SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 23
Prof Hawthorne mengatakan saat ini perawat muncul sebagai salah satu profesi dinamis, 
dengan Asia sebagai sumber utamanya. Berdasarkan riset ini, Hwathorne menyimpulkan 
perkembangan dan kompetisi global berdampak pada meningkatnya kebutuhan akan perawat 
berpengalaman, memiliki kompetensi internasional, didukung kemampuan berbahasa yang 
baik. 
LOGO Universitas Pelita Harapan diambil dari http://id.wikipedia.org 
STRATEGI DALAM MENYIAPKAN PERAWAT PROFFESIONAL YANG 
MAMPU BERSAING DI ERA GLOBALISASI 
LU’AILIYUN NADHIROH 
Abstract 
In the era where number of educated unemployee rising sharply by year to year. There is an 
opportunity for Indonesia nurses to work a broad as a health professionals and enter the 
globalization era. Yet, still there are many constaint indelivering process. Based on this fact 
of situation, writer try to criticize, “The strategy tocreate professional nurse who can compete 
in globalization era”. Writer use a descriptif metode to determine the importance of many 
institution roles, such as government and nursing educational institute. Nursing educational 
institute had a great role in educational preparation. Therefore, the lecturers quality as well as 
the Institute quality it self played an important act in this field. While government roles is to 
provide a guiding framework in an intensive preparation training for nurse to work in foreign 
countries as a health professionals at global levels. 
Key words: Professional nurse, Globalization eraAbstrak 
Ditengah semakin meningkatnya pengangguran terdidik dari tahun ke tahun, terdapat suatu 
peluang bagi perawat di Indonesia untuk dapat dikirim ke luar negeri sebagai perawat 
professional, dan bersaing di Era Globalisasi. Namun masih ada banyak kendala untuk proses 
pengiriman tenaga perawat ke Luar Negeri. Dari latar belakang tersebut, penulis membahas 
tentang bagaimana strategi dalam menyiapkan perawat ke luar negeri yang mampu bersaing 
di era globalisasi. Penulis menggunakan metode penulisan deskriptif untuk menggambarkan 
bahwa pentingnya peran Lembaga Pendidikan, baik dari kualitas tenaga pendidik maupun 
kualitas lembaga pendidikan keperawatan dan perlu adanya peran serta pemerintah untuk 
memfasilitasi pelatihan intensif persiapan tenaga perawat ke luar negeri, untuk menghasilkan 
perawat professional yang mampu bersaing di era globalisasi. 
Kata kunci : Perawat professional, era globalisasi 
I. PENDAHULUAN 
Saat ini rasio perbandingan jumlah perawat dan penduduk di Indonesia adalah 1:44, sebuah 
angka yang rendah jika kita bandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, 
Thailand dan Filipina (Wati, 2007). Meski jumlah tersebut rendah, namun sepertinya tidak 
memungkinkan lagi bagi healthcare provider untuk menerima tambahan perawat baru karena 
besaran beban keuangan. 
Ditengah semakin meningkatnya pengangguran terdidik dari tahun ke tahun, terdapat suatu 
peluang bagi perawat di Indonesia untuk dapat dikirim ke luar negeri sebagai perawat 
professional, dan diakui oleh dunia. Perawat Indonesia mempunyai peluang untuk dapat
bekerja di Timur tengah (Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, dan Kuwait), bahkan sudah 
merambah ke negara-negara maju seperti Amerika serikat, Australia, benua Eropa (Inggris, 
Belanda, Norwegia), dan Jepang. 
Kebutuhan Perawat Profesional (Registered Nurse) di dunia Barat (Amerika, Eropa, 
Australia, Canada, Jepang) meningkat dengan pesat, sejalan dengan penuaan usia baby 
boomer dan menurunnya keinginan menjadi Perawat pada generasi muda di Barat. 
Diperkirakan di Amerika saja kekurangan perawat profesional berkisar antara satu juta orang 
ditahun 2015 nanti. 
Pada saat ini kekurangan perawat ditutup oleh perawat dari tiga negara Asia, yaitu: Filipina, 
China dan India. Padahal secara demografis, Indonesia adalah negara dengan jumlah 
penduduk yang terbesar keempat didunia, sehingga peran Indonesia dalam memasok tenaga 
Perawat Profesional keluar negeri adalah hal yang dapat dan bisa dilaksanakan. Jadi dimana 
masalahnya ? Dari sudut supply terlihat besarnya jumlah Akademi Perawat yang mendidik 
Perawat D3, yang berjumlah lebih dari 1000 Akper diseluruh Indonesia. Jumlah Sarjana 
Keperawatan masih relatif kecil, karena Program Studi Sarjana Keperawatan baru sekitar 
duapuluhan, dan baru dimulai sejak 5 tahun yang lalu. Namun kelemahan mendasar ialah 
para lulusan Perawat ini standar kompetensinya tidak diakui oleh dunia Internasional. 
Sebagai contoh lulusan Perawat Malaysia diakui oleh Negara Commonwealth, dan lulusan 
Filipina langsung bisa bekerja di Amerika dan Eropa. Kelemahan kedua ialah kemampuan 
bahasa Inggris yang lemah, yang dibutuhkan dalam kompetisi tingkat internasional. 
Berkenaan dengan ketrampilan perawat Indonesia yang masih kurang, terlihat dari segi 
skoring NCLEX (The 
National 
Council Licensure Examination) yang masih rendah. Ujian NCLEX sendiri merupakan 
prasyarat perawat Indonesia untuk dapat bekerja di luar negeri. Sebagai gambaran, skor yang 
diperoleh perawat Indonesia adalah angka 40. Padahal skoring yang dibutuhkan untuk 
bekerja di Eropa antara 50 sampai 70 dan di AS antara 70 sampai 80 (Syaifoel, 2008). 
Di Indonesia, Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan 
(PPSDM Kesehatan) melaporkan bahwa jumlah terbesar Tenaga Kesehatan Profesional 
Indonesia (TKPI) yang telah bekerja di luar negeri mulai 1989 sampai dengan 2003 adalah 
perawat (97.48% dari total sebanyak 2494 orang). Meskipun jumlah perawat yang bekerja di 
luar negeri menempati prosentase terbesar dibandingkan tenaga kesehatan yang lain, masih 
terdapat beberapa poin penting yang perlu menjadi perhatian dan ditanggulangi mulai dari 
saat ini.( ferryefendi, 2007). 
Dari latar belakang di atas, penulis akan mambahas tentang bagaimana menyiapkan perawat 
ke luar negeri yang mampu bersaing di era globalisasi, dan kemudian mencoba 
mengidentifikasi peran penting lembaga pendidikan keperawatan di Indonesia agar dapat 
mempersiapkan perawat yang siap berkompetisi di era pasar global. Diharapkan tulisan dapat 
memberikan kontribusi dan sumbang saran bagi berbagai pihak terkait, terutama bagi 
lembaga pendidikan keperawatan serta organisasi profesi keperawatan dan juga pemerintah. 
II. PEMBAHASAN / KAJIAN 
A. Pendidikan Keperawatan di Indonesia 
Indonesia baru mengembangkan program Sarjana Keperawatan sejak 5 tahun yang lalu, dan 
dalam program pendidikannya memisahkan Program Pendidikan Sarjana Keperawatan (4 
tahun) dimana lulusannya bergelar SKp (Sarjana Keperawatan). Setelah lulus para SKp 
mengambil Program Pendidikan Profesi Keperawatan (1,5 tahun) yang lulusannya bergelar
Ners. Masalahnya, Gelar SKp dan Ners ini hanya berlaku di Indonesia, dan tidak diakui dunia 
Internasional (Rijadi, 2005). 
B. Perawat Profesional (Registered Nurse) 
Perawat professional adalah seorang perawat yang telah menyelesaikan pendidikan 
keperawatan dan berkompetensi untuk melakukan pelayanan keperawatan klinik yang 
dibuktikan dengan sertifikat Registered Nurse (RN) melalui proses akreditasi (IRNI, 2008). 
Sejalan dengan berkembangnya profesi keperawatan, berbagai jenis pendidikan yang 
menawarkan untuk menjadi Registered Nurse (perawat terdaftar) juga ikut berekembang. 
Pada awalnya sekolah-sekolah keperawatan milik rumah sakit dikembangkan untuk mendidik 
pearawat yang ingin bekerja di rumah sakit tersebut. 
Karena keperawatan secara terus-menerus mengembangkan keilmuannya, proses pendidikan 
formal dikembangkan untuk menyakinkan konsistensi dari tingkat pendidikan dalam institusi. 
Konsistensi tersebut juga dibutuhkan untuk mendapat sertifikasi RN (Registered Nurse). Di 
amerika Serikat seorang individu dapat menjadi RN melalui program pendidikan tingkat 
dasar, diploma, atau sarjana. Sedangkan di Canada melalui program pendidikan dploma dan 
sarjana (Potter dan Perry, 2005). 
C. Persyaratan Menjadi Perawat Profesional yang Mampu Bersaing di Era Globalisasi 
Kebutuhan tenaga perawat di Negara maju seperti : Amerika, Canada, Eropa, Australia, 
Jepang dan Timur Tengah melonjak dengan drastis sejak tahun 1980. Diperkirakan bahwa 
kebutuhan tenaga perawat di Amerika ditahun 1980 sekitar 200,000 perawat, dan kebutuhan 
ini akan melonjak menjadi 500,000 perawat ditahun 2020, untuk mendukung kebutuhan 
pelayanan kesehatan di Amerika. Untuk seluruh Negara maju diatas kebutuhan perawat 
diperkirakan mencapai 1 juta perawat pada tahun 2020 (Rijadi, 2005). 
Kebutuhan perawat ini dipenuhi oleh Perawat dari negara berkembang yang mempunyai 
tenaga keperawatan yang sesuai dengan standar dunia. Tiga sumber utama tenaga 
keperawatan dunia ialah dari Phillippine, India dan China. Indonesia sebagai negara dengan 
jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, seharusnya mampu mengekspor tenaga 
keperawatan sesuai dengan kebutuhan dunia diatas. Mengapa kita tidak bisa mengirimkan 
tenaga keperawatan dengan standar dunia diatas? 
Perawat Indonesia hingga saat ini belum bisa bersaing dengan perawat Philippine dan India, 
karena faktor Bahasa Inggris sebagai media komunikasi di negara tujuan. Bahasa Inggris ini 
diukur dengan Nilai Test IELTS (International English Language Testing System) dengan 
Nilai Overall adalah 6,5. Test IELTS terdiri dari 4 komponen: a. Mendengar (30 menit), b) 
Membaca (60 menit), c) Menulis (60 menit), dan d) Bicara (15 menit). Di Indonesia IELTS 
tes dilakukan di IDP Education Australia di jalan Kuningan Jakarta, dan British Council di 
Jakarta. 
Faktor kedua, ialah Sertifikasi Keperawatan Internasional. Standar Perawat dalam dunia ialah 
lulusan Universitas yang bergelar Bachelor of Science in Nursing (BSN), dan mempunyai 
Sertifikasi RN (Registered Nurse). Perawat RN dari India, Malaysia akan diakui 
sertifikasinya oleh negara2 Commonwealth karena standar pendidikan keperawatannya sudah 
dibuat sama dengan standar Internasional. Demikian juga Perawat Phillippine, begitu mereka 
lulus BSN mereka mengambil Sertifikasi RN di Philippine yang diakui oleh dunia 
Internasional. Bahasa Inggris tidak menjadi masalah bagi mereka, karena mereka sehari-hari
menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa kedua mereka (Rijadi, 2005). 
Untuk dapat mempersiapkan diri dalam test tulis keperawatan, maka secara Internasional 
semua negara mengadopsi model NCLEX-RN (The National Council Licensure Examination 
for Registered Nurses) yang tentu saja perlu dipelajari oleh perawat Indonesia. Test NCLEX-RN 
ini terdiri dari rangkaian pertanyaan simultan dalam konsep keperawatan yang terdiri dari 
5 tahapan proses keperawatan (Pengkajian-Analisa-Perencanaan-Inplementasi-Evaluasi) dan 
4 konsep katagori kebutuhan manusia (Safe effective care environtment – Health promotion 
and maintenance – Psychosocial integrity – Physiological Integrity) (Nurmatono, 2006). 
Melihat persyaratan yang harus dipenuhi tersebut, kita dapat mengasumsikan bahwa tenaga 
perawat yang bekerja di luar negeri tentu merupakan perawat pilihan dan mempunyai 
kemampuan yang dapat di andalkan dalam memberikan perawatan yang berkualitas. Untuk 
menghasilkan perawat yang professional, tidak lepas dari peran lembaga pendidikan 
keperawatan di Indonesia dalam bertanggung jawab mempersiapkan perawat yang 
berkualitas dan mampu bersaing di era pasar global (Hapsari, 2006). 
Kendala-kendala tersebut perlu untuk segera ditanggulangi selain faktor-faktor lain yang 
belum teridentifikasi dalam tulisan ini. Beranjak dari hal inilah sebenarnya lembaga 
pendidikan keperawatan di Indonesia dapat mulai ikut berperan aktif dalam merumuskan 
strategi yang tepat dalam mendidik calon perawat. Keberadaan sistem pendidikan tinggi 
keperawatan dengan berbagai keluarannya harus dapat memacu proses profesionalisasi 
keperawatan yang sedang berlangsung di Indonesia sehingga keperawatan sebagai profesi 
dapat berperan sepenuhnya dalam upaya pembangunan kesehatan masyarakat, serta berperan 
dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan (Kusnanto, 2004). 
III. METODE PENULISAN 
Metode penulisan yang digunakan adalah metode penulisan deskriptif. Menurut 
“Notoatmodjo, 1993” penulisan deskriptif adalah suatu metode penulisan yang dilakukan 
dengan tujuan utama membuat gambaran atau deskriptif tentang suatu keadaan secara 
obyektif. Metode penulisan deskriptif memecahkan atau menjawab permasalahan yang 
sedang dihadapi pada situasi sekarang. 
Penulis menggambarkan fenomena tentang persiapan perawat ke luar negeri, dan kemudian 
mencoba mengidentifikasi peran penting lembaga pendidikan keperawatan di Indonesia agar 
dapat mempersiapkan perawat yang siap berkompetisi di era pasar global. Penulisan ini 
dilakukan dengan menempuh langkah- langkah ; Pengumpulan data, klasifikasi, pengolahan 
analisis data, dan membuat kesimpulan. 
Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan pengumpulan data dengan mencari 
informasi dari kepustakaan (buku, Koran, majalah, browsing), mengenai hal-hal yang ada 
relevansinya dengan judul garapan (Arifin,2000). 
Penulis mendapatkan sumber data dari buku dan internet. Setelah data terkumpuil, penulis 
menyeleksi data tersebut untuk kemudian dipakai dalam penyusunan karya ilmiah. Setelah 
menyeleksi, penulis melakukan pengolahan data untuk kemudian membuat analisis karya 
ilmiah. 
IV. HASIL KAJIAN 
Untuk menghasilkan perawat professional yang mampu memberikan pelayanan prima, 
merupakan tidak lepas dari tanggung jawab dari Lembaga pendidikan. Perawat di harapkan 
mampu memenuhi tuntutan masyarakat di dalam negeri, dan mempunyai kemampuan untuk 
bekerja lintas Negara dengan sistem perawatan kesehatan dan karakteristik masyarakat yang
berbeda. 
Hanya saja memang mesti ada target-target angka dari lembaga/pengelola penempatan 
perawat atau PPNI sebagai organisasi profesi dengan di dukung oleh pemerintah untuk 
memanfaat peluang kebutuhan Negara-negara maju akan perawat, misalnya dapat 
menjadikan hal ini dalam program yang terintegrasi. Sehingga banyaknya lulusan D3/S1 
yang belum bekerja saat ini dapat dijembatani dengan Program Penempatan Perawat 
Indonesia diluar negeri yang terintegrasi dalam model konsursium nasional . Saat ini ada 
sekitar 250.000 perawat Indonesia, seandainya kita mematok target di tahun 2010 katakan 
saja 10%-nya bekerja diluar negeri, maka ada 25.000 perawat (saat ini baru 5.000) perawat 
Indonesia yang bekerja diluar negeri. Angka tersebut masih kecil sekali, jika dibandingkan 
40% total perawat India dan Philipina yang bekerja di luar negaranya, dimana mereka 
memang terinspirasi sejak di perkuliahan (Nurmatono 2006). 
A. Pengembangan Pendidikan Keperawatan 
Untuk menghasilkan perawat professional yang mampu memberikan pelayanan prima, 
merupakan tidak lepas dari tanggung jawab dari Lembaga pendidikan. Perawat di harapkan 
mampu memenuhi tuntutan masyarakat di dalam negeri, dan mempunyai kemampuan untuk 
bekerja lintas Negara dengan sistem perawatan kesehatan dan karakteristik masyarakat yang 
berbeda. 
Strategi yang perlu di kembangkan pada lembaga pendidikan keperawatan adalah 
peningkatan kualitas tenaga pendidik dan peningkatan kualitas lembaga pendidikan 
keperawatan (Hapsari, 2006). 
1. Peningkatan kualitas tenaga pendidik 
Tenaga pendidik merupakan role model perawat proffesional yang kompeten. Kompetensi 
yang dimaksud adalah dalam hal pengetahuan, pengalaman, ketrampilan dan kemampuan 
dalam melakukan praktek keperawatan. Kompetensi tersebut tentunya dimiliki oleh tenaga 
pendidik yang telah melaksanakan program pendidikan tinggi keperawatan minimal S1, 
mampu melakukan praktik klinik keperawatan. Kemampuan untuk terus belajar, baik yang 
terkait dengan ilmu keperawatan maupun disiplin ilmu lain, dan terus meningkatakan 
kemampuan berbahasa asing merupakan modal yang perlu di kuasai, karena di tuntut mampu 
mengaplikasikan kurikulum berbasis standard International. 
Pendidik juga di tuntut untuk mengaolikasikan strategi mengajar yang dapat mengembangkan 
pola pikir kritis pada calon perawat sehingga mereka dapat bekerja di komunitas dan budaya 
yang beragam. Karena untuk keluar negeri, disamping ketrampilan dalam ilmu keperawatan 
itu sendiri, kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan, budaya dan sistem pelayanan 
kesehatan yang berbeda, juga sangat di perlukan supaya tidak terjadi shock kultur. 
2. Peningkatan kualitas tenaga pendidik 
Strategi yang menyangkut peningkatan kualitas lembaga pendidikan keperawatan meliputi 
upaya peningkatan fasilitas pembelajaran yang memungkinkan peserta didik memperoleh 
ilmu seluas mungkin, diantaranya adalah : 
a. Sarana-prasarana laboratorium di sesuaikan dengan yang ada di RS dan/ komunitas, 
sehingga peserta didik berlatih pengetahuan dan ketrampilan sampai pada tingkat yang di 
harapkan. Sehingga menghasilkan mutu lulusan yan gsiap memberikan asuhan pelayanan 
keperawatan secara professional dan sesuai dengan tuntutan masyarakat. 
b. Melengkapi inventaris perpustakaan dengan buku-buku yang berasal dari dalam dan luar 
negeri. Sehingga staf akademik dan peserta didik dapat melatih kemampuan berbahasa 
inggris dan mendapat informasi yang luas khususnya standard kurikulum keperawatan 
professional.
c. Menggunakan model kurikulum berbasis kompetensi standard internasional. Sehingga 
klien mendapatkan asuhan keperawatan yang berkualitas sesuai dengan standard praktek. 
Keuntungan lain perawat mendapat perlindungan hukum bila muncul masalah hukum yang 
berhubungan dengan standard praktik keperawatan. Karena standard Internasional merupakan 
berdasarkan studi lapangan yang sudah melalui proses penelitian. 
d. Menambah kurikulum bahasa Inggris, serta mengadakan kursus-kursus tambahan di luar 
jam belajar efektif. Misalnya ; English for Nurse, TOEFL, IELTS. 
e. Menyediakan fasilitas teknologi informasi bagi staf akademik dan mahasiswa, yaitu; 
 Komputer bagi mahasiswa dengan rasio 1:5, sedangkan untuk staf akademik minimal 1 
komputer 
 Tersedia jaringan internet yang menjamin komunikasi antara pimpinan institusi pendidikan 
keperawatan, staf akademik, dan mahasiswa. 
Fasilitas- fasilitas tersebut penting sekali, karena di luar Negeri semua proses kegiatan 
pekerjaan menggunakan system computer, di samping itu memudahkan mahasiswa untuk 
mendapat informasi seluas mungkin yang mungkin tidak di dapat dalam proses pembelajaran. 
f. Institusi pendidikan keperawatan harus mengalokasikan anggaran untuk menjamin aktivitas 
penelitian staf akademik, memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk melakukan 
penelitian selama pendidikan, di bawah bimbingan staf akademik, dan penelitian yang 
dilakukan hendaknya bermanfaat untuk meningkatkan suasana akademik, memberikan dasar-dasar 
proses penelitian yang benar pada mahasiswa, perbaikan kurikulum dan upaya 
pemecahan masalah kesehatan masyarakat. 
g. Institusi pendidikan keperawatan memberi kesempatan pada mahasiswa ke luar negeri 
dalam rangka pengayaan pengalaman belajar mahasiswa yang nantinya bisa di informasikan 
kepada rekan-rekan mahasiswa lainnya. 
Segala kegiatan dan strategi yang dilaksanakan, tentunya perlu di evaluasi secara terus-menerus, 
untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. 
