Makalah ini membahas tentang gangguan psikosis pada lanjut usia, termasuk definisi psikosis, faktor risiko, etiologi, dan klasifikasi gangguan psikosis seperti psikosis organik dan fungsional serta contohnya seperti skizofrenia dan parafrenia. Tujuannya adalah untuk memahami konsep dasar gangguan psikosis dan peran perawat dalam penanganannya."
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Stresor Psikologik Lansia
1. BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keperawatan geriatrik adalah cabang keperawatan yang
memperhatikan pencegahan, diagnosis, dan terapi gangguan fisik dan
psikologis pada lanjut usia dan dengan meningkatkan umur panjang.
Pelayanan/ asuhan keperawatan gangguan mental pada lanjut usia
memerlukan pengetahuan khusus karena kemungkinan perbedaan dalam
manifestasi klinis, patogenesis, dan patofisiologi gangguan mental antara
dewasa muda dan lanjut usia. Faktor penyulit pada pasien lanjut usia juga
perlu dipertimbangkan; faktor-faktor tersebut adalah sering adanya penyakit
dan kecacatan medis penyerta, pemakaian banyak medikasi, dan peningkatan
kerentanan terhadap gangguan kognitif.
Program Epoidiomological Catchment Area (ECA) dari National
Institute of Mental Health telah menemukan bahwa gangguan mental yang
paling sering pada lanjut usia adalah gangguan depresif, gangguan kognitif,
fobia, dan gangguan pemakaian alkohol. Lanjut usia juga memiliki resiko
tinggi untuk bunuh diri dan gejala psikiatrik akibat obat. Banyak gangguan
mental pada lanjut usia dapat dicegah, dihilangkan, atau bahkan dipulihkan.
Sejumlah faktor resiko psikososial juga mempredisposisikan lanjut usia
kepada gangguan mental. Faktor resiko tersebut adalah hilangnya peranan
sosial, hilangnya otonomi, kematian teman, atau sanak saudara, penurunan
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 1
2. kesehatan, peningkatan isolasi, keterbatasan finansial, dan penurunan fungsi
kognitif.
Saat ini sudah dapat diperkirakan bahwa 4 juta lansia di Amerika
mengalami gangguan kejiwaan seperti demensia, psikosis, Penggunaan
alcohol kronik, atau kondisi lainnya. Hal ini menyebabkan perawat dan
tenaga kesehatan professional yang lain memiliki tanggung jawab yang lebih
untuk merawat lansia dengan masalah kesehatan jiwa dan emosi. Kesehatan
mental pada lansia dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti status fisiologi
dan psikologi, kepribadian, sosial support, sosial ekonomi dan pola hidup.
1.2 Rumusan Masalah
Apa yang disebut dengan Masalah kejiwaan: Gangguan Psikososial Pada
Lansia ?
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami masalah : gangguan
psikososial pada lansia sehingga dapat mempraktekkan pada masyarakat
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui konsep dasar gangguan psikosis pada lansia serta peran dan
fungsi perawat dalam gerontik
b. Mengetahui konsep dasar demensia pada lansia serta peran dan fungsi
perawat dalam gerontik
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 2
3. c. Mengetahui konsep dasar delirium pada lansia serta peran dan fungsi
perawat dalam gerontik
d. Mengetahui konsep dasar perilaku kekerasan pada lansia serta peran dan
fungsi perawat dalam gerontik
e. Mengetahui konsep dasar gangguan depresi pada lansia serta peran dan
fungsi perawat dalam gerontik
f. Mengetahui konsep dasar post power syndrome pada lansia serta peran
dan fungsi perawat dalam gerontik
1.4 Manfaat
1. Manfaat Teoritis
a. Sebagai pengembangan bahan masukan atau pengkajian baru
khususnya ilmu keperawatan gerontik
b. Dapat menjadi acuan bagi pengkajian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi institusi
Kepada institusi makalah ini diharapkan dapat dijadikan bahan
literature atau reverensi pembuatan makalah selanjutnya.
b. Manfaat bagi mahasiswa
Kepada mahasiswa diharapkan sebagai sumber informasi dalam
perubahan – perubahan pada lansia baik secara fisik, mental, spiritual,
psikososial
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 3
4. 1.5 Ruang Lingkup Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, ruang lingkup pembahasannya adalah
“Gangguan psikosis pada lanjut usia”.
1.6 Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, kelompok kami menggunakan metode
deskriptif sesuai dengan literature yang digunakan dengan cara mencari buku-
buku sebagai referensi, membaca dan mempelajari buku- buku literature yang
terkait dengan Gangguan psikosis pada lanjut usia. Kelompok juga mengambil
beberapa referensi dari internet.
1.7 Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun secara sistematis terdiri dari 3 bab yaitu sebagai
berikut:
BAB 1 : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah,
tujuan umum, tujuan khusus,manfaat, ruang lingkup penulisan,
metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II : Pembahasan yang membahas tentang gangguan psikosis,
demensia, delirium, perilaku kekerasan, depresi pada lanjut usia
dan post power syndrom.
BAB III : Penutup yang terdiri dari simpulan, saran dan kritik
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 4
5. BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 GANGGUAN PSIKOSIS
A. Pengertian
Psikosa atau Psikosis atau Psikotik adalah suatu gangguan jiwa dengan
kehilangan rasa kenyataan (“sense of reality). Hal ini diketahui dengan
terdapatnya gangguan pada hidup perasaan (afek dan emosi), proses
berfikir, dan psikomotorik dan kemauan, sedemikian rupa sehingga semua
ini tidak sesuai dengan kenyataan lagi. Gangguan jiwa ini diakibatkan oleh
organic ataupun fungsional. (Marramis, EF. 1995).
Psikosa ditandai oleh perilaku yang agresif, hidup perasaan yang tidak
sesuai, berkurangnya pengawasan impuls – impuls serta waham dan
halusinasi. (Marramis, EF. 1995).
Psikosis merupakan gangguan tilikan pribadi yang menyebabkan
ketidakmampuan seseorang menilai realita dengan fantasi dirinya
(Wikipedia, 10/11/12).
Gangguan psikotik pada pasien usia lanjut juga sering ditandai dengan
perilaku agresif dan merusak. Perilaku tersebut membuat anggota keluarga
yang merawat pasien mengalami kesulitan dalam perawatan. Itu pula yang
sering membuat pasien usia lanjut mengalami kekerasan dan penelantaran
oleh keluarganya sendiri.
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 5
6. B. Faktor Resiko Terjadi Gangguan Psikotik
Beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan
psikotik pasien usia lanjut, yaitu:
1. Peningkatan usia adalah berhubungan dengan deteriorasi korteks frontal
dan temporal
2. Perubahan neurokimia yang berhubungan dengan penuaan, isolasi sosial,
defisit sensoris, penurunan kognitif, perubahan farmakokinetik dan
farmakodinamik dan polifarmasi yang sering terjadi pada pasien usia
lanjut.
C. Etiologi
a. Keturunan
b. Endokrin
c. Metabolisme
d. Susunan saraf pusat
e. Teori Adolf Meyer
f. Teori Sigmund Freud
g. Eugen Bleuler
h. Teori lain
D. Klasifikasi Gangguan Psikosis
1. Psikosis Organik
Adalah gangguan jiwa yang psikotik atau non – psikotik yang
disebabkan oleh gangguan fungsi jaringan otak. Gangguan ini dapat
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 6
7. disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak (tumor
otak, gangguan pembuluh darah otak, dsb). (Marramis, EF. 1995).
Ada bermacam-macam psikosis organik (gangguan mental organik)
dan pada umumnya dikelompokkan sebagai berikut :
a. Psikosis Senil
Psikosis karena lanjut usia kira-kira berlangsung sekitar usia 60-90
tahun dan akan terjadi perubahan-perubahan jasmaniah dan mental yang
sifatnya degeneratif sehingga ada kemunduran pada semua fungsi
mental dan fisik. Jika perubahan – perubahan terjadi dengan cepat dan
kuat maka terjadilah psikosis usia lanjut.
b. Psikosis Akibat atau Berhubungan dengan Infeksi
Kerusakan atau kehancuran jaringan otak dan sistem saraf oleh
mikroorganisme yang menular mungkin menyebabkan reaksi-reaksi
psikotik. Ganguan-gangguan terpenting di bidang ini adalah : infeksi
sifilis, general paresis, juvenile paresis, AIDS, dan encephalitis.
c. Psikosis Yang Berhubungan Dengan Kondisi Otak
Dalam bagian ini dibicarakan beberapa psikosis, yakni psikosis akibat
gangguan peredaran darah, psikosis akibat trauma, psikosis akibat
tumor, dan psikosis akibat epilepsi.
d. Psikosis Akibat Keracunan
Toksin atau racun yang masuk kedalam tubuh melalui aliran darah
sering menimbulkan reaksi-reaksi psikoti.
e. Psikosis akibat gangguan metabolisme, pertumbuhan, makanan, atau
fungsi endokrin
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 7
8. f. Psikosis akibat hereditas atau penyebabnya tidak diketahui tetapi
berhubungan dengan perubahan organik
2. Psikosis Fungsional
Psikosis Fungsional adalah gangguan mental yang tidak disebabkan
atau belum yang berhubungan dengan penyakit badaniah. (Marramis, EF.
1995).
Psikosis Fungsional adalah berat dan melibatkan seluruh kepribadian
tanpa ada kerusakan jaringan. Gangguan-gangguan psikosis fungsional
dianggap sebagai akibat dari hidup dengan stress emosional selama
bertahun-tahun.
Psikosis fungsional itu dibagi atas empat kelompok yaitu:
a. Skizofrenia
Gangguan jiwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang berat
dan gawat yang dapat dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut
menjadi kronis dan lebih gawat ketika muncul pada lanjut usia (lansia)
karena menyangkut perubahan pada segi fisik, psikologis dan sosial-
budaya. Skizofrenia pada lansia angka prevalensinya sekitar 1% dari
kelompok lanjut usia (lansia) (Dep.Kes.1992).
Gangguan skizofrenia pada lanjut usia (lansia) ditandai oleh
gangguan pada alam pikiran sehingga pasien memiliki pikiran yang
kacau. Hal tersebut juga menyebabkan gangguan emosi sehingga
emosi menjadi labil misalnya cemas, bingung, mudah marah, mudah
salah faham dan sebagainya. Terjadi juga gangguan perilaku, yang
disertai halusinasi, waham dan gangguan kemampuan dalam menilai
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 8
9. realita, sehingga penderita menjadi tak tahu waktu, tempat maupun
orang.
