SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 35
Descargar para leer sin conexión
BAB I

                                PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Masalah

     Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi

pembangunan bangsa. Pendidikan membantu manusia mengembangkan dirinya dan

menghadapi setiap perubahan yang terjadi dalam hidupnya. Dalam UU Sistem

Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Pasal 1, dijelaskan bahwa pendidikan adalah

usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar siswa aktif mengembangkan potensi dirinya, sehingga mampu

menghadapi setiap perubahan yang terjadi dalam hidup dan kehidupannya. Siswa

dituntut mempelajari berbagai macam ilmu seperti ilmu sains, sosial, agama, seni dan

lainnya.

     Ilmu sains adalah salah satu bidang ilmu yang dapat menunjang teknologi, dan

fisika merupakan salah satu unsur dalam ilmu sains. Fisika berhubungan dengan

fakta-fakta dan prinsip-prinsip yang ada pada fenomena alam serta cara memperoleh

fakta-fakta dan prinsip-prinsip tersebut. Mata pelajaran fisika merupakan mata

pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir analisis, induktif, dan

deduktif dalam menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan peristiwa alam

sekitar, baik kualitatif maupun kuantitatif dengan menggunakan matematika. Mata

pelajaran fisika dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan serta sikap
percaya diri. Fisika sangat perlu dipelajari pada setiap jenjang pendidikan mulai dari

sekolah dasar, sekolah menengah sampai perguruan tinggi. (Depdiknas, 2006)

     Menyadari pentingnya mata pelajaran ini, berbagai usaha telah dilakukan

pemerintah untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran fisika. Beberapa

diantaranya adalah peningkatan kompetensi guru dengan mengaktifkan Musyawarah

Guru Mata Pelajaran (MGMP), pengoptimalan sarana pendukung baik berupa

laboratorium, dan perpustakaan melalui pemberian bantuan dana BOS. Pemerintah

juga berusaha untuk menyempurnakan kurikulum. Walaupun demikian, fisika masih

menjadi mata pelajaran yang menakutkan, membosankan dan dianggap sulit oleh

siswa. Hal ini membuat siswa di kelas menjadi pasif, dan mengakibatkan hasil belajar

siswa menjadi rendah.

     Kenyataan ini juga ditemui di SMA N 1 VII Koto Sungai Sarik dengan

ketuntasan nilai ulangan fisika siswa kelas X pada semester ganjil yang belum

mencapai target yang diinginkan, seperti Tabel 1:

Tabel 1.1 Persentase Ketuntasan Belajar Fisika Siswa pada Ulangan Harian Semester
            I di Kelas X SMA N 1 VII Koto Sungai Sarik
    Jumlah siswa yang                 X.5                      X.8
          nilainya                    (%)                      (%)
               75                    20,6                      17,1
            < 75                     79,4                      82,9
Sumber : Guru fisika kelas X SMA N 1 VII Koto Sungai Sarik

     Tabel 1 di atas terlihat bahwa nilai ulangan harian semester I mata pelajaran

fisika siswa kelas X pada semester ganjil tahun pelajaran 2011/2012 sebagian besar

berada di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Berdasarkan keterangan dari
guru fisika SMA N 1 VII Koto Sungai Sarik yang ditetapkan adalah 75. Kriteria

untuk menentukan KKM ini antara lain dengan memperhatikan (1) Kompleksitas atau

kesulitan dimana kompleksitas tinggi dalam pelaksanaannya menuntut SDM

memahami kompetensi yang harus dicapai siswa, (2) Kemampuan sumber daya

dukung yaitu ketersediaan sarana dan prasarana yang sesuai kompetensi yang dicapai,

(3) Tingkat kemampuan rata-rata siswa.

     Faktor yang menyebabkan belum tuntasnya hasil belajar fisika siswa

diantaranya berkaitan dengan proses pembelajaran. Umumnya proses pembelajaran

bersifat verbalistis. Guru hanya dikenal sebagai informator, dan pembelajaran yang

berlangsung berpusat pada guru, yang mana guru menentukan bahan pelajaran dan

siswa hanya duduk, melihat, mendengar dan menerima pelajaran secara pasif. Guru

jarang memberikan berbagai variasi cara dalam pembelajaran materi, menjelaskan

materi kepada siswa bersifat satu arah atau monoton tanpa memperdulikan umpan

balik dari siswa. Hal ini membuat siswa menjadi bosan dan pasif dalam mengikuti

pembelajaran fisika, serta tidak jarang ditemui siswa yang mengeluh dalam belajar

dan menyatakan fisika pelajaran yang sulit dan membosankan.

     Guru juga jarang menyuruh siswa untuk melakukan berbagai aktivitas seperti

diskusi, bertanya, memberi tanggapan atas penjelasan yang diberikan padahal dengan

adanya aktivitas yang dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung akan

menjadikan siswa aktif serta memudahkannya dalam menguasai pelajaran. Hal ini

sesuai dengan pendapat Nasution (1995:85) yang menyatakan bahwa:
Pelajaran yang tidak segera dikuasai dengan mendengarkan atau membacanya
       saja. Masih perlu lagi kegiatan-kegiatan lain seperti membuat rangkuman,
       mengadakan tanya jawab, atau diskusi dengan teman-teman dan mencoba
       menjelaskannya kepada orang lain.

       Salah satu aktivitas siswa dalam pembelajaran fisika yang jarang dilakukan

selama proses pembelajaran berlangsung adalah diskusi kelompok berdasarkan

tingkat akademisnya. Diskusi yang sering dilaksanakan biasanya diambil berdasarkan

urutan bangku terdekat tanpa memperhatikan tingkat akademisnya. Kedua kelompok

yang berbeda tingkat penguasaannya ini dijadikan satu, maka akan terjadi

ketimpangan dalam penerimaan pelajaran. Bentuk ketimpangan itu adalah siswa yang

cepat menguasai pelajaran harus menunggu pada siswa yang kurang cepat menguasai

pelajaran sampai siswa tersebut menguasai pelajaran. Gurunya pun tidak bisa

menerapkan satu cara dalam satu kelas yang sama. Akibatnya, baik siswa maupun

guru sama-sama mengalami kesulitan. Siswa yang pandai memerlukan layanan

pembelajaran yang berbeda dengan siswa yang kurang pandai. Siswa yang pandai

cenderung lebih cepat menerima pelajaran dan lebih mudah menerima pelajaran

dibandingkan dengan siswa yang kurang pandai.

