Tujuan instruksional merupakan “deployment” atau penjabaran dari tujuan
pendidikan. Dalam sistem pendidikan, secara nasional tujuan pendidikan tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yakni mencerdaskan kehidupan
bangsa. Dari tujuan pendidikan nasional ini kemudian dijabarkan ke dalam tujuan
pendidikan institusional, tujuan pendidikan kurikuler dan tujuan instruksional dengan
memperhatikan aspek pengelolaan pendidikan (Organisasi makro, Organisasi meso, dan Organisasi mikro) dan taraf pengelolaan.
1. PERUMUSAN TUJUAN INTRUKSIONAL KHUSUS Oleh : Tegar S. Ahimza K., S. Pd PROGAM PASCASARJANA MAGISTER TEKNOLOGI PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2. Latar Belakang TI Tujuan pendidikan secara nasional telah tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Perspektif kebijakan pendidikan nasional yang dituangkan dalam Permendiknas RI No. 52 Tahun 2008 tentang Standar Proses menyatakan bahwa salah satu komponen dalam penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yaitu adanya tujuan pembelajaran yang di dalamnya menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar. W. James Popham dan Eva L. Baker (2005) menegaskan bahwa seorang guru profesional harus merumuskan tujuan pembelajarannya dalam bentuk perilaku siswa yang dapat diukur yaitu menunjukkan apa yang dapat dilakukan oleh siswa tersebut sesudah mengikuti pelajaran.
3. DEFINISI TUJUAN INSTRUKSIONAL 1. Robert F. Mager (1962). Tujuan instruksional sebagai tujuan perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi tingkat kompetensi tertentu. 2. Eduard L. Dejnozka dan David E. Kavel (1981). Tujuan instruksional adalah suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam bentuk perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Perilaku ini dapat berupa fakta yang tersamar (covert). 3. Fred Percival dan Henry Ellington (1984). Tujuan instruksional adalah suatu pernyataan yang jelas enunjukkan penampilan atau keterampilan siswa tertentu yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar.
4. Dalam proses belajar-mengajar, Tujuan Istruksional terbagi menjadi dua yaitu: 1. Tujuan Instruksional Umum yang menggariskan hasil-hasil di aneka bidang studi yang harus dicapai oleh siswa. 2. Tujuan Istruksional Khusus (TIK) yang merupakan penjabaran dari Tujuan Instruksional Umum yang menyangkut satu pokok bahasan atau topik pelajaran tertentu sebagai tujuan pengajaran yang kongkrit dan spesifik, yang dianggap cukup berharga, wajar dan pantas yang dapat direalisasikan dan bertahan lama untuk tercapainya tujuan instruksional umum. Tujuan Instruksional Khusus (TIK) dapat dibedakan menjadi dua aspek yakni:a. Aspek jenis perilaku yang dituntut dari siswab. Aspek isi (content) yakni aspek terhadap hal yang harus dilaksanakan
5. MANFAAT TUJUAN INSTRUKSIONAL Manfaat tujuan instruksional adalah sebagai dasar dalam : Menentukan tujuan (objective) proses belajar mengajar Menentukan persyaratan awal instruksional. Merancang strategi instruksional Memilih media pembelajaran. Menyusuninstrumen tes pada proses evaluasi (pretes dan post tes). Melakukan tindakan perbaikan atau improvement pembelajaran.
6. TAKSONOMI TUJUAN INSTRUKSIONAL Menurut Jenis Perilaku Taksonomi di sini diartikan sebagai salah satu metode klasifikasi tujuan instruksional secara berjenjang dan progresif ke tingkat yang lebih tinggi. Dalam proses belajar-mengajar, guru harus menempatkan tujuan instruksional menurut aspek perilaku pada kawasan menurut sitematika Bloom Gagne dan Simpson yakni:
7. Kawasan Kognitif Kawasan kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat “pengetahuan” sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu “evaluasi”. Kawasan kognitif terdiri dari enam tingkatan dengan aspek belajar yang berbeda-beda. 1. Tingkat pengetahuan (knowledge) Tujuan intruksional pada level ini menuntut siswa untuk mampu mengingat (recall) informasi yang telah diterima sebelumnya, seperti misalnya : fakta, terminology, rumus, strategi pemecahan masalah, dan sebagainya. 2. Tingkat pemahaman (comprehension) Kategori pemahaman dihubungkan dengan kemampuan untuk menjelaskan pengetahuan, dan informasi yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri.
