SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 76
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS
  CEREBRAL PALSY SPASTIC QUADRIPLEGIC




                  DISUSUN OLEH :

                Ade Fitri (1006719652)

         AsmallahPutriWandasari (1006778011)

          IrmanGalihPrihantoro (1006778213)

             Nabila Fatana (1006720181)

              VertiliaDesi (1006720420)




       PROGRAM VOKASI KEDOKTERAN

       BIDANG STUDI FIFIOTERAPI 2010

          UNIVERSITAS INDONESIA
KATA PENGANTAR



         Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena akan
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah konferensi kasus Fisioterapi Pediatri (FT A) dengan tepat
waktu.
         Pembuatan makalah ini bertujuan untuk melengkapi tugas dalam Praktek
Klinik I Semester V.
         Dalam penyusunan makalah ini kami telah banyak memperoleh bimbingan
dan dukungan dari berbagai pihak baik dokter, instruktur atau fisioterapis, senior
fisioterapis angkatan 2009, dan teman-teman seperjuangan.Oleh sebab itu pada
kesempatan kali ini tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah banyak membantu penyusunan makalah ini.
         Kami menyadari tanpa bimbingan dan pengarahan dari semua pihak, maka
laporan ini tidak akan tersusun dengan baik. Pada kesempatan kali ini kami
mengucapkan terima kasih kepada dokter, dosen mata ajar fisioterapi pediatri,
seluruh pembimbing praktek klinik fisioterapi di Rumah Sakit Umum Pusat
Nasional Dr Cipto Mangunkusumo dan teman-teman mahasiswa fisioterapi
Universitas Indonesia.

         Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah konferensi ini. Oleh sebab itu penulis mengaharapkan saran-saran dan
kritik yang membangun demi perbaikan di masa yang akan datang. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca pada umumnya dan rekan-
rekan fisioterapis pada khususnya.

         Makalah ini belum atau tidak bisa dijadikan acuan sebelum disetujui dosen
pembimbing dan dikonferensikan atau dipresentasikan.



                                                    Jakarta, 23 November 2012



                                                     Penulis


                                                                                 i
LEMBAR PENGESAHAN



Makalah konferensi kasus telah dikoreksi, disetujui, dan diterima Pembimbing
Praktek Klinik Program Studi Fisioterapi Pediatri (FTA) RSCM untuk melengkapi
tugas Praktek Klinik dan memenuhi persyaratan untuk mengikuti Ujian Akhir
Semester (UAS) 2012.


Pada hari    : Selasa
Tanggal      : 27 November 2012




                                                                Pembimbing,




                                                    …………………..………
                                                   Sri Novia Fauza, S. ST. FT




                                                                            ii
DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR .................................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................................ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

          a. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
          b. Identifikasi Masalah ..................................................................................... 2
          c. Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
          d. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 3
          e. Metode Penulisan ......................................................................................... 3

BAB II KAJIAN TEORI

          1. Definisi Cerebral Palsy................................................................................. 5
          2. Anatomi dan Fisiologi Otak ......................................................................... 6
          3. Patofisiologi Cerebral Palsy ....................................................................... 10
          4. Etiologi Cerebral Palsy .............................................................................. 11
          5. Manifestasi KlinisCerebral Palsy ............................................................... 14
          6. PrognosisCerebral Palsy ............................................................................. 15
          7. Klasifikasi Cerebral Palsy .......................................................................... 17
          8. Cerebral PalsySpastik Quadriplegi ............................................................ 23
          9. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Cerebral PalsySpastik Quadriplegi ...... 26

BAB III ISI

          1. Formulir fisioterapi .................................................................................... 51

BAN IV PENUTUP

          1. Kesimpulan ................................................................................................ 69
          2. Saran ........................................................................................................... 69

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 70

LAMPIRAN .................................................................................................................. 72


                                                                                                                        iii
BAB I
                              PENDAHULUAN


1.   Latar Belakang Masalah
          Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2003 memperkirakan
     jumlah anak penyandang cacat di Indonesia sekitar 7-10% dari jumlah
     penduduk Indonesia. Sebagian besar anak penyandang cacat atau sekitar
     295.250 anak berada di masyarakt dalam pembinaan dan pengawasan orang
     tua dan keluarga. Pada umumnya mereka belum mendapatkan pelayanan
     kesehatan sebagaimana mestinya (Depkes, 2011). Kecacatan ini timbul
     karena bawaan lahir ataupun didapat setelah lahir. Adapun faktor – faktor
     yang mempengaruhi yaitu natal, prenatal, postnatal, dan social ekonomi.
          Banyak jenis kecacatan yang terjadi pada anak, diantanranya adalah
     Cerebral Palsy. Cerebral Palsy sendiri merupakansekelompok gangguan
     gerak atau postur yang disebabkan oleh lesi yang tidak progresif yang
     menyerang otak yang sedang berkembang atau immatur. Lesi yang terjadi
     sifatnya menetap selama hidup, tetapi perubahan gejala bisa terjadi sebagai
     akibat proses pertumbuhan dan maturasi otak. Kerusakan jaringan saraf yang
     tidak progresif pada saat prenatal dan sampai 2 tahun post natal termasuk
     dalam kelompok Cerebral Palsy.
          Di Indonesia 1 - 5 dari setiap 1.000 anak yang lahir hidup di Indonesia
     memiliki kondisi tersebut. Sedangkan di USA ada kecenderungan
     peningkatan prevalensi pada dua dekade terakhir. Hal ini disebabkan
     kemajuan penanganan obstetri dan perinatal, sehingga terdapat peningkatan
     bayi immatur, berat lahir rendah dan bayi prematur dengan komplikasi yang
     bertahan hidup. Insiden bervariasi antara 2-2,5/1000 bayi lahir hidup. Di USA
     perkiraan prevalensi pada yang sedang atau berat antara 1,5-2,5/1000
     kelahiran, kurang lebih mengenai 1.000.000 orang (Elita Mardiani, 2006).
          Cerebral Palsy bukanlah termasuk penyakit secara tersendiri, tetapi
     istilah yang diberikan untuk sekelompok gejala motorik yang bervariasi
     akibat lesi otak yang tidak progresif. Akibat lesi otak yang bevariasi maka
     muncul berbagai macam klasifikasi Cerebral Palsy, diantaranya berdasarkan


                                                                                1
bagian tubuh yang terkena atau topografinya pada tubuh; hemiplegic,diplegic,
     atau quadriplegic; gangguan motorik yang dominan; apakah itu spastic,
     floopy, atau athetose. Nantinya dalam makalah ini akan dibahas secara
     mendalam tentang Cerebral Palsy Spastic Quadriplegic.




2.   Identifikasi Masalah
          Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
     kami sebagai penulis dapat mengidentifikasikan masalah untuk kasus tersebut
     sebagai berikut:
     a.   Gangguan ambulasi dan transfer
     b.   Gangguan gerak
     c.   Gangguan Postur


          2.1     Pembatasan Masalah
                         Banyaknya jenis dan masalah yang timbul pada kasus
                  Cerebral Palsy, maka kami akan membatasi permasalahan yang
                  akan dibahas dalam makalah ini. Adapun masalah yang dibahas
                  akan dibatasi pada Penatalaksanaan fisioterapi pada penderita
                  Cerebral Palsy Spastic Quadriplegic.


          2.2     Rumusan Masalah
                         Rumusan masalah dalam karya tulis ilmiah ini adalah:
                  1.    Apa definisi dari Cerebral Palsy?
                  2.    Bagaimana anatomi dan fisiologi otak?
                  3.    Bagaimana epidemiologi dari Cerebral Palsy?
                  4.    Bagaimana Patofisiologi dari Cerebral Palsy?
                  5.    Apa etiologi dari Cerebral Palsy?
                  6.    Apa saja manifestasi klinis dari Cerebral Palsy?
                  7.    Bagaimana prognosa dari Cerebral Palsy?
                  8.    Apa definisi dari Cerebral Palsy Spastic Quadriplegic?




                                                                                 2
9.   Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi pada kasus Cerebral
                      Palsy Spastic Quadriplegic?




3.   Tujuan Penulisan
          Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini dibagi menjadi dua,
     yakni:


         3.1   Tujuan Umum
               3.1.1 Karya tulis ini dibuat untuk memenuhi tugas akhir kami
                      sebelum kami pindah stase pada peminantan lain.
               3.1.2 Untuk mengaplikasikan pengetahuan kami dalam mengatasi
                      masalah pada kasus Cerebral Palsy Spastic Quadriplegic


         3.2   Tujuan Khusus
               3.2.1 Mengetahui definisi dari Cerebral Palsy
               3.2.2 Mengetahui anatomi dan fisiologi otak
               3.2.3 Mengetahui patofisiologi dari Cerebral Palsy
               3.2.4 Mengetahui etilogi dari Cerebral Palsy
               3.2.5 Mengetahui manifestasi klinis dari Cerebral Palsy
               3.2.6 Mengetahui prognosa dari Cerebral Palsy
               3.2.7 Mengetahui klasifikasi dari Cerebral Palsy
               3.2.8 Mengetahui        definisi   dari   Cerebral       Palsy    Spastic
                      Quadriplegic
               3.2.9 Mengetahui      penatalaksanaan      fisioterapi     pada    kasus
                      Cerebral palsy




                                                                                      3
4.   Metode Penulisan
          Dalam Penyusunan makalah ini, metode yang kami gunakan adalah
     metode kepustakaan yaitu dengan membaca buku – buku yang bersangkutan
     dengan kasus ini. Selain itu kami juga mencari literatur dari internet untuk
     menambah informasi yang bersangkutan, dan observasi langsung pada pasien.
          Dalam sistematika penulisan, BAB I merupakan pendahuluan yang
     meliputi latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah,
     perumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika
     penulisan.BAB II merupakan kajian teori yang meliputi definisi, anatomi
     fisiologi otak, epidemiologi, patofisiologi, etiologi, manifestasi klinis,
     prognosis, dan penatalaksanaan fisioterapi pada kasus Cerebral Palsy Spastic
     Quadriplegic. BAB III merupakan pembahasan status, serta BAB IV yang
     merupakan penutupan berupa kesimpulan dan saran.




                                                                               4
BAB II

                             KAJIAN TEORI


1. Definisi Cerebral Palsy
       Cerebral Palsy adalah kondisi neurologis yang terjadi permanen tapi tidak
  mempengaruhi kerusakan perkembangan saraf karena itu bersifat non progresif
  pada lesi satu atau banyak lokasi pada otak yang immatur (Campbell SK et al,
  2001 dalam Jan S, 2008).
       Cerebral palsy adalah masalah-masalah pada sistem saraf pusat yang
  berakibat tidak berkembangnya sistem saraf pusat atau mempengaruhi otak
  atau tulang belakang (Pamela, 1993).
       Cerebral palsy mencakup kelompok dari kondisi yang mempengaruhi
  anak sehingga memiliki kekurangan dalam kontrol pergerakan. Cerebral palsy
  adalah sebuah gangguan dari perkembangan dan postur dikarenakan sebuah
  kerusakan atau lesi dari otak yang belum berkembang (Bax, 1964). Biasanya
  yang dijadikan acuan onset kejadiannya sebelum 3 tahun. Lesi saraf pada
  cerebral palsy tidak progresif, walaupun menjadi perubahan dan variasi dalam
  perjalanannya tergantung kelainan yang terlihat dan perkembangan pada tiap
  anak. Perubahan ini terjadi tergantung dari beberapa faktor yakni maturasi
  otak, pertumbuhan tubuh, keseimbangan otot, dan gerakan anak dan
  kecenderungan postur (Pamela, 1993).




                                                                              5
2. Anatomi Fisiologi Otak




Brain anatomy. The brain is presented in three views: lateral, coronal, and
midsaggital (Lane R. et al, 2009).


  2.1. Bagian – bagian Otak
           Otak mengatur dan mengkordinir sebagian besar gerakan, perilaku
       dan fungsi tubuh homeostasis seperti detak jantung, tekanan darah,
       keseimbangan cairan tubuh dan suhu tubuh. Otak manusia bertanggung
       jawab terhadap pengaturan seluruh badan dan pemikiran manusia.
           Otak dilindungi 3 lapisan selaput meninges. Bila membran ini terkena
       infeksi maka akan terjadi radang yang disebut meningitis. Ketiga lapisan
       membran meninges dari luar ke dalam adalah sebagai berikut.


                                                                              6
a. Duramater atau Lapisan Luar
      Duramater kadangkala disebut pachimeningen atau meningen fibrosa
      karena tebal, kuat, dan mengandung serabut kolagen. Pada duramater
      dapat diamati adanya serabut elastis, fibrosit, saraf, pembuluh darah,
      dan limfe. Lapisan dalam duramater terdiri dari beberapa lapis fibrosit
      pipih dan sel-sel luar dari lapisan arachnoid.
  b. Araknoid atau Lapisan Tengah
      Arachnoid merupakan selaput halus yang memisahkan duramater
      dengan piamater. Lapisan arachnoid terdiri atas fibrosit berbentuk
      pipih dan serabut kolagen. Arachnoid berbentuk seperti jaring laba-
      laba. Antara arachnoid dan piamater terdapat ruangan berisi cairan
      yang berfungsi untuk melindungi otak bila terjadi benturan.
  c. Piamater atau Lapisan Dalam
      Piamater merupakan membran yang sangat lembut dan tipis penuh
      dengan pembuluh darah dan sangat dekat dengan permukaan otak.
      Lapisan ini berfungsi untuk memberi oksigen dan nutrisi serta
      mengangkut bahan sisa metabolisme.


      Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu cerebrum atau otak besar,
  cerebellum    atau   otak   kecil,   brainstem   atau   batang    otak,   dan
  dienchepahalons (Satyanegara, 1998).
2.1.1. Cerebrum atau Otak Besar
         Bagian terbesar dari otak manusia disebut cerebrum disebut juga
     sebagai cortex cerebri. Cerebrum membuat manusia memiliki
     kemampuan berpikir atau intelektual, analisa, logika, bahasa, kesadaran,
     persepsi, memori, aktifitas motorik yang kompleks, dan kemampuan
     visual.
         Cerebrum dibagi menjadi dua belahan, yaitu hemisfer kanan dan
     hemisfer kiri. Kedua belahan tersebut terhubung oleh saraf. Secara
     umum, hemisfer kanan berfungsi mengontrol sisi kiri tubuh dan terlibat
     dalam kreativitas serta kemampuan artistik. Sedangkan hemisfer kiri




                                                                              7
berfungsi mengontrol sisi kanan tubuh dan untuk logika serta berpikir
      rasional.
          Cerebrum dibagi menjadi empat lobus. Bagian lobus yang
      menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan disebut sulcus. Keempat
      lobus tersebut masing-masing adalah:
      a. Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari
         cerebrum. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat
         alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian
         masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol
         perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara umum.
      b. Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor
         perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
      c. Lobus Temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan
         kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam
         bentuk suara.
      d. Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan
         rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan
         interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.


2.2. Cerebellum atau Otak Kecil
          Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan ujung
      leher bagian atas. Cerebellum berfungsi dalam pengaturan koordinasi
      perencanaan gerak, pengaturan tonus, kontrol postur dan keserasian
      gerak, pengaturan keseimbangan. Cerebrum juga berfungsi sebagai
      pengatur sistem saraf otonom, seperti pernafasan, mengatur ukuran
      pupil, dan ain-lain.
          Jika terjadi cedera atau terdapat kerusakan pada area ini, dapat
      mengakibatkan gangguan pada sikap dan koordinasi gerak otot.
      Gerakan menjadi tidak terkoordinasi, misalnya orang tersebut tidak
      mampu memasukkan makanan ke dalam mulutnya atau tidak mampu
      mengancingkan baju.




                                                                         8
2.3. Brainstem atau Batang Otak
          Batang otak berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala
      bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum
      tulang belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia
      termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur
      proses pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu
      fight or flight saat datangnya bahaya.
          Brainstem terdiri dari tiga bagian, yaitu:
      a. Mesencephalon disebut juga mid brain adalah bagian teratas dari
         batang otak yang menghubungkan cerebrum dan cerebellum. Mid
         brain berfungsi dalam mengontrol respon penglihatan, gerakan mata,
         pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.
      b. Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari
         sebelah kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga
         sebaliknya. Medulla oblongata bertugas mengontrol fungsi otomatis
         otak seperti: detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan
         pencernaan.
      c. Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat
         otak bersama dengan formasi reticular. Pons yang menentukan
         apakah kita terjaga atau tertidur.


2.4. Dienchephalons
          Terdiri    dari   thalamus,     hypothalamus,   subthalamus,   dan
      epithalamus.
      a. Thalamus berfungsi sebagai station relay dari sensoris, berperan
         dalam perilaku dan emosi sejalan dengan hubungannya dengan
         system limbic, serta mempertahankan kesadaran.
      b. Hypothalamus terletak dibawah thalamus yang berfungsi mengatur
         emosi, hormon, temperatur tubuh, kondisi tidur dan bangun,
         keseimbangan kimia tubuh, serta makan dan minum.




                                                                           9
c. Subthalamus merupakan nukleus motorik ekstrapiramida yang
             penting. Fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi
             pada subtalamus dapat menimbulkan diskinesia.
          d. Epithalamusberhubungan dengan sistem limbik dan berperan pada
             beberapa dorongan emosi dasar dan integrasi informasi olfaktorius.




3. Patofisiologi
       Karena kompleksitas dan kerentanan otak selama masa perkembangannya,
  menyebabkan otak sebagai subyek cedera dalam beberapa waktu. Cerebral
  ischemia yang terjadi sebelum minggu ke–20 kehamilan dapat menyebabkan
  defisit migrasi neuronal, antara minggu ke–24 sampai ke–34 menyebabkan
  periventricular leucomalaciaatau PVL dan antara minggu ke–34 sampai ke-40
  menyebabkan focal atau multifocal cerebral injury.
       Cedera otak akibat vascular insufficiency tergantung pada berbagai faktor
  saat terjadinya cedera, antara lain distribusi vaskular ke otak, efisiensi aliran
  darah ke otak dan sistem peredaran darah, serta respon biokimia jaringan otak
  terhadap penurunan oksigenasi. Kelainan tergantung pada berat ringannya
  asfiksia yang terjadi pada otak. Pada keadaan yang berat tampak
  ensefalomalasia kistik multipel atau iskemik yang menyeluruh. Pada keadaan
  yang lebih ringan terjadi patchy necrosis di daerah paraventrikular substansia
  alba dan dapat terjadi atrofi yang difus pada substansia grisea korteks serebri.
  Kelainan dapat lokal atau menyeluruh tergantung tempat yang terkena.
       Stres fisik yang dialami oleh bayi yang mengalami kelahiran prematur
  seperti imaturitas pada otak dan vaskularisasi cerebral merupakan suatu bukti
  yang menjelaskan mengapa prematuritas merupakan faktor risiko yang
  signifikan terhadap kejadian cerebral palsy. Sebelum dilahirkan, distribusi
  sirkulasi darah janin ke otak dapat menyebabkan tendensi terjadinya
  hipoperfusi sampai dengan periventrikular white matter. Hipoperfusi dapat
  menyebabkan haemorrhage pada matrik germinal atau periventricular
  leucomalacia, yang berhubungan dengan kejadian diplegia spastik.




                                                                                10
Pada saat dimana sirkulasi darah ke otak telah menyerupai sirkulasi otak
  dewasa, hipoperfusi kebanyakan merusak area batas dari arterycerebral mayor,
  yang selanjutnya menyebabkan fenotip spastik quadriplegia. Ganglia basal
  juga dapat terpengaruh dengan keadaan ini, yang selanjutnya menyebabkan
  terjadinya koreoathetoid atau distonik. Kerusakan vaskular yang terjadi pada
  saat perawatan seringkali terjadi dalam distribusi artery cerebral bagian
  tengah, yang menyebabkan terjadinya fenotip spastik hemiplegia.
       Tidak ada hal–hal yang mengatur dimana kerusakan vaskular akan terjadi,
  dan kerusakan ini dapat terjadi lebih dari satu tahap dalam perkembangan otak
  janin. Autoregulasi peredaran darah cerebral pada neonatal sangat sensitif
  terhadap asfiksia perinatal, yang dapat menyebabkan vasoparalysis dan
  cerebral hyperemia. Terjadinya kerusakan yang meluas diduga berhubungan
  dengan vaskular regional dan faktor metabolik, serta distribusi regional dari
  rangsangan pembentukkan synaps.
       Pada waktu antara minggu ke-26 sampai dengan minggu ke-34 masa
  kehamilan, area periventricular white matter yang dekat dengan lateral
  ventricles sangat rentan terhadap cedera. Apabila area ini membawa fiber yang
  bertanggungjawab terhadap kontrol motorik dan tonus otot pada kaki, cedera
  dapat menyebabkan spastik diplegia.Saat lesi yang lebih besar menyebar
  sebelum area fiber berkurang dari korteks motorik, hal ini dapat melibatkan
  centrum semiovale dan corona radiata, yang dapat menyebabkan spastisitas
  pada ekstremitas atas dan ekstremitas bawah.




4. Etiologi Cerebral Palsy
       Cerebral palsy dapat disebabkan faktor genetik maupun faktor lainnya.
  Apabila ditemukan lebih dari satu anak yang menderita kelainan ini, maka
  kemungkinan besar disebabkan oleh faktor genetik. (Soetjiningsih, 1995).
  Menurut Soetjiningsih, kerusakan pada otak dapat terjadi pada masa prenatal,
  natal dan postnatal.




                                                                            11
4.1. Riwayat Prenatal
    a. Kelainan perkembangan dalam kandungan, faktor genetik, kelainan
       kromosom.
    b. Usia ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 40 tahun.
    c. Infeksi intrauterin : TORCH (Toxoplasma, Rubella atau campak
       Jerman, Cytomegalovirus, Herpes simplexvirus) dan sifilis
    d. Radiasi saat masih dalam kandungan
    e. Asfiksia intrauterin (abrubsio plasenta, plasenta previa, anoksia
       maternal, kelainan umbilikus, perdarahan plasenta, ibu hipertensi, dan
       lain – lain).
    f. Keracunan saat kehamilan, kontaminasi air raksa pada makanan, rokok
       dan alkohol.
    g. Induksi konsepsi.
    h. Riwayat obstetrik (riwayat keguguran, riwayat lahir mati, riwayat
       melahirkan anak dengan berat badan < 2000 gram atau lahir dengan
       kelainan morotik, retardasi mental atau sensory deficit).
    i. Toksemia gravidarum, yaitu kumpulan gejala–gejala dalam kehamilan
       yang merupakan trias HPE (Hipertensi, Proteinuria dan Edema), yang
       kadang–kadang bila keadaan lebih parah diikuti oleh KK (kejang–
       kejangataukonvulsi dan koma). Patogenetik hubungan antara toksemia
       pada kehamilan dengan kejadian cerebral palsy masih belum jelas.
       Namun, hal ini mungkin terjadi karena toksemia menyebabkan
       kerusakan otak pada janin.
    j. Disseminated Intravascular Coagulation oleh karena kematian prenatal
       pada salah satu bayi kembar


4.2. Riwayat Natal
    a. Anoksia/hipoksia
       Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa natal ialah cidera otak.
       Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal demikian
       terdapat pada keadaan presentasi bayi abnormal, partus lama, plasenta




                                                                          12
previa, infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan alat tertentu dan
  lahir dengan seksio sesar.
b. Perdarahan otak
  Perdarahan dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar
  membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak,
  mengganggu pusat pernapasan dan peredaran darah sehingga terjadi
  anoksia. Perdarahan dapat terjadi di ruang subaraknoid dan
  menyebabkan penyumbatan CSS atau cairan serebrospinalis sehingga
  mangakibatkan hidrosefalus. Perdarahan di ruang subdural dapat
  menekan korteks serebri sehingga timbul kelumpuhan spastis.
c. Prematuritas
  Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita pendarahan
  otak lebih banyak dibandingkan dengan bayi cukup bulan, karena
  pembuluh darah, enzim, factor pembekuan darah dan lain-lain masih
  belum    sempurna.Bayi       kurang   bulan   mempunyai   kemungkinan
  menderita pendarahan otak lebih banyak dibandingkan dengan bayi
  cukup bulan, karena pembuluh darah, enzim, faktor pembekuan darah
  dan lain-lain masih belum sempurna.
d. Postmaturitas
e. Ikterus neonatorum
  Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat
  penumpukan bilirubin, sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus
  dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus kearah terjadinya
  kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak
  dikendalikan (Tjipta, 1994 dalam Arif Mansjoer, 2008). Ikterus pada
  masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang kekal
  akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada kelainan
  inkompatibilitas golongan darah.
f. Kelahiran sungsang
g. Bayi kembar




                                                                     13
Ternyata bahwa makin canggih unit perawatan infeksi neonatal, makin
  tinggi angka kejadian cerebral palsy. Sehingga dikatakan bahwa cerebral palsy
  adalah produk sampah dari suatu kemajuan unit perawatan intensif neonatal.
  (Soetjiningsih, 1995)


  4.3. Riwayat Postnatal
      a. Trauma kepala
      b. Meningitis / ensefalitis yang terjadi 6 bulan pertama kehidupan
      c. Racun berupa logam berat, CO.
      d. Luka parut pada otak paska bedah.




