Makalah ini membahas pengertian dan fungsi-fungsi manajemen pendidikan Islam. Pengertian manajemen pendidikan Islam adalah proses pemanfaatan sumber daya untuk mencapai tujuan pendidikan Islam secara efektif dan efisien. Fungsi-fungsi manajemen pendidikan Islam meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan.
1. Manajemen Pendidikan Islam
PENGERTIAN, DAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
Oleh : A. Farhan Syaddad dan Agus Salim
A. Pendahuluan
Dalam pandangan ajaran Islam, segala sesuatu harus dilakukan secara rapi, benar, tertib,
dan teratur. Proses-prosesnya harus diikuti dengan baik. Sesuatu tidak boleh dilakukan
secara asal-asalan (Didin dan Hendri, 2003:1). Mulai dari urusan terkecil seperti mengatur
urusan Rumah Tangga sampai dengan urusan terbesar seperti mengatur urusan sebuah
negara semua itu diperlukan pengaturan yang baik, tepat dan terarah dalam bingkai sebuah
manajemen agar tujuan yang hendak dicapai bisa diraih dan bisa selesai secara efisien dan
efektif.
Pendidikan Agama Islam dengan berbagai jalur, jenjang, dan bentuk yang ada seperti pada
jalur pendidikan formal ada jenjang pendidikan dasar yang berbentuk Madrasah Ibtidaiyah
(MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), jenjang pendidikan menengah ada yang berbentuk
Madrasah Alyah (MA) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), dan pada jenjang
pendidikan tinggi terdapat begitu banyak Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) dengan
berbagai bentuknya ada yang berbentuk Akademi, Sekolah Tinggi, Institut, dan
Universitas. Pada jalur pendidikan non formal seperti Kelompok Bermain, Taman
Penitipan Anak (TPA), Majelis Ta‘lim, Pesantren dan Madrasah Diniyah. Jalur Pendidikan
Informal seperti pendidikan yang diselenggarakan di dalam kelurarga atau pendidikan yang
diselenggarakan oleh lingkungan. Kesemuanya itu perlu pengelolaan atau manajemen yang
sebaik-baiknya, sebab jika tidak bukan hanya gambaran negatif tentang pendidikan Islam
yang ada pada masyarakat akan tetap melekat dan sulit dihilangkan bahkan mungkin
Pendidikan Islam yang hak itu akan hancur oleh kebathilan yang dikelola dan tersusun rapi
yang berada di sekelilingnya, sebagaimana dikemukakan Ali bin Abi Thalib :”kebenaran
yang tidak terorganisir dengan rapi akan dihancurkan oleh kebathilan yang tersusun
rapi”.
Makalah sederhana ini akan membahas tentang pengertian dan fungsi-fungsi manajemen
pendidikan Islam, sebagai pengantar diskusi pekuliahan Mata Kuliah Manajemen
Pendidikan Islam di Universitas Ibnu Khaldul Bogor.
B. Pengertian Manajemen Pendidikan Islam.
Dari segi bahasa manajemen berasal dari bahasa Inggris yang merupakan terjemahan
langsung dari kata management yang berarti pengelolaan, ketata laksanaan, atau tata
pimpinan. Sementara dalam kamus Inggris Indonesia karangan John M. Echols dan Hasan
Shadily (1995 : 372) management berasal dari akar kata to manage yang berarti mengurus,
mengatur, melaksanakan, mengelola, dan memperlakukan.
Ramayulis (2008:362) menyatakan bahwa pengertian yang sama dengan hakikat
manajemen adalah al-tadbir (pengaturan). Kata ini merupakan derivasi dari kata dabbara
(mengatur) yang banyak terdapat dalam Al Qur‘an seperti firman Allah SWT :
2. Artinya : Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya
dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu (Al Sajdah :
05).
Dari isi kandungan ayat di atas dapatlah diketahui bahwa Allah swt adalah pengatur alam
(manager). Keteraturan alam raya ini merupakan bukti kebesaran Allah swt dalam
mengelola alam ini. Namun, karena manusia yang diciptakan Allah SWT telah dijadaikan
sebagai khalifah di bumi, maka dia harus mengatur dan mengelola bumi dengan sebaik-
baiknya sebagaimana Allah mengatur alam raya ini.
Sementara manajemen menurut istilah adalah proses mengkordinasikan aktifitas-aktifitas
kerja sehingga dapat selesai secara efesien dan efektif dengan dan melalui orang lain
(Robbin dan Coulter, 2007:8).
Sedangkan Sondang P Siagian (1980 : 5) mengartikan manajemen sebagai kemampuan
atau keterampilan untuk memperoleh suatu hasil dalam rangka mencapai tujuan melalui
kegiatan-kegiatan orang lain.
Bila kita perhatikan dari kedua pengertian manajemen di atas maka dapatlah disimpulkan
bahwa manajemen merupkan sebuah proses pemanfaatan semua sumber daya melalui
bantuan orang lain dan bekerjasama dengannya, agar tujuan bersama bisa dicapai secara
efektif, efesien, dan produktip. Sedangkan Pendidikan Islam merupakan proses
transinternalisasi nilai-nilai Islam kepada peserta didik sebagai bekal untuk mencapai
kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia dan di akhirat.
Dengan demikian maka yang disebut dengan manajemen pendidikan Islam sebagaimana
dinyatakan Ramayulis (2008:260) adalah proses pemanfaatan semua sumber daya yang
dimiliki (ummat Islam, lembaga pendidikan atau lainnya) baik perangkat keras maupun
lunak. Pemanfaatan tersebut dilakukan melalui kerjasama dengan orang lain secara efektif,
efisien, dan produktif untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan baik di dunia
maupun di akhirat.
C. Fungsi-fungsi Manajemen Pendidikan Islam
Berbicara tentang fungsi manajemen pendidikan Islam tidaklah bisa terlepas dari fungsi
manajemen secara umum seperti yang dikemukakan Henry Fayol seorang industriyawan
Prancis, dia mengatakan bahwa fungsi-fungsi manajemn itu adalah merancang,
mengorganisasikan, memerintah, mengoordinasi, dan mengendalikan. Gagasan Fayol itu
kemudian mulai digunakan sebagai kerangka kerja buku ajar ilmu manajemen pada
pertengahan tahun 1950, dan terus berlangsung hingga sekarang.
Sementara itu Robbin dan Coulter (2007:9) mengatakan bahwa fungsi dasar manajemen
yang paling penting adalah merencanakan, mengorganisasi, memimpin, dan
mengendalikan. Senada dengan itu Mahdi bin Ibrahim (1997:61) menyatakan bahwa
3. fungsi manajemen atau tugas kepemimpinan dalam pelaksanaannya meliputi berbagai hal,
yaitu : Perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan.
Untuk mempermudah pembahasan mengenai fungsi manajemen pendidikan Islam, maka
kami (kelompok 1) akan menguraikan fungsi manajemen pendidikan Islam sesuai dengan
pendapat yang dikemukan oleh Robbin dan Coulter yang pendapatnya senada dengan
Mahdi bin Ibrahim yaitu : Perencanaan, pengorganisasian, pengarahan/kepemimpinan, dan
pengawasan.
1. Fungsi Perencanaan (Planning)
Perencanaan adalah sebuah proses perdana ketika hendak melakukan pekerjaan baik dalam
bentuk pemikiran maupun kerangka kerja agar tujuan yang hendak dicapai mendapatkan
hasil yang optimal. Demikian pula halnya dalam pendidikan Islam perencanaan harus
dijadikan langkah pertama yang benar-benar diperhatikan oleh para manajer dan para
pengelola pendidikan Islam. Sebab perencanaan merupakan bagian penting dari sebuah
kesuksesan, kesalahan dalam menentukan perencanaan pendidikan Islam akan berakibat
sangat patal bagi keberlangsungan pendidikan Islam. Bahkan Allah memberikan arahan
kepada setiap orang yang beriman untuk mendesain sebuah rencana apa yang akan
dilakukan dikemudian hari, sebagaimana Firman-Nya dalam Al Qur‘an Surat Al Hasyr : 18
yang berbunyi :
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap
diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.
Ketika menyusun sebuah perencanaan dalam pendidikan Islam tidaklah dilakukan hanya
untuk mencapai tujuan dunia semata, tapi harus jauh lebih dari itu melampaui batas-batas
target kehidupan duniawi. Arahkanlah perencanaan itu juga untuk mencapai target
kebahagiaan dunia dan akhirat, sehingga kedua-duanya bisa dicapai secara seimbang.
Mahdi bin Ibrahim (l997:63) mengemukakan bahwa ada lima perkara penting untuk
diperhatikan demi keberhasilan sebuah perencanaan, yaitu :
1. Ketelitian dan kejelasan dalam membentuk tujuan
2. Ketepatan waktu dengan tujuan yang hendak dicapai
3. Keterkaitan antara fase-fase operasional rencana dengan penanggung jawab
operasional, agar mereka mengetahui fase-fase tersebut dengan tujuan yang hendak
dicapai
4. Perhatian terhadap aspek-aspek amaliah ditinjau dari sisi penerimaan masyarakat,
mempertimbangkan perencanaa, kesesuaian perencanaan dengan tim yang
bertanggung jawab terhadap operasionalnya atau dengan mitra kerjanya,
kemungkinan-kemungkinan yang bisa dicapai, dan kesiapan perencanaan
melakukan evaluasi secara terus menerus dalam merealisasikan tujuan.
4. 5. Kemampuan organisatoris penanggung jaawab operasional.
Sementara itu menurut Ramayulis (2008:271) mengatakan bahwa dalam Manajemen
pendidikan Islam perencanaan itu meliputi :
1. Penentuan prioritas agar pelaksanaan pendidikan berjalan efektif, prioritas
kebutuhan agar melibatkan seluruh komponen yang terlibat dalam proses
pendidikan, masyarakat dan bahkan murid.
2. Penetapan tujuan sebagai garis pengarahan dan sebagai evaluasi terhadap
pelaksanaan dan hasil pendidikan
3. Formulasi prosedur sebagai tahap-tahap rencana tindakan.
4. Penyerahan tanggung jawab kepada individu dan kelompok-kelompok kerja.
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam Manajeman Pendidikan Islam
perencanaan merupakan kunci utama untuk menentukan aktivitas berikutnya. Tanpa
perencanaan yang matang aktivitas lainnya tidaklah akan berjalan dengan baik bahkan
mungkin akan gagal. Oleh karena itu buatlah perencanaan sematang mungkin agar
menemui kesuksesan yang memuaskan.
2. Fungsi Pengorganisasian (organizing)
Ajaran Islam senantiasa mendorong para pemeluknya untuk melakukan segala sesuatu
secara terorganisir dengan rapi, sebab bisa jadi suatu kebenaran yang tidak terorganisir
dengan rapi akan dengan mudah bisa diluluhlantakan oleh kebathilan yang tersusun rapi.
Menurut Terry (2003:73) pengorganisasian merupakan kegiatan dasar dari manajemen
dilaksnakan untuk mengatur seluruh sumber-sumber yang dibutuhkan termasuk unsur
manusia, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan sukses.
Organisasi dalam pandangan Islam bukan semata-mata wadah, melainkan lebih
menekankan pada bagaimana sebuah pekerjaan dilakukan secara rapi. Organisasi lebih
menekankan pada pengaturan mekanisme kerja. Dalam sebuah organisasi tentu ada
pemimpin dan bawahan (Didin dan Hendri, 2003:101)
Sementara itu Ramayulis (2008:272) menyatakan bahwa pengorganisasian dalam
pendidikan Islam adalah proses penentuan struktur, aktivitas, interkasi, koordinasi, desain
struktur, wewenang, tugas secara transparan, dan jelas. Dalam lembaga pendidikan Isla,
baik yang bersifat individual, kelompok, maupun kelembagaan.
Sebuah organisasi dalam manajemen pendidikan Islam akan dapat berjalan dengan lancar
dan sesuai dengan tujuan jika konsisten dengan prinsip-prinsip yang mendesain perjalanan
organisasi yaitu Kebebasan, keadilan, dan musyawarah. Jika kesemua prinsip ini dapat
diaplikasikan secara konsisten dalam proses pengelolaan lembaga pendidikan islam akan
sangat membantu bagi para manajer pendidikan Islam.
Dari uraian di atas dapat difahami bahwa pengorganisasian merupakan fase kedua setelah
perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Pengorganisasian terjadi karena pekerjaan
yang perlu dilaksanakan itu terlalu berat untuk ditangani oleh satu orang saja. Dengan
demikian diperlukan tenaga-tenaga bantuan dan terbentuklah suatu kelompok kerja yang
efektif. Banyak pikiran, tangan, dan keterampilan dihimpun menjadi satu yang harus
5. dikoordinasi bukan saja untuk diselesaikan tugas-tugas yang bersangkutan, tetapi juga
untuk menciptakan kegunaan bagi masing-masing anggota kelompok tersebut terhadap
keinginan keterampilan dan pengetahuan.