     Mengingat jika hal ini tidak segera diantisipasi tentu akan merugikan siswa,

sehingga siswa akan mengalami kesulitan-kesulitan dalam memahami materi

selanjutnya. Ini akan mengakibatkan siswa yang tidak paham mengalami kegagalan

dalam pembelajaran serta guru pun sulit mencapai tujuan instruksional yang

diharapkan dan akhirnya tujuan pembelajaran fisika berdasarkan kurikulum belum

bisa diwujudkan. Guru dituntut untuk berperan sebagai fasilitator, motivator dan
mediator. Guru tidak hanya sebagai penyampai materi saja tetapi juga bertanggung

jawab dalam memotivasi dan membimbing siswa dalam proses pembelajran.

Sebaiknya guru harus pandai memilih model pembelajaran yang pas untuk masalah

siswa sehingga siswa menjadi lebih berminat dalam mengikuti pelajaran dan

menjadikan siswa aktif dalam proses pembelajaran. Penelitian ini yang menjadi

pokok permasalahan adalah penggunaan model pembelajaran terutama sekali model

cooperative learning dengan memperhatikan kemampuan kelompok atau “ability

grouping”.

     Penelitian ini dilaksanakan di SMA N 1 VII Koto Sungai Sarik. Berdasarkan

survei awal terhadap kemampuan siswa di sekolah ini, terlihat bahwa siswa memiliki

kemampuan yang bervariasi. Oleh sebab itu, memungkinkan untuk dikelompokkan

berdasarkan kemampuan mereka. Siswa juga sudah terbiasa melakukan diskusi, tetapi

baru pada taraf diskusi kelompok berdasarkan meja terdekat.

     Ability grouping adalah salah satu pandangan dalam diskusi              yang

memperhatikan kemampuan tiap-tiap kelompok. Menurut Ngalim (2008) “ability

grouping adalah pengelompokan siswa dalam kelas berdasarkan kemampuan

akademisnya, siswa yang tingkat kemampuan akademisnya baik dijadikan satu

kelompok, dan dipisahkan dengan kelompok siswa yang tingkat akademisnya kurang

baik”. Dengan menerapkan ability grouping ini diharapkan guru akan lebih mudah

mengontrol dan melihat sejauh mana pemahaman materi siswa yang kemampuan

akademisnnya rendah. Selain itu, siswa yang awalnya tidak biasa berbicara di depan

kelas diharapkan mampu berbicara mengeluarkan pendapatnya.
Permasalahan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan

judul: “Pengaruh Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Ability Grouping

Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X SMA Negeri 1 VII Koto Sungai Sarik”.


B. Identifikasi Masalah

      Latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1.   Hasil belajar fisika masih ada yang belum tuntas.

2.   Guru hanya dikenal sebagai informator sehingga siswa menerima pelajaran

     secara pasif.

3.   Guru biasanya menjelaskan materi kepada siswa bersifat satu arah.

4.   Guru jarang menyuruh siswa untuk melakukan berbagai aktifitas seperti diskusi.

5.   Guru jarang memberikan berbagai variasi cara dalam pembelajaran materi.


C. Pembatasan Masalah

      Agar penelitian ini lebih terarah dan terkontrol, maka penulis perlu membatasi

masalah yang akan diteliti. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis

membatasi masalah pada:

1.   Materi pelajaran yang berkenaan dengan penelitian adalah materi pelajaran fisika

     yang diberikan pada kelas X semester 2 Tahun ajaran 2011/2012, yakni Listrik

     Dinamis.

2.   Model pembelajaran yang diterapkan adalah model cooperative learning tipe

     ability grouping.

3.   Hasil belajar yang diteliti pada penelitian ini adalah pada ranah kognitif.
D. Perumusan Masalah

      Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah: “Apakah terdapat pengaruh penerapan model cooperative learning tipe

ability grouping terhadap hasil belajar fisika siswa kelas X SMA N 1 VII Koto

Sungai Sarik”.


E. Tujuan Penelitian

      Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan model

cooperative learning tipe ability grouping terhadap hasil belajar fisika siswa kelas X

SMA N 1 VII Koto Sungai Sarik.


F. Manfaat Penelitian

      Bertolak dari tujuan penelitian di atas, maka diharapkan penelitian ini dapat

dimanfaatkan untuk:

1.   Pengalaman dan bekal bagi penulis untuk melaksanakan proses pembelajaran

     dimasa yang akan datang.

2.   Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi guru-guru sebagai pendekatan

     alternatif dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah.

3.   Sebagai sumber ide, informasi dan referensi dalam pengembangan penelitian

     dalam bidang pendidikan.

4.   Memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Pendidikan

     Fisika STKIP YDB Lubuk Alung.
BAB II

                                  KAJIAN PUSTAKA




A. Landasan Teori

 1. Belajar dan Pembelajaran

      Proses belajar merupakan suatu rangkaian peristiwa yang komplek, dimana

terdapat hubungan timbal balik antara guru sebagai pendidik dan siswa sebagai siswa.

Dalam proses pembelajaran tersebut timbul perubahan tingkah laku peserta didik

yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Pendapat tersebut

didukug oleh Slameto (1998:2) “Belajar adalah usaha yang dilakukan individu untuk

memperoleh perubahan tingkah laku yang baru, sebagai hasil dari pengalaman

pembelajaran individu itu sendiri”. Proses belajar dilakukan berkesinambungan,

bertahap, bergilir dan terpadu yang keseluruhan itu menimbulkan warna dan

karakteristik terhadap hasil belajar itu sendiri.

