2. Judul:
Bahan Diklat SENI BUDAYA
Bidang Materi SENI TEATER
Penyusun :
Aserani Kurdi, S.Pd
Desain, Pengetikan dan Setting :
ROLISA Komputer Tanjung
Jln.Ir.P.H.M.Noor Perumahan Guru SMKN 1 Pembataan
Tanjung HP. 081348840437
e-mail : rolisakomputertanjung@yahoo.co.id
Penerbit :
SMK Negeri 1 Tanjung
Jln.Ir.P.H.M.Noor Pembataan Tanjung
Telp.(0526)2021874 e-mail : smkntanjung@yahoo.com
Cetakan Ke :
I, Agustus 2009
UNTUK KALANGAN SENDIRI
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
ii
KATA PENGANTAR
ijk
1
lhamdulillah, atas izin Allah SWT. dapatlah buku
kecil ini disusun walaupun dalam bentuk yang
sangat sederhana.
Buku ini kami maksudkan sebagai bahan/materi
diklat untuk menunjang pemelajaran mata diklat Seni Budaya
bidang materi Seni Teater yang disajikan di tingkat XI semes-
ter ganjil pada Program Keahlian Penjualan dan Administrasi
Perkantoran SMK Negeri 1 Tanjung.
Harapan kami, kiranya buku ini dapat dipergunakan
oleh para siswa sebagai buku teks pokok.
Atas segala partisipasi semua pihak demi tergarapnya
tulisan ini dan upaya penggandaannya, terutama kepada
orangtua/wali siswa dan siswa itu sendiri, kami haturkan ba-
nyak terimakasih.
Semoga Allah meridhai usaha dan pengorbanan kita
semua. Amin.
Tanjung, 05 Agustus 2009
Penyusun,
iii
a
3. DAFTAR ISI
temp
ngerti
pertu
langs
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
PENGERTIAN TEATER 1
UNSUR-UNSUR PEMBENTUK SENI TEATER 2
1. Naskah Cerita dan Skenario 2
2. Sutradara 7
3. Pemain 9
4. Penonton 9
TATA ARTISTIK SENI TEATER
1. Tata Rias 11
2. Tata Busana 14
3. Tata Cahaya/Lampu 17
4. Tata Panggung 26
5. Tata Suara/Bunyi 31
BAGIAN-BAGIAN PENTING DALAM SENI TEATER 33
PERSIAPAN DASAR BERMAIN TEATER 35
1. Latihan Dasar Aktor/Aktris 35
2. Pemilihan Peran 37
3. Langkah-langkah dalam Latihan Teater 39
DAFTAR PUSTAKA 41
Jika digambarkan, maka peta kedudukan teater dan
drama adalah sebagai berikut :
iv
PENGERTIAN TEATER
eater berasal dari kata Yunani, “theatron” artinya
at atau gedung pertunjukan. Dalam pe-
an luas teater diartikan segala hal yang di-
njukkan di depan orang banyak, baik seca-ra
ung maupun tidak langsung, misalnya
pertunjukan wayang, mamanda, dagelan, lenong, sulap, ak-
robat, dan sebagainya. Teater dalam pengertian khusus ada-
lah pertunjukan lakon yang dimainkan di atas pentas dan di-
saksikan oleh penonton. Dalam pengertian khusus ini teater
sering dikaitkan dengan drama, yaitu kisah hidup dan kehidup-
an yang diceritakan dan dilakonkan di atas pentas serta diton-
ton oleh orang banyak. Jadi, drama merupakan bagian dari
teater, karena drama adalah salah satu dari sekian jenis per-
tunjukan. Dengan kata lain, teater adalah pertunjukan dan
drama adalah lakon dari pertunjukan tersebut. Dengan demi-
kian drama merupakan bagian atau salah satu unsur dari tea-
ter.
1
T
teater drama
4. UNSUR-UNSUR
PEMBENTUK SENI TEATER
1. Naskah Cerita dan Skenario
Salah satu ciri teater modern adalah digunakannya
naskah cerita yang merupakan bentuk tertulis dari cerita dra-
ma yang baru akan menjadi karya teater setelah divisualisa-
sikan kedalam pementasan.
Naskah cerita pada dasarnya adalah karya sastra de-
ngan media bahasa kata. Mementaskan drama berdasarkan
naskah cerita berarti memindahkan karya sastra dari media
bahasa kata ke media bahasa pentas (skenario). Dalam visu-
alisasi tersebut karya sastra kemudian berubah esensinya
menjadi karya teater. Pada saat transformasi inilah karya sast-
ra bersinggungan dengan komponen-komponen teater, yaitu
sutradara, pemain, dan tata artistik.
Naskah lakon (skenario) sebagaimana karya sastra la-
in, pada dasarnya mempunyai struktur yang jelas, yaitu tema,
plot, setting, dan tokoh.
Tema (premis, central idea, goal) merupakan rumusan
sasaran yang hendak dicapai oleh seorang penulis naskah
lakon. Oleh karena itu, tema harus dirumuskan dengan jelas,
2
karena apabila tema tidak terumuskan dengan jelas maka
pertunjukan drama akan menjadi kabur dan tidak jelas ujung
pangkalnya.
Penulis naskah cerita/skenario dalam menciptakan se-
buah karya tentu bukan hanya sekedar mencipta, tetapi juga
menyampaikan suatu pesan tentang persoalan kehidupan ma-
nusia. Gorys Keraf seorang ilmuan dan tokoh bahasa menga-
takan, “Tema adalah suatu amanat utama yang ingin disam-
paikan oleh pengarang atau penulis cerita melalui karangan-
nya”. Kemudian, Robert Cohen menyebutkan tema sebagai
premis yaitu rumusan intisari cerita sebagai landasan ideal da-
lam menentukan arah tujuan cerita. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa tema adalah ide dasar, gagasan atau pe-
san yang ada dalam naskah cerita/skenario yang dapat me-
nentukan arah jalannya cerita.
Tema dalam naskah cerita/skenario, ada yang secara
jelas dituliskan (terkonsep), ada juga hanya tersirat, maksud-
nya tema akan dapat diketahui setelah membaca isi keselu-
ruhan naskah.
Perumusan tema sebuah naskah cerita/skenario bisa
bersifat tunggal (hanya satu tema) dan bisa juga lebih dari
satu tema. Tema dalam sebuah penampilan drama dapat dike-
tahui dengan cara/melalui : konsep tema yang sudah tertera
dalam naskah cerita/skenario; membaca keseluruhan jalan
cerita (membaca naskah cerita); pesan-pesan yang diucapkan
tokoh cerita (pemain drama) melalui dialog; perbuatan/lakon
yang ditunjukkan oleh tokoh cerita.
Plot (alur/kerangka cerita) mempunyai kedudukan yang
sangat penting, karena ini berhubungan dengan pola peng-
adeganan dalam seni teater dan merupakan dasar struktur ira-
ma keseluruhan permainan. Plot dapat dibagi berdasarkan ba-
bak dan adegan atau berlangsung terus tanpa pembagian.
3
5. Plot merupakan jalannya peristiwa dalam lakon yang
terus bergulir hinga lakon tersebut selesai. Jadi plot merupa-
kan susunan peristiwa lakon yang terjadi di atas panggung.
Plot menurut Panuti Sudjiman dalam bukunya Kamus
Istilah Sastra (1984) memberi batasan adalah jalinan peristiwa
di daam karya sastra (termasuk naskah drama atau lakon) un-
tuk mencapai efek-efek tertentu. Pautannya dapat diwujudkan
oleh hubungan temporal (waktu) dan oleh hubungan kausal
(sebab-akibat).
Plot atau alur cerita adalah rangkaian peristiwa yang
direka dan dijalin dengan seksama oleh penulis naskah/skena-
rio.
Pembagian plot dalam lakon klasik atau konvensional
biasanya sudah jelas yaitu, bagian awal, bagian tengah, dan
bagian akhir. Seorang penulis naskah seringkali meletakkan
berbagai informasi penting pada bagian awal lakon, misalnya
tempat lakon tersebut terjadi, waktu kejadiannya, pelaku-pela-
kunya, dan bagaimana peristiwa itu terjadi. Pada bagian te-
ngah biasanya berisi tentang kejadian-kejadian yang bersang-
kut paut dengan masalah pokok yang telah disodorkan kepada
penonton dan membutuhkan jawaban. Bagian akhir berisi ten-
tang satu persatu pertanyaan penonton terjawab atau sebuah
lakon telah mencapai klimaks.