5. Maniferstasi Klinis
  5.1. Terdapat spastisitas , terdapat gerakan-gerakan involunter seperti atetosis,
      khoreoatetosis, tremor dengan tonus yang dapat bersifat flaksid, rigiditas,
      atau campuran.
  5.2. Terdapat ataksia, gangguan koordinasi ini timbul karena kerusakan
      serebelum. Penderita biasanya memperlihatkan tonus yang menurun atau
      hipotonus, dan menunjukkan perkembangan motorik yang terlambat.
      Mulai berjalan sangat lambat, dan semua pergerakan serba canggung.
  5.3. Menetapnya refleks primitif dan tidak timbulnya refleks-refleks yang lebih
      tinggi, seperti refleks landau atau parasut.
  5.4. Penglihatan
           Masalah penglihatan yang biasanya muncul pada anak cerebral palsy
      adalah juling. Bila terjadi hal tersebut harus segera diperiksakan ke dokter
      karena dapat menyebabkan hanya dapt menggunakan satu matanya saja.
  5.5. Pendengaran
           Kehilangan      pendengaran     berhubungan     dengan     mikrosefali,
      mikroftalmia dan penyakit jantung bawaan, dimana disarankan untuk
      memeriksa      ada   tidaknya   infeksi   TORCH     (toksoplasma,    rubella,
      sitomegalovirus dan herpes simpleks). Pada sebagian penderita diskinesia,
      kernikterus dapat menyebabkan ketulian sensorineural frekuensi tinggi.



                                                                                14
Gangguan pendengan dapat menyebabkan terjadinya gangguan bahasa
      atau komunikasi.
  5.6. Kesulitan makan dan komunikasi
           Kesulitan makan dan komunikasi ini kemungkinan disebabkan karena
      adanya air liur yang berlebihan akibat fungsi bulbar yang buruk, aspirasi
      pneumonia yang berulang dan terdapat kegagalan pertumbuhan paru-paru.
           Masalah kesulitan makan yang menetap dapat menjadi gejala awal
      dari kesulitan untuk mengekspresikan bahasa di masa yang akan datang.
      Penilaian awal kemampuan berkomunikasi dilakukan dengan bantuan ahli
      terapi bicara dan bahasa adalah penting dilakukan untuk mengetahui alat
      yang sesuai sebagai alternatif untuk membantu berkomunikasi. Hal ini
      penting dilakukan untuk memantau perkembangan kognitif anak.
  5.7. Pertumbuhan
           Kesulitan makan dapat menyebabkan anak tidak tumbuh dengan
      semestinya. Anak tersebut dapat kekurangan berat badan.
  5.8. Kesulitan belajar
           Anak dengan gangguan komunikasi akan sulit dalam menerima suatu
      pemahan, walau tidak semua anak dengan cerebral palsy mengalami hal
      tersebut.
  5.9. Gangguan tingkah laku
           Anak cerebral palsy   mengalami kesulitan dalam komunikasi dan
      gerak, sehingga anak akan lebih mudah marah jika dia diajarkan sesuatu
      pelajaran atau hal baru akan mengalami kesulitan. Sehingga harus lebih
      sabar dalam menghadapinya.


6. Prognosis
      Beberapa faktor berpengaruh terhadap prognosis penderita cerebral palsy
  seperti tipe klinis, keterlambatan dicapainya milestones, adanya reflek
  patologik dan adanya defisit intelegensi, sensoris dan gangguan emosional.
  Anak dengan hemiplegi sebagian besar dapat berjalan sekitar umur 2 tahun,
  kadang diperlukan short leg brace, yang sifatnya sementara. Didapatkannya
  tangan dengan ukuran lebih kecil pada bagian yang hemiplegi, bisa disebabkan



                                                                            15
adanya disfungsi sensoris di parietal dan bisa menyebabkan gangguan motorik
halus pada tangan tersebut. Lebih dari 50% anak tipe diplegi belajar berjalan
pada usia sekitar 3 tahun, tetapi cara berjalan sering tidak normal dan sebagian
anak memerlukan alat bantu. Aktifitas tangan biasanya ikut terganggu,
meskipun tidak tampak nyata. Anak dengan tipe kuadriplegi, 25% memerlukan
perawatan total, sekitar 33% dapat berjalan, biasanya setelah umur 3 tahun.
Gangguan fungsi intelegensi paling sering didapatkan dan menyertai terjadinya
keterbatasan dalam aktifitas. Keterlibatan otot-otot bulber, akan menambah
gangguan yang terjadi pada tipe ini (Steven et all, 2004).
    Sebagian besar anak yang dapat duduk pada umur 2 tahun dapat belajar
berjalan, sebaliknya anak yang tetap didapatkan reflek moro, asimetri tonic
neck reflex, extensor thrust dan tidak munculnya reflek parasut biasanya tidak
dapat belajar berjalan. Hanya sedikit anak yang tidak dapat duduk pada umur 4
tahun akan belajar berjalan (Steven et all, 2004).
    Pada penderita Cerebral Palsy didapatkan memendeknya harapan hidup.
Pada umur 10 tahun angka kematian sekitar 10% dan pada umur 30 tahun
angka kematian sekitar 13%. Penelitian didapatkan harapan hidup 30 tahun
pada gangguan motorik berat 42%, gangguan kognitif berat 62% dan gangguan
penglihatan berat 38%. Hasil tersebut lebih buruk dibanding gangguan yang
ringan atau sedang.
    Jenis pekerjaan yang bisa dilakukan oleh penderita Cerebral Palsy
bervariasi seperti sheltered whorkshops, home based program, pekerjaan
tradisional, pekerja pendukung. Hasil penelitian menunjukkan adanya prediktor
sukses atau tidak suksesnya bekerja pada penderita Cerebral Palsy. Dimana
yang dapat bekeja secara kompetitif bila mempunyai IQ>80, dapat melakukan
aktifitas dengan atau tanpa alat bantu, berbicara susah sampai normal dan dapat
menggunakan      tangan     secara   normal   sampai   membutuhkan      bantuan
(Rosenbaum et all, 2002).




                                                                             16
7. Klasifikasi Cerebral Palsy




  (Laurie Glazener, 2009)


  7.1. Klasifikasi Cerebral Palsy berdasarkan Berdasarkan gejala dan tanda
       neurologis:
    7.1.1. Tipe Spastik
               Spastik berarti kekakuan pada otot. Hal ini terjadi ketika
           kerusakan otak terjadi pada bagian cortex cerebri atau pada traktus
           piramidalis. Tipe ini merupakan tipe cerebral palsy yang paling sering
           ditemukan yaitu sekitar 70 – 80 % dari penderita.
               Pada penderita tipe spastik terjadi peningkatan tonus otot
           (hipertonus), hiperefleks dan keterbatasan ROM sendi akibat adanya
           kekakuan. Selain itu juga dapat mempengaruhi lidah, mulut dan faring
           sehingga menyebabkan gangguan berbicara, makan, bernapas dan
           menelan. Jika terus dibiarkan pederita cerebral palsy dapat mengalami
           dislokasi hip, skoliosis dan deformitas anggota badan.
               Tipe spastik dapat diklasifikasikan berdasarkan topografinya,
           yaitu:
           a. Monoplegi
              Pada monoplegi, hanya satu ekstremitas saja yang mengalami
              spastik. Umumnya hal ini terjadi pada lengan atau anggota gerak
              atas.



                                                                              17
b. Diplegi
          Disebabkan       oleh     spastik    yang   menyerang       traktus
          corticospinalbillateral. Kekakuan terjadi pada dua anggota gerak,
          sedangkan sistem–sistem lain normal. Anggota gerak bawah
          biasanya lebih berat dibanding dengan anggota gerak atas.
       c. Triplegi
          Spastik pada triplegi menyerang tiga anggota gerak. Umumnya
          menyerang pada kedua anggota gerak atas dan satu anggota gerak
          bawah.
       d. Tetraplegi atau quadriplegi
          Ditandai dengan kekakuan pada keempat anggota gerak dan juga
          terjadi keterbatasan pada tungkai.


7.1.2. Tipe Diskinetik
           Merupakan tipe cerebral palsy dengan otot lengan, tungkai dan
       badan secara spontan bergerak perlahan, menggeliat dan tak
       terkendali, tetapi bisa juga timbul gerakan yang kasar dan mengejang.
       Luapan emosi menyebabkan keadaan semakin memburuk. Gerakan
       akan menghilang jika anak tidur. Tipe ini dapat ditemukan pada 10 –
       15 % kasus cerebral palsy.
           Terdiri atas 2 tipe, yaitu :


       a. Distonik
          Gerakan yang dihasilkan lambat dan berulang–ulang sehingga
          menyebabkan gerakan melilit atau meliuk-liuk dan postur yang
          abnormal.
       b. Athetosis
          Menghasilkan gerakan tambahan yang tidak dapat dikontrol,
          khususnya pada lengan, tangan dan kaki serta disekitar mulut.




                                                                          18
7.1.3. Tipe Ataxsia
             Pada tipe ini terjadi kerusakan pada cerebellum, sehingga
        mempengaruhi koordinasi gerakan, keseimbangan dan gangguan
        postur. Tipe ini merupakan tipe cerebral palsy yang paling sedikit
        ditemukan yaitu sekitar 5 – 10 % dari penderita. Pada penderita tipe
        ataxia terjadi penurunan tonus otot atau hipotonus, tremor, cara
        berjalan yang lebar akibat gangguan keseimbangan serta kontrol gerak
        motorik halus yang buruk karena lemahnya koordinasi.


 7.1.4. Tipe Campuran
             Merupakan tipe cerebral palsy yang merupakan gabungan dari
        dua tipe cerebral palsy. Gabungan yang paling sering terjadi adalah
        antara spastic dan athetoid.


7.2. Klasifikasi cerebral palsy berdasarkan derajat keparahan fungsional:
 7.2.1. Cerebral Palsy ringan (10%), masih bisa melakukan pekerjaan atau
        aktifitas sehari hari sehingga tidak atau hanya sedikit sekali
        membutuhkan bantuan khusus.
 7.2.2. Cerebral Palsy sedang (30%), aktifitas sangat terbatas sekali sehingga
        membutuhkan bermacam bentuk bantuan pendidikan, fisioterapi, alat
        brace dan lain lain.
 7.2.3. Cerebral Palsy berat (60%), penderita sama sekali tidak bisa
        melakukan aktifitas fisik. Pada penderita ini sedikit sekali menunjukan
        kegunaan fisioterapi ataupun pendidikan yang diberikan. Sebaiknya
        penderita seperti ini ditampung dalam rumah perawatan khusus.


7.3. Derajat keparahan cerebral palsy berdasarkan Gross Motor Function
    Classification Systemm atau GMFCS :
         Berdasarkan faktor dapat tidaknya beraktifitas atau ambulation, Gross
    Motor Functional Classification Systematau GMFCS secara luas
    digunakan untuk menentukan derajat fungsional penderita cerebral palsy.




                                                                            19
Pembagian derajat fungsional cerebral palsy menurut Motor
  Functional Classification System, dibagi menjadi 5 level dan berdasarkan
  kategori umur dibagi menjadi 4 kelompok (Peter Rosenbaum et al, 2002)
  yaitu:
7.3.1. Kelompok sebelum usia 2 tahun
   a. Level 1: Bayi bergerak dari terlentang ke duduk di lantai dengan
      kedua tangan bebas untuk memainkan objek. Bayi merangkak
      menggunakan tangan dan lutut, menarik untuk berdiri dan mengambil
      langkah-langkah berpegangan pada benda. Bayi berjalan antara 18
      bulan dan 2 tahun tanpa memerlukanalat bantu atau walker.
   b. Level 2: Bayi mempertahankan posisi duduk di lantai namun perlu
      menggunakan tangan menjaga keseimbangan. Bayi merayap pada
      perut atau merangkak pada tangan dan lutut. Bayi mungkin menarik
      untuk berdiri dan mengambil langkah berpegangan pada benda.
   c. Level 3: Bayi duduk di lantai dengan tegak ketika trunk control baik.
      Bayi merayap maju dengan perut.
   d. Level 4: Bayi memiliki head control tetapi memerlukan trunk control
      untuk duduk di lantai. Bayi dapat berguling untuk terlentang dan
      mungkin berguling untuk telungkup.
   e. Level 5: Gangguan fisik membatasi kontrol gerakan. Bayi tidak dapat
      mempertahankan kepala dan trunk untuk melawan gravitasisaat
      telungkup dan duduk. Bayi memerlukan bantuan orang dewasa untuk
      berguling.


7.3.2. Kelompok 2 – 4 tahun
   a. Level 1: Anak-anak duduk di lantai dengan kedua tangan bebas untuk
      memainkan objek. Bergerak dari duduk ke berdiri dilakukan tanpa
      bantuan orang dewasa. Anak-anak berjalan untuk berpindah
      tempattanpa memerlukan alat bantu atau walker.
   b. Level 2: Anak-anak duduk di lantai, tetapi mungkin memiliki
      kesulitan dengan keseimbangan ketika kedua tangan bebas untuk
      memainkan objek. Anak-anak menarik benda yang tidak bergerak



                                                                        20
untuk berdiri. Anak-anak merangkak dengan tangan dan lutut
      bergerak bergantian, berpindah tempat dengan berjalan berpegangan
      pada benda dan berjalan menggunakan alat bantu atau walker.
   c. Level 3: Anak-anak duduk di lantai dengan posisi duduk W dan
      mungkin memerlukan bantuan orang dewasa untuk mengasumsikan
      duduk. Anak-anak merayap atau merangkak dengan tangan dan lutut
      (sering dengan gerakan tangan dan lutut yang tidak bergantian) untuk
      berpindah tempat. Anak-anak mungkin menarik pada benda yang
      stabil untuk berdiri. Anak-anak mungkin berjalan dalam ruangan
      dengan jarak dekat dengan menggunakan alat bantu atau walkerdan
      memerlukan bantuan orang dewasa untuk mengarahkan langkahnya.
   d. Level 4: Anak-anak duduk di lantai ketika ditempatkan, tetapi tidak
      dapat menjaga keseimbangan tanpa menggunakan tangan untuk
      mendukung. Anak-anak sering membutuhkan alat bantu untuk duduk
      dan berdiri. Mobilisasi diri untuk jarak pendek atau dalam ruangan
      tercapai melalui berguling, merayap, atau merangkak pada tangan dan
      lutut tanpa gerakan bergantian atau simultan.
   e. Level 5: Gangguan fisik membatasi gerakan dan kemampuan untuk
      menjaga kepala dan trunk dalam melawan gravitasi. Semua bidang
      fungsi motorik terbatas. Beberapa anak mobilisasi menggunakan kursi
      roda.


7.3.3. Kelompok 4 – 6 tahun
   a. Level 1: Anak dapat duduk dan bangkit dari duduk pada kursi, tanpa
      membutuhkan bantuan tangan. Anak bergerak dari lantai dan dari
      kursi untuk berdiri tanpa bantuan obyek. Anak berjalan baik dalam
      ruangan maupun diluar ruangan, dan dapat naik tangga. Terdapat
      kemampuan untuk berlari atau melompat.
   b. Level 2: Anak duduk di kursi dengan kedua tangan bebas
      memanipulasi obyek. Anak dapat bergerak dari lantai untuk berdiri,
      tetapi seringkali membutuhkan obyek yang stabil untuk menarik atau
      mendorong dengan tangannya. Anak berjalan tanpa alat bantu



                                                                       21
didalam ruangan dan dengan jarak pendek pada permukaan yang rata
      diluar ruangan. Anak dapat berjalan naik tangga dengan berpegangan
      pada tepi tangga., tetapi tidak dapat berlari atau melompat.
   c. Level 3: Anak dapat duduk pada kursi, tetapi membutuhkan alat bantu
      untuk pelvis atau badan untuk memaksimalkan fungsi tangan. Anak
      dapat duduk dan bangkit dari duduk menggunakan permukaan yang
      stabil untuk menarik atau mendorong dengan tangannya. Anak
      seringkali dibantu untuk mobilitas pada jarak yang jauh atau diluar
      ruangan dan untuk jalan yang tak rata.
   d. Level 4: Anak duduk di kursi tapi butuh alat bantu untuk kontrol
      badan untuk memaksimalkan fungsi tangan. Anak duduk dan bangkit
      dari duduk membutuhkan bantuan orang dewasa atau obyek yang
      stabil untuk dapat menarik atau mendorong dengan tangannya. Anak
      dapat berjalan pada jarak pendek dengan bantuan walker dan dengan
      pengawasan orang dewasa, tetapi kesulitan untuk jalan berputar dan
      menjaga keseimbangan pada permukaan yang rata. Anak dibantu
      untuk mobilitas ditempat umum. Anak bisa melakukan mobilitas
      dengan kursi roda bertenaga listrik.
   e. Level 5: Kelainan fisik membatasi kemampuan kontrol gerakan,
      gerakan kepala dan postur tubuh. Semua area fungsi motorik terbatas.
      Keterbatasan untuk duduk dan berdiri yang tidak dapat dikompensasi
      dengan alat bantu, termasuk yang menggunakan teknologi. Anak
      tidak dapat melakukan aktifitas mandiri dan dibantu untuk mobilisasi.
      Sebagian anak dapat melakukan mobilitas sendiri menggunakan kursi
      roda bertenaga listrik dengan sangat membutuhkan adaptasi.


7.3.4. Kelompok 6 – 12 Tahun
   a. Level 1: Anak berjalan didalam dan diluar ruangan, naik tangga tanpa
      keterbatasan. Anak menunjukkan performa fungsi motorik kasar
      termasuk lari dan lompat, tetapi kecepatan, keseimbangan dan
      koordinasi berkurang.




                                                                        22
b. Level 2: Anak berjalan didalam dan diluar ruangan dan naik tangga
           dengan berpegangan di tepi tangga, tetapi terdapat keterbatasan
           berjalan pada permukaan yang rata dan mendaki, dan berjalan
           ditempat ramai atau tempat yang sempit. Anak dapat melakukan
           kemampuan motorik kasar, seperti berlari atau melompat yang
           minimal.
       c. Level 3: Anak berjalan didalam dan diluar ruangan pada permukaan
           yang rata dengan bantuan alat bantu gerak. Anak masih mungkin
           dapat naik tangga dengan pegangan pada tepi tangga. Tergantung
           fungsi dari tangan, anak menggerakan kursi roda secara manual atau
           dibantu bila melakukan aktifitas jarak jauh atau diluar ruangan pada
           jalan yang tidak rata.
       d. Level 4: Anak bisa dengan level fungsi yang sudah menetap dicapai
           sebelum    usia   6      tahun   atau   lebih   mengandalkan   mobilitas
           menggunakan kursi roda dirumah, disekolah dan ditempat umum.
           Anak dapat melakukan mobilitas sendiri dengan kursi roda bertenaga
           listrik.
       e. Level 5: Kelainan fisik membatasi kemampuan kontrol gerakan,
           gerakan kepala dan postur tubuh. Semua area fungsi motorik terbatas.
           Keterbatasan untuk duduk dan berdiri yang tidak dapat dikompensasi
           dengan alat bantu, termasuk yang menggunakan teknologi. Anak
           tidak dapat melakukan aktifitas mandiri dan dibantu untuk mobilitas.
           Sebagian anak dapat melakukan mobilitas sendiri menggunakan kursi
           roda bertenaga listrik dengan sangat membutuhkan adaptasi.




8. Cerebral Palsy Spastic Quadriplegi
       Dalam makalah ini, kelompok kami kami mengambil kasus mengenai
  Cerebral Palsy Spastis Quadriplegi.
  8.1. Pengertian Cerebral Palsy Spastis Quadriplegi
           Cerebral Palsy Spastis Quadriplegi yaitu kerusakan pada sistem saraf
      pusat yang berdampak tidak berkembangnya sistem saraf tersebut ditandai



                                                                                23
tonus otot yang meninggi serta semua badan terasa kaku terutama pada
    lengan sehingga mengalami gangguan pada bagian motorik dan
    terlambatnya perkembangan anak. Quadriplegi dibeberapa klinik disebut
    juga sebagai double hemiplegi yaitu dua sisi tubuh terutama dilengan
    lebih kaku dibanding kaki. (Pamela, 1993)


8.2. Manifestasi klinis Cerebral Palsy Spastis Quadriplegi
          Menurut Sherrill, 1984, ciri fisik yang sering ditemui adalah sebagai
    berikut:
    1.)     Pada kasus ini Assymetrical Tonic Neck Reflex dan Moro Reflex atau
            ATNR yang harusnya sudah hilang pada usia 6 bulan, masih ada.
    2.)     Kepala dan leher cenderung ke arah fleksi, hal ini dapat disebabkan
            oleh gangguan visual.
    3.)     Persendian bahu atau shoulder cederung ke arah abduksi disebabkan
            adanya hipertonus.
    4.)     Lengan bawah atau forearm akan cendurung ke arah pronasi.
    5.)     Pergelangan tangan atau wrist seringkali dalam posisi fleksi,
            sedangkan jari-jari tangan dalam posisi mengepal.
    6.)     Sendi panggul atau hip cenderung dalam posisi adduksi, yang
            menyebabkan tungkai dan kaki dalam posisi menggunting dan
            menyebabkan terjadinya dislokasi hip. Dislokasi ini terjadi karena
            adanya gaya yang berlebih yang menyebabkan sendi melampaui
            batas normal anatominya.
    7.)     Sendi lutut atau knee akan cenderung dalam posisi semifleksi.
    8.)     Ankle joint akan cenderung dalam posisi plantar fleksi, karena
            terjadi ketengan dari tendong achilles.
    9.)     Masalah keseimbangan, terjadi karenan adanya kerusakan pada
            cerebellum. Anak dengan pola jalan menggunting akan rawan untuk
            jatuh ke depan.
    10.) Spastik sering berpengaruh pada otot-otot pernafasan.
    11.) Keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan.




                                                                            24
12.) Pada kebanyakan kasusCerebral Plasy Spastic Quadriplegia, anak
          berguling dan keduduk denganflexipatrondan tanpa rotasi trunk.


8.3. Prognosis Cerebral Palsy Spastis Quadriplegi
        Prognosis pasien Cerebral Palsy Spastic Quadriplegi dipengaruhi
    beberapa faktor antara lain:
 8.3.1. Berat ringannya kerusakan yang dialami pasien.
             Menurut tingkatannya Cerebral Palsy Spastic Quadriplegisecara
        umum diklasifikasikan dalam tiga tingkat yaitu:
        a. Mild
                Pasien dengan Mild Quadriplegi dapat berjalan tanpa
           menggunakan alat bantu seperti billateral crutches atau walker, dan
           dapat bersosialisasi dengan baik dengan anak-anak normal
           seusianya pasien.
        b. Moderate
                  Pasien dengan Moderate Quadriplegi mampu untuk berjalan
           saat melakukan aktifitas sehari-hari tetapi terkadang masih
           membutuhkan alat bantu seperti billateral crutches atau walker.
           Namun demikian untuk perjalanan jauh atau berjalan dalam waktu
           yang relatif lama dan jarak tempuh yang relatif jauh, pasien masih
           memerkulan bantuan kursi roda.
        c. Severe
                    Sedangkan pasien dengan Severe Quadriplegi sangat
           tergantung pada alat bantu atau bantuan dari orang lain untuk
           berjalan meskipun hanya untuk mencapai jarak yang dekat,
           misalnya untuk berpindah dari satu ruangan ke ruangan yang lain
           dalam satu rumah. Pasien sangat tergantung pada kursi roda atau
           orang lain untuk melakukan aktifitas.




                                                                           25
8.3.2. Pemberian terapi pada pasien Cerebral Palsy Spastic Quadriplegi
                 Pemberian terapi dengan dosis yang tepat dan adekuat juga
            berpengaruh terhadap prognosis pasien. Semakin tepat dan adekuat
            terapi yang diberikan semakin baik prognosisnya.


    8.3.3. Kondisi tubuh pasien.
                 Dengan kondisi tubuh yang baik akan mempermudah pasien
            untuk mengembangkan kemampuannya pada saat latihan sehingga
            pasien dapat melakukan aktifitas sehari-hari secara mandiri.


    8.3.4. Lingkungan tempat pasien tinggal dan bersosialisasi.
                 Peran lingkungan terutama keluarga sangat mempengaruhi
            perkembangan pasien, dukungan mental yang diberikan keluarga
            kepada pasien sangat dibutuhkan pasien tidak hanya pada saat
            menjalani terapi sehingga pasien bersemangat setiap kali menjalani
            sesi latihan tetapi juga untuk menumbuhkan rasa percaya diri pasien
            untuk bersosialisasi dengan dunia luar.




9. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Cerebral PalsySpastik Quadriplegi
         Asesmen merupakan proses pengumpulan data baik data pribadi maupun
  data     pemeriksaan      pasien.     Asesmen    dilakukan     bertujuan        untuk
  mengidentifikasikan urutan masalah yang timbul pada kasus Cerebral Palsy
  Spastic Quadriplegic kemudian menjadi dasar dari penyusunan program terapi
  dan tujuan terapi yang disesuaikan dengan kondisi pasien serta lingkungan
  sekitar pasien. Dalam asesmen meliputi:
  9.1.     Anamnesis
           Anamnesis merupakan cara pengumpulan data dengan jalan tanya
         jawab   antara   sterapis    dengan   sumber   data.   Dilihat    dari    segi
         pelaksanaannya anamnesis dibedakan atas dua yaitu: Autoanamnesis,
         merupakan anamnesis yang langsung ditujukan kepada pasien yang
         bersangkutan dan Alloanamnesis, merupakan anamnesis yang dilakukan



                                                                                    26
terhadap orang lain yaitu keluarga, teman, ataupun orang terdekat dengan
  pasien yang mengetahui keadaan pasien tersebut. Anamnesis yang akan
  dilakukan berupa :
9.1.1. Identitas Penderita atau Anamnesis Umum
          Anamnesis ini berisi tentang : nama, umur, jenis kelamin, alamat,
      pekerjaan, hobi dan agama. Identitas pasien harus diisi selengkap
      mungkin, ini bertujuan untuk menghindari kesalahan dalam pemberian
      tindakan.
          Dari data identitas pasien, kita juga mendapatkan kesan mengenai
      keadaan sosial ekonomi, budaya dan lingkungan dari pendidikan
      terakhir dan pekerjaan pasien. Sehingga kita dapat memberikan
      tindakan dan edukasi yang sesuai bagi pasien.


