Tiga kalimat:
Artikel ini membahas tentang perempuan yang harus menerima kenyataan bahwa fisiknya tidak sempurna atau tidak dapat bergerak bebas karena cacat, namun mereka tetap dapat mewujudkan impian dengan cara yang tidak biasa dan menyempurnakan hati mereka.
Rubrik Parenting - Jendela Keluarga Majalah Hidayatullah
1.
2. | Celah |
Perubahan Anak,
Perubahan Orang Tua
Ida S. Widayanti
S
eorang ibu begitu kaget ketika dipanggil ke
sekolah berkaitan dengan perilaku anaknya yang
berusia sepuluh tahun. Menurut sang guru, si
anak mengalami kemunduran dalam berbicara dan
bersikap, sehingga cenderung membuat kesal temannya. Beberapa hari kemudian laporan senada juga diberikan oleh tetangganya, bahwa si anak telah mengejek
anaknya sehingga mereka sempat saling pukul.
Tentu saja bagi si ibu hal itu merupakan masalah
serius, ia berdiskusi dengan suaminya. Mereka sepakat
untuk mengajak sang anak berdialog mengenai penyebab munculnya sikap yang tidak diharapkan baik di
rumah maupun sekolah.
Awalnya si anak hanya terdiam. Namun, ibu dan
ayahnya terus meyakinkan bahwa ayah, ibu, juga gurunya di sekolah bermaksud membantu. Mereka tidak
ingin sang anak bersikap yang menyebabkan orang lain
tidak nyaman, karena hal itu hanya akan membuat dirinya tidak nyaman juga. Ketidakmampuan membangun hubungan sosial dengan teman dan lingkungan
akan merugikan diri sendiri.
Si anak dengan tangisan sesal akhirnya berkata, “Aku
berbicara kasar karena mengikuti teman-teman di
sekitar rumah.” Rumah keluarga itu memang berada di
lingkungan kampung yang terbiasa berbicara kasar, sedangkan orangtua mereka juga cenderung membiarkan.
Ibunya berkata, “Nah, kalau tahu penyebabnya dari
anak-anak itu, apa yang harus dilakukan?”
“Aku jangan sering main dengan mereka,” ujar si
anak. “Makanya, Bunda jangan pulang malam supaya
pulang sekolah kita buat kegiatan di dalam rumah, jadi
aku tidak main sama anak-anak itu,” tambahnya. Si
anak juga menyarankan untuk tidak menggunakan
pembantu rumah tangga, karena salah satu pengaruh
buruk berbicara kasar juga datang dari dalam rumahnya sendiri, yaitu dari pembantunya.
Si ibu merenung, ia menyadari bahwa ia harus
mengambil langkah yang cukup besar. Sebagai ibu tiga
anak yang masih kecil, dan bekerja di luar rumah tentu
tidak mudah. Ia pun memutuskan untuk bekerja setengah hari sekaligus tidak lagi menggunakan jasa pembantu rumah tangga.
Rencana pun disusun. Pergantian tahun baru Hijriah dijadikan momen yang tepat untuk melakukan perubahan. Si anak berkata bahwa ia akan membantu menyelesaikan pekerjaan rumah. Adik-adiknya pun dilibatkan, mereka berbagi tugas. Si anak bertugas menyiram
bunga, mengepel lantai, serta sekali-kali ikut membantu memasak. Adik perempuannya yang berusia delapan
tahun bertugas memasak nasi, menyapu lantai, dan
menata meja makan. Sedangkan si kecil yang berusia
menjelang tiga tahun diminta membereskan mainannya
sendiri, menyimpan baju, dan piring kotor di tempatnya.
Hari-hari pun dimulai, tentu saja tak selalu mudah.
Ada masa transisi dari kondisi sebelumnya yang biasa
sering dibantu, menjadi serba dikerjakan sendiri. Namun, mereka semua bertekad untuk menghadapi semua konsekuensinya.
Seiring perjalanan waktu, si ibu kaget melihat begitu banyak perubahan. Karena banyak kegiatan di dalam rumah, si anak jadi jarang bermain ke luar. Si anak
berbicara dan bersikap lebih baik, kemandirian, tanggung jawabnya
lebih berkembang, bahkan ia
menjadi lebih empati pada
orangtuanya karena melihat
orangtuanya begitu kerja keras mengerjakan semuanya.
Si ibu pun makin menyadari bahwa tidak
mungkin orangtua
mengharapkan perubahan pada anaknya jika perubahan
itu tidak dimulai
dari diri mereka
GETTYIMAGES
sendiri.* Penulis buku.
SUARA HIDAYATULLAH | JANUARI 2011/MUHARRAM 1432
65
3. | usrah |
Ketika Pasangan
Kecanduan Pornografi
Banyak pasangan yang menganggap
mengakses materi pornografi dapat membantu meningkatkan gairah seksual. Alihalih dapat hal itu, malah ketidakharmonisan rumah tangga yang dituai
Sebut saja namanya Ardi. Ia dikenal oleh tetangganya
sebagai sosok yang rajin shalat berjamaah di masjid. Ardi
memiliki istri yang cantik dan ramah bernama Fitri. Kehidupan rumah tangga mereka terlihat harmonis dan bahagia.
Namun, dalam sebuah kesempatan konsultasi Ardi mengaku telah berselingkuh dengan wanita tuna susila. Entah
apa yang kurang dari Fitri sehingga Ardi seakan merasa tak
cukup terpenuhi kebutuhan biologisnya ?
Berdasarkan pengakuannya, Ardi mulai berubah sekitar
dua tahun terakhir. Ia tak mengerti mengapa dirinya menjadi
bosan dengan istrinya dan mulai mengalami ketidakpuasan
secara seksual. Gairah seksual terhadap istrinya menjadi menurun, sehingga untuk membangkitkannya kembali ia terlebih dahulu melihat film atau gambar-gambar porno.
Menurut pengakuannya, cara ini dirasakan cukup membantu untuk meningkatkan gairah seksual. Lambat laun hal
ini menjadi kebiasaan, hingga Ardi merasakan ketergantungan olehnya. Akhirnya, kebiasaan ini membuat Ardi terperosok ke lembah yang semakin dalam. Suatu ketika Ardi
mendapat tugas ke luar kota selama dua pekan. Di sela-sela
tugasnya itu seorang teman memperkenalkannya dengan
“dunia hitam” di hotel tempatnya menginap. Ardi begitu menikmati.
Mendengar sekelumit kisah di atas, kita jangan merasa
aman dan menganggap bahwa pornografi hanyalah gambar
semata yang dapat membantu menumbuhkan gairah seksual
dalam berhubungan dengan pasangan. Karena ternyata
dampak negatif pornografi hampir-hampir tak pernah kita
duga.