3. Fungsi Pengarahan (directing).
Pengarahan adalah proses memberikan bimbingan kepada rekan kerja sehingga mereka
menjadi pegawai yang berpengetahuan dan akan bekerja efektif menuju sasaran yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Di dalam fungsi pengarahan terdapat empat komponen, yaitu pengarah, yang diberi
pengarahan, isi pengarahan, dan metode pengarahan. Pengarahadalah orang yang
memberikan pengarahan berupa perintah, larangan, dan bimbingan. Yang
diberipengarahan adalah orang yang diinginkan dapat merealisasikan pengarahan. Isi
pengarahan adalah sesuatu yang disampaikan pengarah baik berupa perintah, larangan,
maupun bimbingan. Sedangkan metode pengarahan adalah sistem komunikasi antara
pengarah dan yang diberi pengarahan.
Dalam manajemen pendidikan Islam, agar isi pengarahan yang diberikan kepada orang
yang diberi pengarahan dapat dilaksanakan dengan baik maka seorang pengarah setidaknya
harus memperhatikan beberapa prinsip berikut, yaitu : Keteladanan, konsistensi,
keterbukaan, kelembutan, dan kebijakan. Isi pengarahan baik yang berupa perintah,
larangan, maupun bimbingan hendaknya tidak memberatkan dan diluar kemampuan
sipenerima arahan, sebab jika hal itu terjadi maka jangan berharap isi pengarahan itu dapat
dilaksanakan dengan baik oleh sipenerima pengarahan.
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa fungsi pengarahan dalam manajemen
pendidikan Islam adalah proses bimbingan yang didasari prinsip-prinsip religius kepada
rekan kerja, sehingga orang tersebut mau melaksanakan tugasnya dengan sungguh-
sungguh dan bersemangat disertai keikhlasan yang sangat mendalam.
4. Fungsi Pengawasan (Controlling)
Pengawasan adalah keseluruhan upaya pengamatan pelaksanaan kegiatan operasional guna
menjamin bahwa kegiatan tersebut sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan
sebelumnya. Bahkan Didin dan Hendri (2003:156) menyatakan bahwa dalam pandangan
Islam pengawasan dilakukan untuk meluruskan yang tidak lurus, mengoreksi yang salah
dan membenarkan yang hak.
Dalam pendidikan Islam pengawasan didefinisikan sebagai proses pemantauan yang terus
menerus untuk menjamin terlaksananya perencanaan secara konsekwen baik yang bersifat
materil maupun spirituil.
Menurut Ramayulis (2008:274) pengawasan dalam pendidikan Islam mempunyai
karakteristik sebagai berikut: pengawasan bersifat material dan spiritual, monitoring bukan
hanya manajer, tetapi juga Allah Swt, menggunakan metode yang manusiawi yang
menjunjung martabat manusia. Dengan karakterisrik tersebut dapat dipahami bahwa
pelaksana berbagai perencaan yang telah disepakati akan bertanggung jawab kepada
manajernya dan Allah sebagai pengawas yang Maha Mengetahui. Di sisi lain pengawasan
6. dalam konsep Islam lebih mengutamakan menggunakan pendekatan manusiawi,
pendekatan yang dijiwai oleh nilai-nilai keislaman.
1. Penutup
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Manajemen Pendidikan Islam adalah
proses pemanfaatan semua sumber daya yang dimiliki (ummat Islam, lembaga pendidikan
atau lainnya) baik perangkat keras maupun lunak. Pemanfaatan tersebut dilakukan melalui
kerjasama dengan orang lain secara efektif, efisien, dan produktif untuk mencapai
kebahagiaan dan kesejahteraan baik di dunia maupun di akhirat.
Banyak sekali para ulama di bidang manajemen yang menyebutkan tentang fungsi-fungsi
manajemen diantaranya adalah Mahdi bin Ibrahim, dia mengatakan bahwa fungsi
manajemen itu di antaranya adalah Fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
dan pengawasan.
Bila Para Manajer dalam pendidikan Islam telah bisa melaksanakan tugasnya dengan tepat
seuai dengan fungsi manajemen di atas, terhindar dari semua ungkupan sumir yang
menyatakan bahwa lembaga pendidikan Islam dikelola dengan manajemen yang asal-
asalan tanpa tujuan yang tepat. Maka tidak akan ada lagi lembaga pendidikan Islam yang
ketinggalan Zaman, tidak teroganisir dengan rapi, dan tidak memiliki sisten kontrol yang
sesuai.
Tulisan sederhana yang telah kami (kelompoik1) persembahkan dihadapan anda sebagai
bahan pengantar diskusi ini semoga bermanfaat adanya. Terimakasih
Wallahu „alam.
Bahan Bacaan
1. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 2008
2. Sondang P Siagian, Filsafah Administrasi, CV Masaagung, Jakarta, 1990
3. Didin Hafidudin dan Hendri Tanjung, Manajemen Syariah dalam Prkatik, Gema
Insani, Jakarta, 2003.
4. Mahdi bin Ibrahim, Amanah dalam Manajemen, Pustaka Al Kautsar, Jakarta, 1997
5. Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, Rineka Cipta, 2004.
6. George R Terry, Prinsip-prinsip Manajemen, Bumi Aksara, Jakarta, 2006
7. Robbin dan Coulter, Manajemen (edisi kedelapan), PT Indeks, Jakarta, 2007
8. UU sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003
7. PENELITIAN MANAJEMEN PENDIDIKAN
ISLAM
(Sebuah Pencarian Metodologik)
A.Pengantar
Membahas wilayah kajian dan objek kajian ilmu pengetahuan beserta paradigma kajiannya
tidak dapat dipisahkan dari pandangan filsafat terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri.
Menurut filsafat ilmu, ilmu bersandar pada 3 (tiga) pilar penyangga, yaitu ontologi,
epistemologi, dan aksiologi. Ontologi merupakan asas penetapan objek dan wilayah kajian
dan karenanya menjawab pertanyaan apa yang dikaji, termasuk apa realitas yang dikaji
merupakan sesuatu wujud yang nyata (kongkret), tidak nyata (abstrak) atau simbolik.
Epistemologi merupakan asas penetapan bagaimana cara mempelajari atau
memperolehnya, dan karenanya menjawab pertanyaan bagaimana mengkajinya.
Sedangkan aksiologi merupakan asas penetapan tujuan dan manfaat pengetahuan, dan
karenanya menjawab pertanyaan apa tujuan dan manfaat pengetahuan yang akan dikaji
tersebut.
Secara ontologik, ilmu terbatas pada kawasan yang berada dalam jangkauan pengalaman
dan pengamatan manusia. Ide-ide tentang Tuhan, alam akhirat, surga, neraka, dan
sejenisnya, kendati telah lama hidup dalam perbendaharaan jiwa manusia dan secara kuat
mempengaruhi perilaku menusia sehari-hari bukan merupakan hasil potret pengalaman
empirik manusia karena tidak muncul dalam dunia observasi dan pengalaman empirik.
Karena itu, pengetahuan tersebut tidak termasuk kawasan ilmu pengetahuan ilmiah.
Penggagas Rasionalisme Kritis Popper (1972), misalnya, menyebutnya pengetahuan yang
―dapat diuji‖, dan ―yang tidak dapat diuji‖. Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang
terbuka untuk diuji. Tolok ukur yang dipakai Popper untuk membedakan pengetahuan
―ilmiah‖ dan ―non-ilmiah‖ bukan ―benar‖ dan ―salah‖, melainkan ―dapat diuji‖ dan ―tidak
dapat diuji‖ (Wuisman, 1996: 20). Selain itu, ilmu berupaya menafsirkan hakikat wilayah
atau objek kajian sebagaimana adanya dan terbuka untuk pengujian secara terus menerus.
Pengujian secara terus menerus dilakukan untuk memperoleh kebenaran. Sebab, ilmu
pengetahuan yang dibangun atas dasar pengamatan manusia sejatinya tidak lain hanya
merupakan dugaan atau asumsi. Ilmu pengetahuan tidak pernah benar secara mutlak. Ilmu
hanya dapat berkembang apabila terus menerus dikaji. Lewat kajian tersebut akan
ditemukan data dan fakta baru yang membuktikan kebenaran dan kesalahannya. Karena
itu, ilmu berangkat dari fakta dan berakhir dengan fakta pula. Secara epistemologik, ilmu
menyusun dan menambah bangunan pengetahuan melalui metode tertentu, yang disebut
metode ilmiah. Metode ilmiah adalah seperangkat cara dan tata kerja untuk menghasilkan
pengetahuan ilmiah secara sistemik dan sistematik. Sistemik artinya ada saling keterkaitan
antar-unsur dan sistematik artinya ada urutan logik antar-langkah.
Secara aksiologik, tujuan dan pemanfaatan pengetahuan keilmuan harus dimaksudkan
demi kemaslahatan umat manusia. Ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana atau alat
meningkatkan taraf hidup manusia tanpa harus mengorbankan kodrat dan martabatnya,
serta kelestarian dan keseimbangan alam. Karena itu, ilmu merupakan harta bersama umat
manusia. Setiap orang berhak menggali dan memanfaatkan ilmu sesuai kebutuhannya.
Setiap ilmu niscaya memiliki ciri dan kekhususan masing-masing, kendati antara yang satu
dengan yang lainnya dapat saling bersentuhan. Ilmu manajemen, misalnya, sebagai bagian
dari kekayaan pengetahuan manusia, memiliki ciri dan kekhususan sendiri pula yang
membedakannya dengan ilmu pengetahuan lainnya baik secara ontologik, epistemologik
8. maupun aksiologik.
Dengan demikian, karena masing-masing ilmu memiliki ciri-ciri khusus, maka setiap
kajian tentang metode keilmuan tertentu, perlu terlebih dahulu menjawab pertanyaan: (1)
apa bahan yang dikaji, (2) bagaimana cara mengkajinya dan (3) apa manfaat atau tujuan
kajian tersebut.
B. Objek Penelitian Manajemen Pendidikan Islam
Secara teoretik manajemen pendidikan Islam juga mengikuti kaidah-kaidah manajemen
pada umumnya dengan objek kajiannya adalah lembaga-lembaga pendidikan Islam.
Namun demikian, secara ontologik masih terdapat beberapa varian persepsi mengenai
bidang studi yang relatif baru ini. Ditilik dari namanya, bidang kajian ini merupakan
bidang kajian lintas disiplin (inter-desciplinary course), jika pemisahan istilahnya adalah:
manajemen + pendidikan Islam. Namun jika pemisahannya adalah: manajemen +
pendidikan + Islam, maka bidang kajian ini merupakan bidang multi disiplin (multi-
desciplinary course). Bisa juga pemisahannya adalah: manajemen pendidikan + Islam.
Tampaknya yang lebih menjadi concern program studi adalah pemisahan model pertama
(manajemen + pendidikan Islam).
Implikasi dari model kajian semacam itu adalah pengkaji dituntut untuk menguasai lebih
dari satu macam disiplin ilmu. Di satu sisi, pengkaji dituntut untuk menguasai ilmu
manajemen secara umum, dan di sisi yang lain dia juga dituntut untuk menguasai konsep-
konsep pendidikan Islam dengan menggunakan al Qur‘an dan hadis sebagai cara pandang.
Ini tentu bukan pekerjaan mudah.
Sebagai program studi dengan bidang kajian khusus, secara ontologik manajemen
pendidikan Islam menetapkan kawasannya berdasarkan fakta empirik dan konsep teoretik
manajemen pendidikan Islam. Manajemen adalah sebuah konstruk teoretik. Pendidikan
adalah konsep substantif, tetapi masih di tingkat generik, sedangkan Islam adalah konsep
substantif di tingkat partikularistik. Dengan demikian, secara definitif manajemen
pendidikan Islam adalah proses mengelola lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti
madrasah, pondok pesantren, dan lembaga-lembaga pendidikan tinggi Islam dengan
menggunakan Islam (al Qur‘an dan hadis) sebagai cara pandang/perspektif. Diyakini
lembaga-lembaga pendidikan tersebut memiliki ciri khusus yang membedakaanya dengan
lembaga-lembaga pendidikan lainnya sehingga diperlukan model pengelolaan secara
khusus pula.
Secara lebih rinci, objek kajian manajemen pendidikan Islam meliputi: (1) perangkat
kegiatan apa saja yang membentuk konstruk manajemen, mulai dari planning, organizing,
actuating hingga controlling, (2) komponen-komponen sistemik yang niscaya ada dalam
fenomena pendidikan, mulai dari input, output, outcome, proses belajar, sarana dan
prasarana belajar, lingkungan, guru, kurikulum, personalia pendukung, bahan ajar,
masyarakat, evaluasi dan (3) fakta empirik yang diberi label (pendidikan) Islam, dengan
kekhususannya, seperti nilai-nilai yang berkembang di lingkungan lembaga pendidikan
Islam (ikhlas, barokah, tawadu‘, istiqomah, ijtihad, dan sebagainya).
Memahami pendidikan sebagai upaya teleologik di mana manajemen merupakan bagian
komponen yang tak terpisahkan dari praktik pendidikan, ilustrasi berikut dapat dipakai
mencari ruang/wilayah kajian penelitian.