    9.1.2. Keluhan Utama
                  Keluhan utama merupakan keluhan yang paling mengganggu
          pasien pada saat itu. Keluhan utama pasien dijadikan sebagai
          acuan dalam menggali informasi lebih dalam, melakukan
          pemeriksaan dan pemberian tindakan. Pada anak, keluhan utama
          yang ditanyakan anak belum bisa apa dan sudah bisa apa.


    9.1.3. Riwayat Penyakit Sekarang
                  Riwayat penyakit sekarang merupakan rincian dari keluhan
          utama, yang berisi riwayat perjalanan penyakit secara kronologis
          dengan jelas dan lengkap serta keterangan tentang riwayat
          pengobatan yang pernah dilakukan sebelumnya dan hasil yang
          diperoleh. Riwayat penyakit sekarang harus meliputi: lokasi dan
          penjalaran,    intensitas   atau   keparahan,   disabilitas,   durasi,
          frekuensi, kondisi atau keadaan saat munculnya gejala, faktor
          pencetus, faktor yang memperberat, faktor yang memperingan,
          kaitannya dengan aktivitas sehari-hari. Hal ini bertujuan sebagai
          acuan dalam melakukan pemeriksaan serta pemberian tindakan.




                                                                             27
9.1.4. Riwayat Prenatal
           Mencakup usia ibu saat hamil, kehamilan direncanakan atau
      tidak, rutin kontrol ke dokter atau dokter atau tidak, selama hamil
      ibu mengalami trauma, perdarahan, dan menderita penyakit
      lainnya atau tidak, mengkonsumsi obat-obatan atau jamu-jamuan
      tidak.


9.1.5. Riwayat Natal
           Mencakup usia kehamilan, lahir normal atau caesar, ditolong
      oleh siapa, dimana, langsung menangis atau tidak, berat badan
      lahir, panjang badan lahir, saat lahir apakah anak berwana biru
      atau kuning tidak.


9.1.6. Riwayat Post Natal
           Mencakup penah kejang atau tidak, berwana biru atau kuning
      tidak, anak minum ASI sampai usia berapa tahun.


9.1.7. Riwayat Penyakit Dahulu
           Riwayat penyakit dahulu merupakan riwayat penyakit fisik
      maupun psikiatrik yang pernah diderita sebelumnya. Meliputi,
      anak pernah deman, kejang, diare, atau penyakit lainnya yang
      tidak berhubungan secara langsung dengan keluhan utama anak
      atau tidak, pernah dirawat di rumah sakit atau tidak, dimana,
      kapan atau saat usia berapa tahun, dan berapa lama. Hal ini perlu
      diketahui karena ada beberapa penyakit yang sekarang dialami
      ada hubungannya dengan penyakit yang pernah dialami
      sebelumnya serta sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan
      tindakan yang akan dilakukan.




                                                                      28
9.1.8. Riwayat Penyakit Keluarga
            Sejarah keluarga memegang peranan penting dalam kondisi
        kesehatan seseorang. Penyakit yang muncul pada lebih dari satu
        orang keluarga terdekat dapat meningkatkan resiko untuk
        menderita penyakit tersebut. Penyakit yang muncul bersamaan
        pada keluarga juga mengindikasikan resiko yang lebih besar,
        misalnya diabetes dan penyakit jantung.


 9.1.9. Riwayat Psikososial
            Riwayat psikososial pada kasus anak berisikan anak tersebut
        anak ke berapa dari berapa bersaudara, usia, pendidikan, dan
        pekerjaan orang tua, sehari-hari anak diasuh oleh siapa.
        Pentingnya   mengetahui     riwayat   psikososial   adalah   untuk
        merancang terapi dan home program yang tepat bagi pasien.


 9.1.10. Riwayat Imunisasi
            Berisikan imunisasi apa saja yang pernah diberikan kepada
        anak tersebut.




(Depkes dalam Lunar 2012)


                                                                       29
Keterangan gambar:
     a. Imunisasi BCG: Ditujukan untuk memberikan kekebalan bayi
       terhadap bakteri tuberkolosis atau TBC.
     b. Imunisasi DPT: Memberikan kekebalan bagi bayi terhadapat
       penyakit Dipteri, Pertusis atau batuk rejan dan tetanus.
     c. Imunisasi Polio: Memberikan kekebalan bagi bayi terhadap
       penyakit polio atau kelumpuhan
     d. Imunisasi Hib: Mencegah bayi terkena infeksi Haemophils
       influenza tipe b yang dapat menyebabkan penyakit meningitis,
       infeksi tenggorokan dan pnemonia. Imunisasi Hib ini sangat
       mahal, maka belum di wajibkan.
     e. Imunisasi Pneumokokus: melindung bayi dari bakteri penyebab
       infeksi pada telinga. Selain itu bakteri ini bisa menimbulkan
       permasalah serius seperti meningits dan infeksi pada darah.


9.1.11. Riwayat Tumbuh Kembang
          Riwayat tumbuh kembang normal anak meliputi: fase-fase
      perkembangan dan pertumbuhan anak dapat dilalui pada saat usia
      anak berapa tahun, senyum pada orang untuk pertama kali;
      berbicara pertama kali, pemberian ASI sampai dengan usia berapa
      tahun, pemberian susu formula sejak usia berapa, alasan
      pemberian susu formula, cara minumnya, jenis makanan yang
      dapat dimakan oleh anak pada saat ini, cara makannya, bahasa
      yang dapat anak ucapkan saat itu.




                                                                     30
Normal Development Child menurut WHO, 1993:




                                              31
Normal Development and Cerebral Palsy Development
            menurut WHO, 1993




9.2. Pemeriksaan
     Pemeriksaan terdiri dari:
   9.2.1. Pemeriksaan Umum mencakup cara datang, normal, digendong,
          atau menggunakan alat bantu, kesadaran,koperatif atau tidak, tensi,
          pemeriksaan lingkar kepala, nadi,respirasi rate, status gizi, suhu
          tubuh.
          a. Kesadaran
                Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon
             seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat
             kesadaran dibedakan menjadi :



                                                                          32
1.    Compos Mentis atau conscious, yaitu kesadaran normal,
        sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan
        tentang keadaan sekelilingnya.
  2.    Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk
        berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
  3.    Delirium, yaitu gelisah, disorientasi berupa orang, tempat,
        waktu,     memberontak,     berteriak-teriak,   berhalusinasi,
        kadang berhayal.
  4.    Somnolen     atau Obtundasi, Letargi,       yaitu   kesadaran
        menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur,
        namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang atau mudah
        dibangunkan tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi
        jawaban verbal.
  5.    Stupor atau soporo koma, yaitu keadaan seperti tertidur
        lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.
  6.    Coma atau comatos, yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada
        respon terhadap rangsangan apapun atau tidak ada respon
        kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada
        respon pupil terhadap cahaya.


b. Tensi atau Tekanan Darah
       Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada
  dinding arteri. Tekanan sistolik adalah tekanan darah pada saat
  terjadi kontraksi otot jantung. Sedangkan, tekanan diastolik
  adalah tekanan darah yang digambarkan pada rentang di antara
  grafik denyut jantung. Tekanan darah biasanya digambarkan
  sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik.
  Pengukuran tekanan darah pada anak-anak dilakukan pada
  kasus-kasus tertentu.




                                                                   33
Jumlah tekanan darah yang normal berdasarkan usia
  seseorangadalah:
  - Bayi usia di bawah 1 bulan      :       85/15           mmHg
  - Usia 1 – 6 bulan                :       90/60           mmHg
  - Usia 6 – 12 bulan               :       96/65           mmHg
  - Usia 1 – 4 tahun                :       99/65           mmHg
  - Usia 4 – 6 tahun                :      160/60           mmHg
  - Usia 6 – 8 tahun                :      185/60           mmHg
  - Usia 8 – 10 tahun               :      110/60           mmHg
     (Pamela, 1993)


c. Lingkar Kepala
     Mengukur lingkar kepala berfungsi untuk mengetahui
  perkembangan otaknya. Meskipun ukuran lingkar kepala anak
  tidak berpengaruh pada tingkat kecerdasannya, namun ukuran
  lingkar kepala berkaitan dengan volume otaknya. Lingkar
  kepala anak akan bertambah sesuai dengan usia dan juga
  diepngaruhi oleh jenis kelamin.
     Lingkar kepala pada anak laki-laki




     Grafik lingkaran kepala anak laki-laki (berdasarkan Nelhaus
     G. Pediatr. 41: 106; 1986) dalam Arif Mansjoer 2000.



                                                              34
Lingkar kepala pada anak perempuan




     Grafik lingkaran kepala anak perempuan (berdasarkan
     Nelhaus G. Pediatr. 41: 106; 1986) dalam Arif Mansjoer
     2000.


d. Nadi
     Mengetahui denyut nadi merupakan dasar untuk melakukan
  latihan fisik yang benar dan terukur atau mengetahui seberapa
  keras jantung bekerja. Pengukuran nadi dilakukan dengan durasi
  1 menit.
          Frekuensi denyut nadi normal:
                        Usia                   Denyut Nadi
             1 minggu                      100 – 140 kali/menit
             2 – 8 minggu                   90 – 130 kali/menit
             3 – 12 bulan                   90 – 130 kali/menit
             1 – 6 tahun                    75 – 115 kali/menit
             7 – 12 tahun                   70 – 80 kali/menit
          (Pamela, 1993)




                                                              35
Pola nadi yang normal adalah detaknya berirama.
Pola nadi        Deskripsi


Bradikardia      Frekuensi nadi lambat.
Takikardia       Frekuensi nadi meningkat, dalam keadaan tidak pada
                 ketakutan, menangis, aktivitas meningkat, atau demam
                 yang menunjukan penyakit jantung.
Aritmia          Frekuensi nadi meningkat selama inspirasi, menurun
                 selama ekspirasi. Sinus Aritmia merupakan variasi
                 normal pada anak, khususnya selama tidur.


      e. Respirasi Rate
              Respirasi rate adalah jumlah seseorang mengambil napas per
          menit. Tingkat respirasi biasanya diukur ketika seseorang dalam
          posisi diam dan hanya melibatkan menghitung jumlah napas
          selama satu menit dengan menghitung berapa kali dada
          meningkat.
              Tabel respirasi rate normal pada anak
                               Usia                       Pernapasan
                    1 minggu                          30 – 60 kali/menit
                    2 – 8 minggu                      30 – 40 kali/menit
                    3 – 12 bulan                      20 – 30 kali/menit
                    1 – 6 tahun                       19 – 29 kali/menit
                    7 – 12 tahun                      15 – 20 kali/menit
                   (Pamela, 1993)


      f. Suhu Badan
              Nilai hasil pemeriksaan suhu merupakan indikator untuk
          menilai keseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran
          panas. Nilai ini akan menunjukkan peningkatan bila pengeluaran
          panas meningkat. Kondisi demikian dapat juga disebabkan oleh
          vasodilatasi, berkeringat, hiperventilasi dan lain-lain. Demikian


                                                                        36
sebaliknya, bila pembentukan panas meningkat maka nilai suhu
        tubuh akan menurun. Memeriksa suhu badan bias menggunakan
        punggung tangan. Afebris berarti dalam batas normal, subfebris
        berarti demam yang tidak tinggi atau saat dipalpasi terasa
        hangat, febris berarti demam.


     g. Status Gizi
        Status gizi anak dapat dilihat dari pemeriksaan turgor kulit,
        konjungtiva mata, dan proporsi tubuh. Namun, untuk lebih
        meyakinkannya lagi, dapat dihitung dari rumus:


        Panjang badan = 80 + 5n
        Berat badan = 8 + 2n


        Dimana n adalah umur dalam tahun.
        (Arif Mansjoer, 2000)


9.2.2. Pemeriksaan khusus
     Pemeriksaan khusus terdiri dari:
       1. Pengamatan Posisi
            Pemeriksaan ini berfungsi untuk menilai ada tidaknya
         gerakan ekstremitas abnormal, asimetris, posisi dan gerakan
         yang abnormal. Pengamatan posisi dilakukan pada saat
         terlentang, berguling, telungkup, merayap, ke duduk, duduk,
         merangkak, ke berdiri, berdiri, dan berjalan. Pengamatan posisi
         anak dilakukan sesuai dengan kemampuan anak. Setiap posisi
         memiliki komponennya masing – masing.
         a. Terlentang
            Komponen yang dilihat:
            1.) Gerakannya (aktif, simultan, kecenderungan posisi)
            2.) Posisi kepala
            3.) Posisi trunk (simetris atau tidak simetris)



                                                                     37
4.) Posisi shoulder
  5.) Posisi elbow
  6.) Posisi wrist
  7.) Posisi jari
  8.) Posisi hip
  9.) Posisi knee
  10.) Posisi ankle


b. Berguling
  Komponen yang dilihat:
  1.) Via (hip atau shoulder)
  2.) Rotasi trunk (ada atau tidak)


c. Telungkup
  Komponen yang dilihat:
  1.) Head lifting
  2.) Head control
  3.) Forearm support
  4.) Hand support
  5.) Posisi trunk
  6.) Posisi hip
  7.) Posisi knee
  8.) Posisi ankle


d. Merayap
  Komponen yang dilihat:
  1.) Head control
  2.) Forearm support
  3.) Rotasi trunk
  4.) Gerakannya simultan
  5.) Trnsfer weight bearing




                                      38
e. Duduk
   Komponen yang dilihat:
   1.) Head control
   2.) Trunk control
   3.) Hand support
   4.) Weight bearing
   5.) Sitting balance
   6.) Protective reaction


f. Ke duduk
   Komponen yang dilihat:
   1.) Posisi awal
   2.) Proses
   3.) Head control
   4.) Forearm support
   5.) Hand suppport
   6.) Fiksasi gerakan
   7.) Transfer weight bearing


g. Merangkak
   Komponen yang dilihat:
   1.) Head control
   2.) Weight bearing
   3.) Rotasi trunk
   4.) Transfer wieght bearing
   5.) Gerakannya simultan atau tidak


h. Berdiri
   Komponen yang dilihat
   1.) Head control
   2.) Posisi shoulder
   3.) Posisi elbow



                                        39
4.) Posisi wrist
      5.) Posisi jari-jari
      6.) Posisi trunk
      7.) Trunk control
      8.) Posisi hip
      9.) Posisi knee
      10.) Posisi ankle
      11.) Weight bearing
      12.) Standing balance


   i. Ke berdiri
      Komponen yang dilihat:
      1.) Posisi awal
      2.) Proses
      3.) Head control
      4.) Trunk control
      5.) Weight bearing
      6.) Transfer weight bearing
      7.) Pola ke berdiri


  j. Berjalan
      Komponen yang dilihat:
      1.) Head control
      2.) Trunk control
      3.) Rotasi trunk
      4.) Transfer weight bearing


2. Spastisitas
      Spastisitas merupakan fungsi tonus yang meningkat
   tergantung pada kecepatan gerakan. Merupakan gambaran lesi
   pada Upper Motor Neuron. Membentuk ekstrimitas pada posisi
   ekstensi.Pengukuran       spastisitas   dilakukan   apabila   ada



                                                                  40
kecurigaan kecenderungan posisi. Skala pengukuran dapat
  menggunakan ashworth.
     Skala Klinis Spastisitas (ASHWORTH)
     0   : Tidak terdapat peningkatan tonus postural.
     1   : Sedikit peningkatan tonus, terdapat tahanan minimal
           di akhir Lingkup Gerak Sendi.
     1+ : Sedikit peningkatan tonus, tahanan sedikit kurang dari
           ½ Lingkup Gerak Sendi.
     2   : Peningkatan tonus lebih nyata hampir seluruh
           Lingkup Gerak Sendi, namun masih bisa digerakkan
     3   : Peningkatan tonus bermakna, sehingga gerakan pasif
           sulit dilakuakan.
     4   : Sendi dalam posisi fleksi atau ekstensi atau dalam
           satu posisi.
     (Malene Wesselhoff, 2012)


3. Ankle Clonus
     Bila terjadi rileks yang sangat hiperaktif, maka keadaaan ini
  disebut klonus. Jika kaki dibuat dorsi fleksi dengan tiba-tiba,
  dapat mengakibatkan dua atau tiga kali gerakan sebelum
  selesai pada posisi istirahat. Kadang-kadang pada penyakit
  Sistem Saraf Pusat terdapat aktivitas ini dan kaki tidak mampu
  istirahat di mana tendon menjadi longgar tetapi aktivitas
  menjadi berulang-ulang.


4. Tightness
  a. Pemeriksaan tightness pada m. hamstring
     Posisi os     : terlentang
     Tatalaksana : fleksikan salah satu hip. Positif jika hip
                     pada sisi kontralateral terangkat.

  b. Pemeriksaan tightness pada m. illiopsoas
     Posisi os     : telungkup
     Tatalaksana : fleksikan kedua knee. Positif jika hip fleksi.



                                                                41
c. Pemeriksaan tightness tendon achilles
     Posisi os     : terlentang
     Tatalaksana : dorsi fleksikan ankle. Positif jika ankle sulit
                     didosi fleksikan.


5. Pemeriksaan 7 Refleks
     Merupakan salah satu komponen penentu prognosis
  berjalan. Pemeriksaan 7 refleks dilakukan mulai usia 1 tahun
  hingga usia kurang dari 7 tahun. Pemeriksaan 7 refleks
  meliputi (Pamela, 1993):
  a. ATNR atau Asymetrical Tonic Reflex
     Lokasi           :brainstem
     Muncul saat usia      : 2 bulan
     Hilang saat usia      : 4 bulan
     Cara pemeriksaaan : anak terlentang dengan posisi kepala
     pada midline, kemudian kepala dirotasikan ke salah satu
     sisi. Positif jika elbow dan knee pada ipsilateral fleksi, dan
     pada sisi kontralateral: shoulder abduksi, elbow ekstensi.


  b. STNR atau Symetrical Tonic Neck Reflex
     Lokasi               : brainstem
     Muncul saat usia        : 4 sampai 6 bulan
     Hilang saat usia        : 10 bulan
     Cara pemeriksaaan       :   anak     telungkup     dipangkuan
     pemeriksa.   Kemudian       kepala   anak    difleksikan   atau
     diekstensikan. Positif jika saat kepala difleksikan, maka
     kedua lengan fleksi dan tungkai ekstensi. Positif jika saat
     kepala ekstensikan, maka kedua lengan ekstensi dan tungkai
     fleksi.




                                                                  42
c. Neck Righting
   Lokasi                : Midbrain
  Muncul saat usia       : Baru lahir
  Hilang saat usia       : 4 sampai 6 bulan
  Cara pemeriksaaan      : anak dalam posisi terlentang.
  Kemudian kepala dirotasikan ke salah satu sisi. Positif jika
  tubuh berputar mengikuti kepala, mulai dari shoulder,
  trunk, dan pelvis, serta anggota gerak bawah.


d. Extensor Thrust
   Lokasi                : Spinal
  Muncul saat usia       : Baru lahir
  Hilang saat usia       : 1 sampai 2 bulan
  Cara pemeriksaaan      : knee anak dalam posisi fleksi.
  Kemudian telpak kaki digores atau disentuh. Positif jika
  knee menjadi lurus.


e. Moro
   Lokasi                : Spinal
   Muncul saat usia      : Baru lahir
   Hilang saat usia      : 1 sampai 2 bulan
  Cara pemeriksaaan      : anak dalam posisi terlentang, kepala
  dan punggung anak disangga tangan pemeriksa. Kemudian
  secara tiba-tiba jatuhkan pegangan kepala anak tanpa
  ditekan. Positif jika ada reaksi seperti terkejut, yaitu kedua
  elbow fleksi dengan forearm supinasi.


f. Parachute
   Lokasi                : Cortical
   Muncul saat usia      : 6 sampai 9 bulan
   Hilang saat usia      : tidak hilang atau sepanjang usia
  Cara pemeriksaaan      : anak diposisikan seperti akan
  terjun, handling pemeriksa pada bagian torakal, posisi



                                                              43
kepala lebih rendah dari kaki. Positif jika kedua lengan anak
      lurus,   jari-jari   tangan   diekstensikan   seolah   hendak
      mendarat, atau sering disebut handsupport.


g. Foot placement
   Lokasi                     : Cortical
   Muncul saat usia           : Baru lahir
   Cara pemeriksaaan          : anak diposisikan berdiri, handling
   pada axilla anak. Kemudian punggung tungkai anak digoreskan
   pada meja. Positif jika kaki anak naik ke atas meja.


      Penilaian 7 refleks:
   ATNR             (-)       : 0
   STNR             (-)       : 0
   Neck righting ( - )        : 0
   Extensor thrust ( - )      : 0
   Moro             (-)       : 0
   Paracute         (+)       : 0
   Foot placement ( + )       : 0


   Keterangan:
   Jika skor 0, maka anak bisa berjalan.
   Jika skor 1, maka anak bisa berjalan tanpa atau dengan alat
   bantu.
   Jika skor 2 atau lebih dari 2, maka prognosa berjalan jelek.


 6. Pemeriksaan Fungsi Bermain
      Anak kecil mempunyai organ memori yang belum banyak
   terisi. Melalui bermain anak akan mengeksplorasi dan
   memanipulasi benda-benda di sekitarnya. Setelah mengenali
   dan mempelajari, selanjutnya anak akan menyimpannya di
   dalam sel-sel memori atau otak. Semakin banyak sel



                                                                  44
memorinya terisi oleh data-data tertentu yang diperolehnya
               melalui permainan, maka akan semakin meningkatkan
               kemampuan kognitifnya. Fungsi bermain anak berbeda-beda
               sesuai dengan usianya.
                  Pemeriksaan denver II adalah suatu pemeriksaan yang
               digunakan untuk screening perkembangan anak dari lahir
               sampai usia 6 tahun, yang meliputi 4 aspek penilaian yaitu
               personal sosial, motorik kasar, bahasa, dan motorik halus.


9.3. Pengumpulan Data Tertulis Pemeriksaan Penunjang
        Merupakan data-data yang dijadikan sebagai referensi. Dalam kasus
     ini, data penunjang yang dipakai adalah BERA, pemeriksaan mata, dan
     radiografi panggul.
        a. BERA atau Brain Evoked Response Audiometry merupakan tes
            neurologik untuk fungsi pendengaran batang otak terhadap
            rangsangansuara. BERA dapat digunakan untuk mendeteksi dini
            adanya gangguan pendengaran, bahkan sejak bayi baru saja
            dilahirkan. Tes BERA ini dapat menilai fungsi pendengaran bayi
            atau anak yang tidak kooperatif.


9.4. 1. Urutan Masalah Fisioterapi Berdasarkan Prioritas
           Urutan masalah didapatkan dari hasil pemeriksaan fisik baik
        pemeriksaan umum maupun pemeriksaan khusus dan juga keluhan
        dari pasien itu sendiri. Masalah yang timbul meliputi:


      2. Diagnosa Fisioterapi
           Disusun berdasarkan dari urutan masalah yang ada. Diagnosa
        Fisioterapi terdiri dari impairment, keterbatasan gerak, keterbatasan
        fungsional yang berhubungan dengan diagnosa medik.




                                                                            45
9.5. Program Pemeriksaan Fisioterapi
     1.   Pengumpulan data program Fisioterapi dari dokter Rehabilitasi
          Medik
            Merupakan program yang disusun oleh dokter Rehabilitasi Medik
          yang bersangkutan.


     2.   Tujuan
          a. Tujuan Jangka Pendek
                   Tujuan jangka pendek biasanya dibuat berdasarkan prioritas
            masalah yang utama. Dalam membuat tujuan jangka pendek ini
            harus disertai dengan bagaimana tujuan atau rencana tersebut
            akan dicapai, alokasi waktu pencapaian, dan kondisi-kondisi
            seputar pasien dan lingkungan yang memungkinkan tujuan
            tersebut dapat dicapai.
          b. Jangka Panjang
                   Tujuan jangka panjang juga dibuat berdasarkan prioritas
            masalah, tetapi bukan masalah yang utama atau segera. Tujuan
            jangka panjang harus realistis sesuai dengan perkiraan pemulihan
            yang maksimal sesuai patologi dan keadaan pasien juga harapan
            dari pasien dan keluarga. Pada kasus anak dengan masalah
            Cerebral Palsy Spastic Quadriplegic menentukan prognosis
            berjalan berdasarkan penilain 7 refleks dan komponen prognosis
            berjalan yang lain adalah kognisi, distribusi spastis, level spastis
            berdasarkan nilai Skala Ashworht, penganan atau intervensi dini,
            lingkungan atau persepsi, setelah usia 2 tahun belum bisa duduk
            maka prognosis berjalan buruk.