Pembagian plot dapat dibagi dalam lima tahapan/peris-
tiwa, yaitu :
• Eksposisi , adalah saat memperkenalkan dan membeberkan
materi-materi yang relevan atau memberi informasi pada pe-
nonton tentang masalah yang dialami atau konflik yang terjadi
dalam diri karakter-karakter yang ada di lakon.
• Aksi Pendorong adalah saat memperkenalkan sumber konflik
di antara karakter-karakter atau di dalam diri seorang karakter.
Bagian ini disebut tahap protoasis, yaitu tahap permulaan
4
yang ditandai dengan munculnya insiden awal yang merupa-
kan sumber konflik.
• Krisis adalah penjelasan yang terperinci dari perjuangan
karakter-karakter atau satu karakter untuk mengatasi konflik.
Tahap ini disebut epitasio, dimana permasalahan sudah mulai
semakin rumit dan datang bertubi-tubi. Pada tahap ini terjadi
penanjakan (rising action) sebagai tindak lanjut dari insiden
awal. Upaya mengatasi berbagai konflik sudah dilakukan ber-
kali-kali, namun belum membuahkan hasil.
• Klimaks adalah proses identifikasi atau proses pengusiran
dari rasa tertekan melalui perbuatan yang mungkin saja sifat-
nya jahat, atau argumentative atau melalui cara-cara lain.
Tahap ini disebut catastasis, yaitu tahap puncak dari sebuah
ketegangan. Pada tahap inilah berbagai konflik mencapai kli-
maks. Semua pelakon cerita seolah-olah menemui jalan bun-
tu, tidak bisa berbuat apa-apa.
• Resolusi adalah proses penempatan kembali kepada suasa-
na baru. Bagian ini merupakan kejadian akhir dari lakon dan
terkadang memberikan jawaban atas segala persoalan dan
konflik-konflik yang terjadi. Pada bagian ini disebut tahap
catastrophe, yaitu tahap akhir/penyelesaian dari berbagai kon-
flik. Pada tahap ini jalan keluar sudah mulai terbuka yang sam-
pai akhirnya segala permasalahan dapat diatasi.
Plot cerita dibuat berdasarkan skema pementasan da-
lam bentuk desain dramatik, yang terdiri dari desain dramatik
berbentuk kerucut tunggal dan desain dramatik berbentuk ke-
rucut ganda. C
B D
A E
Keterangan :
A s/d C konflik menanjak
hingga klimaks. D tahap pe-
nyelesaian dan E konflik ter-
atasi.
kerucut
tunggal
5
6. H
F
D
B G I
E
C
A
Setting (pengaturan) dalam naskah drama/skenario
berhubungan dengan :
a. Setting Tempat, yaitu penentuan tempat (lokasi) terjadinya
peristiwa lakon (di rumah, di pasar, di hutan dsb.).
b. Setting waktu, yaitu kapan peristiwa itu terjadi.
c. Setting latar peristiwa, yaitu apa yang melatarbelakangi
peristiwa itu terjadi. Latar peristiwa ini bisa berupa peris-
tiwa/kisah nyata maupun rekayasa penulis naskah.
Penokohan (menentukan tokoh cerita) merupakan se-
buah upaya untuk membedakan peran satu dengan peran
yang lain. Perbedaan-perbedaan peran ini diharapkan akan
diidentifikasi oleh penonton. Jika proses identifikasi ini berha-
sil, maka perasaan penonton akan merasa terwakili oleh pera-
saan peran yang diidentifikasi tersebut.
Peran merupakan sarana utama dalam sebuah lakon,
sebab dengan adanya peran maka timbul konflik. Konflik dapat
dikembangkan oleh penulis lakon melalui ucapan dan tingkah
laku peran. Dalam teater, peran dapat dibagi-bagi sesuai de-
ngan motivasi-motivasi yang diberikan oleh penulis lakon. Mo-
tivasi-motivasi peran inilah yang dapat melahirkan suatu per-
buatan peran. Peran-peran tersebut adalah sebagai berikut :
• Protagonis
6
Protagonis adalah peran utama yang merupakan pusat atau
sentral dari cerita.
Keterangan :
Konflik dari A s/d H
turun naik hingga
sampai klimaks (titik
H). Dari titik H konflik
teratasi hingga men-
capai titik I (akhir kon-
flik/penyelesaian)
• Antagonis
Antagonis adalah peran lawan, karena dia seringkali menjadi
musuh yang menyebabkan konflik itu terjadi. Tokoh protagonis
dan antagonis harus memungkinkan menjalin pertikaian, dan
pertikaian itu harus berkembang mencapai klimaks. Tokoh an-
tagonis harus memiliki watak yang kuat dan kontradiktif terha-
dap tokoh protagonis.
• Deutragonis
Deutragonis adalah tokoh lain yang berada di pihak tokoh pro-
tagonis. Peran ini ikut mendukung menyelesaikan permasa-
lahan yang dihadapi oleh tokoh protaganis.
• Tritagonis
Tritagonis adalah peran penengah yang bertugas menjadi
pendamai atau pengantara protagonis dan antagonis.
• Foil
Foil adalah peran yang tidak secara langsung terlibat dalam
konflik yang terjadi tetapi ia diperlukan guna menyelesaikan
cerita. Biasanya dia berpihak pada tokoh antagonis.
• Utility
Utility adalah peran pembantu (figuran) atau sebagai tokoh
pelengkap untuk mendukung rangkaian cerita dan kesinam-
bungan dramatik.
2. Sutradara
Di Indonesia penanggung jawab proses transformasi
naskah lakon ke bentuk pemanggungan adalah sutradara
7
7. yang merupakan pimpinan utama kerja kolektif sebuah teater.
Baik buruknya pementasan teater sangat ditentukan oleh kerja
sutradara, meskipun unsur–unsur lainnya juga berperan tetapi
masih berada di bawah komando dan kewenangan sutradara.
Sebagai pimpinan, sutradara selain bertanggung jawab
terhadap kelangsungan proses terciptanya pementasan juga
harus bertanggung jawab terhadap masyarakat atau penon-
ton. Meskipun dalam tugasnya seorang sutradara dibantu oleh
stafnya (asisten sutradara) dalam menyelesaikan tugas–tugas-
nya tetapi sutradara tetap merupakan penanggung jawab uta-
ma. Untuk itu sutradara dituntut mempunyai pengetahuan
yang luas agar mampu mengarahkan pemain untuk mencapai
kreativitas maksimal dan dapat mengatasi kendala teknis yang
timbul.
Sebagai seorang pemimpin, sutradara harus mempu-
nyai pedoman yang pasti sehingga bisa mengatasi kesulitan
yang timbul.
Menurut Harymawan (1993), ada beberapa tipe sutra-
dara dalam menjalankan tugasnya yaitu:
Sutradara konseptor. Ia menentukan pokok penafsiran dan
menyampaikan konsep penafsirannya kepada pemain. Pema-
in dibiarkan mengembangkan konsep itu secara kreatif. Tetapi
masih terikat kepada pokok penafsiran tsb.
Sutradara diktator. Ia mengharapkan pemain dicetak seperti
dirinya sendiri, tidak ada konsep penafsiran dua arah, ia men-
dambakan seni sebagai dirinya, sementara pemain dibentuk
menjadi robot – robot yang seolah buta tuli.
Sutradara koordinator. Ia menempatkan diri sebagai peng-
arah atau polisi lalu-lintas yang mengkoordinasikan pemain
dengan konsep pokok penafsirannya.
8
Sutradara paternalis. Ia bertindak sebagai guru atau suhu
yang tak tertandingkan dan tidak bisa dibantah.Teater disama-
kannya dengan padepokan, sehingga pemain adalah laksana
murid yang harus setia kepada gurunya (sutradara).
3. Pemain
Untuk mentransformasikan naskah di atas panggung
dibutuhkan pemain yang mampu menghidupkan tokoh cerita
dalam naskah lakon menjadi sosok yang seolah nyata. Pema-
in adalah alat untuk memeragakan tokoh, namun bukan seke-
dar alat yang harus tunduk kepada naskah. Pemain mempu-
nyai wewenang membuat refleksi dari naskah melalui dirinya.
Agar bisa merefleksikan tokoh menjadi sesuatu yang hidup,
pemain dituntut menguasai aspek-aspek pemeranan yang di-
latihkan secara khusus, yaitu jasmani (tubuh/fisik), rohani (ji-
wa/emosi), dan intelektual.
