1. MENUMBUHKAN KEMANDIRIAN DAN MINAT BERWIRAUSAHA
GENERASI MUDA MELALUI PENDIDIKAN VOKASI
Sanatang / Pendidikan Teknik Elektro
Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar
Ana.sanatang@yahoo.com
ABSTRAK
Banyak generasi muda yang lulus sekolah lanjutan tingkat atas ragu untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi karena khawatir setelah lulus
perguruan tinggi akan menjadi pengangguran dan menjadi beban keluarga. Hal
tersebut selalu menjadi beban pemikiran baik para orang tua maupun bagi calon
peserta didik. Mencermati kondisi tersebut dibutuhkan sebuah solusi yang bisa
memberikan kepercayaan kepada masyarakat bahwa pendidikan yang ditempuh
bisa membantu mereka untuk mencapai tujuan dan cita-cita yang diinginkan.
Pendidikan vokasi merupakan pendidikan yang mengarahkan peserta didik untuk
mengembangkan keahlian terapan dan keterampilan yang mampu beradaptasi
pada bidang pekerjaan tertentu dan dapat menciptakan lapangan kerja. Pendidikan
vokasi dari berbagai jenis dan jenjang, bertujuan untuk mempersiapkn tenaga
kerja yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan lapangan kerja. Untuk
mewujudkan cita-cita masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang mandiri
dan memiliki daya saing global, maka dukungan pemerintah diwujudkan dalam
pengembangan pendidikan vokasi secara berkesinambungan. sehingga
memungkinkan para alumni pendidikan vokasi terserap lebih cepat pada lembaga
atau instansi yang membutuhkannya. Bagi mereka yang tidak berminat menjadi
karyawan atau pegawai dapat berwirausaha dengan keterampilan dan keahlian
yang dimiliki.
Kata Kunci: Pendidikan Vokasi, Mandiri, Wirausaha
2. A. Pendahuluan
Mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia sesuai dengan amanat Undang-
Undang Dasar 1945 untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mensejahterakan
rakyat Indonesia adalah tugas yang tidak pernah terputus bagi pemerintah yang
bekerjasama dengan insan akademisi. Namun, yang menjadi masalah saat ini
adalah tidak semua keinginan masyarakat yang ingin mengenyam pendidikan di
perguruan tinggi negeri bisa terwujud seluruhnya. Berdasarkan data dari dikti
agustus 2014, Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN)
2014 yang berlangsung serentak pada tanggal 17 Juni 2014 lalu memiliki jumlah
pendaftar sebanyak 664.509 orang, yang diterima hanya 104.862 orang untuk 63
perguruan tinggi negeri atau hanya sekitar 15% dari jumlah pendaftar.
Hal tersebut di atas merupakan tantangan besar bagi pemerintah yang
harus memenuhi amanat undang-undang dasar untuk terus berupaya membangun
manusia Indonesia seutuhnya. Jumlah 85% yang tidak terserap di Perguruan
Tinggi negeri adalah angka yang kedengarannya sangat besar apabila masyarakat
hanya berharap bisa mengenyam pendidikan di level Sarjana Strata Satu (S1)
maupun Diploma (D3). Harus diakui bahwa sebagian besar orang tua atau
masyarakat Indonesia lebih tertarik pada jenjang pendidikan ini karena harapan
titel atau gelar kesarjanaan yang bisa menjadi kebanggaan keluarga kelak (status
sosial). Kompetensi dan kemampuan keterampilan yang diperoleh setelah
sarjana terkadang tidak menjadi prioritas utama. Keadaan seperti ini tidak jarang
terjadi di masyarakat karena mungkin ketidaktahuan mereka tentang pentingnya
pendidikan yang memberikan pengetahuan, keterampilan dan keahlian khusus
yang sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja atau era modern saat ini.
Jumlah pengangguran dewasa ini masih relative naik turun dari tahun ke
tahun, yang menjadi pekerjaan rumah (PR) yang tidak pernah selesai. Menurut
catatan Badan Pusat Statistik (BPS), angka pengangguran pada Februari 2013
mencapai 5,92 persen atau 7,17 juta orang. Jumlah ini berpotensi terus meningkat
seiring bertambahnya jumlah penduduk usia produktif dari tahun ke tahun. Yang
dimaksud dengan penduduk usia produktif adalah orang yang berusia antara 15-
3. 64 tahun, kemudian pada pada bulan Agustus 2013 mengalami kenaikan yaitu
menjadi 6,17%, meskipun pada Februari 2014 mengalami sedikit penurunan
yaitu 5,7% tetapi nilainya tidak terlalu mengalami penurunan yang significant.