Ganguan skizofrenia berawal dengan keluhan halusinasi dan
waham kejaran yang khas seperti mendengar pikirannya sendiri
diucapkan dengan nada keras, atau mendengar dua orang atau lebih
memperbincangkan diri si penderita sehingga ia merasa menjadi orang
ketiga. Dalam kasus ini sangat perlu dilakukan pemeriksaan tinggkat
kesadaran pasien (penderita), melalui pemeriksaan psikiatrik maupun
pemeriksaan lain yang diperlukan. Karena banyaknya gangguan
paranoid pada lanjut usia (lansia) maka banyak ahli beranggapan
bahwa kondisi tersebut termasuk dalam kondisi psikosis fungsional
dan sering juga digolongkan menjadi senile psikosis.
Parafrenia merupkan gangguan jiwa yang gawat yang pertama kali
timbul pada lanjut usia (lansia), (misalnya pada waktu menopause pada
wanita). Gangguan ini sering dianggap sebagai kondisi diantara
Skizofrenia paranoid di satu pihak dan gangguan depresif di pihak lain.
Lebih sering terjadi pada wanita dengan kepribadian pramorbidnya
(keadaan sebelum sakit) dengan ciri-ciri paranoid (curiga,
bermusuhan) dan skizoid (aneh, bizar). Mereka biasanya tidak
menikah atau hidup perkawinan dan sexual yang kurang bahagia, jika
punya sedikit itupun sulit mengasuhnya sehingga anaknyapun tak
bahagia dan biasanya secara khronik terdapat gangguan pendengaran.
Umumnya banyak terjadi pada wanita dari kelas sosial rendah atau
lebih rendah.
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 9
10. Gangguan skizofrenia sebenarnya dapat dibagi menjadi beberapa
tipe, yaitu :
1) Skizofrenia paranoid (curiga, bermusuhan, garang dsb)
2) Skizofrenia katatonik (seperti patung, tidak mau makan, tidak mau
minum, dsb)
3) Skizofrenia hebefrenik (seperti anak kecil, merengek-rengek,
minta-minta, dsb)
4) Skizofrenia simplek (seperti gelandangan, jalan terus, kluyuran)
5) Skizofrenia Latent (autustik, seperti gembel)
Pada umumya, gangguan skizofrenia yang terjadi pada lansia
adalah skizofrenia paranoid, simplek dan latent. Sulitnya dalam
pelayanan keluarga, para lansia dengan gangguan kejiwaan tersebut
menjadi kurang terurus karena perangainya dan tingkahlakunya yang
tidak menyenangkan orang lain, seperti curiga berlebihan, galak,
bersikap bermusuhan, dan kadang-kadang baik pria maupun wanita
perilaku seksualnya sangat menonjol walaupun dalam bentuk
perkataan yang konotasinya jorok dan porno (walaupun tidak selalu).
Gejala – gejala skizofrenia menjadi 2 kelompok:
1) Gejala Primer:
Gangguan proses fikir
Gangguan emosi
Gangguan kemauan
Otisme
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 10
11. 2) Gejala sekunder:
Waham
Menurut Mayer – Gross, waham terbagi dalam 2 kelompok
yaitu waham primer yaitu timbul secara tidak logis sama sekali,
tanpa penyebab apa – apa dari luar dan waham sekuder yaitu
timbul logis kedengarannya dapat diikuti dan merupakan cara
bagi penderita untuk menerangkan gejala – gejala skizofrenia
lain. Waham dinamakan menurut isinya. Contoh: waham
kebesaran, waham dosa, waham sindiran, dll
Halusinasi.
Halusinasi adalah Persepsi didefinisikan sebagai suatu
proses diterimanya rangsang sampai rangsang itu disadari dan
dimengerti oleh penginderaan atau sensasi: proses penerimaan
rangsang (Stuart, 2007).
Gejala katatonik atau gangguan psikomotorik yang lain.
Yaitu keadaan gaduh gelisah.
b. Psikosis Afektif
Psikosis afektif yaitu dapat dilihat sebagai berikut:
Gangguan pada afek dan emosi
Setiap kali serangan tidak terjadi kecacatan dan setelah serangan
terjadi kesembuhan penuh, terutama pada psikosa manic – depresif
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 11
12. Psikosis afektif dibagi dalam 2 jenis yaitu:
1) Melankolia involusi
Pada psikosis ini seringa terjadi pada lansia perempuan pada
umur 45 tahun dan pada lansia laki – laki pada usia 55 tahun.
Karena pada waktu tersebut fungsi kelenjar – kelenjar endokrin
dan reproduktif sudah mulai sangat berkurang. Terjadi perubahan
yang besar pada badan dalam aktivitas metabolism dan vegetatif.
Pada periode ini penuh dengan stress psikofisiologis. Bila
individu itu sebelumnya sudah tidak mantap jiwanya, maka mudah
timbul rasa cemas, depresi, dan paranoid. Faktor yang
mempengaruhi dan memudahkan timbulnya melakolia involusi
ialah yang berhubungan dengan usia lanjut dalam bidan social,
psikologik, dan ekonomi, justru pada waktu api kehidupan sudah
mulai padam, sehingga sering timbul rasa cemas.
Gejala – gejala:
Lekas marah
Pesismis
Mengeluh tentang insomnia
Mulai tidak suka bekerja
Sering menangis
Ragu – ragu atau tidak dapat mengambil keputusan
Penurunan minat, dan
Menarik diri dari kehidupan social
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 12
13. 2) Psikosis Manik - Depresif
Yaitu keadaan mania disusul dengan depresi, atau sebaliknya.
Interval anatara dua fase tidak tentu lamanya, kadang – kadang
lama, tetapi kadang – kadang tidak ada sama sekali, artinya satu
jenis segera disusul oleh dua jenis yang lain. Segala macam
kombinasi mungkin saja ada.
Gejala – gejala psikosis manik – depresif:
a) Jenis Mania
Gangguan emosi: merasa senang dan terlalu optimistik
Aktivitas yang berlebih – lebihan
Gangguan proses fikir
b)Jenis Depresif
Gangguan emosi: tampak selalu lelah dan khawatir
Penghambatan aktivitas
Gangguan proses berfikir
Keluhan badaniah yang menyertai ialah rasa lelah, perasaan
teretkan pada kepala dan dada, sukar tidur, nafsu makan
berkurang, dll
c) Jenis Sirkular
Pada jenis ini terdapat episode mania dan depresi berganti –
ganti, diselingi oleh suatu interval yang normal. Menurut
perjanjian untuk memenuhi diagnose jenis ini, interval itu harus
kurang dari 12 bulan. Bila lebih, maka didiagnosa sebagai jenis
mania atau jenis depresi sendiri – sendiri.
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 13
14. c. Psikosis Paranoid
Dalam kehidupan sehari – hari sifat curiga dimiliki oleh setiap
orang, hanya pada yang satu lebih banyak daripada yang lain. Sifat ini
adalah umum serta sudah ada sejak dahulu kala dan rupa – rupanya
mempunyai peranan dalam mempertahankan diri sendiri dan umat
manusia.
d. Psikosis Reaktif
Adalah psikosa fungsional yang timbul karena suatu stress
psikologik yang biasanya datang dengan tiba – tiba dan dirasakan besar
oleh penderita.
Perbedaan kebudayaan, adat – istiadat, sosio – ekonomi dan
individual dapat memberi arti yang berbeda – beda kepada berbagai hal
dari lingkungan yang dapat menjadi faktor pencetus.
Keadaan fisik juga dapat membuat individu itu lebih mudah
terganggu kerena stress, umpamanya penyakit infeksi, kekurangan gizi,
pemakaian obat – obat tertentu.
Di dalam PPDGJ – 1 terdapat 4 jenis psikosis reaktif dibagi dalam 4
jenis:
1) Psikosis Depresi Reaktif
Gejala utamanya adalah depresi, gejala – gejalanya menyerupai jenis
depresi pada psikosis mania – depresif. Biasanya timbul sesudah
kehilangan yang berarti, kematian, atau kekecewaan yang besar.
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 14
15. 2) Gaduh Gelisah Reaktif
Timbul karena tekanan emosional yang tidak dapat disalaurkan
melalui cara yang lain sehingga terjadi dekompensasi mental,
umpamanya sesudah percekcokan dalam rumah tangga. Penderita
gaduh gelisah, banyak bicara, rebut, marah – marah, mondar –
mandir, meyerupai keadaan mania.
3) Kebingungan Reaktif
Terjadi setelah kejadian – kejadian yang menyebabkan tekanan
emosional yang hebat. Kadang – kadang didapati kesadaran yang
berkabutdengan disorientasi, sukar diadakan komunikasi, roman
muka kelihatan bingung, bingung mau berbuat apa, menjadi agresif.
4) Reaksi Paranoid Akut
Tiba – tiba timbul sikap paranoid yang hebat. Kadang – kadang hal ini
menjadi waham paranoid. Sering terjadi karena keadaan yang
dirasakan sebagai ancaman, umpamanya sesudah perselisihan di
tempat pekerjaan.
E. Ciri – Ciri Gangguan Psikotik
Adapun ciri – ciri gangguan psikotik antara lain :
1) Memiliki labilitas emosional.
2) Menarik diri dari interaksi sosial.
3) Tidak mampu bekerja sesuai fungsinya.
4) Mengabaikan penampilan dan kebersihan diri.
5) Mengalami penurunan daya ingat dan kognitif parah.
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 15
16. 6) Berpikir aneh, dangkal, berbicara tidak sesuai keadaan.
7) Mengalami kesulitan mengorientasikan waktu, orang dan tempat.
8) Sulit tidur dalam beberapa hari atau bisa tidur yang terlihat oleh
keluarganya, tetapi pasien mesrasa sulit atau tidak bisa tidur.
9) Memiliki keengganan melakukan segala hal, mereka berusaha untuk
tidak melakukan apa– apa bahkan marah jika diminta untuk melakukan
apa – apa.
10) Memiliki perilaku yang aneh misalnya, mengurung diri di kamar,
berbicara sendiri, tertawa sendiri, marah berlebihan dengan stimulus
ringan, tiba – tiba menangis, berjalan mondar – mandir, berjalan tanpa
arah dan tujuan yang jelas.
F. Strategi Perilaku Untuk Klien Psikosis
Masalah Intervensi Keperawatan
1. Ansietas 1. Ajarkan klien tentang gejala yang berhubungan
dengan ansietas.
2. Bantu klien untuk mengidentifikasi apa pemicu
ansietas.
3. Bantu klien untuk menggunakan teknik
penatalaksanaan gejala dalam mengatasi ansietas.
4. Kaji apakah ansietas merupakan suatu pemicu
relaps, jika iya buat suatu rencana untuk
mengurangi ansietas ketika berada pada tingkat
sedang.
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 16
17. 2. Depresi 1. Ajarkan klien tentang gejala yang berhubungan
dengan depresi.