Kebiasaan seseorang menikmati gambar dan film porno,
hingga terpicu gairah seksualnya, adalah sebuah proses yang
disebut ‘asosiasi’. Ketika perbuatan menonton gambar porno
diasosiasikan oleh seseorang dengan gairah seksual, maka
66
SUARA HIDAYATULLAH | JANUARI 2011/MUHARRAM 1432
selanjutnya akan terjadi hubungan ketergantungan antara
keduanya, hingga perlahan tapi pasti, seseorang tak lagi bisa
membangkitkan gairah seksualnya tanpa bantuan gambar
porno.
Gejala Adiksi Pornografi
Gejala yang terlihat biasanya seputar dari ketidakmampuan mereka menghindari segala sesuatu yang berbau pornografi. Maka perlu diwaspadai jika pasangan Anda mulai
menjadi sangat tergantung dengan akses internet di laptopnya secara sembunyi-sembunyi. Atau jika Anda menemukan
gambar-gambar porno yang disimpan pasangan Anda secara
rahasia.
Maka jangan merasa ragu untuk mencoba secara rutin
mengecek situs-situs apa saja yang telah dibrowsing pasangan Anda jika hal itu memungkinkan. Setidaknya, ada
beberapa tips yang bisa dilakukan untuk upaya penyembuhan adiksi pornografi.
1. Pengertian dan Dukungan dari Pasangan.
Kecanduan adiksi pornografi merupakan penyakit, yang
meskipun berat namun tetap bisa disembuhkan. Yang sangat
diperlukan dalam proses penyembuhan adalah adanya pengertian dan dukungan baik dari pasangan maupun dari keluarga. Adiksi pornografi lebih banyak berawal dari keisengan mengakses materi pornografi, kemudian terus menikmatinya dan membiarkan dirinya terjebak dalam kebiasaan
tersebut hingga akhirnya menjadi sebuah candu.
Ketergantungan ini membuat mereka tak berdaya dan
tak tahu bagaimana memutus kesalahan ini. Disaat inilah
dibutuhkan pengertian dan dukungan dari pasangan. Para
pasangan ini harus bisa lebih banyak memaafkan pasangannya, memberikan pemahaman terhadap kesulitannya untuk
bisa keluar dari siklus ketergantungan. Selanjutnya terus
menemani pasangannya dalam melakukan tindakan-tindakan penyembuhan dengan sabar dan kasih sayang.
2. Perlahan dan Bertahap
Dalam al-Qur‘an terdapat sebuah terapi adiksi yang efektif, yaitu tentang terapi menghilangkan kecanduan minuman
keras (khamr) kepada bangsa Arab kala itu. Konsep penyembuhan yang langsung diterapkan Allah adalah dengan perlahan
dan bertahap.
4. Pertama, untuk mengurangi adiksi terhadap khamr
tersebut Allah menurunkan anjuran untuk mengubah
kebiasaan minum khamr ini dengan kebiasaan memakan
angggur secara langsung.
Kemudian dalam firman Allah disebutkan bahwa khamr
memang ada manfaatnya bagi kehidupan, namun ternyata
masih lebih banyak mudharatnya. Jadi, melalui peringatan
ini, dianjurkan masyarakat untuk perlahan menghindari
khamr.
Tahap ketiga, Allah lalu menurunkan ayat yang melarang
umat Islam untuk shalat ketika sedang mabuk akibat minum
khamr. Karena umat Islam harus shalat lima kali dalam
sehari, maka mereka terpaksa harus lebih serius
menghindari khamr agar tidak mabuk saat
masuk waktu shalat. Tahap akhir terapi
Allah yakni dengan menurunkan ayat
yang benar-benar mengharamkan
khamr. Sungguh sebuah proses
terapi yang perlahan namun
pasti, disesuaikan dengan kemampuan umat manusia
menghadapi beratnya tantangan.
Konsep yang dipergunakan Allah ini bisa diadopsi dalam hal penyembuhan adiksi pornografi.
Mengingat tingkat beratnya adiksi ini tergolong sangat berat dan sangat sulit
untuk diputus dan disembuhkan, maka terapi penyembuhannya bisa dilakukan sesuai dengan kondisi pasien.
Sebagai contoh, bisa dibuatkan terapi tahapan
awal dengan sebuah kesepakatan untuk mengurangi
frekuensi menonton pornografi. Jika sebelumnya
setiap hari atau dua hari sekali, bisa diubah menjadi
seminggu cukup dua kali.
Jika tahap satu telah berhasil, maka dilanjutkan dengan tahap berikutnya dengan semakin mengurangi frekuensinya, semisal cukup dengan sepekan sekali.
Tahap berikutnya pasien dihindarkan dari akses terhadap internet. Kemudian tahap terakhir pasien benar-benar
dihilangkan dari akses pornografi sama sekali. Terapi ini bisa
jadi memerlukan waktu beberapa bulan. Akan lebih dipercepat jika didukung oleh kedekatan, pengertian, dan duku-
ngan penuh oleh pasangannya, disertai dengan upaya meningkatan sisi kehidupan spiritualitasnya.
3. Memutus Asosiasi yang Salah
Ketika awalnya seseorang merasakan gairah yang nikmat
ketika melihat gambar porno, maka di saat penyembuhan ia
akan diminta melihat kembali gambar tersebut, namun kali
ini sambil dikejutkan oleh aliran listrik yang menyetrum
tubuhnya. Hal ini akan terus berulang, setiap kali ia melihat
gambar porno, ia akan selalu dikejutkan dengan rasa sakit
akibat setruman listrik itu.
4.
Memutus Siklus Adiksi
Dalam proses terjadinya kecanduan
terdapat sebuah siklus yang akan selalu
berulang, yakni berupa rangkaian
melingkar antara proses saat ketergantungan itu terjadi dan
dilanjut dengan munculnya
kepuasan. Selanjutnya akan
datang masa tumbuhnya
kesadaran, dimana seseorang merasa amat bersalah, lantas berjanji untuk
tak mengulangi lagi. Namun masa ini kerap berakhir juga dengan datangnya kembali godaan adiksi
yang membuatnya secara
tak sadar terseret kembali
ke tahap ketergantungan
terjadi.
Yang harus dilakukan
adalah menghambat datangnya godaan, sehingga
seseorang bisa memperGETTYIMAGES
panjang masa kesadarannya. Dan di masa inilah
ia harus diisi sebanyak-banyaknya dengan nilai-nilai
dan motivasi spiritual
yang akan menguatkan tekadnya untuk sembuh.
Proses kesembuhan perlu
waktu panjang sehingga
masih wajar jika pasien
masih harus berkali-kali
gagal melawan godaan, namun yang penting diperkuat
adalah menguatkan motivasi spiritualnya di saat masa
kesadaran dan memperpanjang datangnya masa kesadaran
itu sendiri.
