BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
Tinjauan pustaka tentang pekerja anak
1. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Anak
Usia secara jelas mendefinisikan karakteristik yang memisahkan anak-
anak dari orang dewasa. Namun, mendefinisikan anak-anak dari segi usia dapat
menjadi permasalahan besar karena penggunaan definisi yang berbeda oleh
beragam negara dan lembaga internasional Department of Child and Adolescent
Health and Development mendefinisikan anak-anak sebagai orang yang berusia
di bawah 20 tahun. Sedangkan The Convention on the Rights of the Child
mendefinisikan anak- anak sebagai orang yang berusia di bawah 18 tahun. WHO
(2003), mendefinisikan anak-anak antara usia 0–14 tahun karena di usia inilah
risiko cenderung menjadi besar.
Menurut Badan Pusat Statistik, komposisi penduduk Indonesia menurut
kelompok umur terdiri dari penduduk berusia muda (0-14 tahun), usia produktif
(15-64 tahun) dan usia tua (≥65 tahun).
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak, disebutkan bahwa pengertian anak sebagai berikut : “Anak adalah
seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan
2.2 Defenisi Pekerjaan Sosial Den Pekerja Anak
2.2.1 Defenisi Pekerja sosial
Pekerjaan sosial merupakan suatu sistem kegiatan yang terorganisir
dalam menjabarkan konsep-konsep kesejahteraan sosial dengan menggunakan
kerangka tertantu yang terdiri dari ilmu pengetahuan
(knowledge), keterampilan (skill) dan nilai(value)/ kode etik. Ada beberapa
definisi pekerjaan sosial menurut para ahli antara lain :
Friedlander (1984;4) mendefinisikan “Pekerjaan sosial adalah sebuah
pelayanan profesional yang didasarkan pada pengetahuan ilmiah dan
keterampilan dalam relasi antar manusia, yang menolong individu, kelompok
atau komunitas untuk mencapai kepuasan individual atau sosial dan kebebasan”.
Allen Pincus dan Anne Minahan (1973:9) mendefinisikan Pekerja Sosial sebagai
berikut : “Pekerja sosial memiliki kepentingan dengan interaksi antara orang dan
2. lingkungan sosialnya yang mempengaruhi kemampuannya untuk menyelesaikan
tugas-tugas kehidupannya, mengurangi ketegangan dan mewujudkan aspirasi
serta nilai-nilainya”.
The National Association of Social Work (NASW) dalam Zastrow
(1982:12, 1999:5), Sheaford dan Horesjsi (2003:5) mendefinisikan Pekerjaan
Sosial sebagai berikut “Pekerjaan sosial adalah aktivitas profesional dalam
menolong individu, kelompok atau komunitas untuk meningkatkan atau
memperbaiki keberfungsian sosialnya serta menciptakan kondisi masyarakat
yang memungkinkan mereka mencapai tujuannya”.
Siporin (1975:3) mendefinisikan Pekerjaan Sosial sebagai berikut
“Pekerjaan sosial merupakan suatu metode institusi sosial untuk menolong orang
mencegah dan memecahkan masalah mereka serta untuk memperbaiki dan
meningkatkan keberfungsian sosial mereka”.
De Gusman (1983:3) mendefinisikan Pekerjaan Sosial sebagai berikut:
“Pekerjaan sosial adalah profesi yang perhatian utamanya pada aktifitas
pelayanan sosial secara terorganisir untuk memfasilitasi dan memperkuat relasi
antara individu dan lingkungan sosialnya untuk kebaikan”.
Definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Pekerjaan Sosial pada
dasarnya merupakan suatu profesi pertolongan yang dilakukan secara
terorganisir, untuk menolong individu, kelompok atau komunitas agar dapat
berfungsi sosial secara memuaskan melalui penguatan relasi dengan lingkungan
sosialnya. Dengan demikian fokus utama profesi pekerjaan sosial adalah pada
keberfungsian sosial individu, kelompok atau komunitas. Fokus utama ini
sekaligus menjadi pembeda antara profesi pekerjaan sosial dengan profesi
pertolongan lainnya.
2.2.2 Defenisi Pekerja Anak
Menurut Soetarso (1996) mengungkapkan pengertian pekerja anak yang
lebih luas. Ia berpendapat bahwa pekerja anak adalah :
1. Anak yang dipaksa atau terpaksa bekerja mencari nafkah untuk dirinya sendiri
dan/atau untuk keluarganya di sektor ketenagakerjaan formal yang melanggar
peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga anak terhenti
sekolahnya dan mengalami permasalahan fisik, mental, maupun sosial. Dalam
3. profesi pekerjaan sosial, anak ini disebut mengalami perlakuan salah (abuse),
dieksploitasi (exploited), dan di telantarkan (neglected).