Mengatasi permasalahan tersebut di atas, masyarakat, pemerintah dan
lembaga pendidikan harus bersinergi untuk mewujudkan pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya. Salah satu unsur yang harus menjadi perhatian utama
adalah sumber daya manusia yang berkualitas yang memiliki ilmu pengetahuan
dan teknologi, keterampilan, dan keahlian khusus yang dibutuhkan dalam dunia
kerja. Sumber daya manusia yang diharapkan adalah yang bisa beradaptasi
dengan kebutuhan pasar bagi mereka yang ingin bekerja pada lembaga,
perusahaan, dan instansi pemerintah maupun swasta, dan sumber daya manusia
yang memiliki keinginan berwirausaha atau membuka lapangan kerja sendiri
bahkan orang lain. Pendidikan Vokasi bagi masyarakat yang telah tamat Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) adalah sebuah alternative untuk menyiapkan
tenaga kerja yang siap pakai dan mempunyai daya saing yang tinggi atau mampu
berwirausaha.
B. Prinsip Dasar Pendidikan Vokasi
Pendidikan vokasi adalah pendidikan tinggi yang diarahkan pada
penguasaan keahlian terapan tertentu, yang mencakup program pendidikan
diploma sampai setara dengan program pendidikan akademik strata satu (S1).
Lulusan pendidikan vokasi akan mendapatkan gelar vokasi dan keahlian pada
masing-masing kompetensinya. Jenjang pendidikan vokasi sesuai dengan pasal 16
Undang Undang Pendidikan Tinggi No.12 tahun 2012 yaitu menempatkan jenjang
pendidikan di mulai dari D-I, D-II, D-III, Sarjana Terapan, Magister Terapan dan
Doktor Terapan. Standar nasional pendidikan vokasi dikembangkan berdasarkan
standar kompetensi nasional dan/atau internasional.
Prinsip-prinsip dasar pendidikan vokasi oleh Miller (1985) menyatakan
bahwa kurikulum dalam pendidikan vokasi harus berdasar pada kebutuhan pasar
(industri) dan dunia kerja, inovasi adalah bagian dari vokasi, serta pendidikan
vokasi harus menghasilkan lulusan yang kompeten (ahli di
4. bidangnya). Pendidikan vokasi pada umumnya memiliki komposisi kurikulum
berbasis 60-70% praktek dan 30-40% teori.Praktek bisa dilakukan pada ruang
simulator (laboratorium) maupun langsung pada tempat kerja (terapan). Jika
dikaitkan dengan tantangan realitas perubahan pada era globalisasi sekarang ini
terhadap dunia pendidikan, menurut Wagner (2008; dalam hermanto, dkk.) akan
terjadi tiga transformasi mendasar yang memerlukan perhatian, yaitu: (1) evolusi
yang cepat dalam era ekonomi kreatif yang sangat berpengaruh terhadap dunia
kerja, (2) terjadinya perubahan yang mendadak terhadap ketersediaan informasi
yang terbatas menjadi informasi yang kontinyu dan melimpah, dan (3) terjadinya
kenaikan dampak penggunakan media dan teknologi terhadap anak muda,
terutama peserta didik. Pendapat senada dinyatakan Power (1999; dalam
hermanto, dkk.) bahwa pendidikan vokasi merupakan jenjang pendidikan
berkaitan secara langsung dengan kemajuan pengetahuan dan keterampilan yang
diperlukan bagi pekerja di bidang rekayasa maupun industri jasa. Kondisi ini
menunjukkan bahwa pendidikan vokasi harus mampu memenuhi permintaan
masyarakat pengetahuan (knowledge society) pada era ekonomi kreatif.
Tenaga pendidik pada pendidikan vokasi juga idealnya adalah seorang
praktisi yang telah ahli dalam suatu terapan ilmu pada bidang pengajarannya.