8. 3. Tingkat penerapan (application) Penerapan merupakan kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan informasi yang telah dipelajari ke dalam situasi yang baru, serta memecahkan berbagai maslaah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari. 4. Tingkatan analisis (analysis) Analisis merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi, memisahkan dan membedakan komponen-komponen atau elemen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, hipotesa atau kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat ada tidaknya kontradiksi. 5. Tingkat sintesis (synthesis) Sintesis di sini diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh. 6. Tingkat evaluasi (evaluation) Evaluasi merupakan level tertinggi, yang mengharapkan siswa mampu membuat penilaian dan keputusan tentang nilai suatu gagasan, metode, produk atau benda dengan menggunakan kriteria tertentu. Jadi evaluasi di sini lebih condong ke bentuk penilaian biasa daripada sistem evaluasi. Kawasan Kognitif
9.
10. Kawasan Afektif (sikap dan perilaku). 1. Tingkat menerima (receiving) Menerima di sini diartikan sebagai proses pembentukan sikap dan perilaku dengan cara membangkitkan kesadaran tentang adanya stimulus tertentu yang mengandung estetika. 2. Tingkat tanggapan (responding) Tanggapan atau jawaban (responding) mempunyai beberapa pengertian, antaralain : Tanggapan dilihat dari segi pendidikan diartikan sebagai perilaku baru dari sasaran didik (siswa) sebagai manifestasi dari pendapatnya yang timbul karena adanya perangsang pada saat ia belajar. Tanggapan dilihat dari segi psikologi perilaku (behavior psychology) adalah segala perubahan perilaku organisme yang terjadi atau yang timbul karena adanya rangsangan.
11. Kawasan Afektif (sikap dan perilaku). 3. Tingkat menilai (valuing) Menilai dapat diartikan sebagai : Pengakuan secara obyektif (jujur) bahwa siswa itu obyektif, sistem atau benda tertentu mempunyai kadar manfaat. Kemauan untuk menerima suatu obyek atau kenyataan setelah seseorang itu sadar bahwa obyek tersebut mempunyai nilai atau kekuatan, dengan cara menyatakan dalam bentuk sikap atau perilaku positif atau negatif. 4. Tingkat organisasi (organization) Organisasi dapat diartikan sebagai : Proses konseptualisasi nilai-nilai dan menyusun hubungan antar nilai-nilai tersebut, kemudian memilih nilai-nilai yang terbaik untuk diterapkan. Kemungkinan untuk mengorganisasikan nilai-nilai, menentukan hubunganantar nilai dan menerima bahwa suatu nilai itu lebih dominan dibanding nilai yang lain apabila kepadanya diberikan berbagai nilai.
12. Kawasan Afektif (sikap dan perilaku). 5. Tingkat karakterisasi/Pembentukanpolahidup(characterization by a value or value complex) Karakterisasi adalah sikap dan perbuatan yang secara konsisten dilakukan oleh seseorang selaras dengan nilai-nilai yang dapat diterimanya, sehingga sikap dan perbuatan itu seolah-olah telah menjadi ciri-ciri pelakunya. Berdasarkan pada kelima tingkatan yang dirumuskan oleh Bloom dan Kratwohl tersebut di atas, maka Romiszowski dalam bukunya Producing Instruction System (1984), mengelompokkan aspek afektif tersebut menjadi dua tipe perilaku yang berbeda. 1. Reflek yang terkondisi, yaitu reaksi kepada stimuli khusus tertentu yang dilakukan secara spontan tanpa direncanakan lebih dahulu tujuan reaksinya. 2. Sukarela (voluntary) adalah aksi dan reaksi yang terencana untuk mengarahkan ke tujuan tertentu dengan cara membiasakan dengan latihan-latihan untuk mengontrol diri.
