1. Pasien mengalami hemiplegia yang merupakan gejala stroke. 2. Riwayat hipertensi dan gaya hidup tidak sehat meningkatkan risiko stroke. 3. CT scan diperlukan untuk memastikan diagnosis dan lokasi kerusakan otak.
1. PATOFISIOLOGI STROKE
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam waktu
15-20 detik dan kerusakan otah yang ireversibel terjadi setelah tujuh sampai sepuluh
menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas.
Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu definisi energi yang disebabkan oleh
iskemia. Perdarahan jua menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di
sekitarnya. Dengan menghambat Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan
penimbunan Na+ dan Ca+2di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K+ ekstrasel
sehingga menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan penimbunan Cl- di
dalam sel, pembengkakan sel, dan kematian sel. Depolarisasi juga meningkatkan
pelepasan glotamat, yang mempercepat kematian sel melalui masuknya Na+ dan Ca+2
.Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor dan penyumbatan lumen
pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun pada
kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan
inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik(penumbra)7.
Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh
pembuluh darah tersebut. Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi
menyebabkan kelemahan otot dan spastisitas kontralaterla, serta defisit sensorik
(hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat
selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik,
gangguan persepsi spasial, apraksia dan hemineglect. Penyumbatan arteri serebri anterior
menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik kontralateral (akibat kehilangan girus
presentralis dan postsentralis bagian medial), kesulitan bicara (akibat kerusakan area
motorik tambahan) serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior dan
hubungan dari hemisfer dominant ke korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan
bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari system
limbic. Penyumbatan pada arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralteral
parsial (korteks visual primer) dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan
terjadi kehilangan memori (lobus temporalis bagian bawah). Penyumbatan arteri karotis
atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang disuplai oleh arteri serebri media
dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula
interna (hemiparesis) dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada
cabang arteri komunikans posterior di thalamus terutama akan menyebabkan defisit
sensorik. Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua ekstremitas
(tetraplegia) dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris
dapat menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons dan medulla
oblongata3,4,5. Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan :
- Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf vestibular).
- Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia (taktus
poramidal).
- Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anestisia) di bagian wajah ipsilateral
dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus dan traktus spinotalamikus).
- Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus salivarius),
singultus (formasio retikularis).
- Ptosis, miosis dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada kehilangan
persarafan simpatis).
2. - Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus). Paralisis otot lidah (saraf
hipoglosus), mulut yang jatuh (saraf fasial), strabismus (saraf okulomotorik, saraf
abdusencs).
- Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot yang menyeluruh (namun kesadaran tetap
dipertahankan)2,5.
MEKANISME GEJALA-GEJALA YANG MENYERTAI STROKE
1. Kesadaran : Isi kesadaran disimpan di area korteks asosiasi yang khusus berfungsi
pada rangsangan tertentu. Kesigapan kesadaran tidak hanya membutuhkan aferen spesifik
yang ditransmisikan ke korteks serebri, tetapi juga membutuhkan pengaktifan yang tidak
spesifik dari ARAS. Di ARAS ini, neuron dari formasio retikularis akan mengaktifkan
sebagian besar area korteks serebri melalui neuron intraluminar talamus4,7.
2. Afasia : Secara sederhana, bahasa yang diucapkan pertama kali diterima di korteks
auditorik primer dan selanjutnya pada pusat bicara sensorik(area wernicke). Bahasa yang
tertulis ditransmisikan melalui korteks visual primer dan sekunder ke area 39, tempat
persepsi akustik, optik dan sensorik diintegrasikan. Ketika menulis, korteks premotorik
diaktifkan melalui fasikulus arkuatus korteks premotorik, yang selanjutnya mengaktifkan
korteks motorik melalui ganglia basalis dan thalamus. Gangguan pada salah satu daerah
diatas akan mengakibatkan gejala afasia yang berbeda-beda. Berdasarkan gejalanya
secara umum afasia dibagi menjadi 2 yaitu afasia motorik dan sensorik. Sedangkan
berdasarkan gejala area yang terkena afasia dibagi menjadi 9 yaitu afasia Broca, afasia
Wernicke, afasia konduksi, afasia global, afasia anomik, afasia akromatik, afasia
transkortikal motorik, afasia transkortikal sensorik dan afasia subkortikal1,6.