Dengan upaya-upaya di atas diharapkan secara perlahan
pasien ketergantungan pornografi bisa disembuhkan. *Irawati
Proses kesembuhan perlu waktu
panjang sehingga masih wajar
jika pasien masih harus berkalikali gagal melawan godaan
Istadi, penulis buku-buku parenting
SUARA HIDAYATULLAH | JANUARI 2011/MUHARRAM 1432
67
5. | mar’ah |
LuarMeski Tak Sempurna
Biasa
Sempurna atau tidak ada dalam
pikiran kita. Impian pun tetap
akan nyata meski bukan dengan
cara yang biasa
Cantik dan mampu meraih seluruh keinginan
diri, pastilah idaman setiap perempuan, tak
terkecuali bagi Muslimah. Tak ada perempuan
yang memungkiri, penampilan fisik adalah hal
yang penting. Juga tak ada perempuan masa kini
yang mengingkari, prestasi adalah prestise yang
harus diperjuangkan dan menjadi nilai tersendiri
bagi eksistensi di tengah masyarakat.
Namun, di tengah idealita yang didamba tersebut, ternyata ada perempuan yang harus menerima kenyataan bahwa fisiknya tak sesempurna
orang lain. Juga harus berdamai dengan kenyataan
bahwa ia tak dapat bergerak bebas untuk meraih
impian karena ia terlahir atau menjadi cacat.
Menyempurnakan Hati
Allah pun pastinya tak salah menjadikan mereka atau bahkan diri kita sendiri seseorang yang
tak memiliki fisik sempurna. Ada pesan yang ingin
disampaikan melalui penciptaan-Nya yang tetap
sempurna tersebut. Ada sesuatu yang tetap indah
dan ada prestasi yang tetap bisa dibanggakan di
balik fisik yang tidak seindah mestinya itu.
Sesuatu yang tetap indah itu sesungguhnya ada
pada apa yang kita yakini dan pikirkan. Jika kita
adalah yang terpilih untuk menjalani ketidaksempurnaan fisik tersebut, maka mulailah untuk menyempurnakan apa yang kita yakini dan apa yang
kita pikirkan.
68
SUARA HIDAYATULLAH | JANUARI 2011/MUHARRAM 1432
Sungguh, Allah adalah Pencipta Yang Maha
Rahman dan Maha Rahiim. Allah bahkan telah
menjamin bahwa Ia menciptakan manusia dalam
bentuk yang terbaik, “Sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaikbaiknya. Dan Kami kembalikan ia ke tempat yang
serendah-rendahnya (neraka) kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh;
maka bagi mereka pahala yang tiada putusputusnya.” (At-Tiin [95]: 4-6)
Dengan demikian, Allah telah menciptakan kita
pun dengan kesempurnaan. Penciptaan Yang dikaruniakan-Nya dengan segenap cinta dan kebijaksanaan.
Ayat ini begitu indah. Dalam ayat ini Allah berfirman bahwa Ia telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sempurna. Kesempurnaan itulah
yang menjadi ujian, bersyukur dan mengabdi atau
tidaknya seorang hamba. Bila dengan kesempurnaan tersebut ia menjadi sombong atau sebaliknya
menganggap Allah tidak adil karena fisik yang tak
seindah mestinya, maka Allah berjanji akan mengembalikan hamba tersebut dalam tempat yang
rendah. Sebaliknya, Allah berjanji bahwa Ia akan
mengaruniakan pahala yang tak terputus pada
hamba yang beriman dan beramal shalih. Bukan
pada hamba yang berfisik
sempurna dan berwajah cantik.
Konsep ini sama sekali bukan sesuatu yang
abstrak. Bagi kita yang terlahir tak seindah semestinya, ayat ini tidak mengajarkan kita mengabaikan apa
yang terjadi di depan mata. Ayat ini bukan berarti
pembenaran untuk menganggap kosong pencapaian
prestasi kita di dunia. Ayat ini justru mendorong kita
untuk menjadi hamba yang selalu beruntung dengan
6. pahala dan keberkahan dari sisi Allah.
Kuncinya adalah apa yang kita imani dan apa
yang kita kerjakan di dunia ini. Jika kita yakin bahwa Allah menciptakan seluruh mahluk-Nya dalam
bentuk yang sebaik-baiknya, maka kita pun harus
yakin bahwa ketidaksempurnaan yang tampak di
mata, sesungguhnya terganti dengan sesuatu yang
tersimpan dalam bilik-bilik potensi yang mengendap dalam diri.
Bertindak Luar Biasa
Allah pasti dengan seadil-adilnya menciptakan
setiap hamba-Nya. Karena tidak ada hamba-Nya
yang tercipta dengan sempurna. Manusia yang terlahir dan dengan fisik yang semestinya pun memiliki banyak kekurangan, meski mungkin tak
tampak mata. Bila ingin membandingkan, apa
yang dikaruniakan pada diri kita yang tak sempurna, mungkin masih lebih banyak dibandingkan pada mereka yang secara fisik sempurna.
Mari menengok pada sosok fenomenal ‘Amr bin
Jamuh yang diberi kemuliaan oleh Allah mati syahid di medan perang. Sahabat Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang memiliki cacat pada kakinya sehingga berjalan dengan pincang ini berhasil meraih impian para sahabat yang fisiknya sempurna sekalipun. Bahkan
sekaliber Khalid bin Walid,
panglima Islam yang di
akhir hidupnya malah
menghembuskan nafas di
atas tempat tidur.
Begitu banyak jalan
yang dan kemudahan yang
Allah bentangkan bagi kita
yang mau dan berusaha
semaksimal mungkin menyambut perintah-Nya. Semua kesedihan dan kerendahdirian hanya akan mematikan potensi. Perlakukanlah diri kita sama dengan orang lain yang sempurna secara fisik.
Lakukanlah apa yang bisa kita lakukan untuk ketaatan kita pada kehendak-Nya dengan cara yang
dapat kita tempuh.
Bila kekurangan itu membuat impian mendapatkan pendamping hidup yang indah seperti
semestinya menguap, mungkin Allah ingin mempersatukan dengan kita pendamping yang tak
biasa. Yang lebih indah, juga luar biasa. Yang mencintai kita bukan dengan cara yang biasa, bukan
dengan standar yang digunakan oleh orang
umumnya. Melainkan dengan cara mempraktikkan seluruh teladan Rasul-Nya yang selalu meri-
ngankan beban istri dan membahagiakannya.
Begitu pula dengan prestasi yang ingin kita
capai. Bila mungkin prestasi yang biasanya dicapai
oleh orang yang sempurna secara fisik terbentur
dengan kekurangan yang kita miliki, maka jadilah
kita pioner bagi prestasi-prestasi yang selama ini
tak terpikirkan oleh orang biasa.