9. C. ProsesPenelitian Manajemen Pendidikan Islam
Sebagai aktivitas ilmiah, penelitian memiliki langkah-langkah yang sistemik dan
sistematik yang berlaku untuk semua disiplin ilmu. Sistemik artinya ada saling keterkaitan
antar-unsur dan sistematik artinya ada urutan logik antar-langkah. Setidaknya terdapat 8
(delapan) tahap penelitian sebagai berikut: (1) selecting a topic), (2) determining a
research paradigm, (3) formulating a research question, (4) determining a research
design, (5) collecting data, (6) analyzing data, (7) interpreting data, (8) informing others.
1. Selecting a topic
Memilih topik penelitian merupakan langkah paling awal yang harus dilakukan seorang
peneliti. Topik penelitian merupakan ide atau gambaran sangat umum yang akan menjadi
tema kajian, bisa tentang masalah pendidikan, budaya, politik, sejarah, ekonomi, agama
dan sebagainya.
Tidak ada formula yang baku tentang metode bagaimana mencari topik penelitian. Tetapi
ada beberapa cara yang bisa dipakai sebagai pedoman. Menurut sebagai berikut:
1. personal experience, yaitu pengalaman pribadi yang pernah dialami seseorang. Ini
bisa menjadi inspirasi seseorang untuk melakukan penelitian.
2. curiosity, yaitu rasa ingin tahu yang kuat. Misalnya, sesaeorang ingin mengetahui
pola hubungan antara majikan dan staf di dalam sebuah perusahaan atau kantor
sehingga melahirkan kinerja yang sinergis.
3. the state of knowledge in a field, yaitu tema atau isu–isu baru di masyarakat yang
mengundang perhatian publik. Misalnya, beberapa waktu lalu terjadi bentrok antar-
pemeluk agama karena munculnya aliran baru dalam agama, seperti Ahmadiyah.
4. solving a problem, yaitu keinginan menyelesaikan masalah yang terjadi di
masyarakat dengan segera. Misalnya, di masyarakat ada gejala orang mudah marah
atau bersifat emosional terhadap kebijakan publik.
5. social premiums (some topics are “hot” and invite challenges or opportunities.
Ada tema atau topik tertentu yang menantang untuk diteliti dengan imbalan
finansial yang cukup memadai.
6. f. personal values, yakni nilai atau manfaat khusus secara pribadi atas hasil
penelitian.
7. everyday life, yakni peristiwa sehari-hari bisa menjadi lahan atau tema penelitain,
baik yang berskala mikro maupun makro.
Namun demikian dari sekian banyak tahapan tersebut, tema penelitian untuk skripsi, tesis
dan desertasi setidaknya memenuhi 3 (tiga) syarat R, yakni:
a. (R)elevansi Akademik, bahwa penelitian harus memberikan sumbangan keilmuan sesuai
bidang studi yang kita tekuni).
b. (R)elevansi Sosial, bahwa penelitian harus menarik dan relevan dengan isu-isu yang
terjadi d masyarakat.
c. (R)elevansi Institusional, bahwa penelitian mengangkat tema yang akrab dengan
10. lembaga di mana kita bekerja atau belajar.
2. Determining a Research Paradigm
Selaras dengan tinjauan aksiologik, dalam khasanah metodologi penelitian atau kajian
dikenal, paling tidak, tiga paradigma kajian utama, yaitu: (1) paradigma positivistik
(positivistic paradigm), (2) paradigma interpretif (interpretive paradigm), dan (3)
paradigma refleksif (reflexive paradigm). Lazimnya, paradigma positivistik disepadankan
dengan pendekatan kuantitatif (quantitative approach), paradigma interpretif disepadankan
dengan pendekatan kualitatif (qualitative approach), sedangkan paradigma refleksif
disepadankan dengan pendekatan kritik (criticalapproach).
No. Aksioma Positivistik Interpretif Refleksif
1 Tujuan Menjelaskan realitas Memahami fenomena Memberdayakan dan
membebaskan
2 Dasar kenyataan Stabil dan terpola Cair dan mengalir Penuh dengan
pertentangan
dan dipengaruhi oleh
struktur terselubung yang
mendasarinya
3 Sifat dasar Rasional dan memiliki Membentuk makna Manusia bersifat kreatif
manusia kepentingan pribadi, dan niscaya memberi dan adaptif, tetapi
serta dipengaruhi oleh makna terhadap dunia cenderung terbelenggu
kekuatan di luar mereka dan tertindas oleh
dirinya kesadaran palsu
4 Peran akal sehat Berbeda dari dan Seperangkat teori Keyakinan palsu yang
tidak sahih dibanding keseharian yang menyelubungi kenyataan
pengetahuan keilmuan digunakan dan sebenarnya
bermanfaat bagi
orang-orang tertentu
5 Wujud Teori Teori adalah sistem Teori adalah paparan Teori adalah kritik yang
logik, deduktif, dan tentang bagaimana membuka atau
menggambarkan seperangkat sistem mengungkap kenyataan
saling keterkaitan pemaknaan dihasilkan sebenarnya dan
antara sejumlah dan dipertahankan membantu manusia
difinisi, aksioma, dan melihat cara
hukum memperbaiki keadaan
6 Tolok Ukur Apabila secara logik Apabila menyuarakan Manakala bisa memberi
Kebenaran terkait dengan hukum kembali atau memang manusia seperangkat
Penjelasan serta didasarkan pada dipandang benar oleh piranti yang diperlukan
kenyataan para pelaku sendiri untuk mengubah
kenyataan
7 Bukti kebenaran Didasarkan pada Terpancang atau Ditakar berdasar
pengamatan yang terkait konteks kemampuannya dalam
tepat sehingga orang interaksi manusia menyingkap struktur
lain bisa yang cair dan terselubung yang
mengulanginya mengalir mendasari kepalsuan atau
ketidak-adilan
11. 8 Kedudukan nilai Bebas nilai (value Bagian tak Ilmu harus mulai dari
free) dan tidak terpisahkan dari pendirian menurut tata-
memiliki tempat kenyataan manusia nilai tertentu
kecuali ketika (value bound)
seseorang memilih Ada nilai-nilai benar, ada
topik kajian pula nilai-nilai yang
salah.
9 Langkah Kerja (1) Perumusan (1) penentuan topik
(1) penentuan
masalah (research kajian, yang mencakup
pumpun kajian (focus
problem), yang kegiatan memilih dan
of study), yang
meliputi kegiatan merumuskan masalah
mencakup kegiatan
memilih masalah yang yang bernilai bagi
memilih masalah
memenuhi syarat pembangkitan kesadaran
yang memenuhi
kelayakan dan manusia,
syarat kelayakan dan
kebermaknaa
kebermaknaan,
(2) penetapan pendirian
(2) Penyusunan filsafat dan atau
(2) pengembangan
kerangka berpikir ideologik, yang meliputi
kepekaan teoretik
dalam pengajuan kegiatan penelaahan
dengan menelaah
hipotesis, yang pemikiran-pemikiran
bahan pustaka yang
mencakup kegiatan yang relevan, dan
relevan dan hasil
penelaahan teori dan perumusan secara
kajian sebelumnya,
hasil kajian eksplisit pokok-pokok
sebelumnya, pikiran yang digunakan
(3) penentuan kasus
sebagai landasan
atau bahan kajian,
(3) Perumusan pengajuan kritik,
yang meliputi
hipotesis, sebagai
kegiatan memilih dari
jawaban sementara (3) pemilihan kasus atau
mana dan dari siapa
terhadap bahan kajian, dengan
data diperoleh,
permasalahan menentukan dari mana
dan dari siapa data
(4) pengembangan
(4) pemilihan atau diperoleh, (4)
rancangan
pengembangan pengembangan strategi
pemerolehan dan
rancangan kajian, pemerolehan dan
pengolahan data, yang
pengolahan data, yang
mencakup kegiatan
(5) Pengembangan terdiri atas kegiatan
menetapkan piranti,
piranti atau alat menetapkan piranti data,
langkah dan teknik
pengumpulan data, langkah dan teknik yang
pemerolehan dan
digunakan,
pengolahan data yang
(6) Pengumpulan atau
digunakan,
pemerolehan data, (5) pelaksanaan kegiatan
pemerolehan data, yang
(5) pelaksanaan
(7) pengolahan data mencakup kegiatan
kegiatan pemerolehan
untuk menguji mengumpulkan data atau
data, yang terdiri atas
hipotesis, melakukan pembacaan
kegiatan
naskah yang dikaji,
mengumpulkan data
(8) penafsiran hasil
lapangan atau
kajian, dan (6) pengolahan data
melakukan
perolehan, yang melipuiti
pembacaan naskah
(9) penarikan kegiatan penyandian
12. kesimpulan yang dikaji, (coding), pengkategorian
berdasarkan hasil (categorizing),
pengolahan data, (6) pengolahan data pembandingan
perolehan, yang (contrasting), dan
(10) penyatu-paduan meliputi kegiatan pembahasan (discussing),
hasil kajian ke dalam penyandian (coding),
bangunan pengkategorian (7) perumusan simpulan
pengetahuan (categorizing), kajian, yang dilakukan
sebelumnya, serta pembandingan berdasarkan perenungan
saran bagi kajian (comparing), dan (reflextive thinking), dan
berikutnya. pembahasan
(discussing), (8) pengajuan
rekomendasi baik untuk
(7) negosiasi hasil arah kajian lanjutan
kajian dengan subjek maupun agenda
kajian, dan pemberdayaan
(empowerment agenda)
(8) perumusan ke depan.
simpulan kajian, yang
meliputi kegiatan
penafsiran dan
penyatu-paduan
(interpreting
andintegrating)
temuan ke dalam
bangunan
pengetahuan
sebelumnya, serta
saran bagi kajian
berikutnya.
3. Formulating research question
Beberapa langkah untuk merumuskan pertanyaan penelitian:
1. examining literature, yakni penelusuran literatur, selain dipakai untuk
menyempitkan masalah sehingga researchable, juga untuk membantu menyadari
bahwa penelitian ini akan memberi sumbangan pada topik yang lebih besar dan
bahwa penelitian tersebut merupakan bagian dari penelitian sebelumnya, bukan
fakta asing yang terpisah.
2. talking over ideas with colleagues or experts, yakni mendiskusikan rencana atau
topik penelitian dengan kolega, teman sejawat atau ahli untuk memperoleh
masukan.
3. applying to a specific context, mencoba memahaminya dengan lebih dalam pada
konteks secara spesifik.
4. defining the aims or desired outcome of the study, yakni menentukan tujuan yang
hendak dicapai, apakah untuk menjelaskan realitas atau memahami fenomena.
4. Determining a research design.
13. Pada tahap ini peneliti membuat rancangan tentang prosedur dan metode yang akan dipakai
untuk memperoleh data, bagaimana memperolehnya, siapa yang akan dihubungi, kapan
pelaksanaannya dan di mana, apa bentuk datanya, dan bagaimana cara analisisnya.
5. Collecting data
Secara umum kegiatan pengumpulan data terdiri atas observasi, wawancara, dan kuesioner.
(masing-masing jenis perlu dibahas pada sesi tersendiri).
6. Analyzing data
Terdapat tiga model atau cara untuk menganalisis data kualitatif. Miles dan Huberman
(1987) menganjurkan model analisis interaktif (interactive model) yang mengandung
empat komponen yang saling berkaitan, yaitu (1) pengumpulan data, (2) penyederhanaan
data, (3) pemaparan data, dan (4) penarikan dan pengajuan simpulan.
Spradley (1979) menganjurkan empat teknik analisis data kualitatif, yaitu (1) analisis ranah
(domain analysis), (2) analisis taksonomik (taxonomic analysis), (3) analisis komponensial
(componential analysis), dan (4) analisis tematik (thematic analysis).
Analisis ranah dimaksudkan untuk memperoleh pengertian umum dan relatif menyeluruh
mengenai pokok permasalahan. Hasil analisis ini berupa pengetahuan tingkat ―permulaan‖
tentang berbagai ranah atau kategori konseptual secara umum pula.
Pada analisis taksonomik, pusat perhatian ditentukan terbatas pada ranah yang sangat
berguna dalam memaparkan gejala-gejala yang menjadi sasaran penelitian. Analisis
taksonomik tidak saja berdasarkan data lapangan, tetapi juga berdasarkan hasil kajian
pusataka. Beberapa ranah yang sangat penting dipilih dan dijadikan pusat perhatian untuk
diselidiki secara mendalam.
Analisis komponensial dilakukan untuk mengorganisasikan perbedaan (kontras) antar-
unsur dalam ranah yang diperoleh melalui pengamatan dan atau wawancara terseleksi.
Pada analisis tematik, peneliti menggunakan saran Bogdan dan Taylor (1975: 82-93)
dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Membaca secara cermat keseluruhan catatan lapangan
2. Memberikan kode pada topik-topik pembicaraan penting
3. Menyusun tipologi
4. Membaca kepustakaan yang terkait dengan masalah dan konteks penelitian.
Berdasarkan seluruh analisis, peneliti melakukan rekonstruksi dalam bentuk deskripsi,
narasi dan argumentasi. Beberapa sub-topik disusun secara deduktif, dengan
mendahulukan kaidah-kaidah pokok yang diikuti dengan kasus dan contoh-contoh. Sub-
topik selebihnya disajikan secara induktif, dengan memaparkan kasus dan contoh untuk
ditarik kesimpulan umumnya.