B. Strategi Mewujudkan Sertifikasi RN 
Proses pengiriman perawat ke luar Negeri tidak lepas dari peran serta Organisasi perawat 
(PPNI) serta pemerintah. Untuk menghasilkan perawat professional yang berkompetensi 
untuk bersaing di era globalisasi, perlu adanya strategi untuk mencapai target dalam 
peningkatan kompetensi keperawatan serta menghasilkan perawat professional yang mampu 
melaksanakan asuhan keperawatan secara prima, dan yang paling penting adalah bisa di 
terima oleh dunia Internasional sebagai perawat professional yang telah teregistrasi dan 
mempunyai sertifikasi keperawatan Internasional. 
Genderang revolusi budaya di pelayanan keperawatan sudah digulirkan dan disepakati baik di 
Negara-negara anggota APEC maupun Negara-negara ASEAN. Pada konferensi 
Internasional APEC bidang keperawatan pada 6-7 desember 2006 di Jakarta dan MRA on 
Nursing Services tingkat ASEAN pada tanggal 8 Desember 2006, disepakati bahwa : migrasi 
dan pelatihan tenaga keperawatan menggunakan satu tanda yaitu RN (Registered Nurse) 
sebagai tanda perawat tersebut adalah perawat professional, yang dianggap mampu dan 
memperoleh izin melakukan praktik dan pelayanan keperawatan. RN adalah satu-satunya 
tanda yang disepakati untuk tenaga keperawatan di Negara-negara ASEAN dan Negara-negara 
APEC, termasuk kesepakatan penggajian dan jenjang karir (IRNI,2008). 
Dengan pertimbangan bahwa dunia Internasional memberikan kesempatan yang seluas-luasnya 
untuk mewujudkan RN di dalam negeri, maka tidak sulit untuk diwujudkan apabila 
mendapat dukungan politik dari pemimpin bangsa dan pemerintah dalam turut serta 
merumuskan dan melegalkan Undang-Undang yang dibutuhkan termasuk implementasinya 
akan mempercepat terbangunnya sistem RN di Indonesia (IRNI, 2008).
Apabila Strategi ini dapat dilaksanakan di Indonesia, maka perawat Indonesia mampu 
bersaing dan di akui oleh bangsa-bangsa di dunia, sebagai perawat professional. Dibawah ini 
merupakan skema sertifikasi profesi keperawatan yang dapat digunakan sebagai acuan oleh 
pemerintah dan organisasi perawat. 
Gb1. IRNI 2008 
Adapun strategi untuk mewujudkan Sertifikasi RN yang dapat dilaksanakan adalah sebagai 
berikut : 
1. Menggerakkan dan memberdayakan elemen-elemen bangsa (stake holder) untuk berperan 
serta aktif mewujudkan infrastruktur sistem sertifikasi RN. Elemen-elemen bangsa yang 
dilibatkan yaitu Legislatif, eksekutif seperti Presiden dan eksekutif di tingkat departemen dan 
pemerintah daerah. Asosiasi industri kesehatan, asosiasi jasa pengerah tenaga kerja dan 
berbagai puhak yang akan mendapatkan manfaat dengan terwujudnya registrasi RN, 
termasuk kalangan selebritis. 
2. Melaksanakan studi banding ke Negara-negara yang telah mengimplementasikan sistem 
RN, seperti Thailand, Filipina, dan Malaysia. Kita juga bisa melakukan replikasi sistem dari 
Negara tersebut, apabila diperlukan dan dianggap paling bisa diterapkan di Indonesia. 
3. Melaksanakan capacity Building dan konsolidasi terhadap kader-kader terbaik. 
4. Membentuk Lembaga Diklat Profesi (LDP) Keperawatan, seperti LKKI (Lembaga Kajian 
Keperawatan Indonesia). 
5. Membentuk Lembaga Sertifikasi Profesi RN (LSP-RN). 
6. Melakukan kajian-kajian strategis yang akan diplubikasikan dalam bentuk Nursing 
Leadership Seminar, media cetak, dan elektronik. 
7. Membentuk Nursing Leadership Development Center (NLDC), yang dapat 
mengembangkan jiwa dan kemampuan kepemimpinanperawat (RN) lintas profesi dan lintas 
generasi (transkultural Leadership). Diharapkan semakin memantapkan sistem RN di 
Indonesia (IRNI, 2008). 
C. Peningkatan Kompetensi Keperawatan 
Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan FK UGM dokter Sunartini SpAk ketika melantik 
100 perawat mengatakan, untuk melengkapi kompetensi perawat profesional berstandar 
internasional perlu dikembangkan unit pelatihan. Unit itu bertujuan meningkatkan 
kemampuan kognitif dan keterampilan dalam keperawatan (Suara Merdeka). 
Langkah yang harus di lakukan adalah dengan membuka kelas khusus persiapan 
pemberangkatan perawat ke luar negeri, yang bertujuan membekali perawat-perawat dengan 
bahasa, kompetensi keperawatan, dan kultur negara-negara tujuan. Materi pelatihan di 
berikan oleh para perawat yang mempunyai pengalaman dari luar negeri dan telah menjadi 
perawat teregistrasi dengan sertifikasi Internasional (Registered Nurse). 
Program pelatihan telah mengikuti program yang disepakati oleh lembaga-lembaga pengguna 
Internasional, dengan memberikan materi pelatihan tentang standard kompetensi 
Internasional. Program tersebut bisa berupa teori di kelas, maupun dengan praktek di Rumah 
Sakit maupun di klinik untuk memberikan pelatihan kompetensi dan menguatkan skill para 
perawat. Misalnya dengan memberikan latihan mengerjakan soal-soal ENCLEX, IELTS dari 
buku maupun melalui computer, karena dengan adanya latihan yang intensif mengerjakan 
soal-soal ENCLEX, di harapkan perawat dapat lulus test yang di syaratkan oleh Negara-negara 
pengguna. 
Selanjutnya dengan mempelajari budaya yang ada di Negara tujuan, yang di harapkan
perawat yang di kirim ke luar negeri tidak mengalami culture shock, dan yang terpenting 
melatih kesiapan fisik serta mental perawat yang akan berangkat ke luar Negeri. Pelatihan di 
akhiri dengan ujian yang diakui oleh Internasional, sehingga perawat lulusan dari pelatihan di 
akui oleh Internasional dan mampu memberikan pelayanan prima. Pelatihan tersebut akan 
terwujud dengan adanya dukungan dari pemerintah dengan memfasilitasi pelatihan secara 
maksimal. 
V. KESIMPULAN 
Ditengah semakin meningkatnya pengangguran terdidik dari tahun ke tahun, terdapat suatu 
peluang bagi perawat di Indonesia untuk dapat dikirim ke luar negeri sebagai perawat 
professional, dan diakui oleh dunia. Perawat Indonesia mempunyai peluang untuk dapat 
bekerja di Timur tengah (Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, dan Kuwait), bahkan sudah 
merambah ke negara-negara maju seperti Amerika serikat, Australia, benua Eropa (Inggris, 
Belanda, Norwegia), dan Jepang. 
Untuk menghasilkan perawat professional yang mampu memberikan pelayanan prima, 
merupakan tidak lepas dari tanggung jawab dari Lembaga pendidikan. Strategi yang perlu di 
kembangkan pada lembaga pendidikan keperawatan adalah peningkatan kualitas tenaga 
pendidik dan peningkatan kualitas lembaga pendidikan keperawatan. Hanya saja memang 
mesti ada target-target angka dari lembaga/pengelola penempatan perawat atau PPNI sebagai 
organisasi profesi dengan di dukung oleh pemerintah untuk memanfaat peluang kebutuhan 
Negara-negara maju akan perawat, Dengan pertimbangan bahwa dunia Internasional 
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk mewujudkan RN di dalam negeri, maka 
tidak sulit untuk diwujudkan apabila mendapat dukungan politik dari pemimpin bangsa dan 
pemerintah dalam turut serta merumuskan dan melegalkan Undang-Undang yang dibutuhkan 
termasuk implementasinya akan mempercepat terbangunnya sistem RN di Indonesia. Untuk 
melengkapi kompetensi perawat profesional berstandar internasional juga perlu 
dikembangkan unit pelatihan dengan mengadakan program pelatihan intensif untuk 
mempersiapkan perawat ke luar Negeri. 
Menyiapkan Perawat yang Siap 
Berkompetisi di Era Pasar 
Global 
Oleh : Elsi Dwi Hapsari 
Izin 
Cetak 
1. Pendahuluan 
Beberapa tahun terakhir ini, pengiriman 
tenaga kesehatan Indonesia ke luar negeri, 
khususnya perawat, menjadi perbincangan 
yang cukup hangat di berbagai kalangan. Di 
tengah semakin meningkatnya jumlah 
pengangguran terdidik dari tahun ke tahun1), 
tentu merupakan hal yang melegakan bahwa 
perawat dari Indonesia dilaporkan 
berpeluang bekerja di Amerika Serikat (AS)
dan negara-negara di Benua Eropa (Inggris, 
Belanda, Norwegia), Timur Tengah (Saudi 
Arabia, Uni Emirat Arab, Kuwait) dan 
kawasan Asia Tenggara (Singapura, 
Malaysia)2-4). Jumlah permintaan berkisar 
antara 30 orang sampai dengan tidak 
terbatas5). 
Kekurangan perawat di dalam negeri 
merupakan alasan utama negara-negara 
tersebut untuk menerima tenaga dari luar 
negeri. Di AS, misalnya, pada 2005 
mengalami kekurangan 150.000 perawat, 
pada 2010 jumlah tersebut menjadi 275.000, 
pada 2015 sejumlah 507.000, dan pada 2020 
menjadi 808.000 perawat. Namun demikian, 
kekurangan tersebut tersebut menyebabkan 
mereka lebih berfokus pada bagaimana 
menghasilkan perawat yang lebih banyak, 
bukan untuk mencetak perawat yang 
berpendidikan lebih baik6). 
Di Indonesia, Badan Pengembangan dan 
Pemberdayaan kesehatan SDM Kesehatan 
(PPSDM Kesehatan) melaporkan bahwa 
jumlah terbesar Tenaga Kesehatan 
Profesional Indonesia (TKPI) yang telah 
bekerja di luar negeri mulai 1989 sampai 
dengan 2003 adalah perawat (97.48% dari 
total sebanyak 2494 orang)4). Meskipun 
jumlah perawat yang bekerja di luar negeri 
menempati prosentase terbesar 
dibandingkan tenaga kesehatan yang lain, 
masih terdapat beberapa poin penting yang 
perlu menjadi perhatian dan ditanggulangi 
mulai dari saat ini. 
Tulisan ini mengulas secara singkat tentang 
persyaratan/ kompetensi yang dibutuhkan 
agar perawat dapat bekerja di luar negeri, 
kendala yang muncul dalam proses 
persiapan pengiriman tenaga perawat 
Indonesia ke luar negeri, hasil review laporan 
penelitian tentang perawat yang bekerja di 
luar negeri dan kemudian penulis mencoba
mengidenfikasi peran penting lembaga 
pendidikan keperawatan di Indonesia agar 
dapat mempersiapkan perawat yang siap 
berkompetisi di era pasar global. Diharapkan 
tulisan ini dapat memberikan kontribusi dan 
sumbang saran bagi berbagai pihak terkait, 
terutama bagi lembaga pendidikan 
keperawatan dan tenaga pendidik perawat 
di berbagai jenjang pendidikan di tanah air. 
2. Persyaratan untuk Bekerja di Luar Negeri 
Bagi Perawat 
Pada umumnya persyaratan yang 
dibutuhkan agar perawat dapat bekerja di 
luar negeri adalah lulusan Diploma III 
Keperawatan dengan dua tahun pengalaman 
kerja5). Selain itu juga terdapat batasan usia, 
misalnya untuk dapat bekerja di Uni Emirat 
Arab atau Kuwait, perawat harus berusia 
kurang dari 35 tahun. Kemampuan 
berbahasa Inggris disyaratkan pada 
beberapa negara seperti Inggris (skor IELTS 
6) atau AS (skor TOEFL 540)5,7). Syarat 
penting lainnya adalah lolos ujian NLEX 
(National Licence Examination)3). 
Melihat persyaratan yang harus dipenuhi 
tersebut, kita dapat mengasumsikan bahwa 
tenaga perawat yang bekerja di luar negeri 
tentu merupakan perawat pilihan dan 
mempunyai kemampuan yang dapat 
diandalkan dalam memberikan perawatan 
yang berkualitas. 
Implikasi dari hal tersebut dapat dilihat dari 
dua sisi. Pada satu sisi, perginya perawat 
yang berkualitas ke luar negeri merupakan 
suatu keuntungan karena suatu saat mereka 
akan kembali ke negeri kita dengan 
memperoleh banyak pengalaman, 
meningkatnya ketrampilan, dan dapat 
mengidentifikasi aspek-aspek positif dari 
negara tempat mereka bekerja. Mereka 
kemudian dapat menerapkan pengetahuan
dan ketrampilan yang mereka peroleh 
sehingga diharapkan pada akhirnya kualitas 
keperawatan di Indonesia pun meningkat. 
Namun demikian, di sisi lain hal ini dapat 
menimbulkan kekhawatiran bahwa 
masyarakat kita menerima pelayanan 
keperawatan dari tenaga perawat dengan 
kualitas yang berbeda. Lebih lanjut, rasio 
jumlah perawat Indonesia per 100.000 
penduduk masih jauh di bawah negara 
tetangga seperti Filipina, Malaysia, atau 
Thailand. Di Indonesia, terdapat 44 perawat 
per 100.000, bandingkan dengan 135 
perawat di Malaysia, 442 perawat di Filipina, 
atau 162 perawat di Thailand8). 
Selain itu, kekhawatiran terjadinya brain 
drain juga perlu dicermati. Brain drain 
adalah berpindahnya tenaga profesional 
yang terampil dari negara asal ke negara lain 
dimana mereka dapat memperoleh lebih 
banyak keuntungan seperti keuangan. Di 
Filipina, misalnya, yang merupakan salah 
satu pengirim tenaga perawat terbesar, 
kekhawatiran tersebut mulai terjadi. Bahkan 
di sana, tenaga kerja dari profesi lain pun 
sangat berminat untuk belajar menjadi 
perawat agar selanjutnya dapat bekerja di 
luar negeri8). 
Tetapi usaha mencegah perawat untuk 
bekerja di luar negeri dapat menimbulkan 
pertanyaan, misalnya tentang hak asasi 
untuk bekerja dan juga menghilangkan 
kesempatan untuk dapat belajar 
pengetahuan dan ketrampilan yang berguna 
dari negara lain untuk selanjutnya 
diaplikasikan di negara asal9). 
3. Kendala Pada Proses Persiapan 
Pengiriman Tenaga Perawat 
Dari beberapa laporan diketahui bahwa 
kendala utama yang dihadapi oleh para
perawat Indonesia adalah kemampuan 
berbahasa Inggris dan ketrampilan yang 
masih kurang3,11). Berkenaan dengan 
ketrampilan perawat Indonesia yang masih 
kurang, terlihat dari segi skoring NLEX yang 
masih rendah. Ujian NLEX sendiri merupakan 
prasyarat perawat Indonesia untuk dapat 
bekerja di luar negeri. Sebagai gambaran, 
skor yang diperoleh perawat Indonesia 
adalah angka 40. Padahal skoring yang 
dibutuhkan untuk bekerja di Eropa antara 50 
sampai 70 dan di AS antara 70 sampai 803). 
Dua hal tersebut tampaknya perlu untuk 
segera ditanggulangi selain faktor-faktor lain 
yang belum teridentifikasi dalam tulisan ini. 
Beranjak dari hal inilah sebenarnya lembaga 
pendidikan keperawatan di Indonesia dapat 
mulai ikut berperan aktif dalam merumuskan 
strategi yang tepat dalam mendidik calon 
perawat. 
4. Laporan Penelitian Tentang Pengalaman 
Perawat yang Bekerja di Luar Negeri 
Laporan tentang pengalaman perawat yang 
berkerja di luar negeri perlu disampaikan 
dalam tulisan ini agar kita dapat 
memperoleh gambaran yang lebih 
menyeluruh. Sampai saat ini penulis belum 
menemukan laporan penelitian yang terkait 
dengan pengalaman perawat Indonesia yang 
bekerja di luar negeri. Di lain pihak, 
kebanyakan laporan penelitian di negara lain 
terkait topik tersebut menggunakan 
pendekatan penelitian kualitatif. Dilaporkan 
bahwa alasan yang mendorong seorang 
perawat untuk bekerja di luar negeri antara 
lain gaji yang lebih tinggi, prospek karir dan 
pendidikan yang lebih menjanjikan12). 
Pada review penelitian oleh Magnusdottir 
(2005), penelitian Yi & Jezewski (2000) 
tentang penyesuaian diri 12 Perawat Korea 
yang bekerja di rumah sakit di AS
melaporkan bahwa pada 2-3 tahun pertama 
mereka bekerja ditandai dengan usaha 
mengurangi stress psikologis, mengatasi 
kendala bahasa, dan menyesuaikan diri 
dengan praktek keperawatan di USA. 
Kemudian pada 5 - 10 tahun kemudian 
ditandai dengan belajar mengadopsi strategi 
penyelesaian masalah menurut budaya AS 
dan memelihara hubungan interpersonal. 
Mereka yang berhasil dalam proses tersebut 
dilaporkan merasa puas13). 
Masih dari laporan yang sama, DiCicco- 
Bloom (2004) melaporkan bawa perawat 
India yang bekerja di AS mengidentifikasi 
bahwa rasisme dan marginalisasi merupakan 
issue utama selama mereka bekerja di sana. 
Hasil penelitian Allan & Larsen (2003) di 
Inggris menyebutkan bahwa perawat luar 
negeri yang bekerja di negara tersebut 
mengalami diskriminasi, eksploitasi, 
diasingkan oleh rekan kerja, konflik di 
tempat kerja, dan masalah bahasa13). 
Beberapa hasil penelitian tersebut 
menunjukkan cukup banyak tantangan yang 
dihadapi oleh perawat yang bekerja di 
negara lain. Hal ini semakin menegaskan 
diperlukannya berbagai antisipasi dan 
persiapan yang matang bagi perawat 
sebelum mereka berangkat ke negeri tujuan. 
4.Peran Lembaga Pendidikan Keperawatan 
Adanya kesempatan bagi perawat yang 
bekerja di luar negeri dapat dilihat sebagai 
faktor pencetus bagi lembaga pendidikan 
keperawatan untuk dapat meluluskan 
perawat berkualitas, yang memenuhi 
tuntutan masyarakat di dalam dan luar 
negeri, dan mempunyai kemampuan untuk 
bekerja lintas negara dengan sistem 
perawatan kesehatan dan karakteristik 
masyarakat yang berbeda. 
Indonesia yang terdiri dari lebih dari 17.000
pulau dengan sekitar 200 suku dan 500 
bahasa14) sebenarnya merupakan tempat 
pembelajaran yang sangat potensial bukan 
hanya bagi para peserta didik namun juga 
bagi para tenaga pendidik. Meskipun 
nantinya mereka bekerja di luar negeri dan 
menghadapi budaya dan sistem pelayanan 
kesehatan yang berbeda, namun setidaknya 
mereka telah mulai belajar dari hal-hal yang 
ada di sekitar mereka. 
Dua strategi utama yang perlu dilaksanakan 
di lembaga pendidikan keperawatan adalah 
peningkatan kualitas tenaga pendidik dan 
peningkatan kualitas lembaga pendidikan 
keperawatan. 
Agar dapat mencetak tenaga perawat yang 
berkualitas internasional, tentu tenaga 
pendidik perlu menjadikan dirinya sebagai 
model perawat yang berkompeten. 
Kompetensi tersebut meliputi pengetahuan, 
ketrampilan dan kemampuan yang 
dibutuhkan untuk melakukan suatu 
pekerjaan tertentu pada tingkat dan derajat 
kualitas yang diharapkan15). Diakui bukan hal 
yang mudah untuk mencapai standar ini 
namun bukan berarti tidak dapat dimulai. 
Kemauan untuk terus belajar, baik yang 
terkait dengan bidang yang ditekuni maupun 
yang di luar bidang tersebut, dan terus 
meningkatkan kemampuan berbahasa asing 
merupakan modal yang perlu dikuasai. 
Pendidik juga dituntut untuk 
mengaplikasikan strategi mengajar yang 
dapat mengembangkan pola berpikir kritis 
pada calon perawat sehingga mereka dapat 
bekerja di komunitas suku dan budaya yang 
beragam. 
Strategi yang menyangkut pendidikan 
keperawatan meliputi upaya peningkatan 
fasilitas pembelajaran yang memungkinkan 
peserta didik memperoleh ilmu seluas 
mungkin. Kesan bahwa banyak pendidikan
keperawatan yang cenderung "kejar setoran 
saja" perlu dibenahi. Ada banyak hal yang 
dapat dilakukan misalnya dengan 
melengkapi inventaris perpustakaan, 
berlangganan jurnal-jurnal keperawatan, dan 
membina kerja sama dengan rumah sakit 
dan komunitas. 
Selain itu, sudah diketahui bahwa kesadaran 
masyarakat tentang pelayanan kesehatan 
yang berkualitas semakin tinggi. Oleh karena 
itu, lembaga pendidikan pun perlu lebih 
menyiapkan para mahasiswanya agar pada 
saat kontak langsung dengan masyarakat 
(baik di rumah sakit ataupun di komunitas) 
mereka telah mempunyai bekal 
pengetahuan dan ketrampilan yang cukup. 
Fasilitas laboratorium yang kondisinya persis 
dengan rumah sakit atau pusat pelayanan 
kesehatan menjadi hal yang sangat perlu 
untuk dikembangkan di lembaga pendidikan 
keperawatan. Di tempat tersebut mahasiswa 
berlatih pengetahuan dan ketrampilan 
sampai pada tingkat yang diharapkan. Baru 
kemudian setelah dinyatakan lulus, mereka 
dapat mempraktekkannya di rumah sakit 
dan atau komunitas. 
Strategi lainnya adalah dengan menjalin 
kerja sama dengan pihak-pihak lain untuk 
meningkatkan kualitas lulusan. Hal ini telah 
mulai dilakukan di beberapa lembaga 
pendidikan keperawatan di Indonesia, yaitu 
kerja sama membuat semacam unit 
pelatihan untuk persiapan perawat bekerja 
di luar negeri dan merintis pembuatan 
kurikulum berstandar internasional. Dalam 
pembuatan kurikulum tersebut, tidak dapat 
diasumsikan bahwa nilai-nilai yang ada 
dalam kurikulum suatu negara dapat serta-merta 
diaplikasikan di negara yang lain, 
sehingga dibutuhkan saling pengertian, 
saling menghargai, dan tidak kalah penting, 
keinginan untuk saling belajar nilai-nilai dari 
negara masing-masing16).
Program pertukaran tenaga pendidik dan 