Smith (2009; dalam hermanto, dkk.) menyatakan guru pendidikan vokasi harus
memiliki kemandirian, memiliki dorongan motivasi yang kuat dalam bekerja,
termasuk penguasaan terhadap kaidah-kaidah profesionalisme pendidikan vokasi
dalam memperbaiki kompetensi pengajarannya. Guru pendidikan vokasi menurut
Beven (2009; dalam hermanto, dkk.) harus kompeten dalam merancang
pembelajaran yang sarat dengan pemberian pengalaman kepada anak didik
melalui penguasaan kaidah-kaidah pedagogik dan kurikulum pendidikan kejuruan.
Agar sukses dalam menjalankan profesi guru pendidikan vokasi
diperlukan pemahaman karakteristik pendidikan kejuruan yaitu: (1)
Mempersiapkan peserta didik memasuki lapangan kerja; (2) Didasarkan
kebutuhan dunia kerja “Demand-Market-Driven” ; (3) Penguasaan kompetensi
yang dibutuhkan oleh dunia kerja; (4) Kesuksesan siswa pada “Hands-On” atau
performa dunia kerja; (4) Hubungan erat dengan dunia kerja merupakan kunci
5. sukses Pendidikan vokasi; (5) Responsif dan antisipatif terhadap kemajuan
teknologi; (6) learning by doing dan hands on experience; (7) membutuhkan
pasilitas mutakhir untuk praktek; (8) Memerlukan biaya investasi dan operasional
yang lebih besar dari pendidikan umum
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendidikan
vokasi memiliki prinsip link and match yaitu pendidikan yang diterapkan harus
senantiasa mengikuti perkembangan kebutuhan pasar kerja dan kebutuhan
perkembangan teknologi, sehingga luaran yang dihasilkan memiliki keahlian,
keterampilan, kemampuan, karakter, dan pemahaman yang dibutuhkan pasar
kerja. Pendidikan vokasi juga diharapkan mampu memberikan motivasi kepada
masyarakat agar mau berwirausaha dengan keahlian dan keterampilan yang
dimiliki. Pelaksanaan pendidikan vokasional yang lebih mengutamakan pada
keahlian (skill) dan praktik harus selaras dengan kebutuhan dunia kerja dan
industri untuk menghasilkan tenaga ahli profesional yang berstandar internasional.
Mengkaji dan mengembangkan bidang-bidang vokasional dalam upaya untuk
meningkatkan taraf kehidupan dan kualitas masyarakat Indonesia.
Mengembangkan kerjasama antar lembaga/instansi di dalam maupun di luar
negeri untuk kepentingan pendidikan, praktek kerja dan adaptasi kurikulum.
C. Upaya Pemerintah untuk Mengembangkan Pendidikan Vokasi
Pembangunan manusia Indonesia seutuhnya adalah hal mutlak yang harus
diupayakan dan terus diprogramkan oleh pemerintah. Menyadari pentingnya
sumber daya manasia yang memilki kualifikasi yang dibutuhkan dunia kerja saat
ini, pemerintah terus berupaya mengevaluasi sistem pendidikan nasional dengan
berbagai cara. Beberapa upaya peningkatan mutu pendidikan merupakan
tantangan terbesar yang harus segera dilakukan oleh pemerintah (kemendiknas).
Upaya-upaya yang sedang dilakukan pada saat ini adalah dengan melalui : (1)
Sertifikasi guru dan dosen, adalah sertifikat pendidik diberikan kepada guru dan
dosen yang telah memenuhi standar profesional pendidik. Guru dan dosen
profesional merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik
6. pendidikan yang berkualitas. Dasar utama pelaksanaan sertifikasi adalah Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) yang disahkan
tanggal 30 Desember 2005. Tujuan Sertifikasi diharapkan dapat; Menentukan
kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan
mewujudkan tujuan pendidikan nasional, meningkatkan proses dan mutu hasil
pendidikan. meningkatkan martabat guru dan dosen, meningkatkan profesionalitas
guru dan dosen. (2) Akreditasi sekolah atau lembaga pendidikan adalah penilaian
yang dilakukan oleh pemerintah dan atau lembaga mandiri yang berwenang untuk
menentukan kelayakan program dan atau satuan pendidikan pada jalur pendidikan
formal dan non-formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan., berdasarkan
kriteria yang telah ditetapkan, sebagai bentuk akuntabilitas publik yang dilakukan
dilakukan secara obyektif, adil, transparan, dan komprehensif dengan
menggunakan instrumen dan kriteria yang mengacu kepada Standar Nasional
Pendidikan. (3) Standarisasi adalah Standar Nasional Pendidikan yang
berdasarkan PP no 19 tahun 2005 berisi tentang kriteria minimal sistem
pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Standar Nasional Pendidikan terdiri atas 8 kriteria; standar kompetensi kulusan,
standar isi, standar proses, standar pendidikan dan tenaga kependidikan, standar
sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan pendidikan, dan
standar penilaian pendidikan.
