SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 22
1



      ANALISIS METAPEDADIDAKTIK KEMAMPUAN PENALARAN
     MATEMATIK MAHASISWA PGSD FKIP UHAMKA, DITINJAU DARI
         ASPEK PEMBELAJARAN METODE LABORATORIUM

                                Wahidin, M.Pd.
         Pengajar Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UHAMKA
            Pendiri Komunitas Matematika Kreatif (KMK) Indonesia
       headymathic.wordpress.com, headymatic@yahoo.com, 081381353591

                                      Abstrak
 Tujuan penelitian ini untuk melihat keberagaman kemampuan penalaran
 matematik dan analisis situasi didaktis-pedagogis mahasiswa S1-PGSD FKIP
 UHAMKA setelah mendapatkan pembelajaran geometri datar melalui metode
 laboratorium. Mahasiswa semester III tahun akademik 2009/2010 diberikan satu
 soal pembuktian jumlah besar sudut dalam beberapa bangun segitiga. Data hasil
 penelitian menunjukkan sebanyak 66,67% mahasiswa yang memiliki kesamaan
 pikiran dengan dosen (situasi didaktis) dan 33,33% mahasiswa yang a-didaktis
 (berbeda pikiran dengan dosen), serta ada satu cara penyelesaian dosen yang tidak
 sempat dipikirkan oleh mahasiswa. Keberagaman respon mahasiswa harus
 ditanggapi dengan penyajian bahan ajar yang variatif oleh dosen, sehingga situasi
 didaktis dapat mendominasi pembelajaran di kelas.

 Kata kunci: Metapedadidaktik, metode Laboratorium, Kemampuan Penalaran
             Matematik


I.    Pendahuluan
      1.1. Latar Belakang
           Matematika memegang peranan penting dalam perkembangan ilmu
      pengetahuan dan teknologi, baik sebagai alat bantu dalam penerapan ilmu lain
      maupun dalam pengembangan matematika itu sendiri. Semua upaya yang
      bertujuan untuk meningkatkan kemampuan matematik siswa, tidak hanya
      berguna untuk memperoleh hasil belajar matematika yang tinggi, lebih dari itu
      sebagai bekal bagi siswa untuk menjalani kehidupan bermasyarakat. Inilah
      konsep kehidupan matematika dan matematika untuk kehidupan. Seperti yang
      ditulis Turmudi (2008) bahwa mengetahui matematika mungkin menjadi
      kepuasan personal, bahkan suatu digdaya, yang menopang kehidupan sehari-
      hari secara meningkat umumnya bersifat matematika dan teknologi.
           Penguasaan materi matematika oleh siswa (mahasiswa) menjadi suatu
      keharusan yang tidak bisa ditawar lagi di dalam penataan nalar dan
2



pengambilan keputusan dalam era persaingan yang semakin kompetitif.
Namun sayangnya, pencapaian prestasi belajar matematika belum begitu
memuaskan. Hal ini pun menjadi penting, ketika yang disorot adalah
mahasiswa calon guru sekolah dasar (PGSD) yang akan meletakkan pondasi
awal matematika kepada anak didik. Dapat dibayangkan, kemampuan
matematik siswa di masa mendatang, apabila kemampuan matematik calon
gurunya tidak dimantapkan saat ini.
     Banyak sekali guru matematika yang menggunakan waktu pelajaran 45
menit secara tidak efektif, rutinitas, hal        ini dapat membosankan,
membahayakan, dan merusak seluruh minat siswa (Sobel dan Maletsky,
2004). Sementara itu, komitmen peningkatan kualitas dan profesionalisme
guru (program sertifikasi guru) yang dilaksanakan pemerintah bagi sekitar 2,8
juta guru yang mesti selesai pada tahun 2015 dianggap masih terjebak
formalitas. Padahal yang dibutuhkan pendidik adalah adanya pendidikan dan
pelatihan yang berkelanjutan (Napitupulu, 2009). Betapapun pemerintah
berupaya untuk membenahi kualitas guru (inservice teacher training), sulit
untuk memperbaiki pembelajaran matematika yang tengah berlangsung saat
ini yang terus mengokohkan pradigma konvensional, jika calon guru
(preservice teacher) tidak turut sesegera mungkin untuk dibekali dengan
didaktik metodik matematika yang berlandaskan paradigma baru.
     Selama ini pelaksanaan pembelajaran hanya terbatas oleh dinding-
dinding kelas, dan guru mengambil peran utama sebagai subyek belajar,
sementara siswa hanya sebagai obyek semata. Pembelajaran sebagai upaya
membuat siswa belajar belum sepenuhnya dipahami oleh kebanyakan guru,
nampak di lapangan adanya dominasi guru yang membuat aktivitas siswa
menjadi rendah (pasif). Sehingga mereka menganggap guru sebagai satu-
satunya sumber belajar, yang semestinya dapat memanfaatkan lingkungan
sebagai laboratorium belajar. Inilah gambaran sebuah situasi kelas tradisional
yang dikritik oleh Ernest, bahwa tugas-tugas kelas mengajarkan siswa untuk
melakukan prosedur simbolik tertentu, bekerja tetapi bukan untuk berfikir,
hanya untuk menjadi automatons. Hal serupa disampaikan Silver bahwa
aktivitas siswa sehari-hari terdiri atas menonton gurunya menyelesaikan soal-
3



soal di papan tulis, kemudian meminta siswa bekerja sendiri dalam buku teks
atau LKS yang disediakan (Turmudi, 2008). Pembelajaran matematika di
sekolah masih menggunakan cara konvensional, masih banyak guru yang
melaksanakan proses belajar mengajar secara monoton. Metode yang kerap
mereka gunakan adalah metode ceramah dengan media chalk and talk.
     Keadaan ini sangat ironis dengan kedudukan dan peran matematika
untuk pengembangan ilmu pengetahuan, ternyata hingga saat ini belum
menjadi pelajaran yang difavoritkan. Rasa takut terhadap pelajaran
matematika (fobia matematika) sering kali menghinggapi perasaan siswa dari
tingkat SD sampai dengan SMA bahkan hingga perguruan tinggi (Fathani,
2007). Bagi banyak orang, nama matematika menimbulkan kenangan masa
sekolah yang merupakan beban berat, bahkan Piaget mengungkapkan bahwa,
siswa cerdas sekalipun secara sistematis menemui kegagalan dalam pelajaran
matematika (Maier, 1985). Hal ini nampak dari rendahnya hasil belajar
matematika yang diperoleh siswa. Lebih dari itu suasana belajar menjadi tidak
menarik, cenderung membosankan dan rutinitas belaka (Asyhadi, 2005).
     Matematika masih merupakan salah satu bidang studi yang sulit dan
anggapan bahwa matematika tidak disenangi atau bahkan paling dibenci,
masih saja melekat pada kebanyakan siswa yang mempelajarinya (Ruseffendi,
1984). Hal tersebut menjadi tugas pengajar untuk memperbaiki anggapan
tersebut agar menjadi baik. Anggapan negatif terhadap matematika tersebut
menular di perkuliahan matematika mahasiswa di Pendidikan Guru Sekolah
Dasar (PGSD). Matematika masih dianggap sebagai mata kuliah yang sulit
dan banyak mahasiswa yang merasa takut jika mengontrak mata kuliah
matematika. Anggapan tersebut berdampak pada hasil UTS dan UAS
mahasiswa PGSD yang selalu kurang memuaskan (Supriadi, 2009).
     Mereka hanya dituntut menghafal informasi, mengingat informasi dan
mengumpulkannya tanpa dituntut memahami informasi yang diperolehnya.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan Supriadi (2009) selama beberapa
semester terhadap mahasiswa D2 PGSD, S1 PGSD yang berasal dari SMA,
SMK, MA dan SPG, dengan program studi IPA dan Non-IPA, ternyata kurang
memuaskan dengan diperolehnya rerata kurang dari 50% dari skor maksimal
4



      untuk kedua kelompok tersebut. Mahasiswa masih kesulitan memahami
      matematika yang dipandangnya matakuliah yang paling sulit dan tidak
      menyenangkan. Ekspresi, komunikasi dan kemampuan berpikir matematika
      diantara mahasiswa masih kurang. Kemudian didukung oleh penelitian
      Tiurlina (dalam Supriadi, 2009) bahwa pemahaman konsep mahasiswa PGSD
      masih lemah dan dibawah 50%. Karakter mahasiswa PGSD berdasarkan
      pengamatan Supriadi (2009) adalah pertama, mahasiswa PGSD cenderung
      menyenangi soal-soal yang berbentuk rutin sehingga saat diberikan soal-soal
      yang bersifat tidak rutin mereka cenderung kesulitan. Kedua, pada umumnya
      kemampuan mahasiswa PGSD dalam penyelesaian permasalahan matematika
      dapat dikatakan sedang dan rendah, jarang sekali mahasiswa yang
      berkemampuan tinggi. Ketiga, suasana kegiatan belajar mengajar mahasiswa
      PGSD cenderung tidak terlalu aktif.
           Fenomena sikap negatif terhadap matematika juga menghinggapi
      mahasiswa S1-PGSD FKIP UHAMKA Jakarta, di mana mereka yang sedang
      duduk di semester III tahun akademik 2009-2010, mengambil mata kuliah
      Pendidikan Matematika III yang silabusnya berisi tentang Geometri Datar,
      termasuk di dalamnya materi segitiga. Oleh karena itu, penulis (sekaligus
      pengajar) merancang sebuah penelitian untuk melihat kemampuan penalaran
      matematik mahasiswa PGSD tersebut.

      1.2. Tujuan Penelitian
           Tujuan penelitian ini untuk melihat bagaimana kemampuan penalaran
      matematik dan analisis situasi didaktis-pedagogis mahasiswa S1-PGSD FKIP
      UHAMKA setelah mendapatkan pembelajaran geometri datar melalui metode
      laboratorium.


II.   Kajian Teori
      1. Situasi Didaktis
              Mengadopsi konsep metapedadidaktik dari Suryadi (2009) bahwa
        pemikiran seorang pengajar (dosen) dan mahasiswa berkenaan dengan
        konsep matematika (jumlah sudut dalam suatu segitiga) dapat digambarkan
        sebagai berikut:
5




                                                               Dosen
      Mahasiswa                        Maha siswa
                              Dosen
         Dosen                                                 Mahasiswa

         Gbr. 1                    Gbr. 2                      Gbr. 3

      Dari gambar 1, diinterpretasikan bahwa pemikiran seorang dosen
yang menyajikan materi sejalan dengan pemikiran mahasiswa. Ini adalah
suatu situasi didaktis yang diharapkan, di mana mahasiswa dapat menyerap
secara keseluruhan apa yang disampaikan dosen. Untuk gambar 2, situasi
yang muncul adalah hanya sebagian pemikiran seorang dosen yang bisa
diserap siswa. Sebagian dari mahasiswa mempunyai pemikiran lain
berkenaan dengan konsep matematika. Berati di sini ada situasi didaktis
dan ada situasi a-didaktis. Sedangkan       gambar 3, menjelaskan bahwa
pemikiran dosen berbeda sama sekali dengan pemikiran mahasiswa, terjadi
situasi a-didaktis.
      Ketiga situasi ini harus dipahami oleh seorang dosen, sehingga
mereka dapat mendesain bahan ajar maupun penggunaan ragam metode
dan media untuk menjembatani antara pemikiran dosen dengan pemikiran
mahasiswa. A Situation is a-didactical if the teacher's specific intentions
are successfully hidden from the students and the student can function
without the teacher's intervention (Warfield, 2006). Situasi a-didaktis boleh
jadi sesuatu kecemerlangan yang diraih mahasiswa, manakala mereka
mampu mengembangkan daya matematiknya tanpa intervensi (bantuan)
dosen.
      Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana tentang belief guru (dosen)
untuk membenahi situasi pembelajaran matematika. Artzt dalam Suryadi
(2009) menuliskan bahwa Teachers’ beliefs adalah sistem pandangan
personal terintegrasi tentang hakekat materi ajar, siswa, belajar dan
pembelajaran. Sistem beliefs guru (dosen) merefleksikan pandangan
personal tentang hakekat pengetahuan yang berpengaruh pada cara
pengambilan keputusan dosen mengenai kurikulum dan pendekatan
pembelajaran. lebih dari itu ia menyangkut keterampilan dosen dalam
6



 penggunaan ragam media pembelajaran matematika. Belief ini pun turut
 mempengaruhi dosen dalam menggeser otoritas mereka secara peralahan
 kepada otoritas siswa dalam memperoleh pengetahuan secara mandiri.