2. Bantu klien untuk menggunakan teknik
penatalaksanaan gejala dalam mengatasi depresi.
3. Kaji apakah depresi merupakan suatu pemicu
relaps, jika iya buat suatu rencana untuk
mengurangi depresi ketika berada pada tingkat
ringan, karena adanya korelasi yang kuar antara
depresi dan kemampuan untuk melakukan aktivitas
sehari-hari.
3. Tidak mampu 1. Tinjau pengalaman positif maupun negatif.
belajar dari 2. Identifikasi faktor apa yang menyebabkan
pengalaman keberhasilan atau kegagalan dalam membantu klien
mencapai tujuan yang diinginkan.
4. Masalah terkait 1. Analisis setiap pengalaman untuk menentukan
sebab akibat pengalaman yang berhasil dan yang gagal.
2. Bantu klien untuk menyusun secara berurutan
setiap kejadian yang berdampak pada setiap
pengalamannya.
3. Pertimbangkan untuk melakukan latihan dalam
memerankan suatu kejadian sebelum kejadian
tersebut terjadi.
5. Lambat dalam 1. Berikan klien kesempatan untuk memproses dan
memproses merespon informasi.
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 17
18. informasi 2. Minimalkan kecemasan yang meningkatkan
kesulitan dalam memproses informasi.
3. Tunjukkan minat yang sungguh-sungguh dalam
mencoba memahami apa yang klien katakan.
4. Gunakan bahasa yang jelas dan sederhana ketika
berkomunikasi dengan klien.
6. Sulit mengambil 1. Bantu klien untuk menetapkan hasil yang
keputusan ditentukan.
2. Bantu klien dalam memprioritaskan tujuan dan
menggolongkannya kedalam tujuan jangka pendek
dan jangka panjang.
3. Bantu klien dalam menetapkan batas waktu
pencapaian setiap tujuan.
4. Bantu klien dalam menyusun langkah-langkah
konkret dan sederhana untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.
5. Pastikan langkah-langkah sederhana itu dapat
dicapai klien dan sesuai dengan budaya dan nilai
klien.
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 18
19. 2.2 DEMENSIA
A. Definisi
Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan
fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran. Gangguan fungsi kognitif antara
lain pada intelegensi, belajar dan daya ingat, bahasa, pemecahan masalah,
orientasi, persepsi, perhatian dan konsentrasi, penyesuaian, dan kemampuan
bersosialisasi. (Arif Mansjoer, 1999)
Pada usia muda, demensia bisa terjadi secara mendadak jika cedera
hebat, penyakit atau zat-zat racun (misalnya karbon monoksida)
menyebabkan hancurnya sel-sel otak.
Tetapi demensia biasanya timbul secara perlahan dan menyerang usia
diatas 60 tahun. Namun demensia bukan merupakan bagian dari proses
penuaan yang normal. Sejalan dengan bertambahnya umur, maka perubahan
di dalam otak bisa menyebabkan hilangnya beberapa ingatan (terutama
ingatan jangka pendek) dan penurunan beberapa kemampuan belajar.
Perubahan normal ini tidak mempengaruhi fungsi.
Lupa pada usia lanjut bukan merupakan pertanda dari demensia
maupun penyakit Alzheimer stadium awal. Demensia merupakan penurunan
kemampuan mental yang lebih serius, yang makin lama makin parah. Pada
penuaan normal, seseorang bisa lupa akan hal-hal yang detil; tetapi penderita
demensia bisa lupa akan keseluruhan peristiwa yang baru saja terjadi.
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 19
20. B. Etiologi
Penyebab demensia yang reversible sangat penting diketahui karena
pengobatan yang baik pada penderita dapat kembali menjalankan kehidupan
sehari-hari yang normal. Untuk mengingat berbagai keadaan tersebut telah
dibuat suatu “jembatan keledai”sebagai berikut :
D Drug (obat)
Obat sedative
Obat penenang minor atau mayor
Obat anti konvulsan
Obat anti depresan
Obat anti hipertensi
Obat anti aritmia
E Emotional (gangguan emosi, ex: depresi)
M Metabolik dan endokrin
Seperti : DM
Hipoglikemi
Gangguan ginjal
Gangguan hepar
Gangguan tiroid
Gangguan elektrolit
E Eye & Ear (Disfungsi mata dan telinga)
N Nutrilional
Kekurangan vitamin B6 (pellagra)
Kekurangan vitamin B1 (sindrom wernicke)
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 20
21. Kekurangan vitamin B12 (anemia pernisiosa)
Kekurangan asam folat
T Tumor dan trauma
I Infeksi
Ensefalitis oleh virus, contoh : herpes simplek
Bakteri, contoh : oleh pnemokok
TBC
Parasit
Fungus
Abses otak, dan
Neurosifilis
A Arterosklerosis (komplikasi penyakit arterosklerosis, missal : infark
miokard, gagal jantung, dan alkohol)
Penyebab dari demensia non reversible :
1. Penyakit Degeneratif (kemunduran fungsi sel):
a. Penyakit Alzheimer
Alzheimer adalah kondisi dimana sel saraf pada otak mengalami
kematian sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di
transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004). Penderita
Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan membuat
keputusan dan juga penurunan proses berpikir. Sekitar 50-60%
penderita demensia disebabkan karena penyakit Alzheimer.
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 21
22. b. Demensia Yang Berhubungan Dengan Badan Lewy
Penyakit Jisim Lewy adalah suatudemensia yang secara klinis mirip
dengan penyakit Alzheimer dan sering ditandai oleh adanya
halusinasi, gambaran Parkinsonisme, dan gejala ekstrapiramidal.
Inklusi Jisim Lewy ditemukan di daerah korteks serebri.
c. Penyakit Pick
Bagian putih subkortikal.dengan pengurangan subtansia grisea.
Penyakit Pick ditandai atrofi yang lebih banyak dalam daerah
frontotemporal. Daerah tersebut mengalami kehilangan neuronal,
gliosis dan adanya badan Pick neuronal, yang merupakan massa
elemen sitoskeletal.
d. Penyakit Huntington
Penyakit Huntington secara klasik dikaitkan dengan perkembangan
demensia. Demensia pada penyakit ini terlihat sebagai demensia tipe
subkortikal yang ditandai dengan abnormalitas motorik yang lebih
menonjol dan gangguan kemampuan berbahasa yang lebih ringan
dibandingkan demensia tipe kortikal. Demensia pada penyakit
Huntington menunjukkan perlambatan psikomotor dan kesulitan
dalam mengerjakan pekerjaan yang kompleks, akan tetapi memori,
bahasa, dan tilikan relatif utuh pada stadium awal dan pertengahan
penyakit.
e. Kelumpuhan Supranuklear Progresif
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 22
23. f. Penyakit Parkinson
Parkinsonisme merupakan penyakit pada ganglia basalis yang
biasanya dikaitkan dengan demensia dan depresi. Diperkirakan 20
hingga 30 persen pasien dengan penyakit Parkinson mengalami
gangguan kemampuan kognitif. Gerakan lambat pada pasien dengan
penyakit Parkinson sejajar dengan perlambatan berpikir pada beberapa
pasien, suatu gambaran yang sering disebut oleh para klinis sebagai
bradifrenia.
2. Penyakit Vaskuler :
a. Penyakit serebrovaskuler oklusif (demensia multi-infark)
b. Penyakit binswanger
Dikenal juga sebagai ensefalopati arteriosklerotik subkortikal,
ditandai dengan ditemukannya infark-infark (nekrosis iskemik) kecil
pada subtansia alba yang juga mengenai daerah korteks serebri
c. Embolisme serebral
d. Arteritis
e. Anoreksia sekunder akibat henti jantung, gagal jantung akibat
intoksikasi karbon monoksida
3. Demensia Traumatic
Perlukaan karnio-serebral
Demensia pugilistika
gangguan day ingat dan konsentrasi serta perubahan
kepribadian yang diakibatkan oleh kontusio serebral berulag, seperti
yang dialami oleh para petinju.
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 23
24. 4. Infeksi
Syndrome defisiensi imun dapatan (AIDS)
Infeksi opportunistic
Penyakit creutzfeld-jacob progresif
Kokeonsefalopatimulti fokal progresif
Demenesia pasca ensefalitis
C. Manifestasi Klinis
Tanda dan Gejala dari Penyakit Demensia antara lain :
1. Rusaknya seluruh jajaran fungsi kognitif.
2. Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek.
3. Gangguan kepribadian dan perilaku (mood swings).
4. Defisit neurologi dan fokal.
5. Mudah tersinggung, bermusuhan, agitasi dan kejang.
6. Gangguan psikotik : halusinasi, ilusi, waham, dan paranoid.
7. Keterbatasan dalam ADL (Activities of Daily Living)
8. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia,
“lupa” menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
9. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu,
bulan, tahun, tempat penderita demensia berada
10. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang
benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi,
mengulang kata atau cerita yang sama berkali-kali
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 24
25. 11. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat
sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan
orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia
kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul.
12. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan
gelisah
D. Karakteristik Demensia
Menurut John (1994) bahwa lansia yang mengalami demensia juga
akan mengalami keadaan yang sama seperti orang depresi yaitu akan
mengalami defisit aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS). Gejala yang sering
menyertai demensia adalah ;
a. Gejala awal
Kinerja mental menurun
Fatigue
Mudah lupa
Gagal dalam tugas
b. Gejala lanjut
Gangguan kognitif
Gangguan efektif
Gangguan perilaku
c. Gejala umum
Mudah lupa
Aktivitas sehari-hari terganggu
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 25
26. Disorientasi
Cepat marah
Kurang konsentrasi
Resti jatuh
E. Klasifikasi Demensia
1. Menurut Kerusakan Struktur Otak
a. Tipe Alzheimer
Alzheimer adalah kondisi dimana sel saraf pada otak mengalami
kematian sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di
transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004). Penderita
Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan membuat
keputusan dan juga penurunan proses berpikir. Sekitar 50-60%
penderita demensia disebabkan karena penyakit Alzheimer.
Biasanya timbul antara usia 50-60 tahun. Yang disebabkan oleh
adanya degenerasi korteks yang difus pada otak dilapisan luar,
terutama didaerah frontal dan temporal. Atrofi otak ini dapat dilihat
pada pneumonesefalogram , system ventrikel membesar serta banyak
hawa disubaracnoid. Penyakit ini dimulai pelan ekali tidak ada cirri
khas pada gangguan intelegensi atau kelaianan prilaku. Terdapat
disorientasi, gangguan ingatan, emosi yang lebih, kekelieuan dalam
berhitung, dan pembicaraan sehari-hari dapat etrjadi afasi, perseferasi (
mengulang-ulang perkataan , perbuatan tanpa guna), pembicaraan
logoklonia ( pengulangan tiap suku kata akhir serta tidak teratur ), dan
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 26
27. bila sudah berat maka penderita tidak dapat dimengert lagi. Ada yang
jadi gelisah dan hiperaktif.
b. Demensia Vascular
Demensia tipe vascular disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah
di otak dan setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat
terjadinya demensia. Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di
otak akibat gangguan sirkulasi darah otak, sehingga depresi dapat
diduga sebagai demensia vaskular.
