10, sm, istiqmal fajar d, hapzi ali, business eticks, csr, dan risk manage...
Etika Bisnis Teori
1. NAMA : Teguh wijayanto
NIM : 141100111
KELAS : EM-C
resume
BAB 2
Sekilas Teori Etika
Etika bisnis adalah penerapan prinsip-prinsip etika yang umum pada suatu wilayah perilaku
manusia yang khusus, yaitu kegiatan ekonomi dan bisnis. Teori etika membantu kita untuk menilai
keputusan etis. Teori etika menyediakan kerangka yang memungkinkan kita memastikan benar
tidaknya keputusan moral kita. Berdasarkan suatu teori etika,keputusan moral yang kita ambil bisa
menjadi beralasan. Dengan kata lain, karena teori etika itu keputusan dilepaskan dari suasana
sewenang-wenang. Suatu teori etika membantu kita untuk mengambil keputusan moral yang tahan
uji, jika ditanyakan tentang dasarnya.
Di buku ini akan dibahas secara singkat beberapa teori yang dewasa ini paling penting dalam
pemikiran moral, khususnya dalam etika bisnis.
1. Utilitarisme
“Utilitarisme” berasal dari kata latin utilis yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu
perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan
saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Jadi, utilitarismeini tidak
boleh dimengerti dengan cara egoistis. Dapat dipahami pula kalau utilitarisme sangat
menekankan pentingnya konsekuensi perbuatan dalam menilai baik buruknya. Kualitas
moral suatu perbuatan baik buruknya tergantung pada konsekuensi atau akibat
yang dibawakan olehnya.
Utilitarisme disebut lagi suatu teori teleologis (dari kata Yunani telos = tujuan), sebab
menurut teori ini kualitas etis suatu perbuatan diperoleh dengan dicapainya tujuan
perbuatan. Perbuatan yang memang bermaksud baik tetapi tidak menghasilkan apa-apa,
menurut utilitarisme tidak pantas disebut baik. Menepati janji, berkata benar, atau
menghormati milik orang adalah baik karena hasil baik yang dicapai dengannya, bukan
karena suatu sifat intern dari perbuatan-perbuatan tersebut. sedangkan mengingkar janji,
berbohong, atau mencuri adalah perbuatan buruk karena akibat buruk yang dibawakannya,
bukan karena suatu sifat buruk dari perbuatan-perbuatan itu. Utilitarisme dapat memberi
2. tempat juga kepada pengertian “kewajiban”, tapi hanya dalam arti bahwa manusia harus
menghasilkan kebaikan dan bukan keburukan.
Kita dapat menyimpulkan bahwa utilitarisme aturan membatasi diri pada justifikasi aturan-
aturan moral. Dengan demikian mereka memang dapat menghindari beberapa kesulitan dari
utilitarisme perbuatan. Karena itu utilitarisme aturan ini merupakan suatu upaya teoretis
yang menarik.
2. Deontologi
Jika utilitarisme menggantungkan moralitas perbuatan pada konsekuensinya, maka
deontologi (deontology) melepaskan sama sekali moralitas dari konsekuensi perbuatan.
Istilah “deontologi” ini berasal dari kata yunani deon yang berarti kewajiban. Sekarang bisa
dimengerti juga bahwa suatu perbuatan yang baik dari segi hukum,belum tentu baik juga
dari segi etika. Supaya menjadi baikdimata hukum, yang diperlukan hanyalah bahwa
perbuatan itu sesuai sesuai dengan hukum, terlepas dari motif apa pun mengapa perbuatan
dilakukan. Akan tetapi,supaya menjadi baik secara moral, hal itu belum cukup. Suatu
perbuatan hanya bisa dianggap baik secara moral, kalau dilakukan karena kewajiban atau
karena harus dilakukan. Jadi disini pendekatan deontologis dan utilitarisme yang berbeda-
beda itu berkonvergensi ke kesimpulan etis yang sama. Dalam praktek, hal seperti itu sering
terlihat khususnya dalam konteks etika bisnis dan karena itu pertentangan teoretis antara
utilitarisme dan deontologi tidak bolehdilebih-lebihkan.
3. Teori hak
Teori hak ini adalah pendekatan yang palik banyak dipakai untuk mengevaluasi baikburuknya
suatu perbuatan atau perilaku. Sebetulnya teori hak merupakan suatu aspek dari teori
deontologi, karena hak berkaitan dengan kewajiban. Malah bisa dikatakan, hak dan
kewajiban bagaikan dua sisi dari uang logamyang sama. Teori hak sekarang begitu populer,
karenadinilai cocok dengan penghargaan terhadap individu yang memiliki harkat tersendiri.
Karena itu manusia individual siapa pun tidak pernah boleh dikorbankan demi tercapainya
suatu tujuan yang lain.
3. 4. Teori keutamaan
Apa yang dimaksudkan dengan teori keutamaan? Keutamaan bisa didefinisikan sebagai
berikut : disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan memungkinkan dia untuk
bertingkah laku baik secara moral. Dalam etika bisnis, teori keutamaan belum banyak
dimanfaatkan. Tetapi minat untuk itu semakin menonjol.
Diantara keutamaan yang harus menandai pebisnis perorangan bisa disebut: kejujuran,
fairness, kepercayaan, dan keuletan. Keempat keutamaan ini berkaitan erat satu sama lain
dan kadang kadang malah ada tumpang tindih diantaranya.
Kejujuran menuntut adanya keterbukaan dan kebenaran. Jika mitra bisnis ingin
bertanya, pebisnis yang jujur selalu bersedia memberi keterangan. Tetapi suasana
keterbukaan itu tidak berarti si pebisnis harus membuka segala kartunya.
Keutamaan kedua adalah fairness, fairness adalah kesediaan untuk memberikan apa
yang wajar kepada semua orang dan dengan “wajar” dimaksudkan apa yang bisa
disetujui oleh semua pihak yang terlibat dalam suatu transaksi.
Kepercayaan juga adalah keutamaan yang penting dalam konteks bisnis.
Kepercayaan harus ditempatkan dalam relasi timbal balik. Pebisnis yang memiliki
keutamaan ini boleh mengandaikan bahwa mitranya mempunyai keutamaan yang
sama. Ia bertolak dari pengandaian bahwa mitranya pantas diberi kepercayaan. Ada
beberapa cara untuk mengamankan kepercayaan. Salah satu cara ialah memberi
garansi atau jaminan.
Keutamaan keempat adalah keuletan (solomon menggunakan kata toughness).
Pebisnis harus bertahan dalam banyak situasi yang sulit. Ia harus sanggup
mengadakan negosiasi yang terkadang seru tentang proyek atau transaksi yang
bernilai besar. Ia harus berani juga mengambil risiko kecil ataupun besar, karena
perkembangan banyak faktor tidak bisa diramalkan sebelumnya.