2. Anak yang dipaksa, terpaksa atau dengan kesadaran sendiri mencari nafkah
untuk dirinya sendiri dan/atau keluarganya di sektor ketenagakerjaan informal, di
jalanan atau di tempat-tempat lain, baik yang melanggar peraturan peraturan
perundang-undangan (khususnya di bidang ketertiban), atau yang tidak, baik
yang masih sekolah maupun yang tidak lagi bersekolah. Anak ini ada yang
mengalami perlakuan salah dan/atau dieksploitasi, ada pula yang tidak.
Lebih lanjut, Soetarso (1996) menegaskan bahwa tidak dikategorikan sebagai
pekerja anak adalah anak yang dibimbing oleh orang tua atau sanak keluarganya
atau atas kesadaran sendiri membantu pekerjaan orang tua atau orang lain yang
tidak diarahkan untuk mencari atau membantu mencari nafkah, tetapi untuk
menanamkan atau memperoleh pengetahuan, keterlampilan, dan/atau sikap
kewirausahaan sejak dini, anak tersebut masih bersekolah dan kegiatan tersebut
tidak mengganggu prosos belajar di sekolahnya.
Pekerja anak merupakan suatu istilah yang seringkali menimbulkan
perdebatan, meskipun sama-sama digunakan untuk menggantikan istilah buruh
anak. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi menggunakan istilah anak-
anak yang terpaksa bekerja. Biro Pusat Statistik menggunakan istilah anak-anak
yang aktif secara ekonomi. Definisi Pekerja Anak menurut ILO/ IPEC adalah
anak yang bekerja pada semua jenis pekerjaan yang membahayakan atau
mengganggu fisik, mental, intelektual dan moral. Konsep pekerja anak
didasarkan pada Konvensi ILO no 138 mengenai usia minimum untuk
diperbolehkan bekerja yang menggambarkan definisi internasional yang paling
komprehensif tentang usia minimum untuk diperbolehkan bekerja, mengacu
secara tidak langsung pada “kegiatan ekonomi”. Konvensi ILO menetapkan
kisaran usia minimum dibawah ini dimana anak-anak tidak boleh bekerja. Usia
minimum menurut Konvensi ILO no 138 untuk negara-negara dimana
perekonomian dan fasilitas pendidikan kurang berkembang adalah semua anak
berusia 5 – 11 tahun yang melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi adalah pekerja
anak sehingga perlu dihapuskan. Anak-anak usia 12 – 14 tahun yang bekerja
dianggap sebagai pekerja anak, kecuali jika mereka melakukan tugas ringan.
Sedangkan usia sampai dengan 18 tahun tidak diperkenankan bekerja pada
pekerjaan yang termasuk berbahaya.
4. Pekerjaan ringan dalam konvensi no 138 Pasal 7, menyatakan bahwa pekerjaan
ringan tidak boleh menggangu kesehatan dan pertumbuhan anak atau
menggangu sekolahnya serta berpartisipasinya dalam pelatihan kejuruan atau
“kapasitas untuk memperoleh manfaat dari instruksi yang diterimanya. Tugas
yang dilaksanakan dalam pekerjaan ringan tidak boleh merupakan pekerjaan
yang berbahaya dan tidak boleh lebih dari 14 jam per minggu. Ambang batas ini
didukung oleh Konvensi ILO no 33 tahun 1932 mengenai usia minimum (Pekerja
dibidang Non Industri) dan temuan tentang dampak anak bekerja terhadap
tingkat kehadiran prestasi di sekolah dan terhadap kesehatan anak.
Pekerja anak melakukan pekerjaan tertentu sebagai aktifitas rutin harian,
jam kerjanya relatif panjang. Ini menyebabkan mereka tidak dapat bersekolah,
tidak memiliki waktu yang cukup untuk bermain dan beristirahat, dan secara tidak
langsung aktifitas tersebut berbahaya bagi kesehatan anak. Sedangkan anak
bekerja, mereka melakukan aktifitas pekerjaan hanya sebagai latihan. Kegiatan
tersebut tidak dilakukan setiap hari, jam kerja yang digunakan juga sangat
pendek, dan aktifitasnya tidak membahayakan bagi kesehatan anak serta
mendapatkan pengawasan dari orang yang lebih dewasa atau ahlinya. Dalam
hal ini anak masih melakukan aktifitas rutinnya seperti sekolah, bermain dan
beristirahat.
2.3 Faktor Penyebab Anak Bekerja
Keterlibatan anak dalam dunia kerja tidaklah terjadi dengan sendirinya,
melainkan disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor penyebab tersebut
ada yang berasal dari dalam diri anak maupun karena pengaruh lingkungan
terdekat dengan anak. Secara garis besar faktor penyebab ini dapat
dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu faktor pendorong dan faktor penarik.
