga perawat Indonesia ke luar negeri, hasil review laporan penelitian tentang
perawat yang bekerja di luar negeri dan kemudian penulis mencoba mengidenfikasi peran
penting lembaga pendidikan keperawatan di Indonesia agar dapat mempersiapkan perawat
yang siap berkompetisi di era pasar global. Diharapkan tulisan ini dapat memberikan
kontribusi dan sumbang saran bagi berbagai pihak terkait, terutama bagi lembaga pendidikan
keperawatan dan tenaga pendidik perawat di berbagai jenjang pendidikan di tanah
air
.
2. Persyaratan untuk Bekerja di Luar Negeri Bagi Perawat
Pada umumnya persyaratan yang dibutuhkan agar perawat dapat bekerja di luar negeri adalah
lulusan Diploma III Keperawatan dengan dua tahun pengalaman kerja5). Selain itu juga
terdapat batasan usia, misalnya untuk dapat bekerja di Uni Emirat Arab atau Kuwait, perawat
harus berusia kurang dari 35 tahun. Kemampuan berbahasa Inggris disyaratkan pada
beberapa negara seperti Inggris (skor IELTS 6) atau AS (skor TOEFL 540). Syarat penting
lainnya adalah lolos ujian NLEX (National Licence Examination).
Melihat persyaratan yang harus dipenuhi tersebut, kita dapat mengasumsikan bahwa tenaga
perawat yang bekerja di luar negeri tentu merupakan perawat pilihan dan mempunyai
kemampuan yang dapat diandalkan dalam memberikan perawatan yang berkualitas.
18. Implikasi dari hal tersebut dapat dilihat dari dua sisi. Pada satu sisi, perginya perawat yang
berkualitas ke luar negeri merupakan suatu keuntungan karena suatu saat mereka akan
kembali ke negeri kita dengan memperoleh banyak pengalaman, meningkatnya ketrampilan,
dan dapat mengidentifikasi aspek-aspek positif dari negara tempat mereka bekerja. Mereka
kemudian dapat menerapkan pengetahuan dan ketrampilan yang mereka peroleh sehingga
diharapkan pada akhirnya kualitas keperawatan di Indonesia pun meningkat.
Namun demikian, di sisi lain hal ini dapat menimbulkan kekhawatiran bahwa masyarakat kita
menerima pelayanan keperawatan dari tenaga perawat dengan kualitas yang berbeda. Lebih
lanjut, rasio jumlah perawat Indonesia per 100.000 penduduk masih jauh di bawah negara
tetangga seperti Filipina, Malaysia, atau Thailand. Di Indonesia, terdapat 44 perawat per
100.000, bandingkan dengan 135 perawat di Malaysia, 442 perawat di Filipina, atau 162
perawat di Thailand).
Selain itu, kekhawatiran terjadinya brain drain juga perlu dicermati. Brain drain adalah
berpindahnya tenaga profesional yang terampil dari negara asal ke negara lain dimana mereka
dapat memperoleh lebih banyak keuntungan seperti keuangan. Di Filipina, misalnya, yang
merupakan salah satu pengirim tenaga perawat terbesar, kekhawatiran tersebut mulai terjadi.
Bahkan di sana, tenaga kerja dari profesi lain pun sangat berminat untuk belajar menjadi
perawat agar selanjutnya dapat bekerja di luar negeri8).
Tetapi usaha mencegah perawat untuk bekerja di luar negeri dapat menimbulkan pertanyaan,
misalnya tentang hak asasi untuk bekerja dan juga menghilangkan kesempatan untuk dapat
belajar pengetahuan dan ketrampilan yang berguna dari negara lain untuk selanjutnya
diaplikasikan di negara asal9).
3. Kendala Pada Proses Persiapan Pengiriman Tenaga Perawat
Dari beberapa laporan diketahui bahwa kendala utama yang dihadapi oleh para perawat
Indonesia adalah kemampuan berbahasa Inggris dan ketrampilan yang masih kurang3,11).
Berkenaan dengan ketrampilan perawat Indonesia yang masih kurang, terlihat dari segi
skoring NLEX yang masih rendah. Ujian NLEX sendiri merupakan prasyarat perawat
Indonesia untuk dapat bekerja di luar negeri. Sebagai gambaran, skor yang diperoleh perawat
Indonesia adalah angka 40. Padahal skoring yang dibutuhkan untuk bekerja di Eropa antara
50 sampai 70 dan di AS antara 70 sampai 803). Dua hal tersebut tampaknya perlu untuk
segera ditanggulangi selain faktor-faktor lain yang belum teridentifikasi dalam tulisan ini.
