Makalah ini membahas tentang populasi dan sosial ekonomi masyarakat pesisir di Indonesia serta strategi pemberdayaan mereka. Masyarakat pesisir umumnya hidup dalam kemiskinan karena ketergantungan pada nelayan dan perikanan tangkap, kurangnya akses teknologi, dan minimnya dukungan pemerintah. Beberapa strategi yang diusulkan antara lain memberdayakan mata pencaharian tambahan, mendukung program PNPM, dan men
1. Populasi dan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir serta Strategi
Pemberdayaan Mereka Dalam Konteks Pengelolaan
Sumberdaya Pesisir Secara Terpadu
Oleh: Victor P.H. Nikijuluw
Pendahuluan
Sebagai negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia dengan garis pantai
sepanjang 81.000 km (terpanjang kedua setelah Kanada), Indonesia, sebagian besar
wilayahnya merupakan wilayah pesisir (Coastal Zone). Namun sayang, adanya wilayah
pesisir tersebut terdapat banyak masyarakat miskin yang sebagian besar bekerja sebagai
nelayan. Masyarakat pesisir sendiri bukan hanya nelayan, melainkan juga pembudidaya
ikan, pengolah ikan, bahkan pedagang ikan. Namun secara empiris di kalangan
masyarakat pesisir itu sendiri, pelaku ekonomi di subsistem produksi primer-nelayan dan
pembudidaya ikan seringkali menemui sejumlah masalah, misalnya ketidak adilan harga,
keterbatasan teknologi dan modal, terbatasnya SDM, terbatasnya akses sumberdaya,
dan lemahnya organisasi.
Di dalam makalah Populasi dan Sosial ekonomi Masyarakat Pesisir serta
Strategi Pemberdayaan Mereka dalam Konteks Pengelolaan Sumberdaya
Pesisir Secara Terpadu ini disoroti mengenai populasi dan sosial ekonomi masyarakat
pesisir, serta strategi pemberdayaanya. Masyarakat pesisir didefinisikan sebagai
kelompok orang yang mendiami di suatu wilayah pesisir dan sumber kehidupan
perekonomiannya bergantung pada pemanfaatan sumber daya laut dan pesisir.
Kemiskinan masyarakat pesisir dilatarbelakangi oleh beberapa macam persoalan yang
saling berhubungan satu sama lain. Kemiskinan masyarakat pesisir dikategorikan
menjadi kemiskinan struktural, kemiskinan super struktural, dan kemiskinan kultural.
Beberapa pakar ekonomi mengatakan bahwa nelayan tetap mau untuk tinggal
dalam lingkaran kemiskinan karena kehendaknya untuk menjalani hidup (Panayotou,
1982). Mereka memperoleh kepuasan tersendiri dari hasil menangkap ikan tersebut.
Perekonomian para nelayan sangat tergantung dari hasil tangkapan laut. Masih banyak
ditemui para nelayan yang menggunakan alat-alat tradisional untuk menangkap ikan.
Mereka cenderung menggunakan teknologi primitif mengingat keterbatasan
pengetahuan dari para nelayan. Pokok permasalahan utama dari kemiskinan nelayan itu
sendiri terletak pada tidak terpenuhinya kebutuhan akan pangan, kesehatan, pendidikan,
pekerjaan, infrastruktur dan kondisi alam yang tidak menentu. Selain itu, melemahnya
1
2. etos kerja dari para nelayan, lemahnya tingkat pendidikan, kurangnya aksesibilitas
terhadap informasi dan teknologi yang masuk, kurangnya biaya untuk modal semakin
menambah masyarakat pesisir menjadi melemah. Di saat yang bersamaan, kebijakan
dari pemerintah tidak memihak pada masyarakat pesisir, akibatnya kemiskinan yang
terjadi di dalam masyarakat pesisir tidak dapat dihindari.