Memindahkan naskah lakon ke dalam panggung mela-
lui media pemain tidak sesederhana mengucapkan kata - kata
yang ada dalam naskah lakon atau sekedar memperagakan
keinginan penulis naskah cerita Seorang pemain dituntut ha-
rus mampu menghidupkan bahasa kata (tulis) menjadi bahasa
pentas (lisan). Ia juga harus mampu memainkan peran dengan
baik sesuai dengan karakter tokoh yang tertulis dalam naskah
melalui arahan dari sutradara.
4. Penonton
Tujuan akhir dari suatu pementasan lakon adalah pe-
nonton. Respon penonton atas lakon akan menjadi suatu hal
yang menentukan keberhasilan sebuah pamentasan.
9
8. Kelompok penonton pada sebuah pementasan adalah
suatu komposisi organisme kemanusiaan yang peka. Mereka
pergi menonton karena ingin memperoleh kepuasan.
Kedudukan penonton dalam pementasan teater sa-
ngatlah penting karena tanpa penonton, maka lakon drama
yang dipentaskan akan menjadi tak berarti. Kenapa demikian?
Karena penonton merupakan penyantap utama sajian teater.
Sebuah sajian, betapapun bagusnya, betapapun menariknya,
tanpa ada yang sudi menyantapnya, maka sajian tersebut
menjadi sia-sia (tidak bermanfaat).
Oleh karena itu, keberadaan penonton dalam pemen-
tasan teater perlu diperhatikan dan diperhitungkan secara cer-
mat. Untuk itu di dalam melakukan pementasan drama hen-
daknya diperhatikan/dipertimbangkan hal-hal sebagai beri-kut:
1. Sajian drama hendaknya bersifat spektakuler (hal-hal yang
baru, sebuah gejolak yang trend di masyarakat);
2. Cerita yang disajikan aktual dan berhubungan dengan
masalah manusia dan kemanusiaan (kehidupan sehari-
hari);
3. Cerita dan bentuk penyajiannya disesuaikan dengan ke-
mampuan daya serap masyarakat sehingga mereka dapat
memahami dan memetik nilai-nilai yang terkandung dalam
pementasan tersebut.
10
TATA ARTISTEK SENI TEATER
1. Tata Rias
Tata rias secara umum dapat diartikan sebagai seni
mengubah penampilan wajah menjadi lebih sempurna. Tata
rias dalam teater mempunyai arti lebih spesifik, yaitu seni
mengubah wajah untuk menggambarkan karakter tokoh.
Tokoh dalam teater memiliki karakter yang berbeda-
beda. Penampilan tokoh yang berbeda-beda tersebut mem-
butuhkan penampilan yang berbeda pula sesuai dengan ka-
rakternya.
Fungsi tata rias dalam seni teater adalah :
Menyempurnakan penampilan wajah
Menggambarkan karakter tokoh
Memberi efek gerak pada ekspresi pemain
Menegaskan dan menghasilkan garis-garis wajah sesuai
dengan tokoh
Menambah aspek dramatik.
Menyempurnakan penampilan wajah
Wajah seorang pemain memiliki kekurangan yang bisa disem-
purnakan dengan mengaplikasikan tata rias. Seorang pemain,
misalnya, memiliki hidung yang kurang mancung, maka tata
rias dapat menyempurnakan kekurangan tersebut sehingga
11
9. muncul kesan hidung tampak mancung.
Menggambarkan Karakter Tokoh
Karakter berarti watak. Tata rias berfungsi melukiskan watak
tokoh dengan mengubah wajah
pemeran menyangkut aspek u-
mur, ras, bentuk wajah dan tu-
buh. Karakter wajah merupakan
cermin psikologis dan latar sosi-
al tokoh yang hadir secara nya-
ta. Misalnya, seorang yang opti-
mis digambarkan dengan tari-
kan sudut mata cenderung ke
atas. Sebaliknya, tokoh orang
yang pesimis cenderung memi-
liki karakter garis mata yang
menurun. Tata rias memiliki ke-
mampuan dalam mengubah se-
kaligus menampilkan karakter
yang berbeda dari seorang pemeran.
12
Memberi Efek Gerak Pada Ekspresi Pemain
Wajah seorang pemain di atas pentas, tampak datar ketika
tertimpa cahaya lampu. Oleh karena
itu dibutuhkan tata rias untuk menam-
pilkan dimensi wajah pemain. Tata ri-
as berfungsi menegaskan garis-garis
wajah karakter, sehingga saat bereks-
presi muncul efek gerak yang tegas
dan dapat ditangkap oleh penonton.
Seorang penata rias harus mencerma-
ti gerak ekspresi wajah untuk menen-
tukan garis yang akan dibuat.
Menegaskan dan menghasilkan Garis-garis Wajah Sesuai
Dengan Tokoh
Menampilkan wajah sesuai dengan tokoh membutuhkan garis
baru yang membentuk wajah baru. Fungsi garis tidak sekedar
menegaskan, tetapi juga menambahkan sehingga terbentuk
tampilan yang berbeda dengan wajah asli pemain. Misalnya,
seorang remaja yang memerankan seorang yang telah ber-
umur 50 tahun. Wajah perlu ditambahkan garis-garis kerutan
sesuai wajah seorang yang berusia 50 tahun. Seorang yang
berperan menjadi tokoh binatang, maka perlu membuat garis-
garis baru sesuai dengan karakter wajah binatang yang
diperankan.
Menambah Aspek Dramatik
Peristiwa teater selalu tumbuh dan berkembang. Tokoh-tokoh
mengalami berbagai peristiwa sehingga terjadi perubahan dan
penambahan tata rias. Misalnya, seorang tokoh tertusuk belati,
tertembak, tersayat wajahnya, maka dibutuhkan tata rias yang
memberikan efek sesuai dengan kebutuhan. Tata rias bisa
memberikan efek dramatik dari peristiwa-peristiwa yang terjadi
dengan menciptakan efek tertentu sesuai dengan kebutuhan.
13
10. 2. Tata Busana
Tata busana adalah seni pakaian dan segala perleng-
kapan yang menyertai untuk menggambarkan tokoh. Jadi, tata
busana termasuk segala asesoris seperti topi, sepatu, syal,
kalung, gelang , dan segala unsur yang melekat pada pakaian.
Tidak ada periode tata busana secara khusus di teater,
karena semua tergantung latar cerita yang ditampilkan. Perio-
de busana teater mengikuti periode teater itu sendiri. Misalnya,
dalam teater Romawi Kuno maka lakon yang ditampilkan ber-
latar jaman tersebut sehingga busananyapun seperti busana
keseharian penduduk jaman Romawi Kuno. Demikian juga
dengan teater pada jaman Yunani, abad pertengahan, dan
seterusnya.
Fungsi tata busana dalam teater adalah :
Mencitrakan keindahan penampilan
Membedakan satu pemain dengan pemain yang lain
Menggambarkan karakter tokoh
Memberikan efek gerak pemain
Memberikan efek dramatik
Mencitrakan Keindahan Penampilan
Manusia memiliki hasrat untuk mengungkapkan rasa keindah-
an dalam berbagai aspek kehidupan. Tata busana dalam tea-
ter berfungsi sebagai bentuk ekspresi untuk tampil lebih indah
dari penampilan sehari-hari. Pementasan teater adalah suatu
tontonan yang mengandung aspek keindahan. Busana pe-
mentesan teater dibuat secara khusus dan dilengkapi dengan
asesoris sesuai kebutuhan pemensan.
Membedakan Satu Pemain Dengan Pemain Yang Lain
Pementasan teater menampilkan tokoh yang bermacam-ma-
cam karakter dan latar belakang sosialnya dan busana menja-
di salah satu tanda penting untuk membedakan satu tokoh
14
dengan tokoh yang lain. Penampilan busana yang berbeda
akan menunjukkan ciri khusus seorang tokoh, sehingga pe-
nonton mampu mengidentifikasikan tokoh dengan mudah.
Menggambarkan Karakter Tokoh
Fungsi penting busana dalam teater adalah untuk enggambar-
kan karakter tokoh. Melalui busana, penonton terbantu dalam
menangkap karakter yang berbeda dari setiap tokoh. Contoh-
nya, tokoh seorang pelajar yang pendiam, rajin, dan alim, bu-
sananya cenderung rapi, sederhana, dan tanpa asesoris yang
berlebihan. Sebaliknya, tokoh seorang pelajar yang bandel,
brutal dan sering membuat onar, busananya dilengkapi ase-
soris dan cara pemakaiannya seenaknya tidak sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan sekolah.