      Ciri-ciri perubahan tingkah laku seperti yang diungkapkan Slameto (1998:3)

adalah: “(a) Perubahan yang terjadi secara sadar, (b) Perubahan dalam belajar terjadi

secara kontinu dan fungsional, (c) Perubahan dalam belajar bersifat tetap, dan (d)

Perubahan dalam belajar bersifat aktif dan positif”. Sadirman (2001:20) menyatakan

“belajar adalah perubahan tingkah laku atau penampilan, serangkaian kegiatan

misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan sebagainya”.
Proses belajar dan pembelajaran haruslah sesuai dengan kebutuhan dan minat,

sehingga memperoleh hasil yang memuaskan. Hal ini sesuai dengan pendapat

Nasution (1992:23) bahwa; “Belajar akan menjadi lebih menarik, manakala bahan

pelajaran disesuaikan dengan kebutuhan dan minat anak”. Walaupun siswa berbeda

secara individual, tetapi membutuhkan pengetahuan-pengetahuan yang relevan untuk

kehidupannya. Salah satu diantaranya adalah pengetahuan pada bidang Ilmu

Pengetahuan Alam (IPA).


 2. Pembelajaran Fisika Menurut KTSP

       Salah satu komponen penting dari KTSP adalah pelaksanaan. Pembelajaran

yang berbasis KTSP dapat diartikan sebagai suatu proses penerapan ide, konsep, dan

kebijakan KTSP dalam suatu aktivitas pembelajaran sehingga siswa menguasai

seperangkat kompetensi tertentu sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya.

Pelaksanaan pembelajaran yang berbasis KTSP tersebut dapat dilihat dari pendidikan

IPA.

       Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk

mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta dapat menerapkannya dalam

kehidupan sehari-hari. Melalui proses pembelajaran yang memberikan pengalaman

langsung, diharapkan siswa lebih memahami alam sekitar secara ilmiah.

       Fisika sebagai cabang dari IPA, yang mempelajari mengenai fenomena alam,

diharapkan dapat memberikan pelajaran yang baik untuk keselarasan dalam

kehidupan. Untuk itu, pembelajaran fisika menuntut siswa lebih banyak melakukan
kegiatan melalui pengamatan terhadap fakta. Dalam pembelajaran siswa diikut

sertakan secara aktif agar dapat mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya.

Dalam BSNP (2006:6) dijelaskan bahwa:

     Kegiatan mata pelajaran fisika dilakukan melalui kegiatan keterampilan proses
     meliputi eksplorasi (untuk memperoleh informasi, fakta), eksperimen dan
     pemecahan masalah (untuk penguatan pemahaman konsep dan prinsip). Setiap
     kegiatan pembelajaran bertujuan untuk mencapai kompetensi dasar yang
     dijabarkan dalam indikator dengan intesitas pencapaian kompetensi yang
     beragam.

     Melalui kegiatan keterampilan proses, siswa bisa mengkonstruksi pengetahuan

dan pengalaman yang diperolehnya dengan pemaknaan yag lebih baik. Siswa

membangun sendiri konsep yang dipelajarinya, tidak melalui pemberitahuan oleh

guru. Walaupun konsep yang ditemukan kurang tepat atau terjadi kesalahan, guru

berperan memberi bantuan dan arahan (scalfolding). Kesalahan siswa merupakan

bagian dari belajar, jadi harus dihargai karena hal itu menunjukkan bahwa ia sedang

belajar, ikut berpartisipasi dan tidak menghindar dari aktivitas pembelajaran.

     Prinsip belajar yang diterapkan adalah siswa sebagai subjek belajar, dimana

dengan melakukan-mengkomunikasikan maka kecerdasan emosionalnya dapat

berkembang, seperti kemampuan sosialisasi, empati dan pengendalian diri. Hal ini

bisa terlatih melalui kerja individual-kelompok, diskusi, presentasi, tanya-jawab,

sehingga memiliki rasa tanggung jawab dan disiplin diri.


 3. Pembelajaran Kelompok

     Pembelajaran secara kelompok merupakan pembelajaran yang dilaksanakan

oleh beberapa orang untuk mencapai tujuan tertentu. Belajar kelompok terutama
ditujukan   untuk    mengembangkan       konsep/sub     konsep    yang      sekaligus

mengembangkan aktivitas sosial siswa, sikap dan nilai. Sesuai yang dikemukakan

Ernest (1975:8) “group methods are the strategier and tactics of dealing with group

interpersonal relation and task function through the application of knowledge about

group process and dynamics”.

      Menurut Robert L. Cilstrap dan Wilian R Martin dalam anonim (2009):

“pembelajaran kelompok sebagai kegiatan yang biasanya berjumlah kecil yang

diorganisir untuk kepentingan belajar. Pengelompokan ini memberi solusi untuk

mengaktifkan siswa, karena menuntut kooperativitas dari beberapa individu”.

      Kelebihan kerja kelompok menurut Syaiful (200:67) antara lain sebagai berikut:

a.   Membiasakan siswa bekerja sama menurut paham demokrasi, memberikan
     kesempatan kepada mereka untuk mengembangkan sikap musyawarah dan
     bertanggung jawab.
b.   Kesadaran akan adanya kelompok menimbulkan rasa kompetitif yang sehat,
     sehingga membangkitkan kemauan belajar dengan sungguh-sungguh.
c.   Melatih ketua kelompok menjadi pemimpin yang bertanggung jawab dan
     membiasakan anggotanya untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.

Dalam kerja kelompok terjadi interaksi antara anggota kelompok. Sifat egosentris

siswa akan berkurang dengan adanya pendekatan antar siswa dalam berbagai cara,

terutama melalui diskusi. Siswa akan memperoleh pengalaman mental yang

memungkinkan      otak   bekerja   dan   mengembangkan      cara-cara    baru   untuk

melaksanakan presepsi dan memecahkan masalah.


 4. Model Cooperative Learning
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003

menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan guru dan

sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran ini, guru harus

memahami hakikat materi pelajaran yang diajarkannya dan memahami berbagai

model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk belajar dengan

perencanaan pengajaran yang matang oleh guru.

     Model pembelajaran Cooperative Learning merupakan salah satu model

pembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual. Sistem pengajaran

Cooperative Learning dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/ belajar kelompok

yang terstruktur. Struktur ini adalah lima unsur pokok (Johnson & Johnson, 1993),

yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal,

keahlian bekerja sama, dan proses kelompok. Falsafah yang mendasari pembelajaran

Cooperative Learning (pembelajaran gotong royong) dalam pendidikan adalah “homo

homini socius” yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial.