Marilah belajar dari keteguhan Washington
Roebling yang berhasil mewujudkan cita-citanya
dan ayahnya. Cita-cita besar untuk membangun
sebuah jembatan yang mampu menghubungkan
satu kota dengan kota lainnya yang terpisah oleh
sungai besar atau selat, bahkan mampu menghubungkan dua benua. Sementara di abad ke-18 tersebut, pada umumnya orang hanya mengenal jembatan batu yang menghubungkan sisi sungai yang
satu dengan sisi di seberangnya. Jaraknya pun
tentunya juga sangat pendek.
Roebling berhasil mewujudkan cita-citanya
meski ia terserang penyakit caisson. Ia menderita
kerusakan otak permanen, tak bisa bicara, hampir
tuli, dan seluruh badannya lumpuh. Ia hanya bisa
menggerakan jari telunjuk kanan. Namun, semua
kondisi yang hampir mustahil itu tak membuatnya
surut semangat. Selama sepuluh tahun ia mengetukkan jari telunjuk tangan kanannya di atas leMUH. ABDUS SYAKUR/SUARA HIDAYATULLAH
ngan istrinya untuk menginstruksikan para insinyur tentang apa yang harus mereka kerjakan. Pada bulan bulan Mei 1883,
jembatan yang dicita-citakannya, Jembatan Brooklyn, berhasil membentang
di atas East River dan
menghubungkan kota
Manhattan
dengan
Brooklyn, New York.
Belajar dari Roebling,
marilah bertekad untuk
menyempurnakan apa yang ada dalam pikiran
kita. Karena, apa yang ada di hati bisa menjadi lemah manakala tak diiringi dengan derap kerja nyata kita. Yakinlah bahwa keajaiban bukanlah selamanya menjadi impian, bila kita percaya dan
berjuang untuk mewujudkannya.
Marilah tunjukkan pada dunia bahwa keajaiban adalah milik Allah Penggenggam seluruh semesta. Allah pula yang mewujudkannya bagi hamba-hamba-Nya yang berjuang dan yakin akan pertolongan-Nya. Karena, kitalah hamba-Nya yang
telah diciptakan dengan sebaik-baiknya dan bukan
untuk menjadi yang sia-sia.* Kartika Trimarti, ibu rumah
tangga tinggal di Bekasi
SUARA HIDAYATULLAH | JANUARI 2011/MUHARRAM 1432
69
7. KOLOM PARENTING | Mohammad Fauzil Adhim
Belajar Menakar
A
Tindakan
da saatnya diam merupakan kebaikan. Kita
berdiam diri karena memberi kesempatan
untuk berpikir dan menyadari kekeliruannya.
Kita diam bukan karena tidak bertindak, tetapi justru
diam itulah tindakan yang kita ambil agar anak dapat
mengembangkan dirinya. Tetapi adakalanya diam
justru tercela. Kita menahan diri dari bicara, padahal
saat itu seharusnya kita angkat bicara agar anak tidak
terjatuh pada keburukan lebih yang besar. Diam pada
saat seharusnya berbicara merupakan tanda kelemahan. Sebagaimana terlalu banyak meributkan anak
merupakan penanda ketidakmampuan menahan diri.
Dua hal inilah PR panjang yang harus diselesaikan
bagi orangtua semacam saya; orangtua yang miskin
ilmu, lemah kendali diri dan serba instan. Ingin mengubah anak, tetapi tidak sabar menunggu proses.
Ingin membaguskan akhlak, tetapi tidak siap mendengarkan keluhan mereka.
Ada saat-saat kita harus tegas, ada pula saat kita
perlu memberi kelonggaran kepada anak. Ada hal-hal
yang mengharuskan kita menunjukkan kemarahan
kepada anak meskipun kita tidak sedang emosi, tetapi
ada pula saat dimana kita perlu berusaha keras untuk
menahan diri meskipun emosi kita sedang meledakledak. Ini semua berkait erat dengan apa yang dilakukan anak sekaligus menimbang maslahat dan
madharat dari setiap tindakan kita. Adapun terhadap
kerasnya ucapan dan tindakan yang muncul dari
lemahnya kendali emosi, secara jujur kita perlu menyadari kekeliruan kita, mengakuinya sebagai kesalahan meski belum mampu mengungkapkan secara
terbuka kepada anak, dan bersedia meminta
maaf kepada anak atas salah dan keliru kita.
Hal yang sama juga berlaku untuk perbuatan baik mereka. Meskipun kita sedang marah dan suasana emosi kita sedang tidak
enak, kita tetap harus menyampaikan ucapan
terima kasih kepada mereka. Jika perlu, kita
memaksakan diri untuk mengucapkan terima kasih dengan setulus-tulusnya meskipun kita sedang jengkel. Ini bukan
tindakan pura-pura. Justru kita se-
70
SUARA HIDAYATULLAH | JANUARI 2011/MUHARRAM 1432
dang mendidik diri sendiri untuk mampu mengungkapkan rasa terima kasih kita secara sadar dan
memaksakan diri untuk mengucapkannya, meskipun
suasana hati kita sedang dongkol. Kalau ternyata kita
tidak mampu menaklukkan raut muka kita sendiri,
kita bisa secara terbuka mengatakan apa yang kita rasakan kepada anak dengan didahului permohonan
maaf kepada mereka. Dengan demikian anak akan
belajar mengakui kebaikan orang lain dan menyadari
keadaan mereka. Ini juga bisa meningkatkan penerimaan mereka terhadap orangtua.
Harus Punya Kendali
Kembali pada soal kelonggaran. Anak yang dibesarkan dengan toleransi, memang akan belajar mengendalikan diri. Sebaliknya, anak yang dibesarkan
dengan kekerasan juga belajar menggunakan kekuatannya untuk memaksakan keinginannya. Tetapi ada
hal yang harus kita ingat, di luar apa yang kita lakukan, anak juga sedang berkembang. Mereka secara
terus-menerus belajar, termasuk belajar memegang
kendali sehingga orangtua pun bahkan bisa tak berdaya. Orangtua melakukan apa pun yang diinginkan
anak, meskipun tampaknya ia melakukan itu agar
anaknya melakukan apa yang diinginkan oleh orangtua. Contohnya, orangtua memaksakan diri membelikan mainan untuk anak karena mainan itulah yang
diminta anak ketika ia disuruh mandi.
Kecenderungan anak memaksa orangtua menuruti keinginannya sebagai imbalan atas kesediaannya melakukan perintah orangtua, terutama mudah
terjadi ketika orangtua memberlakukan cara pengasuhan yang tidak konsisten. Apalagi jika cara mengasuh antara kedua orangtua tidak selaras. Mereka
saling menyalahkan di depan anak, atau cara pengasuhan mereka saling bertentangan. Lebih parah lagi
jika salah satu pihak cenderung dominan dan mudah
menyalahkan di depan anak. Artinya, ada salah satu
pihak –entah ayah, entah ibu—yang sering disalahsalahkan di depan anak sehingga otoritasnya sebagai
orangtua melemah dan dengan demikian perintahnya
menjadi kurang efektif.