14. Cara atau model ketiga disarankan oleh Strauss dan Corbin (1990) dengan langkah-
langkah sebagai berikut: (1) open coding, (2) axial coding, (3) selective coding, dan (4) the
generation of a conditional matrix.
7. Interpreting data
Pada tahap ini peneliti melakukan simpulan kajian, yang meliputi kegiatan penafsiran dan
penyatupaduan (interpreting andintegrating) temuan ke dalam bangunan pengetahuan
sebelumnya.
8. Informing others.
Pada tahap ini peneliti menulis hasil penelitian dalam bentuk laporan penelitian, bisa dalam
bentuk skripsi, tesis, desertasi atau laporan penelitian. Temuan penelitian disebarluaskan
ke khalayak akademik untuk memperoleh masukan dan memberikan sumbangan bagi
kemaslahatan umum. Dari temuan penelitian, kegiatan penelitian lebih lanjut dapat
dilakukan.
Secara ringkas perbedaan antara skripsi, tesis dan desertasi sebagai berikut:
Unsur Jenjang
Sarjana (S1) Magister (S2) Doktor (S3)
1. Penampilan Menguasai materi ilmu Menguasai teori dan Mampu
dalam bidang pengetahuan masing- metodologi ilmu mengembangkan ilmu
ilmu masing pengetahuan masing- pengetahuan masing-
pengetahuan masing masing
1. Penampilan Mahir dalam Mahir dalam Mahir dalam
dalam karya mengadakan penelitian mengadakan penelitian mengadakan penelitian
penelitian deskriptif analitis (monodisiplin) empiris dan evaluatif
(monodisiplin) (mono-, multi-, dan
interdisipliner)
1. Intensitas Berpikir rasional logis Berpikir rasional kritis Berpikir rasional,
pemikiran inovatif/kreatif
1. Tanggung Memiliki kejujuran Memiliki integritas Memiliki komitmen
jawab pribadi ilmiah akademik/profesi social secara kritis
emansipatoris
(pengetahuan untuk
kemajuan peradaban
manusia dan
kemanusiaan
D. Penutup
15. Sebagai sebuah disiplin ilmu pengetahun, manajemen pendidikan Islam memiliki ciri dan
kekhasan sendiri yang berbeda dengan bidang pengetahuan yang lain, baik dari aspek
ontologik, epsitemologik maupun aksiologik. Pemahaman ontologik yang mencakup objek
dan wilayah kajian, pemahaman epistemologik yang mencakup cara mengkajinya dan
pemahaman aksiologik yang mencakup tujuan dan manfaat kajian penting dikuasai oleh
setiap peneliti. Kekeliruan penetapan objek dan wilayah kajian akan berakibat sangat fatal,
Sebagai bidang ilmu lintas disiplin, manajemen pendidikan Islam memungkinkan untuk
dikaji bersama para pakar di bidang lain, seperti pakar pendidikan, pakar manajemen
(umum), dan pakar studi keislaman.
Dengan besarnya jumlah lembaga pendidikan Islam di Indonesia yang sampai saat ini
mencapai angka 85. 911 dengan jumlah siswa 11.531.028, maka bidang studi ini sangat
prospektif. Peminat studi ini pun juga semakin banyak. Seiring dengan upaya
pengembangan dan peningkatan kualitas lembaga pendidikan Islam, Indonesia sangat
memerlukan ahli di bidang ini untuk membuat blue print pengelolaan lembaga-lembaga
pendidikan Islam secara nasional. Siapa tahu ahli dimaksud muncul dari kelas ini!
______________
16. Daftar Pustaka
Alvesson, Mats dan Kaj Skoldberg. 2000. Reflexive Methodology: New Vistas for
Qualitative Research. London, Thousand Oaks, New Delhi: SAGE Publications.
Denzin, Norman K and Yvonna S. Lincoln (eds.). 1994. Handbook of Qualitative
Research. Thousands Oaks, California: SAGE Publications, Inc.
Faisal, Sanapiah. 1998. ―Filosofi dan Akar Tradisi Penelitian Kualitatif‖, Makalah,
Disampaikan pada Pelatihan Metode Penelitian Kualitatif oleh Badan Musyawarah
Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (BMPTSI) Wilayah VII-Jawa Timur di Surabaya, 24-
27 Agustus 1998.
Popper, K.R. 1972. Conjectures and refutations. The Growth of Scientific Knowledge. (4th
edition). London: Routledge and Kegal Paul.
Rahardjo, Mudjia. 2005. Bahasa dan Kekuasaan: Studi Wacana Politik Abdurrahman
Wahid dalam Perspektif Hermeneutika Gadamerian. Disertasi pada Program Doktor,
Program Pascasarjana Universitas Airlangga.
Sulistyo-Basuki. 2006. MetodePenelitian. Jakarta: Wedatama Wida Sastra Bekerja sama
dengan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.
Wuisman J.J.J. M. 1996. Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial. Jilid 1, Asas-Asas. Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
17. Menggagas Konsep Ideal Manajemen Pendidikan Islam
Terkait implementasi manajemen pendidikan nasional dengan diiringi manajemen
pendidikan Islam demi meningkatkan mutu lembaga pendidikan, senyatanya memang
terdapat benang merah yang kemudian mengindikasikan adanya kesamaan antara
manajemen pendidikan Islam dan manajemen pendidikan nasional dalam beberapa hal,
sehingga keduanya merupakan suatu sinergi yang saling melengkapi. Dalam manajemen
pendidikan nasional mengharuskan adanya manajerial serta pemimpin yang berkualitas
dan berpengetahuan luas. Demikian pula halnya pada manajemen pendidikan Islam, yang
tertuang dalam QS. As Sajadah: 24, yang juga mengatur dan mengharuskan adanya
pemimpin berkualitas dan berpengetahuan luas.
Melalui optimalisasi manajemen pendidikan Islam dan manajemen pendidikan nasional,
lembaga pendidikan dapat lebih memberdayakan diri serta meningkatkan mutu dan
kualitasnya. Sudah terang, entitas dan eksistensi manajemen pendidikan Islam sangatlah
mendukung bagi implementasi manajemen pendidikan nasional karena memang keduanya
saling bersinergi dan melengkapi.
Kendati manajemen pendidikan Islam dan konsepnya masih mengikuti konsep manajemen
pendidikan nasional, namun bukan berarti bahwa manajemen pendidikan Islam tidak
memiliki acuan yang menjadi bahan baku untuk diolah, dikelola dan dikembangkan sendiri
oleh seluruh umat manusia. Dalam manajemen pendidikan Islam memang tidak terdapat
konsep yang baku, akan tetapi ada acuan dasar yang dipakai untuk merancang dan
mengembangkan konsepsinya, umat manusia benar-benar diberi kebebasan. Acuan dasar
tersebut tidak lain adalah Al-Qur‘an dan Hadits.
Pada dasarnya, Islam bukanlah sebuah sistem kehidupan yang praktis dan baku, melainkan
sebuah sistem nilai dan norma (perintah dan larangan). Bahkan menurut Prof. Dr. H.
Abudin Nata, MA; dalam Islam tidak terdapat sistem pendidikan yang baku, melainkan
hanya terdapat nilai-nilai moral dan etis yang seharusnya mewarnai sistem pendidikan
tersebut.
Berbagai komponen yang terdapat di dalam pendidikan Islam -termasuk juga manajemen
pendidikan Islam- harus didasarkan pada nilai-nilai moral dan etis ajaran Islam. Dalam hal
pendidikan, Islam hanya menyediakan bahan baku, sedangkan untuk menjadi sebuah
sistem yang operasional, manusia diberikan kebebasan dan keleluasaan untuk membangun
dan menerjemahkan. Karenanya, tidak ada pendidikan Islam yang baku, melainkan
manusia dirangsang untuk menciptakan pendidikan yang ideal.
18. Begitu pula pada manajemen pendidikan Islam, tidak ada konsepnya yang baku. Tetapi
manusia senantiasa dirangsang untuk mencipta dan membangunnya. Untuk itu, bukanlah
hal yang salah apabila di masa-masa sekarang ini manajemen pendidikan Islam masih
mengikuti konsep dari manajemen pendidikan nasional, selama tidak bertentangan dengan
acuan dasar atau bahan bakunya, yakni Al-Qur‘an dan Hadist. Dan bukan tidak mungkin
apabila kelak muncul konsep manajemen pendidikan Islam yang baru dan lebih baik dari
konsep yang sekarang. Karena memang manusia senantiasa untuk merancang, membangun
dan menerjemahkan berdasarkan bahan baku yang telah ada. Dengan demikian, tidak ada
konsep manajemen pendidikan Islam yang baku, akan tetapi manusia terus dirangsang
untuk menciptakan manajemen pendidikan yang ideal.
Dalam upaya menciptakan konsep manajemen pendidikan Islam yang ideal, telah terdapat
beberapa pendapat, usulan dan pemikiran dari beberapa pakar yang tentunya layak
dipertimbangkan, dikaji ulang untuk kemudian dapat diupayakan implementasinya.
Pemikiran-pemikiran tersebut antara lain dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Buah pemikiran Abudin Nata
1) Lembaga pendidikan (Islam) hendaknya melakukan kerja sama yang paling
menguntungkan dengan masyarakat atau pemakai lulusan pendidikan, dengan berbagai
pihak perusahaan juga dengan berbagai departemen atau lembaga sosial yang perlu diajak
bekerja sama.
2) Pengelola pendidikan seyogianya mampu merumuskan tujuan pendidikan yang harus
diupayakan melahirkan manusia yang kreatif, inovatif, mandiri dan produktif, mengingat
dunia yang akan datang adalah dunia yang kompetitif.
3) Pendidik/guru harus berperan sebagai motivator, desainer, fasilitator dan guidance
(pemandu) di dalam proses pembelajaran.
b. Buah pemikiran Azyumardi Azra
1) Dalam segala hal yang menyangkut operasional pendidikan pada suatu lembaga
pendidikan (Islam), stake holders harus selalu dilibatkan. Semisal dalam pengembangan
kurikulum, penentuan dan pelaksanaan muatan lokal, proses pembelajaran dan lain-lain.
2) Dalam aplikasinya, harus terdapat reintegrasi ilmu pada dunia pendidikan, yakni antara
ilmu agama dan umum. Sehingga tidak lagi dikotomi, dan pendidikan yang dijalankan
berorientasi pada “tauhid paradigm of science” yakni pendidikan Islam yang di dalamnya
harus ada keselarasan dan kesatuan antara aspek lahir dan batin, eksoteris dan isoteris
(kognitif, afektif dan psikomotor) yang mendukung terjadinya aktivitas.
3) Dalam upaya pengembangan kurikulum, pengelola pendidikan (Islam) harus mampu
merancang dan mengimplementasikan suatu pembentukan dan pembinaan keterampilan –
yang kini populer dengan istilah life skiill- peserta didik.
4) Lembaga pendidikan (Islam) harus menumbuhkan apresiasi dan memberi respons
sepatutnya terhadap semua perkembangan yang terjadi di masa kini dan mendatang,
sehingga pendidikan (Islam) benar-benar fleksibel dan peka zaman.
19. c. Buah pemikiran Ramayulis
1) Pengelola pendidikan Islam dituntut untuk mampu me‖manage‖ semua faktor yang
mempengaruhi keberhasilan pendidikan Islam sekaligus juga harus memperhatikan
perbedaan peserta didiknya dan berupaya menyikapi perbedaan yang ada secara bijak.
2) Dalam mengelola lembaga pendidikan Islam, seorang administrator atau manajer harus
benar-benar kompeten dan profesional, adil, demokratis, memiliki tanggung jawab Islami
serta menjadikan Al-Qur‘an dan Hadits sebagai sumber kebijaksanaannya dalam
mengambil setiap keputusan.
Telah terdapat begitu banyak pendapat dan pemikiran dari para pakar pendidikan yang
tentunya dapat mendukung penciptaan dan upaya implementasi konsep ideal manajemen
pendidikan Islam, yang kesemuanya benar-benar memiliki iktikad dan harapan menuju
pendidikan Islam yang paling ideal. Manajemen pendidikan Islam memang belum
terkonsepkan secara baku, karena Islam senantiasa merangsang dan menyuruh umatnya
untuk dapat menggagas serta mengaplikasikan konsep pendidikan yang paling ideal,
termasuk juga pada konsep manajemen pendidikan Islamnya.