       Cooperative Learning adalah suatu model belajar mengajar yang menekankan

pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama

dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang

atau lebih. Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang

berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan model belajar

dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya

berbeda. Menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus

saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran.
Pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam

kelompok belum menguasai bahan pelajaran.

       Menurut Anita Lie (2002:28), bahwa “Model pembelajaran Cooperative

Learning tidak sama dengan sekadar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar

yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan”.

Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa

dianggap Cooperative Learning, untuk itu harus diterapkan lima unsur model

pembelajaran gotong royong yaitu :

a. Saling ketergantungan positif

  Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk

menciptakan kelompok kerja yang efektif, guru perlu menyusun tugas sedemikian

rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar

yang lain dapat mencapai tujuan mereka.

b. Tanggung jawab perseorangan

  Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran

Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan

yang terbaik. Guru yang efektif dalam model pembelajaran Cooperative Learning

membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing

anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas

selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.

c. Tatap muka
Pembelajaran Cooperative Learning setiap kelompok harus diberikan kesempatan

untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para

pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari

sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi

kekurangan.



d. Komunikasi antar anggota

  Unsur ini menghendaki agar siswa dibekali dengan berbagai keterampilan

berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan

para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk

mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok juga

merupakan proses panjang. Proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan

perlu   ditempuh   untuk     memperkaya     pengalaman   belajar   dan   pembinaan

perkembangan mental dan emosional siswa.

e. Evaluasi proses kelompok

  Guru perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi

proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja

sama dengan lebih efektif.

  Urutan langkah-langkah perilaku guru menurut model pembelajaran kooperatif

yang diuraikan oleh Arends (1997) adalah sebagaimana terlihat pada Table 2:

Tabel 2.1 Sintaks Pembelajaran Kooperatif
Fase                              Tingkah Laku Guru

 Fase 1:                           Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran
 Menyampaikan        tujuan   dan yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan
 memotivasi siswa                  memotivasi siswa belajar
 Fase 2:                           Guru menyajikan informasi kepada siswa
 Menyajikan informasi              dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan
                                   bacaan
 Fase 3:                           Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
 Mengorganisasikan siswa ke caranya membentuk kelompok belajar dan
 dalam      kelompok-kelompok membantu setiap kelompok agar melakukan
 belajar                           transisi secara efisien
 Fase 4:                           Guru       membimbing      kelompok-kelompok
 Membimbing            kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas
 bekerja dan belajar               mereka
 Fase 5:                           Guru mengevaluasi hasil belajar tentang
 Evaluasi                          materi yang telah dipelajari atau masing-
                                   masing kelompok mempresentasikan hasil
                                   kerjanya
 Fase 6:                           Guru mencari cara-cara untuk menghargai
 Memberikan penghargaan            baik upaya maupun hasil belajar individu
                                   kelompok


 5. Pembelajaran Ability Grouping

     Menurut John dan Hasan (2007) “ability adalah kemampuan, kecakapan

sedangkan grouping artinya kelompok”. Jadi, ability grouping adalah pembelajaran

yang menuntut kemauan dan kecakapan siswa yang telah dikelompokkan berdasarkan

kemampuannya di dalam kelas.
Menurut Ngalim (2008) “ability grouping adalah pengelompokan siswa dalam

kelas yang sama berdasarkan kemampuan akademisnya. Siswa yang tingkat

penguasaan akademisnya baik, dijadikan satu dan terpisah dengan kelompok siswa

dengan tingkat penguasaan akademisnya kurang baik”. Menurut Anita (2005:39)

“ability grouping adalah praktik memasukkan beberapa siswa dengan kemampuan

setara dalam kelompok yang sama”. Praktik ini bisa dilakukan pada pembagian

kelompok di dalam satu kelas atau pembagian kelas di dalam satu sekolah. Jadi, di

dalam satu kelas ada kelompok siswa pandai dan kelompok siswa yang lemah, atau

dalam satu sekolah terdapat kelas unggul dan kelas reguler biasa.

     Pengelompokan homogen berdasarkan prestasi belajar sangat disukai karena

tampaknya memang bermanfaat. Pertama, pengelompokan cara ini sangat praktis dan

mudah dilakukan secara administratif. Kedua, pengelompokan homogen berdasarkan

hasil prestasi dilakukan untuk memudahkan pembelajaran. Guru memang

menghadapi tantangan yang lebih besar dalam melaksanakan pembelajaran yang

berlainan kemampuan dalam satu kelompok atau satu kelas. Jika pembelajaran terlalu

cepat, siswa yang lambat akan tertinggal. Sebaliknya jika pembelajaran terlalu

lambat, siswa yang cerdas akan merasa bosan dan akhirnya mengabaikan atau

mengacau kelas. Oleh karena itu, pengelompokan homogen dianggap bisa

menyelesaikan masalah.

     Langkah pertama dalam membentuk pengelompokan homogenitas berdasarkan

kemampuan akademis siswa adalah mengurutkan siswa berdasarkan nilai rata-rata
ulangan harian, selanjutnya membentuk kelompok dengan melihat urutan nilainya,

siswa yang nilainya berdekatan dijadikan satu kelompok.


     6. Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Ability Grouping

        Sebagaimana sudah dijelaskan pada bagian terdahulu, dalam pembelajaran

model cooperative learning tipe ability grouping siswa di bagi berdasarkan

kemampuan akademisnya. Jadi siswa yang akademisnya baik ditempatkan sama

dengan yang kemampuan akademisnya baik juga. Begitu juga sebaliknya siswa yang

kemampuan akademisnya kurang dijadikan satu kelompok dengan temannya yang

memiliki kemampuan yang sama, nantinya mereka berdiskusi dan saling berinteraksi.