         OTORITAS                                        OTORITAS
        MAHASISWA                                         DOSEN
                                         GARIS
                                      FLEKSIBILITAS

       Karena itu kehadiran segitiga didaktik dapat menjadi model yang
 mudah untuk memahami problematika pembelajaran matematika saat ini.




           HD : Hubungan Didaktis
           HP : Hubungan Pedagogis
           ADP : Antisipasi Didaktis-Pedagogis


     Didactical Design Research (DDR)

                            Lecturers’ Thinking
  Before Teaching             While Teaching              After Teaching




                                                        Analisis tentang apa
 Recontextualized                                     yang dipikirkan sebelum
  Repersonalized                                       pembelajaran dengan
                                                      kenyataan pembelajaran




Prospective Analysis         Metapedadidaktik          Retrospective Analysis
7



2. Metode Laboratorium
       A. Diesterweg said “What counts is not memorising, but
  understanding, not watching, but searching, not receiving, but seizing, not
  learning, but practising“ (Wittmann, 2004).
       Seorang Filosof Cina Confucius mengatakan bahwa saya dengar maka
  saya lupa, saya lihat maka saya ingat, dan saya alami maka saya paham.
       Bila berpedoman kepada persentase banyaknya yang dapat diingat,
  maka metode laboratorium ini merupakan metode yang sangat penting.
  Johnson dan Rising dalam Ruseffendi (2006) mengatakan “bahwa belajar
  dapat mengingat sekitar seperlimanya dari yang didengar, setengahnya dari
  yang dilihat, dan tigaperempatnya dari yang diperbuat”. Untuk itu
  manipulasi benda-benda konkrit dalam belajar matematika sangat penting.
       Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang
  dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Sedapat mungkin guru mengerjakan
  kegiatan matematika untuk anak, bukan lebih dominan mengajarkan
  matematika. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi
  terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat dalam jangka pendek (short
  term memory), tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan masalah
  kehidupan jangka panjang.
       Matematika mempunyai objek abstrak berupa fakta, konsep, operasi
  serta prinsip dan asas yang abstrak. Objek tersebut diusahakan agar mudah
  dipahami oleh siswa, dengan cara menyajikannya melalui benda-benda
  konkrit. Menurut Suherman dkk. (2003) hal inilah yang dilakukan dalam
  laboratorium pembelajaran matematika, sebagai suatu lingkungan di mana
  siswa belajar matematika dengan mengeksplorasi konsep matematika,
  menemukan prinsip matematika dalam situasi konkrit. Aktivitas eksplorasi
  ini dapat dibawakan oleh guru atau dengan demonstrasi siswa, individu
  atau kelompok, dengan metode inkuiri, discovery, atau aktivitas problem
  solving.
       Semua hasil kerja yang telah diperoleh Piaget, Bruner dan Dienes
  mendukung pernyataan bahwa, manipulasi benda-benda konkrit merupakan
  aktivitas penting dalam pembelajaran matematika. Dalam laboratorium
8



matematika,    siswa    memecahkan     masalah,     mengekplorasi    konsep
matematika, merumuskan dan bereksperimen dengan prinsip-prinsip
matematika,    dan     membuat   penemuan        matematika   (mathematical
discoveries) melalui manipulasi benda konkrit yang merepresentasikan ide-
ide abstrak matematika (Bell, 1978).
     Jika diterapkan dengan benar, pembelajaran laboratorium dapat
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan pendekatan
heuristik dalam problem solving. Untuk mewujudkan hal tersebut, guru
harus memiliki akses kepada beragam alat bantu pembelajaran (Wahyudin,
2008).
     Laboratorium matematika adalah suatu ruang (bisa berupa kelas
biasa) yang dilengkapi dengan alat peraga matematika sehingga
memungkinkan siswa untuk belajar secara mandiri dalam mengekspresikan
konsep matematika. Aktivitas ini mencakup pengkajian konsep, pengujian
hipotesis, analisis masalah, induksi melalui inkuiri berbagai konsep, teori,
ide, dan fakta dengan bantuan benda-benda konkrit, model matematika,
sesuatu yang dimanipulasi. Aktivitas laboratorium membimbing siswa
menemukan fakta matematika didasarkan atas prinsip belajar dengan
berbuat, belajar dengan pengamatan yang berlanjut dari yang konkrit
menuju abstrak (Anitah dkk, 2007).
     Prinsip   metode laboratorium      adalah     belajar sambil   berbuat,
mengobservasi, dan memulai dari yang konkrit ke yang abstrak, ia sejalan
dengan metode induktif. Siswa belajar dengan objek-objek yang kemudian
digeneralisasikan. Metode ini khusus untuk mengabaikan keabstrakan
hakikat matematika. Namun dapat menarik minat peserta didik terhadap
matematika yang abstrak. Menurut Ernest dalam Turmudi (2008) bahwa
belajar matematika adalah pertama dan paling utama adalah aktif, dengan
siswa belajar melalui permainan, kegiatan, penyelidikan, proyek, diskusi,
eksplorasi, dan penemuan. Cara melaksanakan metode ini bermacam-
macam, antara lain dengan bermain dan menggunakan kartu (Hudoyo,
1985).
9



       Dengan metode laboratorium siswa dapat belajar fakta, keterampilan,
  konsep, dalil, atau teori melalui manipulasi benda-benda kongkrit, model
  matematika, atau permainan. Ia dapat meningkatkan keinginan belajar,
  belajar melalui berbuat, menghayati dan menghargai metode ilmiah,
  meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, membuat analisis, dan
  evaluasi (Ruseffendi, 2006).

3. Penalaran Matematik
       Penalaran dan pembuktian matematika menawarkan suatu cara untuk
  mengembangkan wawasan siswa tentang fenomena. Orang yang nalar dan
  berpikirnya analitik cenderung mencatat pola, struktur, dan keteraturan
  dalam situasi nyata (real-word) dan benda-benda simbolik (Turmudi,
  2008).   Permasalahan    dalam   dunia   matematika   adalah   bagaimana
  menghasilkan suatu konsep dari konsep yang sudah diketahui, hal ini bisa
  dipecahkan, dibutuhkan kemampuan penalaran yang memadai sehingga
  langkah demi langkah penyelesaiannya akan terarah dan sistematis.
       Keraf dalam Shadiq (2004) menyatakan bahwa penalaran sebagai
  proses berpikir yang menghubungkan fakta-fakta yang diketahui menuju
  kepada suatu kesimpulan. Sebagai contoh, dari pengetahuan tentang besar
  dua sudut dalam suatu segitiga yaitu 30o dan 45o, maka dapat disimpulkan
  atau dibuat pernyataan bahwa sudut yang ketiga dalam segitiga tersebut
  besarnya adalah 105o. Pada intinya penalaran merupakan suatu kegiatan,
  suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan
  atau membuat suatu pernyataan baru yang benar berdasarkan pada beberapa
  pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan
  sebelumnya. Menurut Schonfeld dalam Sumarmo (2004), matematika
  merupakan proses yang aktif, dinamik, generatif dan eksploratif. Berarti
  bahwa proses matematika dalam penarikan kesimpulan merupakan
  kegiatan yang membutuhkan pemikiran dan penalaran tingkat tinggi.
  Beberapa indikator penalaran matematik (Sumarmo, 2004) dalam
  pembelajaran matematika antara lain, siswa dapat: 1) Menarik kesimpulan
  logik, 2) Memberikan penjelasan dengan model, fakta, sifat-sifat dan
  hubungan, 3) Memperkirakan jawaban dan proses solusi, 4) Mengunakan
10



         pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematik, 5) Menyusun dan
         menguji konjektur, 6) Merumuskan lawan contoh (counter example), 7)
         Mengikuti aturan inferensi; memeriksa validitas argumen, 8) Menyusun
         argumen yang valid, 9) Menyusun pembuktian langsung, tak langsung dan
         menggunakan induksi matematik.
               Depdiknas (2002) menyatakan bahwa materi matematika dan
         penalaran matematika adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu
         materi matematika dipahami melalaui penalaran dan penalaran dipahami
         dan dilatihkan melalui belajar materi matematika. Penalaran ini tidak hanya
         dibutuhkan oleh siswa dalam mempelajari matematika ataupun ilmu-ilmu
         lainnya, lebih dari itu, penalaran menjadi penting untuk memecahkan
         masalah kehidupan nyata yang dihadapinya (Shadiq, 2004).
               Secara garis besar terdapat dua jenis penalaran yaitu penalaran
         induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif merupakan proses
         berfikir berupa penarikan kesimpulan yang umum (berlaku untuk
         semua/banyak) atas dasar pengetahuan tentang hal yang khusus yang
         dimulai dari sekumpulan fakta yang ada dengan berproses dari hal-hal yang
         bersifat konkrit ke yang bersifat abstrak. Untuk menemukan suatu formula
         siswa terlibat aktif dalam mengobservasi, berpikir, dan bereksprimen.
         Lebih lanjut dikatakan bahwa penalaran deduktif terjadi ketika siswa
         bernalar dari pernyataan-pernyataan umum kemudian diturunkan menjadi
         kesimpulan-kesimpulan khusus.


III.   Metodologi
            Tulisan ini merupakan laporan dari penelitian singkat yang mengadopsi
       Didactical Design Research, yang bertujuan untuk melihat kemampuan
       penalaran mahasiswa S1-PGSD FKIP UHAMKA terhadap soal yang
       menggunakan konsep sudut dalam segitiga. Sebanyak Sembilan orang
       mahasiswa semester III tahun akademik 2009-2010, yang tengah mengikuti
       mata kuliah Pendidikan Matematika III (Geometri Datar) dijadikan sampel.
       Responden diberikan satu soal pembuktian sudut dalam segitiga untuk dilihat
       cara penyelesaiannya (apa yang menjadi pikiran mahasiswa) kemudian
11



      dibandingkan dengan cara penyelesaian yang disediakan ataupun yang
      diprediksi oleh dosen (apa yang menjadi pikiran dosen).
           Desain bahan ajar yang disajikan kepada mahasiswa juga dilihat
      kesesuaianya dengan gaya belajar mahasiswa, sehingga penyampaian materi
      ajar melalui metode laboratorium dapat menjadi alternatif solusi untuk
      membenahi kemampuan penalaran matematik mahasiswa PGSD.


IV.   Permasalahan Penelitian
           Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah “bagaimana kemampuan
      penalaran mahasiswa S1-PGSD FKIP UHAMKA setelah mendapatkan
      pembelajaran geometri datar melalaui metode laboratorium?” Juga dilihat
      bagaimana kecenderungan mahasiswa terhadap pembelajaran dengan metode
      laboratorium.
           Tulisan ini mengetengahkan analisis singkat terhadap kemampuan
      mahasiswa S1-PGSD dalam menjawab soal non rutin, berkenaan dengan
      materi sudut dalam segitiga. Diberikan satu soal kepada mahasiswa, soal ini
      menuntut kemampuan penalaran mahasiswa yaitu pada aspek membuktikan.
      Menurut Polya (1973), terdapat dua macam masalah, yaitu problem to
      construction dan problem to prove. Masalah untuk membuktikan adalah untuk
      menunjukan bahwa suatu pernyataan itu benar atau salah atau tidak kedua-
      duanya. Harus menjawab pertanyaan: “Apakah pernyataan itu benar atau
      salah?” Bagian utama dari masalah jenis ini adalah hipotesis dan konklusi dari
      suatu teorema yang harus dibuktikan kebenarannya.
           Selama pembelajaran matematika berlangsung, soal-soal matematika
      dapat dibedakan menjadi dua bagian:1) Soal rutin, yang mencakup aplikasi
      suatu prosedur matematika yang sama atau mirip dengan hal yang baru
      dipelajari. Ia hanya bersifat berlatih agar terampil menggunakan konsep
      matematika. 2) Soal tidak-rutin, untuk sampai pada jawaban dari soal ini
      diperlukan      pemikiran   yang   mendalam,   menghendaki     siswa    untuk
      menggunakan sintesis atau analisis. Pengetahuan, fakta, keterampilan, dan
      pemahaman yang telah diperoleh (dikuasai) siswa dappat diterapkan pada
12



situasi baru. Namun secara umum, suatu masalah adalah situasi yang
memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:
a. Situasi tersebut menunjukan adanya kesenjangan antara harapan dan
     kenyataan.
b. Situasi tersebut membangkitkan motivasi bagi orang tersebut untuk
     berupaya menemukan jalan keluarnya.
c. Tidak tersedia secara ”instant” alat yang dapat digunakan untuk
     mewujudkan keinginan orang tersebut untuk menemukan jalan keluarnya.