Sebuah upaya yang sedang gencar dilakukan oleh pemerintah untuk
membangun sumber daya manusia saat ini adalah pengembangan pendidikan
vokasi. Berdasarkan Undang Undang Pendidikan Tinggi No.12 tahun 2012
pasal 16, yaitu menempatkan jenjang pendidikan di mulai dari Diploma 1,
Diploma 2, Diploma 3, Sarjana Terapan, Magister Terapan dan Doktor Terapan.
Standar nasional pendidikan vokasi dikembangkan berdasarkan standar
kompetensi nasional dan/atau internasional. Implementasi undang-undang tersebut
terus diupayakan oleh pemerintah dengan Peningkatan sarana dan prasarana
pendidikan termasuk membuka sejumlah lembaga pendidikan dan memperluas
cakupannya sampai ke wilayah-wilayah terpencil, misalnya pembukaan Politeknik
baru, Akademi Komunitas dan Sekolah Tinggi di berbagai daerah, begitu pula
7. pada jenjang SLTA sekolah SMK terus dibangun dan berkembang sampai ke
pelosok-pelosok wilayah Indonesia.
Perbaikan kurikulum dan sistem pendidikan nasional misalnya
mengevaluasi kurikulum secara periodik. Kurikulum pendidikan vokasi harus
selalu mengikuti kompetensi keahlian yang di perlukan oleh pasar kerja, materi
pendidikan terus menerus dikembangkan sesuai dengan kurikulum berbasis
kompetensi (KBK). Pengembangan kurikulum ini dilakukan dengan supervisi
penuh dari bidang akademik yang berkompeten serta selalu mendapatkan
masukan-masukan dari stakeholder (pemerintah, dunia usaha/industri, praktisi
pendidikan, pemakai lulusan, alumni, dan lain-lain). KBK program studi juga
dikembangkan berdasarkan pada perkembangan ilmu dan teknologi serta trend
pendidikan vokasi di dunia. Berdasarkan perpres Nomor 8 tahun 2012 tentang
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), pasal 2 disebutkan bahwa
KKNI terdiri atas 9 (sembilan) jenjang kualifikasi, dimulai dari jenjang 1 (satu)
sebagai jenjang terendah sampai dengan jenjang 9 (sembilan) sebagai jenjang
tertinggi. Pada pasal 5 (lima) Perpres ini disebutkan bahwa lulusan Diploma III
paling rendah setara dengan jenjang 5, dan lulusan Diploma IV atau Sarjana
Terapan dan Sarjana paling rendah setara dengan jenjang 6. Dengan adanya UU
PT, pendidikan vokasi atau politeknik di Indonesia diberi peluang untuk membuka
layanan pendidikan pada jenjang master dan doktor terapan. Selama ini,
politeknik menawarkan pendidikan vokasi hingga jenjang diploma empat (D.IV)
atau SarjanaTerapan yang sama dengan S-1 pendidikan tinggi akademik. Melalui
UU PT, saat ini bisa menjadi payung hukum pengembangan pendidikan vokasi ke
depannya.
8. Gambar. Kerangka KKNI (sumber ; Litbang Kemendikbud, 2013)
D. Memasyarakatkan Pendidikan Vokasi
Dewasa ini, berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk
mengembangkan pendidikan Vokasi, namun tidak dapat dipungkiri bahwa
ternyata dalam proses yang berlangsung masih terdapat beberapa tantangan yang
dihadapi. Masih banyak masyarakat Indonesia yang memiliki kesalahan berpikir
dalam melihat bentuk layanan pendidikan dan luaran di perguruan tinggi. Mereka
berpikiran bahwa kuliah haruslah berakhir dengan gelar sarjana. Padahal
perguruan tinggi mengemban tugas menyelenggarakan pendidikan akademisi
(sarjana), vokasi (diploma), dan juga profesi (spesialis).