2. Menurut Umur:
a. Demensia senilis ( usia >65tahun)
Kekurangan peredaran darah ke otak serta pengurangan
metabolisme dan O2 yang menyertainya merupakan penyebab
kalainan anatomis diotak. Otak mengecil terdapat suatu atrofi umum,
terutama pada daerah frontal.
b. Demensia prasenilis (usia <65tahun)
Seperti namanya, maka gangguan ini gejala utamanya adalah
seperti sebelum masa senile.
3. Menurut perjalanan penyakit
a. Reversibel (mengalami perbaikan)
b. Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma,
vit.B, Defisiensi, Hipotiroidisma, intoxikasi Pb)
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 27
28. Pada demensia tipe ini terdapat pembesaran vertrikel dengan
meningkatnya cairan serebrospinalis, hal ini menyebabkan adanya :
1) Gangguan gaya jalan (tidak stabil, menyeret).
2) Inkontinensia urin.
3) Demensia.
4. Menurut sifat klinis:
a. Demensia proprius
b. Pseudo-demensia
Gangguan mental depresi yang disertai memburuknya konsentrasi dan
daya ingat, sehingga mirip dengan orang demensia.
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 28
29. F. PATWAY OF DEMENTIA
Faktor Infeksi Lingkungan imunologi trauma
genetik virus
Kakusutan neuro fibrilar Hilangnya serat-serat
yang difus dan plak senilis koligernik di korteks
Penurunan sel neuron
Atropi otak
kolinergik yang berproyeksi di
bimokampus dan amigdala
Degenerasi neuron
irreversible Kelainan neuro
transmiter
Alzheimer Asetilkolin
Penurun Gangguan Gangguan Gangguan Peruba Perubahan Kehilangan
an Daya kognitif memori fungsi han perilaku fungsi
Ingat bahasa intelek neurologis/
tual tonus otot
Penurunan Mudah Muncul gejala 1. Kehilangan Perubahan
kemampuan lupa neuro psikiatrik kemampuan pola eliminasi
melakukan menyelesaikan urine/ alvi
aktifitas masalah
Perubahan
2. Perubahan
nafsu makan
mengawasi
Koping
keadaan
Kurang individu
kompleks dan
perawatan diri resiko tinggi terhadap tidak efektif
berfikir
(makan, minum, perubahan nutrisi
abstrak
berpakaian, kurang dari kebutuhan
3. Emosi labil, - Perubahan
hygiene) tubuh
pelupa, apatis, proses pikir
loss deep - Hambatan
memory interaksi sosial
Kesulitan tidur
Perubahan resepsi, - Hambatan
transmisi dan Sindrom komunikasi
Perubahan integrasi sensori stress verbal
pola tidur relokasi
Perubahan
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA
persepsi 29
sensori
30. G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan penunjang : (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003)
1) Pemeriksaan laboratorium rutin.
Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis
demensia ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia
khususnya pada demensia reversible, walaupun 50% penyandang
demensia adalah demensia Alzheimer dengan hasil laboratorium
normal, pemeriksaan laboratorium rutin sebaiknya dilakukan.
Pemeriksaan laboratorium yang rutin dikerjakan antara lain:
pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah,
ureum, fungsi hati, hormone tiroid, kadar asam folat
2) Pemeriksaan cairan otak.
Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia akut,
penyandang dengan imuno supresan, dijumpai rangsangan meningen
dan panas, demensia presentasi atipikal, hidrosefalus normotensif, tes
sifilis (+), penyengatan meningeal pada CT scan.
3) Sebagai suatu esesmen awal pemeriksaan Status Mental Mini (MMSE)
adalah test yang paling banyak dipakai.
a. Pemeriksaan untuk menguji aspek-aspek kognitif dari fungsi mental
Nilai maksimum score Pertanyaan
Orientasi
(tahun) (musim) (tanggal) (hari) (bulan apa
5
sekarang)
5 Dimana kita : (negara bagian) (wilayah) (kota)
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 30
31. (rumah sakit) (lantai)
Registrasi
Nama 3 objek : 1 detik untuk mengatakan
masing-masing. Kemudian tanyakan klien
ketiga objek setelah anda telah
3 mengatakannya.beri 1 poin untuk setiap
jawaban benar. Kemudian ulangi sampai ia
mempelajari ketiganya. Jumlahkan percobaan
dan catat.
Perhatian dan kalkulasi
Seri 7’s. 1 poin untuk setiap kebenaran
5 Berhenti setelah 5 jawaban. Bergantian eja
“kata” ke belakang
Mengingat
Minta untuk mengulang ketiga objek di atas
3
Beri 1 poin untuk setiap kebenaran
Bahasa
Nama pensil dan melihat (2 poin)
9 Mengulang hal berikut : “task ada jika, dan,
atau tetapi” (1 poin)
Nilai total
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 31
32. Kaji tingkat kesadaran sepanjang kontinum :
Compos mentis apatis somnolen soporus koma
Keterangan :
Nilai maksimal 30, nilai 21 atau kurang biasanya indikasi adanya
kerusakan kognitif yang memerlukan penyelidikan lanjut. Kriteria
demensia :
Ringan : 21-30
Sedang : 11-20
Berat : < 10
b. Pemeriksaan portabel untuk status mental (PPSM = MMSE = Mini
Mental State Examination)
Daftar pertanyaan Penilaian
1. Tanggal berapakah hari ini? 0-2 kesalahan = baik
(bulan, tahun) 3-4 kesalahan = gangguan intelek
2. Hari apakah ini? ringan
3. Apakah nama tempat ini? 5-7 kesalahan = gangguan intelek
4. Berapa nomor telepon sedang
bapak/ibu? (bila tidak ada 8-10 kesalahan = gangguan intelek
telepon, dijalan apakah rumah berat
bapak/ibu?)
5. Berapa umur bapak/ibu? Bila penderita tak pernah sekolah,
6. Kapan bapak/ibu lahir? nilai kesalahan diperoleh +1 dari
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 32
33. (tanggal, bulan, tahun) nilai di atas
7. Siapakah nama gubernur Bila penderita sekolah lebih dari
kita? (walikota, lurah, camat) SMA, kesalahan yang
8. Siapakah nama gadis ibu diperbolehkan -1 dari nilai di atas
anda?
9. Hitung mindur 3-3, mulai dari
20
H. PENATALAKSANAAN
1. Farmakoterapi
Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan.
a. Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat - obatan
antikoliesterase seperti Donepezil , Rivastigmine , Galantamine ,
Memantine
b. Dementia vaskuler membutuhkan obat -obatan anti platelet seperti
Aspirin , Ticlopidine , Clopidogrel untuk melancarkan aliran darah ke
otak sehingga memperbaiki gangguan kognitif.
c. Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati, tetapi
perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan dengan
mengobati tekanan darah tinggi atau kencing manis yang berhubungan
dengan stroke.
d. Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan obat anti-
depresi seperti Sertraline dan Citalopram.
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 33
34. e. Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang meledak-ledak, yang
bisa menyertai demensia stadium lanjut, sering digunakanobat anti-
psikotik (misalnya Haloperidol , Quetiapine dan Risperidone). Tetapi
obat ini kurang efektif dan menimbulkan efek samping yang serius.
Obat anti-psikotik efektif diberikan kepada penderita yang mengalami
halusinasi atau paranoid.
2. Intervensi non obat
a. Intervensi lingkungan
1) Penyesuaian fisik (bentuk ruangan, warna, alat yang tersedia)
2) Penyesuaian waktu (membuat jadual rutin)
3) Penyesuaian lingkungan malam hari (mandi air hangat, tidur teratur)
4) Penyesuaian indra (mata, telinga)
5) Penyesuaian nutrisi (makan makanan dengan gizi seimbang)
b. Intervensi perilaku
Wandering
1) Yakinkan dimana keberadaan pasien
2) Berikan keleluasaan bergerak di dalam dan di luar rumah
3) Gelang pengenal “hendaya memory”
Agitasi dan agresifitas
1) Hindari situasi yang memprovokasi
2) Hindari argumentasi
3) Sikap kita tenang dan mantap
4) Alihka perhatian kenal lain
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 34
35. Sikap dan pertanyaan yang berulang
1) Tenang, dengarkan dengan baik, jawab dengan penuh pengertian.
Bila masih berulang, acuhkan dan usahakan alihkan ke hal yang
menarik.
Perilaku seksual yang tidak wajar/sesuai
1) Tenang dan bimbing pasien keruang pribadinya
2) Alihkan ke hal yang menarik perhatiannya
3) Bila didapatkan dalam keadaan telanjang, berilah pakaian atau
selimut untuk menutup badannya. Bantu mengenakan baju kembali.
c. Intervensi psikologis
1) Psiko terapi individual
2) Psiko terapi kelompok
3) Psiko terapi keluarga
d. Intervesi untuk “care giver” (pengasuh) yang diperlukan :
1) Dukungan mental
2) Pengembangan kemampuan adaptasi dan peningkatan kemandirian
3) Kemampuan menerima kenyataan
e. Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi mudah lupa :
1) Lakukan latihan terus-menerus, berulang-ulang
2) Tingkatkan perhatian
3) Asosiasikan hal yang diingat dengan hal yang sudah ada dalam otak
f. Aktivitas keagamaan
g. Mengembangkan hobi yang ada, seperti: melukis, main musik,
berkebun, fotografi.
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 35
36. 2.3 DELIRIUM
A. Definisi
Delirium adalah suatu sindrom yang mencakup gangguan kesadaran
yang disertai dengan perubahan kognisi. Delirium biasanya terjadi dalam
waktu singkat, kadang-kadang tidak lebih dari beberapa jam, berfluktuasi
atau berubah sepanjang hari. Klien sulit memberikan perhatian, mudah
terdistraksi, disorientasi, dan dapat mengalami gangguan sensori seperti
ilusi, salah interpretasi, atau halusinasi. Suara keras dari kereta cucian,
dilorong dapat dislah artikan sebagai suara tembakan (salah interpretasi),
kabel listrik yang terletak dilantai dapat terlihat seperti ular (ilusi), atau
individu dapat melihat malaikat melayang diudara ketika tidak ada sesuatu
disana (halusinansi). Kadang-kadang individu juga mengalami gangguan
siklus tidur-bangun, perubahan aktivitas psikomotor, dan gangguan
emosional seperti ansietas, takut, iritabilitas, euforia, atau apati (DSM-IV-
TR,2000).