Critical Review
Diantara kategori pekerjaan yang terkait dengan kemiskinan, nelayan kerap kali
disebut-disebut sebagai masyarakat termiskin dari kelompok masyarakat lainnya (the
poorest of the poor). Berdasarkan data World Bank mengenai kemiskinan, disebutkan
bahwa sebanyak 108,78 juta orang atau 49% dari total penduduk Indonesia dalam
kondisi miskin dan rentan menjadi miskin. Selain itu, menurut Badan Pusat Statistik
(BPS) pada tahun 2008 disebutkan pula bahwa penduduk miskin di Indonesia mencapai
34,96 juta jiwa dan 63,47% diantaranya adalah masyarakat yang hidup di kawasan
pesisir dan pedesaan.
Dapat diketahui dari ringkasan di atas bahwa kehidupan nelayan di Indonesia
masih belum dapat dikatakan makmur. Nelayan dan komunitas masyarakat pesisir, pada
umumnya adalah bagian dari kelompok masyarakat miskin yang berada pada level
paling bawah dan kerapkali menjadi korban pertama yang paling menderita akibat
ketidakberdayaan dan kerentanannya. Beberapa kajian yang telah dilakukan
menemukan bahwa para nelayan bukan saja sehari-hari harus berhadapan dengan
ketidakpastian pendapatan dan tekanan musim paceklik ikan yang panjang, tetapi lebih
dari itu mereka juga sering harus berhadapan dengan berbagai tekanan dan bentuk
eksploitasi yang muncul bersamaan dengan berkembangnya proses modernisasi. Ironi
sekali ketika kita mengetahui sebagian besar wilayah Indonesia yang berupa perairan
dimana memiliki kekayaan sumber daya alam dan nelayan sebagai salah satu mata
pencaharian vital yang seharusnya dapat memanfaatkan hasil laut untuk kesejahteraan
hidupnya dan masyarakat lain justru keadaannya terpuruk.
Kemiskinan yang terjadi pada nelayan merupakan salah satu sumber ancaman
potensial bagi kelestarian sumberdaya pesisir dan lautan. Berbagai macam sebab, salah
satunya yakni desakan ekonomi dan tuntutan hidup memuntut masyarakat untuk
meperoleh pendapatan melalui usaha ekstraksi sumber daya perairan dan kelautan
dengan menghalalkan segala cara tanpa mempedulikan akibatnya.
Sudah menjadi suatu keharusan bahwa pemberdayaan masyarakat pesisir
menjadi salah satu agenda penting di wilayah pesisir, mengingat masyarakat yang
2
3. tinggal di daerah tersebut adalah para nelayan. Pemberdayaan ini lebih difokuskan
kepada pencerdasan para nelayan itu sendiri agar mereka paham dan mengerti
bagaimana memanfaatkan sumber daya laut secara berkelanjutan, serta bagaimana cara
mengentaskan kemiskinan mereka agar mata pencaharian nelayan dapat dipandang
sebagai mata pencaharian unggulan sehingga mereka, para nelayan tersebut tidak
terjebak lagi dalam ingkaran setan kemiskinan (vicious circle). Beberapa pemecahan
yang mungkin dapat dilakukan setelah mengkaji pembahasan di atas diantaranya:
1. Memberdayakan para nelayan agar tidak bergantung pada hasil melaut saja,
melainkan juga pada mata pencaharian lain, misalnya dengan pembudidayaan
perikanan maupun non perikanan. Tujuan dari ‘mengalihkan’ mata pencaharian lain
ini adalah agar mereka memiliki pendapatan yang relative lebih stabil dan tidak
hanya bergantung pada musim saja.
2. Mendukung Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri di sektor
kelautan dan perikanan yang digalakkan oleh pemerintah. Dengan adanya program
ini diharapkan dapat mengurangi angka kemiskinan nelayan di Indonesia. Program
ini dijalankan melalui pengembangan kegiatan perekonomian masyarakat yang
berbasis pada sumber daya lokal, baik masyarakat maupun sumber daya alamnya,
sehingga para nelayan dapat mengembangkan usaha sesuai dengan kemampuan
dan kebutuhannya sendiri.