Dari beberapa buah pemikiran para pakar pendidikan terkait dengan konsep yang ideal dari
manajemen pendidikan Islam, setidaknya dapat menjadi masukan dan acuan bagi para
pengelola pendidikan Islam –baik pesantren, madrasah, sekolah-sekolah Islam maupun
perguruan tinggi Islam- di dalam mengupayakan pengelolaan yang profesional, efektif dan
efisien sehingga dapat mendukung tercapainya tujuan pendidikan Islam. Karena pada
dasarnya, baik atau buruk, serta profesionalisme suatu lembaga pendidikan Islam
ditentukan oleh para pengelolanya. Suatu lembaga pendidikan Islam yang tidak profesional
dapat diketahui antara lain dari manajemen pendidikannya. Lembaga pendidikan tersebut
memiliki manajemen pendidikan yang statis, yang umumnya dapat dicontohkan dengan
misalnya bahwa lembaga itu hanya diurus oleh dan dengan menekankan kekuatan
kelompok, ikatan darah atau keturunan, etnis dan wibawa institusi ideologis keagamaan
tertentu atau dapat dikatakan ‗Family Oriented‟. Sedangkan lembaga Islam yang
profesional lebih menekankan pada manajemen kompetitif dan kreatif serta kompetensi
pribadi, korporasi rasional dan ilmiah sesuai perkembangan zaman.
Untuk itulah, sudah saatnya lembaga pendidikan Islam menata ulang pola manajerialnya
yang mungkin dapat mengambil langkah taktis dari buah pemikiran para pakar pendidikan
terkait dengan konsep manajemen pendidikan Islam yang ideal –yang kali ini masih
mengikuti konsep manajemen pendidikan nasional- dengan AlQur‘an dan Hadits sebagai
dasar dan landasannya demi membawa lembaga pendidikan Islam menuju keberhasilan
serta mengatasi berbagai kelemahan sistem pendidikannya. Seperti yang diungkapkan
Mastuhu perihal kelemahan sistem pendidikan madrasah (salah satu lembaga pendidikan
Islam) antara lain; mementingkan materi di atas metodologi, mementingkan memori di atas
analisis dan dialog, mementingkan pikiran vertikal di atas literal, mementingkan penguatan
otak kiri di atas otak kanan.
Dengan mencoba mengkaji serta menerapkan pemikiran para pakar yang kemudian
menghasilkan konsep ideal manajemen pendidikan Islam, lembaga pendidikan Islam
khususnya madrasah diharapkan mampu mengatasi kelemahan sistem pendidikannya
sehingga kemudian dapat lepas dari stigma yang ada bahwa madrasah adalah lembaga
pendidikan kelas bawah. Konsep ideal manajemen pendidikan Islam –yang untuk saat ini
20. masih mengikuti konsep manajemen pendidikan nasional- adalah upaya menghasilkan
suatu pendidikan yang paling ideal.
Konsep manajemen pendidikan Islam dan manajemen pendidikan nasional secara umum
memang sama. Karena dalam konteks pendidikan nasional, pendidikan Islam sudah
terintegrasi, tetapi dalam aplikasinya terdapat ciri khas pendidikan Islam.
Kendati pada masa kini konsep manajemen pendidikan Islam dan manajemen pendidikan
nasional sama, akan tetapi terdapat perbedaan mendasar yang dapat dilihat dari nilai Islam
sebagai landasan pengembangan organisasi, seperti dalam menentukan visi misi, budaya
organisasi atau kebijakan-kebijakan strategis. Dengan demikian, meskipun dalam konsep
manajemen pendidikan antara nasional dan Islam adalah sama, bersinergi dan
terintegralisasi, namun dalam hal-hal penentuan visi misi, budaya organisasi atau
kebijakan-kebijakan strategis, lembaga pendidikan Islam memakai nilai-nilai normatif dari
Islam. Terlepas dari semua itu, sejatinya manajemen pendidikan nasional dan manajemen
pendidikan Islam adalah dua sisi yang saling melengkapi, saling bersinergi dan integral.
Bibliographical:
Abudin Nata, 2003, Manajemen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di
Indonesia, Jakarta: Kencana.,
Azyumardi Azra,2002 Paradigma Baru Pendidikan Nasional; Rekonstruksi dan
Demokrasi, Jakarta: Kompas.
Ramayulis, 2001, Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam (sebuah pengantar); Syamsul
Nizar, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media
Pratama,
Made Pidarta, 1988, Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta: Bina Aksara.
Mastuhu, 1999, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam; Strategi Budaya Menuju
Masyarakat Akademik, Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu
21. Makalah Manajemen Pendidikan Islam
KONSEP DASAR ORGANISASI
(Kajian Manajemen Pendidikan Islam)
Oleh: Muhammad Kosim
A. Pendahuluan
Manusia adalah makhluk sosial (al-insānu madaniyyun bi at- thab‘i atau zoon politicon).
Karenanya, setiap manusia akan saling memerlukan dalam memenuhi kebutuhannya.
Antara sesama manusia juga dituntut untuk saling bekerja sama, saling menghargai dan
menghormati untuk mempertahankan hidupnya di muka bumi ini.
Adanya alasan sosial (social reasons) di atas menjadi salah satu pendorong bagi manusia
untuk membentuk suatu perkumpulan yang biasa disebut "organisasi". Organisasi ini amat
dibutuhkan untuk mewujudkan setiap cita-cita yang disepakati oleh anggota organisasi
secara bersama. Oleh karena itu, organisasi tumbuh dan berkembang begitu pesat di
tengah-tengah masyarakat. Organisasi itu juga dibentuk dalam berbagai aspek kehidupan,
seperti pemerintahan, perusahaan, politik, hukum, ekonomi, dan termasuk bidang
pendidikan.
Dalam perkembangannya, organisasi telah menjadi disiplin ilmu tersendiri seiring dengan
berkembangnya pemikiran dan pengetahuan manusia. Teori-teori organisasi yang
terbangun dalam kajiannya sebagai suatu disiplin ilmu tertentu, selanjutnya akan
dibutuhkan oleh masyarakat dalam membentuk suatu organisasi sesuai dengan bidang yang
diinginkan. Demikian halnya di bidang pendidikan Islam, teori-teori organisasi turut
dibutuhkan untuk mewujudkan lembaga pendidikan yang lebih profesional dan berkualitas.
Makalah yang sederhana ini akan mencoba menguraikan konsep-konsep organisasi.
Adapun persoalan-persoalan yang akan diuraikan di bawah ini akan berusaha untuk
menjawab beberapa hal, yaitu:
1. Bagaimanakah pengertian organisasi dan perbedaannya dengan pengorganisasian?
2. Bagaimanakah sejarah pertumbuhan dan perkembangan organisasi?
3. Bagaimanakah prinsip-prinsip, fungsi, dan urgensi organisasi?
4. Bagaimanakah bentuk-bentuk organisasi?
5. Bagaimana pula organisasi dalam lembaga pendidikan Islam?
Untuk menjawab lima pertanyaan di atas, penulis akan menguraikan beberapa teori
organisasi lalu mencoba menganalisisnya dengan kacamata pendidikan Islam. Karena
keterbatasan kemampuan dan referensi yang digunakan, khususnya yang berkenaan dengan
konsep pendidikan Islam tentang organisasi, maka dibutuhkan kritik dan saran yang
bersifat konstruktif dari forum diskusi ini.
B. Pengertian Organisasi dan Pengorganisasian
Organisasi (organization) dan pengorganisasion (organizing) memiliki hubungan yang erat
22. dengan manajemen. Organisasi merupakan alat dan wadah atau tempat manejer melakukan
kegiatan-kegiatannya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sementara Pengorganisasian
merupakan salah satu fungsi organik dari manajemen dan ditempatkan sebagai fungsi
kedua setelah perencanaan (planning). Dengan demikian, antara organisasi dan
pengorganisasian memiliki pengertian yang berbeda.
James L. Gibson c.s., sebagaimana yang dikutip oleh Winardi, berpendapat bahwa:
"...organisasi-organisasi merupakan entitas-entitas yang memungkinkan masyarakat
mencapai hasil-hasil tertentu, yang tidak mungkin dilaksanakan oleh individu-individu
yang bertidak secara sendiri"
Organisasi-organisasi yang dibentuk oleh sekelompok orang pada dasarnya menginginkan
terwujudnya suatu hasil atau tujuan tertentu. Tujuan yang diinginkan tersebut tidak dapat
diperoleh secara individu tetapi perlu dilakukan upaya secara bersama dan terpadu.
Stephen R. Robbins memberikan rumusan pengertian organisasi sebagai berikut:
"... An organization is a consciously coordinated social entity, with a relatively identifiable
boundary, that functions on a relatively continuous basis to achieve a common goal or set
of goals".
Entitas sosial yang dikemukakan dalam definisi di atas berarti bahwa kesatuan tersebut
terdiri dari orang-orang atau kelompok orang yang saling berinteraksi. Pola-pola interaksi
yang diikuti orang-orang di dalam suatu organisasi tidak muncul begitu saja, akan tetapi
mereka dipertimbangkan sebelumnya. Mengingat bahwa organisasi-organisasi merupakan
entitas-entitas sosial, maka pola-pola interaksi para anggotanya perlu dipertimbangkan pula
serta diharmonisasi guna tercapainya tujuan yang diinginkan.
Prajudi Atmosudirdjo menyatakan bahwa organisasi adalah struktur tata pembagian kerja
dan struktur hubungan kerja antara sekelompok orang pemegang posisi yang bekerjasama
untuk bersama-sama mencapai tujuan tertentu.
Barnad, seperti yang dikutip Asnawir, organisasi adalah suatu sistem mengenai usaha
kerjasama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan tertentu.
Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa organisasi adalah tempat atau wadah
berkumpulnya beberapa orang yang secara sadar berinteraksi dan saling bekerja sama
untuk mewujudkan tujuan yang telah disepakati bersama. Meskipun terdapat perbedaan
definisi tentang organisasi, akan tetapi secara umum organisasi itu memiliki ciri-ciri yang
sama. Edgar H. Schein, seorang psikolog keorganisasian terkemuka berpendapat bahwa
semua organisasi memiliki empat macam ciri atau karakteristik sebagai berikut.
1. Koordinasi Upaya; Para individu yang bekerja sama dan mengkoordinasi upaya mental
atau fisikal mereka dapat mencapai banyak hal yang hebat dan yang menakjubkan.
2. Tujuan Umum Bersama; Koordinasi upaya tidak mungkin terjadi, kecuali apabila pihak
yang telah bersatu, mencapai persetujuan untuk berupaya mencapai sesuatu yang
merupakan kepentingan bersama. Sebuah tujuan umum bersama memberikan anggota
organisasi sebuah rangsangan untuk bertindak.
3. Pembagian Kerja; Dengan jalan membagi-bagi tugas-tugas kompleks menjadi
pekerjaan-pekerjaan yang terspesialisasi, maka sesuatu organisasi dapat memanfaatkan
sumber-sumber daya manusianya secara efisien. Pembagian kerja memungkinkan para
anggota organisasi-organisasi menjadi lebih terampil dan mampu karena tugas-tugas
23. terspesia¬lisasi dilaksanakan berulang-ulang.
4. Hierarki Otoritas; Para teoretisi organisasi telah merumuskan otoritas sebagai hak untuk
mengarahkan dan memimpin kegiatan-kegiatam pihak lain. Tanpa hierarki otoritas yang
jelas, koordinasi upaya akam mengalami kesulitan, bahkan kadang-kadang tidak mungkin
diilaksanakan. Akuntabilitas juga dibantu apabila orang-orang be kerja dalam rantai
komando ((he chain of command).
Lebih lanjut, Malayu S.P. Hasibuan menyimpulkan bahwa aspek-aspek penting dari
berbagai definisi organisasi adalah:
1. adanya tujuan tertentu yang ingin dicapai;
2. adanya sistem kerja sama yang terstruktur dari sekelompok orang;
3. adanya pembagian kerja dan hubungan kerja antara sesama karya wan;
4. adanya penetapan dan pengelompokan pekerjaan yang terintegrasi;
5. adanya keterikatan formal dan tata tertib yang harus ditaati;
6. adanya pendelegasian wewenang dan koordinasi tugas-tugas;
7. adanya unsur-unsur dan alat-alat organisasi;
8. adanya penempatan orang-orang yang akan melakukan pekerjaan.
Untuk lebih memahami hakikat organisasi, perlu diketahui pula unsur-unsurnya, yaitu:
1. Manusia (human factor), artinya organisasi baru ada jika ada unsur manusia yang
bekerja sama, ada pemimpin dan ada yang dipimpin (bawahan).
2. Tempat Kedudukan, artinya organisasi baru ada, jika ada tempat kedudukannya.
3. Tujuan, artinya organisasi baru ada jika ada tujuan yang ingin dicapai.
4. Pekerjaan, artinya organisasi baru ada, jika ada pekerjaan yang akan dikerjakan serta
adanya pembagian pekerjaan.
5. Struktur, artinya organisasi baru ada, jika ada hubungan dan kerja sama antara manusia
yang satu dengan yang lainnya.
6. Teknologi, artinya organisasi baru ada, jika terdapat unsur teknis.
7. Lingkungan (Environment External Social System), artinya organi¬sasi baru ada, jika
ada lingkungan yang saling mempengaruhi mi-salnya ada sistem kerja sama sosial.
Adapun pengorganisasian, juga didefinisikan oleh para pakarnya. Asnawir mengemukakan
bahwa istitah "organizing mempunyai arti yaitu berusaha untuk menciptakan suatu struktur
dan bagian untuk dapat berinteraksi dan saling pengaruh-mempengaruhi antara satu sama
lainnya. Pengorganisasian tersebut juga dapat diartikan sebagai penyusunan tugas dan
tanggung jawab para personil dalam organisasi.