mahasiswa keperawatan dari satu institusi 
ke institusi lain di dalam negeri maupun 
dengan institusi dari luar negeri perlu untuk 
dipertimbangkan. Hal ini dapat membantu 
mereka untuk memperoleh gambaran 
masyarakat dan sistem pelayanan kesehatan 
yang berbeda. Namun demikian, tidak 
semua lembaga pendidikan dapat 
melaksanakan hal ini, terutama karena 
adanya kendala keuangan dalam 
pelaksanaannya. Salah satu alternatif untuk 
mengatasinya adalah dengan 
mengoptimalkan penggunaan internet14). 
Tanpa harus melakukan perjalanan ke 
negara lain, tenaga pendidik maupun 
peserta didik dapat memperoleh informasi 
yang dibutuhkan meskipun mungkin dalam 
prosentase yang lebih sedikit jika 
dibandingkan dengan melakukan observasi 
secara langsung. Selain itu, menghadiri 
ataupun mengadakan acara konferensi 
ilmiah, seminar, atau simposium berskala 
nasional maupun internasional perlu 
dilakukan untuk membuat dan membina 
jaringan dengan pihak lain. 
Segala kegiatan dan strategi yang 
dilaksanakan perlu dievaluasi secara terus-menerus. 
Penelitian ilmiah baik oleh tenaga 
pendidik secara individual maupun secara 
kelembagaan perlu untuk dilakukan dan 
dikembangkan sehingga kebijakan yang 
diambil selanjutnya mempunyai pijakan yang 
kuat dan bukan hanya berdasarkan asumsi. 
Terakhir, peran penting lembaga pendidikan 
keperawatan yang telah teridentifikasi dalam 
tulisan ini tidak akan mencapai hasil yang 
optimal bila tidak diimbangi oleh dukungan, 
strategi atau kebijakan yang seiring dari 
pemerintah, organisasi profesi, maupun 
masyarakat.
. Pendahuluan 
Beberapa tahun terakhir ini, pengiriman tenaga kesehatan Indonesia ke luar negeri, 
khususnya perawat, menjadi perbincangan yang cukup hangat di berbagai kalangan. Di 
tengah semakin meningkatnya jumlah pengangguran terdidik dari tahun ke tahun1), tentu 
merupakan hal yang melegakan bahwa perawat dari Indonesia dilaporkan berpeluang bekerja 
di Amerika Serikat (AS) dan negara-negara di Benua Eropa (Inggris, Belanda, Norwegia), 
Timur Tengah (Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Kuwait) dan kawasan Asia Tenggara 
(Singapura, Malaysia). Jumlah permintaan berkisar antara 30 orang sampai dengan tidak 
terbatas). 
Kekurangan perawat di dalam negeri merupakan alasan utama negara-negara tersebut untuk 
menerima tenaga dari luar negeri. Di AS, misalnya, pada 2005 mengalami kekurangan 
150.000 perawat, pada 2010 jumlah tersebut menjadi 275.000, pada 2015 sejumlah 507.000, 
dan pada 2020 menjadi 808.000 perawat. Namun demikian, kekurangan tersebut tersebut 
menyebabkan mereka lebih berfokus pada bagaimana menghasilkan perawat yang lebih 
banyak, bukan untuk mencetak perawat yang berpendidikan lebih baik6). 
Di Indonesia, Badan Pengembangan dan Pemberdayaan kesehatan SDM Kesehatan (PPSDM 
Kesehatan) melaporkan bahwa jumlah terbesar Tenaga Kesehatan Profesional Indonesia 
(TKPI) yang telah bekerja di luar negeri mulai 1989 sampai dengan 2003 adalah perawat 
(97.48% dari total sebanyak 2494 orang)4). Meskipun jumlah perawat yang bekerja di luar 
negeri menempati prosentase terbesar dibandingkan tenaga kesehatan yang lain, masih 
terdapat beberapa poin penting yang perlu menjadi perhatian dan ditanggulangi mulai dari 
saat ini. 
Tulisan ini mengulas secara singkat tentang persyaratan/ kompetensi yang dibutuhkan agar 
perawat dapat bekerja di luar negeri, kendala yang muncul dalam proses persiapan 
pengiriman tenaga perawat Indonesia ke luar negeri, hasil review laporan penelitian tentang 
perawat yang bekerja di luar negeri dan kemudian penulis mencoba mengidenfikasi peran 
penting lembaga pendidikan keperawatan di Indonesia agar dapat mempersiapkan perawat 
yang siap berkompetisi di era pasar global. Diharapkan tulisan ini dapat memberikan 
kontribusi dan sumbang saran bagi berbagai pihak terkait, terutama bagi lembaga pendidikan 
keperawatan dan tenaga pendidik perawat di berbagai jenjang pendidikan di tanah 
air 
. 
2. Persyaratan untuk Bekerja di Luar Negeri Bagi Perawat 
Pada umumnya persyaratan yang dibutuhkan agar perawat dapat bekerja di luar negeri adalah 
lulusan Diploma III Keperawatan dengan dua tahun pengalaman kerja5). Selain itu juga 
terdapat batasan usia, misalnya untuk dapat bekerja di Uni Emirat Arab atau Kuwait, perawat 
harus berusia kurang dari 35 tahun. Kemampuan berbahasa Inggris disyaratkan pada 
beberapa negara seperti Inggris (skor IELTS 6) atau AS (skor TOEFL 540). Syarat penting 
lainnya adalah lolos ujian NLEX (National Licence Examination). 
Melihat persyaratan yang harus dipenuhi tersebut, kita dapat mengasumsikan bahwa tenaga 
perawat yang bekerja di luar negeri tentu merupakan perawat pilihan dan mempunyai 
kemampuan yang dapat diandalkan dalam memberikan perawatan yang berkualitas.
Implikasi dari hal tersebut dapat dilihat dari dua sisi. Pada satu sisi, perginya perawat yang 
berkualitas ke luar negeri merupakan suatu keuntungan karena suatu saat mereka akan 
kembali ke negeri kita dengan memperoleh banyak pengalaman, meningkatnya ketrampilan, 
dan dapat mengidentifikasi aspek-aspek positif dari negara tempat mereka bekerja. Mereka 
kemudian dapat menerapkan pengetahuan dan ketrampilan yang mereka peroleh sehingga 
diharapkan pada akhirnya kualitas keperawatan di Indonesia pun meningkat. 
Namun demikian, di sisi lain hal ini dapat menimbulkan kekhawatiran bahwa masyarakat kita 
menerima pelayanan keperawatan dari tenaga perawat dengan kualitas yang berbeda. Lebih 
lanjut, rasio jumlah perawat Indonesia per 100.000 penduduk masih jauh di bawah negara 
tetangga seperti Filipina, Malaysia, atau Thailand. Di Indonesia, terdapat 44 perawat per 
100.000, bandingkan dengan 135 perawat di Malaysia, 442 perawat di Filipina, atau 162 
perawat di Thailand). 
Selain itu, kekhawatiran terjadinya brain drain juga perlu dicermati. Brain drain adalah 
berpindahnya tenaga profesional yang terampil dari negara asal ke negara lain dimana mereka 
dapat memperoleh lebih banyak keuntungan seperti keuangan. Di Filipina, misalnya, yang 
merupakan salah satu pengirim tenaga perawat terbesar, kekhawatiran tersebut mulai terjadi. 
Bahkan di sana, tenaga kerja dari profesi lain pun sangat berminat untuk belajar menjadi 
perawat agar selanjutnya dapat bekerja di luar negeri8). 
Tetapi usaha mencegah perawat untuk bekerja di luar negeri dapat menimbulkan pertanyaan, 
misalnya tentang hak asasi untuk bekerja dan juga menghilangkan kesempatan untuk dapat 
belajar pengetahuan dan ketrampilan yang berguna dari negara lain untuk selanjutnya 
diaplikasikan di negara asal9). 
3. Kendala Pada Proses Persiapan Pengiriman Tenaga Perawat 
Dari beberapa laporan diketahui bahwa kendala utama yang dihadapi oleh para perawat 
Indonesia adalah kemampuan berbahasa Inggris dan ketrampilan yang masih kurang3,11). 
Berkenaan dengan ketrampilan perawat Indonesia yang masih kurang, terlihat dari segi 
skoring NLEX yang masih rendah. Ujian NLEX sendiri merupakan prasyarat perawat 
Indonesia untuk dapat bekerja di luar negeri. Sebagai gambaran, skor yang diperoleh perawat 
Indonesia adalah angka 40. Padahal skoring yang dibutuhkan untuk bekerja di Eropa antara 
50 sampai 70 dan di AS antara 70 sampai 803). Dua hal tersebut tampaknya perlu untuk 
segera ditanggulangi selain faktor-faktor lain yang belum teridentifikasi dalam tulisan ini. 
Beranjak dari hal inilah sebenarnya lembaga pendidikan keperawatan di Indonesia dapat 
mulai ikut berperan aktif dalam merumuskan strategi yang tepat dalam mendidik calon 
perawat. 
4. Laporan Penelitian Tentang Pengalaman Perawat yang Bekerja di Luar Negeri 
Laporan tentang pengalaman perawat yang berkerja di luar negeri perlu disampaikan dalam 
tulisan ini agar kita dapat memperoleh gambaran yang lebih menyeluruh. Sampai saat ini 
penulis belum menemukan laporan penelitian yang terkait dengan pengalaman perawat 
Indonesia yang bekerja di luar negeri. Di lain pihak, kebanyakan laporan penelitian di negara 
lain terkait topik tersebut menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Dilaporkan bahwa 
alasan yang mendorong seorang perawat untuk bekerja di luar negeri antara lain gaji yang 
lebih tinggi, prospek karir dan pendidikan yang lebih menjanjikan). 
Pada review penelitian oleh Magnusdottir (2005), penelitian Yi & Jezewski (2000) tentang 
penyesuaian diri 12 Perawat Korea yang bekerja di rumah sakit di AS melaporkan bahwa
pada 2-3 tahun pertama mereka bekerja ditandai dengan usaha mengurangi stress psikologis, 
mengatasi kendala bahasa, dan menyesuaikan diri dengan praktek keperawatan di USA. 
Kemudian pada 5 – 10 tahun kemudian ditandai dengan belajar mengadopsi strategi 
penyelesaian masalah menurut budaya AS dan memelihara hubungan interpersonal. Mereka 
yang berhasil dalam proses tersebut dilaporkan merasa puas). 
Masih dari laporan yang sama, DiCicco-Bloom (2004) melaporkan bawa perawat India yang 
bekerja di AS mengidentifikasi bahwa rasisme dan marginalisasi merupakan issue utama 
selama mereka bekerja di sana. Hasil penelitian Allan & Larsen (2003) di Inggris 
menyebutkan bahwa perawat luar negeri yang bekerja di negara tersebut mengalami 
diskriminasi, eksploitasi, diasingkan oleh rekan kerja, konflik di tempat kerja, dan masalah 
bahasa). 
Beberapa hasil penelitian tersebut menunjukkan cukup banyak tantangan yang dihadapi oleh 
perawat yang bekerja di negara lain. Hal ini semakin menegaskan diperlukannya berbagai 
antisipasi dan persiapan yang matang bagi perawat sebelum mereka berangkat ke negeri 
tujuan. 
5.Peran Lembaga Pendidikan Keperawatan 
Adanya kesempatan bagi perawat yang bekerja di luar negeri dapat dilihat sebagai faktor 
pencetus bagi lembaga pendidikan keperawatan untuk dapat meluluskan perawat berkualitas, 
yang memenuhi tuntutan masyarakat di dalam dan luar negeri, dan mempunyai kemampuan 
untuk bekerja lintas negara dengan sistem perawatan kesehatan dan karakteristik masyarakat 
yang berbeda. 
Indonesia yang terdiri dari lebih dari 17.000 pulau dengan sekitar 200 suku dan 500 bahasa 
sebenarnya merupakan tempat pembelajaran yang sangat potensial bukan hanya bagi para 
peserta didik namun juga bagi para tenaga pendidik. Meskipun nantinya mereka bekerja di 
luar negeri dan menghadapi budaya dan sistem pelayanan kesehatan yang berbeda, namun 
setidaknya mereka telah mulai belajar dari hal-hal yang ada di sekitar mereka. 
Dua strategi utama yang perlu dilaksanakan di lembaga pendidikan keperawatan adalah 
peningkatan kualitas tenaga pendidik dan peningkatan kualitas lembaga pendidikan 
keperawatan. Agar dapat mencetak tenaga perawat yang berkualitas internasional, tentu 
tenaga pendidik perlu menjadikan dirinya sebagai model perawat yang berkompeten. 
Kompetensi tersebut meliputi pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang dibutuhkan 
untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu pada tingkat dan derajat kualitas yang diharapkan. 
Diakui bukan hal yang mudah untuk mencapai standar ini namun bukan berarti tidak dapat 
dimulai. Kemauan untuk terus belajar, baik yang terkait dengan bidang yang ditekuni maupun 
yang di luar bidang tersebut, dan terus meningkatkan kemampuan berbahasa asing 
merupakan modal yang perlu dikuasai. Pendidik juga dituntut untuk mengaplikasikan strategi 
mengajar yang dapat mengembangkan pola berpikir kritis pada calon perawat sehingga 
mereka dapat bekerja di komunitas suku dan budaya yang beragam. 
Strategi yang menyangkut pendidikan keperawatan meliputi upaya peningkatan fasilitas 
pembelajaran yang memungkinkan peserta didik memperoleh ilmu seluas mungkin. Kesan 
bahwa banyak pendidikan keperawatan yang cenderung “kejar setoran saja” perlu dibenahi. 
Ada banyak hal yang dapat dilakukan misalnya dengan melengkapi inventaris perpustakaan, 
berlangganan jurnal-jurnal keperawatan, dan membina kerja sama dengan rumah sakit dan 
komunitas.
Selain itu, sudah diketahui bahwa kesadaran masyarakat tentang pelayanan kesehatan yang 
berkualitas semakin tinggi. Oleh karena itu, lembaga pendidikan pun perlu lebih menyiapkan 
para mahasiswanya agar pada saat kontak langsung dengan masyarakat (baik di rumah sakit 
ataupun di komunitas) mereka telah mempunyai bekal pengetahuan dan ketrampilan yang 
cukup. Fasilitas laboratorium yang kondisinya persis dengan rumah sakit atau pusat 
pelayanan kesehatan menjadi hal yang sangat perlu untuk dikembangkan di lembaga 
pendidikan keperawatan. Di tempat tersebut mahasiswa berlatih pengetahuan dan ketrampilan 
sampai pada tingkat yang diharapkan. Baru kemudian setelah dinyatakan lulus, mereka dapat 
mempraktekkannya di rumah sakit dan atau komunitas. 
Strategi lainnya adalah dengan menjalin kerja sama dengan pihak-pihak lain untuk 
meningkatkan kualitas lulusan. Hal ini telah mulai dilakukan di beberapa lembaga pendidikan 
keperawatan di Indonesia, yaitu kerja sama membuat semacam unit pelatihan untuk persiapan 
perawat bekerja di luar negeri dan merintis pembuatan kurikulum berstandar internasional. 
Dalam pembuatan kurikulum tersebut, tidak dapat diasumsikan bahwa nilai- nilai yang ada 
dalam kurikulum suatu negara dapat serta-merta diaplikasikan di negara yang lain, sehingga 
dibutuhkan saling pengertian, saling menghargai, dan tidak kalah penting, keinginan untuk 
saling belajar nilai- nilai dari negara masing-masing. 
Program pertukaran tenaga pendidik dan mahasiswa keperawatan dari satu institusi ke 
institusi lain di dalam negeri maupun dengan institusi dari luar negeri perlu untuk 
dipertimbangkan. Hal ini dapat membantu mereka untuk memperoleh gambaran masyarakat 
dan sistem pelayanan kesehatan yang berbeda. Namun demikian, tidak semua lembaga 
pendidikan dapat melaksanakan hal ini, terutama karena adanya kendala keuangan dalam 
pelaksanaannya. Salah satu alternatif untuk mengatasinya adalah dengan mengoptimalkan 
penggunaan internet14). Tanpa harus melakukan perjalanan ke negara lain, tenaga pendidik 
maupun peserta didik dapat memperoleh informasi yang dibutuhkan meskipun mungkin 
dalam prosentase yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan melakukan observasi secara 
langsung. Selain itu, menghadiri ataupun mengadakan acara konferensi ilmiah, seminar, atau 
simposium berskala nasional maupun internasional perlu dilakukan untuk membuat dan 
membina jaringan dengan pihak lain. 
Segala kegiatan dan strategi yang dilaksanakan perlu dievaluasi secara terus-menerus. 
Penelitian ilmiah baik oleh tenaga pendidik secara individual maupun secara kelembagaan 
perlu untuk dilakukan dan dikembangkan sehingga kebijakan yang diambil selanjutnya 
mempunyai pijakan yang kuat dan bukan hanya berdasarkan asumsi. Terakhir, peran penting 
lembaga pendidikan keperawatan yang telah teridentifikasi dalam tulisan ini tidak akan 
mencapai hasil yang optimal bila tidak diimbangi oleh dukungan, strategi atau kebijakan 
yang seiring dari pemerintah, organisasi profesi, maupun masyarakat. 
6. Kesimpulan 
Adanya peluang untuk bekerja di luar negeri bagi tenaga perawat Indonesia merupakan hal 
yang menggembirakan sekaligus dapat dijadikan momentum untuk meningkatan kualitas 
perawat Indonesia. Lembaga pendidikan keperawatan di Indonesia mempunyai peran penting 
dalam mempersiapkan perawat berkualitas dan yang mampu bersaing di era pasar global. 
7. Ucapan Terima Kasih 
Penulis mengucapkan terima kasih pada rekan-rekan di Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) 
Kobe dan dr. Thohar Arifin atas saran dan masukan yang sangat berharga pada tulisan ini.
7. Daftar Pustaka 
1. Jumlah Pengangguran Terdidik Bertambah. Website URL 
http://www.suaramerdeka.com/harian/0505/04/ked11.htm 
2. Arab Saudi Butuh 500 Tenaga Medis asal Indonesia. Website URL 
http://www.pusdiknakes.or.id/news/ragam.php3?id=12 
3. Terbuka Lebar Peluang Kerja Perawat di Amerika, Arab dan Eropa. Website URL 
http://www.pusdiknakes.or.id/news/ragam.php3?id=10 
4. Pemberdayaan Profesi dan Tenaga Kesehatan Luar Negeri. Website URL 
http://www.bppsdmk.or.id/profil/puspronakes.php3 
5. Analisa Pasar Tenaga Kerja Kesehatan Indonesia di Berbagai Negara. Website URL 
http://www.bppsdmk.or.id/data/pasar.php3 
6. Bartels, J.E. Educating Nurses for the 21st Century. Nursing and Health Sciences (2005), 
7, 221-225. 
7. Press Release Pelepasan Perawat ke Amerika Serikat. Website URL 
http://www.bppsdmk.or.id/data/sekilasinfo.php3?id=17 
8. Basic Data of Human Resources for Health: Density of all nurses per 100 000 population. 
Website URL http://www.who.int/globalatlas/dataQuery/reportData.asp?rptType=1(last 
updated 26 October 2004) 
9. Perawat, Dokter Filipina Berbondong-bondong ke Luar Negeri. Website URL 
http://www.pusdiknakes.or.id/news/utama.php3?id=26 
10. Robinson, J.J.A. Nurse Education and Nursing Mobility. International Nursing Review, 
2004, 51, hal. 65-66. 
11. Kualitas Perawat Harus Ditingkatkan. Website URL http://www.pikiran-rakyat. 
com/cetak/1004/01/1101.htm 
12. Buchan, J. & Calman, 
L 
. Summary of The Global Shortage of Registered Nurses: An Overview of Issues and Action. 
International Council of Nurses. Website URL 
http://www.icn.ch/global/summary.pdf#search=’rationursepopulation’ 
13. Magnusdottir, H. Overcoming Strangeness and Communication Barriers: A 
Phenomenological Study of Becoming A Foreign Nurse. International Nursing Review, 2005, 
52, hal. 263-269. 
14. Menasionalkan Sastra Indonesia. Website URL http://www.kompas.com/kompas-cetak/ 
0010/07/dikbud/mena08.htm 
15. Davis, D., Stullenbarger, E., Dearman, C., et al. Proposed Nurse Educator Competencies: 
Development and Validation of A Model. Nurse Outlook 2005; 53:206-211. 
16. Gerrish, K. The Globalization of the Nursing Workforce: Implications for Education. 
International Nursing Review, 2004, 51, hal. 65 
Komentar 
1. dina trisnawati mengatakan: 
2 Februari 2010 pukul 21:25 
bekerja diluar negri bersaing dengan negara2 asia jd saran saya no bahasa inggris 
dikuasai karana dengan bahasa inggris kita berkomunikasi dgn healthpracticer 
Balas
o akpersubang mengatakan: 
4 Februari 2010 pukul 13:43 
ok, tx.. sejauh ini, kami berusaha untuk mengembangkan kurikulum MULOK 
tidak hanya diisi dengan Praktek Klinik Keperawatan, sejak kurikulum KBK 
diterapkan, kami sudah mengisi MULOK dengan bahasa Inggris dan bahasa 
Arab yang sudah berjalan 2 semester, dengan besar harapan bahwa hal tsb dpt 
menjadi bekal bagi alumni di dunia kerja. 
Btw, kemarin sosialisasi ttg bekerja di Arab Saudi dan Taiwan sudah 
difasilitasi oleh Disnaker, tp masih bnyk yg ketakutan dan merasa khawatir 
jika harus bekerja di luar negeri. 
Klo Dina tdk keberatan, tlg kirim artikel (lebih bagus lagi jika disertai foto) 
mengenai kegiatan keseharian bekerja di LN beserta kesan2nya, agar dpt 
memotivasi adik2 kelas yg masih ragu utk memilih bekerja jauh dari Indonesia 
tercinta.. 
Balas 
2. syaidin isaf mengatakan: 
22 Maret 2010 pukul 14:16 
satu lagi….ilmu agamanya lebih dipertajam , supaya menjadi perawat yang sukses 
dunia rawu akherat….. 
Balas 
o akpersubang mengatakan: 
25 Maret 2010 pukul 13:06 
aamin. kami semua berharap begitu.. 
Balas 
3. emy mengatakan: 
16 Juni 2011 pukul 11:04 
selain skill keperawatan yang bagus, belajar bahasa inggris , budaya negara yang akan 
dituju 
Balas
Tinggalkan Balasan