3. Peningkatan kualitas pendidikan masyarakat nelayan. Nelayan yang buta huruf
minimal dapat membaca atau lulus dalam paket A atau B. Anak nelayan diharapkan
mampu menyelesaikan pendidikan tingkat menengah. Sehingga ke depannya nanti
akses perkembangan teknologi kebaharian dan peningkatan ekonomi lebih mudah
dilakukan.
4. Mendukung Program Mitra Bahari (PMB) yang merupakan program kemitraan antara
Departemen Kelautan dan Perikanan dengan perguruan tinggi, pemerintah daerah,
lembaga swadaya masyarakat, swasta, kelompok masyarakat dan stakeholder
lainnya, dalam rangka meningkatkan kapasitas lembaga dan SDM di daerah dan
mengakselerasi pembangunan kelautan dan perikanan. Program ini diwujudkan
melalui pelaksanaan empat komponen utama kegiatan yaitu pendampingan dan
penyuluhan, pendidikan dan pelatihan, riset terapan dan analisis untuk rekomendasi
kebijakan. Adapun tujuan penyelenggaraan PMB adalah menguatkan kapasitas
sumber daya manusia dan kelembagaan dalam pengelolaan wilayah dan sumber
daya kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil, mempercepat dan mengoptimasi
3
4. pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, mendukung implementasi
pengelolaan sumber daya kelautan, pesisir dan laut, meningkatkan kesejahteraan
rakyat, dan menyelenggarakan program penyuluhan dan pendampingan,
penyebarluasan/sosialisasi, pendidikan dan pelatihan, penelitian terapan serta
analisis kebijakan.
5. Adanya bantuan modal dari pemerintah untuk dapat membantu nelayan, khususnya
dalam hal perbaikan infrastruktur yang digunakan untuk melaut para nelayan. Selain
itu, pemerintah juga seharusnya membuat suatu lembaga yang dapat menaungi
perekonomian nelayan, dimana lembaga ini dapat membantu permodalan mereka
yang sifatnya tidak mengikat, mengingat para nelayan memiliki tingkat fleksibilitas
tinggi (misalnya waktu untuk membayar hutang, dll).
Berbagai macam upaya untuk menanggulangi masalah kemiskinan ini sudah
banyak dilakukan, namun pemerintah belum memiliki konsep yang jelas, sehingga
penanganan masih bersifat parsial dan tidak terpadu. Yang terpenting dari
pemberdayaan masyarakat nelayan ini terletak pada peran serta dari pemerintah.
Seperti yang kita ketahui, selama ini kebijakan dari pemerintah masih cenderung
mengarah pada satu sisi saja, yaitu wilayah kota dan ‘darat’, sektor perikanan dan
kelautan belum menjadi prioritas utama dalam kebijakan strategis nasional. Padahal
apabila sektor perikanan dan kelautan serta komponen yang ada di dalamnya, dalam hal
ini nelayan, memperoleh dukungan dari pemerintah, bukan tidak mungkin perekonomian
Indonesia akan menjadi semakin baik mengingat Indonesia merupakan negara maritim
dengan armadanya yang kuat.
Relevansi Kasus di Indonesia
Kehidupan nelayan di Indonesia sendiri dapat dikatakan masih belum makmur.
Berdasarkan data BPS Tahun 2002 yang diolah SEMERU 2003 disebutkan bahwa sebesar
32,14% dari 16,4 juta jiwa masyarakat pesisir di Indonesia yang masih hidup di 8.090
desa ternyata berada dibawah garis kemiskinan. Adanya tsunami yang terjadi di Aceh
tahun 2004, kenaikan BBM menyebabkan jumlah masyarakat miskin di kawasan pesisir
menjadi meningkat. Beberapa contoh kasus yang menggambarkan kehidupan
masyarakat nelayan Indonesia diantaranya:
1. Penelitian dan pengembangan model pemberdayaan terhadap nelayan di Jawa Tengah.
Keterbatasan sarana dan teknologi yang memadai untuk menangkap ikan mebuat
sebagian besar nelayan di Jawa Tengah kesulitan dalam melakukan pekerjaan, padahal
perairan di Jawa Tengah tergolong memilik potensi produksi ikan laut yang cukup besar.