Beranjak dari hal inilah sebenarnya lembaga pendidikan keperawatan di Indonesia dapat
mulai ikut berperan aktif dalam merumuskan strategi yang tepat dalam mendidik calon
perawat.
4. Laporan Penelitian Tentang Pengalaman Perawat yang Bekerja di Luar Negeri
Laporan tentang pengalaman perawat yang berkerja di luar negeri perlu disampaikan dalam
tulisan ini agar kita dapat memperoleh gambaran yang lebih menyeluruh. Sampai saat ini
penulis belum menemukan laporan penelitian yang terkait dengan pengalaman perawat
Indonesia yang bekerja di luar negeri. Di lain pihak, kebanyakan laporan penelitian di negara
lain terkait topik tersebut menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Dilaporkan bahwa
alasan yang mendorong seorang perawat untuk bekerja di luar negeri antara lain gaji yang
lebih tinggi, prospek karir dan pendidikan yang lebih menjanjikan).
Pada review penelitian oleh Magnusdottir (2005), penelitian Yi & Jezewski (2000) tentang
penyesuaian diri 12 Perawat Korea yang bekerja di rumah sakit di AS melaporkan bahwa
19. pada 2-3 tahun pertama mereka bekerja ditandai dengan usaha mengurangi stress psikologis,
mengatasi kendala bahasa, dan menyesuaikan diri dengan praktek keperawatan di USA.
Kemudian pada 5 – 10 tahun kemudian ditandai dengan belajar mengadopsi strategi
penyelesaian masalah menurut budaya AS dan memelihara hubungan interpersonal. Mereka
yang berhasil dalam proses tersebut dilaporkan merasa puas).
Masih dari laporan yang sama, DiCicco-Bloom (2004) melaporkan bawa perawat India yang
bekerja di AS mengidentifikasi bahwa rasisme dan marginalisasi merupakan issue utama
selama mereka bekerja di sana. Hasil penelitian Allan & Larsen (2003) di Inggris
menyebutkan bahwa perawat luar negeri yang bekerja di negara tersebut mengalami
diskriminasi, eksploitasi, diasingkan oleh rekan kerja, konflik di tempat kerja, dan masalah
bahasa).
Beberapa hasil penelitian tersebut menunjukkan cukup banyak tantangan yang dihadapi oleh
perawat yang bekerja di negara lain. Hal ini semakin menegaskan diperlukannya berbagai
antisipasi dan persiapan yang matang bagi perawat sebelum mereka berangkat ke negeri
tujuan.
5.Peran Lembaga Pendidikan Keperawatan
Adanya kesempatan bagi perawat yang bekerja di luar negeri dapat dilihat sebagai faktor
pencetus bagi lembaga pendidikan keperawatan untuk dapat meluluskan perawat berkualitas,
yang memenuhi tuntutan masyarakat di dalam dan luar negeri, dan mempunyai kemampuan
untuk bekerja lintas negara dengan sistem perawatan kesehatan dan karakteristik masyarakat
yang berbeda.
Indonesia yang terdiri dari lebih dari 17.000 pulau dengan sekitar 200 suku dan 500 bahasa
sebenarnya merupakan tempat pembelajaran yang sangat potensial bukan hanya bagi para
peserta didik namun juga bagi para tenaga pendidik. Meskipun nantinya mereka bekerja di
luar negeri dan menghadapi budaya dan sistem pelayanan kesehatan yang berbeda, namun
setidaknya mereka telah mulai belajar dari hal-hal yang ada di sekitar mereka.
Dua strategi utama yang perlu dilaksanakan di lembaga pendidikan keperawatan adalah
peningkatan kualitas tenaga pendidik dan peningkatan kualitas lembaga pendidikan
keperawatan. Agar dapat mencetak tenaga perawat yang berkualitas internasional, tentu
tenaga pendidik perlu menjadikan dirinya sebagai model perawat yang berkompeten.
Kompetensi tersebut meliputi pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang dibutuhkan
untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu pada tingkat dan derajat kualitas yang diharapkan.
Diakui bukan hal yang mudah untuk mencapai standar ini namun bukan berarti tidak dapat
dimulai. Kemauan untuk terus belajar, baik yang terkait dengan bidang yang ditekuni maupun
yang di luar bidang tersebut, dan terus meningkatkan kemampuan berbahasa asing
merupakan modal yang perlu dikuasai. Pendidik juga dituntut untuk mengaplikasikan strategi
mengajar yang dapat mengembangkan pola berpikir kritis pada calon perawat sehingga
mereka dapat bekerja di komunitas suku dan budaya yang beragam.