        Anita (2005:41) menjelaskan langkah – langkah pembelajaran model

cooperative learning tipe ability grouping adalah sebagai berikut:

a.     Guru menjelaskan materi secara ringkas yang akan dipelajari siswa
b.     Mengelompokan siswa secara homogen berdasarkan kemampuan akademisnya.
       Siswa diurutkan berdasarkan rata – rata nilai ulangan harian, kemudian
       dibentuklah kelompok dimana satu kelompok terdiri maksimal atas lima orang.
c.     Menentukan jenis diskusi yaitu diskusi kelompok kecil.
d.     Guru memberikan pengarahan sebelum dilaksanakan diskusi, menyampaikan
       tujuan yang ingin dicapai dan aturan – aturan diskusi serta membagikan LDS.
e.     Dalam diskusi guru sebagai pemantau keaktifan kelompok.
f.     Guru mewajibkan kepada setiap kelompok untuk mengumpulkan LDS.
g.     Mendiskusikan materi yang telah didiskusikan oleh siswa bersama guru. Disini
       guru merangsang pertanyaan siswa.
h.     Guru menjelaskan materi pembelajaran secara lebih mendalam sebagai
       kelanjutan penjelasan pertemuan awal.
i.     Siswa diwajibkan membuat kesimpulan pada pokok materi yang telah dipelajari.
j.     Siswa mengumpulkan kesimpulan.

Pembelajaran model cooperative learning tipe ability grouping siswa tidak menerima

informasi dan pengetahuan secara pasif tetapi secara aktif belajar bersama–sama,
saling membantu dengan teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar.

Dengan pemberian tugas membaca dan membuat kesimpulan materi siswa dapat

mempertahankan pekerjaan kelompoknya.

        Tanya jawab dalam diskusi diharapkan dapat membantu tumbuhnya perhatian

siswa pada pelajaran, serta mengembangkan kemampuan untuk menggunakan

pengetahuan dan pengalamannya, sehingga menghasilkan pengetahuan yang benar –

benar bermakna.


 7. Hasil Belajar

        Hasil belajar tidak dapat dipisahkan dari apapun yang terjadi dalam kegiatan

belajar baik di kelas, di sekolah, maupun di luar sekolah. Pengalaman yang di alami

siswa     dalam   proses   pengembangan    kemampuannya     merupakan    apa   yang

diperolehnya dalam satu kegiatan atau secara terus menerus hampir dalam setiap

kegiatan.

        Menurut Nana (1992:22) “hasil belajar adalah kemampuan – kemampuan yang

dimiliki siswa setelah mengalami proses pembelajaran”. Selain itu Nana (1952:22)

“membagi keterampilan dalam tiga macam yaitu: (1) keterampilan dan kebiasaan (2)

pengetahuan dan pengertian (3) sikap dan cita – cita. Sedangkan menurut Gagne

dalam Sudjana (1992:22) “membagi lima kategori dalam belajar yakni: (1) informasi

verbal (2) keterampilan intelektual (3) strategi kognitif (4) sikap, dan (5)

keterampilan motorik”. Menurut Bloom dalam Gulo (2002:28) proses pembelajaran
menempatkan hasil belajar dalam tiga ranah yaitu aspek kognitif, afektif, dan

psikomotor.

      Hasil belajar ranah kognitif meliputi kemampuan yang menyatakan kembali

konsep atau prinsip yang telah dipelajari dan kemampuan intelektual. Menurut Bloom

dalam suharsimi (2006:117) “hasil belajar ranah kognitif meliputi: mengenal

(recognition), mengingat (remember), memahami (comprehension), menerapkan

(aplication), menganalisis (analysis), sintesis (syntesis), mengevaluasi (evaluation)”.

      Hasil belajar ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai yang dimiliki siswa

dalam proses pembelajaran. Menurut Gagne dalam Muslim (2005:15) “Sikap adalah

suatu keadaan yang ada di dalam diri seseorang yang mempengaruhi dan mengubah

tindakan yang dipilihnya”.


B. Kerangka Konseptual


      Pelaksanakan kegiatan pembelajaran berdasarkan KTSP dituntut pembelajaran

yang dapat meningkatkan aktivitas siswa. Dengan menerapkan model cooperative

learning tipe ability grouping diharapkan siswa menjadi lebih aktif, namun masih

banyak siswa yang kemampuannya rendah cenderung bergntung pada siswa yang

kemampuannya tinggi, salah satu solusi yang dapat mengatasinya adalah dengan

penerapan model cooperative learning tipe ability grouping. Dengan menerapkan

model cooperative learning tipe ability grouping diharapkan guru akan lebih mudah

mengontrol dan melihat sejauh mana pemahaman materi siswa yang kemampuan

akademisnya rendah sehingga terjadi peningkatan hasil belajar. Selain itu siswa yang
awalnya tidak biasa berbicara di depan kelas diharapkan mampu berbicara

mengeluarkan pendapatnya. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 1.


                            Pembelajaran Berdasarkan KTSP




                             Pembelajaran Fisika pada Model
         Siswa                 Cooperative Learning Tipe               Guru
                                   Ability Grouping




                                      Hasil Belajar
                             Gambar 1. Kerangka Pemikiran

C. Hipotesis


      Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang dikemukakan, maka

dapat dirumuskan sebagai berikut:

Hi:   Terdapat pengaruh yang berarti penerapan model cooperative learning tipe

      ability grouping terhadap hasil belajar fisika siswa kelas X SMA N 1 VII Koto

      Sungai Sarik.

Ho: Tidak terdapat pengaruh yang berarti penerapan model cooperative learning

      tipe ability grouping terhadap hasil belajar fisika siswa kelas X SMA N 1 VII

      Koto Sungai Sarik.
BAB III


                           MATODE PENELITIAN




A. Jenis Penelitian


     Sesuai dengan masalah yang diteliti, maka jenis penelitian ini adalah

eksperimen semu menggunakan dua kelas sampel, yaitu kelas eksperimen dan kelas

kontrol. Arikunto (2005:207) menyatakan bahwa

     Penelitian eksperimen merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk
     mengetahui ada tidaknya akibat dari sesuatu yang dikenakan pada subjek
     selidik. Caranya adalah dengan membandingkan satu atau dua kelompok
     eksperimen yang diberi perlakuan dengan satu atau lebih kelompok
     pembanding yang tidak penerima perlakuan.