B. Gejala delirium:
1. Sulit memberikan perhatian
2. Mudah terdistraksi
3. Disorientasi
4. Dapat mengalami gangguan sensori seperti ilusi, salah interpretasi, atau
halusinasi
5. Dapat mengalami gangguan siklus tidur-bangun
6. Perubahan aktivitas psikomotor
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 36
37. 7. Dapat mengalami ansietas, takut, iritabilitas, euforia, atau apati
Kira-kira 10% sampai 15% individu yang berada di rumah sakit karena
kondisi medis umum mengalami delirium pada waktu tertentu. Delirium
biasa terjadi pada klien lansia yang sakit akut. Kira-kira 30% sampai 50%
klien geriatri yang sakit akut menjadi delirium pada suatu waktu selama
dirawat dirumah sakit. Faktor resiko untuk perkembangan delirium
mencakup peningkatan keparahan penyakit fisik, usia tua, dan kerusakan
kognitif dasar (misalnya, seperti terlihat demensia; Caine & Lyness, 2000).
Anak-anak dapat lebih rentan terhadap delirium, terutama ketika hal tersebut
berkaitan dengan penyakit demam atau obat tertentu, seperti obat
antikolinergik (DSM-IV-TR,2000).
C. Penyebab Delirium
Delirium hampir selalu diakibatkan oleh gangguan atau penyakit
fisiologis, metabolik, atau serebral yang dapat diidentifikasi, intoksikasi
obat, atau putus obat. Penyebab delirium sering klali diakibatkan oleh
penyebab multipel yang memerlukan pemeriksaan fisik secara cermat dan
menyeluruh serta pemeriksaan labolatorium untuk menentukan penyebab
yang tepat.
Penyebab delirium yang paling umum
Fisiologis atau metabolik :hipoksemia, gangguan elektrolit, gagal
ginjal atau hati, hipoglikemia atau hiperglikemia, dehidrasi, deprivasi
tidur, gangguan tiroid atau glukokortikoid, defisiensi tiamin atau vitamin
B12, vitamin C, niasin atau defisiensi protein, syok kardiovaskular, tumor
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 37
38. otak, cedera kepala, dan pajanan terhadap bensin, pelarut cat, insektisida,
dan zat terkait.
Infeksi
Sistemik : sepsis, infeksi saluran kemih, pneumonia Serebral,
meningitis, ensefalitis, HIV, sifilis
Terkait obat : Intoksikasi : antikolinergik, litium, alkohol, sedatif dan
hipnotik
Putus obat : alkohol, sedatif, dan hipnotik
Reaksi terhadap anestesi, obat yang diresepkan atau obat terlarang.
D. Pertimbangan Budaya
Individu dari latar belakang budaya yang berbeda yang berbeda
mungkin tidak mengetahui informasi yang dimintai untuk mengkaji memori,
seperti nama mantan presiden Indonesia. Orientasi, seperti penempatan dan
tempat, dapat dianggap berbeda pada budaya lain, dan kegagalan dalam
mengetahui informasi ini tidak boleh disalahartikan sebagai diorientasi
(DSM-IV-TR,2000). Beberapa budaya juga tidak merayakan ulang tahun
sehingga beberapa individu dapat mengalami kesulitan dalam
memberitahukan tanggal lahir mereka.
E. Terapi Dan Prognosis
Terapi utama untuk delirium adalah mengidentifikasi dan mengatasi
setiap kondisi medis peyebab atau yang berperan. Delirium hampir selalu
merupakan kondisi sementara yang sembuh apabila penyebab yang
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 38
39. mendasarinya berhasil diatasi. Akan tetapi, beberapa penyebab delirium,
seperti cidera kepala atau ensefalitis, dapat menyebabkan klien mengalami
gangguan kognitif, perilaku, atau emosional, bahkan setelah penyebab yang
mendasarinya diatasi.
F. Psikofarmakologi
Klien yang mengalami delirium hipoaktif dan tenang tidak
memerlukan terapi farmaklologis yang spesifik, kecuali yang diindikasikan
untuk kondisi kausatif. Akan tetapi, banyak klien delirium menunjukkan
agitasi psikomotor intermiten atau persisten yang dapat menganggu terapi
yang efektif atau menimbulkan resiko terhadap keamanan klien. Sedasi
untuk mencegah cedera-diri akibat kurang hati-hati dapat diindikasikan.
Antipsikokotik seperti haloperidol (Haldol) dapat digunakan dalam dosis 0,5
sampai 1 mg untuk mengurangi agitasi. Sedatif dan benzodiazepin dihindari
karena obat-obatan tersebut dapat mempeburuk delirium (Caine &
Lyness,2000). Klien dengan gangguan fungsi hati atau ginjal dapat
mengalami kesulitan memetabolisme atau mengekskresikan sedatif.
Pengecualiannya adalah delirium akibat putus alkohol, yang biasanya
diobati dengan benzodazepin.
G. Terapi Medis Lain
Ketika penyebab yang mendasari delirium dapat diatasi, klien juga
dapat memerlukan tindakan fisik pendukung lain. Asupan makanan dan
cairan yang adekuat dan bergizi akan mempercepat penyembuhan. Cairan
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 39
40. intravena atau bahkan nutrisi parenteral total mungkin diperlukan jika
kondisi fisik klien memburuk dan klien tidak dapat makan dan minum.
Jika klien menjadi agitasi dan mengancam akan mencabut slang
intravena atau kateter, restrein fisik mungkin diperlukan sehingga terapi
medis yang dibutuhkan dapat berlanjut. Restrein digunakan hanya jika
diperlukan dan tetap dipasang tidak lebih dari waktu yang diperlukan
karena restrein dapat meningkatkan agitasi klien.
H. Aplikasi Proses Keperawatan Delirium
Tujuan terapi untuk klien delirium adalah mengidentifikasi dan
mengatasi penyebab yang mendasari delirium. Fokus asuhan keperawatan
adalah memenuhi kebutuhan fisiologis dan psikologis dan psikologis klien
serta mempertahankan keamanannya. Perilaku, mood, dan tingkat kesadaran
klien dapat berfluktuasi dengan cepat sepanjang hari. Oleh karena itu,
perawat harus mengkaji klien secara kontinu untuk mengenali perubahan-
perubahan ini dan merencanakan asuhan keperawatan yang sesuai.
I. PENGKAJIAN
Riwayat
Karena penyebab delirium sering terkait dengan penyakit medis,
alkohol, atau obat lain, perawat perlu mendapatkan riwayat keseluruhan area
ini. Perawat mungkin perlu mendapatkan informasi dari anggota keluarga
jika kemampuan klien untuk memberikan data yang akurat terganggu.
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 40
41. Informasi tentang obat-obatan harus mencakup obat yang diresepkan,
alkohol, obat terlarang, dan obat bebas. Meskipun banyak individu mungkin
menganggap obat yang diresepkan dan obat bebas relatif aman, kombinasi
obat atau dosis standar obat dapat mengakibatkan delirium, terutama pada
lansia (Mentes,1995). Jenis obat yang dapat menyebabkan delirium.
Kombinasi obat-obatan ini secara signifikan meningkatkan resiko delirium.
Obat-obatan yang menyebabkan delirium:
1. Antikonvulsan
2. Antikolinergik
3. Antidepresan
4. Antihistamin
5. Antipsikotik
6. Aspirin
7. Barbiturat
8. Benzodiazepin
9. Glikosida jantung
10. Simetidin (Tagamet)
11. Agens hipoglikemik
12. Insulin
13. Narkotik
14. Propanolol (Inderal)
15. Reserpin
16. Diuretik tiazid
Diadaptasi dari McEvoy, R.B. (Ed).
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 41
42. Penampilan Umum dan Perilaku Motorik
Klien delirium sering mengalami gangguan perilaku psikomotor. Klien
mungkin gelisah dan hiperaktif, sering menarik-narik seprai atau berupaya
bangun dari tempat tidur secara mendadak dan tidak terkoordinasi.
Sebaliknya, klien dapat mengalami perilaku motorik yang lambat, tampak
lesu dan letargi dengan sedikit gerakan.
Bicara juga dapat dipengaruhi, yaitu menjadi kurang koheren dan lebih
sulit dimengerti ketika delirium memburuk. Klien dapat mengulang –ulang
satu topik atau bahasan, berbicara melantur dan sulit untuk diikuti, atau
mengalami logorea yang cepat, terpaksa, dan biasanya lebih keras dari
normal. Kadang-kadang klien dapat berteriak atau menjerit terutama pada
malam hari (Burney-Puckett,1996).
Mood dan Afek
Klien delirium sering mengalami perubahan mood dengan cepat dan
tidak dapat diperkirakan. Rentang respons emosional yang luas mungkin
terjadi, seperti ansietas, takut, iritabilitas, marah, euforia, dan apati.
Perubahan mood dan emosi ini biasanya tidak terkait dengan lingkunga
klien. Ketika klien merasa sangat takut dan merasa terancam, klien mungkin
melawan untuk melindungi dirinya dari bahaya yang dirasakan.
Proses dan Isi Pikir
Meskipun klien delirium mengalami perubahan kognisi, sulit bagi
perawat untuk mengkaji perubahan ini secara akurat dan menyeluruh.
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 42
43. Ketidakmampuan klien yang nyata untuk mempertahankan perhatian
menyebabkan kesulitan dalam mengkaji proses dan isi pikir klien. Isi pikir
klien sering tidak terkait dengan situasi, atau bicaranya tidak logis dan sulit
dimengerti. Perawat dapat menanyakan bagaimana persaan klien dan klien
akan bergumam tentang cuaca. Proses pikir esring mengalami disorganisasi
dan tidak masuk akal. Pikiran juga dapat terpecah (tidak berkaitan dan tidak
lengkap). Klien juga dapat memperlihatkan pikiran waham yang meyakini
bahwa perubahan persepsi sensorinya adalah nyata.
Sensoriun dan proses intelektual
Tanda utama delirium dan sering kali tanda awal delirium adalah
perubahan tingkat kesadaran yang jarang stabil dan biasanya berfluktuasi
sepanjang hari. Klien biasanya terorientasi terhadap waktu dan tempat.
Klien menunjukkan penurunan kesadaran terhadap lingkungan atau situasi
dan dapat berokus pada stimulus yang tidak berakitan, seperti warna sprei
atau ruangan. Klien juga mudah terdistraksi oleh suara, orang, atau
mispersepsi sensorinya.