George R. Terry, seperti yang dikutip Malayu S.P. Hasibuan, menuliskan: Organizing is
the establishing of effective behavioral relationships among persons so that they may work
together efficiently and gain personal satisfaction in doing selected tasks under given
environmental conditions for the purpose of achieving some goal or objective.
Dari dua definisi di atas jelaslah bahwa pengorganisasian merupakan salah satu fungsi
manajemen setelah fungsi perencanaan sehingga masing-masing anggota organisasi
mendapat tugas dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan yang direncanakan untuk
mencapai tujuan yang diinginkan.
Kemudian, proses pengorganisasian juga mencakup kegiatan-kegiatan berikut:
1. Pembagian kerja yang harus dilakukan oleh individu atau kelompok-kelompok tertentu.
2. Pernbagian aktivitas menurut level kekuasaan dan tanggungjawab.
24. 3. Pengelompokan tugas menurut tipe dan jenisnya.
4. Penggunaan mekanisme koordinasi kegiatan individu /kelompok.
5. Pengaturan hubungan kerja antara anggota organisasi.
Adapun langkah-langkah pengorganisasian dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Tujuan, manajer harus mengetahui tujuan organisasi yang ingin dicapai; apa profit
motive atau service motive.
2. Penentuan kegiatan-kegiatan, artinya manajer harus mengetahui, merumuskan dan
mengspesifikasikan kegiatan-kegiatan yang diper¬lukan untuk mencapai tujuan organisasi
dan menyusun daftar kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan.
3. Pengelompokan kegiatan-kegiatan, artinya manajer harus mengelompokkan kegiatan-
kegiatan ke dalam beberapa kelompok atas dasar tujuan yang sama; kegiatan-kegiatan
yang bersamaan dan berkaitan erat disatukan ke dalam satu departemen atau satu bagian.
4. Pendelegasian wewenang, artinya manajer harus menetapkan besarnya wewenang yang
akan didelegasikan kepada setiap departemen.
5. Rentang kendali, artinya manajer harus menetapkan jumlah karya¬wan pada setiap
departemen atau bagian.
6. Perincian peranan perorangan, artinya manajer harus menetapkan dengan jelas tugas-
tugas setiap individu karyawan, supaya tumpang-tindih tugas terhindarkan.
7. Tipe organisasi, artinya manajer harus menetapkan tipe organisasi apa yang akan
dipakai, apakah "line organization, line and staff organization ataukah function
organization".
8. Struktur organisasi (organization chart = bagan organisasi), artinya manajer harus
menetapkan struktur organisasi yang bagaimana yang akan dipergunakan, apa struktur
organisasi "segitiga vertikal, segitiga horizontal, berbentuk lingkaran, berbentuk setengah
lingkaran, berbentuk kerucut vertikal/horizontal ataukah berbentuk oval".
Jika proses pengorganisasian dalam suatu organisasi di atas dilakukan dengan baik dan
berdasarkan ilmiah, maka organisasi yang disusun akan baik, efektif, efisien dan sesuai
dengan kebutuhan perusahaan dalam mencapai tujuannya.
Dengan demikian, antara organisasi (organization) dengan pengorganisasian (organizing)
memiliki hubungan yang sangat erat. Pengorganisasian yang baik akan menghasilkan
organisasi yang baik pula. Pengorganisasian diproses oleh organisator (manajer) sehingga
pengorganisasian itu bersifat dinamis dan hasilnya adalah organisasi yang bersifat statis.
Akan tetapi, hakikat organisasi juga bisa dipandang sebagai statis dan dinamis. Statis bila
organisasi sebagai wadah, tempat kegiatan administrasi dan manajemen. Sedangkan
dinamis ketika organisasi sebagai suatu proses, interaksi hubungan, formal (nampak di
bagan organisasi) dan informal (tidak diatur, tidak nampak dalam struktur). Hubungan
informal timbul, karena hubungan pribadi, kesamaan kepentingan, dan kesamaan interest
dengan kegiatan di luar.
Berangkat dari pengertian di atas maka dalam perkembangannya dan karena tuntutan
globalisasi muncul berbagai hal berkenaan dengan pengorganisasian, seperti struktur
organisasi yaitu pola formal bagaimana orang dan pekerja dikelompokkan dalam suatu
organisasi yang biasa digambarkan dengan bagan organisasi. Perilaku organisasi, yang
ditekankan pada perilaku manusia dalam kelompok, iklim organisasi yaitu serangkaian
sifat lingkungan kerja, kultur organisasi yaitu sistem yang dapat menembus nilai-nilai,
kepercayaan dan norma-norma di setiap organisasi, desain organisasi yaitu struktur
25. organisasi spesifik yang dihasilkan dari keputusan dan tindakan manajer, pengembangan
organisasi, politik organisasi, proses organisasi yaitu aktivitas yang member! nafas pada
kehidupan struktur organisasi, dan profil organisasi yaitu suatu diagram yang menunjukkan
respons anggota organisasi.
Berkaitan dengan pengertian organisasi, dalam Alquran dicontohkan beberapa surat yang
berkaitan dengan organisasi, sebagaimana Firman Allah SWT yang berkaitan dengan:
a. perlunya persatuan, dalam surat: 2:43, 4:71, 37:1,
b. perlunya berbangsa-bangsa, dalam surat: 5:48, 22:34,67, 49:13
c. perlunya bersatu dan mengikuti jalan yang lurus, dalam surat: 30:31,32, 2:103,105, 6:59,
8:46 dan
d. perlunya saling tolong-menolong dan kerja sama, dalam surat: 5:2, 8:74, 9:71.
Jadi, organisasi ada karena untuk mendapatkan sesuatu. Sesuatu ini merupakan tujuan
organisasi.
Demikian pula dalam pendidikan Islam, organisasi juga dibutuhkan. Organisasi pendidikan
Islam dapat dipahami sebagai wadah berkumpulnya beberapa orang yang saling bekerja
sama dan beriteraksi dalam menerapkan dan mewujudkan tujuan pendidikan Islam dengan
tetap berlandaskan kepada nilai-nilai ajaran Islam itu sendiri.
C. Sejarah Perkembangan Organisasi
Sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya bahwa manusia adalah makhluk sosial.
Hal ini turut mendorong manusia membentuk organisasi untuk mewujudkan cita-citanya.
Karena itu, organisasi muncul ketika manusia itu berkumpul dua orang atau lebih.
Bahkan, sebelum manusia terlahir ke muka bumi ini, benih-benih organisasi juga telah
tersirat sejak awal proses penciptaan manusia di alam rahim. Seperti yang dijelaskan oleh
ilmu kedokteran, sel sperma seorang laki-laki dikatakan normal apabila berjumlah minimal
20 juta sel sperma. Padahal, hanya satu sel yang dibutuhkan untuk melakukan pembuahan
dengan sel telur milik sang istri. Peristiwa ini mengisyaratkan bahwa manusia memang
ditakdirkan untuk berorganisasi dalam mencapai tujuan.
Demikian pula kisah nabi Adam as sebagai manusia pertama yang diungkap dalam al-
Qur'an, ia juga membentuk kelurga bersama istrinya Hawa. Ketika mereka memiliki anak,
maka anak-anak tersebut mereka dididik dan diorganisir sedemikian rupa dengan pekerjaan
yang berbeda sesuai dengan bakat dan minat mereka. Seperti Qabil bekerja sebagai petani,
sedangkan Habil sebagai peternak. Hal ini terungkap dalam firman Allah SWT:
Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang
sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, Maka diterima dari salah seorang
dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). ia berkata (Qabil):
"Aku pasti membunuhmu!". berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima
(korban) dari orang-orang yang bertakwa". (Qs. al-Maidah/5: 27)
Sepanjang sejarah perkembangan manusia, juga ditemukan bukti-bukti bahwa organisasi
itu telah muncul di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan orang-orang Yunani, kerajaan-
kerajaan yang telah dibangun pada masa Romawi juga menunjukkan bahwa mereka telah
membentuk dan membangun organisasi yang baik.
Dengan demikian, manusia dan organisasi serta aktivitasnya telah berlangsung lama sejak
26. ribuan tahun silam, tapi yang dibutuhkan dan perlu untuk diketahui adalah akar
perkembangan organisasi pada abad ke-18 dan ke-19, yaitu:
1. Masa Praktik Awal
Ada tiga nama penting yang mempunyai pengaruh besar dalam menentukan arah dan
batasan dari perilaku organisasi, mereka itu adalah Adam Smith, Charles Babbage, dan
Robert Owen.
a. Adam Smith, 1776; Adam Smith telah memberikan kontribusi yang sangat penting
dengan doktrin ekonominya, yaitu spesialisasi bidang kerja atau pembagian tugas dengan
berbagai argumentasi yang sangat dalam. Adam Smith memberikan contoh pembagian
tugas dengan spesialisasi bidang kerja tertentu dalam pabrik pembuatan peniti. Ada
sepuluh orang pekerja dalam pabrik tersebut, setiap orang mempunyai tugas tertentu
dengan mengerjakan suatu bagian kerja tertentu. Sepuluh orang pekerja tersebut dapat
membuat 48.000 buah peniti tiap harinya. Selanjutnya, jika setiap pekerja mengambil
kawat sendiri-sendiri kemudian meluruskannya, membuatkan ujung batangnya, hasilnya
setiap pekerja mampu membuat satu peniti dalam satu hari. Kalau ada sepuluh pekerja
maka dapat membuat sepuluh peniti setiap hari. Dan spesialisasi bidang pekerjaan tertentu
pada masa sekarang ini sudah barang tentu termotivasi oleh keuntungan yang berlipat
ganda dari doktrin Adam Smith pada 2 abad silam.
b. Charles Babbage, 1832; Charles Babbage adalah seorang profesor matematika dari
Inggris yang telah mengembangkan sistem pembagian tugas yang telah diartikulasikan
pertama kali oleh Adam Smith. Babbage menambahkan beberapa keuntungan dengan
sistem pembagian tugas, yang telah dikemukakan oleh Adam Smith. Selain keterampilan,
menghemat waktu yang terkadang sering disia-siakan terbuang ketika penggantian tugas
satu ke tugas yang lain.
Keuntungan tersebut yaitu:
a) Mempersingkat waktu yang diperlukan untuk belajar suatu pekerjaan.
b) Menghemat pemborosan material yang diperlukan dalam pelajaran pada tiap tingkatan.
c) Memungkinkan untuk menghasilkan tingkat keteram¬pilan yang tinggi.
d) Memungkinkan kemampuan untuk membandingkan keterampilan seseorang dan bakat
fisik dengan tugas-tugas tertentu.
c. Robert Owen, 1825; Robert Owen adalah orang periling dan berjasa dalam sejarah
perilaku organisasi karena ia adalah seorang industrialis pertama yang mengingatkan
bagaimana sistem pabrik yang sedang tumbuh dan berkembang telah merendahkan para
pekerja. Ia menolak praktik-praktik kekerasan yang ia lihat di pabrik-pabrik, seperti anak
yang bekerja di bawah umur 10 tahun, 13 jam kerja tiap hari dengan kondisi kerja yang
menyedihkan. Owen menjadi seorang reformer, ia mencek para pemilik pabrik yang
memperlakukan peralatan lebih baik dibandingkan dengan para karyawannya, ia
mengkritik mereka yang membeli mesin dengan harga mahal sementara membayar para
pekerja yang menjalankan mesin tersebut dengan harga sangat murah. Owen mengatakan
bahwa mempergunakan uang untuk meningkatkan para pekerja merupakan salah satu
investasi terbaik yang menjadi pilihan para eksekutif bisnis, ia mengklaim bahwa
memperlihatkan concern kepada para karyawan akan sangat menguntungkan untuk
manajemen dan membebaskan kesengsaraan manusia. Untuk ukuran zaman Owen ia tentu
sangat idealis tapi seratus tahun setelah tahun 1825 ditetapkan jam kerja untuk semua,
undang-undang perburuhan anak, pendidikan untuk umum, perusahaan memberikan makan
27. pada waktu kerja.
2. Masa Klasik
Masa Klasik meliputi tahun 1900-1930. Selama periode ini, untuk pertama kali teori-teori
manajemen secara umum mulai dikembangkan, pada masa ini yang banyak kontribusi
dalam perilaku organisasi, mereka itu adalah Frederick W. Taylor, Henry Fayol, Max
Weber, Mary Panther Follet, dan Chester Bernard telah meletakkan dasar praktik-praktik
manajemen sekarang.