Memberikan Efek Gerak Pemain
Tata busana memiliki fungsi memberikan efek gerak kepada
pemain untuk mengekspresikan karakternya secara maksimal.
Tiap pemain memiliki bentuk dan karakteristik gerak yang ber-
beda dan membutuhkan bentuk dan gaya busana yang berbe-
da pula. Tata busana dapat memberikan semangat dan rasa
pedi serta keluasan gerak pemain.
Memberikan Efek Dramatik
Tata busana dapat memberikan efek dramatik dan mendu-
kung dramatika sebuah adegan dalam lakon. Gerak pemain
akan lebih ekspresif dan dramatik dengan adanya busana.
15
11. Tata busana sangat beragam jenis
dan bentuknya. Busana teater seca-
ra garis besar dapat digolongkan da-
lam beberapa jenis, yaitu:
• Busana sehari-hari
• Busana tradisional
• Busana sejarah dan
• Busana fantasi.
Busana Sehari-hari
Busana sehari-hari adalah busana
yang diapakai dalam kehidupan keseharian masyarakat dan
memiliki bentuk yang beragam, tergantung dari tingkat sosial
msyarakat yang memakai. Misalnya, busana petani berbeda
dengan busana seorang pegawai atau pejabat.
Busana Tradisional
Setiap masyarakat memiliki busana tradisional sesuai dengan
kebudayaannya. Busana tradisional mencerminkan karakteris-
tik masyarakat yang membedakan dengan kelompok masyara-
kat lain. Setiap bangsa memiliki busana tradisionalnya sendiri.
Negara kita Indonesia sangat kaya dengan busana tradisional.
Oleh karena itu, penata busana di teater hendaknya dapat
mempelajari beragam busana tradisional.
Busana Sejarah
Busana sejarah adalah busana yang mencerminkan zaman
tertentu dari suatu masa. Dalam pementasan teater, busana
ini sering dipakai ketika pertunjukan mengangkat lakon-lakon
sejarah. Busana sejarah terikat dengan masa tertentu, sehing-
ga penata busana perlu mempelajari konvensi busana pada
masa dimana peristiwa dalam naskah terjadi.
Busana Fantasi
Istilah busana fantasi adalah untuk mengidentifikasikan jenis-
jenis busana yang lahir dari imajinasi dan fantasi perancang
16
Oleh karenanya, busana ini tidak lazim dipakai dalam kehidup-
an sehari-hari. Busana jenis ini biasanya dimaksudkan untuk
menggambarkan tokoh-tokoh yang tidak riil dalam kehidupan
sehari-hari, misalnya tokoh bidadari, malaikat, atau dewa. Bu-
sana-busana untuk tokoh semacam ini membutuhkan ran-
cangan khusus sehingga membedakan dengan tokoh yang riil.
3. Tata Cahaya/Lampu
Tata cahaya/lampu adalah unsur tata artistik yang cu-
kup penting dalam pertunjukan teater. Sejak ditemukannya
lampu sebagai penerangan, manusia menciptakan modifikasi
dan menemukan hal-hal baru yang dapat digunakan untuk
menerangi panggung pementasan. Seorang penata cahaya/
lampu perlu mempelajari pengetahuan dasar dan penguasaan
peralatan tata cahaya/lampu yang selanjutnya dapat diterap-
kan dan dikembangkan untuk kepentingan artistik pemang-
gungan.
a. Fungsi Tata Cahaya/Lampu
Tata cahaya/lampu yang hadir di atas panggung dan
menyinari semua objek sesungguhnya menghadirkan kemung-
kinan bagi sutradara, aktor dan penonton untuk saling melihat
dan berkomunikasi. Semua objek yang disinari memberikan
gambaran yang jelas kepada penonton tentang segala sesu-
atu yang akan dikomunikasikan. Dengan cahaya, sutradara
dapat menghadirkan ilusi imajinatif. Banyak hal yang bisa
difungsikan bekaitan dengan peran tata cahaya/lampu tetapi
fungsi dasar tata cahaya/lampu ini ada empat, yaitu pene-
rangan, dimensi, pemilihan, dan atmosfir .
Penerangan. Inilah fungsi paling mendasar dari tata cahaya.
Lampu memberi penerangan pada pemain dan setiap objek
17
12. yang ada di atas panggung. Istilah penerangan dalam tata
cahaya/panggung bukan hanya sekedar memberi efek terang
sehingga bisa dilihat tetapi juga memberi penerangan bagian
tertentu dengan intensitas tertentu. Tidak semua area di atas
panggung memiliki tingkat terang yang sama tetapi diatur de-
gan tujuan dan maksud tertentu sehingga menegaskan pesan
yang hendak disampaikan melalui laku aktor di atas pentas.
Dimensi. Dengan tata cahaya/lampu kedalaman sebuah obj-
ek dapat dicitrakan. Dimensi dapat diciptakan dengan memba-
gi sisi gelap dan terang atas objek yang disinari sehingga
membantu perspektif tata panggung. Jika semua objek dite-
rangi dengan intensitas yang sama maka gambar yang akan
tertangkap oleh mata penonton menjadi datar. Dengan penga-
turan tingkat intensitas serta pemilahan sisi gelap dan terang
maka dimensi objek akan muncul.
Pemilihan. Tata cahaya/lampu dapat dimanfaatkan untuk
menentukan objek dan area yang hendak disinari. Jika dalam
film dan televisi sutradara dapat memilih adegan mengguna-
kan kamera maka sutradara panggung melakukannya dengan
cahaya. Dalam teater, penonton secara normal dapat melihat
seluruh area panggung, untuk memberikan fokus perhatian
pada area atau aksi tertentu. Pengaturan tata cahaya/lampu
ini tidak hanya berpengaruh bagi perhatian penonton tetapi
juga bagi para aktor di atas pentas serta keindahan tata pang-
gung yang dihadirkan.
Atmosfir. Yang paling menarik dari fungsi tata cahaya/lampu
adalah kemampuannya menghadirkan suasana yang mempe-
ngaruhi emosi penonton. Kata “atmosfir” digunakan untuk
menjelaskan suasana serta emosi yang terkandung dalam pe-
ristiwa lakon. Tata cahaya/lampu mampu menghadirkan sua-
sana yang dikehendaki oleh lakon. Sejak ditemukannya tek-
nologi pencahayaan panggung, efek lampu dapat diciptakan
untuk menirukan cahaya bulan dan matahari pada waktu-
18
waktu tertentu. Misalnya, warna cahaya matahari pagi berbe-
da dengan siang hari.
Keempat fungsi pokok tata cahaya di atas tidak berdiri
sendiri. Artinya, masing-masing fungsi memiliki interaksi (sa-
ling mempengaruhi). Fungsi penerangan dilakukan dengan
memilih area tertentu untuk memberikan gambaran dimensi-
onal objek, suasana, dan emosi peristiwa.
Selain keempat fungsi pokok di atas, tata cahaya me-
miliki fungsi pendukung yang dikembangkan secara berlainan
oleh masing-masing ahli tata cahaya. Beberapa fungsi pendu-
kung yang dapat ditemukan dalam tata cahaya adalah sebagai
berikut.
Gerak. Tata cahaya tidaklah statis. Sepanjang pementasan,
cahaya selalu bergerak dan berpindah dari area satu ke area
lain, dari objek satu ke objek lain. Gerak perpindahan cahaya
ini mengalir sehingga kadang-kadang perubahannya disadari
oleh penonton dan kadang tidak. Jika perpindahan cahaya
bergerak dari aktor satu ke aktor lain dalam area yang berbe-
da, penonton dapat melihatnya dengan jelas. Tetapi perganti-
an cahaya dalam satu area ketika adegan tengah berlangsung
terkadang tidak secara langsung disadari. Tanpa sadar penon-
ton dibawa ke dalam suasana yang berbeda melalui perubah-
an cahaya.