8. ABDUS SYAKUR/SUARA HIDAYATULLAH
Jika ini terjadi, anak akan berusaha meningkatkan
pengaruh dan daya paksanya sehingga orangtua
benar-benar di bawah kendalinya. Tak ada jalan lain
kecuali orangtua harus mengambil keputusan dengan
segera dan secara terencana menghentikan situasi
yang tidak sehat ini. Pada saat yang sama, orangtua
harus menyadari bahwa kebiasaan memaksakan keinginan ini tidak terjadi secara tiba-tiba. Anak belajar
sedikit demi sedikit. Anak memiliki pengalaman panjang sehingga bisa memaksakan kehendak kepada
orangtuanya, sementara orangtua tak berdaya menghadapinya.
Sebaliknya, anak yang tidak memiliki kendali atas
diri dan lingkungannya karena terbiasa dipaksa oleh
orangtua, akan berangsur menjadi pribadi yang tidak
mandiri. Ia sulit mengambil keputusan, sekalipun hanya untuk mengambil pilihan dalam perkara sederhana. Ia takut menghadapi risiko, yang sangat kecil
sekalipun, terutama yang berimbas pada teguran
orangtua. Padahal apa pun yang kita lakukan, pasti
ada risikonya. Bahkan berdiam diri pun punya resiko.
Ketakutan menghadapi risiko tersebut bukan
hanya terjadi saat mereka masih kanak-kanak. Jika
tidak disadari, lalu secara sengaja diatasi, maka ketakutan dalam mengambil keputusan tersebut bisa berlanjut sampai mereka dewasa dan menjadi orangtua.
Ia tetap menjadi kanak-kanak, bahkan di saat ia seharusnya bertindak sebagai orangtua dari anak-anaknya.
Serupa dengan takut menghadapi risiko adalah
peragu. Ia sulit mengambil keputusan bukan terutama
karena takut menghadapi risiko, tetapi karena sulit
memilih. Ini mudah terjadi pada anak yang dibesarkan
dengan pemanjaan. Anak tunggal, anak bungsu, atau
ADA SAAT
-SAAT KITA HARUS TEGAS,
ADA PULA SAAT KITA PERLU MEMBERI
KELONGGARAN KEPADA ANAK.
anak laki-laki maupun perempuan satu-satunya dalam
keluarga –begitu pula cucu laki-laki atau perempuan
satu-satunya dalam keluarga besar— sering tumbuh
dengan cara pengasuhan yang memanjakan. Mereka
serba dilayani sehingga menyebabkan dirinya tidak
memiliki keterampilan melayani dirinya sendiri.
Mereka serba dituruti, sehingga tidak memperoleh
kesempatan belajar menahan diri. Mereka juga sulit
belajar berempati. Mereka juga terbiasa dipenuhi keinginannya, sehingga tidak ada kesempatan yang memadai untuk belajar menimbang, mengambil keputusan dan menentukan prioritas; mana yang lebih penting di antara yang penting. Bahkan boleh jadi, sulit
baginya untuk membedakan mana yang penting dan
mana yang tidak karena ia miskin pengalaman untuk
memilah antara kebutuhan dan keinginan.
Apa yang menyebabkan anak-anak itu mengalami
kesulitan di masa dewasanya? Bukan sulitnya kehidupan. Bukan pula kecilnya pendapatan. Tetapi
kekeliruan orangtua dalam mengasuh mereka. Bisa
karena berlebihan dalam membantu anak menghadapi masalah, bisa juga karena mereka membiasakan
anak hidup mudah sehingga anak kehilangan tantangan. Mereka sibuk mengurusi apa yang seharusnya diatasi sendiri oleh anak, sehingga anak akhirnya
kehilangan inisiatif produktif.
Ini semua tidak berhubungan dengan kekayaan
dan banyaknya fasilitas hidup. Ini terkait dengan
sikap kita sebagai orangtua, termasuk kemampuan
kita menakar setiap tindakan.
Wallahu a’lam bish-shawab.
SUARA HIDAYATULLAH | JANUARI 2011/MUHARRAM 1432
71
9. | profil keluarga |
Yahdi Sulaiman dan Iryani
“Kalau Bukan karena Allah,
Saya Sudah Gila”
Keluarga ini menjalani ujian
yang begitu berat. Namun,
berkat pertolongan-Nya,
mereka masih tetap tabah,
sabar dan ikhlas.
Sepeda motor itu melaju di jalan
raya sisi barat Taman Margasatwa Ragunan, Kampung Pisangan, Pasar
Minggu, Jakarta Selatan. Namun tak
dinyana, motor yang dikendarai sepasang ayah dan anak itu oleng. Motor terpelanting dan terseret beberapa meter.
Yang dibonceng, Nurul Hikmah, yang
masih duduk di bangku SD kelas 3 kala
itu terpental masuk ke bawah kolong
mobil angkutan kota. Sedangkan sang
ayah, Yahdi Sulaiman, terkapar di
pinggir trotoar. Beberapa bagian tubuhnya lebam.
Di jalan sekitar tempat mereka jatuh
ramai penjual kambing. Beberapa orang
yang menyaksikan peristiwa itu menyangka yang masuk ke kolong mobil
adalah anak kambing. Ternyata si kecil
Nurul.
Lama setelah kejadian itu, Nurul tak
terlihat mengalami luka berarti. Ia tetap
tampak sehat. Rasa sakit baru muncul
saat ia duduk di kelas 4 SDN 001 Ragunan Jalan Harsono RM Jakarta. Ia sering mengeluh di kepalanya. Nyeri dan
badannya juga terasa panas. Karena
dianggap biasa, sakit itu ditahan saja.
Namun, makin hari sakit itu kian mendera dan merasuk. Setiap rasa sakit itu
72
muncul, seringkali ia diobati dengan
obat eceran yang dibeli di warung.
Sembuh, tapi sebentar saja. Hanya beberapa menit. Setelah itu rasa sakitnya
kambuh kembali. Pernah suatu kali,
lantaran saking sakitnya, Nurul tiba-tiba
lunglai tak bertenaga. Dia kemudian
jatuh terduduk. Akibatnya, kakinya
keseleo.
Karena sakitnya semakin parah,
Nurul tak sanggup lagi pergi ke sekolah.
Namun sayangnya, baru dua tahun
kemudian, -itupun atas bantuan derma-
wan ibu-ibu di Perumahan Departemen
Pertanian Yayasan Uswathun HasanahNurul dirujuk untuk berobat ke RS
Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Entah
ada hubungan atau tidak antara kecelakaan yang dialami Nurul dengan rasa
sakitnya, yang jelas hasil diagnose
dokter menyatakan Nurul mengidap virus kanker otak. Secara fisik gejala penyakit ini adalah kepala membesar dan
rambut rontok.