Manajemen secara Ilmiah
a. Frederick W Taylor; Frederick W Taylor menggambarkan prinsip-prinsip manajemen
secara ilmiah menampilkan tiga bab sebagai tujuan dari gerakannya:
a) Untuk menegaskan bahwa Amerika Serikat telah dirugi-kan karena tidak adanya
efisiensi.
b) Maka solusi terletak pada manajemen yang sistematis bukan pada usaha mencari orang
yang istimewa.
c) Untuk membuktikan bahwa manajemen yang baik ada¬lah suatu ilmu yang tepat yang
berdasarkan pada hukum-hukum yang jelas, aturan-aturan, dan prinsip-prinsip. Awal
penggunaan manajemen yang ilmiah membuahkan hasil yang gemilang. Perusahaan motor
Ford berusaha melaksanakan prinsip-prinsip manajemen ilmiah di tahun 1908 dan berhasil
merakit suatu mobil hanya dalam waktu 14 menit. Dari pandangan ilmu perilaku,
pelaksanaan manajemen ilmiah mencoba memadukan asumsi-asumsi mekanik terhadap
ilmu-ilmu perilaku organisasi.
b. Teori Administratif dari Henry Fayol; Henry Fayol seorang industriawan Perancis
menerbitkan bukunya pada tahun 1919 yakni General and Industrial Administration. Yang
banyak mempengaruhi pemikiran-pemikiran manajemen di Eropa. Pandangan-
pandangannya dianggap sebagai suatu pemikiran tentang organisasi adminis¬tratif. Fayol
berpendapat bahwa semua organisasi terdiri dari unit atau subsistem sebagai berikut:
a) Aspek teknik dan komersial dan dari kegiatan pembelian, produksi dan penjualan.
b) Kegiatan-kegiatan keuangan.
c) Unit-unit keamanan dan perlindungan
d) Fungsi perhitungan
e) Fungsi administratif dari perencanaan, organisasi, pengarahan, koordinasi, dan
pengendalian.
c. Teori Struktural dari Max Weber; Max Weber adalah pemikir dalam ilmu sosial dari
Jerman. Dua aspek kerja Weber yang relevan dengan perilaku organisasi yaitu:
Pcrtama, seorang ahli ilmu sosial, ia tertarik untuk menjelas-kan preskripsi dari
pertumbuhan organisasi yang besar.
Kedua, ia terkesan akan kelemahan-kelemahan manusia dan pertimbangan yang kadang-
kadang tidak realistis bahwa manusia mempunyai rasa emosi.
Teori Max Weber memiliki sifat:
a) Adanya spesialisasi atau pembagian kerja
b) Adanya hierarki yang berkembang
c) Adanya suatu sistem atau aturan dari suatu prosedur
d) Adanya hubungan kelompok yang impersonalitas
e) Adanya promosi dan jabatan yang berdasarkan kecakapan.
3. Gerakan Hubungan Kemanusiaan
28. Raymond Miles menyatakan bahwa pendekatan hubungan kemanusiaan secara sederhana
menempatkan karyawan sebagai manusia, tidak sebagai mesin yang dipergunakan dalam
berproduksi. Pada sejarah hubungan kemanusiaan ini terdapat tiga kejadian yang
memberikan kontribusi dalam penelaahan ilmu perilaku organisasi. Tiga kejadian itu
antara lain sam masa-masa depresi yang hebat, gerakan kaum buruh, dan basil penemuan
Howthorne.
a. Masa depresi; depresi yang terjadi pada tahun 1930-an menyebabkan goncangan yang
hebat di bidang keuangan. dan perekonomian pada umumnya. Penyebab depresi pada
umumnya antara lain:
a) Akumulasi stok barang yang baru yang besar di tangan konsumen
b) Konsumen menolak naiknya harga
c) Jarang investasi dalam skala usaha
d) Melemahnya kepercayaan dan harapan-harapan
e) Akumulasi yang besar dari kemampuan produksi sebagai basil pengembangan
teknologi.
Ledakan depresi menyadarkan manajemen untuk menghayati bahwa produksi tidak akan
bertahan lama sebagai unsur yang bertanggung jawab dalam manajemen. Di saat itu lalu
timbul gagasan untuk meletakkan unsur manusia sebagai unsur yang amat dominan dalam
manajemen, sebagai basil dari depresi hubungan kemanusiaan dan perilaku organisasi
mendapatkan tempat yang dominan dan perhatian yang seksama.
b. Gerakan Serikat Buruh; di tahun 1935 serikat buruh secara sah diakui (legally
entranced), banyak para manajer menjadi sadar dan mulai banyak memberikan
perhatiannya kepada buruh. Gerakan serikat buruh ini secara langsung ataupun tidak
langsung memberikan dampak yang besar terhadap studi perilaku organisasi individu-
individu yang mendukung kerja sama dalam suatu organisasi tertentu. Gerakan serikat
buruh tercatat dalam sejarah pengembangan studi perilaku organisasi, sebagai titik awal
dalam masa embrio berkembang gerakan kemanusiaan.
c. Penemuan Howthorne; Howthome mengadakan penelitian dengan tujuan untuk mencari
sampai di mana pengaruh hubungan antara kondisi fisik lingkungan kerja dengan
produktivitas karyawan. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa langkah. Langkah
pertama, percobaan tentang cahaya lampu antara tahun 1924-1927, hasilnya bahwa cahaya
penerangan lampu pada tempat kerja hanyalah salah satu faktor yang mempengaruhi hasil
kerja dan pengaruhnya kecil sekali. Langkah kedua, Howthorne menyediakan ruang
istirahat bagi karyawan. Hasilnya dari fase ini hampir sama dengan fase pertama. Langkah
ketiga, studi tentang ruang bank tilgram. Tujuannya untuk melakukan analisis pengamatan
terhadap kelompok pekerja informal.
Ternyata dalam fase ketiga ini tidak ada kenaikan pro¬duktivitas yang tinggi. Implikasi
penemuan Howthorne terhadap pengembangan tentang ilmu perilaku organisasi ternyata
amat besar dan penting sekali. Usaha-usaha penemuan ini merupakan satu dasar yang amat
berharga terhadap pendekatan perilaku di dalam segala aspek manajemen.
4. Organisasi Modern
Asumsi dasar tentang sifat manusia menurut ilmu organisasi modern adalah bukan baik
dan bukan buruk. Beberapa orang beranggapan bahwa manusia mempunyai keunikan
dalam perilaku hal yang terarah, lainnya beranggapan bahwa perilaku manusia dalam
banyak hal menunjukkan sebagai sasaran yang tidak teratur.
Pendekatan yang dipakai untuk menganalisis perilaku ma¬nusia menurut ahli perilaku
29. organisasi modern, yaitu pada hakikatnya juga menggunakan metode eksperimen, dengan
memberi¬kan penekanan pada observasi terkendali dan generalisasi data. Pengharapan-
pengharapan pada manajemen modern, yaitu pemahaman-pemahaman dari perilaku
manusia yang selalu bertambah dengan pemahaman ilmiah yang akan membawa ke arah
penyempurnaan kerja.
Selain dari sejarah perkembangan organisasi sebagai suatu ilmu yang terjadi di kalangan
ilmu barat, jauh sebelumnya juga ditemukan tokoh-tokoh dari Timur (baca: Islam) dalam
mengemukakan berbagai teori yang berkenaan dengan organisasi. Salah satu di antaranya
yang terkenal adalah Ibn Khaldun (1332 – 1406 M/732 – 808 H) diakui oleh para sarjana
baik muslim maupun non-muslim di Barat sebagai seorang sosiolog ternama. Dalam kitab
magnum opusnya, Muqaddimah, Ibn Khaldun banyak berbicara tentang teori masyarakat,
peradaban, perkembangan profesi, serta pentingnya berkumpul (organisasi) dalam
mewujudkan cita-cita bersama. Dalam Muqaddimah-nya, Ibn Khaldun mengutip pendapat
para filosof—di sini Ibn Khaldun tidak menyebutkan nama-nama filosof tersebut—
―manusia adalah makhluk sosial‖ (al-insānu madaniyyun bit thab‘i). Pernyataan ini
menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan orang
lain dalam kehidupannya. Lebih lanjut, ia menuliskan;
Pernyataan ini mengandung makna bahwa seorang manusia tidak bisa hidup sendirian, dan
eksistensinya tidaklah terlaksana kecuali dengan kehidupan bersama. Dia tidak akan
mampu menyempurnakan eksistensi dan mengatur kehidupannya dengan sempurna secara
sendiri. Benar-benar sudah menjadi wataknya, apabila manusia butuh bantuan dalam
memenuhi kebutuhannya. Mula-mula, bantuan itu berupa konsultasi, lalu kemudian
berserikat serta hal-hal lain sesudahnya. Berserikat dengan orang lain, bila ada kesatuan
tujuan, akan membawa kepada sikap saling membantu. Tapi jika tujuannya berbeda, akan
menimbulkan perselisihan dan pertengkaran, sehingga muncullah sikap saling membenci,
saling berselisih. Ini yang membawa peperangan atau perdamaian di kalangan bangsa-
bangsa.
Dalam pernyataan di atas, Ibn Khaldun menyebutkan sebagai makhluk sosial, manusia
selala berserikat (berorganisasi) jika memang ada kesatuan tujuan. Tampak jelas bahwa Ibn
Khaldun—yang hidup sekitar empat abad sebelum Adam Smith (1776)—telah memahami
teori organisasi. Dengan demikian, konsep organisasi sebenarnya telah dikemukakan oleh
para tokoh intelektual Islam ketika masa kejayaannya sebelum berkembangnya peradaban
Barat. Semua itu tidak terlepas dari isyarat-isyarat yang dikemukakan dalam al-Qur'an
maupun Hadis sehingga melahirkan berbagai pemikiran yang brilliant dari generasi muslim
pada masa-masa selanjutnya.
D. Prinsip-prinsip, Fungsi dan Manfaat Organisasi
Agar terwujudnya suatu organisasi yang baik, efektif, efisien serta sesuai dengan
kebutuhan, secara selektif harus didasarkan pada prinsip-prinsip organisasi sebagai berikut.
1. Principle of Organizational Objective (prinsip tujuan organisasi). Menurut prinsip ini
tujuan organisasi harus jelas dan rasional, apakah bertujuan untuk mendapatkan laba
(business organization) ataukah untuk memberikan pelayanan (public organization). Hal
ini merupakan bagian penting dalam menentukan struktur organisasi.
2. Principle of Unity of Objective (prinsip kesatuan tujuan). Menurut prinsip ini, di dalam
suatu organisasi harus ada kesatuan tujuan yang ingin dicapai. Organisasi secara
keseluruhan dan tiap-tiap bagiannya harus berusaha untuk mencapai tujuan tersebut.
30. Organisasi akan kacau, jika tidak ada kesatuan.
3. Principle of Unity of Command (prinsip kesatuan perintah) Menurut prinsip ini,
hendaknya setiap bawahan menerima perintah ataupun memberikan pertanggungjawaban
hanya kepada satu orang atasan, tetapi seorang atasan dapat memerintah beberapa orang
bawahan.
4. Principle of the Span of Management (prinsip rentang kendali). Menurut prinsip ini,
seorang manajer hanya dapat memimpin secara efektif sejumlah bawahan tertentu,
misalnya 3 sampai 9 orang. Jumlah bawahan ini tergantung kecakapan dan kemampuan
manajer bersangkutan.
5. Principle of Delegation of Authority (prinsip pendelegasian wewenang) Menurut prinsip
ini, hendaknya pendelegasian wewenang dari seseorang atau sekelompok orang kepada
orang lain jelas dan efektif, sehingga ia mengetahui wewenangnya.
6. Principle of Parity of Authority and Responsibility (prinsip keseimbangan wewenang
dan tanggung jawab) Menurut prinsip ini, hendaknya wewenang dan tanggung jawab harus
seimbang. Wewenang yang didelegasikan dengan tanggung jawab yang timbul karenanya
harus samabesarnya, hendaknya wewenang yang didelegasikan tidak meminta
pertanggungja wabany ang lebih besar dari wewenang itu sendiri atau sebaliknya.
Misalnya, jika wewenang sebesar X, tanggung jawabnya pun harus sebesar X pula.
7. Principle of Responsibility (prinsip tanggung jawab). Menurut prinsip ini, hendaknya
pertanggungjawaban dari bawahan terhadap atasan harus sesuai dengan garis wewenang
(line autho¬rity) dan pelimpahan wewenang; seseorang hanya bertanggung jawab kepada
orang yang melimpahkan wewenang tersebut.
8. Principle of Departmentation (principle of devision of work-prinsip pembagian kerja).
Menurut prinsip ini, pengelompokan tugas-tugas, pekerjaan-pekerjaan atau kegiatan-
kegiatan yang sama ke dalam satu unit kerja (departemen) hendaknya didasarkan atas
eratnya hubungan pekerjaan tersebut.
9. Principle of Personnel Placement (prinsip penempatan personalia). Menurut prinsip ini,
hendaknya penempatan orang-orang pada setiap jabatan harus didasarkan atas kecakapan,
keahlian dan keterampilannya (the right men, in the right job); mismanajemen penempatan
harus dihindarkan. Efektivitas organisasi yang optimal memerlukan penempatan karyawan
yang tepat. Untuk itu harus dilakukan seleksi yang objektif dan berpedoman atas job
specification dari jabatan yang akan diisinya.
10. Principle of Scalar Chain (prinsip jenjang berangkai). Menurut prinsip ini, hendaknya
saluran perintah/wewenang dari atas ke bawah harus merupakan mata rantai vertikal yang
jelas dan tidak terputus-putus serta menempuh jarak terpendek. Sebaliknya
pertanggungjawaban dari bawahan ke atasan juga melalui mata rantai vertikal, jelas dan
menempuh jarak terpendeknya. Hal ini penting, karena dasar organisasi yang fundamental
adalah rangkaian wewenang dari atas ke bawah; tindakan dumping hen¬daknya
dihindarkan.