     3.   Metode Pemberian Fisioterapi
                Fisioterapis memilih intervensi berdasarkan pada kompleksitas
          dan    tingkat   keparahan   dari   problem.   Fisioterapis   memilih,
          mengaplikasikan atau memodifikasi satu atau lebih prosedur




                                                                             46
intervensi berdasarkan pada tujuan akhir dan hasil yang diharapkan
yang telah dikembangkan terhadap pasien.
    Metode tersebut meliputi:
1.) Metode Bobath atau Neuro Development Treatment(NDT)
  a. Konsep Neuro Development Treatment
         Neuro Development Treatment (NDT) menekankan pada
     hubungan      antara   normal   postural    reflex    mechanism
     (mekanisme refleks postural normal), yang merupakan suatu
     mekanisme refleks untuk menjaga postural normal sebagai
     dasar untuk melakukan gerak. Mekanisme refleks postural
     normal memiliki kemampuan yang terdiri dari: (1) normal
     postural tone, (2) normal reciprocal innervations, dan (3)
     variasi gerakan yang mengarah pada fungsional. Syarat agar
     mekanisme refleks postural normal dapat terjadi dengan baik:
     (1) righting reaction yang meliputi labyrinthine righting
     reaction, neck righting reaction, body on body righting
     reaction, body on head righting reaction, dan optical righting
     reaction, (2) equilibrium reaction, yang mempersiapkan dan
     mempertahankan keseimbangan selama beraktivitas, (3)
     protective reaction, yang merupakan gabungan antara righting
     reaction dengan equilibrium reaction (The Bobath Centre of
     London, 1994).


  b. Prinsip Teknik Neuro Development Treatmentatau NDT
         Prinsip    dasar   teknik   metode     Neuro     Development
     Treatment atau NDTmeliputi 3 hal:
     1. Patterns of movement
            Gerakan yang terjadi pada manusia saat bekerja adalah
        pada pola tertentu dan pola tersebut merupakan representasi
        dari kontrol level kortikal bukan kelompok otot tertentu.
        Pada anak dengan kelainan sistem saraf pusat, pola gerak
        yang terjadi sangat terbatas, yang mana dapat berupa



                                                                   47
dominasi refleks primitif, berkembangnya pola gerak
     abnormal karena terbatasnya kemampuan bergerak, dan
     adanya kompensasi atau adaptasi gerak abnormal. Akibat
     lebih lanjut anak atau penderita akan menggunakan pola
     gerak yang abnormal dengan pergerakan yang minim.


  2. Use of handling
         Handling      bersifat   spesifik   dan   bertujuan   untuk
     normalisasi tonus, membangkitkan koordinasi gerak dan
     postur, pengembangan ketrampilan, dan adaptasi respon.
     Dengan demikian anak atau penderita dibantu dan dituntun
     untuk memperbaiki kualitas gerak dan tidak dibiarkan
     bergerak pada pola abnormal yang dimilikinya.


  3. Prerequisites for movement
         Agar gerak yang terjadi lebih efisien, terdapat 3 faktor
     yang mendasari atau prerequisites yaitu (1) normal postural
     tone mutlak diperlukan agar dapat digunakan untuk
     melawan gravitasi, (2) normal reciprocal innervations pada
     kelompok otot memungkinkan terjadinya aksi kelompok
     agonis, antagonis, dan sinergis yang terkoordinir dan
     seimbang, dan (3) postural fixation mutlak diperlukan
     sehingga kelompok otot mampu menstabilkan badan atau
     anggota gerak saat terjadi gerakan/aktivitas dinamis dari
     sisa anggota gerak.




c. Teknik-Teknik Dalam Neuro Development Treatment (NDT)
      Metode Neuro Development Treatment (NDT) memiliki
  teknik-teknik khusus untuk mengatasi pola abnormal aktivitas
  tonus refleks (Wahyono, 2008). Teknik-teknik tersebut
  meliputi:


                                                                 48
1. Inhibisi
       Inhibisi disini menggunakan Reflex Inhibiting Pattern
   (RIP) yang bertujuan untuk menurunkan dan menghambat
   aktivitas refleks yang abnormal dan reaksi asosiasi serta
   timbulnya tonus otot yang abnormal. Sekuensis dalam
   terapi ini meliputi bagian tubuh dengan tingkat affected
   terkecil didahulukan dan handling dimulai dari proksimal.


2. Fasilitasi
       Fasilitasi bertujuan untuk memperbaiki tonus postural,
   memelihara dan mengembalikan kualitas tonus normal,
   serta untuk memudahkan gerakan-gerakan yang disengaja
   (aktivitas sehari-hari).


3. Propioceptive Stimulation
       Merupakan        upaya     untuk   memperkuat       dan
   meningkatkan tonus otot melalui propioseptive dan taktil.
   Berguna untuk meningkatkan reaksi pada anak, memelihara
   posisi dan pola gerak yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi
   secara otomatis.


4. Key Points of Control (KPoC)
       Key Points of Control (KPoC) adalah bagian tubuh
   (biasanya terletak di proksimal) yang digunakan untuk
   handling normalisasi tonus maupun menuntun gerak aktif
   yang normal. Letak Key Points of Control (KPoC) yang
   utama adalah kepala, gelang bahu, dan gelang panggul.


5. Movement Sequences and Functional Skill
       Teknik inhibisi dan fasilitasi pada dasarnya digunakan
   untuk menumbuhkan kemampuan sekuensis motorik dan
   keterampilan fungsional anak



                                                               49
d. Tujuan Pelaksanaan Neuro Development Treatment(NDT)
       Tujuan   pelaksanaan    metode   Neuro    Development
   Treatment (NDT) adalah menghambat pola gerak abnormal,
   normalisasi tonus dan fasilitasi gerakan yang normal, serta
   meningkatkan kemampuan aktivitas pasien.




                                                           50
BAB III
                                         ISI




                             UNIVERSITAS INDONESIA
                             PROGRAM VOKASI
                             BIDANG STUDI KEDOKTERAN
                             PROGRAM STUDI FISIOTERAPI



                       FORMULIR FISIOTERAPI

Nama fisioterapi : Ibu Sri Novia, SST FT        Peminatan : FT A – Pediatric

Nama dokter        : dr. Amendi, SpKFR          Ruangan : Pelayanan URM FT lt 2

Nomer Registrasi : 312 – 11 - 81                TanggalPemeriksaan: 20
                                                                      November20
                                                                      12

I.     PENGUMPULAN DATA IDENTITAS PASIEN : (S)

       Nama Inisial          : An A N

       Tempat & tgl lahir    : Bogor, 17 Oktober 2008 (4 tahun 1 bulan)

       Alamat                : Cilebut, Bogor

       Pendidikan Terakhir : -

       Pekerjaan             :-

       Hobi                  : -.

       Diagnosa Medik        : Cerebral Palsy Quadriplegic




                                                                               51
II.   PENGUMPULAN DATA RIWAYAT PENYAKIT (S)

      KU    : Belum bisa berguling.

      RPS   : Saat ini anak hanya bisa miring kanan dan miring kiri itu pun
             hanya sesekali dan tidak bisa mempertahankannya terlalu
             lama.
             Sejak lahir jari – jari anak kaku dan cenderung menggenggam.
             Saat usia 6 bulan, ibu menyadari bahwa perkembangan anak
             terlambat karena anak hanya terlentang saja, kemudian anak
             dibawa berobat ke RSCM bagian tumbuh kembang anak lalu
             anak di rujuk ke fisioterapi anak terkait keterlambatan anak
             saat usia anak 1 tahun. Anak mempunyai dan menggunakan
             back slap sejak usia1 tahun dan menggunakan AFO sejak usia
             3 tahun 8 bulan.
             R. Prenatal : - Usia ibu saat hamil 24 tahun

                          - Kehamilan diinginkan

                          - Rajin kontrol di bidan secara rutin setiap satu
                           bulan sekali dan diberikan vitamin untuk
                           menambah kalsium.

                          - Pernah USG saat usia kehamilan 4 bulan dan
                           dikatakan tidak ada masalah.

                          - Rutin minum susu untuk ibu hamil.

                          - Trauma tidak pernah

                          - Pendarahan tidak pernah

             R. Natal    : - Lahir secara normal dan spontan di tolong
                           dokter di Rumah Sakit Sunda Kelapa dan anak
                           langsung menangis.



                                                                        52
- Usia kehamilan cukup bulan : 9 bulan 6 hari
                          - BBL : 2300 gr

                          - PBL : 44 cm

                          - Kuning tidak ada

                          - Biru tidak ada

           R. Postnatal: - Kuning tidak ada

                          - Biru tidak ada

                          - Kejang tidak

                          - ASI sampai usia anak 2 tahun

RPD       : Tidak ada

RPK       : Tidak ada

RPSi      : - Anak ke 2 dari 2 bersaudara.

           - Anak pertama laki-laki, normal, dan sudah meninggal saat
             usia 4 bulan karena sakit dan gagal nafas.

          - Usia ayah 30 tahun, pendidikan terakhir ayah SMK, pekerjaan
             ayah sebagai tukang parkir.

          - Usia ibu 28 tahun, pendidikan terakhir ibu SMK, pekerjaan
             ibu rumah tangga.

R. Imunisasi : Imunisasi dasar lengkap.

R. Tumbang : Gross Motor :
                  -     Miring kanan dan kiri : usia 3 tahun
              Fine Motor :
                  -     Senyum sosial : usia 1 tahun
              Bahasa dan Bicara :




                                                                          53
-   Mengeluarkan     kata-kata      “hmm”   dan    tidak
                          bermakna : usia 3 tahun
                  Nutrisi :

                      -   Makan bubur susu kental, disuapin dan tidak
                          langsung telan : usia 2 tahun
                      -   Minum susu formula dan air putih, dengan botol dot
                          dan di pegangin atau di suapin dengan sendok : usia
                          2 tahun


III.   PEMERIKSAAN (O)
         a. Pemeriksaan Umum
               1) Cara Datang : Di gendong
               2) Kesadaran : Compos Mentis
               3) Koperatif
               4) Tensi tidak dilakukan
               5) Lingkar kepala 39 cm (nn : 47-53 cm)
               6) Nadi 100 x/menit
               7) RR 20 x/menit
               8) Status Gizi : kesan kurang
               9) Suhu : Afebris


         b. Pemeriksaan Khusus
            1. Pengamatan Posisi
                  1) Terlentang bisa
                      -   Kepala bergerak bebas dan cenderung menoleh
                          kesatu sisi
                      -   Posisi trunk : Asimetris
                      -   Ekstremitas atas bergerak aktif dan di dominasi pola
                          ATNR
                          Dengan kecenderungan posisi :
                          Upper Extremity Dextra




                                                                           54
o Shoulder : Retraksi, semifleksi, abduksi,
              eksorotasi
           o Elbow : Semifleksi
           o Forearm : Supinasi
           o Wrist : Semifleksi
           o Finger : Fleksi, menggenggam dengan
              thumb in
       Upper Extremity Sinistra
          o Shoulder       :   Retraksi,   fleksi,   abduksi,
              eksorotasi
          o Elbow : semifleksi
          o Forearm : Pronasi
          o Wrist : Fleksi
          o Fingers : Fleksi, menggenggam dengan
              thumb out
   -   Ekstremitas bawah : menggunting
       Dengan kecenderungan posisi :
       Lower Extermity billateral
           o Hip : Semifleksi, adduksi, endorotasi
           o Knee : Semifleksi
           o Ankle : Plantar fleksi, eversi
           o Toes : Fleksi
2) Berguling tidak bisa
3) Diposisikan telungkup bisa
   -   Head liftingbisa
   -   Head control inadekuat
   -   Forearm supporttidak bisa
   -   Hand supporttidak bisa
   -   Posisi trunk : Asimetris
   -   Ekstremitas atas : Keduanya tertindih oleh badan
       Dengan kecenderungan posisi :
       Upper Extremity Billateral



                                                          55
o Shoulder       :    Retraksi,   fleksi,   adduksi,
               endorotasi
           o Elbow : Fleksi
           o Forearm :Pronasi
           o Wrist : Fleksi
           o Fingers : Fleksi dan menggenggam
   -   Ekstremitas bawah : menggunting
       Dengan kecenderungan posisi :
       Lower Extremity Billateral
          o Hip : Semifleksi, adduksi, endorotasi
          o Knee : Semifleksi
          o Ankle : Plantar fleksi, eversi
          o Toes : Fleksi
4) Merayap tidak bisa
5) Diposisikan duduk bisa dengan fiksasi di pelvic :
   -   Head lifting bisa
   -   Headcontrol inadekuat
   -   Hand supporttidak bisa
   -   Trunk controltidak bisa
   -   Posisi trunk round back
   -   Weight bearing di sacrum
   -   Sitting balancetidak ada
   -   Protective reactiontidak ada
   -   Ekstremitas atas di dominasi pola ATNR
       Dengan kecenderungan posisi :
       Upper Extremity Dextra
           o Shoulder : Retraksi, adduksi, endorotasi
           o Elbow : Semifleksi
           o Forearm : Supinasi
           o Wrist : Semifleksi
           o Finger : Fleksi, menggenggam dengan
               thumb in



                                                            56
Upper Extremity Sinistra
          o Shoulder : Retraksi, adduksi, endorotasi
          o Elbow : Semifleksi
          o Forearm : Pronasi
          o Wrist : Fleksi
          o Fingers : Fleksi, menggenggam dengan
              thumb out
   -   Ekstremitas bawah : menggunting
       Dengan kecenderungan posisi :
       Lower Extremity Billateral
          o Hip : Semifleksi, adduksi, endorotasi
          o Knee : Semifleksi
          o Ankle : Plantar fleksi, eversi
          o Toes : Fleksi
6) Ke duduk tidak bisa
7) Merangkak tidak bisa
8) Di posisikan berdiri dengan fiksasi di axilla
   -   Head liftingbisa
   -   Head control inadekuat
   -   Trunk control tidak bisa dilihat
   -   Weight bearingtidak ada, menapak tetapi tidak
       menumpu
   -   Ekstremitas atas bergerak aktif dan di dominasi pola
       ATNR
       Dengan kecenderungan posisi :
       Upper Extremity Dextra
           o Shoulder : Retraksi, adduksi, endorotasi
           o Elbow : Semifleksi
           o Forearm : Supinasi
           o Wrist : Netral
           o Finger : Fleksi, menggenggam dengan
               thumb in



                                                        57
Upper Extremity Sinistra
                      o Shoulder : Retraksi, adduksi, endorotasi
                      o Elbow : Semifleksi
                      o Forearm : Pronasi
                      o Wrist : Fleksi
                      o Fingers : Fleksi, mengenggam dengan thumb
                          out
           -       Ekstremitas bawah : menggunting
                   Dengan kecenderungan posisi :
                   Lower Extremity Billateral
                      o Hip : Semifleksi, adduksi, endorotasi
                      o Knee : Semifleksi
                      o Ankle : Plantar fleksi, eversi
                      o Toes : Fleksi
       9) Ke berdiri tidak bisa


2. Spastisitas ada
   Skala Ashworth :
       1) Upper Extremity :
               -    Dextra : 1+
               -    Sinistra : 1+
       2) Lower Extremity :
               -    Dextra : 2
               -    Sinistra : 2


3. Tonus postural : Tinggi


4. Ankle Clonustidak ada


5. Tightnessada, pada :
     1) m. Illiopsoas billateral
     2) m. Achilles billateral



                                                                   58
6. Pemeriksaan 7 refleks :
            1) ATNR (+)                 :1
            2) Neck righting (-)        :0
            3) Ekstensor Thrust (-) : 0
            4) Moro (+)                 :1
            5) STNR (-)                 :0
            6) Parachute (-)            :1
            7) Foot Pacement (-)        :1   +
                 Skor                   :4   (nn : 0)
                 Kesimpulan : Prognosis berjalan buruk.


        7. Fungsi bermain :
          Jenis permainan : Puzzle bentuk ember, kerincingan
            -    Mengikuti sumber bunyi bisa
            -    Mengikuti objek bisa
            -    Meraih mainan tidak bisa
            -    Menggenggam tidak bisa
            -    Mengikuti perintah sederhana tidak bisa
            -    Mengenal bentuk dan warna tidak bisa
            -    Berhitung tidak bisa
            -    Memainkan mainan sesuai fungsi tidak bisa
          Kesimpulan : Level bermain sesuai anak 4 bulan



IV.   PENGUMPULAN DATA TERTULIS PEMERIKSAAN
      PENUNJANG
           1. BERA, Tanggal pemeriksaan 12 mei 2009
                Kesimpulan : Ambang dengar AS : 30 dB (normal)
                              Ambang dengar AD : 40dB (abnormal)
           2. MATA, Tanggal pemeriksaan 11 juni 2011
                Kesimpulan : Konjungtiuitas OS
                              Observasi cortical visual impairment




                                                                     59
3. Radiografi        tanpa   kontras,   Tanggal   pemeriksaan   28
              september 2011
              Kesimpulan : Gambaran DDH kiri dengan dislokasi kaput
                                femur bilateral ke superolateral


V.   1. URUTAN       MASALAH            FISIOTERAPI         BERDASARKAN
     PRIORITAS
          1) Tonus postural tinggi
          2) Pola ATNR mendominasi setiap gerakan
          3) Kecenderungan posisi trunk asimetris dan hyperekstensi
          4) Kecenderungan posisi shoulder retraksi dan hip semifleksi,
              adduksi dan endorotasi
          5) Head control inadekuat
          6) Tidak bisa forearm support
          7) Tidak bisa hand support
          8) Tidak bisa rotasi trunk
          9) Belum bisa berguling
          10) Tidak ada trunk control
          11) Tidak ada sitting balance
          12) Tidak ada protektif reaction
          13) Tightness pada m. Illiopsoas billateral, m. Hamstring
              billateral, dan m. Achilles billateral
          14) Fungsi bermain tidak sesuai usia, selevel usia 4 bulan


     2.   DIAGNOSA FISIOTERAPI
          Belum bisa berguling karena adanya head control inadekuat,
          shoulder retraksi, trunk asimetri hiperekstensi,tidak bisa rotasi
          trunk, dan kecenderungan posisi hip semifleksi, adduksi,
          endorotasi terkait dengan tonus postural tinggi dan pola ATNR
          di setiap gerakan.




                                                                          60
VI.   PROGRAM PELAKSANAAN FISIOTERAPI (P)
      1.   Pengumpulan data program fisioterapi dari dokter Rehabilitasi
           Medik
             1) Inhibisi spastis
             2) Stimulasi propioseptif
             3) Latihan ROM dan streching
             4) Latihan rolling untuk sitting


      2.   Tujuan :
             a. Tujuan Jangka Pendek
                   1) Berguling
                   2) Persiapan duduk di kursi roda
                   3) Maintenance : - Memelihara lingkup gerak sendi
                                      - Memelihara fleksibelitas otot
                                      - Memelihara    kapasitas   fungsional
                                       paru
                                      - Memelihara kepadatan tulang dan
                                       mencegah osteoporosis
             b. Tujuan Jangka Panjang
                      1) Duduk di kursi roda dengan fiksasi di badan
                      2) Maintenance : - Memelihara lingkup gerak sendi
                                       - Memelihara fleksibelitas otot
                                       - Memelihara kapasitas fungsional
                                         paru
                                       - Memelihara kepadatan tulang dan
                                         mencegah osteoporosis




                                                                          61
3.   Metoda Pemberian Fisioterapi

NO    JENIS      METODA               DOSIS                 KETERANGAN
1.   Terapi    NDT atau            1 kali          - Inhibisi spastik
     Latihan   BOBATH Anak         seminggu        - Fasilitasi berguling
                                                   - Mengembangkan head
                                                         control, trunk contol, fore
                                                         arm support, hand support
                                                   - Memelihara fleksibelitas
                                                         otot dan lingkup gerak
                                                         sendi

          4.   Uraian Tindakan Fisioterapi
                 a. Stimulasi taktil:
                    Posisi anak      : terlentang di atas wedge
                    Posisi terapis : di depan anak
                    Tatalaksana      : Terapis memposisikan anak terlentang di
                                        atas wedge. Terapis memberikan sentuhan
                                        awal secara gantle pada wajah anak, arah
                                        mulai dari dahi sampai dagu. Kemudian
                                        lanjutkan usapan pada badan, tangan, dan
                                        tungkai.Ulangi beberapa kali.
                 b. Inhibisi spastisitas
                     1) Untuk        menurunkan           tonus     postural      dan
                          mengembangkan rotasi trunk.
                          Posisi anak        : miring ke salah satu sisi di atas
                          matras
                          Posisi terapis     : di samping anak
                          Tatalaksana       : Handling tangan terapis di pelvic
                                             anak dan tangan lainnyamemfiksasi
                                             pada bahu anak pada posisi shoulder
                                             protraksi. Gerakkan pelvic ke arah
                                             posterior      dan    anterior    secara



                                                                                   62
Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic
Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic
Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic
Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic
Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic
Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic
Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic
Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic
Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic
Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

La actualidad más candente (20)

Proses penyembuhan fraktur
Proses penyembuhan frakturProses penyembuhan fraktur
Proses penyembuhan fraktur
 
Pengukuran rom
Pengukuran romPengukuran rom
Pengukuran rom
 
PNF cervical
PNF cervicalPNF cervical
PNF cervical
 
Konsep dasar terapi manual
Konsep dasar terapi manualKonsep dasar terapi manual
Konsep dasar terapi manual
 
Stroke
StrokeStroke
Stroke
 
Kontra indikasi umum tens
Kontra indikasi umum tensKontra indikasi umum tens
Kontra indikasi umum tens
 
Patologi muskuloskeletal
Patologi muskuloskeletalPatologi muskuloskeletal
Patologi muskuloskeletal
 
Konsep dasar gerakan dalam manual terapi
Konsep dasar gerakan dalam manual terapiKonsep dasar gerakan dalam manual terapi
Konsep dasar gerakan dalam manual terapi
 
Konsep Dasar Elektroterapi
Konsep Dasar ElektroterapiKonsep Dasar Elektroterapi
Konsep Dasar Elektroterapi
 
Anatomy of ankle and foot fo
Anatomy of ankle and foot foAnatomy of ankle and foot fo
Anatomy of ankle and foot fo
 
Range Of Motion (ROM)
Range Of Motion (ROM)Range Of Motion (ROM)
Range Of Motion (ROM)
 
Konsep Anatomi Biomekanik Vertebra
Konsep Anatomi Biomekanik VertebraKonsep Anatomi Biomekanik Vertebra
Konsep Anatomi Biomekanik Vertebra
 
kasus-cerebral-palsy
kasus-cerebral-palsykasus-cerebral-palsy
kasus-cerebral-palsy
 
Konsep Terapi Latihan
Konsep Terapi LatihanKonsep Terapi Latihan
Konsep Terapi Latihan
 
Manifulasi
ManifulasiManifulasi
Manifulasi
 
Pengantar Fisioterapi
Pengantar FisioterapiPengantar Fisioterapi
Pengantar Fisioterapi
 
Barthel index
Barthel indexBarthel index
Barthel index
 
Terapi manual TMJ dalam Fisioterapi
Terapi manual TMJ dalam FisioterapiTerapi manual TMJ dalam Fisioterapi
Terapi manual TMJ dalam Fisioterapi
 
Range of motion ( ROM ) by Verar
Range of motion ( ROM ) by VerarRange of motion ( ROM ) by Verar
Range of motion ( ROM ) by Verar
 
PPT Cerebral palsy
PPT Cerebral palsy PPT Cerebral palsy
PPT Cerebral palsy
 

Destacado

Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus brakhialgia ec spondiloarthrosis cervical
Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus brakhialgia ec spondiloarthrosis cervicalPenatalaksanaan fisioterapi pada kasus brakhialgia ec spondiloarthrosis cervical
Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus brakhialgia ec spondiloarthrosis cervicalVertilia Desy
 
Pathwaysstroke
PathwaysstrokePathwaysstroke
Pathwaysstrokedlite0792
 
151025700 case-radikulopati-lumbal
151025700 case-radikulopati-lumbal151025700 case-radikulopati-lumbal
151025700 case-radikulopati-lumbalhomeworkping4
 
infeksi sistem saraf pusat
infeksi sistem saraf pusatinfeksi sistem saraf pusat
infeksi sistem saraf pusatElissa Lisencia
 
Penatalaksanaan myofascial release pada kasus nyeri leher
Penatalaksanaan myofascial release pada kasus nyeri leherPenatalaksanaan myofascial release pada kasus nyeri leher
Penatalaksanaan myofascial release pada kasus nyeri leherUzlifati Jannatin Alfafa
 
Melaksanakan upaya promotif dan preventif menurut leavell & clark
Melaksanakan upaya promotif dan preventif menurut leavell  & clarkMelaksanakan upaya promotif dan preventif menurut leavell  & clark
Melaksanakan upaya promotif dan preventif menurut leavell & clarkOperator Warnet Vast Raha
 
Cognitive Neuroscience dan Implementasinya dalam Pembelajaran
Cognitive Neuroscience dan Implementasinya dalam PembelajaranCognitive Neuroscience dan Implementasinya dalam Pembelajaran
Cognitive Neuroscience dan Implementasinya dalam PembelajaranSMAN 1 Cisarua
 
Demam reumatik & penyakit jantung rematik
Demam reumatik & penyakit jantung rematikDemam reumatik & penyakit jantung rematik
Demam reumatik & penyakit jantung rematikGunk Arie'sti
 
REHABILITASI MEDIK BELL'S PALSY
REHABILITASI MEDIK BELL'S PALSYREHABILITASI MEDIK BELL'S PALSY
REHABILITASI MEDIK BELL'S PALSYInjilita Nansi
 