Klien tidak dapat memfokuskan, mempertahankan, atau mengubah
perhatiannya secara efektif dan terdapat kesukaran memori yang baru dan
yang sangat baru (DSM-IV-TR, 2000). Hal ini berarti bahwa perawat harus
dapat menanyakan atau memberikan arahan secara berulang-ulang,
meskipun kemudian klien mungkin tidak mampu melakukan hal-hal yang
diminta.
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 43
44. Klien sering mengalami salah interpretasi, ilusi, dan halusinasi.
Mispersepsi dan ilusi, keduanya berdasarkan pada beberapa stimulus aktual
di lingkungan, klien dapat mendengar bantingan pintu dan
meniterpretasikanbya sebagai suara tembakan atau melihat perawat
mengambil kantong intravena dan beranggapan bahwa perawat akan
menyerangnya. Contoh ilusi yang umum mencakuppikiran klien bahwa
selang intravena atau kabel listrik adalah seekor ular, atau salah mengira
perawat sebagai salah satu anggota keluarga. Halusinasi penglihatan: klien
“melihat” benda-benda yang tidak ada stimulusnya dalam realitas, seperti
malaikat atau gambaran yang mengerikan melayang di atas tempat tidur.
Ketika lebih mampu berpikir jernih, beberapa klien dapat menyadari bahwa
mengalami mispersepsi sensori. Akan tetapi, klien lainnya benar-benar
meyakini salah interpretasi mereka sebagai hal yang benar dan tidak dapat
diyakinkan hal sebaliknya.
Penilaian dan daya tilik
Penilaian klien mengalami gangguan. Klien sering tidak dapat
menyadari situasi yang potensial membahayakan dan tidak dapat bertindak
demi kepentingan terbaik mereka sendiri. Misalnya klien mungkin mencoba
mencabut slang intravena atau kateter urine secara berulang-ulang sehingga
menyebabkan nyeri dan mengganggu terapi yang penting.
Daya tilik bergantung pada keparahan delirium. Klien yang mengalami
delirium ringan dapat mengenali bahwa ia bingung, sedang mendapatkan
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 44
45. terapi, dan mungkin akan sembuh. Akan tetapi, klien yang mengalami
delirium berat dapat tidak memliki daya tilik dalam situasi saat ini.
Peran dan hubungan
Klien tidak mungkin menjalankan perannya selama proses delirium.
Akan tetapi, kebanyakan klien mencapai kembali tingkat fungsi sebelumnya
dan tidak mengalami maslah yang lama dengan peran atau hubungan akibat
delirium.
Konsep diri
Meskipun delirium tidak memiliki pengaruh langsung pada konsep
diri, klien sering merasa takut atau merasa terancam. Apabila klien
menyadari situasi, ia dapat merasa tidak berdaya untuk melakukan sesuatu
yang dapat mengubah situasi tersebut. Apabila delirium terjadi akibat
penggunaan alkohol atau obat terlarang atau penggunaan berlebihan obat
yang diresepkan, klien dapat merasa bersalah, malu, dan terhina atau
berpikir “saya adalah orang jahat; saya lakukan hal ini pada diri saya
sendiri.”. hal ini menandakan kemungkinan masalah konsep diri dalam
jangka panjang.
Pertimbangan fisiologis dan perawatan diri
Klien delirium paling sering mengalami gangguan siklus tidur-bangun.
Hal ini dapat mencakup sulit tidur, mengantuk pada siang hari, agitasi di
malam hari, atau bahkan pola terjaga siang hari/tidur malam hari yang biasa
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 45
46. menjadi terbalik secara komplet (DSM-IV-TR, 2000). Kadang-kadang klien
dapat juga gagal untuk menyadari atau mengabaikan isyarat internal tubuh,
seperti rasa lapar, haus, atau keinginan untuk berkemih atau defekasi.
II. ANALISA DATA
Diagnosis keperawatan utama untuk klien yang mengalami delirium adalah:
1. Risiko cidera
2. Konfusi akut
Diagnosis tambahan yang biasanya dipilih berdasarkan pengkajian klien
adalah :
1. Perubahan Persepsi Sensori
2. Perubahan Proses Pikir
3. Gangguan Pola Tidur
4. Risiko Kekurangan Volume Cairan
5. Resiko Perubahan Nutrisi: Kurang Dari Kebutuhan Tubuh.
III. IDENTIFIKASI HASIL
Hasil terapi untuk klien yang mengalami delirium dapat mencakup:
1. Klien akan bebas dari cidera
2. Klien akan menunjukkan peningkatan orientasi dan kontak realitas.
3. Klien akan mempertahankan keseimbangan keseimbangan aktivitas dan
istirahat yang adekuat
4. Klien akan mempertahankan keseimbangan cairan dan nutrisi yang ade
5. Klien akan kembali ketingkat fungsi optimal
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 46
47. IV. INTERVENSI
1. Meningkatkan keamanan klien
Ajarkan klien untuk meminta bantuan dalam melakukan aktivitas
(bangun daru tempat tidur, pergi ke kamar mandi).
Lakukan pengawasan yang ketat untuk menjamin keamanan selama
aktivitas ini.
Cepat berespons terhadap panggilan klien untuk meminta bantuan.
2. Mengatasi kebingungan klien
Bicara dengan klien dengan sikap yang tenang, suara yang pelan dan
jelas, menggunakan kalimat yang sederhana.
Berikan waktu yang cukup bagi klien untuk memahami dan berespons.
Izinkan klien untuk mengambil keputusan sesuai kemampuannya.
Berikan isyarat verbal orientasi ketika berbicara dengan klien.
Gunakan sentuhan supportif jika tepat.
3. Mengendalikan lingkungan untuk mengurangi kelebihan sensori
Minimalkan suara berisik di lingkungan (televisi, radio).
Pantau respons klien terhadap pengunjung; jelaskan kepada keluarga
dan teman bahwa klien dapat memerlukan kunjungsn yang tenang satu
per satu.
Validasi ansietas dan rasa takut klien, tetapi jangan kuatkan mispresepsi
klien.
4. Meningkatkan tidur dan nutrisi yang tepat
Pantau pola eliminasi dan tidur.
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 47
48. Pantau asupan makanan dan cairan; berikan bantuan atau dorongan
untuk makan dan minum yang cukup.
Berikan bantuan ke kamar mandi secara periodik apabila klien tidak
meminta.
Cegah tidur siang untuk membantu tidur pada malam hari.
Dorong melakukan olahraga pada siang hari, seperti duduk dikursi,
berjalan dikoridor, atau aktivitas lain yang dapat klien lakukan.
5. Memberikan penyuluhan pada klien atau keluarga
Pantau kondisi kesehatan kronis secara cermat.
Kunjungi dokter secara teratur.
Periksa kedokter sebelum menggunakan obat yang tidak diresepkan
Hindari penggunaan obat penenang dan alkohol
Pertahankan diet yang bergizi
Tidur yang cukup
V. EVALUASI
Keberhasilan terapi penyebab yang mendasari delirium biasanya
mengembalikan klien ke tingkat fungsi sebelumnya. Klien dan pemberi
perawatan atau keluarga perlu memahami oraktik perawatan kesehatan yang
penting untuk mencegah rekuensi delirium. Hal ini, mencakup pemantauan
kondisi kesehatan yang kronis, penggunaan obat-obatan yang cermat, atau
berhenti menggunakan alkohol atau obat lain.
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 48
49. Gambaran kasus klinis : delirium
Pada suatu sore di bulan agustus yang panas dan lembap, petugas 911
menerima telepon yang meminta ambulans untuk seorang wanita tua yang
mengalami kolaps di trotoar daerah pemukiman. Menurut tetangga yang
berkumpul ditempat kejadian, wanita tua tersebut telah berjalan-jalan di
sekitar daerah itu sejak pagi-pagi sekali. Tidak ada seorang pun yang
menganalnya dan beberapa tetangga mencoba mendekatinya untuk
menawarkan bantuan atau memberikan petunjuk. Wanita tua itu tidak mau
atau tidak mau menyebutkan nama atau alamatnya; kebanyakan bicaranya
kacau dan sulit dimengerti. Ia tidak membawa dompet atau identitas apapun.
Akhirnya ia kolaps dan tampak tidak sadar sehingga mereka menghubungi
layanan kedaruratan.
Wanita itu dibawa ke ruang kedaruratan. Ia berkeringat sangat banyak dan
mengalami demam 103,2°F dan dehidrasi berat. Terapi intravena mulai
dilakukan untuk mengganti cairan dan elektrolit. Selimut dingin dipakai
untuk menurunkan suhu tubuhnya dan ia dipantau secara ketat selama
beberapa jam kemudian. Ketika wanita itu mulai sadar, ia kebingungan dan
tidak dapat memberikan informasi yang berguna tentang dirinya. Bicaranya
tetap kacau dan membingungkan. Beberapa kali ia mencoba untuk turun
dari tempat tidur dan mencabut slang intravenanya sehingga restrein
digunakan untuk mencegah cedera dan memungkinkan terapi terus
berlanjut.
Pada akhir hari kedua dirumah sakit, ia dapat memberikan nama, alamat,
dan beberapa keadaan sekitar kejadian secara akurat. Ia ingat bahwa ia
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 49
50. sedang berkebun di halaman belakangnya pada siang hari dan merasa sangat
panas. Ia ingat berpikir bahwa ia harus kembali ke dalam rumah untuk
mengambil minuman dingin dan beristirahat. Itu merupakan hal terakhir
yang ia ingat.
Rencana asuhan keperawatan untuk klien delirium
Diagnosis keperawatan – konfusi akut
Awitan mendadak sekelompok perubahan global
dan sementara serta gangguan dalam perhatian,
kognisi, aktivitas psikomotor, tingkat kesadaran,
dan/atau siklus tidur/bangun.
Data pengkajian
Penilaian yang buruk
Gangguan kognitif
Kerusakan memori
Daya tilik kurang atau terbatas
Kehilangan kendali diri
Tidak mampu menyadari bahaya
Ilusi
Halusinasi
Perubahan mood
Kriteria hasil
Klien akan : - bebas dari cedera
- Meningkatkan kontak realitas
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 50
51. - Mengalami distres yang minimal terkait dengan
kebingungan
Implementasi
Intervensi keperawatan Rasional
1. Jangan membiarkan klien memikul 1. Keamanan klien merupakan suatu
tanggung jawab atas keputusan atau prioritas. Klien mungkin tidak
tindakan apabila klien berada dalam mampu membedakan secara akurat,
keadaan tidak aman. tindakan atau situasi yang potensial
membahayakan.