Gaya. Cahaya dapat menunjukkan gaya pementasan yang
sedang dilakonkan. Gaya realis atau naturalis yang mensya-
ratkan detil kenyataan mengharuskan tata cahaya mengikuti
cahaya alami seperti matahari, bulan atau lampu meja. Dalam
gaya Surealis tata cahaya diproyeksikan untuk menyajikan
imajinasi atau fantasi di luar kenyataan seharihari. Dalam pe-
mentasan komedi atau dagelan tata cahaya membutuhkan
tingkat penerangan yang tinggi sehingga setiap gerak lucu
yang dilakukan oleh aktor dapat tertangkap jelas oleh
19
13. penonton.
Komposisi. Cahaya dapat dimanfaatkan untuk menciptakan
lukisan panggung melalui tatanan warna yang dihasilkannya.
Penekanan. Tata cahaya dapat memberikan penekanan ter-
tentu pada adegan atau objek yang dinginkan. Penggunaan
warna serta intensitas dapat menarik perhatian penonton se-
hingga membantu pesan yang hendak disampaikan. Sebuah
bagian bangunan yang tinggi yang senantiasa disinari cahaya
sepanjang pertunjukan akan menarik perhatian penonton dan
menimbulkan pertanyaan sehingga membuat penonton me-
nyelidiki maksud dari hal tersebut.
Pemberian tanda. Cahaya berfungsi untuk memberi tanda
selama pertunjukan berlangsung. Misalnya, fade out untuk
mengakhiri sebuah adegan, fade in untuk memulai adegan
dan black out sebagai akhir dari cerita. Dalam pementasan te-
ater tradisional, black out biasanya digunakan sebagai tanda
ganti adegan diiringi dengan pergantian set.
b. Peralatan Tata Cahaya/Lampu
Kerja tata cahaya/lampu adalah kerja pengaturan sinar
di atas pentas. Kecakapan dalam mendisitribusi cahaya ke
atas pentas sangat dibutuhkan. Dengan peralatan tata cahaya,
kontrol atau kendali atas distribusi cahaya itu dapat dikerjakan.
Penata cahaya perlu mengendalikan intensitas, warna, arah,
bentuk, ukuran, dan kualitas cahaya serta gerak arus cahaya.
Semua kendali itu bisa dimungkinkan karena adanya peralatan
tata cahaya/lampu yang memang dirancang untuk tujuan ter-
sebut. Penguasaan peralatan tata cahaya/lampu wajib dipela-
jari oleh penata cahaya.
Bohlam
Bohlam adalah sumber cahaya. Bagian-bagian dari bohlam
20
terdiri atas envelope, filament,
dan base. Envelope adalah
cangkang yang terbuat dari
gelas kaca atau kwarsa untuk
melindungi komponen dari
udara dan mencegahnya dari
kebakaran. Bohlam Filament
merupakan komponen yang
mengubah panas listrik men-
jadi cahaya. Ukuran dan ben-
tuknya bermacam-macam di-
sesuaikan dengan ketahanan panas dan hasil cahaya yang
dinginkan. Base, adalah dasaran untuk meletakkan bohlam
pada dudukan yang sesuai dan merupakan komponen yang
menghubungkan filament dengan arus listrik.
Reflektor
Untuk memancarkan cahaya dari
bohlam ke objek yang disinari di-
butuhkan reflektor. Cahaya yang
hanya berasal dari bohlam sinar-
nya kurang kuat dan tidak terarah
pancarannya. Dengan reflektor
maka pancaran cahaya yang ber-
asal dari bohlam dapat ditingkatkan, diatur, dan diarahkan.
Dalam tata cahaya/lampu panggung terdapat banyak
jenis lampu. Akan tetapi, secara mendasar dikategorikan ke
dalam dua jenis, yaitu flood dan spot. Flood memiliki cahaya
dengan sinar yang menyebar sedangkan spot memiliki sinar
yang menyorot terarah. Semua lampu memiliki keistimewaan
tersendiri dalam menghasilkan cahaya.
Floodlight
Bentuk paling sederhana dalam khasanah lampu panggung
adalah floodlight. Bohlam dan reflektor diletakkan dalam
21
14. sebuah kotak yang dapat diarahkan ke
kanan dan ke kiri serta ke atas dan ke
bawah untuk mengatur jatuhnya cahaya.
Penggunaan lampu flood efektif untuk
menyinari backdrop (siklorama) atau ob-jek
tertentu dengan jarak dekat. Lampu flood
yang menggunakan watt besar dan dikhu-
suskan untuk menyinari back-drop disebut cyc-light.
Lampu flood dapat dikom-
binasikan dengan merang-
kai beberapa lampu dalam
satu wadah (compartment).
Warna diatur sedemikian ru-
pa sehingga dalam satu ko-
tak terdapat beberapa lampu
yang memiliki warna sama. Beberapa lampu flood yang
dirangkai dalam satu kotak dan digantung di atas panggung ini
disebut dengan batten atau strip-
light. Fungsi lampu ini adalah untuk
menyinari backdrop atau siklorama
dari atas. Tetapi jika rangkaian ter-
sebut diletakkan di bawah pada
panggung depan dengan tujuan
untuk menyinari aktor dari bawah
disebut dengan footlight. Jika rang-
kaian ini diletakkan di bawah tetapi
tidak di bagian depan panggung
dengan tujuan untuk menyinari
backdrop atau objek tertentu dari bawah disebut dengan
groundrow.
Scooplight
Lampu scoop adalah lampu flood yang menggunakan reflektor
ellipsoidal dan dapat digunakan untuk berbagai macam ke-
perluan. Sinar cahaya yang dihasilkan memancar secara me-
rata dengan lembut. Lampu ini sangat efisien untuk menerangi
areal tertentu yang terbatas. Karakter cahayanya yang lembut
membuat lampu scoop sangat ideal untuk memadukan warna
cahaya. Selain digunakan untuk panggung teater, lampu
scoop juga digunakan untuk televisi, studio photografi, dan
gedung yang membutuhkan penerangan khusus, seperti
museum.
Fresnellight
Lampu fresnel merupakan lampu spot yang memiliki garis atas
sinar cahaya yang lembut. Lampu ini menggunakan reflektor
spherical dan lensa fresnel. Karena karakter lensa fresnel
yang bergerigi pada sisi luarnya maka bagian tengah lingkaran
cahaya yang dihasilkan lebih terang dan meredup ke arah
garis tepi cahaya. Pengaturan ukuran sinar cahaya dilakukan
dengan menggerakkan bohlam dan reflektor mendekati lensa.
Semakin dekat bohlam dan reflektor ke lensa maka lingkaran
sinar cahaya yang dihasilkan semakin besar. Sifat lingkaran
cahaya yang lembut memungkinkan dua atau lebih lampu
fresnel memadukan warna cahaya pada objek atau area yang
disinari. Kekurangan dari lampu fresnel adalah intensitas ca-
haya tertinggi ada pada pusat lingkaran cahaya sehingga jika
seorang aktor berdiri agak jauk dari pusat lingkaran cahaya
maka ia kurang mendapat cukup cahaya.
Lampu fresnel dibuat dengan berbagai macam variasi ukuran
lensa dan kekuatan (daya). Ukuran lensa dan kekuatan daya
mempengaruhi hasil pencahayaan.
23
22
15. Selain itu, karena sifatnya yang sedikit menyebar maka jika
jarak lampu terlalu jauh dari objek sebaran cahayanya akan
menerobos ke objek lain. Karena sifatnya ini, lampu fresnel
tidak tepat jika dipasang di baris depan panggung proscenium
(apron) karena sebaran cahayanya bisa menerangi bingkai
panggung. Fresnel lebih efektif di pasang untuk menyinari
panggung tengah.
Profilelight
Lampu profile termasuk lampu spot yang menggunakan lensa
plano convex sehingga lingkaran sinar cahaya yang dihasilkan
memiliki garis tepi yang tegas. Dengan mengatur posisi lensa,
maka lingkaran sinar cahaya bisa disesuaikan. Jika lampu
profile dalam keadaan fokus maka batas lingkaran cahaya
akan jelas terlihat dan jika tidak fokus batas lingkaran caha-
yanya akan mengabur meskipun tidak selembut lampu fresnel.
Lampu profile digunakan karena besaran lingkaran cahaya
dan derajat penyinarannya bisa diatur sedemikian rupa. Selain
bentuk sinar cahaya yang melingkar lampu profile dapat mem-
bentuk cahaya secara fleksibel dengan bantuan shutter.
Shutter atau penutup cahaya ini terpasang di empat sisi (atas,
bawah, kanan, dan kiri). Dengan mengatur posisi shutter ini
maka bentuk cahaya yang dinginkan dapat dikreasikan.