Soal:
     Semua segitiga berikut adalah sebangun. Tentukan besar penjumlahan
     sudut d, e, f, g, h, dan i pada gambar berikut!
                                                h                  g


                                                              c
                                                          a        b
                                       i                                         f

                                                    d                        e


Alternatif Penyelesaian:
Cara 1
         a=        d=    i    ; konsep sudut-sudut sehadap
         b=        e=    f
         c=    g=        h    +
     180o = 180o = 180o
     Jadi     d+    e+       f+   g+       h+       i = 180o + 180o
                                                        = 360o


Cara 2
                                           h+       i+            b = 180o
                                           d+       e+            c = 180o
                                           f+       g+            a = 180o           +
h+      i+    b+        d+   e+   c+       f+       g+            a = 540o
13



     d+        e+   f+          g+    h+        i+(     a+        b+    c) = 540o
                                 d+       e+       f+    g+       h+    i = 540o – (     a+    b+     c)

            Karena          a+       b+       c = 180o, maka
                                              d+    e+       f+    g+     h+        i = 540o – 180o
                                                                                     = 360o
         Cara 3
               Karena terdapat empat segitiga yang sebangun yaitu                      hib, dec, fga,
         dan abc. Berarti jumlah keseluruhan sudut adalah 720o. Karena sudut-sudut
         a, b, dan c terulang sebanyak dua kali, maka dikurangi 2                       180o. Sehingga
         besar penjumlahan sudut d, e, f, g, h, dan i adalah 360o.

         Cara 4

           h                g


                        c
                    a       b
     i                                    f

               d                      e

            Jadi jumlah sudut d, e, f, g, h, dan i adalah 3              180o – 180o = 360o


V.       Hasil dan Pembahasan
               Dari Sembilan orang mahasiswa yang diberikan soal, maka diperoleh
         beragam jawaban yang dapat terkategorikan sebagai berikut:
         Cara 1
14




Cara 2
15




Cara 4




Cara yang berbeda
16




     Berdasarkan hasil jawaban mahasiswa S1-PGSD FKIP UHAMKA,
maka dapat dianalisis bahwa sebanyak 66,67% mahasiswa yang memiliki
kesamaan pikiran dengan apa yang dipikirkan oleh dosen. Sementara itu
terdapat 33,33% mahasiswa yang berbeda dengan apa yang dipikirkan dosen.
Hal tersebut dapat dilihat pada diagram berikut:
                                       33,33%




                          66,67%
            Dosen
                                                Mahasiswa
17




                 Kesamaan pikiran antara dosen dengan mahasiswa sebatas pad aide
            penyelesaian soal, sedangkan prosedur pengerjaan aljabar dan aritmetikanya,
            menunjukkan ada mahasiswa yang memiliki kemampuan algebraic sense
            maupun number sense. Sehingga situasi didaktis yang muncul tidak murni
            lagi. Untuk yang 33,33% menunjukkan situasi adidaktis, oleh karena itu perlu
            diakomodir tentang ide-ide mahasiswa sebagai masukan bagi upaya
            pembenahan masalah didaktis. Terdapat pula cara yang dipikirkan dosen, yang
            tidak mampu dipikirkan oleh mahasiswa, yaitu cara 3


  VI.       Analisis Bahan Ajar
                 Bahan ajar yang disajikan menggunakan worksheet, sementara
            penyampaian materi ajar dengan memanfaatkan metode laboratorium, yaitu
            dengan permainan, alat peraga, dan praktikum, sampai kepada penggunaan
            software Geometer Sketcpad. Pada sajian bahan ajar ini untuk mengajak
            mahasiswa menemukan bahwa jumlah sudut dalam segitiga adalah 180o.
            Kemudian mahasiswa membuat dugaan (conjecture) tentang hal tersebut,
            inilah proses penalaran induktif yang dilakukan oleh mahasiswa. Setelah
            meyakini bahwa jumlah sudut dalam segitiga adalah 180o, maka mereka
            diarahkan untuk dapat secara analitis membuktikannya, sebagai bentuk
            penalaran deduktif. Jadi kerja laboratorium adalah bagaimana menemukan
            suatu konsep secara induktif, sehingga menghasilkan suatu conjecture,
            kemudian membuktikannya secara deduktif. Semua ini dilakukan dengan
            praktikum dan manipulasi benda-benda konkrit.

                                            WORKSHEET
Mata Kuliah       Pend. Matematika III            Hari, tanggal
                  (Geometri Datar)                Nama Mahasiswa
Indikator : Menemukan dan membuktikan             Pengajar
jumlah sudut dalam segitiga                       Maksud :Membangun konsep lewat
                                                  praktikum

1. Pengukuran
   1.1.   Guntinglah kertas menjadi bangun daerah segitiga, beri nama dengan segitiga PQR.
          Ukurlah besar sudut-sudutnya dengan busur derajat. Kemudian jumlahkan ketiga sudut
18



    tersebut

            R                       P = .....
                    Q
                                    Q = .....
                                    R = .....    +
                                      = ......
        P


     Disajikan beberapa bangun daerah segitiga yang berbeda, kemudian mahasiswa diminta
     untuk menginvestigasinya.
     Kesimpulan: ………………………………………………………..…………………………..
1.2. Gambarlah segitiga sembarang, beri nama dengan segitiga ABC. Ukurlah sudut-
     sudutnya dengan busur derajat. Kemudian jumlahkan ketiga sudut tersebut!
                            C
                                    A = .....
    A                               B = .....
                                    C = .....    +
                                      = ......

                        B
     Disajiikan beberapa gambar segitiga yang berbeda, kemudian mahasiswa diminta untuk
     menginvestigasinya.
     Kesimpulan: ………………………………………………………..…………………………..
1.3. Aplikasi Geometer Sketcpad
    Guru dapat mendemonstrasikan pengunaan komputer, atau kalau memungkinkan
    mahasiswa dapat secara individual mengunakan komputer yang dilengkapi dengan
    software Geometer Sketcpad.

    Berikut contoh hasil investigasi dan eksplorasi dengan software
19



2. Gunting dan Lipat
   Perlu diperagakan oleh dosen, kemudian mahasiswa mengikuti.
    2.1. Guntinglah kertas menjadi bangun daerah segitiga, lipatlah salah satu sudutnya
         sehingga menyentuh sisi di hadapannya dan bentuk lipatannya tersebut sejajar dengan
         sisi di hadapan sudut (akan membentuk bangun trapesium). Kemudian sudut-sudut
         lainnya dilipat ke dalam sehingga berimpit, maka akan terbentuk persegipanjang dan
         ketiga sudut yang diimpitkan tadi akan membentuk sudut lurus
        Mahasiswa dapat mencoba praktikum di atas dengan beberapa bagun daerah segitiga
        yang berbeda.
        Kesimpulan: ………………………………………………………..…………………………..
    2.2. Tumpuklah tiga lembar kertas, kemudian guntinglah menjadi bangun daerah segitiga,
         sehingga didapat tiga buah segitiga yang sama. Beri nama masing-masing sudutnya,
         yaitu , , .



                                                 (Koeno Gravemeijer, Freudental Institut, p.9)




        Nampak bahwa sudut , , dan membentuk sudut lurus.
   2.3. Guntinglah kertas menjadi bangun daerah segitiga, potonglah atau sobeklah ketiga
        sisinya seperti gambar berikut:

                                        Aturlah potongan-potongan itu sedemikian rupa
                                        sehingga setiap sudut berimpit, seperti gambar di
                                        samping.


                                        Kesimpulan:………………..…………………………………..




        Untuk yang berikut ini, dapat menggunakan alat peraga dari bahan keramik, mika,
        triples, ataupun kardus bekas, sehingga mudah untuk dimanipulasi dengan tangan.




        Kesimpulan: ………………………………………………………..………………………………..
20



3. Analitis
   3.1. Pada        EFG, buatlah garis melalui titik F sejajar sisi EG
                                       maka:     E = F3 (sudut sehadap)
           G                                       G = F2 (sudut berseberangan)

                                                     E + G = F3 + F2
                          1   2 3                    F3 + F2 + F1 = 180o
   E                          F                    Jadi E + G + F1 = 180o

   3.2.    Pada         ABC, buatlah garis melalui titik C sejajar sisi AB
                                          maka:      A = C1 (sudut berseberangan)
           C                                          B = C3 (sudut berseberangan)
          1 2   3

                                         A + B = C1 + B3
                                         C1 + C2 + C3 = 180o
   A                 B
                                       Jadi A + B + C2 = 180o
4. Pendekatan jumlah sudut persegi panjang
   4.1. Bangun daerah persegi panjang yang digunting menurut salah satu diagonalnya, sehingga
        didapat dua buah segitiga siku-siku. Kemudian kedua segitiga tersebut didempetkan menurut
        daerahnya, maka mereka kongruen.




        Jumlah sudut persegi panjang = 360o
        Jumlah sudut 2 segitiga      = Jumlah sudut persegi panjang
        Jumlah sudut segitiga         = ½ Jumlah sudut persegi panjang
                                      = 180o
   4.2. Gambar persegi panjang yang memanfaatkan konsep kesejajaran garis
        D                       C
                        2             A1 = C1
                             1                     berseberangan
                                      A2 = C2
           1                          B = D ; siku-siku
                    2
          A                           B                 A + B + C + D = 360o
                                         A2 + B + C1 + C2 + D + A1 = 360o
                                                       2 A2 + 2 B + 2 C1 = 360o
                                                        2( A2 + B + C1) = 360o
                                                            A2 + B + C1 = 180o
5. Pendekatan jumlah sudut persegi (Konsep Garis Bagi)
  D                 C             D
                                                    diagonal BD merupakan garis bagi sudut B dan D,
                                                    sehingga pada segitiga ABD didapat:
                                                      A = 90o
                                                      B = 45o
                    B             A            B
  A                                                   D = 45o
                                                      A + B + C = 180o
21



            Bahan ajar di atas sedikit banyak mampu mengakomodir beragam gaya
       belajar mahasiswa, baik secara individual, kelompok, maupun klasikal. Apa
       yang dipikirkan dosen dapat diterima oleh mahasiswa, bahkan akan menjadi
       pikiran mahasiswa juga. Sehingga situasi didaktis maupun a-didaktis yang
       muncul selalu bernilai positif. Pembelajaran dengan metode laboratorium
       mampu melayani keinginan mahasiswa dari konkrit hingga abstrak. Metode
       ini cocok untuk mengajarkan matematika kepada mahasiswa PGSD yang
       secara latar belakang mereka lemah terhadap kemampuan matematika, bahkan
       di antara mereka bersikap negative terhadap matematika.


VII.   Kesimpulan
            Sebanyak 66,67% mahasiswa yang memiliki kesamaan pikiran dengan
       dosen (terjadi situasi didaktis) dan 33,33% mahasiswa yang berbeda pikiran
       dengan dosen (terjadi sitausi a-didaktis), serta ada satu cara penyelesaian
       dosen yang tidak sempat dipikirkan oleh mahasiswa.
            Ketika mahasiswa S1-PGSD FKIP UHAMKA Jakarta diberikan masalah
       non-rutin berkenaan dengan konsep sudut dalam segitiga, mahasiswa
       memberikan respon yang beragam dalam hal penyelesaian dari soal tersebut.
       Bahwa dalam penyelesaian masalah pun terjadi situasi didaktis dan situasi
       adidaktis.
            Untuk mengatasi keberagaman respon mahasiswa guna melayani
       perbedaan individual dalam pembelajaran matematika, maka penyajian bahan
       ajar yang kreatif mampu menjawab hal tersebut. Bagaimana learning
       sequence nampak pada setiap pembelajaran yang dialami anak didik. Inilah
       upaya pengembangan bahan ajar berbasis riset.
            Metode laboratorium mampu melayani keragaman belajar individual
       mulai dari yang konkrit sampai kepada abstrak. Juga mampu membangun
       kemampuan penalaran mahasiswa, sehingga mahasiswa PGSD mulai terbiasa
       dengan soal-soal pembuktian walaupun masih tergolong sederhana. Kelas pun
       menjadi aktif, karena mahasiswa belajar sambil bekerja (learning by doing).
22