Hingga saat ini pendidikan vokasional masih belum dipahami sebagai
kebutuhan bangsa Indonesia. Masyarakat belum begitu menyadari akan peluang
yang disediakan oleh pendidikan diploma. Hal ini bisa dilihat dari masih
banyaknya lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) yang memilih untuk
melanjutkan studi ke jenjang sarjana. Sebagian besar masyarakat kita sampai saat
ini masih asing dengan istilah pendidikan vokasi. Hal tersebut wajar karena kata
vokasi belum dikenal secara luas di masyarakat, Istilah vokasi juga tidak
ditemukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang ditulis oleh Munir, yang
saat ini lebih sering digunakan sebagai referensi perbendaharaan kata dan istilah
9. oleh sebagian besar masyarakat. Kata vokasi dewasa ini sering dikaitkan dengan
kata pendidikan, sehingga muncul istilah pendidikan vokasi, meskipun masih
sebahagian besar masyarakat lebih cenderung menggunakan istilah kejuruan
untuk pendidikan dengan keahlian khusus.
Sosialisasi dan ajakan kepada masyarakat untuk lebih memilih pendidikan
vokasi terus diprogramkan oleh pemerintah melalui perguruan tinggi dan sekolah
SMK. Bahkan sejak 2009, pemerintah menargetkan rasio SMK dibanding SMA
2:1. Artinya, jumlah ideal SMK dua kali lipat dari jumlah SMA. Upaya
mendorong pengembangan pendidikan di SMK ini membawa konsekuensi pada
pengembangan pendidikan vokasional atau ilmu terapan di tingkat pendidikan
tinggi.
Sejak tahun 2012 pemerintah membuka lembaga pendidikan vokasional
yang baru melalui Akademi Komunitas. Berdasarkan UU RI no. 12 tahun 2012
tentang pendidikan tinggi, pada pasal 59 ayat 7 secara khusus ditegaskan bahwa
“Akademi Komunitas adalah Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan
pendidikan vokasi setingkat diploma satu dan/atau diploma dua dalam satu atau
beberapa cabang ilmu pengetahuan dan/atau teknologi tertentu yang berbasis
keunggulan lokal atau untuk memenuhi kebutuhan khusus”. Pada tahun 2012
telah berdiri 20 perguruan tinggi Akademi Komunitas, jumlah tersebut meningkat
sangat tinggi hingga pada Februari 2014 Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud) telah mengeluarkan izin pendirian 62 Akademi
Komunitas (AK) Negeri di seluruh Indonesia. Ditargetkan hingga 2015 jumlah
AK di seluruh Indonesia bisa mencapai sekitar 260 lembaga. Bahkan hingga saat
ini peluang untuk mendirikan lembaga pendidikan yang baru dimoratorium untuk
sementara waktu kecuali Akademi Komunitas.
Program-program tersebut di atas adalah upaya untuk memasyarakatkan
pendidikan vokasi kepada seluruh bangsa Indonesia sehingga masyarakat
Indonesia memiliki daya saing global dalam hal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,
keterampilan dan keahlian terapan yang dibutuhkan oleh dunia kerja. Di sisi lain
dengan keahlian dan keterampilan yang mereka miliki dapat dengan mudah
10. menciptakan lapangan kerja melalui wirausaha secara mandiri sehingga secara
umum akan meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia.
E. Generasi Muda yang Mandiri dan Mampu Berwirausaha
Memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi, keterampilan, keahlian, serta
kemampuan khusus dalam bidang ilmu tertentu adalah tujuan utama setelah
mengikuti pendidikan vokasi. Menjadi orang sukses tidak harus menjadi pejabat
atau karyawan di persahaan terkenal. Kesuksesan bahkan lebih berpeluang diraih
dengan usaha mandiri yang dikembangkan secara maksimal. Peluang generasi
muda untuk menjadi wirausahawan saat ini semakin terbuka lebar. Pemerintah
telah memberikan ruang yang luas untuk generasi muda berkarya dan berkreasi
untuk menjadi wirausahawan muda. Apabila banyak generasi muda yang terjun
ke sektor kewirausahaan, niscaya perekonomian dalam negeri berangsur-angsur
pulih. Menjadi wirausaha merupakan jalan keluar yang elegan mengurangi
pengangguran dan kemiskinan di negeri ini dengan permasalahan lapangan kerja
yang semakin sempit atau berkurang. Dengan menjadi wirausaha, berarti generasi
muda membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain. Pemuda sebagai tulang
punggung negara dan perekonomian sebagai soko guru ekonomi bangsa adalah
dua sisi yang tidak bisa di pisahkan. Upaya merubah pola pikir dan karakter
pemuda Indonesia dari pola pikir pencari kerja yang telah membudaya dan
mengakar di negara ini, menjadi pola pikir membuka dan menciptakan lapangan
pekerjaan menjadi sangat penting. Ini adalah suatu hal yang sangat mulia dan
perlu didukung oleh pemerintah dan segenap komponen masyarakat. Seseorang
memang tidak perlu berpredikat sarjana untuk menjadi pengusaha, tetapi dengan
latar belakang pendidikan vokasi, berarti akan banyak kesempatan terbuka karena
lebih luas wawasan dan keahliannya dalam melihat berbagai peluang bisnis yang
ada. Problem utama dalam membangun jiwa kewirausahaan adalah kurangnya
kesadaran akan arti penting dan urgensinya menjadi pemuda yang mandiri dan
berwirausaha.