Proses Produksi Barang dan Jasa
Proses Produksi Barang dan JasaProses Produksi Barang dan Jasa
Proses Produksi Barang dan JasaAnca Septiawan
 
The Five Levels of Leadership
The Five Levels of LeadershipThe Five Levels of Leadership
The Five Levels of LeadershipDharaniKassapa
 

Destacado (20)

Fisioterapi
FisioterapiFisioterapi
Fisioterapi
 
Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus brakhialgia ec spondiloarthrosis cervical
Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus brakhialgia ec spondiloarthrosis cervicalPenatalaksanaan fisioterapi pada kasus brakhialgia ec spondiloarthrosis cervical
Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus brakhialgia ec spondiloarthrosis cervical
 
Cerebral Palsy
Cerebral PalsyCerebral Palsy
Cerebral Palsy
 
Pathwaysstroke
PathwaysstrokePathwaysstroke
Pathwaysstroke
 
151025700 case-radikulopati-lumbal
151025700 case-radikulopati-lumbal151025700 case-radikulopati-lumbal
151025700 case-radikulopati-lumbal
 
Smbungan tth
Smbungan tthSmbungan tth
Smbungan tth
 
Meningoencephalocele
MeningoencephaloceleMeningoencephalocele
Meningoencephalocele
 
Kti ida farida
Kti ida faridaKti ida farida
Kti ida farida
 
infeksi sistem saraf pusat
infeksi sistem saraf pusatinfeksi sistem saraf pusat
infeksi sistem saraf pusat
 
Penatalaksanaan myofascial release pada kasus nyeri leher
Penatalaksanaan myofascial release pada kasus nyeri leherPenatalaksanaan myofascial release pada kasus nyeri leher
Penatalaksanaan myofascial release pada kasus nyeri leher
 
Anatomi fisiologi sistem saraf
Anatomi fisiologi sistem sarafAnatomi fisiologi sistem saraf
Anatomi fisiologi sistem saraf
 
Melaksanakan upaya promotif dan preventif menurut leavell & clark
Melaksanakan upaya promotif dan preventif menurut leavell  & clarkMelaksanakan upaya promotif dan preventif menurut leavell  & clark
Melaksanakan upaya promotif dan preventif menurut leavell & clark
 
Cognitive Neuroscience dan Implementasinya dalam Pembelajaran
Cognitive Neuroscience dan Implementasinya dalam PembelajaranCognitive Neuroscience dan Implementasinya dalam Pembelajaran
Cognitive Neuroscience dan Implementasinya dalam Pembelajaran
 
Demam reumatik & penyakit jantung rematik
Demam reumatik & penyakit jantung rematikDemam reumatik & penyakit jantung rematik
Demam reumatik & penyakit jantung rematik
 
Neurologi
NeurologiNeurologi
Neurologi
 
REHABILITASI MEDIK BELL'S PALSY
REHABILITASI MEDIK BELL'S PALSYREHABILITASI MEDIK BELL'S PALSY
REHABILITASI MEDIK BELL'S PALSY
 
Proses Produksi Barang dan Jasa
Proses Produksi Barang dan JasaProses Produksi Barang dan Jasa
Proses Produksi Barang dan Jasa
 
Blangko VAS
Blangko VASBlangko VAS
Blangko VAS
 
Blangko pemeriksaan MMT
Blangko pemeriksaan MMTBlangko pemeriksaan MMT
Blangko pemeriksaan MMT
 
The Five Levels of Leadership
The Five Levels of LeadershipThe Five Levels of Leadership
The Five Levels of Leadership
 

Similar a Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

M4 kb3 kegawatdaruratan trauma
M4 kb3 kegawatdaruratan traumaM4 kb3 kegawatdaruratan trauma
M4 kb3 kegawatdaruratan traumappghybrid4
 
Kelainan kongenital & keturunan
Kelainan kongenital & keturunanKelainan kongenital & keturunan
Kelainan kongenital & keturunanpjj_kemenkes
 
Kb 2 kelainan kongenital & keturunan
Kb 2 kelainan kongenital & keturunanKb 2 kelainan kongenital & keturunan
Kb 2 kelainan kongenital & keturunanpjj_kemenkes
 
Kb 1 tahap kematian jaringan dan nekrosis sel
Kb 1 tahap kematian jaringan dan nekrosis selKb 1 tahap kematian jaringan dan nekrosis sel
Kb 1 tahap kematian jaringan dan nekrosis selpjj_kemenkes
 
Tahap kematian jaringan dan nekrosis sel
Tahap kematian jaringan dan nekrosis selTahap kematian jaringan dan nekrosis sel
Tahap kematian jaringan dan nekrosis selpjj_kemenkes
 
Kelaianan sirkulasi, cairan tubuh
Kelaianan sirkulasi, cairan tubuhKelaianan sirkulasi, cairan tubuh
Kelaianan sirkulasi, cairan tubuhpjj_kemenkes
 
Kb 3 kelaianan sirkulasi, cairan tubuh
Kb 3 kelaianan sirkulasi, cairan tubuhKb 3 kelaianan sirkulasi, cairan tubuh
Kb 3 kelaianan sirkulasi, cairan tubuhpjj_kemenkes
 
Asuhan Keperawatan Tumor Otak
 Asuhan Keperawatan Tumor Otak Asuhan Keperawatan Tumor Otak
Asuhan Keperawatan Tumor Otakpjj_kemenkes
 
Sudut Pandang Moral - Immoral Terhadap Sel Punca by Prof. Dr. Soehartono Taa...
Sudut Pandang Moral - Immoral Terhadap Sel Punca  by Prof. Dr. Soehartono Taa...Sudut Pandang Moral - Immoral Terhadap Sel Punca  by Prof. Dr. Soehartono Taa...
Sudut Pandang Moral - Immoral Terhadap Sel Punca by Prof. Dr. Soehartono Taa...raditio ghifiardi
 
Patogenesis dan patofisiologi kelainan struktur dan fungsi
Patogenesis dan patofisiologi kelainan struktur dan fungsiPatogenesis dan patofisiologi kelainan struktur dan fungsi
Patogenesis dan patofisiologi kelainan struktur dan fungsipjj_kemenkes
 
Kb 1 patogenesis&patofisiologikelainanstruktur&fungsi
Kb 1 patogenesis&patofisiologikelainanstruktur&fungsiKb 1 patogenesis&patofisiologikelainanstruktur&fungsi
Kb 1 patogenesis&patofisiologikelainanstruktur&fungsipjj_kemenkes
 
Cerebral Palsy ppt.pptx
Cerebral Palsy ppt.pptxCerebral Palsy ppt.pptx
Cerebral Palsy ppt.pptxHesti798370
 
Kb 4 kelainan retrogresif
Kb 4 kelainan retrogresifKb 4 kelainan retrogresif
Kb 4 kelainan retrogresifpjj_kemenkes
 
Kelainan retrogresif
Kelainan retrogresifKelainan retrogresif
Kelainan retrogresifpjj_kemenkes
 
Tata Laksana Berbagai Keadaan Gawat Darurat pada Anak.pdf
Tata Laksana Berbagai Keadaan Gawat Darurat pada Anak.pdfTata Laksana Berbagai Keadaan Gawat Darurat pada Anak.pdf
Tata Laksana Berbagai Keadaan Gawat Darurat pada Anak.pdfRioMRajagukguk
 

Similar a Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic (20)

M4 kb3 kegawatdaruratan trauma
M4 kb3 kegawatdaruratan traumaM4 kb3 kegawatdaruratan trauma
M4 kb3 kegawatdaruratan trauma
 
Kelainan kongenital & keturunan
Kelainan kongenital & keturunanKelainan kongenital & keturunan
Kelainan kongenital & keturunan
 
Kb 2 kelainan kongenital & keturunan
Kb 2 kelainan kongenital & keturunanKb 2 kelainan kongenital & keturunan
Kb 2 kelainan kongenital & keturunan
 
Gangguan jiwa
Gangguan jiwaGangguan jiwa
Gangguan jiwa
 
Kb 1 tahap kematian jaringan dan nekrosis sel
Kb 1 tahap kematian jaringan dan nekrosis selKb 1 tahap kematian jaringan dan nekrosis sel
Kb 1 tahap kematian jaringan dan nekrosis sel
 
Tahap kematian jaringan dan nekrosis sel
Tahap kematian jaringan dan nekrosis selTahap kematian jaringan dan nekrosis sel
Tahap kematian jaringan dan nekrosis sel
 
Modul 5 kb 1
Modul 5   kb 1Modul 5   kb 1
Modul 5 kb 1
 
Modul 3 kb 2
Modul 3   kb 2Modul 3   kb 2
Modul 3 kb 2
 
Kelaianan sirkulasi, cairan tubuh
Kelaianan sirkulasi, cairan tubuhKelaianan sirkulasi, cairan tubuh
Kelaianan sirkulasi, cairan tubuh
 
Kb 3 kelaianan sirkulasi, cairan tubuh
Kb 3 kelaianan sirkulasi, cairan tubuhKb 3 kelaianan sirkulasi, cairan tubuh
Kb 3 kelaianan sirkulasi, cairan tubuh
 
Asuhan Keperawatan Tumor Otak
 Asuhan Keperawatan Tumor Otak Asuhan Keperawatan Tumor Otak
Asuhan Keperawatan Tumor Otak
 
Sudut Pandang Moral - Immoral Terhadap Sel Punca by Prof. Dr. Soehartono Taa...
Sudut Pandang Moral - Immoral Terhadap Sel Punca  by Prof. Dr. Soehartono Taa...Sudut Pandang Moral - Immoral Terhadap Sel Punca  by Prof. Dr. Soehartono Taa...
Sudut Pandang Moral - Immoral Terhadap Sel Punca by Prof. Dr. Soehartono Taa...
 
Patogenesis dan patofisiologi kelainan struktur dan fungsi
Patogenesis dan patofisiologi kelainan struktur dan fungsiPatogenesis dan patofisiologi kelainan struktur dan fungsi
Patogenesis dan patofisiologi kelainan struktur dan fungsi
 
Kb 1 patogenesis&patofisiologikelainanstruktur&fungsi
Kb 1 patogenesis&patofisiologikelainanstruktur&fungsiKb 1 patogenesis&patofisiologikelainanstruktur&fungsi
Kb 1 patogenesis&patofisiologikelainanstruktur&fungsi
 
Cerebral Palsy ppt.pptx
Cerebral Palsy ppt.pptxCerebral Palsy ppt.pptx
Cerebral Palsy ppt.pptx
 
Kb 4 kelainan retrogresif
Kb 4 kelainan retrogresifKb 4 kelainan retrogresif
Kb 4 kelainan retrogresif
 
Kelainan retrogresif
Kelainan retrogresifKelainan retrogresif
Kelainan retrogresif
 
cereble palsy.ppt
cereble palsy.pptcereble palsy.ppt
cereble palsy.ppt
 
Tata Laksana Berbagai Keadaan Gawat Darurat pada Anak.pdf
Tata Laksana Berbagai Keadaan Gawat Darurat pada Anak.pdfTata Laksana Berbagai Keadaan Gawat Darurat pada Anak.pdf
Tata Laksana Berbagai Keadaan Gawat Darurat pada Anak.pdf
 
Balance Disorder
Balance DisorderBalance Disorder
Balance Disorder
 

Último

dr. Irma, Sp.A(K) Update Tatalaksana Tuberkulosis Anak & Remaja.pdf
dr. Irma, Sp.A(K) Update Tatalaksana Tuberkulosis Anak & Remaja.pdfdr. Irma, Sp.A(K) Update Tatalaksana Tuberkulosis Anak & Remaja.pdf
dr. Irma, Sp.A(K) Update Tatalaksana Tuberkulosis Anak & Remaja.pdfMeboix
 
presentasi mola hidatidosa pada kehamilan
presentasi mola hidatidosa pada kehamilanpresentasi mola hidatidosa pada kehamilan
presentasi mola hidatidosa pada kehamilancahyadewi17
 
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologiBIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologiAviyudaPrabowo1
 
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptxB-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptxUswaTulFajri
 
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIFPENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIFRisaFatmasari
 
PPT-UEU-Keperawatan-Medikal-Bedah-I-Pertemuan-7.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Medikal-Bedah-I-Pertemuan-7.pptPPT-UEU-Keperawatan-Medikal-Bedah-I-Pertemuan-7.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Medikal-Bedah-I-Pertemuan-7.pptTriUmiana1
 
VARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptx
VARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptx
VARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxghinaalmiranurdiani
 
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxKDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxawaldarmawan3
 
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.ppt
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.pptALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.ppt
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.pptRaniNarti
 
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptx
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptxRENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptx
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptxrobert531746
 
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppt
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare pptMateri Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppt
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppticha582186
 
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikobat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikSyarifahNurulMaulida1
 
polimeric micelles for drug delivery system.pptx
polimeric micelles for drug delivery system.pptxpolimeric micelles for drug delivery system.pptx
polimeric micelles for drug delivery system.pptxLinaWinarti1
 
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptx
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptxKeperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptx
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptxnadiasariamd
 
ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...
ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...
ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...WulanNovianti7
 
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.pptGizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.pptAyuMustika17
 

Último (16)

dr. Irma, Sp.A(K) Update Tatalaksana Tuberkulosis Anak & Remaja.pdf
dr. Irma, Sp.A(K) Update Tatalaksana Tuberkulosis Anak & Remaja.pdfdr. Irma, Sp.A(K) Update Tatalaksana Tuberkulosis Anak & Remaja.pdf
dr. Irma, Sp.A(K) Update Tatalaksana Tuberkulosis Anak & Remaja.pdf
 
presentasi mola hidatidosa pada kehamilan
presentasi mola hidatidosa pada kehamilanpresentasi mola hidatidosa pada kehamilan
presentasi mola hidatidosa pada kehamilan
 
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologiBIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
 
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptxB-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
 
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIFPENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
 
PPT-UEU-Keperawatan-Medikal-Bedah-I-Pertemuan-7.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Medikal-Bedah-I-Pertemuan-7.pptPPT-UEU-Keperawatan-Medikal-Bedah-I-Pertemuan-7.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Medikal-Bedah-I-Pertemuan-7.ppt
 
VARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptx
VARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptx
VARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptx
 
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxKDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
 
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.ppt
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.pptALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.ppt
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.ppt
 
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptx
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptxRENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptx
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptx
 
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppt
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare pptMateri Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppt
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppt
 
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikobat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
 
polimeric micelles for drug delivery system.pptx
polimeric micelles for drug delivery system.pptxpolimeric micelles for drug delivery system.pptx
polimeric micelles for drug delivery system.pptx
 
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptx
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptxKeperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptx
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptx
 
ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...
ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...
ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...
 
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.pptGizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
 

Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

  • 1. PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS CEREBRAL PALSY SPASTIC QUADRIPLEGIC DISUSUN OLEH : Ade Fitri (1006719652) AsmallahPutriWandasari (1006778011) IrmanGalihPrihantoro (1006778213) Nabila Fatana (1006720181) VertiliaDesi (1006720420) PROGRAM VOKASI KEDOKTERAN BIDANG STUDI FIFIOTERAPI 2010 UNIVERSITAS INDONESIA
  • 2. KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena akan limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah konferensi kasus Fisioterapi Pediatri (FT A) dengan tepat waktu. Pembuatan makalah ini bertujuan untuk melengkapi tugas dalam Praktek Klinik I Semester V. Dalam penyusunan makalah ini kami telah banyak memperoleh bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak baik dokter, instruktur atau fisioterapis, senior fisioterapis angkatan 2009, dan teman-teman seperjuangan.Oleh sebab itu pada kesempatan kali ini tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu penyusunan makalah ini. Kami menyadari tanpa bimbingan dan pengarahan dari semua pihak, maka laporan ini tidak akan tersusun dengan baik. Pada kesempatan kali ini kami mengucapkan terima kasih kepada dokter, dosen mata ajar fisioterapi pediatri, seluruh pembimbing praktek klinik fisioterapi di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo dan teman-teman mahasiswa fisioterapi Universitas Indonesia. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah konferensi ini. Oleh sebab itu penulis mengaharapkan saran-saran dan kritik yang membangun demi perbaikan di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca pada umumnya dan rekan- rekan fisioterapis pada khususnya. Makalah ini belum atau tidak bisa dijadikan acuan sebelum disetujui dosen pembimbing dan dikonferensikan atau dipresentasikan. Jakarta, 23 November 2012 Penulis i
  • 3. LEMBAR PENGESAHAN Makalah konferensi kasus telah dikoreksi, disetujui, dan diterima Pembimbing Praktek Klinik Program Studi Fisioterapi Pediatri (FTA) RSCM untuk melengkapi tugas Praktek Klinik dan memenuhi persyaratan untuk mengikuti Ujian Akhir Semester (UAS) 2012. Pada hari : Selasa Tanggal : 27 November 2012 Pembimbing, …………………..……… Sri Novia Fauza, S. ST. FT ii
  • 4. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .................................................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................................ii DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1 b. Identifikasi Masalah ..................................................................................... 2 c. Rumusan Masalah ......................................................................................... 2 d. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 3 e. Metode Penulisan ......................................................................................... 3 BAB II KAJIAN TEORI 1. Definisi Cerebral Palsy................................................................................. 5 2. Anatomi dan Fisiologi Otak ......................................................................... 6 3. Patofisiologi Cerebral Palsy ....................................................................... 10 4. Etiologi Cerebral Palsy .............................................................................. 11 5. Manifestasi KlinisCerebral Palsy ............................................................... 14 6. PrognosisCerebral Palsy ............................................................................. 15 7. Klasifikasi Cerebral Palsy .......................................................................... 17 8. Cerebral PalsySpastik Quadriplegi ............................................................ 23 9. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Cerebral PalsySpastik Quadriplegi ...... 26 BAB III ISI 1. Formulir fisioterapi .................................................................................... 51 BAN IV PENUTUP 1. Kesimpulan ................................................................................................ 69 2. Saran ........................................................................................................... 69 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 70 LAMPIRAN .................................................................................................................. 72 iii
  • 5. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2003 memperkirakan jumlah anak penyandang cacat di Indonesia sekitar 7-10% dari jumlah penduduk Indonesia. Sebagian besar anak penyandang cacat atau sekitar 295.250 anak berada di masyarakt dalam pembinaan dan pengawasan orang tua dan keluarga. Pada umumnya mereka belum mendapatkan pelayanan kesehatan sebagaimana mestinya (Depkes, 2011). Kecacatan ini timbul karena bawaan lahir ataupun didapat setelah lahir. Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi yaitu natal, prenatal, postnatal, dan social ekonomi. Banyak jenis kecacatan yang terjadi pada anak, diantanranya adalah Cerebral Palsy. Cerebral Palsy sendiri merupakansekelompok gangguan gerak atau postur yang disebabkan oleh lesi yang tidak progresif yang menyerang otak yang sedang berkembang atau immatur. Lesi yang terjadi sifatnya menetap selama hidup, tetapi perubahan gejala bisa terjadi sebagai akibat proses pertumbuhan dan maturasi otak. Kerusakan jaringan saraf yang tidak progresif pada saat prenatal dan sampai 2 tahun post natal termasuk dalam kelompok Cerebral Palsy. Di Indonesia 1 - 5 dari setiap 1.000 anak yang lahir hidup di Indonesia memiliki kondisi tersebut. Sedangkan di USA ada kecenderungan peningkatan prevalensi pada dua dekade terakhir. Hal ini disebabkan kemajuan penanganan obstetri dan perinatal, sehingga terdapat peningkatan bayi immatur, berat lahir rendah dan bayi prematur dengan komplikasi yang bertahan hidup. Insiden bervariasi antara 2-2,5/1000 bayi lahir hidup. Di USA perkiraan prevalensi pada yang sedang atau berat antara 1,5-2,5/1000 kelahiran, kurang lebih mengenai 1.000.000 orang (Elita Mardiani, 2006). Cerebral Palsy bukanlah termasuk penyakit secara tersendiri, tetapi istilah yang diberikan untuk sekelompok gejala motorik yang bervariasi akibat lesi otak yang tidak progresif. Akibat lesi otak yang bevariasi maka muncul berbagai macam klasifikasi Cerebral Palsy, diantaranya berdasarkan 1
  • 6. bagian tubuh yang terkena atau topografinya pada tubuh; hemiplegic,diplegic, atau quadriplegic; gangguan motorik yang dominan; apakah itu spastic, floopy, atau athetose. Nantinya dalam makalah ini akan dibahas secara mendalam tentang Cerebral Palsy Spastic Quadriplegic. 2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka kami sebagai penulis dapat mengidentifikasikan masalah untuk kasus tersebut sebagai berikut: a. Gangguan ambulasi dan transfer b. Gangguan gerak c. Gangguan Postur 2.1 Pembatasan Masalah Banyaknya jenis dan masalah yang timbul pada kasus Cerebral Palsy, maka kami akan membatasi permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini. Adapun masalah yang dibahas akan dibatasi pada Penatalaksanaan fisioterapi pada penderita Cerebral Palsy Spastic Quadriplegic. 2.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam karya tulis ilmiah ini adalah: 1. Apa definisi dari Cerebral Palsy? 2. Bagaimana anatomi dan fisiologi otak? 3. Bagaimana epidemiologi dari Cerebral Palsy? 4. Bagaimana Patofisiologi dari Cerebral Palsy? 5. Apa etiologi dari Cerebral Palsy? 6. Apa saja manifestasi klinis dari Cerebral Palsy? 7. Bagaimana prognosa dari Cerebral Palsy? 8. Apa definisi dari Cerebral Palsy Spastic Quadriplegic? 2
  • 7. 9. Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi pada kasus Cerebral Palsy Spastic Quadriplegic? 3. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini dibagi menjadi dua, yakni: 3.1 Tujuan Umum 3.1.1 Karya tulis ini dibuat untuk memenuhi tugas akhir kami sebelum kami pindah stase pada peminantan lain. 3.1.2 Untuk mengaplikasikan pengetahuan kami dalam mengatasi masalah pada kasus Cerebral Palsy Spastic Quadriplegic 3.2 Tujuan Khusus 3.2.1 Mengetahui definisi dari Cerebral Palsy 3.2.2 Mengetahui anatomi dan fisiologi otak 3.2.3 Mengetahui patofisiologi dari Cerebral Palsy 3.2.4 Mengetahui etilogi dari Cerebral Palsy 3.2.5 Mengetahui manifestasi klinis dari Cerebral Palsy 3.2.6 Mengetahui prognosa dari Cerebral Palsy 3.2.7 Mengetahui klasifikasi dari Cerebral Palsy 3.2.8 Mengetahui definisi dari Cerebral Palsy Spastic Quadriplegic 3.2.9 Mengetahui penatalaksanaan fisioterapi pada kasus Cerebral palsy 3
  • 8. 4. Metode Penulisan Dalam Penyusunan makalah ini, metode yang kami gunakan adalah metode kepustakaan yaitu dengan membaca buku – buku yang bersangkutan dengan kasus ini. Selain itu kami juga mencari literatur dari internet untuk menambah informasi yang bersangkutan, dan observasi langsung pada pasien. Dalam sistematika penulisan, BAB I merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.BAB II merupakan kajian teori yang meliputi definisi, anatomi fisiologi otak, epidemiologi, patofisiologi, etiologi, manifestasi klinis, prognosis, dan penatalaksanaan fisioterapi pada kasus Cerebral Palsy Spastic Quadriplegic. BAB III merupakan pembahasan status, serta BAB IV yang merupakan penutupan berupa kesimpulan dan saran. 4
  • 9. BAB II KAJIAN TEORI 1. Definisi Cerebral Palsy Cerebral Palsy adalah kondisi neurologis yang terjadi permanen tapi tidak mempengaruhi kerusakan perkembangan saraf karena itu bersifat non progresif pada lesi satu atau banyak lokasi pada otak yang immatur (Campbell SK et al, 2001 dalam Jan S, 2008). Cerebral palsy adalah masalah-masalah pada sistem saraf pusat yang berakibat tidak berkembangnya sistem saraf pusat atau mempengaruhi otak atau tulang belakang (Pamela, 1993). Cerebral palsy mencakup kelompok dari kondisi yang mempengaruhi anak sehingga memiliki kekurangan dalam kontrol pergerakan. Cerebral palsy adalah sebuah gangguan dari perkembangan dan postur dikarenakan sebuah kerusakan atau lesi dari otak yang belum berkembang (Bax, 1964). Biasanya yang dijadikan acuan onset kejadiannya sebelum 3 tahun. Lesi saraf pada cerebral palsy tidak progresif, walaupun menjadi perubahan dan variasi dalam perjalanannya tergantung kelainan yang terlihat dan perkembangan pada tiap anak. Perubahan ini terjadi tergantung dari beberapa faktor yakni maturasi otak, pertumbuhan tubuh, keseimbangan otot, dan gerakan anak dan kecenderungan postur (Pamela, 1993). 5
  • 10. 2. Anatomi Fisiologi Otak Brain anatomy. The brain is presented in three views: lateral, coronal, and midsaggital (Lane R. et al, 2009). 2.1. Bagian – bagian Otak Otak mengatur dan mengkordinir sebagian besar gerakan, perilaku dan fungsi tubuh homeostasis seperti detak jantung, tekanan darah, keseimbangan cairan tubuh dan suhu tubuh. Otak manusia bertanggung jawab terhadap pengaturan seluruh badan dan pemikiran manusia. Otak dilindungi 3 lapisan selaput meninges. Bila membran ini terkena infeksi maka akan terjadi radang yang disebut meningitis. Ketiga lapisan membran meninges dari luar ke dalam adalah sebagai berikut. 6
  • 11. a. Duramater atau Lapisan Luar Duramater kadangkala disebut pachimeningen atau meningen fibrosa karena tebal, kuat, dan mengandung serabut kolagen. Pada duramater dapat diamati adanya serabut elastis, fibrosit, saraf, pembuluh darah, dan limfe. Lapisan dalam duramater terdiri dari beberapa lapis fibrosit pipih dan sel-sel luar dari lapisan arachnoid. b. Araknoid atau Lapisan Tengah Arachnoid merupakan selaput halus yang memisahkan duramater dengan piamater. Lapisan arachnoid terdiri atas fibrosit berbentuk pipih dan serabut kolagen. Arachnoid berbentuk seperti jaring laba- laba. Antara arachnoid dan piamater terdapat ruangan berisi cairan yang berfungsi untuk melindungi otak bila terjadi benturan. c. Piamater atau Lapisan Dalam Piamater merupakan membran yang sangat lembut dan tipis penuh dengan pembuluh darah dan sangat dekat dengan permukaan otak. Lapisan ini berfungsi untuk memberi oksigen dan nutrisi serta mengangkut bahan sisa metabolisme. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu cerebrum atau otak besar, cerebellum atau otak kecil, brainstem atau batang otak, dan dienchepahalons (Satyanegara, 1998). 2.1.1. Cerebrum atau Otak Besar Bagian terbesar dari otak manusia disebut cerebrum disebut juga sebagai cortex cerebri. Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir atau intelektual, analisa, logika, bahasa, kesadaran, persepsi, memori, aktifitas motorik yang kompleks, dan kemampuan visual. Cerebrum dibagi menjadi dua belahan, yaitu hemisfer kanan dan hemisfer kiri. Kedua belahan tersebut terhubung oleh saraf. Secara umum, hemisfer kanan berfungsi mengontrol sisi kiri tubuh dan terlibat dalam kreativitas serta kemampuan artistik. Sedangkan hemisfer kiri 7
  • 12. berfungsi mengontrol sisi kanan tubuh dan untuk logika serta berpikir rasional. Cerebrum dibagi menjadi empat lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan disebut sulcus. Keempat lobus tersebut masing-masing adalah: a. Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari cerebrum. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara umum. b. Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit. c. Lobus Temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara. d. Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata. 2.2. Cerebellum atau Otak Kecil Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan ujung leher bagian atas. Cerebellum berfungsi dalam pengaturan koordinasi perencanaan gerak, pengaturan tonus, kontrol postur dan keserasian gerak, pengaturan keseimbangan. Cerebrum juga berfungsi sebagai pengatur sistem saraf otonom, seperti pernafasan, mengatur ukuran pupil, dan ain-lain. Jika terjadi cedera atau terdapat kerusakan pada area ini, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi, misalnya orang tersebut tidak mampu memasukkan makanan ke dalam mulutnya atau tidak mampu mengancingkan baju. 8
  • 13. 2.3. Brainstem atau Batang Otak Batang otak berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight saat datangnya bahaya. Brainstem terdiri dari tiga bagian, yaitu: a. Mesencephalon disebut juga mid brain adalah bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan cerebrum dan cerebellum. Mid brain berfungsi dalam mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran. b. Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla oblongata bertugas mengontrol fungsi otomatis otak seperti: detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan. c. Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak bersama dengan formasi reticular. Pons yang menentukan apakah kita terjaga atau tertidur. 2.4. Dienchephalons Terdiri dari thalamus, hypothalamus, subthalamus, dan epithalamus. a. Thalamus berfungsi sebagai station relay dari sensoris, berperan dalam perilaku dan emosi sejalan dengan hubungannya dengan system limbic, serta mempertahankan kesadaran. b. Hypothalamus terletak dibawah thalamus yang berfungsi mengatur emosi, hormon, temperatur tubuh, kondisi tidur dan bangun, keseimbangan kimia tubuh, serta makan dan minum. 9
  • 14. c. Subthalamus merupakan nukleus motorik ekstrapiramida yang penting. Fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus dapat menimbulkan diskinesia. d. Epithalamusberhubungan dengan sistem limbik dan berperan pada beberapa dorongan emosi dasar dan integrasi informasi olfaktorius. 3. Patofisiologi Karena kompleksitas dan kerentanan otak selama masa perkembangannya, menyebabkan otak sebagai subyek cedera dalam beberapa waktu. Cerebral ischemia yang terjadi sebelum minggu ke–20 kehamilan dapat menyebabkan defisit migrasi neuronal, antara minggu ke–24 sampai ke–34 menyebabkan periventricular leucomalaciaatau PVL dan antara minggu ke–34 sampai ke-40 menyebabkan focal atau multifocal cerebral injury. Cedera otak akibat vascular insufficiency tergantung pada berbagai faktor saat terjadinya cedera, antara lain distribusi vaskular ke otak, efisiensi aliran darah ke otak dan sistem peredaran darah, serta respon biokimia jaringan otak terhadap penurunan oksigenasi. Kelainan tergantung pada berat ringannya asfiksia yang terjadi pada otak. Pada keadaan yang berat tampak ensefalomalasia kistik multipel atau iskemik yang menyeluruh. Pada keadaan yang lebih ringan terjadi patchy necrosis di daerah paraventrikular substansia alba dan dapat terjadi atrofi yang difus pada substansia grisea korteks serebri. Kelainan dapat lokal atau menyeluruh tergantung tempat yang terkena. Stres fisik yang dialami oleh bayi yang mengalami kelahiran prematur seperti imaturitas pada otak dan vaskularisasi cerebral merupakan suatu bukti yang menjelaskan mengapa prematuritas merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian cerebral palsy. Sebelum dilahirkan, distribusi sirkulasi darah janin ke otak dapat menyebabkan tendensi terjadinya hipoperfusi sampai dengan periventrikular white matter. Hipoperfusi dapat menyebabkan haemorrhage pada matrik germinal atau periventricular leucomalacia, yang berhubungan dengan kejadian diplegia spastik. 10
  • 15. Pada saat dimana sirkulasi darah ke otak telah menyerupai sirkulasi otak dewasa, hipoperfusi kebanyakan merusak area batas dari arterycerebral mayor, yang selanjutnya menyebabkan fenotip spastik quadriplegia. Ganglia basal juga dapat terpengaruh dengan keadaan ini, yang selanjutnya menyebabkan terjadinya koreoathetoid atau distonik. Kerusakan vaskular yang terjadi pada saat perawatan seringkali terjadi dalam distribusi artery cerebral bagian tengah, yang menyebabkan terjadinya fenotip spastik hemiplegia. Tidak ada hal–hal yang mengatur dimana kerusakan vaskular akan terjadi, dan kerusakan ini dapat terjadi lebih dari satu tahap dalam perkembangan otak janin. Autoregulasi peredaran darah cerebral pada neonatal sangat sensitif terhadap asfiksia perinatal, yang dapat menyebabkan vasoparalysis dan cerebral hyperemia. Terjadinya kerusakan yang meluas diduga berhubungan dengan vaskular regional dan faktor metabolik, serta distribusi regional dari rangsangan pembentukkan synaps. Pada waktu antara minggu ke-26 sampai dengan minggu ke-34 masa kehamilan, area periventricular white matter yang dekat dengan lateral ventricles sangat rentan terhadap cedera. Apabila area ini membawa fiber yang bertanggungjawab terhadap kontrol motorik dan tonus otot pada kaki, cedera dapat menyebabkan spastik diplegia.Saat lesi yang lebih besar menyebar sebelum area fiber berkurang dari korteks motorik, hal ini dapat melibatkan centrum semiovale dan corona radiata, yang dapat menyebabkan spastisitas pada ekstremitas atas dan ekstremitas bawah. 4. Etiologi Cerebral Palsy Cerebral palsy dapat disebabkan faktor genetik maupun faktor lainnya. Apabila ditemukan lebih dari satu anak yang menderita kelainan ini, maka kemungkinan besar disebabkan oleh faktor genetik. (Soetjiningsih, 1995). Menurut Soetjiningsih, kerusakan pada otak dapat terjadi pada masa prenatal, natal dan postnatal. 11
  • 16. 4.1. Riwayat Prenatal a. Kelainan perkembangan dalam kandungan, faktor genetik, kelainan kromosom. b. Usia ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 40 tahun. c. Infeksi intrauterin : TORCH (Toxoplasma, Rubella atau campak Jerman, Cytomegalovirus, Herpes simplexvirus) dan sifilis d. Radiasi saat masih dalam kandungan e. Asfiksia intrauterin (abrubsio plasenta, plasenta previa, anoksia maternal, kelainan umbilikus, perdarahan plasenta, ibu hipertensi, dan lain – lain). f. Keracunan saat kehamilan, kontaminasi air raksa pada makanan, rokok dan alkohol. g. Induksi konsepsi. h. Riwayat obstetrik (riwayat keguguran, riwayat lahir mati, riwayat melahirkan anak dengan berat badan < 2000 gram atau lahir dengan kelainan morotik, retardasi mental atau sensory deficit). i. Toksemia gravidarum, yaitu kumpulan gejala–gejala dalam kehamilan yang merupakan trias HPE (Hipertensi, Proteinuria dan Edema), yang kadang–kadang bila keadaan lebih parah diikuti oleh KK (kejang– kejangataukonvulsi dan koma). Patogenetik hubungan antara toksemia pada kehamilan dengan kejadian cerebral palsy masih belum jelas. Namun, hal ini mungkin terjadi karena toksemia menyebabkan kerusakan otak pada janin. j. Disseminated Intravascular Coagulation oleh karena kematian prenatal pada salah satu bayi kembar 4.2. Riwayat Natal a. Anoksia/hipoksia Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa natal ialah cidera otak. Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal demikian terdapat pada keadaan presentasi bayi abnormal, partus lama, plasenta 12
  • 17. previa, infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan alat tertentu dan lahir dengan seksio sesar. b. Perdarahan otak Perdarahan dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak, mengganggu pusat pernapasan dan peredaran darah sehingga terjadi anoksia. Perdarahan dapat terjadi di ruang subaraknoid dan menyebabkan penyumbatan CSS atau cairan serebrospinalis sehingga mangakibatkan hidrosefalus. Perdarahan di ruang subdural dapat menekan korteks serebri sehingga timbul kelumpuhan spastis. c. Prematuritas Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita pendarahan otak lebih banyak dibandingkan dengan bayi cukup bulan, karena pembuluh darah, enzim, factor pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna.Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita pendarahan otak lebih banyak dibandingkan dengan bayi cukup bulan, karena pembuluh darah, enzim, faktor pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna. d. Postmaturitas e. Ikterus neonatorum Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat penumpukan bilirubin, sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus kearah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalikan (Tjipta, 1994 dalam Arif Mansjoer, 2008). Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang kekal akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada kelainan inkompatibilitas golongan darah. f. Kelahiran sungsang g. Bayi kembar 13
  • 18. Ternyata bahwa makin canggih unit perawatan infeksi neonatal, makin tinggi angka kejadian cerebral palsy. Sehingga dikatakan bahwa cerebral palsy adalah produk sampah dari suatu kemajuan unit perawatan intensif neonatal. (Soetjiningsih, 1995) 4.3. Riwayat Postnatal a. Trauma kepala b. Meningitis / ensefalitis yang terjadi 6 bulan pertama kehidupan c. Racun berupa logam berat, CO. d. Luka parut pada otak paska bedah. 5. Maniferstasi Klinis 5.1. Terdapat spastisitas , terdapat gerakan-gerakan involunter seperti atetosis, khoreoatetosis, tremor dengan tonus yang dapat bersifat flaksid, rigiditas, atau campuran. 5.2. Terdapat ataksia, gangguan koordinasi ini timbul karena kerusakan serebelum. Penderita biasanya memperlihatkan tonus yang menurun atau hipotonus, dan menunjukkan perkembangan motorik yang terlambat. Mulai berjalan sangat lambat, dan semua pergerakan serba canggung. 5.3. Menetapnya refleks primitif dan tidak timbulnya refleks-refleks yang lebih tinggi, seperti refleks landau atau parasut. 5.4. Penglihatan Masalah penglihatan yang biasanya muncul pada anak cerebral palsy adalah juling. Bila terjadi hal tersebut harus segera diperiksakan ke dokter karena dapat menyebabkan hanya dapt menggunakan satu matanya saja. 5.5. Pendengaran Kehilangan pendengaran berhubungan dengan mikrosefali, mikroftalmia dan penyakit jantung bawaan, dimana disarankan untuk memeriksa ada tidaknya infeksi TORCH (toksoplasma, rubella, sitomegalovirus dan herpes simpleks). Pada sebagian penderita diskinesia, kernikterus dapat menyebabkan ketulian sensorineural frekuensi tinggi. 14
  • 19. Gangguan pendengan dapat menyebabkan terjadinya gangguan bahasa atau komunikasi. 5.6. Kesulitan makan dan komunikasi Kesulitan makan dan komunikasi ini kemungkinan disebabkan karena adanya air liur yang berlebihan akibat fungsi bulbar yang buruk, aspirasi pneumonia yang berulang dan terdapat kegagalan pertumbuhan paru-paru. Masalah kesulitan makan yang menetap dapat menjadi gejala awal dari kesulitan untuk mengekspresikan bahasa di masa yang akan datang. Penilaian awal kemampuan berkomunikasi dilakukan dengan bantuan ahli terapi bicara dan bahasa adalah penting dilakukan untuk mengetahui alat yang sesuai sebagai alternatif untuk membantu berkomunikasi. Hal ini penting dilakukan untuk memantau perkembangan kognitif anak. 5.7. Pertumbuhan Kesulitan makan dapat menyebabkan anak tidak tumbuh dengan semestinya. Anak tersebut dapat kekurangan berat badan. 5.8. Kesulitan belajar Anak dengan gangguan komunikasi akan sulit dalam menerima suatu pemahan, walau tidak semua anak dengan cerebral palsy mengalami hal tersebut. 5.9. Gangguan tingkah laku Anak cerebral palsy mengalami kesulitan dalam komunikasi dan gerak, sehingga anak akan lebih mudah marah jika dia diajarkan sesuatu pelajaran atau hal baru akan mengalami kesulitan. Sehingga harus lebih sabar dalam menghadapinya. 6. Prognosis Beberapa faktor berpengaruh terhadap prognosis penderita cerebral palsy seperti tipe klinis, keterlambatan dicapainya milestones, adanya reflek patologik dan adanya defisit intelegensi, sensoris dan gangguan emosional. Anak dengan hemiplegi sebagian besar dapat berjalan sekitar umur 2 tahun, kadang diperlukan short leg brace, yang sifatnya sementara. Didapatkannya tangan dengan ukuran lebih kecil pada bagian yang hemiplegi, bisa disebabkan 15