Strategi yang menyangkut pendidikan keperawatan meliputi upaya peningkatan fasilitas
pembelajaran yang memungkinkan peserta didik memperoleh ilmu seluas mungkin. Kesan
bahwa banyak pendidikan keperawatan yang cenderung “kejar setoran saja” perlu dibenahi.
Ada banyak hal yang dapat dilakukan misalnya dengan melengkapi inventaris perpustakaan,
berlangganan jurnal-jurnal keperawatan, dan membina kerja sama dengan rumah sakit dan
komunitas.
20. Selain itu, sudah diketahui bahwa kesadaran masyarakat tentang pelayanan kesehatan yang
berkualitas semakin tinggi. Oleh karena itu, lembaga pendidikan pun perlu lebih menyiapkan
para mahasiswanya agar pada saat kontak langsung dengan masyarakat (baik di rumah sakit
ataupun di komunitas) mereka telah mempunyai bekal pengetahuan dan ketrampilan yang
cukup. Fasilitas laboratorium yang kondisinya persis dengan rumah sakit atau pusat
pelayanan kesehatan menjadi hal yang sangat perlu untuk dikembangkan di lembaga
pendidikan keperawatan. Di tempat tersebut mahasiswa berlatih pengetahuan dan ketrampilan
sampai pada tingkat yang diharapkan. Baru kemudian setelah dinyatakan lulus, mereka dapat
mempraktekkannya di rumah sakit dan atau komunitas.
Strategi lainnya adalah dengan menjalin kerja sama dengan pihak-pihak lain untuk
meningkatkan kualitas lulusan. Hal ini telah mulai dilakukan di beberapa lembaga pendidikan
keperawatan di Indonesia, yaitu kerja sama membuat semacam unit pelatihan untuk persiapan
perawat bekerja di luar negeri dan merintis pembuatan kurikulum berstandar internasional.
Dalam pembuatan kurikulum tersebut, tidak dapat diasumsikan bahwa nilai- nilai yang ada
dalam kurikulum suatu negara dapat serta-merta diaplikasikan di negara yang lain, sehingga
dibutuhkan saling pengertian, saling menghargai, dan tidak kalah penting, keinginan untuk
saling belajar nilai- nilai dari negara masing-masing.
Program pertukaran tenaga pendidik dan mahasiswa keperawatan dari satu institusi ke
institusi lain di dalam negeri maupun dengan institusi dari luar negeri perlu untuk
dipertimbangkan. Hal ini dapat membantu mereka untuk memperoleh gambaran masyarakat
dan sistem pelayanan kesehatan yang berbeda. Namun demikian, tidak semua lembaga
pendidikan dapat melaksanakan hal ini, terutama karena adanya kendala keuangan dalam
pelaksanaannya. Salah satu alternatif untuk mengatasinya adalah dengan mengoptimalkan
penggunaan internet14). Tanpa harus melakukan perjalanan ke negara lain, tenaga pendidik
maupun peserta didik dapat memperoleh informasi yang dibutuhkan meskipun mungkin
dalam prosentase yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan melakukan observasi secara
langsung. Selain itu, menghadiri ataupun mengadakan acara konferensi ilmiah, seminar, atau
simposium berskala nasional maupun internasional perlu dilakukan untuk membuat dan
membina jaringan dengan pihak lain.
Segala kegiatan dan strategi yang dilaksanakan perlu dievaluasi secara terus-menerus.
Penelitian ilmiah baik oleh tenaga pendidik secara individual maupun secara kelembagaan
perlu untuk dilakukan dan dikembangkan sehingga kebijakan yang diambil selanjutnya
mempunyai pijakan yang kuat dan bukan hanya berdasarkan asumsi. Terakhir, peran penting
lembaga pendidikan keperawatan yang telah teridentifikasi dalam tulisan ini tidak akan
mencapai hasil yang optimal bila tidak diimbangi oleh dukungan, strategi atau kebijakan
yang seiring dari pemerintah, organisasi profesi, maupun masyarakat.
6. Kesimpulan
Adanya peluang untuk bekerja di luar negeri bagi tenaga perawat Indonesia merupakan hal
yang menggembirakan sekaligus dapat dijadikan momentum untuk meningkatan kualitas
perawat Indonesia. Lembaga pendidikan keperawatan di Indonesia mempunyai peran penting
dalam mempersiapkan perawat berkualitas dan yang mampu bersaing di era pasar global.
7. Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih pada rekan-rekan di Persatuan Pelajar Indonesia (PPI)
Kobe dan dr. Thohar Arifin atas saran dan masukan yang sangat berharga pada tulisan ini.