Referensi

Anitah, S.W., Manoy, JT., dan Susanah. 2007. Strategi Pembelajaran
        Matematika. Jakarta: UT Depdiknas
Asyhadi, A. (2005). Pengenalan Laboratorium Matematika di Sekolah. IHT
        Media Bagi Staf LPMP Pengelola Laboratorium Matematika di PPPG
        Matematika Yogyakarta.
Bell, F.H. (1978). Teaching and Learning Mathematics (the secondary schools).
        USA: Wm. C. Brown Company Publisher.
Depdiknas. 2002. Ringkasan Kegiatan Belajar Mengajar. Jakarta: Depdiknas.
Hudojo, H. (2003). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika.
        JICA. Universitas Negeri Malang.
Maier, H. (1985). Kompendium Didaktik Matematika. Bandung: Remaja Karya.
Napitupulu, E.L. (2009). Standar Pendidikan Belum Menasional. Jakarta: Artikel
        Kompas terbitan tanggal 23 Desember 2009.
Polya, G. (1973). How to Solve It, a New Aspect of Mathematical Method. New
        Jersey: Princeton University Press.
Ruseffendi, ET. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan
        Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan
        CBSA. Bandung: Tarsito.
Shadiq, Fajar. 2004. Penalaran, Pemecahan Masalah, dan Komunikasi Dalam
        Pembelajaran Matematika. Disajikan pada Diklat Instruktur Matematika
        SMP Jenjang Dasar. Dirjen Dikdasmen PPPG Matematika Jogjakarta.
Sobel, MA. dan Maletsky, EM, terj. Dr. Suyono, M.Sc. (2004). Mengajar
        Matematika. Ed. 3. Jakarta: Erlangga.
Suherman, E. dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
        Bandung: Depdiknas-JICA-UPI.
Supriadi. (2009). Analisis Proses Berpikir Matematika antara Dosen, Mahasiswa
        (Guru SD & Non Guru SD) PGSD dan Siswa SD dalam Pembelajaran
        Matematika di Provinsi Banten. Bandung: Prosiding Seminar Nasional
        Matematika dan Pendidikan Matematika, 19 Desember 2009 Jurusan
        Pendidikan Matematika FPMIPA UPI.
Suryadi, D. (2008). Metapedadidaktik dalam Pembelajaran Matematika: Suatu
        Strategi Pengembangan Diri Menuju Guru Matematika Profesional.
        Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Pendidikan Matematika FPMIPA
        UPI 22 Oktober 2008. Tidak diterbitkan.
__________. (2009). Teachers’ Beliefs dan Pembelajaran. Bahan Kuliah Analisis
        Kurikulum Pendidikan Matematika SPS UPI.
Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika
        (berparadigma Eksploratif dan Investigasi). Jakarta: Leuser Cita Pustaka.
Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan Model-Model Pembelajaran: Pelengkap
        untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogis Para Guru dan Calon Guru
        Profesional. Bandung: Diktat Perkuliahan UPI. Belum diterbitkan.
Warfield, V.M. (2006). Invitation to Didactique. Seattle: University of
        Washington.
Wittmann, E.C. (2004). Developing Mathematics Education in a Systemic
        Process. In Proceedings of the Ninth International Congress on
        Mathematical Education. 75-90.

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

Power point skripsi
Power point skripsiPower point skripsi
Power point skripsisiskaningsih
 
Proses Berpikir Reflektif Mahasiswa dalam Memecahkan Masalah Pembuktian Teore...
Proses Berpikir Reflektif Mahasiswa dalam Memecahkan Masalah Pembuktian Teore...Proses Berpikir Reflektif Mahasiswa dalam Memecahkan Masalah Pembuktian Teore...
Proses Berpikir Reflektif Mahasiswa dalam Memecahkan Masalah Pembuktian Teore...Muhammad Alfiansyah Alfi
 
2 upaya meningkatkan pemahaman konsep dan disposisi matematis menggunakan mod...
2 upaya meningkatkan pemahaman konsep dan disposisi matematis menggunakan mod...2 upaya meningkatkan pemahaman konsep dan disposisi matematis menggunakan mod...
2 upaya meningkatkan pemahaman konsep dan disposisi matematis menggunakan mod...Fppi Unila
 
5117 11181-1-sm
5117 11181-1-sm5117 11181-1-sm
5117 11181-1-smFppi Unila
 
3. Pendekatan dan Model Pembelajaran Matematika
3. Pendekatan dan Model Pembelajaran Matematika3. Pendekatan dan Model Pembelajaran Matematika
3. Pendekatan dan Model Pembelajaran Matematikamatematikauntirta
 
Peningkatan kemampuan pemecahan masalah
Peningkatan kemampuan pemecahan masalahPeningkatan kemampuan pemecahan masalah
Peningkatan kemampuan pemecahan masalahLukman
 
Problematika Pembelajaran Statistika siswa SMP kelas IX
Problematika Pembelajaran Statistika siswa SMP kelas IXProblematika Pembelajaran Statistika siswa SMP kelas IX
Problematika Pembelajaran Statistika siswa SMP kelas IXZuhdha Basofi Nugroho
 
Proposal skripsi pendekatan problem solving
Proposal skripsi pendekatan problem solvingProposal skripsi pendekatan problem solving
Proposal skripsi pendekatan problem solvingelita takarai
 
20140305 yp01-stl01
20140305 yp01-stl0120140305 yp01-stl01
20140305 yp01-stl01Fppi Unila
 
Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa pada Materi Statistika
Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa pada Materi StatistikaKemampuan Komunikasi Matematis Siswa pada Materi Statistika
Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa pada Materi StatistikaJujun Muhamad Jubaerudin
 
Disposisi matematis
Disposisi matematisDisposisi matematis
Disposisi matematisFppi Unila
 
aplikom_UNSRI_3.8 Unsur_Restie Amelia
aplikom_UNSRI_3.8 Unsur_Restie Ameliaaplikom_UNSRI_3.8 Unsur_Restie Amelia
aplikom_UNSRI_3.8 Unsur_Restie AmeliaRestie Amelia
 
Kemampuan berpikir matematis tingkat lanjut
Kemampuan berpikir matematis tingkat lanjutKemampuan berpikir matematis tingkat lanjut
Kemampuan berpikir matematis tingkat lanjutLukman
 
Resume problematika pendidikan matematika 1dari jurnal internasional
Resume problematika pendidikan matematika 1dari jurnal internasionalResume problematika pendidikan matematika 1dari jurnal internasional
Resume problematika pendidikan matematika 1dari jurnal internasionalMas Becak
 

La actualidad más candente (20)

Power point skripsi
Power point skripsiPower point skripsi
Power point skripsi
 
Proses Berpikir Reflektif Mahasiswa dalam Memecahkan Masalah Pembuktian Teore...
Proses Berpikir Reflektif Mahasiswa dalam Memecahkan Masalah Pembuktian Teore...Proses Berpikir Reflektif Mahasiswa dalam Memecahkan Masalah Pembuktian Teore...
Proses Berpikir Reflektif Mahasiswa dalam Memecahkan Masalah Pembuktian Teore...
 
2 upaya meningkatkan pemahaman konsep dan disposisi matematis menggunakan mod...
2 upaya meningkatkan pemahaman konsep dan disposisi matematis menggunakan mod...2 upaya meningkatkan pemahaman konsep dan disposisi matematis menggunakan mod...
2 upaya meningkatkan pemahaman konsep dan disposisi matematis menggunakan mod...
 
Pembelajaran Osborn
Pembelajaran OsbornPembelajaran Osborn
Pembelajaran Osborn
 
1 st, Try
1 st, Try1 st, Try
1 st, Try
 
5117 11181-1-sm
5117 11181-1-sm5117 11181-1-sm
5117 11181-1-sm
 
3. Pendekatan dan Model Pembelajaran Matematika
3. Pendekatan dan Model Pembelajaran Matematika3. Pendekatan dan Model Pembelajaran Matematika
3. Pendekatan dan Model Pembelajaran Matematika
 
Peningkatan kemampuan pemecahan masalah
Peningkatan kemampuan pemecahan masalahPeningkatan kemampuan pemecahan masalah
Peningkatan kemampuan pemecahan masalah
 
Problematika Pembelajaran Statistika siswa SMP kelas IX
Problematika Pembelajaran Statistika siswa SMP kelas IXProblematika Pembelajaran Statistika siswa SMP kelas IX
Problematika Pembelajaran Statistika siswa SMP kelas IX
 
Proposal skripsi pendekatan problem solving
Proposal skripsi pendekatan problem solvingProposal skripsi pendekatan problem solving
Proposal skripsi pendekatan problem solving
 
Ipi288304
Ipi288304Ipi288304
Ipi288304
 
20140305 yp01-stl01
20140305 yp01-stl0120140305 yp01-stl01
20140305 yp01-stl01
 
Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa pada Materi Statistika
Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa pada Materi StatistikaKemampuan Komunikasi Matematis Siswa pada Materi Statistika
Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa pada Materi Statistika
 
Masalah Pembelajaran Matematika
Masalah Pembelajaran MatematikaMasalah Pembelajaran Matematika
Masalah Pembelajaran Matematika
 
PTK
PTKPTK
PTK
 
Disposisi matematis
Disposisi matematisDisposisi matematis
Disposisi matematis
 
aplikom_UNSRI_3.8 Unsur_Restie Amelia
aplikom_UNSRI_3.8 Unsur_Restie Ameliaaplikom_UNSRI_3.8 Unsur_Restie Amelia
aplikom_UNSRI_3.8 Unsur_Restie Amelia
 
Kemampuan berpikir matematis tingkat lanjut
Kemampuan berpikir matematis tingkat lanjutKemampuan berpikir matematis tingkat lanjut
Kemampuan berpikir matematis tingkat lanjut
 
Resume problematika pendidikan matematika 1dari jurnal internasional
Resume problematika pendidikan matematika 1dari jurnal internasionalResume problematika pendidikan matematika 1dari jurnal internasional
Resume problematika pendidikan matematika 1dari jurnal internasional
 
Pp pemahaman matematis Tina Lisdianti
Pp pemahaman matematis Tina LisdiantiPp pemahaman matematis Tina Lisdianti
Pp pemahaman matematis Tina Lisdianti
 

Destacado

Hakikat matematika
Hakikat matematikaHakikat matematika
Hakikat matematikaDedi Siswoyo
 
Risa Zakiatul H. Karakteristik siswa SD dan Matematika
Risa Zakiatul H. Karakteristik siswa SD dan MatematikaRisa Zakiatul H. Karakteristik siswa SD dan Matematika
Risa Zakiatul H. Karakteristik siswa SD dan Matematikarisa zakiatul
 
Belajar Dan Pembelajaran Matematika
Belajar Dan Pembelajaran MatematikaBelajar Dan Pembelajaran Matematika
Belajar Dan Pembelajaran MatematikaIkak Waysta
 
Bagi mereka yang kuliah di jurusan matematika
Bagi mereka yang kuliah di jurusan matematikaBagi mereka yang kuliah di jurusan matematika
Bagi mereka yang kuliah di jurusan matematikaYuuki Akari
 
5. pengukuran sudut pada jarum jam
5. pengukuran sudut pada jarum jam5. pengukuran sudut pada jarum jam
5. pengukuran sudut pada jarum jamMaryanto Spd
 
170441067 prof-dr-utari-sumarmo
170441067 prof-dr-utari-sumarmo170441067 prof-dr-utari-sumarmo
170441067 prof-dr-utari-sumarmoDesta Senja Nuansa
 
PPT SUDUT DAN GARIS KELAS 7 SEMESTER GENAP
PPT SUDUT DAN GARIS KELAS 7 SEMESTER GENAPPPT SUDUT DAN GARIS KELAS 7 SEMESTER GENAP
PPT SUDUT DAN GARIS KELAS 7 SEMESTER GENAPDoli Syahputra
 
kesulitan belajar matematika untuk siswa
kesulitan belajar matematika untuk siswakesulitan belajar matematika untuk siswa
kesulitan belajar matematika untuk siswaLam RoNna
 
Perkenalan mk konsep dasar matematika sd
Perkenalan mk konsep dasar matematika sdPerkenalan mk konsep dasar matematika sd
Perkenalan mk konsep dasar matematika sdWidiarso Cahyoadi
 
karakteristik Matematika dan Aplikasinya
karakteristik Matematika dan Aplikasinyakarakteristik Matematika dan Aplikasinya
karakteristik Matematika dan Aplikasinyaevimandasari
 
Ebook gratis-belajar-matematika-dasar
Ebook gratis-belajar-matematika-dasarEbook gratis-belajar-matematika-dasar
Ebook gratis-belajar-matematika-dasarHengky Dinata
 
POWER POINT ICT MACAM-MACAM SUDUT
POWER POINT ICT MACAM-MACAM SUDUTPOWER POINT ICT MACAM-MACAM SUDUT
POWER POINT ICT MACAM-MACAM SUDUTkartikajanasari
 