Siapa pun orangtuanya, saat buah
hatinya divonis mengidap virus memaFOTO-FOTO: AINUDDIN CHALIK/SUARA HIDAYATULLAH
Iryani dan Yahdi Sulaiman (orang tua Nurul Hikmah) : Tetap tegar dalam keterbatasannya
SUARA HIDAYATULLAH | JANUARI 2011/MUHARRAM 1432
10. tikan itu tentu bakal terpukul. Termasuk Iryani (46). “Saya sebenarnya gak
kuat, tapi saya harus kuat. Saya kuatin,”
kata Iryani, ibunda Nurul kepada Suara
Hidayatullah yang menyambangi
rumahnya di Jalan Al-Busyro, RT 04
RW 01, Desa Citayam, Kota Depok,
Jawa Barat, awal bulan lalu.
Karena ketiadaan biaya, Iryani
membawa pulang paksa anaknya, setelah dirawat 15 hari di rumah sakit.
Bukan bertambah sembuh, sakit Nurul
malah menjadi lebih parah. Ia hanya bisa terbujur tak berdaya di atas tempat
tidur.
Dalam keadaan tak berdaya seperti
itu, matanya tiba-tiba terasa gatal dan
perih. Makin hari kian parah. Tentu saja ini menambah penderitaan anak perempuan yang tumbuh menjadi remaja
itu. Pada usia 15 tahun, mata Nurul tak
bisa diselamatkan lagi. “Tiba tiba saja
saya gak bisa ngeliat,” kata Nurul.
Tetap Tabah
Yahdi Sulaiman (52 tahun) dan
Iryani adalah pasangan keluarga Betawi tulen yang sederhana. Yahdi tidak
punya ijazah jenjang pendidikan tinggi.
Peluang kerja profesional pun bagi orang sepertinya seperti mimpi di siang
bolong. Tak ayal, setiap hari Yahdi bekerja serabutan. Terkadang jadi tukang
ojek, lain hari menjadi tukang bangunan, dan lain kali lagi jadi tukang batu.
Yahdi yang diajak bincang-bincang
Suara Hidayatullah lebih banyak melempar senyum ketimbang menjawab
pertanyaan.
Sedangkan Iryani bekerja sebagai
tukang cuci di Perumahan Asri Permai
Komplek Pertanian Citayam Depok.
Setiap hari berangkat pagi, pulang
kalau sudah tengah hari. Ia masih
mampu mencuci pakaian pesanan dua
sampai tiga rumah. Sebulan dalam satu
rumah ada yang memberi Rp 300 ribu.
Selain itu, ia kadang juga disuruh
menyetrika baju. “Sekali menggosok
pakaian ada yang memberi dua puluh
atau tiga puluh ribu rupiah,” ujar Iryani. Dari situlah andalan sumber keuangan mengalir, termasuk untuk sekolah anak bungsunya, Yandi Sulaiman
Nurul
Hikmah
Saking kuatnya
Nurul menekan
tangan saat
bertasbih, ada bekas
di jari-jarinya,
barangkali juga
karena tekanan
yang begitu kuat.
“Saya ibadahnya
hanya bisa begini,
mudah-mudah
Allah menerima
ibadah dan doa
saya”
(16) yang kini duduk di bangku SMK,
dan untuk makan sehari hari.
Sedangkan untuk pengobatan Nurul, sebulan sekali Iryani mengambil
obat di Layanan Kesehatan Cuma-Cuma
(LKC) Dompet Dhuafa Republika. “Tergantung hanya kepada Allah saja. Kalau
berharap kepada manusia itu tidak akan
mungkin,” kata Iryani, didampingi sang
suami.
16 Tahun Menanti
Umur Nurul Hikmah kini sudah
masuk 24 tahun, dan sakit yang dideritanya sudah 16 tahun lamanya. Sebagai
ibu, Iryani jujur mengatakan tak tahan
melihat penderitaan anak pertamanya
itu, yang hanya bisa berbaring tak ber-
daya. Kadang ia hanya bisa menangis
dan berdoa agar anaknya segera diberikan kesembuhan dan normal seperti
sedia kala.
Namun di sisi lain, Iryani juga bersyukur. Sebab, selama sakitnya yang
bertahun-tahun itu, diakui Iryani, anaknya tidak pernah mengeluh. Bagi Iryani
dan Yahdi, atau bagi siapa pun, penantian selama 16 tahun bukanlah waktu
yang singkat. Namun, mereka tetap berusaha bersabar dan menerima segalanya kehendak Allah Subhanahu wa
Ta’ala.
“Sudah 16 tahun, Mas. Lama sekali.
Kalau bukan karena pertolongan Allah,
mungkin saya sudah gila,” ucap Iryani,
sambil menitikkan air mata. Ia mengucapkan itu seraya mengelus kaki anaknya.
Hingga kini, Yahdi, Iryani, dan Yandi tak bosan-bosannya menjaga dan
mendampingi Nurul. Ada kalanya mereka menggantikan pakaian dalam Nurul saat sedang datang bulan, membersihkan buang air yang kadang kala bercampur darah, menyuapi makan, dan
memandikannya.
Syukurnya, Nurul bukan anak yang
lekas putus asa. Di pembaringannya, ia
tetap istikamah menjalankan shalat
lima waktu, puasa hari Senin-Kamis,
dan menunaikan shalat Tahajjud sambil
berbaring. Zikir pun ia tak lekang, terutama saat rasa sakit menyerang kepalanya. Saking kuatnya Nurul menekan
tangan saat bertasbih, ada bekas di jari-jarinya, barangkali juga karena tekanan yang begitu kuat. “Saya ibadahnya
hanya bisa begini, mudah-mudah Allah
menerima ibadah dan doa saya,” tutur
Nurul mengiba.
Sakalipun tak berdaya. Semangat hidupnya tak berarti meredup. Bahkan, ia
pun masih punya hasrat untuk menikah
suatu ketika. “Iya, hasrat ada. Apalagi
kalau mendengar teman-teman saya
yang dulu, sudah pada nikah dan punya
anak,” kata Nurul. “Saya mau sembuh,
biar pun tak seratus persen. Yang penting bisa jalan,” sambungnya, suaranya
bersih. Amin….
Semoga Allah Ta’ala memberikan
yang terbaik. *Ainuddin Chalik/Suara Hidayatullah
SUARA HIDAYATULLAH | JANUARI 2011/MUHARRAM 1432
73
11. | tarbiyah |
Lingkungan memang semakin
mengkhawatirkan tetapi kendali
pengaruhnya tetap ada di tangan orangtua.
Banyak orangtua yang hari ini semakin khawatir melihat pergaulan putra-putrinya. Pemberitaan di media massa pun tak henti-hentinya menyuguhkan tindak kriminalitas dan kenakalan yang
bahkan tak disangka-sangka dilakukan oleh anak-anak usia balita.
Belum lagi dampak pergaulan yang nampak di depan mata. Anakanak yang berkata-kata kasar akibat terlalu banyak menonton sinetron. Sungguh sebuah realita yang menyesakkan dan membuat
orangtua tak dapat tidur dengan nyenyak karena memikirkan apa
yang harus dilakukan.