Más contenido relacionado

Similar a Globaliasi

Cermin politik perawat indonesia
Cermin politik perawat indonesiaCermin politik perawat indonesia
Cermin politik perawat indonesiaRc Suntown
 
Sella Santi Ramadani-Naskah Ringkas-FPsi-2016
Sella Santi Ramadani-Naskah Ringkas-FPsi-2016Sella Santi Ramadani-Naskah Ringkas-FPsi-2016
Sella Santi Ramadani-Naskah Ringkas-FPsi-2016sella ramadani
 
Peran program pendidikan D III keperawatan
Peran program pendidikan D III keperawatanPeran program pendidikan D III keperawatan
Peran program pendidikan D III keperawatanafidah1995
 
Draft Pedoman RS Pendidikan Diknas
Draft Pedoman RS Pendidikan DiknasDraft Pedoman RS Pendidikan Diknas
Draft Pedoman RS Pendidikan DiknasSuprijanto Rijadi
 
Electronic Nursing Center: Pelatihan Optimalisasi Asuhan Keperawatan melalui ...
Electronic Nursing Center: Pelatihan Optimalisasi Asuhan Keperawatan melalui ...Electronic Nursing Center: Pelatihan Optimalisasi Asuhan Keperawatan melalui ...
Electronic Nursing Center: Pelatihan Optimalisasi Asuhan Keperawatan melalui ...Putri Jayanti Jayanti
 