2. Apabila diperlukan batasan 2. Klien mempunyai hak untuk
perilakua atau tindakan klien, mendapatkan informasi tentang
jelaskan batasan, konsekuensi, dan restriksi dan alasan batasan
alasannya dengan jelas, dalam batas diperlukan.
kemampuan klien untuk
memahaminya.
3. Libatkan klien dalam membuat 3. Kepatuhan terhadap terapi
rencana atau keputusan sesuai meningkat apabila klien terlibat
kemampuannya untuk berpartisipasi. secara emosional di dalamnya.
4. Berikan umpan balik faktual 4. Klien harus menyadari perilakunya
terhadap mispersepsi, waham, atau sebelum klien dapat mengambil
halusinasi klien. tindakan untuk memodifikasi
perilaku tersebut.
5. Sampaikan kepada klien dengan 5. Ketika diberikan umpan balik
cara yang sesuai fakta bahwa orang dengan cara yang tidak
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 51
52. lain tidak terlibat dalam interpretasi mengahkimi, klien dapat meras
klien. perasaannya tervalidasi, sementara
menyadari bahwa orang lain tidak
berespons terhadap stimulus yang
sama dengan cara yang sama.
6. Kaji klien setiap hari atau lebih 6. Klien yang mengalami masalah
sering apabila diperlukan untuk organik cenderung sering
mengetahui tingkat fungsinya. mengalami fluktuasi kemampuan.
7. Izinkan klien untuk mengambil 7. Pengambilan keputusan
keputusan sesuai kemampuannya. meningkatkan partisipasi,
kemandirian, dan harga diri klien.
8. Bantu klien untuk menyusun 8. Aktivitas yang rutin atau yang
kegiatan rutin harian yang menjadi bagian kebiasaan klien
mencakup hygiene, aktivitas dan tidak membutuhkan keputusan yang
sebagainya. terus menerus tentang apakah
melakukan tugas tertentu atau tidak.
2.4 PERILAKU KEKERASAN
A. Pengertian
Agression is harsh physical or verbal action that reflect rage, hostility,
and potential for physical or verbal destructiveness (Varcarolis,2006:490).
Agresi adalah sikap atau perilaku kasar atau kata-kata yang menggambarkan
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 52
53. perilaku amuk, permusuhan, dan potensi untuk merusak secara fisik atau
dengan kata- kata.
Perilaku kekerasan merupakan respon terhadap stressor yang dihadapi
oleh seseorang, yang di tunjukkan dengan perilaku actual melakukan
kekerasan, baik pada diri sendiri, orang lai maupun lingkungan, secara
verbal maupun nonverbal, bertujuan untuk melukai orang lainsecara fisik
maupun psikologis. (Berkowitz, 2000).
Penganiayaan lansia adalah perilaku semena- mena terhadap lansia
anggota keluarga atau orang-orang yang merawat mereka. Penganiayaan
tersebut mencakup penganiayaan fisik dan seksual, penganiayaan psikologis,
pengabaian diri, pengabaian, eksploitasi financial, menolak terapi medis
yang adekuat.
Individu yang menganiaya lansia hampi selalu merupakan orang yang
merawat lansia tersebut, atau lansia bergantung pada mereka dalam beberapa
hal. Kebanyakan kasus penganiayaan lansia terjadi ketika salah satu lansia
merawat pasangannya. Tipe penganiayaan pasangan ini biasanya terjadi
selama bertahun- tahun setelah disabilitas membuat pasagannya yang
dianiaya tidak mampu merawat dirinya sendiri. Apabila penganiaya adalah
anak yang sudah dewasa, anak lelaki memiliki kemungkinan dua kali lebih
besar sebagai pelaku dari pada anak perempuan
B. Gambaran Klinis
Korban dapat mengalami fraktur atau memar, tidak memiliki kacamata
atau alat bantu dengar yang mereka butuhkan, tidak medapatkan makanan,
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 53
54. cairan, atau obat-obatan, atau mungkin di restrein dikursi atau tempat tidur.
Penganiaya dapat menggunakan sumber financial korban untuk
kesenangannya sendiri, sementara lansia tidak dapat membeli makanan dan
obat- obatan. Perawatan medis itu sendiri tidak diberikan pada lansia yang
menderita penyakit akut atau kronis. Pengabaian diri adalah kegagalan
lansia untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
C. Proses Terjadinya Perilaku Kekerasan
1. Faktor Predisposisi
a. Teori Biologik
1) Neurologik factor, beragam kompnen dari sistem syaraf seperti
synap, neurotransmitter, dendrite, axon terminalis, mempunyai peran
terminalis yang mempunyai peran memfasilitasi atau menghambat
rangsangan dari pesan – pesan yang akan mempengaruhi sifat
agresif. Sistem limbic sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya
perilaku bermusuhan dan respon agresif.
2) Genetic factor, adanya factor gen yan diturunkan melalui orang tua,
menjadi potensi perilaku agresif . menurut riset Kazuo Murakami
(2007) dalam gen manusia terdapat dormant (potensi) agresif yang
sedang tidur dan akan bangun jika terstimulasi olehh factor
eksternal.
3) Cyrcardian Rhytm (irama sikardian tubuh),memegang peranan pada
individu. Menurut penelitian pada jam-jam tertentu manusia
mengalami peningkatan cortisol treutama pada jam-jam sibuk seperti
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 54
55. menjelang masuk kerja dan menjelang berakhirnya pekerjaan sekitar
jam 9 dan jam !3. pada jam tertentu orang lebih mudah terstimulasi
untuk bersifat agresif.
4) Biochemistry factor (Faktor biokimia tubuh )seperti neurotransmitter
di otak (epineprin, norepineprine, dopamine, asetilkolin, dan
serotonin) sangat berperan dalam penyampaian informasi melalui
sistem persyarafan daam tubuh, adanya stimulasi dari luar tubuh
yang dianggap mengancam atau membahayakan dihantar mellui
neurotransmitter ke otak dan meresponnya melalui sebuah efferent.
Peningkatan hormone androgen dan oreepineprine serta penurunan
serotonin dan GABA pada cairan cerebrospinal vertebra dapat
menjadi factor predisposisi terjadinya perilaku agresif.
5) Brain area disorder, gangguan pada sistem limbic dan lobus
temporal, sindrom otak organik, tumor otak, trauma otak, penyakit
ensefalitis, epilepsy ditemikan sangat berpengaruh terhadap perilaku
agresif dan tindak kekerasan.
b. Teori psikologik
1) Teori psikoanalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh
kembang seseorang (life span history).teoriini menjelaskan bawa
adanya ketidakpuasan fase oral antara usia 0-2 tahun dimana anak
tidak dapat mendapat kasih saying dan pemenuhan kebutuhan air
susu yang cukup cenderung mengembangkan sikap agresif dan
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 55
56. bermusuhan setelah dewasa sebagai kompensasi adanya
ketidakpercayaan adanya lingkungannya. Tidak terpenuhinya rasa
nyaman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan
membuat konsep diriyang rendah.
2) Imitation, modeling, and information processing theory
Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam
lingkungan yang menolerir kekerasan. Adanya contoh, model dan
perilaku yang ditiru dari media atau lingkungan skitar
memungkinkan individu meniru perilaku tersebut
3) Learning theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap
lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respon seseorang
saat menerima kekecewaan dan mengamati bagaimana orang marah.
c. Teori sosiokultural
Dalam buaya tertentu seperti rebutan berkah, rebutan uang receh,
sesaji atau kototan kerbau di keratin, serta ritual-ritualyang cenderung
mengarah pada kemusrikan secara tidak langsung turut memupuksikap
agresif dan ingin menang sendiri.kontrol masyarakat yang rendah dan
kecenderungan menerima perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaian
masalah dalam masyarakat merupakan factor predisposisi terjadinnya
perilaku kekerasan.
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 56
57. d. Aspek religlusitas
Dalam tujuan religlusitas, kemarahan dan agresivitas merupakan
dorongan dan bisikan system yang sangat menyukai kerusakan agar
manusia menyesal (devil support), semua bentuk kekerasan adalah
bisikan setan melalui pembuluh darah ke jantung, otak, dan organ vital
manusia lain yang dituruti manusia sebagai bentuk kompensasi bahwa
kebutuhan dirinya terancam dan harus dipenuhi tanpa meibatkan akal.
2. Faktor Presipitasi
Factor-faktor pencetus perilaku kekerasa sering berkaitan dengan :
a. Ekspresi diri, ingin menunjukan eksistensi diri ataisinbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton, sepak bola, genk sekoah,
perkelahian missal, dsb
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi social
ekonomi.
c. Kesuitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
menempatkan dirinya sebagai serang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti social meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu menontrol emosi saat menghadapi
frusta.
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 57
58. f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perunahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.
D. Rentang Respon Marah
Perilaku kekerasan merupakan suatu rentang emosi dan ungkapan
marah yang dimanifestasikan dalam bentuk komunikasi dan proses
penyampaian pesan dari individu. Orang yang mengalami kemarahan
sebenarnya ingin menyampaikan pesan bahwa ia “tidak setuju, tersinggung,
merasa tidak diangap, merasa tidak diturut atau diremehkan.” Rentang
respon marah individu dimulai dari respon normal (asertif) sampai pada
respon yang sangat tidak normal (maladaptif).
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan
Klien mampu klien gagal klien merasa Klien perasaan
mengungkapka mencapai tidak dapat mengekspresika marah dan
n marah tanpa tujuan mengungkapka n secara fisik, bermusuha
menyalahkan kepuasan / n perasaanya, tapi masih n yang
orang lain dan saat marah tidak berdaya terkontrol, sangat kuat
memberikan dan tidak dan menyerah mendorong dan hilang
kelegaan dapat orang lain control,
menemuka dengan ancaman disertai
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 58
59. n alternatif amuk,
merusak
lingkungan.