24
Follow Spot Light
Lampu follow spot sering juga disebut lime adalah lampu yang
dapat dikendalikan secara langsung oleh operator untuk me-
ngikuti gerak laku aktor di atas panggung. Karena dikendalikan
secara manual maka lampu ini memiliki struktur yang kuat baik
secara optik maupun mekanik. Keseimbangan diatur sedemi-
kian rupa sehingga gerak ke atas dan ke bawah, ke kanan dan
kekiri dapat mengalir dengan baik. Pengaturan besar kecilnya
ukuran lingkaran sinar cahaya, fokus, dan warna diatur oleh
pengendali. Untuk menempatkan lampu ini diperlukan duduk-
an (stand) khusus yang dapat diputar dan diatur tinggi ren-
dahnya.
25
16. 4. Tata Panggung
Tata panggung disebut juga dengan istilah scenery (ta-
ta dekorasi). Gambaran tempat kejadian lakon diwujudkan
oleh tata panggung dalam pementasan. Tidak hanya sekedar
dekorasi (hiasan) semata, tetapi segala tata letak perabot atau
piranti yang akan digunakan oleh aktor disediakan oleh penata
panggung. Penataan panggung disesuaikan dengan tuntutan
cerita, kehendak artistik sutradara, dan panggung tempat pe-
mentasan dilaksanakan. Oleh karena itu, sebelum melaksana-
kan penataan panggung seorang penata panggung perlu
mempelajari panggung pertunjukan.
Dalam sejarah perkembangannya, seni teater memiliki
berbagai macam jenis panggung yang dijadikan tempat pe-
mentasan. Perbedaan jenis panggung ini dipengaruhi oleh
tempat dan zaman dimana teater itu berada serta gaya pe-
mentasan yang dilakukan. Bentuk panggung yang berbeda
memiliki prinsip artistik yang berbeda. Misalnya, dalam pang-
gung yang penontonnya melingkar, membutuhkan tata letak
perabot yang dapat enak dilihat dari setiap sisi. Berbeda de-
ngan panggung yang penontonnya hanya satu arah dari de-
pan. Untuk memperoleh hasil terbaik, penata panggung diha-
ruskan memahami karakter jenis panggung yang akan diguna-
kan serta bagian-bagian panggung tersebut.
Panggung adalah tempat berlangsungnya sebuah per-
tunjukan dimana interaksi antara kerja penulis naskah/skena-
rio, sutradara, dan aktor ditampilkan di hadapan penonton. Di
atas panggung inilah semua laku lakon disajikan dengan mak-
sud agar penonton menangkap maksud cerita yang ditam-
pilkan. Untuk menyampaikan maksud tersebut pekerja teater
mengolah dan menata panggung sedemikian rupa untuk men-
capai maksud yang dinginkan.
Jenis panggung yang sering digunakan adalah
26
Arena
Panggung arena adalah panggung yang penontonnya me-
lingkar atau duduk mengelilingi panggung. Penonton sangat
dekat sekali dengan pemain. Agar semua pemain dapat ter-
lihat dari setiap sisi maka penggunaan set dekor berupa ba-
ngunan tertutup vertikal tidak diperbolehkan karena dapat
menghalangi pandangan penonton. Karena bentuknya yang
dikelilingi oleh penonton, maka penata panggung dituntut
kreativitasnya untuk mewujudkan set dekor. Segala perabot
yang digunakan dalam panggung arena harus benar-benar
dipertimbangkan dan dicermati secara hati-hati baik bentuk,
ukuran, dan penempatannya. Semua ditata agar enak dipan-
dang dari berbagai sisi. Panggung arena biasanya dibuat
secara terbuka (tanpa atap) dan tertutup. Inti dari pangung
arena baik terbuka atau tertutup adalah mendekatkan penon-
ton dengan pemain. Kedekatan jarak ini membawa konseku-
ensi artistik tersendiri baik bagi pemain dan (terutama) tata
panggung. Karena jaraknya yang dekat, detil perabot yang
diletakkan di atas panggung harus benar-benar sempurna se-
bab jika tidak maka cacat sedikit saja akan nampak. Misalnya,
di atas panggung diletakkan kursi dan meja berukir. Jika ben-
tuk ukiran yang ditampilkan tidak nampak sempurna - berbeda
satu dengan yang lain - maka penonton akan dengan mudah
melihatnya. Hal ini mempengaruhi nilai artistik pementasan.
Lepas dari kesulitan yang dihadapi, panggun arena sering
menjadi pilihan utama bagi teater tradisional. Kedekatan jarak
antara pemain dan penonton dimanfaatkan untuk melakukan
komunikasi langsung di tengah-tengah pementasan yang
menjadi ciri khas teater tersebut. Aspek kedekatan inilah yang
dieksplorasi untuk menimbulkan daya tarik penonton. Ke-
mungkinan berkomunikasi secara langsung atau bahkan ber-
main di tengah-tengah penonton ini menjadi tantangan kreatif
bagi teater modern. Banyak usaha yang dilakukan untuk men-
dekatkan pertunjukan dengan penonton, salah satunya adalah
penggunaan panggung arena. Berbagai macam model pang-
gung teater arena. Masing-masing bentuk memiliki keunikan
27
17. tersendiri tetapi semuanya memiliki tujuan yang sama yaitu
mendekatkan pemain dengan penonton.
Proscenium
Panggung proscenium bisa juga disebut sebagai panggung
bingkai karena penonton menyaksikan aksi aktor dalam lakon
melalui sebuah bingkai atau lengkung proscenium (prosce-
nium arch). Bingkai yang dipasangi layar atau gorden inilah
yang memisahkan wilayah akting pemain dengan penonton
yang menyaksikan pertunjukan dari satu arah. Dengan pemi-
sahan ini maka pergantian tata panggung dapat dilakukan tan-
pa sepengetahuan penonton. Panggung proscenium sudah la-
ma digunakan dalam dunia teater. Jarak yang sengaja dicipta-
kan untuk memisahkan pemain dan penonton ini dapat di-
gunakan untuk menyajikan cerita seperti apa adanya. Aktor
dapat bermain dengan leluasa seolah-olah tidak ada penonton
yang hadir melihatnya. Pemisahan ini dapat membantu efek
28
artistik yang dingin-
kan terutama dalam
gaya realisme yang
menghendaki lakon
seolah-olah benar-
benar terjadi dalam
kehidupan nyata.
Tata panggung pun
sangat diuntungkan
dengan adanya ja-
rak dan pandangan
satu arah dari pe-
nonton. Perspektif
dapat ditampilkan dengan memanfaatkan kedalaman pang-
gung (luas panggung ke belakang). Gambar dekorasi dan
perabot tidak begitu menuntut kejelasan detil sampai hal-hal
terkecil. Bentangan jarak dapat menciptkan bayangan arstisitk
tersendiri yang mampu menghadirkan kesan. Kesan inilah
yang diolah penata panggung untuk mewujudkan kreasinya di
atas panggung proscenium. Seperti sebuah lukisan, bingkai
proscenium menjadi batas tepinya. Penonton disuguhi gam-
baran melalui bingkai tersebut. Hampir semua sekolah teater
memiliki jenis panggung proscenium. Pembelajaran tata pang-
gung untuk menciptakan ilusi (tipuan) imajinatif sangat di-
mungkinkan dalam panggung proscenium. Jarak antara pe-
nonton dan panggung adalah jarak yang dapat dimanfaatkan
untuk menciptakan gambaran kreatif pemangungan. Semua
yang ada di atas panggung dapat disajikan secara sempurna
seolah-olah gambar nyata. Tata cahaya yang memproduksi
sinar dapat dihadirkan dengan tanpa terlihat oleh penonton
dimana posisi lampu berada. Intinya semua yang di atas
panggung dapat diciptakan untuk mengelabui pandangan pe-
nonton dan mengarahkan mereka pada pemikiran bahwa apa
yang terjadi di atas pentas adalah kenyataan. Pesona inilah
yang membuat penggunaan panggung proscenium bertahan
sampai sekarang.
29
18. Thrust
Panggung thrust se-
perti panggung pros-
cenium tetapi dua
pertiga bagian de-
pannya menjorok ke
arah penonton. Pada
bagian depan yang
menjorok ini penon-
ton dapat duduk di
sisi kanan dan kiri
panggung. Untuk penataan panggung, bagian depan diperla-
kukan seolah panggung arena sehingga tidak ada bangunan
tertutup vertikal yang dipasang. Sedangkan panggung bela-
kang diperlakukan seolah panggung roscenium yang dapat
menampilan kedalaman objek atau pemandangan secara
perspektif.