Bab ii profil dan pengembangan renop 2013 2014
Bab ii profil dan pengembangan renop 2013 2014Bab ii profil dan pengembangan renop 2013 2014
Bab ii profil dan pengembangan renop 2013 2014Muhamad Fauzi
 
Pendidikan Keperawatan Di Indonesia
Pendidikan Keperawatan Di IndonesiaPendidikan Keperawatan Di Indonesia
Pendidikan Keperawatan Di Indonesiapjj_kemenkes
 
Jurnal motivasi perawat indonesia untuk bekerja ke jepang
Jurnal motivasi perawat indonesia untuk bekerja ke jepangJurnal motivasi perawat indonesia untuk bekerja ke jepang
Jurnal motivasi perawat indonesia untuk bekerja ke jepangnrukmana rukmana
 
KODE ETIK KEPERAWATAN
 KODE ETIK KEPERAWATAN KODE ETIK KEPERAWATAN
KODE ETIK KEPERAWATANpjj_kemenkes
 
KODE ETIK KEPERAWATAN
 KODE ETIK KEPERAWATAN KODE ETIK KEPERAWATAN
KODE ETIK KEPERAWATANpjj_kemenkes
 
Laporan pelaksanaan kuliah umum
Laporan pelaksanaan kuliah umumLaporan pelaksanaan kuliah umum
Laporan pelaksanaan kuliah umumyantiyanti45
 

Similar a Globaliasi (20)

Cermin politik perawat indonesia
Cermin politik perawat indonesiaCermin politik perawat indonesia
Cermin politik perawat indonesia
 
Sella Santi Ramadani-Naskah Ringkas-FPsi-2016
Sella Santi Ramadani-Naskah Ringkas-FPsi-2016Sella Santi Ramadani-Naskah Ringkas-FPsi-2016
Sella Santi Ramadani-Naskah Ringkas-FPsi-2016
 
Peran program pendidikan D III keperawatan
Peran program pendidikan D III keperawatanPeran program pendidikan D III keperawatan
Peran program pendidikan D III keperawatan
 
Menjadi Perawat Yang baik
Menjadi Perawat Yang baikMenjadi Perawat Yang baik
Menjadi Perawat Yang baik
 
Artikel 2 lengkap
Artikel 2 lengkapArtikel 2 lengkap
Artikel 2 lengkap
 
Kti
KtiKti
Kti
 
seminar
seminar seminar
seminar
 
Draft Pedoman RS Pendidikan Diknas
Draft Pedoman RS Pendidikan DiknasDraft Pedoman RS Pendidikan Diknas
Draft Pedoman RS Pendidikan Diknas
 
Electronic Nursing Center: Pelatihan Optimalisasi Asuhan Keperawatan melalui ...
Electronic Nursing Center: Pelatihan Optimalisasi Asuhan Keperawatan melalui ...Electronic Nursing Center: Pelatihan Optimalisasi Asuhan Keperawatan melalui ...
Electronic Nursing Center: Pelatihan Optimalisasi Asuhan Keperawatan melalui ...
 
Bab ii profil dan pengembangan renop 2013 2014
Bab ii profil dan pengembangan renop 2013 2014Bab ii profil dan pengembangan renop 2013 2014
Bab ii profil dan pengembangan renop 2013 2014
 
Pendidikan Keperawatan Di Indonesia
Pendidikan Keperawatan Di IndonesiaPendidikan Keperawatan Di Indonesia
Pendidikan Keperawatan Di Indonesia
 
Filsafat keperawatan maternitas jiwa anak
Filsafat keperawatan maternitas jiwa anakFilsafat keperawatan maternitas jiwa anak
Filsafat keperawatan maternitas jiwa anak
 
1 b kel4antropologi
1 b kel4antropologi1 b kel4antropologi
1 b kel4antropologi
 
Jurnal motivasi perawat indonesia untuk bekerja ke jepang
Jurnal motivasi perawat indonesia untuk bekerja ke jepangJurnal motivasi perawat indonesia untuk bekerja ke jepang
Jurnal motivasi perawat indonesia untuk bekerja ke jepang
 
KODE ETIK KEPERAWATAN
 KODE ETIK KEPERAWATAN KODE ETIK KEPERAWATAN
KODE ETIK KEPERAWATAN
 
Vitamin
 Vitamin Vitamin
Vitamin
 
KODE ETIK KEPERAWATAN
 KODE ETIK KEPERAWATAN KODE ETIK KEPERAWATAN
KODE ETIK KEPERAWATAN
 
93981535 keperawatan-maternitas
93981535 keperawatan-maternitas93981535 keperawatan-maternitas
93981535 keperawatan-maternitas
 
Laporan pelaksanaan kuliah umum
Laporan pelaksanaan kuliah umumLaporan pelaksanaan kuliah umum
Laporan pelaksanaan kuliah umum
 
PROFIL PRODI.pptx
PROFIL PRODI.pptxPROFIL PRODI.pptx
PROFIL PRODI.pptx
 

Último

MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfNurulHikmah50658
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTIndraAdm
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)PUNGKYBUDIPANGESTU1
 
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASMATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASbilqisizzati
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSovyOktavianti
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxssuser35630b
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)MustahalMustahal
 
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajaraksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajarHafidRanggasi
 
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...MetalinaSimanjuntak1
 
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah DasarPPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasarrenihartanti
 
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptxPPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptxssuser8905b3
 
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfMAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfChananMfd
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxsyahrulutama16
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 
presentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesiapresentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesiaNILAMSARI269850
 
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSLatsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSdheaprs
 

Último (20)

MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
 
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASMATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
 
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajaraksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
 
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
 
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah DasarPPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
 
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptxPPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
 
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfMAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
presentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesiapresentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesia
 
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSLatsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
 