Akhirnya banyak orangtua yang memutuskan untuk memasukkan putra-putrinya ke berbagai institusi pendidikan yang menerapkan sistem boarding atau minimal sekolah sepanjang hari.
Walhasil, anak-anak pun berada di sekolah dari pagi hingga sore
hari. Mereka pun hanya bertemu dengan orangtuanya saat hari
mulai gelap.
Orangtua berharap dengan menyekolahkan pada institusi
pendidikan seperti ini maka anak akan terjauhkan dari lingkungan
yang buruk dan mendapatkan pendidikan secara islami. Benarkah
ini akan efektif memproteksi anak-anak?
Seorang guru yang mengajar di pesantren khusus putri
menyatakan keprihatinannya terhadap ulah anak didiknya setiap
kali kembali ke pesantren pasca liburan. Bila di pesantren mereka
dilarang mendengarkan musik, maka sekembalinya mereka ke
pesantren mereka menyeludupkan MP3 atau diam-diam mendengarkannya dari handphone. Kondisi ini tentu memberitahu bahwa proteksi yang dilakukan oleh pihak pesantren tidak sekaligus
memproteksi perilaku dan psikologis anak.
Konsisten Bersikap
Lantas apa yang dapat kita lakukan agar lingkungan negatif
tak meracuni anak?Langkah pertama, tentu kita harus dapat
menjadi orangtua yang mampu menjadi cermin bagi anak. Anak
dalam perkembangannya akan mengambil sesuatu menjadi model
MUH. ABDUS SYAKUR/SUARA HIDAYATULLAH
Jangan
“Takluk”
pada Lingkungan
74
SUARA HIDAYATULLAH | JANUARI 2011/MUHARRAM 1432
12. yang dijadikannya cermin. Bila tidak, mereka
pun akan membuat anak sadar betul kemana
akan mengambil alternatif lain yang bisa
seharusnya ia melangkah dan menghindardijadikannya panutan. Salah satunya
kannya dari pengaruh pergaulan yang
adalah lingkungan.
membuat tujuan serta masa depanDi antara penyebabnya adalah
nya tidak jelas.
sikap inkonsistensi yang dilakuTujuan takwa ini juga sekan orangtua. Misalkan saja,
kaligus menjadi pegangan dasar
kita selalu menyuruh anak
bagi anak yang lahir dari kesauntuk memberi salam dan
darannya sendiri. Tujuan takmencium tangan orang tua
wa ini tidak akan membebani
sebagai tanda penghormaanak dengan gelar-gelar matan. Akan tetapi, kita orangterialistik yang menekannya.
tuanya seringkali lupa meTujuan takwa sesungguhnya
nyapa anak dengan salam
mengembalikan setiap mamanakala masuk ke rumah
nusia pada kondisi fitrahnya
atau bertemu dengannya sedan melakukan segala sesuatu
pulang dari bepergian. Sikap
berdasarkan keridaan Allah
inkonsistensi ini sesungguhnya
saja. Bila ia bercita-cita menjadi
sangat berbahaya bagi perkempilot, lalu ternyata ia gagal dalam
bangan kepribadian anak selansetiap tesnya, maka ia pun akan
jutnya.
dengan mudah memahami bahwa
(Al-Furqoon:25)
Sikap inkonsistensi akan menyeAllah lebih meridhai jalan lain baginya.
babkan aturan yang menjadi pondasi
utama berantakan dan anak kehilangan
Zona dalam Doa
pegangan. Bila ketidakjelasan ini terus didapatkan
Sejatinya, orangtua adalah gerbang penentu
oleh anak dari orangtuanya, maka tentu ia akan mencari
diizinkan atau tidaknya pengaruh lingkungan negatif masuk
kejelasan di tempat lain. Anak pun akan berhenti berharap tentang
membentuk anak. Bila orangtua menutup rapat-rapat gerbang
kebaikan yang datang dari orangtuanya.
ini dengan menciptakan zona terindah dan ternyaman bagi anak
untuk tinggal di dalam gerbang, maka anak tak akan tertarik untuk
Komitmen Takwa
mencari zona tumbuh lainnya. Seandainya pun sesekali ia “meloSelanjutnya, alangkah indahnya bila kita merenungkan doa
ngok keluar”, ia hanya akan menikmatinya sekejap karena filter
orang-orang saleh berikut ini, “Ya Rabb kami, anugerahkanlah
yang telah ditanamkan orangtuanya tetap memandunya untuk
kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai
memilah mana yang baik dan mana yang buruk.
penyejuk hati (kami) dan jadikanlah kami imam bagi orangFilter ini tumbuh dari bagaimana cara orangtua membesarkan
orang yang bertaqwa.” (Al-Furqoon :25)
anak. Melalui sikap, kasih sayang, aturan yang diberikan, dan
Doa dari orang-orang shalih di atas berisi permohonan agar
tentu saja doa yang dicurahkan untuk anak. Doa yang menjaga
keluarga mereka dapat menjadi penyejuk hati dan mereka dapat
anak, doa yang membuka pintu hati anak, dan doa yang menggemenjadi imam bagi orang-orang yang bertakwa. Alangkah
tarkan arsy Allah sehingga Dia berkenan melindungi dan mengaindahnya bila setiap orangtua memiliki komitmen yang tinggi
runiakan yang terbaik untuk anak-anak kita.
untuk menjadikan keluarga yang dipimpinnya sebagai keluarga
Sungguh, doa adalah penjagaan terhebat dari orangtua terorang-orang yang bertakwa. Anak-anaknya pun yang terutama
hadap anak-anaknya. Doa bahkan melampaui keterbatasan
menjadi orang-orang yang bertakwa. Bukan sekadar menjadi
orangtua sebagai manusia dan mewujudkan harapan yang hanya
dokter, menjadi insinyur, menjadi artis, pejabat atau sejumlah
dapat dianugerahkan oleh Yang Maha Perkasa. Oleh karena itu,
gelar yang diidamkan sebagian besar orang.
Rasulullah senantiasa mengutamakan doa bagi anak dengan
Tujuan utama yang jelas dalam hidup ini akan membimbing
selalu mendoakan anak sejak pertama kelahirannya.
anak untuk mengetahui dengan jelas pula langkah-langkah yang
Abu Musa berkata, “Ketika anak saya lahir, saya segera memharus diambil. Bila ingin memilih jalan sebagai seorang dokter
bawanya kepada Rasulullah saw. Setelah menamakannya
maka untuk menjadi dokter yang bertakwa, ia harus menolong
Ibrahim, Beliau lalu mengusapkan saripati kurma yang sudah
orang lain dengan ikhlas, rela berkorban dan semasa kuliah harus
dikunyah hingga lumat ke langit-langit mulutnya kemudian
menjalani perkuliahan dengan baik, sehingga ia dapat menyerap
mendoakannya agar mendapat limpahan berkah. Setelah itu,
seluruh ilmu dengan sempurna.