11. Principle of Efficiency (prinsip efisiensi). Menurut prinsip ini, suatu organisasi dalam
mencapai tujuannya harus dapat mencapai hasil yang optimal dengan pengorbanan yang
minimal.
12. Principle of Continuity (prinsip kesinambungan). Organisasi harus mengusahakan cara-
cara untuk menjamin kelangsungan hidupnya.
13. Principle of Coordination (prinsip koordinasi). Prinsip ini merupakan tindak lanjut dari
prinsip-prinsip organisasi lainnya. Koordinasi dimaksudkan untuk mensinkronkan dan
mengintegrasikan segala tindakan, supaya terarah kepada sasaran yang ingin dicapai.
Dalam konteks pendidikan Islam, prinsip-prinsip ini haruslah berlandaskan kepada
landasan ajaran Islam itu sendiri, yaitu al-Qur'an dan Sunnah. Di antara prinsip organisasi
31. yang tersirat dalam al-Qur'an dan Hadis adalah sebagai berikut:
1. Tujuan organisasi secara umum harus mencari dan menemukan keridhaan Allah SWT.
Meskipun tujuan lain dibangun bernuansa duniawi, akan tetapi hal-hal yang bersifat
duniawi tersebut adalah sesuatu yang diridhai oleh Allah SWT. Firman-Nya:
Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, yang demikian itu
lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, Maka
bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-
banyak supaya kamu beruntung. (Qs. al-Jumuah: 9-10)
2. Kerja sama yang dilakukan dalam suatu organisasi—termasuk segala proses yang
dijalankan—hanya dalam kebaikan, bukan dalam hal kemaksiatan, keburukan, atau
kemungkaran. Firman-Nya:
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada
Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya. (Qs. Al-Maidah/5: 2)
3. Pemberian tugas dan wewenang kepada anggota organisasi berdasarkan kemampuan
yang mereka miliki. Dalam ajaran Islam, banyak hal hukum yang diterapkan berdasarkan
kemampuannya, seperti shalat duduk atau berbaring bagi orang yang sakit, mengganti
puasanya dengan fidyah bagi yang sakit dan sulit akan sembuh, dan sebagainya. Demikian
pula perintah memberi nafkah, juga berdasarkan kemampuan seseorang, sebagaimana
firman-Nya:
Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. dan orang yang
disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah
kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang
Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.
(Qs. ath-Thalaq/65: 7)
Dalam hal ini, juga diperlukan penyerahan tugas sesuai dengan keahliannya. Rasulullah
SAW bersabda:
Apabila suatu perkara/urusan diserahkan bukan pada ahlinya, maka tunggulah saat
kehancurannya. (HR. Bukhari).
4. Masing-masing anggota organisasi harus menjalankan tugasnya dengan baik dan
mempertanggungjawabkan setiap tugas yang diembannya. Rasulullah SAW bersabda:
...
Kalian semua adalah pemimpin, dan akan diminta pertanggungjawaban tentang
kepemimpinannya… (muttafaq 'alaih).
Mengenai tanggung jawab ini, juga dijelaskan dalam firman Allah SWT dalam al-Qur'an
surat ar-Ra‘du/13 ayat 11:
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah apa yang terdapat pada (keadaan) satu
kaum (masyarakat), sehingga mereka mengubah apa yang terdapat dalam diri (sikap
mental) mereka.
5. Seluruh anggota organisasi secara kolektif bertanggung jawab terhadap individu-
32. individu yang ada dalam organisasi tersebut sehingga diperlukan adanya pembinaan
(supervisi), pendidikan, dan perhatian kepada mereka. Jika tidak, maka kesalahan yang
dilakukan oleh individu tertentu bisa merusak citra organisasi. Hal ini tersirat dalam firman
Allah SWT dalam surat al-Anfal/8 ayat 25:
Artinya: dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-
orang yang zalim saja di antara kamu. dan ketahuilah bahwa Allah Amat keras siksaan-
Nya.
6. Komunikasi yang digunakan dalam organisasi hendaklah dengan lemah lembut, tegas,
perkataan yang benar serta mengandung keselamatan, sesuai dengan kondisi yang
dibutuhkan. Mengenai pentingnya berkomunikasi dengan baik dan lemah lembut ini Allah
SWT berfirman:
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. (Qs. Ali Imran/3: 159)
Dalam al-Qur'an juga ditemukan beberapa istilah komunikasi seperti:
a. qaulan sadida/perkataan yang benar (Qs. an-Nisa'/4: 9 dan al-Ahzab/33: 70);
b. qaulan karima/perkataan yang mulia (Qs. al-Isra'/17: 23);
c. qaulun ma'rufun atau qaulan ma'rufa/perkataan yang baik (Qs. al-Baqarah/2: 2235 dan
263; Muhammad/47: 21 juga al-Ahzab/33: 32 dan an-Nisa'/4: 8);
d. qaula al-haq/perkataan yang benar (Qs. Maryam/19: 34); dan
e. qaulan baligha/perkataan yang sampai berbekas pada jiwa mereka (Qs. an-Nisa'/4: 63).
Berbagai bentuk kata yang menunjukkan etika dan cara komunikasi tersebut dilakukan
sesuai dengan kondisi lawan bicara dan materi yang dibicarakan. Penerapan komunikasi
seperti ini akan sangat efektif dalam membangun organisasi yang profesional dan
menyenangkan.
7. Selain menggunakan kata-kata yang baik, hendaklah saling memberi nasehat di jalan
yang benar, sebagaimana dijelaskan dalam surat al-'Ashr ayat 1-3:
Artinya: Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati (saling
berwasiat) supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati (saling berwasiat) supaya
menetapi kesabaran.
8. Dalam pengambilan kebijakan dan keputusan, hendaklah dilakukan dengan prinsip
musyawarah dan diiringi dengan sifat tawakal. Sebagaimana firman-Nya:
Dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (Qs. Ali Imran/3: 159)
9. Menegakkan prinsip keadilan. Islam sangat menekankan pentingnya menegakkan
keadilan, termasuk dalam urusan kemasyarakat dan berorganisasi. Bahkan Ali ibn Abi
Thalib kw. pernah berkata: "Tuhan akan menegakkan negara yang adil meskipun kafir dan
akan menghancurkan negara yang zhalim meskipun Islam". Al-Qur'an juga banyak
membicarakan tentang prinsip keadilan, salah satu di antaranya adalah:
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu
33. menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-
kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil.
Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah,
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Qs. surat al-Maidah/5
ayat 8)
10. Jabatan dan tugas yang diberikan dalam organisasi pada hakikatnya sebagai amanah
yang harus dijalankan dengan sifat amanah (dapat dipercaya) pula. Pentingnya sifat
amanah ini juga ditegaskan dalam al-Qur'an bahwa watak manusia memang suka
menerima amanah, akan tetapi agar tidak termasuk orang yang zalim lagi bodoh, harus
mampu mengemban amanah tersebut sebagaimana mestinya. Dalam konteks berorganisasi,
maka setiap anggota organisasi harus menjalankan fungsi dan tugasnya masing-masing
sesuai dengan job description yang diberikan. Firman-Nya:
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-
gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu
Amat zalim dan Amat bodoh, (Qs. al-Ahzab/33: 72)
11. Dalam menjalankan organisasi pendidikan Islam hendaklah dilakukan dengan cara
yang baik, jujur, tranparan, dan sifat-sifat terpuji lainnya sebagaimana yang dituntun dalam
ajaran Islam, khususnya yang berkenaan dengan ajaran akhlaqul Islam.
Adapun yang menjadi fungsi dari sasaran organisasi tersebut antara lain:
1. Dapat merumuskan serta memusatkan perhatian atau mengarahkan para manajer dalam
usaha memperoleh dan mempergunakan sumber daya organisasi.
2. Dapat digunakan sebagai dasar dan alasan peng-orgairisasian.
3. Sebagai suatu standar penilaian terhadap organisasi, dan daprt dijadikau sebagai ukuran
terhadap derajat efektivitas dan efisiensi organisasi dalam mencapai tujuannya.
4. Sebagai sumber legitimasi yang membenarkan kegi¬atan dan eksistensinya terliadap
kelornpok-kelompok yang beraneka ragam seperti para penanaman modal, anggota,
pelanggan dan masyarakat secara keseluruhan dan sebagainya.
5. Dapat membantu organisasi untuk memperoleh suinberdaya manusia yang dibutuhkan.
Fungsi yang menjadi sasaran bagi para anggota perseorangan dalam suatu organisasi
adalah:
1. Dapat memberikan pengarahan kerja sehingga mendorong para pekerja untuk
memusatkan perhatian dan usahanya secara lebih ielas ke arah tujuan yang telah
ditetapkan.
2. Memberikan alasan sebagai dasar untuk bekerja dan dapat memberikan arti pada
pekerjaan yang kelihatannya tidak terarah.
3. Dapat dijadikan sebagai sasaran pencapaian keinginan pribadi.
4. Dapat membantu individu merasa terjarnin bahwa Organisasi akan tenis berjalan untuk
masa selanjut-nya.
5. Dapat memberikan identifikasi dan status bagi para pekerjanya
Sementara manfaat dari adanya organisasi adalah:
1. Organisasi sebagai penuntun pencapaian tujuan. Pencapaian tujuan akan lebih efektif
dengan adanya organisasi yang baik.
2. Organisasi dapat mengubah kehidupan masyarakat. Jika organisasi itu di bidang
pendidikan, maka akan turut mencerdaskan masyarakat serta membimbing masyarakat
agar tetap menerapkan nilai-nilai ajaran Islam.
34. 3. Organisasi menawarkan karier. Karier berhubungan dengan pengetahuan dan
keterampilan. Jika kita menginginkan karier untuk kemajuan hidup, berorganisasi dapat
menjadi solusi.
4. Organisasi sebagai cagar ilmu pengetahuan. Organisasi selalu berkembang seiring dengn
munculnya fenomena-fenomena organisasi tertentu. Peran penelitian dan pengembangan
sangat dibutuhkan sebagai dokumentasi yang nanti akan mengukir sejarah ilmu
pengetahuan.
Dalam ajaran Islam, juga diperlukan organisasi. Rasulullah SAW bersabda bahwa Shalat
berjama'ah lebih utama daripada shalat sendirian 27 derajat. Hadis ini mengisyaratkan
tentang:
a. Keutamaan shalat berjamaah
b. Aplikasinya dalam kehidupan bermasyarakat bahwa hidup secara berjamaah atau
berorganisasi dengan dipimpin oleh seorang pemimpm/imam lebih besar keuntungannya
dari¬pada tanpa berorganisasi atau berjamaah.
Begitu pula pernyataan Ali bin Abi Thalib: "al-haqqu bila nizhamin sayaghlibuhu al-bathil
bi nizhamin", (Kebenaran yang tidak terorganisir akan dikalahkan oleh kebatilan yang
terorganisir). Pernyataan ini menunjukkan begitu pentingnya organisasi untuk mewujudkan
suatu tujuan, termasuk dalam menerapkan kebenaran.
E. Bentuk-bentuk Organisasi
Bentuk-bentuk organisasi dapat dilihat dari beberapa segi, di antaranya:
1. Berdasarkan tipe-tipe strukturnya.
2. Berdasarkan proses pembentukannya;
3. Berdasarkan kaitan hubungannya dengan pemerintah;
4. Berdasarkan skala (ukuran) besar-kecilnya;
5. Berdasarkan tujuannya;
6. Berdasarkan organization chartnya;
Bentuk-bentuk organisasi di atas akan dijelaskan berikut ini:
1. Berdasarkan Tipe-tipe Struktur Organisasi
Jika dilihat dari strukturnya, organisasi dapat dibagi kepada beberapa tipe, yaitu: (1)
organisasi dalam bentuk lini (line organization), (2) organisasi dalam bentuk lini dan staf
(line and staf organization), (3) organisasi dalam bentuk fungsional {functional,
organization), dan (4) organisasi dalam bentuk panitia (committe organization). Untuk
lebih jelasnya pemahaman mengenai bentuk-bentuk orgaisasi tersebut dapai dilihat pada
uraian berikut ini.
a. Organisasi dalam bentuk lini (line Organization)
Bentuk lini juga disebut "bentuk lurus", "bentuk jalur", atau "bentuk militer". Bentuk ini
adalah bentuk yang dianggap paling tua dan digunakan secara luas pada masa
perkembangan industri pertama. Organisasi Lini ini diciptakan oleh Henry Fayol dan
biasanya orga¬nisasi ini dipakai oleh militer dan perusahaan-perusahaan kecil saja.
Dalam organisasi lini ini pendelegasian wewenang dilakukan secara vertikal melalui garis
terpendek dari seorang atasan kepada bawahannya. Pelaporan tanggung jawab dari
bawahan kepada atasannya juga dilakukan melalui garis vertikal yang terpendek. Perintah-
perintah hanya diberikan seorang atasan saja dan pelaporan tanggung jawab hanya kepada