     Rancangan penelitian yang digunakan adalah Randomized Control Group Only

Design. Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen adalah pembelajaran model

cooperative leearning tipe ability grouping, sedangkan pada kelas kontrol

dilaksanakan pembelajaran tanpa model cooperative leearning tipe ability grouping.

Rancangan penelitian ini digambarkan pada Tabel 3.

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian
         Kelas                   Perlakuan              Tes Akhir
      Eksperimen                    X                       T
        Kontrol                      -                      T
Sumber : Suryasubroto (2006:105)

Keterangan :
X = Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen

T = Tes akhir yang diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

    Populasi merupakan keseluruhan dari objek penelitian. Populasi dalam penelitian

    ini adalah seluruh siswa kelas X SMA N 1 VII Koto Sungai Sarik yang terdaftar

    pada semester II tahun ajaran 2011/2012 seperti yang terdapat pada Tabel 4.

   Tabel 3.2 Distribusi Siswa Kelas X SMA N 1 VII Koto Sungai Sarik pada Tahun
             Ajaran 2011/2012
                   Kelas                       Jumlah Siswa
                    X1                                  24
                    X2                                  39
                    X3                                  39
                    X4                                  38
                     X5                                 38
                    X6                                  39
                    X7                                  36
                    X8                                  37
                    X9                                  39
    Sumber : Tata Usaha SMA N 1 VII Koto Sungai Sarik


2. Sampel

    Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sampel yang diambil

    haruslah representatif, yang menggambarkan keseluruhan karakteristik dari suatu

    populasi. Teknik yang dipakai dalam penelitian ini adalah purposive sampling.
Penulis hanya memerlukan dua kelas yaitu, kelas eksperimen dan kelas kontrol,

   maka pengambilan sampel dilakukan dengan langkah – langkah sebagai berikut:

  a. Menetapkan kelas eksperimen dan kelas kontrol sebagai kelas sampel.

  b. Untuk melihat apakah kedua kelas ini memiliki kemampuan yang sama maka

      dilakukan uji kesamaan dua rata-rata dengan terlebih dahulu dilakukan uji

      normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas kedua kelas sampel untuk

      melihat apakah kedua sampel tersebar normal.

  c. Setelah dilakukan uji normalitas, kemudian dilakukan uji homogenitas kedua

      kelas sampel.

  d. Setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas kemudian dilakukan uji

      kesamaan dua rata-rata

  e. Setelah diperoleh dua kelas sampel yang terdistribusi normal dan homogen,

      maka diambil secara random, maka di dapat kelas eksperimen dan kelas

      kontrol/

C. Variabel dan Data

1. Variabel
   Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas, variabel terikat dan

   variabel kontrol.

   a. Variabel bebas yaitu model cooperative learning tipe ability grouping

      Variabel terikat yaitu hasil belajar siswa ranah kognitif setelah perlakuan

      diberikan
b. Variabel kontrol yaitu guru, materi pelajaran, buku sumber dan jumlah jam

      pelajaran yang diberikan adalah sama.

2. Data
   Adapun data dalam penelitian ini adalah berupa data hasil belajar fisika siswa

   kelas X SMA N 1 VII Koto Sungai Sarik setelah perlakuan diberikan, berupa

   data primer yang diperoleh langsung dari sampel yang diteliti. Data sekunder

   meliputi jumlah dan keadaan siswa.


D. Prosedur Penelitian

   Secara umum, prosedur penelitian ini dapat dibagi atas tiga bagian:

1. Tahap Persiapan

   a. Menetapkan jadwal penelitian

   b. Mengurus izin penelitian

   c. Menentukan populasi dan sampel

   d. Mempelajari materi fisika kelas X SMA N 1 VII Koto Sungai Sarik

   e. Mempersiapkan dan menyusun Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