Globaliasi

  • 1. Prof Hawthorne mengatakan saat ini perawat muncul sebagai salah satu profesi dinamis, dengan Asia sebagai sumber utamanya. Berdasarkan riset ini, Hwathorne menyimpulkan perkembangan dan kompetisi global berdampak pada meningkatnya kebutuhan akan perawat berpengalaman, memiliki kompetensi internasional, didukung kemampuan berbahasa yang baik. LOGO Universitas Pelita Harapan diambil dari http://id.wikipedia.org STRATEGI DALAM MENYIAPKAN PERAWAT PROFFESIONAL YANG MAMPU BERSAING DI ERA GLOBALISASI LU’AILIYUN NADHIROH Abstract In the era where number of educated unemployee rising sharply by year to year. There is an opportunity for Indonesia nurses to work a broad as a health professionals and enter the globalization era. Yet, still there are many constaint indelivering process. Based on this fact of situation, writer try to criticize, “The strategy tocreate professional nurse who can compete in globalization era”. Writer use a descriptif metode to determine the importance of many institution roles, such as government and nursing educational institute. Nursing educational institute had a great role in educational preparation. Therefore, the lecturers quality as well as the Institute quality it self played an important act in this field. While government roles is to provide a guiding framework in an intensive preparation training for nurse to work in foreign countries as a health professionals at global levels. Key words: Professional nurse, Globalization eraAbstrak Ditengah semakin meningkatnya pengangguran terdidik dari tahun ke tahun, terdapat suatu peluang bagi perawat di Indonesia untuk dapat dikirim ke luar negeri sebagai perawat professional, dan bersaing di Era Globalisasi. Namun masih ada banyak kendala untuk proses pengiriman tenaga perawat ke Luar Negeri. Dari latar belakang tersebut, penulis membahas tentang bagaimana strategi dalam menyiapkan perawat ke luar negeri yang mampu bersaing di era globalisasi. Penulis menggunakan metode penulisan deskriptif untuk menggambarkan bahwa pentingnya peran Lembaga Pendidikan, baik dari kualitas tenaga pendidik maupun kualitas lembaga pendidikan keperawatan dan perlu adanya peran serta pemerintah untuk memfasilitasi pelatihan intensif persiapan tenaga perawat ke luar negeri, untuk menghasilkan perawat professional yang mampu bersaing di era globalisasi. Kata kunci : Perawat professional, era globalisasi I. PENDAHULUAN Saat ini rasio perbandingan jumlah perawat dan penduduk di Indonesia adalah 1:44, sebuah angka yang rendah jika kita bandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Thailand dan Filipina (Wati, 2007). Meski jumlah tersebut rendah, namun sepertinya tidak memungkinkan lagi bagi healthcare provider untuk menerima tambahan perawat baru karena besaran beban keuangan. Ditengah semakin meningkatnya pengangguran terdidik dari tahun ke tahun, terdapat suatu peluang bagi perawat di Indonesia untuk dapat dikirim ke luar negeri sebagai perawat professional, dan diakui oleh dunia. Perawat Indonesia mempunyai peluang untuk dapat
  • 2. bekerja di Timur tengah (Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, dan Kuwait), bahkan sudah merambah ke negara-negara maju seperti Amerika serikat, Australia, benua Eropa (Inggris, Belanda, Norwegia), dan Jepang. Kebutuhan Perawat Profesional (Registered Nurse) di dunia Barat (Amerika, Eropa, Australia, Canada, Jepang) meningkat dengan pesat, sejalan dengan penuaan usia baby boomer dan menurunnya keinginan menjadi Perawat pada generasi muda di Barat. Diperkirakan di Amerika saja kekurangan perawat profesional berkisar antara satu juta orang ditahun 2015 nanti. Pada saat ini kekurangan perawat ditutup oleh perawat dari tiga negara Asia, yaitu: Filipina, China dan India. Padahal secara demografis, Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk yang terbesar keempat didunia, sehingga peran Indonesia dalam memasok tenaga Perawat Profesional keluar negeri adalah hal yang dapat dan bisa dilaksanakan. Jadi dimana masalahnya ? Dari sudut supply terlihat besarnya jumlah Akademi Perawat yang mendidik Perawat D3, yang berjumlah lebih dari 1000 Akper diseluruh Indonesia. Jumlah Sarjana Keperawatan masih relatif kecil, karena Program Studi Sarjana Keperawatan baru sekitar duapuluhan, dan baru dimulai sejak 5 tahun yang lalu. Namun kelemahan mendasar ialah para lulusan Perawat ini standar kompetensinya tidak diakui oleh dunia Internasional. Sebagai contoh lulusan Perawat Malaysia diakui oleh Negara Commonwealth, dan lulusan Filipina langsung bisa bekerja di Amerika dan Eropa. Kelemahan kedua ialah kemampuan bahasa Inggris yang lemah, yang dibutuhkan dalam kompetisi tingkat internasional. Berkenaan dengan ketrampilan perawat Indonesia yang masih kurang, terlihat dari segi skoring NCLEX (The National Council Licensure Examination) yang masih rendah. Ujian NCLEX sendiri merupakan prasyarat perawat Indonesia untuk dapat bekerja di luar negeri. Sebagai gambaran, skor yang diperoleh perawat Indonesia adalah angka 40. Padahal skoring yang dibutuhkan untuk bekerja di Eropa antara 50 sampai 70 dan di AS antara 70 sampai 80 (Syaifoel, 2008). Di Indonesia, Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (PPSDM Kesehatan) melaporkan bahwa jumlah terbesar Tenaga Kesehatan Profesional Indonesia (TKPI) yang telah bekerja di luar negeri mulai 1989 sampai dengan 2003 adalah perawat (97.48% dari total sebanyak 2494 orang). Meskipun jumlah perawat yang bekerja di luar negeri menempati prosentase terbesar dibandingkan tenaga kesehatan yang lain, masih terdapat beberapa poin penting yang perlu menjadi perhatian dan ditanggulangi mulai dari saat ini.( ferryefendi, 2007). Dari latar belakang di atas, penulis akan mambahas tentang bagaimana menyiapkan perawat ke luar negeri yang mampu bersaing di era globalisasi, dan kemudian mencoba mengidentifikasi peran penting lembaga pendidikan keperawatan di Indonesia agar dapat mempersiapkan perawat yang siap berkompetisi di era pasar global. Diharapkan tulisan dapat memberikan kontribusi dan sumbang saran bagi berbagai pihak terkait, terutama bagi lembaga pendidikan keperawatan serta organisasi profesi keperawatan dan juga pemerintah. II. PEMBAHASAN / KAJIAN A. Pendidikan Keperawatan di Indonesia Indonesia baru mengembangkan program Sarjana Keperawatan sejak 5 tahun yang lalu, dan dalam program pendidikannya memisahkan Program Pendidikan Sarjana Keperawatan (4 tahun) dimana lulusannya bergelar SKp (Sarjana Keperawatan). Setelah lulus para SKp mengambil Program Pendidikan Profesi Keperawatan (1,5 tahun) yang lulusannya bergelar
  • 3. Ners. Masalahnya, Gelar SKp dan Ners ini hanya berlaku di Indonesia, dan tidak diakui dunia Internasional (Rijadi, 2005). B. Perawat Profesional (Registered Nurse) Perawat professional adalah seorang perawat yang telah menyelesaikan pendidikan keperawatan dan berkompetensi untuk melakukan pelayanan keperawatan klinik yang dibuktikan dengan sertifikat Registered Nurse (RN) melalui proses akreditasi (IRNI, 2008). Sejalan dengan berkembangnya profesi keperawatan, berbagai jenis pendidikan yang menawarkan untuk menjadi Registered Nurse (perawat terdaftar) juga ikut berekembang. Pada awalnya sekolah-sekolah keperawatan milik rumah sakit dikembangkan untuk mendidik pearawat yang ingin bekerja di rumah sakit tersebut. Karena keperawatan secara terus-menerus mengembangkan keilmuannya, proses pendidikan formal dikembangkan untuk menyakinkan konsistensi dari tingkat pendidikan dalam institusi. Konsistensi tersebut juga dibutuhkan untuk mendapat sertifikasi RN (Registered Nurse). Di amerika Serikat seorang individu dapat menjadi RN melalui program pendidikan tingkat dasar, diploma, atau sarjana. Sedangkan di Canada melalui program pendidikan dploma dan sarjana (Potter dan Perry, 2005). C. Persyaratan Menjadi Perawat Profesional yang Mampu Bersaing di Era Globalisasi Kebutuhan tenaga perawat di Negara maju seperti : Amerika, Canada, Eropa, Australia, Jepang dan Timur Tengah melonjak dengan drastis sejak tahun 1980. Diperkirakan bahwa kebutuhan tenaga perawat di Amerika ditahun 1980 sekitar 200,000 perawat, dan kebutuhan ini akan melonjak menjadi 500,000 perawat ditahun 2020, untuk mendukung kebutuhan pelayanan kesehatan di Amerika. Untuk seluruh Negara maju diatas kebutuhan perawat diperkirakan mencapai 1 juta perawat pada tahun 2020 (Rijadi, 2005). Kebutuhan perawat ini dipenuhi oleh Perawat dari negara berkembang yang mempunyai tenaga keperawatan yang sesuai dengan standar dunia. Tiga sumber utama tenaga keperawatan dunia ialah dari Phillippine, India dan China. Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, seharusnya mampu mengekspor tenaga keperawatan sesuai dengan kebutuhan dunia diatas. Mengapa kita tidak bisa mengirimkan tenaga keperawatan dengan standar dunia diatas? Perawat Indonesia hingga saat ini belum bisa bersaing dengan perawat Philippine dan India, karena faktor Bahasa Inggris sebagai media komunikasi di negara tujuan. Bahasa Inggris ini diukur dengan Nilai Test IELTS (International English Language Testing System) dengan Nilai Overall adalah 6,5. Test IELTS terdiri dari 4 komponen: a. Mendengar (30 menit), b) Membaca (60 menit), c) Menulis (60 menit), dan d) Bicara (15 menit). Di Indonesia IELTS tes dilakukan di IDP Education Australia di jalan Kuningan Jakarta, dan British Council di Jakarta. Faktor kedua, ialah Sertifikasi Keperawatan Internasional. Standar Perawat dalam dunia ialah lulusan Universitas yang bergelar Bachelor of Science in Nursing (BSN), dan mempunyai Sertifikasi RN (Registered Nurse). Perawat RN dari India, Malaysia akan diakui sertifikasinya oleh negara2 Commonwealth karena standar pendidikan keperawatannya sudah dibuat sama dengan standar Internasional. Demikian juga Perawat Phillippine, begitu mereka lulus BSN mereka mengambil Sertifikasi RN di Philippine yang diakui oleh dunia Internasional. Bahasa Inggris tidak menjadi masalah bagi mereka, karena mereka sehari-hari
  • 4. menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa kedua mereka (Rijadi, 2005). Untuk dapat mempersiapkan diri dalam test tulis keperawatan, maka secara Internasional semua negara mengadopsi model NCLEX-RN (The National Council Licensure Examination for Registered Nurses) yang tentu saja perlu dipelajari oleh perawat Indonesia. Test NCLEX-RN ini terdiri dari rangkaian pertanyaan simultan dalam konsep keperawatan yang terdiri dari 5 tahapan proses keperawatan (Pengkajian-Analisa-Perencanaan-Inplementasi-Evaluasi) dan 4 konsep katagori kebutuhan manusia (Safe effective care environtment – Health promotion and maintenance – Psychosocial integrity – Physiological Integrity) (Nurmatono, 2006). Melihat persyaratan yang harus dipenuhi tersebut, kita dapat mengasumsikan bahwa tenaga perawat yang bekerja di luar negeri tentu merupakan perawat pilihan dan mempunyai kemampuan yang dapat di andalkan dalam memberikan perawatan yang berkualitas. Untuk menghasilkan perawat yang professional, tidak lepas dari peran lembaga pendidikan keperawatan di Indonesia dalam bertanggung jawab mempersiapkan perawat yang berkualitas dan mampu bersaing di era pasar global (Hapsari, 2006). Kendala-kendala tersebut perlu untuk segera ditanggulangi selain faktor-faktor lain yang belum teridentifikasi dalam tulisan ini. Beranjak dari hal inilah sebenarnya lembaga pendidikan keperawatan di Indonesia dapat mulai ikut berperan aktif dalam merumuskan strategi yang tepat dalam mendidik calon perawat. Keberadaan sistem pendidikan tinggi keperawatan dengan berbagai keluarannya harus dapat memacu proses profesionalisasi keperawatan yang sedang berlangsung di Indonesia sehingga keperawatan sebagai profesi dapat berperan sepenuhnya dalam upaya pembangunan kesehatan masyarakat, serta berperan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan (Kusnanto, 2004). III. METODE PENULISAN Metode penulisan yang digunakan adalah metode penulisan deskriptif. Menurut “Notoatmodjo, 1993” penulisan deskriptif adalah suatu metode penulisan yang dilakukan dengan tujuan utama membuat gambaran atau deskriptif tentang suatu keadaan secara obyektif. Metode penulisan deskriptif memecahkan atau menjawab permasalahan yang sedang dihadapi pada situasi sekarang. Penulis menggambarkan fenomena tentang persiapan perawat ke luar negeri, dan kemudian mencoba mengidentifikasi peran penting lembaga pendidikan keperawatan di Indonesia agar dapat mempersiapkan perawat yang siap berkompetisi di era pasar global. Penulisan ini dilakukan dengan menempuh langkah- langkah ; Pengumpulan data, klasifikasi, pengolahan analisis data, dan membuat kesimpulan. Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan pengumpulan data dengan mencari informasi dari kepustakaan (buku, Koran, majalah, browsing), mengenai hal-hal yang ada relevansinya dengan judul garapan (Arifin,2000). Penulis mendapatkan sumber data dari buku dan internet. Setelah data terkumpuil, penulis menyeleksi data tersebut untuk kemudian dipakai dalam penyusunan karya ilmiah. Setelah menyeleksi, penulis melakukan pengolahan data untuk kemudian membuat analisis karya ilmiah. IV. HASIL KAJIAN Untuk menghasilkan perawat professional yang mampu memberikan pelayanan prima, merupakan tidak lepas dari tanggung jawab dari Lembaga pendidikan. Perawat di harapkan mampu memenuhi tuntutan masyarakat di dalam negeri, dan mempunyai kemampuan untuk bekerja lintas Negara dengan sistem perawatan kesehatan dan karakteristik masyarakat yang
  • 5. berbeda. Hanya saja memang mesti ada target-target angka dari lembaga/pengelola penempatan perawat atau PPNI sebagai organisasi profesi dengan di dukung oleh pemerintah untuk memanfaat peluang kebutuhan Negara-negara maju akan perawat, misalnya dapat menjadikan hal ini dalam program yang terintegrasi. Sehingga banyaknya lulusan D3/S1 yang belum bekerja saat ini dapat dijembatani dengan Program Penempatan Perawat Indonesia diluar negeri yang terintegrasi dalam model konsursium nasional . Saat ini ada sekitar 250.000 perawat Indonesia, seandainya kita mematok target di tahun 2010 katakan saja 10%-nya bekerja diluar negeri, maka ada 25.000 perawat (saat ini baru 5.000) perawat Indonesia yang bekerja diluar negeri. Angka tersebut masih kecil sekali, jika dibandingkan 40% total perawat India dan Philipina yang bekerja di luar negaranya, dimana mereka memang terinspirasi sejak di perkuliahan (Nurmatono 2006). A. Pengembangan Pendidikan Keperawatan Untuk menghasilkan perawat professional yang mampu memberikan pelayanan prima, merupakan tidak lepas dari tanggung jawab dari Lembaga pendidikan. Perawat di harapkan mampu memenuhi tuntutan masyarakat di dalam negeri, dan mempunyai kemampuan untuk bekerja lintas Negara dengan sistem perawatan kesehatan dan karakteristik masyarakat yang berbeda. Strategi yang perlu di kembangkan pada lembaga pendidikan keperawatan adalah peningkatan kualitas tenaga pendidik dan peningkatan kualitas lembaga pendidikan keperawatan (Hapsari, 2006). 1. Peningkatan kualitas tenaga pendidik Tenaga pendidik merupakan role model perawat proffesional yang kompeten. Kompetensi yang dimaksud adalah dalam hal pengetahuan, pengalaman, ketrampilan dan kemampuan dalam melakukan praktek keperawatan. Kompetensi tersebut tentunya dimiliki oleh tenaga pendidik yang telah melaksanakan program pendidikan tinggi keperawatan minimal S1, mampu melakukan praktik klinik keperawatan. Kemampuan untuk terus belajar, baik yang terkait dengan ilmu keperawatan maupun disiplin ilmu lain, dan terus meningkatakan kemampuan berbahasa asing merupakan modal yang perlu di kuasai, karena di tuntut mampu mengaplikasikan kurikulum berbasis standard International. Pendidik juga di tuntut untuk mengaolikasikan strategi mengajar yang dapat mengembangkan pola pikir kritis pada calon perawat sehingga mereka dapat bekerja di komunitas dan budaya yang beragam. Karena untuk keluar negeri, disamping ketrampilan dalam ilmu keperawatan itu sendiri, kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan, budaya dan sistem pelayanan kesehatan yang berbeda, juga sangat di perlukan supaya tidak terjadi shock kultur. 2. Peningkatan kualitas tenaga pendidik Strategi yang menyangkut peningkatan kualitas lembaga pendidikan keperawatan meliputi upaya peningkatan fasilitas pembelajaran yang memungkinkan peserta didik memperoleh ilmu seluas mungkin, diantaranya adalah : a. Sarana-prasarana laboratorium di sesuaikan dengan yang ada di RS dan/ komunitas, sehingga peserta didik berlatih pengetahuan dan ketrampilan sampai pada tingkat yang di harapkan. Sehingga menghasilkan mutu lulusan yan gsiap memberikan asuhan pelayanan keperawatan secara professional dan sesuai dengan tuntutan masyarakat. b. Melengkapi inventaris perpustakaan dengan buku-buku yang berasal dari dalam dan luar negeri. Sehingga staf akademik dan peserta didik dapat melatih kemampuan berbahasa inggris dan mendapat informasi yang luas khususnya standard kurikulum keperawatan professional.
  • 6. c. Menggunakan model kurikulum berbasis kompetensi standard internasional. Sehingga klien mendapatkan asuhan keperawatan yang berkualitas sesuai dengan standard praktek. Keuntungan lain perawat mendapat perlindungan hukum bila muncul masalah hukum yang berhubungan dengan standard praktik keperawatan. Karena standard Internasional merupakan berdasarkan studi lapangan yang sudah melalui proses penelitian. d. Menambah kurikulum bahasa Inggris, serta mengadakan kursus-kursus tambahan di luar jam belajar efektif. Misalnya ; English for Nurse, TOEFL, IELTS. e. Menyediakan fasilitas teknologi informasi bagi staf akademik dan mahasiswa, yaitu;  Komputer bagi mahasiswa dengan rasio 1:5, sedangkan untuk staf akademik minimal 1 komputer  Tersedia jaringan internet yang menjamin komunikasi antara pimpinan institusi pendidikan keperawatan, staf akademik, dan mahasiswa. Fasilitas- fasilitas tersebut penting sekali, karena di luar Negeri semua proses kegiatan pekerjaan menggunakan system computer, di samping itu memudahkan mahasiswa untuk mendapat informasi seluas mungkin yang mungkin tidak di dapat dalam proses pembelajaran. f. Institusi pendidikan keperawatan harus mengalokasikan anggaran untuk menjamin aktivitas penelitian staf akademik, memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk melakukan penelitian selama pendidikan, di bawah bimbingan staf akademik, dan penelitian yang dilakukan hendaknya bermanfaat untuk meningkatkan suasana akademik, memberikan dasar-dasar proses penelitian yang benar pada mahasiswa, perbaikan kurikulum dan upaya pemecahan masalah kesehatan masyarakat. g. Institusi pendidikan keperawatan memberi kesempatan pada mahasiswa ke luar negeri dalam rangka pengayaan pengalaman belajar mahasiswa yang nantinya bisa di informasikan kepada rekan-rekan mahasiswa lainnya. Segala kegiatan dan strategi yang dilaksanakan, tentunya perlu di evaluasi secara terus-menerus, untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. B. Strategi Mewujudkan Sertifikasi RN Proses pengiriman perawat ke luar Negeri tidak lepas dari peran serta Organisasi perawat (PPNI) serta pemerintah. Untuk menghasilkan perawat professional yang berkompetensi untuk bersaing di era globalisasi, perlu adanya strategi untuk mencapai target dalam peningkatan kompetensi keperawatan serta menghasilkan perawat professional yang mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara prima, dan yang paling penting adalah bisa di terima oleh dunia Internasional sebagai perawat professional yang telah teregistrasi dan mempunyai sertifikasi keperawatan Internasional. Genderang revolusi budaya di pelayanan keperawatan sudah digulirkan dan disepakati baik di Negara-negara anggota APEC maupun Negara-negara ASEAN. Pada konferensi Internasional APEC bidang keperawatan pada 6-7 desember 2006 di Jakarta dan MRA on Nursing Services tingkat ASEAN pada tanggal 8 Desember 2006, disepakati bahwa : migrasi dan pelatihan tenaga keperawatan menggunakan satu tanda yaitu RN (Registered Nurse) sebagai tanda perawat tersebut adalah perawat professional, yang dianggap mampu dan memperoleh izin melakukan praktik dan pelayanan keperawatan. RN adalah satu-satunya tanda yang disepakati untuk tenaga keperawatan di Negara-negara ASEAN dan Negara-negara APEC, termasuk kesepakatan penggajian dan jenjang karir (IRNI,2008). Dengan pertimbangan bahwa dunia Internasional memberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk mewujudkan RN di dalam negeri, maka tidak sulit untuk diwujudkan apabila mendapat dukungan politik dari pemimpin bangsa dan pemerintah dalam turut serta merumuskan dan melegalkan Undang-Undang yang dibutuhkan termasuk implementasinya akan mempercepat terbangunnya sistem RN di Indonesia (IRNI, 2008).