Panggung teater memiliki bagian-bagian atau ruang-
ruang yang secara mendasar dibagi menjadi tiga, yaitu bagian
panggung, auditorium (tempat penonton), dan ruang depan.
Bagian yang paling kompleks dan memiliki fungsi ar-
tistik pendukung pertunjukan adalah bagian panggung.
30
5. Tata Suara/Bunyi
Tata suara/bunyi adalah suatu usaha untuk mengatur,
menempatkan dan memanfaatkan berbagai sumber suara/bu-
nyi sesuai dengan etika dan estetika untuk suatu tujuan terten-
tu, misalnya untuk pidato, penyiaran, reccording, dan pertun-
jukan teater.
Tata suara/bunyi berakibat langsung pada pendengar-
an manusia. Oleh karena itu penata suara/bunyi dalam menja-
lankan tugasnya harus mempertimbangkan kualitas suara
yang dihasilkan sebagai nilai seni. Kualitas suara yang diha-
silkan harus baik, jelas, wajar terdengar, indah dan menarik,
bukan hanya mengutamakan keras dan lemahnya suara.
Dalam pertunjukan teater, suara memiliki peranan yang
penting dalam menyampaikan cerita. Karena media dasarnya
adalah lakon yang diucapkan, maka meskipun gerak pemain
juga penting, tetapi verbalisasi cerita tersampai melalui suara.
Tata suara memiliki beberapa fungsi, yaitu :
Menyampaikan pesan tentang keadaan yang sebenarnya
kepada pendengar atau penonton.
31
19. Menekankan sebuah adegan atau peristiwa tertentu dalam
lakon, baik melalui efek suara atau alunan musik yang di
buat untuk menggambarkan suasana atau atmosfir suatu
tempat kejadian.
Menentukan tempat dan suasana terentu, keadaan tenang,
tegang, gembira maupun sedih, misalnya seperti suara
ombak, camar dan angin memperkuat latar cerita di tepi
pantai.
Menentukan atau memberikan informasi waktu. Bunyi lon-
ceng jam dinding, ayam berkokok, suara burung hantu,
dan lain sebagainya.
Untuk menjelaskan datang dan perginya seorang pemain.
Ketukan pintu, suara motor menjauh, dan suara langkah
kaki, gebrakan meja, dan lain sebagainya.
Sebagai tanda pengenal suatu acara atau musik identitas
cara (soundtrack). Musik yang berirama jenaka bisa mem-
berikan gambaran bahwa pertunjukan yang akan disak-
sikan bernuansa komedi, sementara musik yang berat dan
tegang dapat memberikan gambaran pertunjukan drama-
tik.
Menciptakan efek khayalan atau imajinasi dengan
menghadirkan suara-suara aneh di luar kelaziman.
Sebagai peralihan antara dua adegan, sebagai fungsi
perangkai atau pemisah adegan, biasanya musik pendek
yang dibuat khusus untuk suatu drama atau ceritera.
Sebagai tanda mulai dan menutup suatu adegan atau per-
tunjukan. Tone buka dan tone penutup, ada juga yang
diambil dari potongan soundtrack. Semua fungsi tata suara
berkaitan dengan instrumen yang menghasilkan bunyi.
32
BAGIAN-BAGIAN PENTING
DALAM SENI TEATER
alam pementasan teater kita perlu mengetahui
beberapa bagian-bagian penting dalam suatu
pementasan lakon yang digarap, yaitu :
1. Babak
Pementasan teater terdiri atas beberapa bagian atau
babakan. Mungkin hanya satu babak, dua babak, tiga babak
dan seterusnya. Biasanya untuk menandai pembabakan (per-
ubahan babakan) dalam sebuah drama, ditandai dengan :
a. Tutup buka tenda/tirai panggung;
b. Perubahan dekor/tata letak panggung.
2. Adegan
Tiap babak dari suatu pementasan terdiri dari bebera-
pa adegan. Perubahan suatu adegan tidaklah selalu disertai
dengan perubahan babakan.
3. Prolog
33
d
20. Dalam suatu pementasan drama sering dimulai dengan
kata pendahuluan sebagai pengantar tentang suatu lakon
yang akan disajikan nanti kepada penonton. Kata pendahulu-
an inilah yang dinamakan dengan proloog.
Proloog dalam suatu pementasan drama sangat pen-
ting artinya untuk memberikan pemandangan secara garis be-
sar kepada penonton tentang para pelaku drama serta konflik
atau permasalahan apa yang akan mereka alami di atas
pentas.
4. Dialog
Dialog atau percakapan merupakan alat yang paling
penting dalam pementasan drama. Suatu dialog haruslah di-
sertai dengan emosi pemerannya, agar dialog tersebut keli-
hatan hidup dan dinamis. Disamping itu unsur olah kata (tata
vocal) juga harus diucapkan dengan jelas dan nyata serta de-
ngan intonasi yang harmonis.
5. Monolog
Monolog alad percakapan seorang aktor terhadap di-
rinya sendiri (berbicara sendiri). Ini juga sering terjadi dalam
pemetasan drama.
6. Epilog
Epilog adalah kata penutup untuk mengakhiri suatu
pementasan yang berisi tentang kesimpulan sebuah lakon dan
mengambil pelajaran dari apa yang telah dipertunjukkan
kepada penonton.
34
PERSIAPAN DASAR BERMAIN TEATER
1. Latihan Dasar Aktor/Aktris
Karya seni sang aktor diciptakan melalui tubuh, suara,
dan jiwanya sendiri. Hasilnya berupa peragaan cerita yang
ditampilkan di depan penonton. Karena itu, seorang aktor yang
baik adalah seorang seniman yang mampu memanfaatkan po-
tensi dirinya. Potensi diri itu dapat dirinci menjadi potensi tu-
buh, potensi driya, potensi akal, potensi hati, potensi imajinasi,
potensi vokal, dan potensi jiwa. Kemampuan memanfaatkan
potensi diri itu tentu tidak datang dengan sendirinya, tetapi ha-
rus dengan giat berlatih.
a. Potensi Tubuh
Tubuh harus bagus dan menarik. Arti bagus dan menarik di si-
ni bukan wajah harus tampan atau cantik, tetapi tubuh harus
lentur, sanggup memainkan semua peran, dan mudah diarah-
kan, dan tidak kaku. Latihan dasar untuk melenturkan tubuh
antara lain sebagai berikut.
(1) Latihan tari supaya aktor mengenal gerak berirama dan
dapat mengatur waktu.
(2) Latihan semedi supaya aktor mengenal lebih dalam arti-
nya diam, merenung secara insani.
(3) Latihan silat supaya aktor mengenal diri dan percaya diri.
(4) Latihan anggar untuk mengenal arti semangat.
(5) Latihan renang agar aktor mengenal pengaturan napas.
35
21. b. Potensi Dria
Dria adalah semua pancaindra: penglihatan, pendengaran,
penciuman, perasa, dan pengecap. Semua perlu dilatih satu
persatu supaya peka. Cara melatihnya, melalui dria ganda.
Artinya, suatu pengindraan disertai pengindraan yang lain.
Misalnya, melihat sambil mendengarkan.
c. Potensi Akal
Seorang aktor harus cerdik dan tangkas. Kecerdikan dan ke-
tangkasan itu bisa dipunyai kalau ia terbiasa menggunakan
akal, antara lain dengan kegiatan membaca dan berolahraga.
Tentu saja olahraga yang dimaksud adalah olahraga yang
berhubungan dengan pikiran seperti catur, halma, bridge, atau
teka-teki silang.
d. Potensi Hati
Hati merupakan landasan perasaan. Perasaan manusia amat
beragam dan silih berganti. Kadang-kadang senang dan ter-
tawa, kadang-kadang sedih dan meratap. Semua berurusan
dengan hati. Karena itu, melatih hati sebenarnya melatih kepe-
kaan perasaan. Jika perasaan seseorang peka, ia dapat mera-
sakan apa yang datang dalam suasana batinnya dengan cepat
dan dengan cepat pula ia dapat memberikan reaksi.
e. Potensi Imajinasi
Akting baru mungkin terjadi apabila dalam hati ada kehendak.