Matematika dasar
Matematika dasarMatematika dasar
Matematika dasarFaisal Amir
 
Kedudukan titik, garis, dan bidang
Kedudukan titik, garis, dan bidangKedudukan titik, garis, dan bidang
Kedudukan titik, garis, dan bidangRirin Harianti
 
Rpp matematika kls. 7 smester ii thn. 2015 (limbong) 02
Rpp matematika kls. 7 smester ii thn. 2015 (limbong) 02Rpp matematika kls. 7 smester ii thn. 2015 (limbong) 02
Rpp matematika kls. 7 smester ii thn. 2015 (limbong) 02engelbertusboger
 

Destacado (20)

Hakikat matematika
Hakikat matematikaHakikat matematika
Hakikat matematika
 
Risa Zakiatul H. Karakteristik siswa SD dan Matematika
Risa Zakiatul H. Karakteristik siswa SD dan MatematikaRisa Zakiatul H. Karakteristik siswa SD dan Matematika
Risa Zakiatul H. Karakteristik siswa SD dan Matematika
 
Belajar Dan Pembelajaran Matematika
Belajar Dan Pembelajaran MatematikaBelajar Dan Pembelajaran Matematika
Belajar Dan Pembelajaran Matematika
 
Bagi mereka yang kuliah di jurusan matematika
Bagi mereka yang kuliah di jurusan matematikaBagi mereka yang kuliah di jurusan matematika
Bagi mereka yang kuliah di jurusan matematika
 
5. pengukuran sudut pada jarum jam
5. pengukuran sudut pada jarum jam5. pengukuran sudut pada jarum jam
5. pengukuran sudut pada jarum jam
 
Hakikat Matematika Dasar PGSD
Hakikat Matematika Dasar PGSDHakikat Matematika Dasar PGSD
Hakikat Matematika Dasar PGSD
 
Hakikat Matematika
Hakikat MatematikaHakikat Matematika
Hakikat Matematika
 
170441067 prof-dr-utari-sumarmo
170441067 prof-dr-utari-sumarmo170441067 prof-dr-utari-sumarmo
170441067 prof-dr-utari-sumarmo
 
PPT SUDUT DAN GARIS KELAS 7 SEMESTER GENAP
PPT SUDUT DAN GARIS KELAS 7 SEMESTER GENAPPPT SUDUT DAN GARIS KELAS 7 SEMESTER GENAP
PPT SUDUT DAN GARIS KELAS 7 SEMESTER GENAP
 
kesulitan belajar matematika untuk siswa
kesulitan belajar matematika untuk siswakesulitan belajar matematika untuk siswa
kesulitan belajar matematika untuk siswa
 
Matematika dasar I
Matematika dasar I Matematika dasar I
Matematika dasar I
 
Perkenalan mk konsep dasar matematika sd
Perkenalan mk konsep dasar matematika sdPerkenalan mk konsep dasar matematika sd
Perkenalan mk konsep dasar matematika sd
 
karakteristik Matematika dan Aplikasinya
karakteristik Matematika dan Aplikasinyakarakteristik Matematika dan Aplikasinya
karakteristik Matematika dan Aplikasinya
 
Ebook gratis-belajar-matematika-dasar
Ebook gratis-belajar-matematika-dasarEbook gratis-belajar-matematika-dasar
Ebook gratis-belajar-matematika-dasar
 
POWER POINT ICT MACAM-MACAM SUDUT
POWER POINT ICT MACAM-MACAM SUDUTPOWER POINT ICT MACAM-MACAM SUDUT
POWER POINT ICT MACAM-MACAM SUDUT
 
Ppt materi
Ppt materiPpt materi
Ppt materi
 
Matematika dasar
Matematika dasarMatematika dasar
Matematika dasar
 
Kedudukan titik, garis, dan bidang
Kedudukan titik, garis, dan bidangKedudukan titik, garis, dan bidang
Kedudukan titik, garis, dan bidang
 
Rpp matematika kls. 7 smester ii thn. 2015 (limbong) 02
Rpp matematika kls. 7 smester ii thn. 2015 (limbong) 02Rpp matematika kls. 7 smester ii thn. 2015 (limbong) 02
Rpp matematika kls. 7 smester ii thn. 2015 (limbong) 02
 
Kd 5.1
Kd 5.1Kd 5.1
Kd 5.1
 

Similar a KEMAMPUAN PENALARAN

Kreatif membelajarkan-matematika
Kreatif membelajarkan-matematikaKreatif membelajarkan-matematika
Kreatif membelajarkan-matematikaYadi Pura
 
Desain Disaktis Persamaan Garis Lurus
Desain Disaktis Persamaan Garis LurusDesain Disaktis Persamaan Garis Lurus
Desain Disaktis Persamaan Garis LurusSeptiani Maudy
 
Desain pembelajaran kombinasi menggunakan
Desain pembelajaran kombinasi menggunakanDesain pembelajaran kombinasi menggunakan
Desain pembelajaran kombinasi menggunakanSriwijaya University
 
Unimed undergraduate-22276-bab 1 repisi
Unimed undergraduate-22276-bab 1 repisiUnimed undergraduate-22276-bab 1 repisi
Unimed undergraduate-22276-bab 1 repisiCha Aisyah
 
PTK Media Dakon dari Eka Rianti
PTK Media Dakon dari Eka RiantiPTK Media Dakon dari Eka Rianti
PTK Media Dakon dari Eka RiantiNi Ekarianti
 
Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar Matematika
Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar MatematikaProblem Based Learning Terhadap Hasil Belajar Matematika
Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar Matematikaguestf6b63af
 
siswa kreatigs.pdf
siswa kreatigs.pdfsiswa kreatigs.pdf
siswa kreatigs.pdfsatriatalpa
 
Proposal kuantitatif
Proposal kuantitatifProposal kuantitatif
Proposal kuantitatifAlina Margono
 
Matematika realistik indonesia
Matematika realistik indonesiaMatematika realistik indonesia
Matematika realistik indonesiasinaramdhani
 
Analisis Kesalahan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Materi Teorema Pytha...
Analisis Kesalahan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Materi Teorema Pytha...Analisis Kesalahan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Materi Teorema Pytha...
Analisis Kesalahan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Materi Teorema Pytha...Monica Waters
 
Artikel Academic Writing
Artikel Academic WritingArtikel Academic Writing
Artikel Academic Writingmarselladia
 
Pembelajaran Matematika dengan Inkuiri Terbimbing
Pembelajaran Matematika dengan Inkuiri TerbimbingPembelajaran Matematika dengan Inkuiri Terbimbing
Pembelajaran Matematika dengan Inkuiri Terbimbingsrilinda_w
 

Similar a KEMAMPUAN PENALARAN (20)

Kreatif membelajarkan-matematika
Kreatif membelajarkan-matematikaKreatif membelajarkan-matematika
Kreatif membelajarkan-matematika
 
Proposal SKRIPSI
Proposal SKRIPSIProposal SKRIPSI
Proposal SKRIPSI
 
Desain Disaktis Persamaan Garis Lurus
Desain Disaktis Persamaan Garis LurusDesain Disaktis Persamaan Garis Lurus
Desain Disaktis Persamaan Garis Lurus
 
Seminar Usul penelitian
Seminar Usul penelitianSeminar Usul penelitian
Seminar Usul penelitian
 
Proposal penilitian
Proposal penilitianProposal penilitian
Proposal penilitian
 
Desain pembelajaran kombinasi menggunakan
Desain pembelajaran kombinasi menggunakanDesain pembelajaran kombinasi menggunakan
Desain pembelajaran kombinasi menggunakan
 
Unimed undergraduate-22276-bab 1 repisi
Unimed undergraduate-22276-bab 1 repisiUnimed undergraduate-22276-bab 1 repisi
Unimed undergraduate-22276-bab 1 repisi
 
PTK Media Dakon dari Eka Rianti
PTK Media Dakon dari Eka RiantiPTK Media Dakon dari Eka Rianti
PTK Media Dakon dari Eka Rianti
 
Bab i (edit inty)
Bab i (edit inty)Bab i (edit inty)
Bab i (edit inty)
 
rancangan PTK Aulia rahmawati
rancangan PTK Aulia rahmawati rancangan PTK Aulia rahmawati
rancangan PTK Aulia rahmawati
 
Ptk
PtkPtk
Ptk
 
Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar Matematika
Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar MatematikaProblem Based Learning Terhadap Hasil Belajar Matematika
Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar Matematika
 
Skripsi New
Skripsi NewSkripsi New
Skripsi New
 
siswa kreatigs.pdf
siswa kreatigs.pdfsiswa kreatigs.pdf
siswa kreatigs.pdf
 
Proposal kuantitatif
Proposal kuantitatifProposal kuantitatif
Proposal kuantitatif
 
Matematika realistik indonesia
Matematika realistik indonesiaMatematika realistik indonesia
Matematika realistik indonesia
 
Analisis Kesalahan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Materi Teorema Pytha...
Analisis Kesalahan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Materi Teorema Pytha...Analisis Kesalahan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Materi Teorema Pytha...
Analisis Kesalahan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Materi Teorema Pytha...
 
Artikel Academic Writing
Artikel Academic WritingArtikel Academic Writing
Artikel Academic Writing
 
Pembelajaran Matematika dengan Inkuiri Terbimbing
Pembelajaran Matematika dengan Inkuiri TerbimbingPembelajaran Matematika dengan Inkuiri Terbimbing
Pembelajaran Matematika dengan Inkuiri Terbimbing
 
Desain judul ptk
Desain judul ptkDesain judul ptk
Desain judul ptk
 

Más de Matematika FKIP UHAMKA Jakarta, Indonesia (9)

Pembagian bilangan bulat
Pembagian bilangan bulatPembagian bilangan bulat
Pembagian bilangan bulat
 
Belanja kreatif
Belanja kreatifBelanja kreatif
Belanja kreatif
 
Belanja kreatif
Belanja kreatifBelanja kreatif
Belanja kreatif
 
Pita kotak perhiasan
Pita kotak perhiasanPita kotak perhiasan
Pita kotak perhiasan
 
Pita kotak perhiasan
Pita kotak perhiasanPita kotak perhiasan
Pita kotak perhiasan
 
Hati hati generalisasi
Hati hati generalisasiHati hati generalisasi
Hati hati generalisasi
 
Desain Pembelajaran Matematika dalam Kerangka Pendekatan Saintifik (Wahidin U...
Desain Pembelajaran Matematika dalam Kerangka Pendekatan Saintifik (Wahidin U...Desain Pembelajaran Matematika dalam Kerangka Pendekatan Saintifik (Wahidin U...
Desain Pembelajaran Matematika dalam Kerangka Pendekatan Saintifik (Wahidin U...
 