4
5. Karena ketidakmampuan secara segi financial inilah para nelayan di Jawa Tengah
tersebut diwadahi dalam suatu lembaga yaitu Koperasi Unit Desa Mina dan Pangkalan
Pendaratan Ikan. KUD Mina merupakan lembaga ekonomi yang mewadahi kegiatan para
nelayan di Jawa Tengah. KUD Mina ini juga berfungsi sebagai asuransi bagi para
nelayan. Pada saat musim paceklik tiba, nelayan memperoleh bantuan beras sebanyak 5
kg dan apabila mendapat musibah di laut mendapatakan dana asuransi kecelakaan.
Sedangkan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) merupakan tempat pendaratan armada
perikanan yang dilengkapi dengan tempat pelelangan ikan sebagai transaksi antara
penjual ikan dengan para nelayan. Selain itu, pemprov Jawa Tengah sendiri juga
menyediakan fasilitas pendukung seperti pelabuhan perikanan.
2. Pemberdayaan masyarakat nelayan di Demak Utara yang masih minim. Dalam hal ini,
kinerja pemerintah dan Dewan belum maksimal, karena yang diberdayakan baru
sebagian desa pesisir, baik dari bidang ekonomi, pendidikan, maupun infrastruktur.
Ketidakmerataan pemberdayaan inilah yang menyebabkan nelayan di Demak Utara
masih minim dalam mengeskplor sumber daya yang dimilikinya.
3. Potret keluarga nelayan di Riau yang tidak jauh berbeda dengan nelayan pada umumnya
di Indonesia, yakni nelayan kecil bermodalkan tenaga dan peralatan tangkap ikan
sederhana, berpendidikan rendah, minim pengetahuan informasi pasar, dan terjebak
dalam lingkaran kemiskinan.
4. Penelitian yang terjadi pada keluarga nelayan miskin di sepanjang wilayah Pantai Prigi
Kabupaten Trenggalek, dimana di dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa nelayan
miskin merupakan bagian dari komunitas masyarakat pesisir yang secara sosial-ekonomi
rentan, tidak memiliki tabungan, kurang atau tidak berpendidikan. Jumlah anak yang
cenderung banyak menyebabkan beban yang ditanggung menjadi berat karena tidak
sebanding dengan sumber penghasilan yang diperoleh. Pasca kenaikan harga BBM,
tekanan kemiskinan yang dialami keluarga nelayan miskin cenderung makin bertambah
karena kenaikan harga kebutuhan sehari-hari yang bertolak belakang dengan
kecenderungan menurunnya penghasilan yang diperoleh oleh keluarga nelayan miskin.
Adanya keterbatasan teknologi dan aset produksi yang dimiliki nelayan miskin di
kawasan Pantai Prigi, musim paceklik dan semakin berkurangnya sumber daya laut di
wilayah sekitar pantai merupakan kondisi yang kerap kali menyebabkan kehidupan
sehari-hari nelayan miskin makin terpuruk. Usaha dari hasil melaut tidak lagi dapat
diandalkan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
5
6. Dari contoh kasus di atas dapat disimpulkan bahwa kondisi masyarakat nelayan
Indonesia perlu mendapat perhatian khusus. Pada umumnya permasalahan yang
dihadapi para nelayan ini relative sama. Untuk itu diperlukan dukungan penuh dari
pemerintah, instansi lain, dan masyarakat lain yang peduli dengan hal ini, sehingga
dapat mengambil kebijakan yang sesuai dengan permasalahan mereka.
Lesson Learned
Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik benang merah bahwa kemiskinan
yang terjadi pada masyarakat pesisir, dalam hal ini nelayan, selain akibat struktur
pembangunan kita yang tidak membela kepentingan nelayan juga disebabkan oleh
tingginya biaya operasional yang harus dibayar. Biaya operasional ini meliputi bahan
bakar dan konsumsi untuk kehidupan nelayan selama melaut. Selain itu, penerimaan
yang rendah dari hasil penjualan ikan, kurangnya prasarana, kualitas sumberdaya
manusia yang rendah, juga mendukung munculnya kemiskinan nelayan ini.