Kehendak (niat) itu harus dilengkapi imajinasi (membayang-
kan sesuatu). Untuk menyuburkan imajinasi dalam diri dapat
dilakukan dengan sering mengapresiasi puisi dan
mengapresiasi lukisan.
f. Potensi Vokal
Aktor mengucapkan kata-kata yang dirakit menjadi kalimat-
kalimat untuk mengutarakan perasaan dan pikirannya. Kata-
kata diucapkan dengan mulut. Jadi, mulut menghasilkan su-
ara. Suara dari mulut yang membunyikan kata-kata itu disebut
36
vokal. Aktor harus mempunyai vokal kuat agar kata-kata yang
diucapkan jelas. Latihan dasar untuk menguatkan vokal antara
lain dengan deklamasi dan menyanyi.
g. Potensi Jiwa
Seorang aktor harus mampu memerankan tokoh dengan pen-
jiwaan. Artinya, ia harus berusaha agar jiwanya melebur dalam
tokoh yang diperankan. Penjiwaan ini dapat dibangkitkan lewat
pengalaman dan pengamatan. Misalnya, seorang tokoh bisa
memerankan tokoh sedih dan menangis tersedu-sedu dengan
penuh penghayatan karena dia berpengalaman merasakan
sedih atau pernah mengamati orang bersedih. Karena itu,
sebaiknya aktor banyak melakukan pengamatan masalah ke-
hidupan untuk menambah pengalaman.
2. Pemilihan Peran
Pemilihan aktor-aktris biasanya disebut casting, yaitu :
a. Casting by Ability
Yaitu pemilihan peran berdasar kecakapan atau kemahiran
yang sama atau mendekati peran yang dibawakan. Kecerdas-
an seseorang memegang peranan penting dalam membawa-
kan peran yang sulit dan dialognya panjang. Tokoh utama su-
atu lakon di samping persyaratan fisik dan psikologi juga ditun-
tut memiliki kecerdasan yang cukup tinggi, sehingga daya ha-
fal dan daya tanggap yang cukup cepat.
b. Casting to Type
Yaitu pemilihan pemeran berdasarkan atas kecocokan fisik
sipemaian. Tokoh tua dibawkan oleh orang tua, tokoh peda-
gang dibawakan oleh orang yang berjiwa dagang, dan seba-
gainya.
37
22. c. Anty type Casting
Yaitu pemilihan pemeran bertentangan dengan watak dan ciri
fisik yang dibawakan. Sering pula disebut educational casting
karena bermaksud mendidik seseiorang memerankan watak
dan tokoh yang berlawanan dengan wataknya sendiri dan ciri
fisiknya sendiri.
d. Casting to emotional temperament
Yaitu pemilihan pemeran berdasarkan observasi kehidupan
pribadi calon pemeran. Meraka yang memiliki banyak keco-
cokan denga peran yang dibawakan dalam hal emosi dan tem-
peramennya, akan terpilih membawakan tokoh itu. Pengala-
man masa lalu dalam hal emosi akan memudahkan pemeran
tersebut dalam menghayati dan menampilkan dirinya sesuai
dengan tuntutan cerita. Temperamen yang cocok akan mem-
bantu proses penghayatan diri peran yang dibawakan.
e. Therapeutic Casting
Yaitu pemilihan pemeran dengan maksud untuk penyembuhan
terhadap ketidakseimbangan psikologis dalam diri seseorang.
Biasanya watak dan temperamen pemeran bertentangan de-
ngan tokoh yang dibawakan. Misalnya, orang yang selalu ra-
gu-ragu, harus berperan sebagai orang yang tegas, cepat me-
mutuskan sesuatu. Seorang yang curang, memerankan tokoh
yang jujur atau penjahat berperan sebagi polisi. Jika kelainan
jiwa cukup serius, maka bimbingan khusus sutradara akan
membantu proses therapeutic itu.
Untuk dapat memilih pemeran dengan tepat, maka
hendaknya pelatih drama membuat daftar yang berisi inven-
tarisasi watak pelaku yang harus dibawakan, baik secara psi-
kologis maupun sosiologis. Watak pelaku harus dirumuskan
secara jelas. Sebab hanya dengan begitu, dapat dipilih peme-
ran lakon dengan lebih cepat.
38
3. Langkah-langkah dalam Latihan Teater
a. Latihan tubuh
Maksudnya adalah latihan ekspresi secara fisik. Kita ber-
usaha agar fisik kita agar dapat bergerak secara fleksibel,
disiplin dan ekspresif. Artinya, gerak-gerik kita dapat luwes,
tetapi berdisiplin terhadap peran kita, dan ekspresif sesuai
watak dan perasaan aktor yang di bawakan. Di beberapa
teater biasanya sering diberikan latihan dasar acting, be-
rupa menari, balet, senam, bahkan ada yang merasa la-
tihan silat itu dapat juga melatih kelenturan, kedisiplinan,
dan daya ekspresi jasmaniah.
b. Latihan suara
Latihan suara ini dapat diartikan latihan mengucapkan sua-
ra secara jelas dan nyaring (vokal), dapat juga berarti la-
tihan penjiwaan suara. Yang harus mendapatkan pelatihan
seksama, adalah suara itu hendaklah jelas, nyaring, mudah
ditangkap, komunikatif,dan ucapkan sesuai daerah artikula-
sinya.
c. Observasi dan imajinasi
Untuk menampilkan watak tokoh yang diperankan, aktor se-
cara sungguh-sungguh harus berusaha memahami bagai-
mana memanifestasikannya secara eksterna. Aktor mulai
dengan belajar mengobservasikan (memahami) setiap wa-
tak, tingkah laku dan motivasi orang-orang yang dijumpai-
nya. Kekuatan imanjinasi berfungsi untuk mengisi dimensi
kejiwaan dalam acting, setelah diadakan observasi terse-
but. Acting bukan sekedar meniru apa yang diperoleh lewat
observasi, tetapi harus menghidupkannya, memberi nilai
estetis.
d. Latihan konsentrasi
Konsentrasi diarahkan untuk melatih aktor dalam
39
23. kemampuan membenamkan dirinya sendiri kedalam watak
dan pribadi tokoh yang dibawakan dan ke dalam lakon itu.
Kon-sentrasi harus pula diekspresikan melalui ucapan,
gesture, meovement, dan intonasi ucapannya.
e. Latihan teknik
Latihan teknik di sini adalah latihan masuk, memberi isi,
memberi tekanan, mengembangkan permainan, penonjol-
an, ritme, timing yang tepat, dan hal lainnya. Pengaturan
tempat di pentas sesuai dengan karakteristik dan masing-
masing bagian pentas itu, juga merupakan unsur teknis
yang harus menadapatkan perhatian dalam latihan. Kese-
imbangan di dalam pentas merupakan dress stage (pakain
yang dipakai di panggung). Pergeseran aktor lain di sisi be-
rikutnya, sehingga terjadi keseimbangan, hal itu berhu-
bungan dengan latihan blocking, dan crossing. Aktor juga
harus berusaha mengambil posisi sedemikian rupa, sehing-
ga ekspresi wajahnhya dan gerak-gerik yang mengandung
makna dapat dihayati oleh penonton. Hal kecil yang perlu
mendapat perhatian juga adalah teknik jalan, teknik loncat,
makan, duduk, mempersilahkan minuum dan sebagainya
harus disesuaikan dengan pribadi yang dibawakan dalam
cerita.
f. Latihan sistem acting
Aktor harus berlatih acting, baik dalam hal eksternal mau-
pun internal melalui pendekatan metode, maupun teknik.
g. Latihan untuk memperlancar skill dan latihan
Dalam latihan ini peranan imajinasi sangatlah penting. De-
ngan imajinasi, semua latihan yang bersifat seperti meng-
hafal, menjadi lancar dan tampak seperti kejadian sebenar-
nya.
40
DAFTAR PUSTAKA
Adhy Asmara, Dr. Apresiasi Drama, Timbul Bandung, 1979;
Eko Santosa, Seni Teater jilid 1 dan 2, Dirjen Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas, 2008;
HB. Yassin, Memahami Drama, Balai Pustaka Jakarta, 2006;
R.H. Prasmadji, BA. Teknik Menyutradarai Drama Konven-
sional, Balai Pustaka Jakarta, 1984;
Sutrisno A.J. Drama dan Teater Remaja, PT. Hanindito Mage-
lang, 1981;
Wahyu, Hadi, Pendidikan Seni Drama SLTA, Aneka Ilmu
Surabaya, 1986;
41