Wahidin uhamka mathematical fallacies
Wahidin uhamka mathematical fallaciesWahidin uhamka mathematical fallacies
Wahidin uhamka mathematical fallacies
 
Mathematical fallacies
Mathematical fallaciesMathematical fallacies
Mathematical fallacies
 

Último

bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxadimulianta1
 
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfMAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfChananMfd
 
aksi nyata - aksi nyata refleksi diri dalam menyikapi murid.pdf
aksi nyata - aksi nyata refleksi diri dalam menyikapi murid.pdfaksi nyata - aksi nyata refleksi diri dalam menyikapi murid.pdf
aksi nyata - aksi nyata refleksi diri dalam menyikapi murid.pdfwalidumar
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7IwanSumantri7
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarankeicapmaniez
 
Diskusi PPT Sistem Pakar Sesi Ke-4 Simple Naïve Bayesian Classifier .pdf
Diskusi PPT Sistem Pakar Sesi Ke-4 Simple Naïve Bayesian Classifier .pdfDiskusi PPT Sistem Pakar Sesi Ke-4 Simple Naïve Bayesian Classifier .pdf
Diskusi PPT Sistem Pakar Sesi Ke-4 Simple Naïve Bayesian Classifier .pdfHendroGunawan8
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxRizkyPratiwi19
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk HidupUT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidupfamela161
 
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptxPPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptxssuser8905b3
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..ikayogakinasih12
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...Kanaidi ken
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)MustahalMustahal
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxsukmakarim1998
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptxPPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptxSaefAhmad
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxdeskaputriani1
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatanssuser963292
 
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaIntegrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 

Último (20)

bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
 
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfMAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
 
aksi nyata - aksi nyata refleksi diri dalam menyikapi murid.pdf
aksi nyata - aksi nyata refleksi diri dalam menyikapi murid.pdfaksi nyata - aksi nyata refleksi diri dalam menyikapi murid.pdf
aksi nyata - aksi nyata refleksi diri dalam menyikapi murid.pdf
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
 
Diskusi PPT Sistem Pakar Sesi Ke-4 Simple Naïve Bayesian Classifier .pdf
Diskusi PPT Sistem Pakar Sesi Ke-4 Simple Naïve Bayesian Classifier .pdfDiskusi PPT Sistem Pakar Sesi Ke-4 Simple Naïve Bayesian Classifier .pdf
Diskusi PPT Sistem Pakar Sesi Ke-4 Simple Naïve Bayesian Classifier .pdf
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk HidupUT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
 
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptxPPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptxPPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
 
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaIntegrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 