21. 7. Daftar Pustaka
1. Jumlah Pengangguran Terdidik Bertambah. Website URL
http://www.suaramerdeka.com/harian/0505/04/ked11.htm
2. Arab Saudi Butuh 500 Tenaga Medis asal Indonesia. Website URL
http://www.pusdiknakes.or.id/news/ragam.php3?id=12
3. Terbuka Lebar Peluang Kerja Perawat di Amerika, Arab dan Eropa. Website URL
http://www.pusdiknakes.or.id/news/ragam.php3?id=10
4. Pemberdayaan Profesi dan Tenaga Kesehatan Luar Negeri. Website URL
http://www.bppsdmk.or.id/profil/puspronakes.php3
5. Analisa Pasar Tenaga Kerja Kesehatan Indonesia di Berbagai Negara. Website URL
http://www.bppsdmk.or.id/data/pasar.php3
6. Bartels, J.E. Educating Nurses for the 21st Century. Nursing and Health Sciences (2005),
7, 221-225.
7. Press Release Pelepasan Perawat ke Amerika Serikat. Website URL
http://www.bppsdmk.or.id/data/sekilasinfo.php3?id=17
8. Basic Data of Human Resources for Health: Density of all nurses per 100 000 population.
Website URL http://www.who.int/globalatlas/dataQuery/reportData.asp?rptType=1(last
updated 26 October 2004)
9. Perawat, Dokter Filipina Berbondong-bondong ke Luar Negeri. Website URL
http://www.pusdiknakes.or.id/news/utama.php3?id=26
10. Robinson, J.J.A. Nurse Education and Nursing Mobility. International Nursing Review,
2004, 51, hal. 65-66.
11. Kualitas Perawat Harus Ditingkatkan. Website URL http://www.pikiran-rakyat.
com/cetak/1004/01/1101.htm
12. Buchan, J. & Calman,
L
. Summary of The Global Shortage of Registered Nurses: An Overview of Issues and Action.
International Council of Nurses. Website URL
http://www.icn.ch/global/summary.pdf#search=’rationursepopulation’
13. Magnusdottir, H. Overcoming Strangeness and Communication Barriers: A
Phenomenological Study of Becoming A Foreign Nurse. International Nursing Review, 2005,
52, hal. 263-269.
14. Menasionalkan Sastra Indonesia. Website URL http://www.kompas.com/kompas-cetak/
0010/07/dikbud/mena08.htm
15. Davis, D., Stullenbarger, E., Dearman, C., et al. Proposed Nurse Educator Competencies:
Development and Validation of A Model. Nurse Outlook 2005; 53:206-211.
16. Gerrish, K. The Globalization of the Nursing Workforce: Implications for Education.
International Nursing Review, 2004, 51, hal. 65
Komentar
1. dina trisnawati mengatakan:
2 Februari 2010 pukul 21:25
bekerja diluar negri bersaing dengan negara2 asia jd saran saya no bahasa inggris
dikuasai karana dengan bahasa inggris kita berkomunikasi dgn healthpracticer
Balas
22. o akpersubang mengatakan:
4 Februari 2010 pukul 13:43
ok, tx.. sejauh ini, kami berusaha untuk mengembangkan kurikulum MULOK
tidak hanya diisi dengan Praktek Klinik Keperawatan, sejak kurikulum KBK
diterapkan, kami sudah mengisi MULOK dengan bahasa Inggris dan bahasa
Arab yang sudah berjalan 2 semester, dengan besar harapan bahwa hal tsb dpt
menjadi bekal bagi alumni di dunia kerja.
Btw, kemarin sosialisasi ttg bekerja di Arab Saudi dan Taiwan sudah
difasilitasi oleh Disnaker, tp masih bnyk yg ketakutan dan merasa khawatir
jika harus bekerja di luar negeri.
Klo Dina tdk keberatan, tlg kirim artikel (lebih bagus lagi jika disertai foto)
mengenai kegiatan keseharian bekerja di LN beserta kesan2nya, agar dpt
memotivasi adik2 kelas yg masih ragu utk memilih bekerja jauh dari Indonesia
tercinta..
Balas
2. syaidin isaf mengatakan:
22 Maret 2010 pukul 14:16
satu lagi….ilmu agamanya lebih dipertajam , supaya menjadi perawat yang sukses
dunia rawu akherat…..
Balas
o akpersubang mengatakan:
25 Maret 2010 pukul 13:06
aamin. kami semua berharap begitu..
Balas
3. emy mengatakan:
16 Juni 2011 pukul 11:04
selain skill keperawatan yang bagus, belajar bahasa inggris , budaya negara yang akan
dituju
Balas