Faktor pendorong merupakan faktor yang berasal dari dalam diri si anak,
yang mendorong anak untuk melakukan aktifitas tertentu yang menghasilkan
uang. Dengan hasil yang diperoleh anak akan menjadi senang dan dorongan
tersebut akan terpuaskan. Faktor pendorong yang menyebabkan anak memilih
menjadi pekerja anak antara lain : kemiskinan yang dialami orangtua, adanya
budaya dan tardisi yang memandang anak wajib melakukan pekerjaan sebagai
bentuk pengabdian kepada orangtua, relatif sulitnya akses ke pendidikan,
tersedianya pekerjaan yangmudah diakses tanpa membutuhkan persyaratan
5. tertentu, dan tidak tersedianya fasilitas penitipan anak pada saat orangtua
bekerja.
Faktor penarik adalah faktor yang berasal dari luar diri anak. Faktor inilah
yang menjadi alasan bagi dunia kerja untuk menerima anak bekerja. Anak
dipandang sebagai tenaga kerja yang murah dan cenderung tidak banyak
menuntut. Pekerja anak dipandang tidak memiliki kemampuan yang memadai,
baik secara fisik maupun kemampuan. Dengan demikian para pengusaha akan
cenderung memilih anak karena upah yang diberikan akan cenderung lebih
murah dari pada orang dewasa. Disamping itu anak lebih patuh dan penurut
terhadap instruksi yang diberikan oleh orang dewasa.
Selain beberapa faktor diatas, penyebab anak memasuki dunia kerja
dapat dilihat dari beberapa faktor antara lain : ekonomi, sosial, budaya dan
faktor-faktor lain. Dari faktor ekonomi, kemiskinan keluarga menyebabkan ketidak
mampuannya dalam memenuhi kebutuhan pokok. Kondisi ini menyebabkan anak
dengan kesadaran sendiri atau dipaksa oleh keluarga untuk bekerja, sehingga
kebutuhan pokoknya dapat terpenuhi dan membantu keluarga dalam mencari
nafkah. Secara sosial ketidak harmonisan hubungan antar anggota keluarga dan
pengaruh pergaulan dengan teman, merupakan faktor yang menyebabkan anak
bekerja. Bagi anak, bekerja bukan sekedar kegiatan mencari nafkah untuk
memenuhi kebutuhan pokoknya. Tetapi juga sebagai pelampiasan atas ketidak
harmonisan hubungan diantara anggota keluarga. Disamping itu pekerjaan dan
teman-teman di tempat bekerja merupakan tempat yang dapat dijadikan tempat
bergantung bagi anak.
Faktor budaya yang menyebabkan anak bekerja adalah adanya
pandangan dari sebagian masyarakat yang lebih menghargai anak yang bekerja.
Mereka menganggap bahwa anak yang bekerja merupakan bentuk pengabdian
kepada orangtua. Faktor-faktor lain yang turut menjadi penyebab anak memasuki
dunia kerja adalah tersedianya sumber lokal yang dapat menjadi lahan pekerjaan
bagi anak, pola rekriutmen yang mudah dan anak merupakan tenaga kerja yang
murah dan mudah diatur.
Dampak dari pekerja anak yang secara tidak langsung akan ditanggung
oleh masyarakat dan negara antara lain : pertama, anak tidak memiliki bekal
pendidikan dan keterampilan yang memadai, sehingga akan memperpanjang
siklus kemiskinan yang selama ini sudah dialami keluarga anak. Kedua, Anak
6. yang bekerja pada usia dini akan cenderung memilliki fisik yang lebih rapuh,
merasa takut dan tidak memiliki rasa percaya diri ketika berinteraksi dengan
orang lain yang baru dikenalnya.
Memperhatikan pada dampak negatif terhadap perkembangan anak tersebut,
maka dapat dikatakan bahwa pekerja anak merupakan suatu masalah yang perlu
mendapat perhatian berbagai pihak. Masalah pekerja anak bukanlah masalah
yang memiliki faktor penyebab tunggal, sehingga penanganannya pun perlu
melibatkan beberapa pihak yang berhubungan dengan anak. Pandangan yang
mempermasalahkan pekerja anak juga dapat dilihat dari perspektif hak anak.
Perspektif hak anak memandang bahwa hak anak merupakan bagian dari hak
asasi manusia yang mendapatkan pengakuan dan perlindungan secara
Internasional. Setiap anak tanpa terkecuali memiliki 4 hak dasar yang meliputi :
hak atas kelangsungan hidup, hak untuk tumbuh kembang, hak untuk
mendapatkan perlindungan dan hak untuk berpartisipasi. Hak untuk tumbuh
kembang merupakan hak anak untuk memperoleh pendidikan, informasi, waktu
luang, kegiatan seni dan budaya, kebebasan berfikir, berkeyakinan dan
beragama serta hak anak cacat atas pelayanan, perlakuan dan perlindungan
khusus.