13. C. KawasanPsikomotor(psychomotor domain) Kawasan psikomotor adalah kawasan yangberorientasi kepada keterampilan motorik yang berhubungan dengan anggota tubuh, atau tindakan (action) yang memerlukan koordinasi antara syaraf dan otot. Dengan demikian maka kawasan psikomotor adalah kawasan yang berhubungan dengan seluk beluk yang terjadi karena adanya koordinasi otot-otot oleh fikiran sehingga diperoleh tingkat keterampilan fisik tertentu.
14. Kawasan psikomotor meliputi sebagai berikut : 1. Persepsi (perception) Mencakup kemampuan untuk mengadakan diskriminasi yang tepat antara dua perangsang atau lebih berdasarkan perbedaan antara ciri-ciri fisik yang khas pada masing-masing rangsangan. 2. Kesiapan (set) Mencakup kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam keadaan akan memulai suatu gerakan atau rangkaian gerakan. 3. Gerakanterbimbing(Guided response) Mencakup kemampuan untuk melakukan rangkaian geral sesuai dengan contoh yang diberikan (imitasi). 4. Gerakan yang terbiasa (mechanical response) Mencakup kemampuan untuk melakukan suatu gerakan dengan lancar karena sudah dilatih secukupnya tanpa memperhatikan lagi contoh yang diberikan.
15. Kawasan psikomotor meliputi sebagai berikut : 5. Gerakan Kompleks (Complex response) Mencakup kemampuan untuk melaksanakan suatu ketrampilan yang terdiri atas beberapa komponen dengan lancar tepat dan efisien. 6. Penyesuaian pola gerakan (adjusment) Mencakup kemampuan untuk mengadakan perubahan dan menyesuaikan pola gerak dengan kondisi setempat atau dengan menunjukkan taraf ketrampilan yang telah mencapaikemahiran. 7. Kreativitas (creativity) Mencakup kemampuan untuk melahirkan aneka pola gerak yang baru atas dasar prakarsa dan inisiatif sendiri.
16. Tambahan Penting.. Taksonomi Bloom ini mendapat berbagai tanggapan di kawasan kognitif. E. De. Corte mengusulkan sebuah kalisifikasi dengan mengacu pada model intelegensia yang dikembangkan oleh Guilford dengan mengelompokkan kawasan kognitif menjadi : a. Kemampuan reproduktif meliputi: Kemampuan ini meliputi resepsi berdasarkan pengamatan, mengenal kembali(recognition) danmengingat(recall) b. Kemampuan produktif Kemampuan ini meliputi kemampuan menciptakan sendiri jawaban atas suatu pertanyaan dan menemukan pemecahan atas sebuah permasalahan. Hasil kemampuan ini tampak dalam 3 hal: Hasil proses berfikir konvergen yakni hasil atau jawaban yang sudah pasti dengan langkah pemecahan yang sudah ditentukan. Hasil proses berfikir divergen yaitu hasil atau jawaban yang belum pasti dengan langkah pemecahan yang belum pasti pula. Hasil proses berfikir evaluatif yaitu mengolah dan menilai berdasarkan kriteria tertentu.
17. KLASIFIKASI DAN ANALISIS TUGAS BELAJAR Dalam menentukan Tujuan Instruksional Khusus berdasarkan aspek perilaku, Gagne menggunakan pengklasifikasian “Tugas belajar” (Task classification) dan dilengkapi dengan “Analisis tugas belajar” (Learning task analysis ) denganmenggunakan “Hirarki dalam belajar” (Learning Hierarchy ) yang berupa instructional sequence. Setiap TIK yang hendak dicapai menuntut persyaratankemampuan internal yang harus dimiliki yang berupa salah satu dari lima hasil belajar (informasi verbal, kemahiran intelektual, pengaturan kegiatan kognitif, ketrampilan motorik dan sikap).