  • 20. adanya disfungsi sensoris di parietal dan bisa menyebabkan gangguan motorik halus pada tangan tersebut. Lebih dari 50% anak tipe diplegi belajar berjalan pada usia sekitar 3 tahun, tetapi cara berjalan sering tidak normal dan sebagian anak memerlukan alat bantu. Aktifitas tangan biasanya ikut terganggu, meskipun tidak tampak nyata. Anak dengan tipe kuadriplegi, 25% memerlukan perawatan total, sekitar 33% dapat berjalan, biasanya setelah umur 3 tahun. Gangguan fungsi intelegensi paling sering didapatkan dan menyertai terjadinya keterbatasan dalam aktifitas. Keterlibatan otot-otot bulber, akan menambah gangguan yang terjadi pada tipe ini (Steven et all, 2004). Sebagian besar anak yang dapat duduk pada umur 2 tahun dapat belajar berjalan, sebaliknya anak yang tetap didapatkan reflek moro, asimetri tonic neck reflex, extensor thrust dan tidak munculnya reflek parasut biasanya tidak dapat belajar berjalan. Hanya sedikit anak yang tidak dapat duduk pada umur 4 tahun akan belajar berjalan (Steven et all, 2004). Pada penderita Cerebral Palsy didapatkan memendeknya harapan hidup. Pada umur 10 tahun angka kematian sekitar 10% dan pada umur 30 tahun angka kematian sekitar 13%. Penelitian didapatkan harapan hidup 30 tahun pada gangguan motorik berat 42%, gangguan kognitif berat 62% dan gangguan penglihatan berat 38%. Hasil tersebut lebih buruk dibanding gangguan yang ringan atau sedang. Jenis pekerjaan yang bisa dilakukan oleh penderita Cerebral Palsy bervariasi seperti sheltered whorkshops, home based program, pekerjaan tradisional, pekerja pendukung. Hasil penelitian menunjukkan adanya prediktor sukses atau tidak suksesnya bekerja pada penderita Cerebral Palsy. Dimana yang dapat bekeja secara kompetitif bila mempunyai IQ>80, dapat melakukan aktifitas dengan atau tanpa alat bantu, berbicara susah sampai normal dan dapat menggunakan tangan secara normal sampai membutuhkan bantuan (Rosenbaum et all, 2002). 16
  • 21. 7. Klasifikasi Cerebral Palsy (Laurie Glazener, 2009) 7.1. Klasifikasi Cerebral Palsy berdasarkan Berdasarkan gejala dan tanda neurologis: 7.1.1. Tipe Spastik Spastik berarti kekakuan pada otot. Hal ini terjadi ketika kerusakan otak terjadi pada bagian cortex cerebri atau pada traktus piramidalis. Tipe ini merupakan tipe cerebral palsy yang paling sering ditemukan yaitu sekitar 70 – 80 % dari penderita. Pada penderita tipe spastik terjadi peningkatan tonus otot (hipertonus), hiperefleks dan keterbatasan ROM sendi akibat adanya kekakuan. Selain itu juga dapat mempengaruhi lidah, mulut dan faring sehingga menyebabkan gangguan berbicara, makan, bernapas dan menelan. Jika terus dibiarkan pederita cerebral palsy dapat mengalami dislokasi hip, skoliosis dan deformitas anggota badan. Tipe spastik dapat diklasifikasikan berdasarkan topografinya, yaitu: a. Monoplegi Pada monoplegi, hanya satu ekstremitas saja yang mengalami spastik. Umumnya hal ini terjadi pada lengan atau anggota gerak atas. 17
  • 22. b. Diplegi Disebabkan oleh spastik yang menyerang traktus corticospinalbillateral. Kekakuan terjadi pada dua anggota gerak, sedangkan sistem–sistem lain normal. Anggota gerak bawah biasanya lebih berat dibanding dengan anggota gerak atas. c. Triplegi Spastik pada triplegi menyerang tiga anggota gerak. Umumnya menyerang pada kedua anggota gerak atas dan satu anggota gerak bawah. d. Tetraplegi atau quadriplegi Ditandai dengan kekakuan pada keempat anggota gerak dan juga terjadi keterbatasan pada tungkai. 7.1.2. Tipe Diskinetik Merupakan tipe cerebral palsy dengan otot lengan, tungkai dan badan secara spontan bergerak perlahan, menggeliat dan tak terkendali, tetapi bisa juga timbul gerakan yang kasar dan mengejang. Luapan emosi menyebabkan keadaan semakin memburuk. Gerakan akan menghilang jika anak tidur. Tipe ini dapat ditemukan pada 10 – 15 % kasus cerebral palsy. Terdiri atas 2 tipe, yaitu : a. Distonik Gerakan yang dihasilkan lambat dan berulang–ulang sehingga menyebabkan gerakan melilit atau meliuk-liuk dan postur yang abnormal. b. Athetosis Menghasilkan gerakan tambahan yang tidak dapat dikontrol, khususnya pada lengan, tangan dan kaki serta disekitar mulut. 18
  • 23. 7.1.3. Tipe Ataxsia Pada tipe ini terjadi kerusakan pada cerebellum, sehingga mempengaruhi koordinasi gerakan, keseimbangan dan gangguan postur. Tipe ini merupakan tipe cerebral palsy yang paling sedikit ditemukan yaitu sekitar 5 – 10 % dari penderita. Pada penderita tipe ataxia terjadi penurunan tonus otot atau hipotonus, tremor, cara berjalan yang lebar akibat gangguan keseimbangan serta kontrol gerak motorik halus yang buruk karena lemahnya koordinasi. 7.1.4. Tipe Campuran Merupakan tipe cerebral palsy yang merupakan gabungan dari dua tipe cerebral palsy. Gabungan yang paling sering terjadi adalah antara spastic dan athetoid. 7.2. Klasifikasi cerebral palsy berdasarkan derajat keparahan fungsional: 7.2.1. Cerebral Palsy ringan (10%), masih bisa melakukan pekerjaan atau aktifitas sehari hari sehingga tidak atau hanya sedikit sekali membutuhkan bantuan khusus. 7.2.2. Cerebral Palsy sedang (30%), aktifitas sangat terbatas sekali sehingga membutuhkan bermacam bentuk bantuan pendidikan, fisioterapi, alat brace dan lain lain. 7.2.3. Cerebral Palsy berat (60%), penderita sama sekali tidak bisa melakukan aktifitas fisik. Pada penderita ini sedikit sekali menunjukan kegunaan fisioterapi ataupun pendidikan yang diberikan. Sebaiknya penderita seperti ini ditampung dalam rumah perawatan khusus. 7.3. Derajat keparahan cerebral palsy berdasarkan Gross Motor Function Classification Systemm atau GMFCS : Berdasarkan faktor dapat tidaknya beraktifitas atau ambulation, Gross Motor Functional Classification Systematau GMFCS secara luas digunakan untuk menentukan derajat fungsional penderita cerebral palsy. 19
  • 24. Pembagian derajat fungsional cerebral palsy menurut Motor Functional Classification System, dibagi menjadi 5 level dan berdasarkan kategori umur dibagi menjadi 4 kelompok (Peter Rosenbaum et al, 2002) yaitu: 7.3.1. Kelompok sebelum usia 2 tahun a. Level 1: Bayi bergerak dari terlentang ke duduk di lantai dengan kedua tangan bebas untuk memainkan objek. Bayi merangkak menggunakan tangan dan lutut, menarik untuk berdiri dan mengambil langkah-langkah berpegangan pada benda. Bayi berjalan antara 18 bulan dan 2 tahun tanpa memerlukanalat bantu atau walker. b. Level 2: Bayi mempertahankan posisi duduk di lantai namun perlu menggunakan tangan menjaga keseimbangan. Bayi merayap pada perut atau merangkak pada tangan dan lutut. Bayi mungkin menarik untuk berdiri dan mengambil langkah berpegangan pada benda. c. Level 3: Bayi duduk di lantai dengan tegak ketika trunk control baik. Bayi merayap maju dengan perut. d. Level 4: Bayi memiliki head control tetapi memerlukan trunk control untuk duduk di lantai. Bayi dapat berguling untuk terlentang dan mungkin berguling untuk telungkup. e. Level 5: Gangguan fisik membatasi kontrol gerakan. Bayi tidak dapat mempertahankan kepala dan trunk untuk melawan gravitasisaat telungkup dan duduk. Bayi memerlukan bantuan orang dewasa untuk berguling. 7.3.2. Kelompok 2 – 4 tahun a. Level 1: Anak-anak duduk di lantai dengan kedua tangan bebas untuk memainkan objek. Bergerak dari duduk ke berdiri dilakukan tanpa bantuan orang dewasa. Anak-anak berjalan untuk berpindah tempattanpa memerlukan alat bantu atau walker. b. Level 2: Anak-anak duduk di lantai, tetapi mungkin memiliki kesulitan dengan keseimbangan ketika kedua tangan bebas untuk memainkan objek. Anak-anak menarik benda yang tidak bergerak 20
  • 25. untuk berdiri. Anak-anak merangkak dengan tangan dan lutut bergerak bergantian, berpindah tempat dengan berjalan berpegangan pada benda dan berjalan menggunakan alat bantu atau walker. c. Level 3: Anak-anak duduk di lantai dengan posisi duduk W dan mungkin memerlukan bantuan orang dewasa untuk mengasumsikan duduk. Anak-anak merayap atau merangkak dengan tangan dan lutut (sering dengan gerakan tangan dan lutut yang tidak bergantian) untuk berpindah tempat. Anak-anak mungkin menarik pada benda yang stabil untuk berdiri. Anak-anak mungkin berjalan dalam ruangan dengan jarak dekat dengan menggunakan alat bantu atau walkerdan memerlukan bantuan orang dewasa untuk mengarahkan langkahnya. d. Level 4: Anak-anak duduk di lantai ketika ditempatkan, tetapi tidak dapat menjaga keseimbangan tanpa menggunakan tangan untuk mendukung. Anak-anak sering membutuhkan alat bantu untuk duduk dan berdiri. Mobilisasi diri untuk jarak pendek atau dalam ruangan tercapai melalui berguling, merayap, atau merangkak pada tangan dan lutut tanpa gerakan bergantian atau simultan. e. Level 5: Gangguan fisik membatasi gerakan dan kemampuan untuk menjaga kepala dan trunk dalam melawan gravitasi. Semua bidang fungsi motorik terbatas. Beberapa anak mobilisasi menggunakan kursi roda. 7.3.3. Kelompok 4 – 6 tahun a. Level 1: Anak dapat duduk dan bangkit dari duduk pada kursi, tanpa membutuhkan bantuan tangan. Anak bergerak dari lantai dan dari kursi untuk berdiri tanpa bantuan obyek. Anak berjalan baik dalam ruangan maupun diluar ruangan, dan dapat naik tangga. Terdapat kemampuan untuk berlari atau melompat. b. Level 2: Anak duduk di kursi dengan kedua tangan bebas memanipulasi obyek. Anak dapat bergerak dari lantai untuk berdiri, tetapi seringkali membutuhkan obyek yang stabil untuk menarik atau mendorong dengan tangannya. Anak berjalan tanpa alat bantu 21
  • 26. didalam ruangan dan dengan jarak pendek pada permukaan yang rata diluar ruangan. Anak dapat berjalan naik tangga dengan berpegangan pada tepi tangga., tetapi tidak dapat berlari atau melompat. c. Level 3: Anak dapat duduk pada kursi, tetapi membutuhkan alat bantu untuk pelvis atau badan untuk memaksimalkan fungsi tangan. Anak dapat duduk dan bangkit dari duduk menggunakan permukaan yang stabil untuk menarik atau mendorong dengan tangannya. Anak seringkali dibantu untuk mobilitas pada jarak yang jauh atau diluar ruangan dan untuk jalan yang tak rata. d. Level 4: Anak duduk di kursi tapi butuh alat bantu untuk kontrol badan untuk memaksimalkan fungsi tangan. Anak duduk dan bangkit dari duduk membutuhkan bantuan orang dewasa atau obyek yang stabil untuk dapat menarik atau mendorong dengan tangannya. Anak dapat berjalan pada jarak pendek dengan bantuan walker dan dengan pengawasan orang dewasa, tetapi kesulitan untuk jalan berputar dan menjaga keseimbangan pada permukaan yang rata. Anak dibantu untuk mobilitas ditempat umum. Anak bisa melakukan mobilitas dengan kursi roda bertenaga listrik. e. Level 5: Kelainan fisik membatasi kemampuan kontrol gerakan, gerakan kepala dan postur tubuh. Semua area fungsi motorik terbatas. Keterbatasan untuk duduk dan berdiri yang tidak dapat dikompensasi dengan alat bantu, termasuk yang menggunakan teknologi. Anak tidak dapat melakukan aktifitas mandiri dan dibantu untuk mobilisasi. Sebagian anak dapat melakukan mobilitas sendiri menggunakan kursi roda bertenaga listrik dengan sangat membutuhkan adaptasi. 7.3.4. Kelompok 6 – 12 Tahun a. Level 1: Anak berjalan didalam dan diluar ruangan, naik tangga tanpa keterbatasan. Anak menunjukkan performa fungsi motorik kasar termasuk lari dan lompat, tetapi kecepatan, keseimbangan dan koordinasi berkurang. 22
  • 27. b. Level 2: Anak berjalan didalam dan diluar ruangan dan naik tangga dengan berpegangan di tepi tangga, tetapi terdapat keterbatasan berjalan pada permukaan yang rata dan mendaki, dan berjalan ditempat ramai atau tempat yang sempit. Anak dapat melakukan kemampuan motorik kasar, seperti berlari atau melompat yang minimal. c. Level 3: Anak berjalan didalam dan diluar ruangan pada permukaan yang rata dengan bantuan alat bantu gerak. Anak masih mungkin dapat naik tangga dengan pegangan pada tepi tangga. Tergantung fungsi dari tangan, anak menggerakan kursi roda secara manual atau dibantu bila melakukan aktifitas jarak jauh atau diluar ruangan pada jalan yang tidak rata. d. Level 4: Anak bisa dengan level fungsi yang sudah menetap dicapai sebelum usia 6 tahun atau lebih mengandalkan mobilitas menggunakan kursi roda dirumah, disekolah dan ditempat umum. Anak dapat melakukan mobilitas sendiri dengan kursi roda bertenaga listrik. e. Level 5: Kelainan fisik membatasi kemampuan kontrol gerakan, gerakan kepala dan postur tubuh. Semua area fungsi motorik terbatas. Keterbatasan untuk duduk dan berdiri yang tidak dapat dikompensasi dengan alat bantu, termasuk yang menggunakan teknologi. Anak tidak dapat melakukan aktifitas mandiri dan dibantu untuk mobilitas. Sebagian anak dapat melakukan mobilitas sendiri menggunakan kursi roda bertenaga listrik dengan sangat membutuhkan adaptasi. 8. Cerebral Palsy Spastic Quadriplegi Dalam makalah ini, kelompok kami kami mengambil kasus mengenai Cerebral Palsy Spastis Quadriplegi. 8.1. Pengertian Cerebral Palsy Spastis Quadriplegi Cerebral Palsy Spastis Quadriplegi yaitu kerusakan pada sistem saraf pusat yang berdampak tidak berkembangnya sistem saraf tersebut ditandai 23
  • 28. tonus otot yang meninggi serta semua badan terasa kaku terutama pada lengan sehingga mengalami gangguan pada bagian motorik dan terlambatnya perkembangan anak. Quadriplegi dibeberapa klinik disebut juga sebagai double hemiplegi yaitu dua sisi tubuh terutama dilengan lebih kaku dibanding kaki. (Pamela, 1993) 8.2. Manifestasi klinis Cerebral Palsy Spastis Quadriplegi Menurut Sherrill, 1984, ciri fisik yang sering ditemui adalah sebagai berikut: 1.) Pada kasus ini Assymetrical Tonic Neck Reflex dan Moro Reflex atau ATNR yang harusnya sudah hilang pada usia 6 bulan, masih ada. 2.) Kepala dan leher cenderung ke arah fleksi, hal ini dapat disebabkan oleh gangguan visual. 3.) Persendian bahu atau shoulder cederung ke arah abduksi disebabkan adanya hipertonus. 4.) Lengan bawah atau forearm akan cendurung ke arah pronasi. 5.) Pergelangan tangan atau wrist seringkali dalam posisi fleksi, sedangkan jari-jari tangan dalam posisi mengepal. 6.) Sendi panggul atau hip cenderung dalam posisi adduksi, yang menyebabkan tungkai dan kaki dalam posisi menggunting dan menyebabkan terjadinya dislokasi hip. Dislokasi ini terjadi karena adanya gaya yang berlebih yang menyebabkan sendi melampaui batas normal anatominya. 7.) Sendi lutut atau knee akan cenderung dalam posisi semifleksi. 8.) Ankle joint akan cenderung dalam posisi plantar fleksi, karena terjadi ketengan dari tendong achilles. 9.) Masalah keseimbangan, terjadi karenan adanya kerusakan pada cerebellum. Anak dengan pola jalan menggunting akan rawan untuk jatuh ke depan. 10.) Spastik sering berpengaruh pada otot-otot pernafasan. 11.) Keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan. 24
  • 29. 12.) Pada kebanyakan kasusCerebral Plasy Spastic Quadriplegia, anak berguling dan keduduk denganflexipatrondan tanpa rotasi trunk. 8.3. Prognosis Cerebral Palsy Spastis Quadriplegi Prognosis pasien Cerebral Palsy Spastic Quadriplegi dipengaruhi beberapa faktor antara lain: 8.3.1. Berat ringannya kerusakan yang dialami pasien. Menurut tingkatannya Cerebral Palsy Spastic Quadriplegisecara umum diklasifikasikan dalam tiga tingkat yaitu: a. Mild Pasien dengan Mild Quadriplegi dapat berjalan tanpa menggunakan alat bantu seperti billateral crutches atau walker, dan dapat bersosialisasi dengan baik dengan anak-anak normal seusianya pasien. b. Moderate Pasien dengan Moderate Quadriplegi mampu untuk berjalan saat melakukan aktifitas sehari-hari tetapi terkadang masih membutuhkan alat bantu seperti billateral crutches atau walker. Namun demikian untuk perjalanan jauh atau berjalan dalam waktu yang relatif lama dan jarak tempuh yang relatif jauh, pasien masih memerkulan bantuan kursi roda. c. Severe Sedangkan pasien dengan Severe Quadriplegi sangat tergantung pada alat bantu atau bantuan dari orang lain untuk berjalan meskipun hanya untuk mencapai jarak yang dekat, misalnya untuk berpindah dari satu ruangan ke ruangan yang lain dalam satu rumah. Pasien sangat tergantung pada kursi roda atau orang lain untuk melakukan aktifitas. 25
  • 30. 8.3.2. Pemberian terapi pada pasien Cerebral Palsy Spastic Quadriplegi Pemberian terapi dengan dosis yang tepat dan adekuat juga berpengaruh terhadap prognosis pasien. Semakin tepat dan adekuat terapi yang diberikan semakin baik prognosisnya. 8.3.3. Kondisi tubuh pasien. Dengan kondisi tubuh yang baik akan mempermudah pasien untuk mengembangkan kemampuannya pada saat latihan sehingga pasien dapat melakukan aktifitas sehari-hari secara mandiri. 8.3.4. Lingkungan tempat pasien tinggal dan bersosialisasi. Peran lingkungan terutama keluarga sangat mempengaruhi perkembangan pasien, dukungan mental yang diberikan keluarga kepada pasien sangat dibutuhkan pasien tidak hanya pada saat menjalani terapi sehingga pasien bersemangat setiap kali menjalani sesi latihan tetapi juga untuk menumbuhkan rasa percaya diri pasien untuk bersosialisasi dengan dunia luar. 9. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Cerebral PalsySpastik Quadriplegi Asesmen merupakan proses pengumpulan data baik data pribadi maupun data pemeriksaan pasien. Asesmen dilakukan bertujuan untuk mengidentifikasikan urutan masalah yang timbul pada kasus Cerebral Palsy Spastic Quadriplegic kemudian menjadi dasar dari penyusunan program terapi dan tujuan terapi yang disesuaikan dengan kondisi pasien serta lingkungan sekitar pasien. Dalam asesmen meliputi: 9.1. Anamnesis Anamnesis merupakan cara pengumpulan data dengan jalan tanya jawab antara sterapis dengan sumber data. Dilihat dari segi pelaksanaannya anamnesis dibedakan atas dua yaitu: Autoanamnesis, merupakan anamnesis yang langsung ditujukan kepada pasien yang bersangkutan dan Alloanamnesis, merupakan anamnesis yang dilakukan 26
  • 31. terhadap orang lain yaitu keluarga, teman, ataupun orang terdekat dengan pasien yang mengetahui keadaan pasien tersebut. Anamnesis yang akan dilakukan berupa : 9.1.1. Identitas Penderita atau Anamnesis Umum Anamnesis ini berisi tentang : nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, hobi dan agama. Identitas pasien harus diisi selengkap mungkin, ini bertujuan untuk menghindari kesalahan dalam pemberian tindakan. Dari data identitas pasien, kita juga mendapatkan kesan mengenai keadaan sosial ekonomi, budaya dan lingkungan dari pendidikan terakhir dan pekerjaan pasien. Sehingga kita dapat memberikan tindakan dan edukasi yang sesuai bagi pasien. 9.1.2. Keluhan Utama Keluhan utama merupakan keluhan yang paling mengganggu pasien pada saat itu. Keluhan utama pasien dijadikan sebagai acuan dalam menggali informasi lebih dalam, melakukan pemeriksaan dan pemberian tindakan. Pada anak, keluhan utama yang ditanyakan anak belum bisa apa dan sudah bisa apa. 9.1.3. Riwayat Penyakit Sekarang Riwayat penyakit sekarang merupakan rincian dari keluhan utama, yang berisi riwayat perjalanan penyakit secara kronologis dengan jelas dan lengkap serta keterangan tentang riwayat pengobatan yang pernah dilakukan sebelumnya dan hasil yang diperoleh. Riwayat penyakit sekarang harus meliputi: lokasi dan penjalaran, intensitas atau keparahan, disabilitas, durasi, frekuensi, kondisi atau keadaan saat munculnya gejala, faktor pencetus, faktor yang memperberat, faktor yang memperingan, kaitannya dengan aktivitas sehari-hari. Hal ini bertujuan sebagai acuan dalam melakukan pemeriksaan serta pemberian tindakan. 27
  • 32. 9.1.4. Riwayat Prenatal Mencakup usia ibu saat hamil, kehamilan direncanakan atau tidak, rutin kontrol ke dokter atau dokter atau tidak, selama hamil ibu mengalami trauma, perdarahan, dan menderita penyakit lainnya atau tidak, mengkonsumsi obat-obatan atau jamu-jamuan tidak. 9.1.5. Riwayat Natal Mencakup usia kehamilan, lahir normal atau caesar, ditolong oleh siapa, dimana, langsung menangis atau tidak, berat badan lahir, panjang badan lahir, saat lahir apakah anak berwana biru atau kuning tidak. 9.1.6. Riwayat Post Natal Mencakup penah kejang atau tidak, berwana biru atau kuning tidak, anak minum ASI sampai usia berapa tahun. 9.1.7. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat penyakit dahulu merupakan riwayat penyakit fisik maupun psikiatrik yang pernah diderita sebelumnya. Meliputi, anak pernah deman, kejang, diare, atau penyakit lainnya yang tidak berhubungan secara langsung dengan keluhan utama anak atau tidak, pernah dirawat di rumah sakit atau tidak, dimana, kapan atau saat usia berapa tahun, dan berapa lama. Hal ini perlu diketahui karena ada beberapa penyakit yang sekarang dialami ada hubungannya dengan penyakit yang pernah dialami sebelumnya serta sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan tindakan yang akan dilakukan. 28
  • 33. 9.1.8. Riwayat Penyakit Keluarga Sejarah keluarga memegang peranan penting dalam kondisi kesehatan seseorang. Penyakit yang muncul pada lebih dari satu orang keluarga terdekat dapat meningkatkan resiko untuk menderita penyakit tersebut. Penyakit yang muncul bersamaan pada keluarga juga mengindikasikan resiko yang lebih besar, misalnya diabetes dan penyakit jantung. 9.1.9. Riwayat Psikososial Riwayat psikososial pada kasus anak berisikan anak tersebut anak ke berapa dari berapa bersaudara, usia, pendidikan, dan pekerjaan orang tua, sehari-hari anak diasuh oleh siapa. Pentingnya mengetahui riwayat psikososial adalah untuk merancang terapi dan home program yang tepat bagi pasien. 9.1.10. Riwayat Imunisasi Berisikan imunisasi apa saja yang pernah diberikan kepada anak tersebut. (Depkes dalam Lunar 2012) 29
  • 34. Keterangan gambar: a. Imunisasi BCG: Ditujukan untuk memberikan kekebalan bayi terhadap bakteri tuberkolosis atau TBC. b. Imunisasi DPT: Memberikan kekebalan bagi bayi terhadapat penyakit Dipteri, Pertusis atau batuk rejan dan tetanus. c. Imunisasi Polio: Memberikan kekebalan bagi bayi terhadap penyakit polio atau kelumpuhan d. Imunisasi Hib: Mencegah bayi terkena infeksi Haemophils influenza tipe b yang dapat menyebabkan penyakit meningitis, infeksi tenggorokan dan pnemonia. Imunisasi Hib ini sangat mahal, maka belum di wajibkan. e. Imunisasi Pneumokokus: melindung bayi dari bakteri penyebab infeksi pada telinga. Selain itu bakteri ini bisa menimbulkan permasalah serius seperti meningits dan infeksi pada darah. 9.1.11. Riwayat Tumbuh Kembang Riwayat tumbuh kembang normal anak meliputi: fase-fase perkembangan dan pertumbuhan anak dapat dilalui pada saat usia anak berapa tahun, senyum pada orang untuk pertama kali; berbicara pertama kali, pemberian ASI sampai dengan usia berapa tahun, pemberian susu formula sejak usia berapa, alasan pemberian susu formula, cara minumnya, jenis makanan yang dapat dimakan oleh anak pada saat ini, cara makannya, bahasa yang dapat anak ucapkan saat itu. 30
  • 35. Normal Development Child menurut WHO, 1993: 31
  • 36. Normal Development and Cerebral Palsy Development menurut WHO, 1993 9.2. Pemeriksaan Pemeriksaan terdiri dari: 9.2.1. Pemeriksaan Umum mencakup cara datang, normal, digendong, atau menggunakan alat bantu, kesadaran,koperatif atau tidak, tensi, pemeriksaan lingkar kepala, nadi,respirasi rate, status gizi, suhu tubuh. a. Kesadaran Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi : 32
  • 37. 1. Compos Mentis atau conscious, yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya. 2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh. 3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi berupa orang, tempat, waktu, memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal. 4. Somnolen atau Obtundasi, Letargi, yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang atau mudah dibangunkan tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal. 5. Stupor atau soporo koma, yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri. 6. Coma atau comatos, yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun atau tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya. b. Tensi atau Tekanan Darah Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri. Tekanan sistolik adalah tekanan darah pada saat terjadi kontraksi otot jantung. Sedangkan, tekanan diastolik adalah tekanan darah yang digambarkan pada rentang di antara grafik denyut jantung. Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik. Pengukuran tekanan darah pada anak-anak dilakukan pada kasus-kasus tertentu. 33
  • 38. Jumlah tekanan darah yang normal berdasarkan usia seseorangadalah: - Bayi usia di bawah 1 bulan : 85/15 mmHg - Usia 1 – 6 bulan : 90/60 mmHg - Usia 6 – 12 bulan : 96/65 mmHg - Usia 1 – 4 tahun : 99/65 mmHg - Usia 4 – 6 tahun : 160/60 mmHg - Usia 6 – 8 tahun : 185/60 mmHg - Usia 8 – 10 tahun : 110/60 mmHg (Pamela, 1993) c. Lingkar Kepala Mengukur lingkar kepala berfungsi untuk mengetahui perkembangan otaknya. Meskipun ukuran lingkar kepala anak tidak berpengaruh pada tingkat kecerdasannya, namun ukuran lingkar kepala berkaitan dengan volume otaknya. Lingkar kepala anak akan bertambah sesuai dengan usia dan juga diepngaruhi oleh jenis kelamin. Lingkar kepala pada anak laki-laki Grafik lingkaran kepala anak laki-laki (berdasarkan Nelhaus G. Pediatr. 41: 106; 1986) dalam Arif Mansjoer 2000. 34
  • 39. Lingkar kepala pada anak perempuan Grafik lingkaran kepala anak perempuan (berdasarkan Nelhaus G. Pediatr. 41: 106; 1986) dalam Arif Mansjoer 2000. d. Nadi Mengetahui denyut nadi merupakan dasar untuk melakukan latihan fisik yang benar dan terukur atau mengetahui seberapa keras jantung bekerja. Pengukuran nadi dilakukan dengan durasi 1 menit. Frekuensi denyut nadi normal: Usia Denyut Nadi 1 minggu 100 – 140 kali/menit 2 – 8 minggu 90 – 130 kali/menit 3 – 12 bulan 90 – 130 kali/menit 1 – 6 tahun 75 – 115 kali/menit 7 – 12 tahun 70 – 80 kali/menit (Pamela, 1993) 35
  • 40. Pola nadi yang normal adalah detaknya berirama. Pola nadi Deskripsi Bradikardia Frekuensi nadi lambat. Takikardia Frekuensi nadi meningkat, dalam keadaan tidak pada ketakutan, menangis, aktivitas meningkat, atau demam yang menunjukan penyakit jantung. Aritmia Frekuensi nadi meningkat selama inspirasi, menurun selama ekspirasi. Sinus Aritmia merupakan variasi normal pada anak, khususnya selama tidur. e. Respirasi Rate Respirasi rate adalah jumlah seseorang mengambil napas per menit. Tingkat respirasi biasanya diukur ketika seseorang dalam posisi diam dan hanya melibatkan menghitung jumlah napas selama satu menit dengan menghitung berapa kali dada meningkat. Tabel respirasi rate normal pada anak Usia Pernapasan 1 minggu 30 – 60 kali/menit 2 – 8 minggu 30 – 40 kali/menit 3 – 12 bulan 20 – 30 kali/menit 1 – 6 tahun 19 – 29 kali/menit 7 – 12 tahun 15 – 20 kali/menit (Pamela, 1993) f. Suhu Badan Nilai hasil pemeriksaan suhu merupakan indikator untuk menilai keseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran panas. Nilai ini akan menunjukkan peningkatan bila pengeluaran panas meningkat. Kondisi demikian dapat juga disebabkan oleh vasodilatasi, berkeringat, hiperventilasi dan lain-lain. Demikian 36