KEMAMPUAN PENALARAN

  • 1. 1 ANALISIS METAPEDADIDAKTIK KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIK MAHASISWA PGSD FKIP UHAMKA, DITINJAU DARI ASPEK PEMBELAJARAN METODE LABORATORIUM Wahidin, M.Pd. Pengajar Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UHAMKA Pendiri Komunitas Matematika Kreatif (KMK) Indonesia headymathic.wordpress.com, headymatic@yahoo.com, 081381353591 Abstrak Tujuan penelitian ini untuk melihat keberagaman kemampuan penalaran matematik dan analisis situasi didaktis-pedagogis mahasiswa S1-PGSD FKIP UHAMKA setelah mendapatkan pembelajaran geometri datar melalui metode laboratorium. Mahasiswa semester III tahun akademik 2009/2010 diberikan satu soal pembuktian jumlah besar sudut dalam beberapa bangun segitiga. Data hasil penelitian menunjukkan sebanyak 66,67% mahasiswa yang memiliki kesamaan pikiran dengan dosen (situasi didaktis) dan 33,33% mahasiswa yang a-didaktis (berbeda pikiran dengan dosen), serta ada satu cara penyelesaian dosen yang tidak sempat dipikirkan oleh mahasiswa. Keberagaman respon mahasiswa harus ditanggapi dengan penyajian bahan ajar yang variatif oleh dosen, sehingga situasi didaktis dapat mendominasi pembelajaran di kelas. Kata kunci: Metapedadidaktik, metode Laboratorium, Kemampuan Penalaran Matematik I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Matematika memegang peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik sebagai alat bantu dalam penerapan ilmu lain maupun dalam pengembangan matematika itu sendiri. Semua upaya yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan matematik siswa, tidak hanya berguna untuk memperoleh hasil belajar matematika yang tinggi, lebih dari itu sebagai bekal bagi siswa untuk menjalani kehidupan bermasyarakat. Inilah konsep kehidupan matematika dan matematika untuk kehidupan. Seperti yang ditulis Turmudi (2008) bahwa mengetahui matematika mungkin menjadi kepuasan personal, bahkan suatu digdaya, yang menopang kehidupan sehari- hari secara meningkat umumnya bersifat matematika dan teknologi. Penguasaan materi matematika oleh siswa (mahasiswa) menjadi suatu keharusan yang tidak bisa ditawar lagi di dalam penataan nalar dan
  • 2. 2 pengambilan keputusan dalam era persaingan yang semakin kompetitif. Namun sayangnya, pencapaian prestasi belajar matematika belum begitu memuaskan. Hal ini pun menjadi penting, ketika yang disorot adalah mahasiswa calon guru sekolah dasar (PGSD) yang akan meletakkan pondasi awal matematika kepada anak didik. Dapat dibayangkan, kemampuan matematik siswa di masa mendatang, apabila kemampuan matematik calon gurunya tidak dimantapkan saat ini. Banyak sekali guru matematika yang menggunakan waktu pelajaran 45 menit secara tidak efektif, rutinitas, hal ini dapat membosankan, membahayakan, dan merusak seluruh minat siswa (Sobel dan Maletsky, 2004). Sementara itu, komitmen peningkatan kualitas dan profesionalisme guru (program sertifikasi guru) yang dilaksanakan pemerintah bagi sekitar 2,8 juta guru yang mesti selesai pada tahun 2015 dianggap masih terjebak formalitas. Padahal yang dibutuhkan pendidik adalah adanya pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan (Napitupulu, 2009). Betapapun pemerintah berupaya untuk membenahi kualitas guru (inservice teacher training), sulit untuk memperbaiki pembelajaran matematika yang tengah berlangsung saat ini yang terus mengokohkan pradigma konvensional, jika calon guru (preservice teacher) tidak turut sesegera mungkin untuk dibekali dengan didaktik metodik matematika yang berlandaskan paradigma baru. Selama ini pelaksanaan pembelajaran hanya terbatas oleh dinding- dinding kelas, dan guru mengambil peran utama sebagai subyek belajar, sementara siswa hanya sebagai obyek semata. Pembelajaran sebagai upaya membuat siswa belajar belum sepenuhnya dipahami oleh kebanyakan guru, nampak di lapangan adanya dominasi guru yang membuat aktivitas siswa menjadi rendah (pasif). Sehingga mereka menganggap guru sebagai satu- satunya sumber belajar, yang semestinya dapat memanfaatkan lingkungan sebagai laboratorium belajar. Inilah gambaran sebuah situasi kelas tradisional yang dikritik oleh Ernest, bahwa tugas-tugas kelas mengajarkan siswa untuk melakukan prosedur simbolik tertentu, bekerja tetapi bukan untuk berfikir, hanya untuk menjadi automatons. Hal serupa disampaikan Silver bahwa aktivitas siswa sehari-hari terdiri atas menonton gurunya menyelesaikan soal-
  • 3. 3 soal di papan tulis, kemudian meminta siswa bekerja sendiri dalam buku teks atau LKS yang disediakan (Turmudi, 2008). Pembelajaran matematika di sekolah masih menggunakan cara konvensional, masih banyak guru yang melaksanakan proses belajar mengajar secara monoton. Metode yang kerap mereka gunakan adalah metode ceramah dengan media chalk and talk. Keadaan ini sangat ironis dengan kedudukan dan peran matematika untuk pengembangan ilmu pengetahuan, ternyata hingga saat ini belum menjadi pelajaran yang difavoritkan. Rasa takut terhadap pelajaran matematika (fobia matematika) sering kali menghinggapi perasaan siswa dari tingkat SD sampai dengan SMA bahkan hingga perguruan tinggi (Fathani, 2007). Bagi banyak orang, nama matematika menimbulkan kenangan masa sekolah yang merupakan beban berat, bahkan Piaget mengungkapkan bahwa, siswa cerdas sekalipun secara sistematis menemui kegagalan dalam pelajaran matematika (Maier, 1985). Hal ini nampak dari rendahnya hasil belajar matematika yang diperoleh siswa. Lebih dari itu suasana belajar menjadi tidak menarik, cenderung membosankan dan rutinitas belaka (Asyhadi, 2005). Matematika masih merupakan salah satu bidang studi yang sulit dan anggapan bahwa matematika tidak disenangi atau bahkan paling dibenci, masih saja melekat pada kebanyakan siswa yang mempelajarinya (Ruseffendi, 1984). Hal tersebut menjadi tugas pengajar untuk memperbaiki anggapan tersebut agar menjadi baik. Anggapan negatif terhadap matematika tersebut menular di perkuliahan matematika mahasiswa di Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). Matematika masih dianggap sebagai mata kuliah yang sulit dan banyak mahasiswa yang merasa takut jika mengontrak mata kuliah matematika. Anggapan tersebut berdampak pada hasil UTS dan UAS mahasiswa PGSD yang selalu kurang memuaskan (Supriadi, 2009). Mereka hanya dituntut menghafal informasi, mengingat informasi dan mengumpulkannya tanpa dituntut memahami informasi yang diperolehnya. Dari hasil pengamatan yang dilakukan Supriadi (2009) selama beberapa semester terhadap mahasiswa D2 PGSD, S1 PGSD yang berasal dari SMA, SMK, MA dan SPG, dengan program studi IPA dan Non-IPA, ternyata kurang memuaskan dengan diperolehnya rerata kurang dari 50% dari skor maksimal
  • 4. 4 untuk kedua kelompok tersebut. Mahasiswa masih kesulitan memahami matematika yang dipandangnya matakuliah yang paling sulit dan tidak menyenangkan. Ekspresi, komunikasi dan kemampuan berpikir matematika diantara mahasiswa masih kurang. Kemudian didukung oleh penelitian Tiurlina (dalam Supriadi, 2009) bahwa pemahaman konsep mahasiswa PGSD masih lemah dan dibawah 50%. Karakter mahasiswa PGSD berdasarkan pengamatan Supriadi (2009) adalah pertama, mahasiswa PGSD cenderung menyenangi soal-soal yang berbentuk rutin sehingga saat diberikan soal-soal yang bersifat tidak rutin mereka cenderung kesulitan. Kedua, pada umumnya kemampuan mahasiswa PGSD dalam penyelesaian permasalahan matematika dapat dikatakan sedang dan rendah, jarang sekali mahasiswa yang berkemampuan tinggi. Ketiga, suasana kegiatan belajar mengajar mahasiswa PGSD cenderung tidak terlalu aktif. Fenomena sikap negatif terhadap matematika juga menghinggapi mahasiswa S1-PGSD FKIP UHAMKA Jakarta, di mana mereka yang sedang duduk di semester III tahun akademik 2009-2010, mengambil mata kuliah Pendidikan Matematika III yang silabusnya berisi tentang Geometri Datar, termasuk di dalamnya materi segitiga. Oleh karena itu, penulis (sekaligus pengajar) merancang sebuah penelitian untuk melihat kemampuan penalaran matematik mahasiswa PGSD tersebut. 1.2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk melihat bagaimana kemampuan penalaran matematik dan analisis situasi didaktis-pedagogis mahasiswa S1-PGSD FKIP UHAMKA setelah mendapatkan pembelajaran geometri datar melalui metode laboratorium. II. Kajian Teori 1. Situasi Didaktis Mengadopsi konsep metapedadidaktik dari Suryadi (2009) bahwa pemikiran seorang pengajar (dosen) dan mahasiswa berkenaan dengan konsep matematika (jumlah sudut dalam suatu segitiga) dapat digambarkan sebagai berikut:
  • 5. 5 Dosen Mahasiswa Maha siswa Dosen Dosen Mahasiswa Gbr. 1 Gbr. 2 Gbr. 3 Dari gambar 1, diinterpretasikan bahwa pemikiran seorang dosen yang menyajikan materi sejalan dengan pemikiran mahasiswa. Ini adalah suatu situasi didaktis yang diharapkan, di mana mahasiswa dapat menyerap secara keseluruhan apa yang disampaikan dosen. Untuk gambar 2, situasi yang muncul adalah hanya sebagian pemikiran seorang dosen yang bisa diserap siswa. Sebagian dari mahasiswa mempunyai pemikiran lain berkenaan dengan konsep matematika. Berati di sini ada situasi didaktis dan ada situasi a-didaktis. Sedangkan gambar 3, menjelaskan bahwa pemikiran dosen berbeda sama sekali dengan pemikiran mahasiswa, terjadi situasi a-didaktis. Ketiga situasi ini harus dipahami oleh seorang dosen, sehingga mereka dapat mendesain bahan ajar maupun penggunaan ragam metode dan media untuk menjembatani antara pemikiran dosen dengan pemikiran mahasiswa. A Situation is a-didactical if the teacher's specific intentions are successfully hidden from the students and the student can function without the teacher's intervention (Warfield, 2006). Situasi a-didaktis boleh jadi sesuatu kecemerlangan yang diraih mahasiswa, manakala mereka mampu mengembangkan daya matematiknya tanpa intervensi (bantuan) dosen. Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana tentang belief guru (dosen) untuk membenahi situasi pembelajaran matematika. Artzt dalam Suryadi (2009) menuliskan bahwa Teachers’ beliefs adalah sistem pandangan personal terintegrasi tentang hakekat materi ajar, siswa, belajar dan pembelajaran. Sistem beliefs guru (dosen) merefleksikan pandangan personal tentang hakekat pengetahuan yang berpengaruh pada cara pengambilan keputusan dosen mengenai kurikulum dan pendekatan pembelajaran. lebih dari itu ia menyangkut keterampilan dosen dalam
  • 6. 6 penggunaan ragam media pembelajaran matematika. Belief ini pun turut mempengaruhi dosen dalam menggeser otoritas mereka secara peralahan kepada otoritas siswa dalam memperoleh pengetahuan secara mandiri. OTORITAS OTORITAS MAHASISWA DOSEN GARIS FLEKSIBILITAS Karena itu kehadiran segitiga didaktik dapat menjadi model yang mudah untuk memahami problematika pembelajaran matematika saat ini. HD : Hubungan Didaktis HP : Hubungan Pedagogis ADP : Antisipasi Didaktis-Pedagogis Didactical Design Research (DDR) Lecturers’ Thinking Before Teaching While Teaching After Teaching Analisis tentang apa Recontextualized yang dipikirkan sebelum Repersonalized pembelajaran dengan kenyataan pembelajaran Prospective Analysis Metapedadidaktik Retrospective Analysis
  • 7. 7 2. Metode Laboratorium A. Diesterweg said “What counts is not memorising, but understanding, not watching, but searching, not receiving, but seizing, not learning, but practising“ (Wittmann, 2004). Seorang Filosof Cina Confucius mengatakan bahwa saya dengar maka saya lupa, saya lihat maka saya ingat, dan saya alami maka saya paham. Bila berpedoman kepada persentase banyaknya yang dapat diingat, maka metode laboratorium ini merupakan metode yang sangat penting. Johnson dan Rising dalam Ruseffendi (2006) mengatakan “bahwa belajar dapat mengingat sekitar seperlimanya dari yang didengar, setengahnya dari yang dilihat, dan tigaperempatnya dari yang diperbuat”. Untuk itu manipulasi benda-benda konkrit dalam belajar matematika sangat penting. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Sedapat mungkin guru mengerjakan kegiatan matematika untuk anak, bukan lebih dominan mengajarkan matematika. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat dalam jangka pendek (short term memory), tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan masalah kehidupan jangka panjang. Matematika mempunyai objek abstrak berupa fakta, konsep, operasi serta prinsip dan asas yang abstrak. Objek tersebut diusahakan agar mudah dipahami oleh siswa, dengan cara menyajikannya melalui benda-benda konkrit. Menurut Suherman dkk. (2003) hal inilah yang dilakukan dalam laboratorium pembelajaran matematika, sebagai suatu lingkungan di mana siswa belajar matematika dengan mengeksplorasi konsep matematika, menemukan prinsip matematika dalam situasi konkrit. Aktivitas eksplorasi ini dapat dibawakan oleh guru atau dengan demonstrasi siswa, individu atau kelompok, dengan metode inkuiri, discovery, atau aktivitas problem solving. Semua hasil kerja yang telah diperoleh Piaget, Bruner dan Dienes mendukung pernyataan bahwa, manipulasi benda-benda konkrit merupakan aktivitas penting dalam pembelajaran matematika. Dalam laboratorium
  • 8. 8 matematika, siswa memecahkan masalah, mengekplorasi konsep matematika, merumuskan dan bereksperimen dengan prinsip-prinsip matematika, dan membuat penemuan matematika (mathematical discoveries) melalui manipulasi benda konkrit yang merepresentasikan ide- ide abstrak matematika (Bell, 1978). Jika diterapkan dengan benar, pembelajaran laboratorium dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan pendekatan heuristik dalam problem solving. Untuk mewujudkan hal tersebut, guru harus memiliki akses kepada beragam alat bantu pembelajaran (Wahyudin, 2008). Laboratorium matematika adalah suatu ruang (bisa berupa kelas biasa) yang dilengkapi dengan alat peraga matematika sehingga memungkinkan siswa untuk belajar secara mandiri dalam mengekspresikan konsep matematika. Aktivitas ini mencakup pengkajian konsep, pengujian hipotesis, analisis masalah, induksi melalui inkuiri berbagai konsep, teori, ide, dan fakta dengan bantuan benda-benda konkrit, model matematika, sesuatu yang dimanipulasi. Aktivitas laboratorium membimbing siswa menemukan fakta matematika didasarkan atas prinsip belajar dengan berbuat, belajar dengan pengamatan yang berlanjut dari yang konkrit menuju abstrak (Anitah dkk, 2007). Prinsip metode laboratorium adalah belajar sambil berbuat, mengobservasi, dan memulai dari yang konkrit ke yang abstrak, ia sejalan dengan metode induktif. Siswa belajar dengan objek-objek yang kemudian digeneralisasikan. Metode ini khusus untuk mengabaikan keabstrakan hakikat matematika. Namun dapat menarik minat peserta didik terhadap matematika yang abstrak. Menurut Ernest dalam Turmudi (2008) bahwa belajar matematika adalah pertama dan paling utama adalah aktif, dengan siswa belajar melalui permainan, kegiatan, penyelidikan, proyek, diskusi, eksplorasi, dan penemuan. Cara melaksanakan metode ini bermacam- macam, antara lain dengan bermain dan menggunakan kartu (Hudoyo, 1985).
  • 9. 9 Dengan metode laboratorium siswa dapat belajar fakta, keterampilan, konsep, dalil, atau teori melalui manipulasi benda-benda kongkrit, model matematika, atau permainan. Ia dapat meningkatkan keinginan belajar, belajar melalui berbuat, menghayati dan menghargai metode ilmiah, meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, membuat analisis, dan evaluasi (Ruseffendi, 2006). 3. Penalaran Matematik Penalaran dan pembuktian matematika menawarkan suatu cara untuk mengembangkan wawasan siswa tentang fenomena. Orang yang nalar dan berpikirnya analitik cenderung mencatat pola, struktur, dan keteraturan dalam situasi nyata (real-word) dan benda-benda simbolik (Turmudi, 2008). Permasalahan dalam dunia matematika adalah bagaimana menghasilkan suatu konsep dari konsep yang sudah diketahui, hal ini bisa dipecahkan, dibutuhkan kemampuan penalaran yang memadai sehingga langkah demi langkah penyelesaiannya akan terarah dan sistematis. Keraf dalam Shadiq (2004) menyatakan bahwa penalaran sebagai proses berpikir yang menghubungkan fakta-fakta yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan. Sebagai contoh, dari pengetahuan tentang besar dua sudut dalam suatu segitiga yaitu 30o dan 45o, maka dapat disimpulkan atau dibuat pernyataan bahwa sudut yang ketiga dalam segitiga tersebut besarnya adalah 105o. Pada intinya penalaran merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang benar berdasarkan pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya. Menurut Schonfeld dalam Sumarmo (2004), matematika merupakan proses yang aktif, dinamik, generatif dan eksploratif. Berarti bahwa proses matematika dalam penarikan kesimpulan merupakan kegiatan yang membutuhkan pemikiran dan penalaran tingkat tinggi. Beberapa indikator penalaran matematik (Sumarmo, 2004) dalam pembelajaran matematika antara lain, siswa dapat: 1) Menarik kesimpulan logik, 2) Memberikan penjelasan dengan model, fakta, sifat-sifat dan hubungan, 3) Memperkirakan jawaban dan proses solusi, 4) Mengunakan