Kekuatan dan potensi generasi muda untuk menjadi wirausaha apabila
dikemas dan dimanajemen dengan baik maka akan menjadi kekuatan ekonomi
11. negara yang menciptakan para wirausaha muda Indonesia sebagaimana tercantum
dalam undang-undang maupun kebijakan presiden serta kebijakan pemerintah
daerah. Oleh karena itu semua pihak harus menjadikan generasi muda sebagai
wirausaha yang mandiri dan tangguh, menciptakan lapangan kerja, penggerak
perekonomian dan industri negara yang mampu membuka lapangan pekerjaan
seluas-luasnya dan menempatkan generasi muda sebagai ujung tombak
perekonomian negara.
F. Penutup
Program pendidikan vokasi adalah sebuah upaya yang dilakukan pemerintah
Indonesia untuk mewujudkan pembangunan sumber daya manusia yang memiliki
ilmu pengetahuan dan teknologi, keterampilan, ilmu terapan, dan keahlian khusus
yang diharapkan mampu menjawab tantangan dunia kerja di era globalisasi.
Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah untuk mewujudkan kesuksesan
program pendidikan vokasi yaitu; Sertifikasi (sumber daya manusia/tenaga
pendidik), Standarisasi (sistim pelaksanaan/proses pembelajaran), Akreditasi
(instansi/lembaga pendidikan). Evaluasi dan kajian kurikulum secara periodic
adalah salah satu upaya untuk bisa menjawab tantangan permintaan pasar kerja
dan kebutuhan SDM lembaga swasta, pemerintah, dan industri. Kesuksesan
pendidikan vokasi tergantung kerjasama yang baik dari para stakeholder
(masyarakat, pemerintah, lembaga pendidikan). Luaran pendidikan vokasi tidak
hanya diharapkan menjadi tenaga kerja atau karyawan pada sebuah lembaga atau
perusahaan, tetapi juga diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja melalui
wirausaha secara mandiri. Ilmu pengetahuan, keterampilan dan keahlian yang
dimiliki adalah modal utama yang bisa digunakan untuk membuka lapangan kerja
sendiri bahkan mempekerjakan orang lain sehingga mengurangi angka
pengangguran.
12. Daftar Pustaka
Christian F. Lettmayr, Tarja Riihimäki (2011), The benefits of vocational education
and training, Research Paper, Luxembourg: Publications Office of the
European Union
Herminarto Sofyan dkk. (2012), Paradigma Baru Pendidikan Vokasi, Artikel,
diakses tanggal 21 Agustus 2014
Republik Indonesia. 2012. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun
2012 tentang Pendidikan Tinggi, diakses tanggal 22 Agustus 2014.
www.kemdikbud.go.id
Republik Indonesia. 2012. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8
Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia. diakses
tanggal 22 Agustus 2014. www.kemdikbud.go.id
------------, Litbang Kemdikbud (2013), KKNI jadi Acuan Pendidikan,
http://litbang.kemdikbud.go.id, diakses tanggal 22 Agustus 2014
------------,Tempo.Com (2014), Hanya 15% Peserta SBMPTN Diterima di PTN,
edisi 16 Juli 2014, diakses tanggal 22 Agustus 2014
-------------,Kominfo.go.id. Pendidikan Vokasi Solusi Menekan Angka
Pengangguran, http://infopublik.kominfo.go.id, diakses tanggal 21 Agustus 2014
-------------, Kompas.com (2012), Akademi Komunitas Berdiri, edisi 27 Agustus
2012, diakses tanggal 21 Agustus 2014