Membiarkan anak untuk menjadi pekerja anak merupakan bentuk
pelanggaran terhadap hak anak, terutama hak untuk berkembang. Pekerja anak
menghabiskan sebagian waktunya untuk bekerja. Ini menyebabkan mereka tidak
memiliki kesempatan lagi untuk memperoleh pendidikan, melakukan aktfitas
yang berkaitan dengan seni dan budaya, tidak memiliki waktu luang yang
memungkinkannya untuk bersosialisasi dengan teman sebaya dan cenderung
berada pada situasi yang berbahaya bagi kelangsungan hidupnya.
2.4 Hak – Hak Anak
Anak merupakan modal dasar bagi pembangunan nasional dan penerus
cita-cita perjuangan bangsa yang kelak diharapkan mampu menjalankan tugas
dan tanggung jawabnya demi kelestarian bangsa dan negara. Membuat
perencanaan masa depan tanpa memperhitungkan variabel anak adalah sebuah
pikiran amoral dan historis, karena tidak meletakkan manusia sebagai faktor
determinan dalam perubahan masyarakat. Bila itu terjadi, maka dalam prosesnya
akan dengan mudah melupakan faktor-faktor kepentingan anak dan lebih untuk
7. menuruti egoisme manusia dewasa yang berfikir hanya untuk kepentingan
sesaat. Anak-anak karena ketidakmampuan ketergantungaan dan
ketidakmatangan, baik fisik, mental maupun intelektual, perlu mendapat
perlindungan, perawatan dan bimbingan dari orang tua (dewasa). Perawatan,
pengasuhan dan pendidikan anak adalah kewajiban agama dan kemanusiaan
yang harus dilaksanakan mulai dari keluarga, masyarakat dan negara.
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak, disebutkan bahwa pengertian anak sebagai berikut : “Anak adalah
seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan.” Pengertian tersebut berbeda dengan pengertian yang terdapat pada
UU Nomor 4 tahun 1979 dimana menyebutkan bahwa anak adalah seseorang
yang belum mencapi usia 21 tahun dan belum kawin. Sedangkan Elizabeth D.
Hurlock (1982:108), menyatakan bahwa : “anak adalah masa yang dimulai
setelah melewati masa bayi yang penuh ketergantungan, kira-kira usia 2 tahun
sampai saat anak matang secara seksual, kira-kira 13 tahun untuk wanita dan 14
tahun untuk pria.”
Terkandung dalam pengertian di atas bahwa dalam sebuah keluarga terdapat
anak-anak yang menjadi tanggung jawab orang tua, baik yang masih dalam
kandungan, masa bayi hingga anak mencapai usia dewasa dan mandiri.
Sebagai bagian dari masyarakat bangsa, anak juga memiliki hak yang berguna
dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya. Pengakuan terhadap hak
anak secara Internasional dilakukan oleh PBB melalui suatu konvensi yaitu pada
tahun 1989. Prinsip-prinsip yang dianut dalam Konvensi Hak Anak adalah :
Non Diskriminasi (Pasal 2). Semua hak anak yang diakui dan terkandung dalam
KHA harus diberlakukan kepada setiap anak tanpa perbedaan apapun.
Kepentingan terbaik untuk anak (Pasal 3). Semua tindakan yang menyangkut
anak, pertimbangannya adalah apa yang terbaik untuk anak.
Kelangsungan hidup dan perkembangan anak (Pasal 6). Hak hidup yang melekat
pada diri setiap anak harus diakui atas perkembangan hidup dan
perkembangannya harus dijamin.
Penghargaan terhadap pendapat anak (Pasal 12). Pendapat anak
terutama yang menyangkut hal-hal yang dapat mempengaruhi kehidupannya
perlu diperhatikan dalam setiap pengambilan keputusan.
8. Konvensi hak anak tersebut diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia dalam
Keppres No. 36 tahun 1990. Dalam Keppres tersebut dinyatakan bahwa anak
memiliki hak-hak antara lain : hak untuk hidup layak, hak untuk berkembang, hak
untuk dilindungi, hak untuk berperan serta, hak untuk menolak menjadi pekerja
anak, dan hak untuk memperoleh pendidikan.
10. Tugas individu
Tinjauan Pustaka
“Pekerja Anak”
Dosen
Dra. Lina Favourita S., M.Si
Oleh
Andi Sri Hermawan
10.04.152
Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial
Bandung
2012