  • 10. 10 pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematik, 5) Menyusun dan menguji konjektur, 6) Merumuskan lawan contoh (counter example), 7) Mengikuti aturan inferensi; memeriksa validitas argumen, 8) Menyusun argumen yang valid, 9) Menyusun pembuktian langsung, tak langsung dan menggunakan induksi matematik. Depdiknas (2002) menyatakan bahwa materi matematika dan penalaran matematika adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami melalaui penalaran dan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar materi matematika. Penalaran ini tidak hanya dibutuhkan oleh siswa dalam mempelajari matematika ataupun ilmu-ilmu lainnya, lebih dari itu, penalaran menjadi penting untuk memecahkan masalah kehidupan nyata yang dihadapinya (Shadiq, 2004). Secara garis besar terdapat dua jenis penalaran yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif merupakan proses berfikir berupa penarikan kesimpulan yang umum (berlaku untuk semua/banyak) atas dasar pengetahuan tentang hal yang khusus yang dimulai dari sekumpulan fakta yang ada dengan berproses dari hal-hal yang bersifat konkrit ke yang bersifat abstrak. Untuk menemukan suatu formula siswa terlibat aktif dalam mengobservasi, berpikir, dan bereksprimen. Lebih lanjut dikatakan bahwa penalaran deduktif terjadi ketika siswa bernalar dari pernyataan-pernyataan umum kemudian diturunkan menjadi kesimpulan-kesimpulan khusus. III. Metodologi Tulisan ini merupakan laporan dari penelitian singkat yang mengadopsi Didactical Design Research, yang bertujuan untuk melihat kemampuan penalaran mahasiswa S1-PGSD FKIP UHAMKA terhadap soal yang menggunakan konsep sudut dalam segitiga. Sebanyak Sembilan orang mahasiswa semester III tahun akademik 2009-2010, yang tengah mengikuti mata kuliah Pendidikan Matematika III (Geometri Datar) dijadikan sampel. Responden diberikan satu soal pembuktian sudut dalam segitiga untuk dilihat cara penyelesaiannya (apa yang menjadi pikiran mahasiswa) kemudian
  • 11. 11 dibandingkan dengan cara penyelesaian yang disediakan ataupun yang diprediksi oleh dosen (apa yang menjadi pikiran dosen). Desain bahan ajar yang disajikan kepada mahasiswa juga dilihat kesesuaianya dengan gaya belajar mahasiswa, sehingga penyampaian materi ajar melalui metode laboratorium dapat menjadi alternatif solusi untuk membenahi kemampuan penalaran matematik mahasiswa PGSD. IV. Permasalahan Penelitian Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah “bagaimana kemampuan penalaran mahasiswa S1-PGSD FKIP UHAMKA setelah mendapatkan pembelajaran geometri datar melalaui metode laboratorium?” Juga dilihat bagaimana kecenderungan mahasiswa terhadap pembelajaran dengan metode laboratorium. Tulisan ini mengetengahkan analisis singkat terhadap kemampuan mahasiswa S1-PGSD dalam menjawab soal non rutin, berkenaan dengan materi sudut dalam segitiga. Diberikan satu soal kepada mahasiswa, soal ini menuntut kemampuan penalaran mahasiswa yaitu pada aspek membuktikan. Menurut Polya (1973), terdapat dua macam masalah, yaitu problem to construction dan problem to prove. Masalah untuk membuktikan adalah untuk menunjukan bahwa suatu pernyataan itu benar atau salah atau tidak kedua- duanya. Harus menjawab pertanyaan: “Apakah pernyataan itu benar atau salah?” Bagian utama dari masalah jenis ini adalah hipotesis dan konklusi dari suatu teorema yang harus dibuktikan kebenarannya. Selama pembelajaran matematika berlangsung, soal-soal matematika dapat dibedakan menjadi dua bagian:1) Soal rutin, yang mencakup aplikasi suatu prosedur matematika yang sama atau mirip dengan hal yang baru dipelajari. Ia hanya bersifat berlatih agar terampil menggunakan konsep matematika. 2) Soal tidak-rutin, untuk sampai pada jawaban dari soal ini diperlukan pemikiran yang mendalam, menghendaki siswa untuk menggunakan sintesis atau analisis. Pengetahuan, fakta, keterampilan, dan pemahaman yang telah diperoleh (dikuasai) siswa dappat diterapkan pada
  • 12. 12 situasi baru. Namun secara umum, suatu masalah adalah situasi yang memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut: a. Situasi tersebut menunjukan adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan. b. Situasi tersebut membangkitkan motivasi bagi orang tersebut untuk berupaya menemukan jalan keluarnya. c. Tidak tersedia secara ”instant” alat yang dapat digunakan untuk mewujudkan keinginan orang tersebut untuk menemukan jalan keluarnya. Soal: Semua segitiga berikut adalah sebangun. Tentukan besar penjumlahan sudut d, e, f, g, h, dan i pada gambar berikut! h g c a b i f d e Alternatif Penyelesaian: Cara 1 a= d= i ; konsep sudut-sudut sehadap b= e= f c= g= h + 180o = 180o = 180o Jadi d+ e+ f+ g+ h+ i = 180o + 180o = 360o Cara 2 h+ i+ b = 180o d+ e+ c = 180o f+ g+ a = 180o + h+ i+ b+ d+ e+ c+ f+ g+ a = 540o
  • 13. 13 d+ e+ f+ g+ h+ i+( a+ b+ c) = 540o d+ e+ f+ g+ h+ i = 540o – ( a+ b+ c) Karena a+ b+ c = 180o, maka d+ e+ f+ g+ h+ i = 540o – 180o = 360o Cara 3 Karena terdapat empat segitiga yang sebangun yaitu hib, dec, fga, dan abc. Berarti jumlah keseluruhan sudut adalah 720o. Karena sudut-sudut a, b, dan c terulang sebanyak dua kali, maka dikurangi 2 180o. Sehingga besar penjumlahan sudut d, e, f, g, h, dan i adalah 360o. Cara 4 h g c a b i f d e Jadi jumlah sudut d, e, f, g, h, dan i adalah 3 180o – 180o = 360o V. Hasil dan Pembahasan Dari Sembilan orang mahasiswa yang diberikan soal, maka diperoleh beragam jawaban yang dapat terkategorikan sebagai berikut: Cara 1
  • 16. 16 Berdasarkan hasil jawaban mahasiswa S1-PGSD FKIP UHAMKA, maka dapat dianalisis bahwa sebanyak 66,67% mahasiswa yang memiliki kesamaan pikiran dengan apa yang dipikirkan oleh dosen. Sementara itu terdapat 33,33% mahasiswa yang berbeda dengan apa yang dipikirkan dosen. Hal tersebut dapat dilihat pada diagram berikut: 33,33% 66,67% Dosen Mahasiswa
  • 17. 17 Kesamaan pikiran antara dosen dengan mahasiswa sebatas pad aide penyelesaian soal, sedangkan prosedur pengerjaan aljabar dan aritmetikanya, menunjukkan ada mahasiswa yang memiliki kemampuan algebraic sense maupun number sense. Sehingga situasi didaktis yang muncul tidak murni lagi. Untuk yang 33,33% menunjukkan situasi adidaktis, oleh karena itu perlu diakomodir tentang ide-ide mahasiswa sebagai masukan bagi upaya pembenahan masalah didaktis. Terdapat pula cara yang dipikirkan dosen, yang tidak mampu dipikirkan oleh mahasiswa, yaitu cara 3 VI. Analisis Bahan Ajar Bahan ajar yang disajikan menggunakan worksheet, sementara penyampaian materi ajar dengan memanfaatkan metode laboratorium, yaitu dengan permainan, alat peraga, dan praktikum, sampai kepada penggunaan software Geometer Sketcpad. Pada sajian bahan ajar ini untuk mengajak mahasiswa menemukan bahwa jumlah sudut dalam segitiga adalah 180o. Kemudian mahasiswa membuat dugaan (conjecture) tentang hal tersebut, inilah proses penalaran induktif yang dilakukan oleh mahasiswa. Setelah meyakini bahwa jumlah sudut dalam segitiga adalah 180o, maka mereka diarahkan untuk dapat secara analitis membuktikannya, sebagai bentuk penalaran deduktif. Jadi kerja laboratorium adalah bagaimana menemukan suatu konsep secara induktif, sehingga menghasilkan suatu conjecture, kemudian membuktikannya secara deduktif. Semua ini dilakukan dengan praktikum dan manipulasi benda-benda konkrit. WORKSHEET Mata Kuliah Pend. Matematika III Hari, tanggal (Geometri Datar) Nama Mahasiswa Indikator : Menemukan dan membuktikan Pengajar jumlah sudut dalam segitiga Maksud :Membangun konsep lewat praktikum 1. Pengukuran 1.1. Guntinglah kertas menjadi bangun daerah segitiga, beri nama dengan segitiga PQR. Ukurlah besar sudut-sudutnya dengan busur derajat. Kemudian jumlahkan ketiga sudut
  • 18. 18 tersebut R P = ..... Q Q = ..... R = ..... + = ...... P Disajikan beberapa bangun daerah segitiga yang berbeda, kemudian mahasiswa diminta untuk menginvestigasinya. Kesimpulan: ………………………………………………………..………………………….. 1.2. Gambarlah segitiga sembarang, beri nama dengan segitiga ABC. Ukurlah sudut- sudutnya dengan busur derajat. Kemudian jumlahkan ketiga sudut tersebut! C A = ..... A B = ..... C = ..... + = ...... B Disajiikan beberapa gambar segitiga yang berbeda, kemudian mahasiswa diminta untuk menginvestigasinya. Kesimpulan: ………………………………………………………..………………………….. 1.3. Aplikasi Geometer Sketcpad Guru dapat mendemonstrasikan pengunaan komputer, atau kalau memungkinkan mahasiswa dapat secara individual mengunakan komputer yang dilengkapi dengan software Geometer Sketcpad. Berikut contoh hasil investigasi dan eksplorasi dengan software
  • 19. 19 2. Gunting dan Lipat Perlu diperagakan oleh dosen, kemudian mahasiswa mengikuti. 2.1. Guntinglah kertas menjadi bangun daerah segitiga, lipatlah salah satu sudutnya sehingga menyentuh sisi di hadapannya dan bentuk lipatannya tersebut sejajar dengan sisi di hadapan sudut (akan membentuk bangun trapesium). Kemudian sudut-sudut lainnya dilipat ke dalam sehingga berimpit, maka akan terbentuk persegipanjang dan ketiga sudut yang diimpitkan tadi akan membentuk sudut lurus Mahasiswa dapat mencoba praktikum di atas dengan beberapa bagun daerah segitiga yang berbeda. Kesimpulan: ………………………………………………………..………………………….. 2.2. Tumpuklah tiga lembar kertas, kemudian guntinglah menjadi bangun daerah segitiga, sehingga didapat tiga buah segitiga yang sama. Beri nama masing-masing sudutnya, yaitu , , . (Koeno Gravemeijer, Freudental Institut, p.9) Nampak bahwa sudut , , dan membentuk sudut lurus. 2.3. Guntinglah kertas menjadi bangun daerah segitiga, potonglah atau sobeklah ketiga sisinya seperti gambar berikut: Aturlah potongan-potongan itu sedemikian rupa sehingga setiap sudut berimpit, seperti gambar di samping. Kesimpulan:………………..………………………………….. Untuk yang berikut ini, dapat menggunakan alat peraga dari bahan keramik, mika, triples, ataupun kardus bekas, sehingga mudah untuk dimanipulasi dengan tangan. Kesimpulan: ………………………………………………………..………………………………..
  • 20. 20 3. Analitis 3.1. Pada EFG, buatlah garis melalui titik F sejajar sisi EG maka: E = F3 (sudut sehadap) G G = F2 (sudut berseberangan) E + G = F3 + F2 1 2 3 F3 + F2 + F1 = 180o E F Jadi E + G + F1 = 180o 3.2. Pada ABC, buatlah garis melalui titik C sejajar sisi AB maka: A = C1 (sudut berseberangan) C B = C3 (sudut berseberangan) 1 2 3 A + B = C1 + B3 C1 + C2 + C3 = 180o A B Jadi A + B + C2 = 180o 4. Pendekatan jumlah sudut persegi panjang 4.1. Bangun daerah persegi panjang yang digunting menurut salah satu diagonalnya, sehingga didapat dua buah segitiga siku-siku. Kemudian kedua segitiga tersebut didempetkan menurut daerahnya, maka mereka kongruen. Jumlah sudut persegi panjang = 360o Jumlah sudut 2 segitiga = Jumlah sudut persegi panjang Jumlah sudut segitiga = ½ Jumlah sudut persegi panjang = 180o 4.2. Gambar persegi panjang yang memanfaatkan konsep kesejajaran garis D C 2 A1 = C1 1 berseberangan A2 = C2 1 B = D ; siku-siku 2 A B A + B + C + D = 360o A2 + B + C1 + C2 + D + A1 = 360o 2 A2 + 2 B + 2 C1 = 360o 2( A2 + B + C1) = 360o A2 + B + C1 = 180o 5. Pendekatan jumlah sudut persegi (Konsep Garis Bagi) D C D diagonal BD merupakan garis bagi sudut B dan D, sehingga pada segitiga ABD didapat: A = 90o B = 45o B A B A D = 45o A + B + C = 180o
  • 21. 21 Bahan ajar di atas sedikit banyak mampu mengakomodir beragam gaya belajar mahasiswa, baik secara individual, kelompok, maupun klasikal. Apa yang dipikirkan dosen dapat diterima oleh mahasiswa, bahkan akan menjadi pikiran mahasiswa juga. Sehingga situasi didaktis maupun a-didaktis yang muncul selalu bernilai positif. Pembelajaran dengan metode laboratorium mampu melayani keinginan mahasiswa dari konkrit hingga abstrak. Metode ini cocok untuk mengajarkan matematika kepada mahasiswa PGSD yang secara latar belakang mereka lemah terhadap kemampuan matematika, bahkan di antara mereka bersikap negative terhadap matematika. VII. Kesimpulan Sebanyak 66,67% mahasiswa yang memiliki kesamaan pikiran dengan dosen (terjadi situasi didaktis) dan 33,33% mahasiswa yang berbeda pikiran dengan dosen (terjadi sitausi a-didaktis), serta ada satu cara penyelesaian dosen yang tidak sempat dipikirkan oleh mahasiswa. Ketika mahasiswa S1-PGSD FKIP UHAMKA Jakarta diberikan masalah non-rutin berkenaan dengan konsep sudut dalam segitiga, mahasiswa memberikan respon yang beragam dalam hal penyelesaian dari soal tersebut. Bahwa dalam penyelesaian masalah pun terjadi situasi didaktis dan situasi adidaktis. Untuk mengatasi keberagaman respon mahasiswa guna melayani perbedaan individual dalam pembelajaran matematika, maka penyajian bahan ajar yang kreatif mampu menjawab hal tersebut. Bagaimana learning sequence nampak pada setiap pembelajaran yang dialami anak didik. Inilah upaya pengembangan bahan ajar berbasis riset. Metode laboratorium mampu melayani keragaman belajar individual mulai dari yang konkrit sampai kepada abstrak. Juga mampu membangun kemampuan penalaran mahasiswa, sehingga mahasiswa PGSD mulai terbiasa dengan soal-soal pembuktian walaupun masih tergolong sederhana. Kelas pun menjadi aktif, karena mahasiswa belajar sambil bekerja (learning by doing).
  • 22. 22 Referensi Anitah, S.W., Manoy, JT., dan Susanah. 2007. Strategi Pembelajaran Matematika. Jakarta: UT Depdiknas Asyhadi, A. (2005). Pengenalan Laboratorium Matematika di Sekolah. IHT Media Bagi Staf LPMP Pengelola Laboratorium Matematika di PPPG Matematika Yogyakarta. Bell, F.H. (1978). Teaching and Learning Mathematics (the secondary schools). USA: Wm. C. Brown Company Publisher. Depdiknas. 2002. Ringkasan Kegiatan Belajar Mengajar. Jakarta: Depdiknas. Hudojo, H. (2003). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. JICA. Universitas Negeri Malang. Maier, H. (1985). Kompendium Didaktik Matematika. Bandung: Remaja Karya. Napitupulu, E.L. (2009). Standar Pendidikan Belum Menasional. Jakarta: Artikel Kompas terbitan tanggal 23 Desember 2009. Polya, G. (1973). How to Solve It, a New Aspect of Mathematical Method. New Jersey: Princeton University Press. Ruseffendi, ET. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito. Shadiq, Fajar. 2004. Penalaran, Pemecahan Masalah, dan Komunikasi Dalam Pembelajaran Matematika. Disajikan pada Diklat Instruktur Matematika SMP Jenjang Dasar. Dirjen Dikdasmen PPPG Matematika Jogjakarta. Sobel, MA. dan Maletsky, EM, terj. Dr. Suyono, M.Sc. (2004). Mengajar Matematika. Ed. 3. Jakarta: Erlangga. Suherman, E. dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Depdiknas-JICA-UPI. Supriadi. (2009). Analisis Proses Berpikir Matematika antara Dosen, Mahasiswa (Guru SD & Non Guru SD) PGSD dan Siswa SD dalam Pembelajaran Matematika di Provinsi Banten. Bandung: Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, 19 Desember 2009 Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI. Suryadi, D. (2008). Metapedadidaktik dalam Pembelajaran Matematika: Suatu Strategi Pengembangan Diri Menuju Guru Matematika Profesional. Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Pendidikan Matematika FPMIPA UPI 22 Oktober 2008. Tidak diterbitkan. __________. (2009). Teachers’ Beliefs dan Pembelajaran. Bahan Kuliah Analisis Kurikulum Pendidikan Matematika SPS UPI. Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika (berparadigma Eksploratif dan Investigasi). Jakarta: Leuser Cita Pustaka. Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan Model-Model Pembelajaran: Pelengkap untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogis Para Guru dan Calon Guru Profesional. Bandung: Diktat Perkuliahan UPI. Belum diterbitkan. Warfield, V.M. (2006). Invitation to Didactique. Seattle: University of Washington. Wittmann, E.C. (2004). Developing Mathematics Education in a Systemic Process. In Proceedings of the Ninth International Congress on Mathematical Education. 75-90.