  • 7. Apabila Strategi ini dapat dilaksanakan di Indonesia, maka perawat Indonesia mampu bersaing dan di akui oleh bangsa-bangsa di dunia, sebagai perawat professional. Dibawah ini merupakan skema sertifikasi profesi keperawatan yang dapat digunakan sebagai acuan oleh pemerintah dan organisasi perawat. Gb1. IRNI 2008 Adapun strategi untuk mewujudkan Sertifikasi RN yang dapat dilaksanakan adalah sebagai berikut : 1. Menggerakkan dan memberdayakan elemen-elemen bangsa (stake holder) untuk berperan serta aktif mewujudkan infrastruktur sistem sertifikasi RN. Elemen-elemen bangsa yang dilibatkan yaitu Legislatif, eksekutif seperti Presiden dan eksekutif di tingkat departemen dan pemerintah daerah. Asosiasi industri kesehatan, asosiasi jasa pengerah tenaga kerja dan berbagai puhak yang akan mendapatkan manfaat dengan terwujudnya registrasi RN, termasuk kalangan selebritis. 2. Melaksanakan studi banding ke Negara-negara yang telah mengimplementasikan sistem RN, seperti Thailand, Filipina, dan Malaysia. Kita juga bisa melakukan replikasi sistem dari Negara tersebut, apabila diperlukan dan dianggap paling bisa diterapkan di Indonesia. 3. Melaksanakan capacity Building dan konsolidasi terhadap kader-kader terbaik. 4. Membentuk Lembaga Diklat Profesi (LDP) Keperawatan, seperti LKKI (Lembaga Kajian Keperawatan Indonesia). 5. Membentuk Lembaga Sertifikasi Profesi RN (LSP-RN). 6. Melakukan kajian-kajian strategis yang akan diplubikasikan dalam bentuk Nursing Leadership Seminar, media cetak, dan elektronik. 7. Membentuk Nursing Leadership Development Center (NLDC), yang dapat mengembangkan jiwa dan kemampuan kepemimpinanperawat (RN) lintas profesi dan lintas generasi (transkultural Leadership). Diharapkan semakin memantapkan sistem RN di Indonesia (IRNI, 2008). C. Peningkatan Kompetensi Keperawatan Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan FK UGM dokter Sunartini SpAk ketika melantik 100 perawat mengatakan, untuk melengkapi kompetensi perawat profesional berstandar internasional perlu dikembangkan unit pelatihan. Unit itu bertujuan meningkatkan kemampuan kognitif dan keterampilan dalam keperawatan (Suara Merdeka). Langkah yang harus di lakukan adalah dengan membuka kelas khusus persiapan pemberangkatan perawat ke luar negeri, yang bertujuan membekali perawat-perawat dengan bahasa, kompetensi keperawatan, dan kultur negara-negara tujuan. Materi pelatihan di berikan oleh para perawat yang mempunyai pengalaman dari luar negeri dan telah menjadi perawat teregistrasi dengan sertifikasi Internasional (Registered Nurse). Program pelatihan telah mengikuti program yang disepakati oleh lembaga-lembaga pengguna Internasional, dengan memberikan materi pelatihan tentang standard kompetensi Internasional. Program tersebut bisa berupa teori di kelas, maupun dengan praktek di Rumah Sakit maupun di klinik untuk memberikan pelatihan kompetensi dan menguatkan skill para perawat. Misalnya dengan memberikan latihan mengerjakan soal-soal ENCLEX, IELTS dari buku maupun melalui computer, karena dengan adanya latihan yang intensif mengerjakan soal-soal ENCLEX, di harapkan perawat dapat lulus test yang di syaratkan oleh Negara-negara pengguna. Selanjutnya dengan mempelajari budaya yang ada di Negara tujuan, yang di harapkan
  • 8. perawat yang di kirim ke luar negeri tidak mengalami culture shock, dan yang terpenting melatih kesiapan fisik serta mental perawat yang akan berangkat ke luar Negeri. Pelatihan di akhiri dengan ujian yang diakui oleh Internasional, sehingga perawat lulusan dari pelatihan di akui oleh Internasional dan mampu memberikan pelayanan prima. Pelatihan tersebut akan terwujud dengan adanya dukungan dari pemerintah dengan memfasilitasi pelatihan secara maksimal. V. KESIMPULAN Ditengah semakin meningkatnya pengangguran terdidik dari tahun ke tahun, terdapat suatu peluang bagi perawat di Indonesia untuk dapat dikirim ke luar negeri sebagai perawat professional, dan diakui oleh dunia. Perawat Indonesia mempunyai peluang untuk dapat bekerja di Timur tengah (Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, dan Kuwait), bahkan sudah merambah ke negara-negara maju seperti Amerika serikat, Australia, benua Eropa (Inggris, Belanda, Norwegia), dan Jepang. Untuk menghasilkan perawat professional yang mampu memberikan pelayanan prima, merupakan tidak lepas dari tanggung jawab dari Lembaga pendidikan. Strategi yang perlu di kembangkan pada lembaga pendidikan keperawatan adalah peningkatan kualitas tenaga pendidik dan peningkatan kualitas lembaga pendidikan keperawatan. Hanya saja memang mesti ada target-target angka dari lembaga/pengelola penempatan perawat atau PPNI sebagai organisasi profesi dengan di dukung oleh pemerintah untuk memanfaat peluang kebutuhan Negara-negara maju akan perawat, Dengan pertimbangan bahwa dunia Internasional memberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk mewujudkan RN di dalam negeri, maka tidak sulit untuk diwujudkan apabila mendapat dukungan politik dari pemimpin bangsa dan pemerintah dalam turut serta merumuskan dan melegalkan Undang-Undang yang dibutuhkan termasuk implementasinya akan mempercepat terbangunnya sistem RN di Indonesia. Untuk melengkapi kompetensi perawat profesional berstandar internasional juga perlu dikembangkan unit pelatihan dengan mengadakan program pelatihan intensif untuk mempersiapkan perawat ke luar Negeri. Menyiapkan Perawat yang Siap Berkompetisi di Era Pasar Global Oleh : Elsi Dwi Hapsari Izin Cetak 1. Pendahuluan Beberapa tahun terakhir ini, pengiriman tenaga kesehatan Indonesia ke luar negeri, khususnya perawat, menjadi perbincangan yang cukup hangat di berbagai kalangan. Di tengah semakin meningkatnya jumlah pengangguran terdidik dari tahun ke tahun1), tentu merupakan hal yang melegakan bahwa perawat dari Indonesia dilaporkan berpeluang bekerja di Amerika Serikat (AS)
  • 9. dan negara-negara di Benua Eropa (Inggris, Belanda, Norwegia), Timur Tengah (Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Kuwait) dan kawasan Asia Tenggara (Singapura, Malaysia)2-4). Jumlah permintaan berkisar antara 30 orang sampai dengan tidak terbatas5). Kekurangan perawat di dalam negeri merupakan alasan utama negara-negara tersebut untuk menerima tenaga dari luar negeri. Di AS, misalnya, pada 2005 mengalami kekurangan 150.000 perawat, pada 2010 jumlah tersebut menjadi 275.000, pada 2015 sejumlah 507.000, dan pada 2020 menjadi 808.000 perawat. Namun demikian, kekurangan tersebut tersebut menyebabkan mereka lebih berfokus pada bagaimana menghasilkan perawat yang lebih banyak, bukan untuk mencetak perawat yang berpendidikan lebih baik6). Di Indonesia, Badan Pengembangan dan Pemberdayaan kesehatan SDM Kesehatan (PPSDM Kesehatan) melaporkan bahwa jumlah terbesar Tenaga Kesehatan Profesional Indonesia (TKPI) yang telah bekerja di luar negeri mulai 1989 sampai dengan 2003 adalah perawat (97.48% dari total sebanyak 2494 orang)4). Meskipun jumlah perawat yang bekerja di luar negeri menempati prosentase terbesar dibandingkan tenaga kesehatan yang lain, masih terdapat beberapa poin penting yang perlu menjadi perhatian dan ditanggulangi mulai dari saat ini. Tulisan ini mengulas secara singkat tentang persyaratan/ kompetensi yang dibutuhkan agar perawat dapat bekerja di luar negeri, kendala yang muncul dalam proses persiapan pengiriman tenaga perawat Indonesia ke luar negeri, hasil review laporan penelitian tentang perawat yang bekerja di luar negeri dan kemudian penulis mencoba
  • 10. mengidenfikasi peran penting lembaga pendidikan keperawatan di Indonesia agar dapat mempersiapkan perawat yang siap berkompetisi di era pasar global. Diharapkan tulisan ini dapat memberikan kontribusi dan sumbang saran bagi berbagai pihak terkait, terutama bagi lembaga pendidikan keperawatan dan tenaga pendidik perawat di berbagai jenjang pendidikan di tanah air. 2. Persyaratan untuk Bekerja di Luar Negeri Bagi Perawat Pada umumnya persyaratan yang dibutuhkan agar perawat dapat bekerja di luar negeri adalah lulusan Diploma III Keperawatan dengan dua tahun pengalaman kerja5). Selain itu juga terdapat batasan usia, misalnya untuk dapat bekerja di Uni Emirat Arab atau Kuwait, perawat harus berusia kurang dari 35 tahun. Kemampuan berbahasa Inggris disyaratkan pada beberapa negara seperti Inggris (skor IELTS 6) atau AS (skor TOEFL 540)5,7). Syarat penting lainnya adalah lolos ujian NLEX (National Licence Examination)3). Melihat persyaratan yang harus dipenuhi tersebut, kita dapat mengasumsikan bahwa tenaga perawat yang bekerja di luar negeri tentu merupakan perawat pilihan dan mempunyai kemampuan yang dapat diandalkan dalam memberikan perawatan yang berkualitas. Implikasi dari hal tersebut dapat dilihat dari dua sisi. Pada satu sisi, perginya perawat yang berkualitas ke luar negeri merupakan suatu keuntungan karena suatu saat mereka akan kembali ke negeri kita dengan memperoleh banyak pengalaman, meningkatnya ketrampilan, dan dapat mengidentifikasi aspek-aspek positif dari negara tempat mereka bekerja. Mereka kemudian dapat menerapkan pengetahuan
  • 11. dan ketrampilan yang mereka peroleh sehingga diharapkan pada akhirnya kualitas keperawatan di Indonesia pun meningkat. Namun demikian, di sisi lain hal ini dapat menimbulkan kekhawatiran bahwa masyarakat kita menerima pelayanan keperawatan dari tenaga perawat dengan kualitas yang berbeda. Lebih lanjut, rasio jumlah perawat Indonesia per 100.000 penduduk masih jauh di bawah negara tetangga seperti Filipina, Malaysia, atau Thailand. Di Indonesia, terdapat 44 perawat per 100.000, bandingkan dengan 135 perawat di Malaysia, 442 perawat di Filipina, atau 162 perawat di Thailand8). Selain itu, kekhawatiran terjadinya brain drain juga perlu dicermati. Brain drain adalah berpindahnya tenaga profesional yang terampil dari negara asal ke negara lain dimana mereka dapat memperoleh lebih banyak keuntungan seperti keuangan. Di Filipina, misalnya, yang merupakan salah satu pengirim tenaga perawat terbesar, kekhawatiran tersebut mulai terjadi. Bahkan di sana, tenaga kerja dari profesi lain pun sangat berminat untuk belajar menjadi perawat agar selanjutnya dapat bekerja di luar negeri8). Tetapi usaha mencegah perawat untuk bekerja di luar negeri dapat menimbulkan pertanyaan, misalnya tentang hak asasi untuk bekerja dan juga menghilangkan kesempatan untuk dapat belajar pengetahuan dan ketrampilan yang berguna dari negara lain untuk selanjutnya diaplikasikan di negara asal9). 3. Kendala Pada Proses Persiapan Pengiriman Tenaga Perawat Dari beberapa laporan diketahui bahwa kendala utama yang dihadapi oleh para
  • 12. perawat Indonesia adalah kemampuan berbahasa Inggris dan ketrampilan yang masih kurang3,11). Berkenaan dengan ketrampilan perawat Indonesia yang masih kurang, terlihat dari segi skoring NLEX yang masih rendah. Ujian NLEX sendiri merupakan prasyarat perawat Indonesia untuk dapat bekerja di luar negeri. Sebagai gambaran, skor yang diperoleh perawat Indonesia adalah angka 40. Padahal skoring yang dibutuhkan untuk bekerja di Eropa antara 50 sampai 70 dan di AS antara 70 sampai 803). Dua hal tersebut tampaknya perlu untuk segera ditanggulangi selain faktor-faktor lain yang belum teridentifikasi dalam tulisan ini. Beranjak dari hal inilah sebenarnya lembaga pendidikan keperawatan di Indonesia dapat mulai ikut berperan aktif dalam merumuskan strategi yang tepat dalam mendidik calon perawat. 4. Laporan Penelitian Tentang Pengalaman Perawat yang Bekerja di Luar Negeri Laporan tentang pengalaman perawat yang berkerja di luar negeri perlu disampaikan dalam tulisan ini agar kita dapat memperoleh gambaran yang lebih menyeluruh. Sampai saat ini penulis belum menemukan laporan penelitian yang terkait dengan pengalaman perawat Indonesia yang bekerja di luar negeri. Di lain pihak, kebanyakan laporan penelitian di negara lain terkait topik tersebut menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Dilaporkan bahwa alasan yang mendorong seorang perawat untuk bekerja di luar negeri antara lain gaji yang lebih tinggi, prospek karir dan pendidikan yang lebih menjanjikan12). Pada review penelitian oleh Magnusdottir (2005), penelitian Yi & Jezewski (2000) tentang penyesuaian diri 12 Perawat Korea yang bekerja di rumah sakit di AS
  • 13. melaporkan bahwa pada 2-3 tahun pertama mereka bekerja ditandai dengan usaha mengurangi stress psikologis, mengatasi kendala bahasa, dan menyesuaikan diri dengan praktek keperawatan di USA. Kemudian pada 5 - 10 tahun kemudian ditandai dengan belajar mengadopsi strategi penyelesaian masalah menurut budaya AS dan memelihara hubungan interpersonal. Mereka yang berhasil dalam proses tersebut dilaporkan merasa puas13). Masih dari laporan yang sama, DiCicco- Bloom (2004) melaporkan bawa perawat India yang bekerja di AS mengidentifikasi bahwa rasisme dan marginalisasi merupakan issue utama selama mereka bekerja di sana. Hasil penelitian Allan & Larsen (2003) di Inggris menyebutkan bahwa perawat luar negeri yang bekerja di negara tersebut mengalami diskriminasi, eksploitasi, diasingkan oleh rekan kerja, konflik di tempat kerja, dan masalah bahasa13). Beberapa hasil penelitian tersebut menunjukkan cukup banyak tantangan yang dihadapi oleh perawat yang bekerja di negara lain. Hal ini semakin menegaskan diperlukannya berbagai antisipasi dan persiapan yang matang bagi perawat sebelum mereka berangkat ke negeri tujuan. 4.Peran Lembaga Pendidikan Keperawatan Adanya kesempatan bagi perawat yang bekerja di luar negeri dapat dilihat sebagai faktor pencetus bagi lembaga pendidikan keperawatan untuk dapat meluluskan perawat berkualitas, yang memenuhi tuntutan masyarakat di dalam dan luar negeri, dan mempunyai kemampuan untuk bekerja lintas negara dengan sistem perawatan kesehatan dan karakteristik masyarakat yang berbeda. Indonesia yang terdiri dari lebih dari 17.000
  • 14. pulau dengan sekitar 200 suku dan 500 bahasa14) sebenarnya merupakan tempat pembelajaran yang sangat potensial bukan hanya bagi para peserta didik namun juga bagi para tenaga pendidik. Meskipun nantinya mereka bekerja di luar negeri dan menghadapi budaya dan sistem pelayanan kesehatan yang berbeda, namun setidaknya mereka telah mulai belajar dari hal-hal yang ada di sekitar mereka. Dua strategi utama yang perlu dilaksanakan di lembaga pendidikan keperawatan adalah peningkatan kualitas tenaga pendidik dan peningkatan kualitas lembaga pendidikan keperawatan. Agar dapat mencetak tenaga perawat yang berkualitas internasional, tentu tenaga pendidik perlu menjadikan dirinya sebagai model perawat yang berkompeten. Kompetensi tersebut meliputi pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu pada tingkat dan derajat kualitas yang diharapkan15). Diakui bukan hal yang mudah untuk mencapai standar ini namun bukan berarti tidak dapat dimulai. Kemauan untuk terus belajar, baik yang terkait dengan bidang yang ditekuni maupun yang di luar bidang tersebut, dan terus meningkatkan kemampuan berbahasa asing merupakan modal yang perlu dikuasai. Pendidik juga dituntut untuk mengaplikasikan strategi mengajar yang dapat mengembangkan pola berpikir kritis pada calon perawat sehingga mereka dapat bekerja di komunitas suku dan budaya yang beragam. Strategi yang menyangkut pendidikan keperawatan meliputi upaya peningkatan fasilitas pembelajaran yang memungkinkan peserta didik memperoleh ilmu seluas mungkin. Kesan bahwa banyak pendidikan
  • 15. keperawatan yang cenderung "kejar setoran saja" perlu dibenahi. Ada banyak hal yang dapat dilakukan misalnya dengan melengkapi inventaris perpustakaan, berlangganan jurnal-jurnal keperawatan, dan membina kerja sama dengan rumah sakit dan komunitas. Selain itu, sudah diketahui bahwa kesadaran masyarakat tentang pelayanan kesehatan yang berkualitas semakin tinggi. Oleh karena itu, lembaga pendidikan pun perlu lebih menyiapkan para mahasiswanya agar pada saat kontak langsung dengan masyarakat (baik di rumah sakit ataupun di komunitas) mereka telah mempunyai bekal pengetahuan dan ketrampilan yang cukup. Fasilitas laboratorium yang kondisinya persis dengan rumah sakit atau pusat pelayanan kesehatan menjadi hal yang sangat perlu untuk dikembangkan di lembaga pendidikan keperawatan. Di tempat tersebut mahasiswa berlatih pengetahuan dan ketrampilan sampai pada tingkat yang diharapkan. Baru kemudian setelah dinyatakan lulus, mereka dapat mempraktekkannya di rumah sakit dan atau komunitas. Strategi lainnya adalah dengan menjalin kerja sama dengan pihak-pihak lain untuk meningkatkan kualitas lulusan. Hal ini telah mulai dilakukan di beberapa lembaga pendidikan keperawatan di Indonesia, yaitu kerja sama membuat semacam unit pelatihan untuk persiapan perawat bekerja di luar negeri dan merintis pembuatan kurikulum berstandar internasional. Dalam pembuatan kurikulum tersebut, tidak dapat diasumsikan bahwa nilai-nilai yang ada dalam kurikulum suatu negara dapat serta-merta diaplikasikan di negara yang lain, sehingga dibutuhkan saling pengertian, saling menghargai, dan tidak kalah penting, keinginan untuk saling belajar nilai-nilai dari negara masing-masing16).