Rasulullah menyerahkannya kembali kepada saya.” (Riwayat
Tujuan takwa ini otomatis juga mengarahkan orangtua dalam
Bukhari)
memberikan motivasi dan fasilitas yang jelas bagi anak. Bukan
Lingkungan, seperti apapun tidak akan lepas dari kehidupan
sekadar memberi motor supaya keren atau memfasilitasi
dan tumbuh kembang anak. Namun, lingkungan pergaulan yang
hanpdhone supaya anak terlihat gaul. Akan tetapi, fasilitas pennegatif tidak akan pernah membentuk jiwa anak jika orangtua sudukung yang diberikan orangtua pun berkaitan dengan jalan apa
dah membentuk lingkungan terbaik bagi anak. Karena itu, jangan
yang dipilih anak untuk menjadi wasilah ketakwaannya. Cara ini
menyerah pada lingkungan. *Ummu Arina, ibu rumahtangga tinggal di Bekasi
“Ya Rabb kami,
anugerahkanlah
kepada kami istri-istri
kami dan keturunan kami
sebagai penyejuk hati (kami)
dan jadikanlah kami imam
bagi orang-orang yang
bertaqwa.”
SUARA HIDAYATULLAH | JANUARI 2011/MUHARRAM 1432
75
13. | konsultasi |
diasuh oleh
Ustadz Hamim Thohari
Bapak Menghajikan
Anaknya
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Perkenankanlah saya mengajukan pertanyaan seputar ibadah haji. Februari 2010 lalu, anak saya perempuan, kelas 2 SMU, wafat pada usia 17 tahun. Sebagai orangtua, (saya sudah naik haji) bermaksud
menghajikan anak saya tersebut pada tahun 2011
(semoga Allah memampukan saya).
Pertanyaan saya apakah ada dalil yang shahih
yang menjadi dasar hukum bagi orangtua untuk
menghajikan anaknya? Mohon diberikan dalil yang
lengkap (untuk menghilangkan keragu-raguan kami
atas pendapat yang mengatakan bahwa tidak ada dalil
atau tidak perlu orangtua menghajikan anaknya.
Atas perhatian dan perkenannya saya ucapkan
jazaakumullahu khairan katsiira.
JP
Depok, Jawa Barat
109876543210987654321098765432121098765432109876543210987654321
109876543210987654321098765432121098765432109876543210987654321
109876543210987654321098765432121098765432109876543210987654321
Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh.
Pada dasarnya anak menghajikan orangtua atau
sebaliknya hukumnya boleh, dengan ketentuan yang
menghajikan tersebut sudah terlebih dulu melaksanakan kewajibannya. Artinya, dia sudah melaksanakan ibadah haji untuk dan atas nama dirinya sendiri.
Karena bapak sudah melaksanakan haji atas nama diri
sendiri, maka bapak bisa menghajikan anak bapak.
Masalahnya, apakah anak bapak yang sudah wafat
tersebut sudah memenuhi syarat istitha’ah? Apakah
dia sudah terhitung wajib haji karena telah memiliki
harta cukup untuk membayar ongkos haji? Jika belum
memenuhi syarat istitha’ah, maka tidak ada kewajiban
apa pun atas bapak untuk menghajikannya.
Sebaliknya, jika anak bapak sudah berkewajiban
melaksanakan ibadah haji, namun sebelum terlaksana
kewajiban tersebut dia telah meninggal, maka wajib
bagi ahli warisnya untuk menghajikannya.
Kedua, apakah dia pernah ber-nadzar untuk haji?
Jika dia telah ber-nadzar dan nadzar-nya telah terpenuhi tapi sebelum melaksanakan nadzar-nya dia
sudah dipanggil Allah, maka ada kewajiban bagi ahli
warisnya untk membayarnya, yaitu menghajikan untuk dan atas namanya. Jika tidak, maka tidak ada
76
SUARA HIDAYATULLAH | JANUARI 2011/MUHARRAM 1432
kewajiban untuk menggantikannya.
Ada beberapa Hadits yang dijadikan hujjah mengenai kewajiban ahli waris untuk menghajikan keluarga
yang sudah meninggal dunia, di antaranya: Dari Ibnu
Abbas ra, “Seorang perempuan telah datang menemui
Rasulullah SAW lalu ia berkata, “Ya Rasulullah, ibuku
telah bernadzar akan menunaikan haji, tapi ia tidak
sempat menunaikannya sampai wafatnya. Apakah aku
boleh berhaji atas nama ibuku?” Rasulullah menjawab,
“Ya, berhajilah engkau atas nama ibumu! Bagaimana
pendapatmu jika ibumu itu mempunyai utang, apakah
engkau akan membayarnya ? Bayarlah utangnya
kepada Allah SWT karena Allah adalah Zat yang harus
dipenuhi utangnya.” (Riwayat Imam Bukhari)
Tentang menghajikan orang yang telah ber-nadzar,
Rasulullah bersabda: Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata;
“Seorang perempuan telah bernadzar menunaikan
ibadah haji, lalu ia meninggal dunia. Kemudian saudara laki-lakinya datang menemui Rasulullah dan
menanyakan tentang hal itu. Beliau pun bersabda,
“Bagaimana menurutmu seandainya saudara perempuanmu itu mempunyai utang, apakah engkau akan
membayarnya?” Ia menjawab, “Ya!” Rasulullah bersabda lagi, “Bayarlah utangnya kepada Allah. Sesungguhnya Allah SWT adalah Zat yang paling berhak
dipenuhi.” (Riwayat Imam Nasa’i)
Melaksanakan ibadah haji bagi orang yang
istitha’ah merupakan sebuah kewajiban, dan di sisi
Allah pelaksanaan tersebut merupakan hak-Nya. Orang yang belum memenuhi kewajibannya berarti telah
berhutang kepada Allah. Dan hutang kepada Allah tentu harus diutamakan dalam pembayarannya.
Beliau bersabda, “Lunasilah piutang kepada Allah.
Sesungguhnya Allah adalah Zat yang paling berhak
dilunasi utang-Nya.”
Syarat sah menghajikan orang lain:
1. Ia termasuk orang yang sah jika menunaikan haji
fardhu atas namanya sendiri.(Muslim, sudah
dewasa, merdeka, dan berakal)
2. Ia sudah melaksanakan haji fardhu atas namanya
sendiri dan tidak mempunyai tanggungan haji
wajib yang fardhu, qadha, atau nadzar.
3. Ia termasuk orang yang dapat dipercaya, dapat
memenuhi janji dan dikenal taat
4. Ia tidak cacat (mampu menunaikan haji).
Semoga jawaban tersebut dapat memperjelas
sekaligus menghilangkan keraguan bapak.