      sesuai dengan materi yang akan diajarkan

   f. Mempersiapkan instrumen penelitian

   g. Membagi kelompok untuk kelas eksperimen berdasarkan kemampuannya

      dengan mengetahui nilai ulangan harian yang sebelumnya

   h. Menyusun soal untuk tes akhir

2. Tahap Pelaksanaan
Tabel 3.6. Skenario Pembelajaran Pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

             Kelas Eksperimen                                Kelas Kontrol
                       1                                          2
 1. Pendahulan                                 1. Pendahulan
 a. Guru menyampaikan apersepsi dan a. Guru menyampaikan apersepsi dan
    meminta siswa mengaitkan pelajaran           meminta        siswa        mengaitkan
    yang lalu dengan pelajaran yang              pelajaran      yang      lalu     dengan
    akan dipelajari.                             pelajaran yang akan dipelajari.
 b. Guru memotivasi          siswa dengan b. Guru memotivasi siswa dengan
    menyebutkan         beberapa      contoh     menyebutkan       beberapa         contoh
    penerapan       fisika     yang     ada      penerapan       fisika      yang      ada
    dilingkungan.                                dilingkungan.
 c. Menyampaikan indikator yang harus c. Menyampaikan                  indikator      yang
    dicapai siswa setelah mempelajari            harus   dicapai        siswa       setelah
    materi tersebut.                             mempelajari materi tersebut.
 2. Kegiatan Inti                              2. Kegiatan Inti
 Eksplorasi                                    Eksplorasi
 a. Guru menyampaikan pokok-pokok a. Guru menyampaikan pokok-pokok
    materi     pelajaran     dalam    bentuk     materi pelajaran dalam bentuk
    ceramah singkat (sintak a).                  ceramah singkat.
 b. Guru      membentuk       siswa   dalam b. Guru memberikan contoh soal dan
    beberapa           kelompok        kecil     soal latihan kepada siswa untuk
    berdasarkan kemampuannya untuk               dikerjakan secara individu.
    membahas beberapa persoalan yang
    diberikan guru dalam lembar diskusi
    siswa (sintak b).
 c. Guru menentukan jenis diskusi yaitu c. Guru          meminta          siswa      untuk
    diskusi kelompok kecil (sintak c).           menyelesaikan        soal   latihan     di
depan kelas secara individu.
d. Guru      memberikan           pengarahan d. Siswa mengerjakan soal latihan di
   sebelum       melaksanakan         diskusi,      depan kelas secara individu.
   menyampaikan aturan-aturan diskusi
   serta membagikan LDS (sintak d).
e. Siswa         melaksanakan          diskusi e. Guru bersama siswa mengoreksi
   dikelompok, guru memantau kerja                  jawaban yang telah dikerjakan
   siswa     sesuai    dengan         „ability’     oleh siswa.
   kelompoknya (sintak e).
f. Hasil diskusi dipajang didepan kelas f. Siswa yang menjawab dengan
   dan dilanjutkan dengan diskusi kelas             benar mendapat penghargaan dari
   yang dipandu guru, serta penekanan               guru.
   pemahaman konsep fisika (sintak f).
g. Siswa mendiskusikan materi yang g. Siswa                       yang       mendapat
   telah     didiskusikan      oleh     siswa       penghargaan merasa termotivasi
   bersama guru dan guru merangsang                 untuk belajar.
   pertanyaan siswa (sintak g).
h. Guru          menjelaskan           materi
   pembelajaran secara lebih mendalam
   sebagai        kelanjutan        kejelasan
   pertemuan awal (sintak h).
i. Siswa         diwajibkan         membuat
   kesimpulan pada pokok materi yang
   telah dipelajari (sintak i).
j. Siswa mengumpulkan kesimpulan
   (sintak j).
Elaborasi                                         Elaborasi
a. Guru menjelaskan secara singkat a. Guru menjelaskan materi kepada
tentang materi kepada siswa.              siswa secara singkat.
b. Guru      memberikan      kesempatan b. Guru       memberikan      kesempatan
  bertanya kepada siswa mengenai            bertanya kepada siswa mengenai
  hal-hal yang belum dimengerti oleh        hal-hal yang belum dimengerti
  siswa.                                    oleh siswa
Konfirmasi                                 Konfirmasi
a. Guru memberikan komentar hasil          a. Guru      memperiksa      jawaban,
  diskusi dan meluruskan konsep-             memberikan      penguatan,       dan
  konsep yang salah.                         umpan balik terhadap jawaban
b. Guru      memberikan      kesempatan      siswa.
  bertanya kepada siswa mengenai
  hal-hal      yang      masih    belum
  dimengerti.
3. Penutup                                 3. Penutup
a. Siswa bersama guru menyimpulkan         a. Siswa         bersama           guru
  pelajaran.                                  menyimpulkan pelajaran.
b. Guru     memberikan    tugas   rumah    b. Guru memberikan tugas rumah
  berupa     soal-soal   sesuai   dengan      berupa soal-soal sesuai dengan
  materi yang telah dipelajari.               materi yang telah dipelajari.
c. Guru menyebutkan materi yang akan       c. Guru menyebutkan materi yang
  dibahas pada pertemuan berikutnya.          akan dibahas pada pertemuan
                                              berikutnya.


3. Tahap Akhir

  a. Memberikan tes akhir pada kedua kelas sampel, guna melihat hasil perlakuan

     yang diberikan.
b. Mengolah data dari kedua sampel, baik kelas eksperimen maupun kelas

       kontrol.

     c. Menarik kesimpulan berdasarkan hasil yang didapatkan sesuai dengan teknik

       analisis data yang diinginkan.



E. Instrumen Penelitian

      Instrumen merupakan alat pengambilan data untuk mengungkapkan hasil

belajar siswa. Pada ranah kognitif dengan tes hasil belajar, sedangkan pada ranah

afektif dengan lembaran observasi. Pada penelitian ini hasil belajar yang ditinjau

adalah hasil belajar fisika pada ranah kognitif.

1.   Instrumen Ranah Kognitif


       Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen berbentuk

tes hasil belajar ranah kognitif. Tes yang diberikan berupa soal objektif yang disusun

sesuai dengan materi yang diberikan selama perlakuan berlangsung dan dilakukan

setelah penelitian berakhir. Agar instrumen menjadi alat ukur yang baik, maka perlu

dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Membuat kisi-kisi tes

2. Menyusun tes berdasarkan kisi-kisi tes

3. Uji coba tes
Sebelum tes diberikan kepada siswa kelas sampel, terlebih dahulu tes diuji pada

     kelas lain di sekolah SMAN 1 2x11 Enam Lingkung. Sekolah ini dipilih karena

     nilai rata-rata kelasnya sebanding dengan kelas sampel di SMA N 1 VII Koto

     Sungai Sarik.

3. Analisis soal tes

     Untuk mendapatkan kualitas soal yang baik maka dilakukan beberapa langkah

     berikut:



a.   Analisis Validitas

       Validitas adalah    ukuran yang menujukan tingkat-tingkat kevalidan atau

kesahihan sesuatu instrumen (Suharsimi Arikunto, 2002:144). Sebuah instrumen

dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang ingin hendak diukur. Dalam

penelitian ini validitas yang dilihat adalah validitas isi. Sebuah tes dikatakan memiliki

validitas isi apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau

isi pelajaran yang diberikan. Oleh karena itu, untuk mendapatkan soal yang valid

maka dalam penyusunan soal disesuaikan dengan kurikulum dan materi yang

diberikan.



b. Analisis Reliabilitas

       Reliabilitas menunjukkan bahwa suatu tes cukup dapat dipercaya untuk

digunakan sebagai pengumpulan data karena tes tersebut sudah baik. Untuk
menentukan reliabilitas tes dalam penelitian digunakan rumus Kuder Richarson-20

(KR-20) yang dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto (2008:100) yaitu :

                        2
          n         s                 pq
r11                               2
                                               ..................................................................................... (1)
      n         1             s



Dengan :

          r11       = Reliabilitas tes secara keseluruhan

       p            = Proporsi siswa yang menjawab benar

       q            = Proporsi siswa yang menjawab salah

       Ʃpq = Jumlah hasil kali p.q

       n            = Banyak item

       S            = Standar deviasi tes

Dengan kriteria sebagai berikut :

          0 . 80        r11           1 . 00          reliabilitas tinggi sekali

          0 . 60        r11           0 . 80          reliabilitas tinggi

          0 . 40        r11           0 . 60          reliabilitas sedang

          0 . 20        r11           0 . 40          reliabilitas rendah

          0 . 00        r11           0 . 20          sangat rendah

Reliabel yang digunakan adalah yang besar dari 0,40 dan kecil dari 0,60.
c.   Analisis Daya Beda