  • 41. sebaliknya, bila pembentukan panas meningkat maka nilai suhu tubuh akan menurun. Memeriksa suhu badan bias menggunakan punggung tangan. Afebris berarti dalam batas normal, subfebris berarti demam yang tidak tinggi atau saat dipalpasi terasa hangat, febris berarti demam. g. Status Gizi Status gizi anak dapat dilihat dari pemeriksaan turgor kulit, konjungtiva mata, dan proporsi tubuh. Namun, untuk lebih meyakinkannya lagi, dapat dihitung dari rumus: Panjang badan = 80 + 5n Berat badan = 8 + 2n Dimana n adalah umur dalam tahun. (Arif Mansjoer, 2000) 9.2.2. Pemeriksaan khusus Pemeriksaan khusus terdiri dari: 1. Pengamatan Posisi Pemeriksaan ini berfungsi untuk menilai ada tidaknya gerakan ekstremitas abnormal, asimetris, posisi dan gerakan yang abnormal. Pengamatan posisi dilakukan pada saat terlentang, berguling, telungkup, merayap, ke duduk, duduk, merangkak, ke berdiri, berdiri, dan berjalan. Pengamatan posisi anak dilakukan sesuai dengan kemampuan anak. Setiap posisi memiliki komponennya masing – masing. a. Terlentang Komponen yang dilihat: 1.) Gerakannya (aktif, simultan, kecenderungan posisi) 2.) Posisi kepala 3.) Posisi trunk (simetris atau tidak simetris) 37
  • 42. 4.) Posisi shoulder 5.) Posisi elbow 6.) Posisi wrist 7.) Posisi jari 8.) Posisi hip 9.) Posisi knee 10.) Posisi ankle b. Berguling Komponen yang dilihat: 1.) Via (hip atau shoulder) 2.) Rotasi trunk (ada atau tidak) c. Telungkup Komponen yang dilihat: 1.) Head lifting 2.) Head control 3.) Forearm support 4.) Hand support 5.) Posisi trunk 6.) Posisi hip 7.) Posisi knee 8.) Posisi ankle d. Merayap Komponen yang dilihat: 1.) Head control 2.) Forearm support 3.) Rotasi trunk 4.) Gerakannya simultan 5.) Trnsfer weight bearing 38
  • 43. e. Duduk Komponen yang dilihat: 1.) Head control 2.) Trunk control 3.) Hand support 4.) Weight bearing 5.) Sitting balance 6.) Protective reaction f. Ke duduk Komponen yang dilihat: 1.) Posisi awal 2.) Proses 3.) Head control 4.) Forearm support 5.) Hand suppport 6.) Fiksasi gerakan 7.) Transfer weight bearing g. Merangkak Komponen yang dilihat: 1.) Head control 2.) Weight bearing 3.) Rotasi trunk 4.) Transfer wieght bearing 5.) Gerakannya simultan atau tidak h. Berdiri Komponen yang dilihat 1.) Head control 2.) Posisi shoulder 3.) Posisi elbow 39
  • 44. 4.) Posisi wrist 5.) Posisi jari-jari 6.) Posisi trunk 7.) Trunk control 8.) Posisi hip 9.) Posisi knee 10.) Posisi ankle 11.) Weight bearing 12.) Standing balance i. Ke berdiri Komponen yang dilihat: 1.) Posisi awal 2.) Proses 3.) Head control 4.) Trunk control 5.) Weight bearing 6.) Transfer weight bearing 7.) Pola ke berdiri j. Berjalan Komponen yang dilihat: 1.) Head control 2.) Trunk control 3.) Rotasi trunk 4.) Transfer weight bearing 2. Spastisitas Spastisitas merupakan fungsi tonus yang meningkat tergantung pada kecepatan gerakan. Merupakan gambaran lesi pada Upper Motor Neuron. Membentuk ekstrimitas pada posisi ekstensi.Pengukuran spastisitas dilakukan apabila ada 40
  • 45. kecurigaan kecenderungan posisi. Skala pengukuran dapat menggunakan ashworth. Skala Klinis Spastisitas (ASHWORTH) 0 : Tidak terdapat peningkatan tonus postural. 1 : Sedikit peningkatan tonus, terdapat tahanan minimal di akhir Lingkup Gerak Sendi. 1+ : Sedikit peningkatan tonus, tahanan sedikit kurang dari ½ Lingkup Gerak Sendi. 2 : Peningkatan tonus lebih nyata hampir seluruh Lingkup Gerak Sendi, namun masih bisa digerakkan 3 : Peningkatan tonus bermakna, sehingga gerakan pasif sulit dilakuakan. 4 : Sendi dalam posisi fleksi atau ekstensi atau dalam satu posisi. (Malene Wesselhoff, 2012) 3. Ankle Clonus Bila terjadi rileks yang sangat hiperaktif, maka keadaaan ini disebut klonus. Jika kaki dibuat dorsi fleksi dengan tiba-tiba, dapat mengakibatkan dua atau tiga kali gerakan sebelum selesai pada posisi istirahat. Kadang-kadang pada penyakit Sistem Saraf Pusat terdapat aktivitas ini dan kaki tidak mampu istirahat di mana tendon menjadi longgar tetapi aktivitas menjadi berulang-ulang. 4. Tightness a. Pemeriksaan tightness pada m. hamstring Posisi os : terlentang Tatalaksana : fleksikan salah satu hip. Positif jika hip pada sisi kontralateral terangkat. b. Pemeriksaan tightness pada m. illiopsoas Posisi os : telungkup Tatalaksana : fleksikan kedua knee. Positif jika hip fleksi. 41
  • 46. c. Pemeriksaan tightness tendon achilles Posisi os : terlentang Tatalaksana : dorsi fleksikan ankle. Positif jika ankle sulit didosi fleksikan. 5. Pemeriksaan 7 Refleks Merupakan salah satu komponen penentu prognosis berjalan. Pemeriksaan 7 refleks dilakukan mulai usia 1 tahun hingga usia kurang dari 7 tahun. Pemeriksaan 7 refleks meliputi (Pamela, 1993): a. ATNR atau Asymetrical Tonic Reflex Lokasi :brainstem Muncul saat usia : 2 bulan Hilang saat usia : 4 bulan Cara pemeriksaaan : anak terlentang dengan posisi kepala pada midline, kemudian kepala dirotasikan ke salah satu sisi. Positif jika elbow dan knee pada ipsilateral fleksi, dan pada sisi kontralateral: shoulder abduksi, elbow ekstensi. b. STNR atau Symetrical Tonic Neck Reflex Lokasi : brainstem Muncul saat usia : 4 sampai 6 bulan Hilang saat usia : 10 bulan Cara pemeriksaaan : anak telungkup dipangkuan pemeriksa. Kemudian kepala anak difleksikan atau diekstensikan. Positif jika saat kepala difleksikan, maka kedua lengan fleksi dan tungkai ekstensi. Positif jika saat kepala ekstensikan, maka kedua lengan ekstensi dan tungkai fleksi. 42
  • 47. c. Neck Righting Lokasi : Midbrain Muncul saat usia : Baru lahir Hilang saat usia : 4 sampai 6 bulan Cara pemeriksaaan : anak dalam posisi terlentang. Kemudian kepala dirotasikan ke salah satu sisi. Positif jika tubuh berputar mengikuti kepala, mulai dari shoulder, trunk, dan pelvis, serta anggota gerak bawah. d. Extensor Thrust Lokasi : Spinal Muncul saat usia : Baru lahir Hilang saat usia : 1 sampai 2 bulan Cara pemeriksaaan : knee anak dalam posisi fleksi. Kemudian telpak kaki digores atau disentuh. Positif jika knee menjadi lurus. e. Moro Lokasi : Spinal Muncul saat usia : Baru lahir Hilang saat usia : 1 sampai 2 bulan Cara pemeriksaaan : anak dalam posisi terlentang, kepala dan punggung anak disangga tangan pemeriksa. Kemudian secara tiba-tiba jatuhkan pegangan kepala anak tanpa ditekan. Positif jika ada reaksi seperti terkejut, yaitu kedua elbow fleksi dengan forearm supinasi. f. Parachute Lokasi : Cortical Muncul saat usia : 6 sampai 9 bulan Hilang saat usia : tidak hilang atau sepanjang usia Cara pemeriksaaan : anak diposisikan seperti akan terjun, handling pemeriksa pada bagian torakal, posisi 43
  • 48. kepala lebih rendah dari kaki. Positif jika kedua lengan anak lurus, jari-jari tangan diekstensikan seolah hendak mendarat, atau sering disebut handsupport. g. Foot placement Lokasi : Cortical Muncul saat usia : Baru lahir Cara pemeriksaaan : anak diposisikan berdiri, handling pada axilla anak. Kemudian punggung tungkai anak digoreskan pada meja. Positif jika kaki anak naik ke atas meja. Penilaian 7 refleks: ATNR (-) : 0 STNR (-) : 0 Neck righting ( - ) : 0 Extensor thrust ( - ) : 0 Moro (-) : 0 Paracute (+) : 0 Foot placement ( + ) : 0 Keterangan: Jika skor 0, maka anak bisa berjalan. Jika skor 1, maka anak bisa berjalan tanpa atau dengan alat bantu. Jika skor 2 atau lebih dari 2, maka prognosa berjalan jelek. 6. Pemeriksaan Fungsi Bermain Anak kecil mempunyai organ memori yang belum banyak terisi. Melalui bermain anak akan mengeksplorasi dan memanipulasi benda-benda di sekitarnya. Setelah mengenali dan mempelajari, selanjutnya anak akan menyimpannya di dalam sel-sel memori atau otak. Semakin banyak sel 44
  • 49. memorinya terisi oleh data-data tertentu yang diperolehnya melalui permainan, maka akan semakin meningkatkan kemampuan kognitifnya. Fungsi bermain anak berbeda-beda sesuai dengan usianya. Pemeriksaan denver II adalah suatu pemeriksaan yang digunakan untuk screening perkembangan anak dari lahir sampai usia 6 tahun, yang meliputi 4 aspek penilaian yaitu personal sosial, motorik kasar, bahasa, dan motorik halus. 9.3. Pengumpulan Data Tertulis Pemeriksaan Penunjang Merupakan data-data yang dijadikan sebagai referensi. Dalam kasus ini, data penunjang yang dipakai adalah BERA, pemeriksaan mata, dan radiografi panggul. a. BERA atau Brain Evoked Response Audiometry merupakan tes neurologik untuk fungsi pendengaran batang otak terhadap rangsangansuara. BERA dapat digunakan untuk mendeteksi dini adanya gangguan pendengaran, bahkan sejak bayi baru saja dilahirkan. Tes BERA ini dapat menilai fungsi pendengaran bayi atau anak yang tidak kooperatif. 9.4. 1. Urutan Masalah Fisioterapi Berdasarkan Prioritas Urutan masalah didapatkan dari hasil pemeriksaan fisik baik pemeriksaan umum maupun pemeriksaan khusus dan juga keluhan dari pasien itu sendiri. Masalah yang timbul meliputi: 2. Diagnosa Fisioterapi Disusun berdasarkan dari urutan masalah yang ada. Diagnosa Fisioterapi terdiri dari impairment, keterbatasan gerak, keterbatasan fungsional yang berhubungan dengan diagnosa medik. 45
  • 50. 9.5. Program Pemeriksaan Fisioterapi 1. Pengumpulan data program Fisioterapi dari dokter Rehabilitasi Medik Merupakan program yang disusun oleh dokter Rehabilitasi Medik yang bersangkutan. 2. Tujuan a. Tujuan Jangka Pendek Tujuan jangka pendek biasanya dibuat berdasarkan prioritas masalah yang utama. Dalam membuat tujuan jangka pendek ini harus disertai dengan bagaimana tujuan atau rencana tersebut akan dicapai, alokasi waktu pencapaian, dan kondisi-kondisi seputar pasien dan lingkungan yang memungkinkan tujuan tersebut dapat dicapai. b. Jangka Panjang Tujuan jangka panjang juga dibuat berdasarkan prioritas masalah, tetapi bukan masalah yang utama atau segera. Tujuan jangka panjang harus realistis sesuai dengan perkiraan pemulihan yang maksimal sesuai patologi dan keadaan pasien juga harapan dari pasien dan keluarga. Pada kasus anak dengan masalah Cerebral Palsy Spastic Quadriplegic menentukan prognosis berjalan berdasarkan penilain 7 refleks dan komponen prognosis berjalan yang lain adalah kognisi, distribusi spastis, level spastis berdasarkan nilai Skala Ashworht, penganan atau intervensi dini, lingkungan atau persepsi, setelah usia 2 tahun belum bisa duduk maka prognosis berjalan buruk. 3. Metode Pemberian Fisioterapi Fisioterapis memilih intervensi berdasarkan pada kompleksitas dan tingkat keparahan dari problem. Fisioterapis memilih, mengaplikasikan atau memodifikasi satu atau lebih prosedur 46
  • 51. intervensi berdasarkan pada tujuan akhir dan hasil yang diharapkan yang telah dikembangkan terhadap pasien. Metode tersebut meliputi: 1.) Metode Bobath atau Neuro Development Treatment(NDT) a. Konsep Neuro Development Treatment Neuro Development Treatment (NDT) menekankan pada hubungan antara normal postural reflex mechanism (mekanisme refleks postural normal), yang merupakan suatu mekanisme refleks untuk menjaga postural normal sebagai dasar untuk melakukan gerak. Mekanisme refleks postural normal memiliki kemampuan yang terdiri dari: (1) normal postural tone, (2) normal reciprocal innervations, dan (3) variasi gerakan yang mengarah pada fungsional. Syarat agar mekanisme refleks postural normal dapat terjadi dengan baik: (1) righting reaction yang meliputi labyrinthine righting reaction, neck righting reaction, body on body righting reaction, body on head righting reaction, dan optical righting reaction, (2) equilibrium reaction, yang mempersiapkan dan mempertahankan keseimbangan selama beraktivitas, (3) protective reaction, yang merupakan gabungan antara righting reaction dengan equilibrium reaction (The Bobath Centre of London, 1994). b. Prinsip Teknik Neuro Development Treatmentatau NDT Prinsip dasar teknik metode Neuro Development Treatment atau NDTmeliputi 3 hal: 1. Patterns of movement Gerakan yang terjadi pada manusia saat bekerja adalah pada pola tertentu dan pola tersebut merupakan representasi dari kontrol level kortikal bukan kelompok otot tertentu. Pada anak dengan kelainan sistem saraf pusat, pola gerak yang terjadi sangat terbatas, yang mana dapat berupa 47
  • 52. dominasi refleks primitif, berkembangnya pola gerak abnormal karena terbatasnya kemampuan bergerak, dan adanya kompensasi atau adaptasi gerak abnormal. Akibat lebih lanjut anak atau penderita akan menggunakan pola gerak yang abnormal dengan pergerakan yang minim. 2. Use of handling Handling bersifat spesifik dan bertujuan untuk normalisasi tonus, membangkitkan koordinasi gerak dan postur, pengembangan ketrampilan, dan adaptasi respon. Dengan demikian anak atau penderita dibantu dan dituntun untuk memperbaiki kualitas gerak dan tidak dibiarkan bergerak pada pola abnormal yang dimilikinya. 3. Prerequisites for movement Agar gerak yang terjadi lebih efisien, terdapat 3 faktor yang mendasari atau prerequisites yaitu (1) normal postural tone mutlak diperlukan agar dapat digunakan untuk melawan gravitasi, (2) normal reciprocal innervations pada kelompok otot memungkinkan terjadinya aksi kelompok agonis, antagonis, dan sinergis yang terkoordinir dan seimbang, dan (3) postural fixation mutlak diperlukan sehingga kelompok otot mampu menstabilkan badan atau anggota gerak saat terjadi gerakan/aktivitas dinamis dari sisa anggota gerak. c. Teknik-Teknik Dalam Neuro Development Treatment (NDT) Metode Neuro Development Treatment (NDT) memiliki teknik-teknik khusus untuk mengatasi pola abnormal aktivitas tonus refleks (Wahyono, 2008). Teknik-teknik tersebut meliputi: 48
  • 53. 1. Inhibisi Inhibisi disini menggunakan Reflex Inhibiting Pattern (RIP) yang bertujuan untuk menurunkan dan menghambat aktivitas refleks yang abnormal dan reaksi asosiasi serta timbulnya tonus otot yang abnormal. Sekuensis dalam terapi ini meliputi bagian tubuh dengan tingkat affected terkecil didahulukan dan handling dimulai dari proksimal. 2. Fasilitasi Fasilitasi bertujuan untuk memperbaiki tonus postural, memelihara dan mengembalikan kualitas tonus normal, serta untuk memudahkan gerakan-gerakan yang disengaja (aktivitas sehari-hari). 3. Propioceptive Stimulation Merupakan upaya untuk memperkuat dan meningkatkan tonus otot melalui propioseptive dan taktil. Berguna untuk meningkatkan reaksi pada anak, memelihara posisi dan pola gerak yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi secara otomatis. 4. Key Points of Control (KPoC) Key Points of Control (KPoC) adalah bagian tubuh (biasanya terletak di proksimal) yang digunakan untuk handling normalisasi tonus maupun menuntun gerak aktif yang normal. Letak Key Points of Control (KPoC) yang utama adalah kepala, gelang bahu, dan gelang panggul. 5. Movement Sequences and Functional Skill Teknik inhibisi dan fasilitasi pada dasarnya digunakan untuk menumbuhkan kemampuan sekuensis motorik dan keterampilan fungsional anak 49
  • 54. d. Tujuan Pelaksanaan Neuro Development Treatment(NDT) Tujuan pelaksanaan metode Neuro Development Treatment (NDT) adalah menghambat pola gerak abnormal, normalisasi tonus dan fasilitasi gerakan yang normal, serta meningkatkan kemampuan aktivitas pasien. 50
  • 55. BAB III ISI UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM VOKASI BIDANG STUDI KEDOKTERAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FORMULIR FISIOTERAPI Nama fisioterapi : Ibu Sri Novia, SST FT Peminatan : FT A – Pediatric Nama dokter : dr. Amendi, SpKFR Ruangan : Pelayanan URM FT lt 2 Nomer Registrasi : 312 – 11 - 81 TanggalPemeriksaan: 20 November20 12 I. PENGUMPULAN DATA IDENTITAS PASIEN : (S) Nama Inisial : An A N Tempat & tgl lahir : Bogor, 17 Oktober 2008 (4 tahun 1 bulan) Alamat : Cilebut, Bogor Pendidikan Terakhir : - Pekerjaan :- Hobi : -. Diagnosa Medik : Cerebral Palsy Quadriplegic 51
  • 56. II. PENGUMPULAN DATA RIWAYAT PENYAKIT (S) KU : Belum bisa berguling. RPS : Saat ini anak hanya bisa miring kanan dan miring kiri itu pun hanya sesekali dan tidak bisa mempertahankannya terlalu lama. Sejak lahir jari – jari anak kaku dan cenderung menggenggam. Saat usia 6 bulan, ibu menyadari bahwa perkembangan anak terlambat karena anak hanya terlentang saja, kemudian anak dibawa berobat ke RSCM bagian tumbuh kembang anak lalu anak di rujuk ke fisioterapi anak terkait keterlambatan anak saat usia anak 1 tahun. Anak mempunyai dan menggunakan back slap sejak usia1 tahun dan menggunakan AFO sejak usia 3 tahun 8 bulan. R. Prenatal : - Usia ibu saat hamil 24 tahun - Kehamilan diinginkan - Rajin kontrol di bidan secara rutin setiap satu bulan sekali dan diberikan vitamin untuk menambah kalsium. - Pernah USG saat usia kehamilan 4 bulan dan dikatakan tidak ada masalah. - Rutin minum susu untuk ibu hamil. - Trauma tidak pernah - Pendarahan tidak pernah R. Natal : - Lahir secara normal dan spontan di tolong dokter di Rumah Sakit Sunda Kelapa dan anak langsung menangis. 52
  • 57. - Usia kehamilan cukup bulan : 9 bulan 6 hari - BBL : 2300 gr - PBL : 44 cm - Kuning tidak ada - Biru tidak ada R. Postnatal: - Kuning tidak ada - Biru tidak ada - Kejang tidak - ASI sampai usia anak 2 tahun RPD : Tidak ada RPK : Tidak ada RPSi : - Anak ke 2 dari 2 bersaudara. - Anak pertama laki-laki, normal, dan sudah meninggal saat usia 4 bulan karena sakit dan gagal nafas. - Usia ayah 30 tahun, pendidikan terakhir ayah SMK, pekerjaan ayah sebagai tukang parkir. - Usia ibu 28 tahun, pendidikan terakhir ibu SMK, pekerjaan ibu rumah tangga. R. Imunisasi : Imunisasi dasar lengkap. R. Tumbang : Gross Motor : - Miring kanan dan kiri : usia 3 tahun Fine Motor : - Senyum sosial : usia 1 tahun Bahasa dan Bicara : 53
  • 58. - Mengeluarkan kata-kata “hmm” dan tidak bermakna : usia 3 tahun Nutrisi : - Makan bubur susu kental, disuapin dan tidak langsung telan : usia 2 tahun - Minum susu formula dan air putih, dengan botol dot dan di pegangin atau di suapin dengan sendok : usia 2 tahun III. PEMERIKSAAN (O) a. Pemeriksaan Umum 1) Cara Datang : Di gendong 2) Kesadaran : Compos Mentis 3) Koperatif 4) Tensi tidak dilakukan 5) Lingkar kepala 39 cm (nn : 47-53 cm) 6) Nadi 100 x/menit 7) RR 20 x/menit 8) Status Gizi : kesan kurang 9) Suhu : Afebris b. Pemeriksaan Khusus 1. Pengamatan Posisi 1) Terlentang bisa - Kepala bergerak bebas dan cenderung menoleh kesatu sisi - Posisi trunk : Asimetris - Ekstremitas atas bergerak aktif dan di dominasi pola ATNR Dengan kecenderungan posisi : Upper Extremity Dextra 54
  • 59. o Shoulder : Retraksi, semifleksi, abduksi, eksorotasi o Elbow : Semifleksi o Forearm : Supinasi o Wrist : Semifleksi o Finger : Fleksi, menggenggam dengan thumb in Upper Extremity Sinistra o Shoulder : Retraksi, fleksi, abduksi, eksorotasi o Elbow : semifleksi o Forearm : Pronasi o Wrist : Fleksi o Fingers : Fleksi, menggenggam dengan thumb out - Ekstremitas bawah : menggunting Dengan kecenderungan posisi : Lower Extermity billateral o Hip : Semifleksi, adduksi, endorotasi o Knee : Semifleksi o Ankle : Plantar fleksi, eversi o Toes : Fleksi 2) Berguling tidak bisa 3) Diposisikan telungkup bisa - Head liftingbisa - Head control inadekuat - Forearm supporttidak bisa - Hand supporttidak bisa - Posisi trunk : Asimetris - Ekstremitas atas : Keduanya tertindih oleh badan Dengan kecenderungan posisi : Upper Extremity Billateral 55
  • 60. o Shoulder : Retraksi, fleksi, adduksi, endorotasi o Elbow : Fleksi o Forearm :Pronasi o Wrist : Fleksi o Fingers : Fleksi dan menggenggam - Ekstremitas bawah : menggunting Dengan kecenderungan posisi : Lower Extremity Billateral o Hip : Semifleksi, adduksi, endorotasi o Knee : Semifleksi o Ankle : Plantar fleksi, eversi o Toes : Fleksi 4) Merayap tidak bisa 5) Diposisikan duduk bisa dengan fiksasi di pelvic : - Head lifting bisa - Headcontrol inadekuat - Hand supporttidak bisa - Trunk controltidak bisa - Posisi trunk round back - Weight bearing di sacrum - Sitting balancetidak ada - Protective reactiontidak ada - Ekstremitas atas di dominasi pola ATNR Dengan kecenderungan posisi : Upper Extremity Dextra o Shoulder : Retraksi, adduksi, endorotasi o Elbow : Semifleksi o Forearm : Supinasi o Wrist : Semifleksi o Finger : Fleksi, menggenggam dengan thumb in 56
  • 61. Upper Extremity Sinistra o Shoulder : Retraksi, adduksi, endorotasi o Elbow : Semifleksi o Forearm : Pronasi o Wrist : Fleksi o Fingers : Fleksi, menggenggam dengan thumb out - Ekstremitas bawah : menggunting Dengan kecenderungan posisi : Lower Extremity Billateral o Hip : Semifleksi, adduksi, endorotasi o Knee : Semifleksi o Ankle : Plantar fleksi, eversi o Toes : Fleksi 6) Ke duduk tidak bisa 7) Merangkak tidak bisa 8) Di posisikan berdiri dengan fiksasi di axilla - Head liftingbisa - Head control inadekuat - Trunk control tidak bisa dilihat - Weight bearingtidak ada, menapak tetapi tidak menumpu - Ekstremitas atas bergerak aktif dan di dominasi pola ATNR Dengan kecenderungan posisi : Upper Extremity Dextra o Shoulder : Retraksi, adduksi, endorotasi o Elbow : Semifleksi o Forearm : Supinasi o Wrist : Netral o Finger : Fleksi, menggenggam dengan thumb in 57
  • 62. Upper Extremity Sinistra o Shoulder : Retraksi, adduksi, endorotasi o Elbow : Semifleksi o Forearm : Pronasi o Wrist : Fleksi o Fingers : Fleksi, mengenggam dengan thumb out - Ekstremitas bawah : menggunting Dengan kecenderungan posisi : Lower Extremity Billateral o Hip : Semifleksi, adduksi, endorotasi o Knee : Semifleksi o Ankle : Plantar fleksi, eversi o Toes : Fleksi 9) Ke berdiri tidak bisa 2. Spastisitas ada Skala Ashworth : 1) Upper Extremity : - Dextra : 1+ - Sinistra : 1+ 2) Lower Extremity : - Dextra : 2 - Sinistra : 2 3. Tonus postural : Tinggi 4. Ankle Clonustidak ada 5. Tightnessada, pada : 1) m. Illiopsoas billateral 2) m. Achilles billateral 58
  • 63. 6. Pemeriksaan 7 refleks : 1) ATNR (+) :1 2) Neck righting (-) :0 3) Ekstensor Thrust (-) : 0 4) Moro (+) :1 5) STNR (-) :0 6) Parachute (-) :1 7) Foot Pacement (-) :1 + Skor :4 (nn : 0) Kesimpulan : Prognosis berjalan buruk. 7. Fungsi bermain : Jenis permainan : Puzzle bentuk ember, kerincingan - Mengikuti sumber bunyi bisa - Mengikuti objek bisa - Meraih mainan tidak bisa - Menggenggam tidak bisa - Mengikuti perintah sederhana tidak bisa - Mengenal bentuk dan warna tidak bisa - Berhitung tidak bisa - Memainkan mainan sesuai fungsi tidak bisa Kesimpulan : Level bermain sesuai anak 4 bulan IV. PENGUMPULAN DATA TERTULIS PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. BERA, Tanggal pemeriksaan 12 mei 2009 Kesimpulan : Ambang dengar AS : 30 dB (normal) Ambang dengar AD : 40dB (abnormal) 2. MATA, Tanggal pemeriksaan 11 juni 2011 Kesimpulan : Konjungtiuitas OS Observasi cortical visual impairment 59
  • 64. 3. Radiografi tanpa kontras, Tanggal pemeriksaan 28 september 2011 Kesimpulan : Gambaran DDH kiri dengan dislokasi kaput femur bilateral ke superolateral V. 1. URUTAN MASALAH FISIOTERAPI BERDASARKAN PRIORITAS 1) Tonus postural tinggi 2) Pola ATNR mendominasi setiap gerakan 3) Kecenderungan posisi trunk asimetris dan hyperekstensi 4) Kecenderungan posisi shoulder retraksi dan hip semifleksi, adduksi dan endorotasi 5) Head control inadekuat 6) Tidak bisa forearm support 7) Tidak bisa hand support 8) Tidak bisa rotasi trunk 9) Belum bisa berguling 10) Tidak ada trunk control 11) Tidak ada sitting balance 12) Tidak ada protektif reaction 13) Tightness pada m. Illiopsoas billateral, m. Hamstring billateral, dan m. Achilles billateral 14) Fungsi bermain tidak sesuai usia, selevel usia 4 bulan 2. DIAGNOSA FISIOTERAPI Belum bisa berguling karena adanya head control inadekuat, shoulder retraksi, trunk asimetri hiperekstensi,tidak bisa rotasi trunk, dan kecenderungan posisi hip semifleksi, adduksi, endorotasi terkait dengan tonus postural tinggi dan pola ATNR di setiap gerakan. 60
  • 65. VI. PROGRAM PELAKSANAAN FISIOTERAPI (P) 1. Pengumpulan data program fisioterapi dari dokter Rehabilitasi Medik 1) Inhibisi spastis 2) Stimulasi propioseptif 3) Latihan ROM dan streching 4) Latihan rolling untuk sitting 2. Tujuan : a. Tujuan Jangka Pendek 1) Berguling 2) Persiapan duduk di kursi roda 3) Maintenance : - Memelihara lingkup gerak sendi - Memelihara fleksibelitas otot - Memelihara kapasitas fungsional paru - Memelihara kepadatan tulang dan mencegah osteoporosis b. Tujuan Jangka Panjang 1) Duduk di kursi roda dengan fiksasi di badan 2) Maintenance : - Memelihara lingkup gerak sendi - Memelihara fleksibelitas otot - Memelihara kapasitas fungsional paru - Memelihara kepadatan tulang dan mencegah osteoporosis 61
  • 66. 3. Metoda Pemberian Fisioterapi NO JENIS METODA DOSIS KETERANGAN 1. Terapi NDT atau 1 kali - Inhibisi spastik Latihan BOBATH Anak seminggu - Fasilitasi berguling - Mengembangkan head control, trunk contol, fore arm support, hand support - Memelihara fleksibelitas otot dan lingkup gerak sendi 4. Uraian Tindakan Fisioterapi a. Stimulasi taktil: Posisi anak : terlentang di atas wedge Posisi terapis : di depan anak Tatalaksana : Terapis memposisikan anak terlentang di atas wedge. Terapis memberikan sentuhan awal secara gantle pada wajah anak, arah mulai dari dahi sampai dagu. Kemudian lanjutkan usapan pada badan, tangan, dan tungkai.Ulangi beberapa kali. b. Inhibisi spastisitas 1) Untuk menurunkan tonus postural dan mengembangkan rotasi trunk. Posisi anak : miring ke salah satu sisi di atas matras Posisi terapis : di samping anak Tatalaksana : Handling tangan terapis di pelvic anak dan tangan lainnyamemfiksasi pada bahu anak pada posisi shoulder protraksi. Gerakkan pelvic ke arah posterior dan anterior secara 62