  • 16. Program pertukaran tenaga pendidik dan mahasiswa keperawatan dari satu institusi ke institusi lain di dalam negeri maupun dengan institusi dari luar negeri perlu untuk dipertimbangkan. Hal ini dapat membantu mereka untuk memperoleh gambaran masyarakat dan sistem pelayanan kesehatan yang berbeda. Namun demikian, tidak semua lembaga pendidikan dapat melaksanakan hal ini, terutama karena adanya kendala keuangan dalam pelaksanaannya. Salah satu alternatif untuk mengatasinya adalah dengan mengoptimalkan penggunaan internet14). Tanpa harus melakukan perjalanan ke negara lain, tenaga pendidik maupun peserta didik dapat memperoleh informasi yang dibutuhkan meskipun mungkin dalam prosentase yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan melakukan observasi secara langsung. Selain itu, menghadiri ataupun mengadakan acara konferensi ilmiah, seminar, atau simposium berskala nasional maupun internasional perlu dilakukan untuk membuat dan membina jaringan dengan pihak lain. Segala kegiatan dan strategi yang dilaksanakan perlu dievaluasi secara terus-menerus. Penelitian ilmiah baik oleh tenaga pendidik secara individual maupun secara kelembagaan perlu untuk dilakukan dan dikembangkan sehingga kebijakan yang diambil selanjutnya mempunyai pijakan yang kuat dan bukan hanya berdasarkan asumsi. Terakhir, peran penting lembaga pendidikan keperawatan yang telah teridentifikasi dalam tulisan ini tidak akan mencapai hasil yang optimal bila tidak diimbangi oleh dukungan, strategi atau kebijakan yang seiring dari pemerintah, organisasi profesi, maupun masyarakat.
  • 17. . Pendahuluan Beberapa tahun terakhir ini, pengiriman tenaga kesehatan Indonesia ke luar negeri, khususnya perawat, menjadi perbincangan yang cukup hangat di berbagai kalangan. Di tengah semakin meningkatnya jumlah pengangguran terdidik dari tahun ke tahun1), tentu merupakan hal yang melegakan bahwa perawat dari Indonesia dilaporkan berpeluang bekerja di Amerika Serikat (AS) dan negara-negara di Benua Eropa (Inggris, Belanda, Norwegia), Timur Tengah (Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Kuwait) dan kawasan Asia Tenggara (Singapura, Malaysia). Jumlah permintaan berkisar antara 30 orang sampai dengan tidak terbatas). Kekurangan perawat di dalam negeri merupakan alasan utama negara-negara tersebut untuk menerima tenaga dari luar negeri. Di AS, misalnya, pada 2005 mengalami kekurangan 150.000 perawat, pada 2010 jumlah tersebut menjadi 275.000, pada 2015 sejumlah 507.000, dan pada 2020 menjadi 808.000 perawat. Namun demikian, kekurangan tersebut tersebut menyebabkan mereka lebih berfokus pada bagaimana menghasilkan perawat yang lebih banyak, bukan untuk mencetak perawat yang berpendidikan lebih baik6). Di Indonesia, Badan Pengembangan dan Pemberdayaan kesehatan SDM Kesehatan (PPSDM Kesehatan) melaporkan bahwa jumlah terbesar Tenaga Kesehatan Profesional Indonesia (TKPI) yang telah bekerja di luar negeri mulai 1989 sampai dengan 2003 adalah perawat (97.48% dari total sebanyak 2494 orang)4). Meskipun jumlah perawat yang bekerja di luar negeri menempati prosentase terbesar dibandingkan tenaga kesehatan yang lain, masih terdapat beberapa poin penting yang perlu menjadi perhatian dan ditanggulangi mulai dari saat ini. Tulisan ini mengulas secara singkat tentang persyaratan/ kompetensi yang dibutuhkan agar perawat dapat bekerja di luar negeri, kendala yang muncul dalam proses persiapan pengiriman tenaga perawat Indonesia ke luar negeri, hasil review laporan penelitian tentang perawat yang bekerja di luar negeri dan kemudian penulis mencoba mengidenfikasi peran penting lembaga pendidikan keperawatan di Indonesia agar dapat mempersiapkan perawat yang siap berkompetisi di era pasar global. Diharapkan tulisan ini dapat memberikan kontribusi dan sumbang saran bagi berbagai pihak terkait, terutama bagi lembaga pendidikan keperawatan dan tenaga pendidik perawat di berbagai jenjang pendidikan di tanah air . 2. Persyaratan untuk Bekerja di Luar Negeri Bagi Perawat Pada umumnya persyaratan yang dibutuhkan agar perawat dapat bekerja di luar negeri adalah lulusan Diploma III Keperawatan dengan dua tahun pengalaman kerja5). Selain itu juga terdapat batasan usia, misalnya untuk dapat bekerja di Uni Emirat Arab atau Kuwait, perawat harus berusia kurang dari 35 tahun. Kemampuan berbahasa Inggris disyaratkan pada beberapa negara seperti Inggris (skor IELTS 6) atau AS (skor TOEFL 540). Syarat penting lainnya adalah lolos ujian NLEX (National Licence Examination). Melihat persyaratan yang harus dipenuhi tersebut, kita dapat mengasumsikan bahwa tenaga perawat yang bekerja di luar negeri tentu merupakan perawat pilihan dan mempunyai kemampuan yang dapat diandalkan dalam memberikan perawatan yang berkualitas.
  • 18. Implikasi dari hal tersebut dapat dilihat dari dua sisi. Pada satu sisi, perginya perawat yang berkualitas ke luar negeri merupakan suatu keuntungan karena suatu saat mereka akan kembali ke negeri kita dengan memperoleh banyak pengalaman, meningkatnya ketrampilan, dan dapat mengidentifikasi aspek-aspek positif dari negara tempat mereka bekerja. Mereka kemudian dapat menerapkan pengetahuan dan ketrampilan yang mereka peroleh sehingga diharapkan pada akhirnya kualitas keperawatan di Indonesia pun meningkat. Namun demikian, di sisi lain hal ini dapat menimbulkan kekhawatiran bahwa masyarakat kita menerima pelayanan keperawatan dari tenaga perawat dengan kualitas yang berbeda. Lebih lanjut, rasio jumlah perawat Indonesia per 100.000 penduduk masih jauh di bawah negara tetangga seperti Filipina, Malaysia, atau Thailand. Di Indonesia, terdapat 44 perawat per 100.000, bandingkan dengan 135 perawat di Malaysia, 442 perawat di Filipina, atau 162 perawat di Thailand). Selain itu, kekhawatiran terjadinya brain drain juga perlu dicermati. Brain drain adalah berpindahnya tenaga profesional yang terampil dari negara asal ke negara lain dimana mereka dapat memperoleh lebih banyak keuntungan seperti keuangan. Di Filipina, misalnya, yang merupakan salah satu pengirim tenaga perawat terbesar, kekhawatiran tersebut mulai terjadi. Bahkan di sana, tenaga kerja dari profesi lain pun sangat berminat untuk belajar menjadi perawat agar selanjutnya dapat bekerja di luar negeri8). Tetapi usaha mencegah perawat untuk bekerja di luar negeri dapat menimbulkan pertanyaan, misalnya tentang hak asasi untuk bekerja dan juga menghilangkan kesempatan untuk dapat belajar pengetahuan dan ketrampilan yang berguna dari negara lain untuk selanjutnya diaplikasikan di negara asal9). 3. Kendala Pada Proses Persiapan Pengiriman Tenaga Perawat Dari beberapa laporan diketahui bahwa kendala utama yang dihadapi oleh para perawat Indonesia adalah kemampuan berbahasa Inggris dan ketrampilan yang masih kurang3,11). Berkenaan dengan ketrampilan perawat Indonesia yang masih kurang, terlihat dari segi skoring NLEX yang masih rendah. Ujian NLEX sendiri merupakan prasyarat perawat Indonesia untuk dapat bekerja di luar negeri. Sebagai gambaran, skor yang diperoleh perawat Indonesia adalah angka 40. Padahal skoring yang dibutuhkan untuk bekerja di Eropa antara 50 sampai 70 dan di AS antara 70 sampai 803). Dua hal tersebut tampaknya perlu untuk segera ditanggulangi selain faktor-faktor lain yang belum teridentifikasi dalam tulisan ini. Beranjak dari hal inilah sebenarnya lembaga pendidikan keperawatan di Indonesia dapat mulai ikut berperan aktif dalam merumuskan strategi yang tepat dalam mendidik calon perawat. 4. Laporan Penelitian Tentang Pengalaman Perawat yang Bekerja di Luar Negeri Laporan tentang pengalaman perawat yang berkerja di luar negeri perlu disampaikan dalam tulisan ini agar kita dapat memperoleh gambaran yang lebih menyeluruh. Sampai saat ini penulis belum menemukan laporan penelitian yang terkait dengan pengalaman perawat Indonesia yang bekerja di luar negeri. Di lain pihak, kebanyakan laporan penelitian di negara lain terkait topik tersebut menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Dilaporkan bahwa alasan yang mendorong seorang perawat untuk bekerja di luar negeri antara lain gaji yang lebih tinggi, prospek karir dan pendidikan yang lebih menjanjikan). Pada review penelitian oleh Magnusdottir (2005), penelitian Yi & Jezewski (2000) tentang penyesuaian diri 12 Perawat Korea yang bekerja di rumah sakit di AS melaporkan bahwa
  • 19. pada 2-3 tahun pertama mereka bekerja ditandai dengan usaha mengurangi stress psikologis, mengatasi kendala bahasa, dan menyesuaikan diri dengan praktek keperawatan di USA. Kemudian pada 5 – 10 tahun kemudian ditandai dengan belajar mengadopsi strategi penyelesaian masalah menurut budaya AS dan memelihara hubungan interpersonal. Mereka yang berhasil dalam proses tersebut dilaporkan merasa puas). Masih dari laporan yang sama, DiCicco-Bloom (2004) melaporkan bawa perawat India yang bekerja di AS mengidentifikasi bahwa rasisme dan marginalisasi merupakan issue utama selama mereka bekerja di sana. Hasil penelitian Allan & Larsen (2003) di Inggris menyebutkan bahwa perawat luar negeri yang bekerja di negara tersebut mengalami diskriminasi, eksploitasi, diasingkan oleh rekan kerja, konflik di tempat kerja, dan masalah bahasa). Beberapa hasil penelitian tersebut menunjukkan cukup banyak tantangan yang dihadapi oleh perawat yang bekerja di negara lain. Hal ini semakin menegaskan diperlukannya berbagai antisipasi dan persiapan yang matang bagi perawat sebelum mereka berangkat ke negeri tujuan. 5.Peran Lembaga Pendidikan Keperawatan Adanya kesempatan bagi perawat yang bekerja di luar negeri dapat dilihat sebagai faktor pencetus bagi lembaga pendidikan keperawatan untuk dapat meluluskan perawat berkualitas, yang memenuhi tuntutan masyarakat di dalam dan luar negeri, dan mempunyai kemampuan untuk bekerja lintas negara dengan sistem perawatan kesehatan dan karakteristik masyarakat yang berbeda. Indonesia yang terdiri dari lebih dari 17.000 pulau dengan sekitar 200 suku dan 500 bahasa sebenarnya merupakan tempat pembelajaran yang sangat potensial bukan hanya bagi para peserta didik namun juga bagi para tenaga pendidik. Meskipun nantinya mereka bekerja di luar negeri dan menghadapi budaya dan sistem pelayanan kesehatan yang berbeda, namun setidaknya mereka telah mulai belajar dari hal-hal yang ada di sekitar mereka. Dua strategi utama yang perlu dilaksanakan di lembaga pendidikan keperawatan adalah peningkatan kualitas tenaga pendidik dan peningkatan kualitas lembaga pendidikan keperawatan. Agar dapat mencetak tenaga perawat yang berkualitas internasional, tentu tenaga pendidik perlu menjadikan dirinya sebagai model perawat yang berkompeten. Kompetensi tersebut meliputi pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu pada tingkat dan derajat kualitas yang diharapkan. Diakui bukan hal yang mudah untuk mencapai standar ini namun bukan berarti tidak dapat dimulai. Kemauan untuk terus belajar, baik yang terkait dengan bidang yang ditekuni maupun yang di luar bidang tersebut, dan terus meningkatkan kemampuan berbahasa asing merupakan modal yang perlu dikuasai. Pendidik juga dituntut untuk mengaplikasikan strategi mengajar yang dapat mengembangkan pola berpikir kritis pada calon perawat sehingga mereka dapat bekerja di komunitas suku dan budaya yang beragam. Strategi yang menyangkut pendidikan keperawatan meliputi upaya peningkatan fasilitas pembelajaran yang memungkinkan peserta didik memperoleh ilmu seluas mungkin. Kesan bahwa banyak pendidikan keperawatan yang cenderung “kejar setoran saja” perlu dibenahi. Ada banyak hal yang dapat dilakukan misalnya dengan melengkapi inventaris perpustakaan, berlangganan jurnal-jurnal keperawatan, dan membina kerja sama dengan rumah sakit dan komunitas.
  • 20. Selain itu, sudah diketahui bahwa kesadaran masyarakat tentang pelayanan kesehatan yang berkualitas semakin tinggi. Oleh karena itu, lembaga pendidikan pun perlu lebih menyiapkan para mahasiswanya agar pada saat kontak langsung dengan masyarakat (baik di rumah sakit ataupun di komunitas) mereka telah mempunyai bekal pengetahuan dan ketrampilan yang cukup. Fasilitas laboratorium yang kondisinya persis dengan rumah sakit atau pusat pelayanan kesehatan menjadi hal yang sangat perlu untuk dikembangkan di lembaga pendidikan keperawatan. Di tempat tersebut mahasiswa berlatih pengetahuan dan ketrampilan sampai pada tingkat yang diharapkan. Baru kemudian setelah dinyatakan lulus, mereka dapat mempraktekkannya di rumah sakit dan atau komunitas. Strategi lainnya adalah dengan menjalin kerja sama dengan pihak-pihak lain untuk meningkatkan kualitas lulusan. Hal ini telah mulai dilakukan di beberapa lembaga pendidikan keperawatan di Indonesia, yaitu kerja sama membuat semacam unit pelatihan untuk persiapan perawat bekerja di luar negeri dan merintis pembuatan kurikulum berstandar internasional. Dalam pembuatan kurikulum tersebut, tidak dapat diasumsikan bahwa nilai- nilai yang ada dalam kurikulum suatu negara dapat serta-merta diaplikasikan di negara yang lain, sehingga dibutuhkan saling pengertian, saling menghargai, dan tidak kalah penting, keinginan untuk saling belajar nilai- nilai dari negara masing-masing. Program pertukaran tenaga pendidik dan mahasiswa keperawatan dari satu institusi ke institusi lain di dalam negeri maupun dengan institusi dari luar negeri perlu untuk dipertimbangkan. Hal ini dapat membantu mereka untuk memperoleh gambaran masyarakat dan sistem pelayanan kesehatan yang berbeda. Namun demikian, tidak semua lembaga pendidikan dapat melaksanakan hal ini, terutama karena adanya kendala keuangan dalam pelaksanaannya. Salah satu alternatif untuk mengatasinya adalah dengan mengoptimalkan penggunaan internet14). Tanpa harus melakukan perjalanan ke negara lain, tenaga pendidik maupun peserta didik dapat memperoleh informasi yang dibutuhkan meskipun mungkin dalam prosentase yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan melakukan observasi secara langsung. Selain itu, menghadiri ataupun mengadakan acara konferensi ilmiah, seminar, atau simposium berskala nasional maupun internasional perlu dilakukan untuk membuat dan membina jaringan dengan pihak lain. Segala kegiatan dan strategi yang dilaksanakan perlu dievaluasi secara terus-menerus. Penelitian ilmiah baik oleh tenaga pendidik secara individual maupun secara kelembagaan perlu untuk dilakukan dan dikembangkan sehingga kebijakan yang diambil selanjutnya mempunyai pijakan yang kuat dan bukan hanya berdasarkan asumsi. Terakhir, peran penting lembaga pendidikan keperawatan yang telah teridentifikasi dalam tulisan ini tidak akan mencapai hasil yang optimal bila tidak diimbangi oleh dukungan, strategi atau kebijakan yang seiring dari pemerintah, organisasi profesi, maupun masyarakat. 6. Kesimpulan Adanya peluang untuk bekerja di luar negeri bagi tenaga perawat Indonesia merupakan hal yang menggembirakan sekaligus dapat dijadikan momentum untuk meningkatan kualitas perawat Indonesia. Lembaga pendidikan keperawatan di Indonesia mempunyai peran penting dalam mempersiapkan perawat berkualitas dan yang mampu bersaing di era pasar global. 7. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih pada rekan-rekan di Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Kobe dan dr. Thohar Arifin atas saran dan masukan yang sangat berharga pada tulisan ini.
  • 21. 7. Daftar Pustaka 1. Jumlah Pengangguran Terdidik Bertambah. Website URL http://www.suaramerdeka.com/harian/0505/04/ked11.htm 2. Arab Saudi Butuh 500 Tenaga Medis asal Indonesia. Website URL http://www.pusdiknakes.or.id/news/ragam.php3?id=12 3. Terbuka Lebar Peluang Kerja Perawat di Amerika, Arab dan Eropa. Website URL http://www.pusdiknakes.or.id/news/ragam.php3?id=10 4. Pemberdayaan Profesi dan Tenaga Kesehatan Luar Negeri. Website URL http://www.bppsdmk.or.id/profil/puspronakes.php3 5. Analisa Pasar Tenaga Kerja Kesehatan Indonesia di Berbagai Negara. Website URL http://www.bppsdmk.or.id/data/pasar.php3 6. Bartels, J.E. Educating Nurses for the 21st Century. Nursing and Health Sciences (2005), 7, 221-225. 7. Press Release Pelepasan Perawat ke Amerika Serikat. Website URL http://www.bppsdmk.or.id/data/sekilasinfo.php3?id=17 8. Basic Data of Human Resources for Health: Density of all nurses per 100 000 population. Website URL http://www.who.int/globalatlas/dataQuery/reportData.asp?rptType=1(last updated 26 October 2004) 9. Perawat, Dokter Filipina Berbondong-bondong ke Luar Negeri. Website URL http://www.pusdiknakes.or.id/news/utama.php3?id=26 10. Robinson, J.J.A. Nurse Education and Nursing Mobility. International Nursing Review, 2004, 51, hal. 65-66. 11. Kualitas Perawat Harus Ditingkatkan. Website URL http://www.pikiran-rakyat. com/cetak/1004/01/1101.htm 12. Buchan, J. & Calman, L . Summary of The Global Shortage of Registered Nurses: An Overview of Issues and Action. International Council of Nurses. Website URL http://www.icn.ch/global/summary.pdf#search=’rationursepopulation’ 13. Magnusdottir, H. Overcoming Strangeness and Communication Barriers: A Phenomenological Study of Becoming A Foreign Nurse. International Nursing Review, 2005, 52, hal. 263-269. 14. Menasionalkan Sastra Indonesia. Website URL http://www.kompas.com/kompas-cetak/ 0010/07/dikbud/mena08.htm 15. Davis, D., Stullenbarger, E., Dearman, C., et al. Proposed Nurse Educator Competencies: Development and Validation of A Model. Nurse Outlook 2005; 53:206-211. 16. Gerrish, K. The Globalization of the Nursing Workforce: Implications for Education. International Nursing Review, 2004, 51, hal. 65 Komentar 1. dina trisnawati mengatakan: 2 Februari 2010 pukul 21:25 bekerja diluar negri bersaing dengan negara2 asia jd saran saya no bahasa inggris dikuasai karana dengan bahasa inggris kita berkomunikasi dgn healthpracticer Balas
  • 22. o akpersubang mengatakan: 4 Februari 2010 pukul 13:43 ok, tx.. sejauh ini, kami berusaha untuk mengembangkan kurikulum MULOK tidak hanya diisi dengan Praktek Klinik Keperawatan, sejak kurikulum KBK diterapkan, kami sudah mengisi MULOK dengan bahasa Inggris dan bahasa Arab yang sudah berjalan 2 semester, dengan besar harapan bahwa hal tsb dpt menjadi bekal bagi alumni di dunia kerja. Btw, kemarin sosialisasi ttg bekerja di Arab Saudi dan Taiwan sudah difasilitasi oleh Disnaker, tp masih bnyk yg ketakutan dan merasa khawatir jika harus bekerja di luar negeri. Klo Dina tdk keberatan, tlg kirim artikel (lebih bagus lagi jika disertai foto) mengenai kegiatan keseharian bekerja di LN beserta kesan2nya, agar dpt memotivasi adik2 kelas yg masih ragu utk memilih bekerja jauh dari Indonesia tercinta.. Balas 2. syaidin isaf mengatakan: 22 Maret 2010 pukul 14:16 satu lagi….ilmu agamanya lebih dipertajam , supaya menjadi perawat yang sukses dunia rawu akherat….. Balas o akpersubang mengatakan: 25 Maret 2010 pukul 13:06 aamin. kami semua berharap begitu.. Balas 3. emy mengatakan: 16 Juni 2011 pukul 11:04 selain skill keperawatan yang bagus, belajar bahasa inggris , budaya negara yang akan dituju Balas