Pada dasarnya, diperlukan suatu keterpaduan yang jelas dari stakeholder
dengan tujuan untuk menghilangkan ego sektor dari masing-masing pemangku
kepentingan. Keterpaduan tersebut diantaranya: (1) Keterpaduan sektor dalam
tanggung jawab dan kebijakan. Pengambilan keputusan dalam penanganan masalah
kemiskinan ini harus diambil melalui proses koordinadi di internal pemerintah. Yang
menjadi poin utama disini adalah kemiskinan nelayan tidak akan mampu ditangani
secara kelembagaan oleh sektor kelautan dan perikanan. (2) Keterpaduan keahlian dan
pengetahuan. Untuk merumuskan kebijakan, strategi, dan program harus didukung
dengan disiplin dengan disiplin ilmu pengetahuan dan keahlian.
Penerapan program pemberdayaan masyarakat nelayan yang dilakukan dapat
bersifat regional bahkan local. Hal ini disesuaikan dengan masing-masing daerah
nelayan memilki permasalahan yang berbeda. Upaya-upaya pemberdayaan tersebut
diantaranya:
a. Keputusan dan inisiatif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat nelayan dengan
mengurangi ketergantungan pada tengkulak, bakul ikan, dan warung-warung yang
menjual bahan bakar bensin/solar disekitar Tempat Pelelangan Ikan (TPI) atau
yang ada di sekitar tempat tinggal nelayan den an cara mendirikan koperasi
simpan pinjam, dimana ketua dan anggotanya yang terdiri para nelayan itu sendiri.
b. Fokus utama pengelolaan sumberdaya local terutama pada waktu pasca panen, pada
waktu musim ikan yang nilai harga jualnya tinggi langsung dijual, yang nilai
harga jualnya rendah perlu diolah lagi menjadi ikan asin, trasi, pindang, dan tepung
6
7. ikan. Oleh karena itu diperlukan peningkatan kemampuan nelayan dalam pengolahan
ikan.
c. Budaya kelembagaan ditandai oleh adanya organisasi-organisasi seperti Himpunan
Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) sebagai wakil dari nelayan dimana peranannya
lebih ditingkatkan lagi, serta diberikan hak untuk mengambil keputusan sendiri
sesuai dengan kebutuhan nelayan dalam forum rapat, dan meningkatkan koordinasi
dengan organisasi yang lain seperti Koperasi Unit Desa (KUD) dan Tempat
Pelelangan Ikan (TPI).
Dengan demikian untuk menangani masalah kemiskinan nelayan ini hal yang
pertama kali dilakukan adalah mengadakan data jumlah masyarakat nelayan baik
tradisional maupun tidak, baik miskin maupun yang tidak miskin, yang kemudian
pemerintah dan stakeholders dapat mendorong dan melibatkan nelayan miskin dalam
proses modernisasi perikanan, menata pembagian margin keuntungan yang lebih
berpihak kepada nelayan miskin, melakukan diversifikasi produk dengan cara memberi
nilai tambah pada komoditi ikan yang sifatnya rentan waktu, dan mengembangkan
usaha bagi nelayan miskin agar mereka dapat memiliki sumber-sumber penghasilan
alternatif yang lebih banyak.
7
8. DAFTAR PUSTAKA
Balitbang Provinsi Jawa Tengah. 2010. Penelitian dan Pengembangan Model Pemberdayaan
Terhadap Keluatga Nelayan.
Marbun, Leonardo. 2011. Kemiskinan Nelayan dan Perubahan Iklim. Diunduh dari
http://pppmn.wordpress.com/ pada tanggal 23 Oktober 2011 pukul 21.45 WIB
Najmu, Laila. 2009. Kemiskinan Struktural Masyarakat Nelayan. Diunduh dari
http://mhs.blog.ui.ac.id/najmu.laila pada tanggal 20 Oktober 2011 Pukul 19.00 WIB
Nikijuluw, Victor P.H. 2010. Populasi dan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir serta Strategi
Pemberdayaan Mereka Dalam Konteks Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Secara
Terpadu.
8