E. Pengkajian Perilaku Asertif, Pasif, dan Agresif
Perawat perlu memahami dan membedakan berbagai prilaku yang
ditampilkan klien. Hali ini dapat dianalisa dari perbandingan berikut :
Asertif Pasif Asertif Agresif
Isi pembicaraan Negatif, Positif Menyombongkan
merendahkan menawarkan diri , diri, merendahkan
diri, Misalnya : misalnya : orang lain
“Biasakah saya “ Saya mampu, misalnya :
melakukan hal saya bisa, anda “Kamu pasti tidak
itu? boleh, anda dapat” bisa, kamu selalu
Bisakah anda melanggar, kamu
melakukannya ? tidak pernah
menurut, kamu
tidak akan bisa”
Tekanan suara Lambat, sedang Keras ngotot
mengeluh
Posisi Badan Menundukkan Tegap dan santai Kaku, condong
kepala kedepan
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 59
60. Jarak Menjaga jarak Mempertahankan Siap dengan jarak
dengan sikap jarakyang nyaman akan menyerang
mengabaikan orang lain
Penampilan Loyo, tidak Sikap tenang Mengancam,
dapat tenang posisi menyerang
Kontak mata Sedikit/ sama Mempertahankan Mata melotot dan
sekali tidak kontak mata sesuai dipertahankan.
dengan hubungan
F. Pengkajian Mekanisme Koping Klien
Perawat perlu mengidentifikasikan mekanisme koping klien, sehingga
dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang
konstruktif dalam mengekspresikan marahnya. Mekanisme koping yang
umu digunakan adalah mekaisme pertahanan ego seperti displacement(dapat
mengungkapkan kemarahan pada objrlyang salah, misalnya pada saat marah
pada dosen, mahasiswa mengungkapkan kemarahan dengan memukul
tembok. Proyeksi yaitu kemarahan dimana secara verbal mengalihkan
kesalahan diri sendiripada orang lain yang dianggap berkaitan. Mekanisme
koping lainnya adalah represi, dimana individu merasa seolah-olah tidak
marah dan tidak kesal, ia tidak mencoba menyampaikannya kepada orang
terdekat atau ekspress feeling, sehingga rasa marahnya tidak terungkap dan
ditekan sampai ia melupakannya.
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 60
61. Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka
berkepanjangan dari seseorang karena ditinggal oleh seseorang yang
dianggap sangat berpengaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak
berakhir dapat menyebabkan perasan harga diri rendah sehingga sulit untuk
bergaul dengan orang lain.
G. Diagnosa Keperawatan
1. Perilaku Kekerasan
2. Resiko Mencderai Diri Sendiri, orang lain dan lingkungan
3. Perubahan Persepsi Sensori : halusinansi
4. Harga Diri Rendah Kronis
5. Isolasi Sosial
6. Berduka Disfungsional
7. Inefektif proses terapi
8. Koping keluarga inefektif
H. Tanda dan Gejala
Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda da gejala perilaku
kekerasan :
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 61
62. e. Wajah memerah dan tegang
f. Postur tubuh kaku
g. Pandangan tajam
h. Mengatupkan rahang dengan kuat
i. Mengepalkan tangan
j. Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
f. Ketus
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Merusak lingkungan
d. Amuk/agresif
4. Emosi
Tidakadekuat, tidak nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak
berdaya, bermusuhan,. Mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan an
meuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet. Kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 62
63. 6.Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, Mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak peduli dan kasar.
7.Social
Menarik diri, pengasigan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8.Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
I. Tindakan Keperawatan
1. Bina hubungan saling percaya
Dalam memebina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar
klien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan perawat:
a. Mengcapkan salam terapeutik
b. Berjabat tangan
c. Menjelaskan tujuan interaksi
d. Membuat kontrak topic, waktu dan tempat setiap kali bertemu dengan
klien.
2. Diskusikan bersama klien mengenai penyebab perilaku kekerasan saat ini
dan yang lalu.
3. Diskusikan perasaan klien jikaterjadi penyebab perilaku kekerasan:
a. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
b. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara social
c. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual
d. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual.
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 63
64. 4. Diskusikan bersama klien yag biasa dilakukan pada saat marah secara
verbal terhadap orang lain, terhadap diri sendiri, terhadap lingkungan.
5. Diskusikan dengan klien akibat perilakunya.
6. Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasa secara fisik :
distraksi melalui pekerjaan seperti membersihkan lantai, membuat batako,
olah raga, dan sebagainya.
7. Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasan secara
asertif.
8. Diskuskan bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasan secara
spiritual: sholat/berdoa sesuai keyakian pasien
2.5 DEPRESI PADA LANSIA
A. Pengertian Depresi
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang
berkaitan dengan alam perasaan yag sedih dan gejala penyertanya, termasuk
perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi,
kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri (Kaplan
dan Sadock, 1998). Depresi adalah suatu perasaan sedih dan pesimis yang
berhubungan dengan suatu penderitaan. Dapat berubah serangan yang
ditujukan pada diri sendiri atau perasaan marah yang dalam (Nugroho,
2000). Menurut Hudak & Gallo (1996), gangguan depresi merupakan
keluhan umum pada lanjut usia dan merupakan penyebab tindakan bunuh
diri.
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 64
65. Depresi adalah gangguan alam perasaan yang ditandai oleh kesedihan,
harga diri rendah, rasa bersalah, putus asa, perasaan kosong (Keliat,1996).
Sedangkan menurut Hawari (1996), depresi adalah bentuk gangguan bentuk
gangguan kejiwaan pada alam perasaan (mood), yang ditandai kemurungan,
kelesuan, ketidakgairahan hidup, perasaan tidak berguna dan putus asa.
B. Tanda dan Gejala Depresi pada Lansia
Samiun (2006) menggambarkan gejala-gejala depresi pada lansia:
a. Kognitif
Sekurang-kurangnya ada 6 proses kognitif pada lansia yang
menunjukkan gejala depresi. Pertama, Individu yang mengalami depresi
memiliki self-esteem yang sangat rendah. Mereka berfikir tidak adekuat,
tidak mampu, merasa dirinya tidak berarti, merasa rendah diri dan merasa
bersalah terhadap kegagalan yang dialami. Kedua, Lansia selalu pesimis
dalam menghadapi masalah dan segala sesuatu yang dijalaninya menjdi
buruk dan kepercayaan terhadap dirinya yang tidak adekuat. Ketiga,
Memiliki motivasi yang kurang dalam mejalani hidupnya, selalu meminta
bantuan dan melihat semuanya gagal dan sia-sia sehingga merasa tidak
ada gunanya berusaha. Keempat, Membesar-besarkan masalah dan selalu
pesimistik menghadapi masalah. Kelima, Proses berpikirnya menjadi
lambat, performance intelektualnya berkurang. Keenam, Generalisasi dari
gejala depresi, harga diri rendah, pesimisme dan kurangnya motivasi
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 65
66. b. Afektif
Lansia yang mengalami depresi merasa tertekan, murung, sedih, putus
asa, kehilangan semangat dan muram. Sering merasa terisolasi, ditolak
dan tidak dicintai.
c. Somatik
Masalah somatik yang sering dialami lansia yang mengalami depresi
seperti pola tidur yang terganggu (insomnia), gangguan pola makan dan
dorongan seksual berkurang. lansia lebih rentan terhadap penyakit karena
sistem kekebalan tubuhnya melemah, selain karena aging process juga
karena orang yang mengalami depresi menghasilkan sel darah putih yang
kurang (Schleifer et all, 1984; Samiun, 2006)
d. Psikomotor
Gejala psikomotor pada lansia depresi yang dominan adalah retardasi
motor. Sering duduk dengan terkulai dan tatapan kosong tanpa ekspresi,
berbicara sedikit dengan kalimat datar dan sering menghentikan
pembicaraan karena tidak memilki tenaga atau minat yang cukup untuk
menyelesaikan kalimat itu.
Dalam pengkajian depresi pada lansia menurut Sadavoy et all (2004)
gejala-gejala Depresi dirangkum dalam SIGECAPS yaitu gangguan pola
tidur (sleep) pada lansia yang dapat berubah keluhan sukar tidur, mimpi
buruk dan bangun dini dan tidak bisa tidur lagi, penurunan minat dan
aktivitas (interest), rasa bersalah dan menyalahkan diri (guilty), merasa
cepat lelah dan tidak mempunyai tenaga (energy), penurunan konsentrasi
dan proses pikir (concentration), nafsu makan menurun (appetite),
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 66
67. gerakan lambat dan sering duduk terkulai (psychomotor) dan penelantaran
diri serta ide bunuh diri (suicidaly).
Sedangkan menurut Kelliat (1996) perilaku yang berhubungan dengan
depresi meliputi beberapa aspek seperti :
a. Afektif
Kemarahan, ansietas, apatis, kekesalan, penyangkalan perasaan,
kemurungan, rasa bersalah, ketidakdayaan, kepetusasaan, kesepian, harga
diri rendah, kesedihan.
b. Fisiologik
Nyeri abdomen, anoreksia, sakit punggung, konstipasi, pusing, keletihan,
gangguan pencernaan, insomnia, perubahan haid, makan
berlebihan/kurang, gangguan tidur, dan perubahan berat badan.
c. Kognitif
Ambivalensi, kebingungan, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan
minat dan motivasi, menyalahkan diri sendiri, mencela diri, pikiran yang
deskrutif tentang diri sendiri, pesimis, ketidakpastian.
d. Perilaku
Agresif, agitasi, alkoholisme, perubahan tingkat aktivitas, kecanduan obat,
intoleransi, mudah tersinggung, kurang spontalitas, sangat tergantung,
kebersihan diri yang kurang, isolasi sosial, mudah menangis, dan menarik
diri.
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 67
68. Menurut PPDGJ – III (Maslim, 1997), tingkatan depresi ada 3 berdasarkan
gejala – gejala yaitu :
1) Depresi Ringan
Gejala:
a. Kehilangan minat dan kegembiraan
b. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunya
aktivitas
c. Konsentrasi dan perhatian yang kurang
d. Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang
e. Lamanya gejala tersebut berlangsung sekurang – kurangnya 2 minggu
f. Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa
dilakukanya
2) Depresi Sedang
Gejala:
a. Kehilangan minat dan kegembiraan
b. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunya
aktivitas
c. Konsentrasi dan perhatian yang kurang
d. Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang
e. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
f. Pandangan masa depan yang suram dan pesimitis
g. Lamanya gejala tersebut berlangsung sekurang – kurangnya 2 minggu
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 68
69. h. Mengadaptasi kesulitan untuk meneruskan kegiatan sosial pekerjaan
dan urusan tumah tangga
3) Depresi Berat
Gejala:
a. Mood depresif
b. Kehilangan minat dan kegembiraan
c. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yg nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunya aktivitas
d. Konsentrasi dan perhatian yang kurang
e. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
f. Pandangan masa depan yang suram dan pesimitis
g. Perbuatan yang membahayakan dirinya sendiri atau bunuh diri
h. Tidur tenganggu disertai waham, halusinasi
i. Lamanya gejala tersebut berlangsung selama 2 minggu
C. Penyebab Depresi pada Lanjut Usia
Menurut Stuart dan Sundeen (1998), faktor penyebab depresi adalah :
a. Faktor predisposisi :
1. Faktor genetik, dianggap mempengaruhi gangguan transmisi gangguan
afektif melalui riwayat keluarga dan keturunan.
2. Teori agresi menyerang kedalam, menunjukkan bahwa depresi terjadi
karena perasaan marah yang ditunjukkan kepada diri sendiri.
3. Teori kehilangan obyek, menunjukkan kepada perpisahan traumatika
individu dengan benda atau yang sangat berarti.
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 69