3. Gangguan memori : Untuk membentuk memori, informasi mula-mula mencapai
korteks asosiasi yang sesuai (misal korteks visual sekunder) melalui area korteks sensorik
primer tertentu (misal korteks visual primer). Dari tempat ini, melalui korteks entorhinal
(area 28), informasi mencapai hipokampus yang diperlukan untuk menyimpan memori
jangka panjang. Dengan perantaraan struktur pada diensefalon, otak depan bagian basal
dan korteks prefrontalis, informasi disimpan kembali di dalam korteks asosiasi. Dengan
cara ini, informasi mula-mula diambil melalui memori sensorik oleh memori jangka
pendek yang hanya dapat menyimpan memori selama beberapa detik saja. Gangguan
memori bisa berupa anterograde (gangguan untuk membentuk memori jangka panjang
yang baru) atau retrograde (hilangnya informasi yang telah disimpan). Jenis gangguan
memori bergantung pada daerah yang gangguan, misal lesi pada hipokampus akan
mengakibatkan amnesia anterograd sedangkan jika lesi terjadi pada korteks asosiasi akan
terjadi amnesia retrograde1,7.
DIAGNOSIS STROKE
1. Anamnesa : Pokok manifestasi stroke adalah hemiparesis, hemiparestesia, afasia,
disartria dan hamianopia. Semantik memduduki tempat penting dalam anamnesa. Dalam
anamnesa kita harus dapat mengerti maksud kata-kata yang diucapkan pasien dalam
menggambarkan gejala yang dideritanya5,6.
2. Diagnosa fisik : Pertama pemeriksaan ketangkasan gerak. Pada penderita stroke pasti
terjadi gangguan ketangkasan gerak. Namun, kita perlu membedakan dengan gangguan
ketangkasan akibat lesi pada serebelum. Pada penderita stoke gangguan ketangkasan
gerak akan disertai gangguan upper motoneuron yang berupa :
a. Tonus otot pada sisi yang lumpuh meninggi.
b. Refleks tendon meningkat pada sisi yang lumpuh.
3. c. Refleks patologik positif (misal refleks Babinski, Chaddocck dan Oppenheim pada sisi
yang lumpuh5,6.
Jika lesi pada serebelum maka gangguan ketangkasan tidak disertai gangguan upper
motoneuron. Kedua diagnosa klinis stroke. Pada penderita stroke, terjadi kerusakan pada
beberapa atau salah satu arteri yang ada di otak. Kerusakan salah satu arteri akan
menimbulkan gejala yang berbeda-beda sebagaimana yang telah dijelaskan ada
patofisiologi stroke5,6.
3. Pemeriksaan laboratorium5,6.
PEMBAHASAN
Pada kasus di atas, penderita mengalami lumpuh di salah satu sisi tubuhnya. Keadaan ini
dinamakan hemiplegia. Ada beberapa penyakit yang dapat dijadikan diagnosis banding
dengan gejala hemiplegia :
1. Tumor otak. 3. Stroke
2. Radang intracranial. 4. Abses serebri
Jika dihubungkan dengan riwayat penyakit sebelumnya, maka diagnosis yang paling
mendekati adalah stroke. Pertama, kebiasaan pasien yang buruk yang merupakan factor
risiko terjadinya stroke antara lain merokok, makan makanan berlemak, dan kurang
berolahraga.
Kedua, pasien memiliki penyakit hipertensi sejak empat tahun yang lalu. Hipertensi
adalah salah satu factor risiko terjadinya stroke.
Ketiga, riwayat pasien yang pernah mengalami keluhan yang sama satu tahun lalu,
bahkan sampai mondok di rumah sakit dan dua hari yang lalu pasien mengalami sulit
bicara. Kemungkinan riwayat yang dialami pasien adalah stroke yang dikenal dengan
serangan iskemik transien (TIA). Untuk lebih memastikan diagnosis, perlu dilakukan CT
scan kepala. Ini juga bisa digunakan untuk mengetahui arteri mana yang mengalami
sumbatan atau ruptur.
Gejala dan tanda stroke bervariasi tergantung otak bagian mana yang terkena. Satu tahun
yang lalu setelah pasien mondok, pasien menjadi sering lupa. Kemungkinan otak yan g
terkena adalah pada bagian system limbic, yaitu hipocampus.
Pada serangan kali ini, pasien datang dengan keluhan hemiplegia, kesemutan, dan bicara
pelo. Pasien menderita kelumpuhan anggota gerak sebelah kanan, berarti otak yang
terkena adalah lobus frontalis sinister, khususnya pada area motorik (area 4 dan 6
Brodmann) pada girus precentralis. Bicara tidak lancar disebabkan oleh lumpuhnya lidah
bagian kanan, sehingga ketika mengucapkan kata-kata, artikulasi kata menjadi tidak jelas
menimbulkan bicara pelo.
Jika yang terkena adalah area broca maka akan terjadi afasia motorik, dimana pasien
tidak mampu mengungkapkan kata atau bahasa. Sedangkan bicara pelo atau sering
disebut disartria pasien mampu mengungkapkan bahasa, tetapi pengucapan di mulut
terganggu artikulasinya. Jika lesi pada area wernicke, maka akan terjadi afasia sensorik,
dimana pasien tidak mampu memahami bahasa atau kata.