      Daya beda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang

pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang kurang pandai (berkemampuan

rendah). Untuk menentukan besarnya daya beda soal digunakan rumus yang

dinyatakan oleh Arikunto (2008:213) yaitu:


            BA   BB
        D              PA   PB      ……..…………………………………….(2)
            JA   JB


Dengan :

       D      = daya pembeda

       JA     = banyak peserta kelompok atas

       JB     = banyak peserta kelompok bawah

       BA     = banyak peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar

       BB     = banyak peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar

       PA     = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

       PB     = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Kriteria yang digunakan untuk menentukan daya beda adalah :

       0,00 ≤ D ˂ 0,20 : jelek

       0,20 ≤ D ˂ 0,40 : cukup

       0,40 ≤ D ˂ 0,70 : baik

       0,70 ≤ D ˂ 1,00 : baik sekali
Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, maka soal yang diambil adalah soal yang

memiliki daya pembeda ≥ 0,02

d. Analisis Indeks Kesukaran

     Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar.

“Bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal disebut indeks

kesukaran” (Arikunto, 2008:207). Untuk menentukan besar tingkat kesukaran soal

digunakan rumus – rumus yang dinyatakan oleh Arikunto (2008:208), yaitu:


            B
       P                       ……………….…………………………………..(3)
            JS

       Dengan :

       P         = indeks kesukaran

       B         = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar

       JS        = jumlah seluruh peserta tes

Kriteria yang digunakan untuk menentukan daya beda adalah:

       0,00 ˂P ≤ 0,30 : sukar

       0,30 ˂P ≤ 0,70 : sedang

       0,70 ˂P ≤ 1,00 : mudah

Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan maka soal yang diambil adalah yang indek

kesukarannya antara 0,30 ˂ P ≤ 0,70.

     Pada penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah tes hasil yang berbentuk

objektif. Penyusunan soal dengan menggunakan validitas isi yaitu sesuai dengan

tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Selanjutnya dilakukan uji coba pada kelas
X di SMA N 1 2x11 Enam Lingkung. Soal yang diujikan adalah sebanyak 40 butir

soal, setelah dianalisis soal maka diperoleh 25 butir soal yang layak pakai. Jadi, ada

25 soal yang digunakan untuk soal tes akhir yang memenuhi tujuan pembelajaran

(Lampiran XIII).

F. Teknik Analisis Data

       Analisis data pada penelitian ini hanya dilakukan pada kognitif dan afektif.

Analisis data bertujuan untuk menguji diterima atau ditolaknya hipotesis yang

diajukan dalam penelitian.

1.    Ranah Kognitif

       Teknik analisis data menggunakan uji kesamaan dua rata-rata. Sebelum uji

kesamaan dua rata-rata, terlebih dahulu dilakukan uji parameter populasi sehubungan

dengan uji normalitas dan uji homogenitas.

a.    Uji Normalitas

       Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah sampel berasal dari populasi

yang terdistribusi normal. Uji normalitas ini menggunakan uji lilliefors dengan

mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1) Data (X1, X2, . . . . ,Xn) yang diperoleh diurutkan dari data yang paling kecil

     hingga data terbesar

2) Data (X1, X2, . . . ,Xn) dijadikan bilangan baku (Z1, Z2, . . . ,Zn) dengan rumus:

                            Zi =


     Dengan :                      Xi   = skor yang diperoleh siswa ke-i
Xr      = skor rata-rata

                              S       = simpangan baku

3) Dengan menggunakan daftar distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang F

  (Zi) = P (Z < Zi)

4) Denngan menggunakan proporsi Z1, Z2, Z3, . . . ,Zn yang lebih kecil atau nama

  dengan Z, jika proporsi ini sama dengan S (Zi) maka:


                       S (Zi) =


5) Menghitung selisih F (Zi) – S (Zi) yang kemudian ditentukan harga mutlaknya

6) Mengambil harga mutlak selisih yang paling besar yang disebut Lo

7) Membandingkan nilai Lo dengan nilai kritis Lt yang terdapat pada α = 0,05.

  Kriteria adalah hipotesis tersebut normal jika Lo lebih kecil dari Lt.

b. Uji homogenitas

Uji homogenitas bertujuan untuk melihat apakah kedua sampel mempunyai varians

yang homogen atau tidak, dengan langkah-langkah:

1) Mencari varians masing-masing data kemudian dihitung harga F


                         F=


  Dengan : F = varians kelompok data

            S1 = varians terbesar

            S2 = varians terkecil
2) Jika harga F dapat diperoleh, bandingkan harga F tersebut dengan harga Ft, jika F

     < Ft maka kedua kelompok data mempunyai varians yang homogen dan demikian

     pula sebaliknya.

c.    Uji Hipotesis

       Uji hipotesis bertujuan untuk mengetahui apakah hipotesis penelitian diterima

atau ditolak. Untuk menguji hipotesis digunakan uji kesamaan dua rata-rata. Sampel

terdistribusi normal dan dua kelompok data homogen, maka digunakan uji t dengan

persamaan:


                t=                               S2 =



Dengan :                        = nilai rata-rata kelas eksperimen

                                = nilai rata-rata kelas kontrol

                           S1   = standar deviasi kelas eksperimen

                           S2   = standar deviasi kelas kontrol

                           S    = standar deviasi gabungan

                           n1   = jumlah siswa kelas eksperimen

                           n2   = jumlah siswa kelas kontrol

Kriteria pengujian adalah terima Ho jika: -t1-1/2 α < t < t1-1/2 α pada taraf signifikan 0,05.

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

Karil Penilitian Tindakan Kelas
Karil Penilitian Tindakan KelasKaril Penilitian Tindakan Kelas
Karil Penilitian Tindakan KelasSmartEdu
 
Contoh proposal ptk
Contoh proposal ptkContoh proposal ptk
Contoh proposal ptkAgoes Sholeh
 
Contoh proposal-usulan-penelitian-tindakan-kelas
Contoh proposal-usulan-penelitian-tindakan-kelasContoh proposal-usulan-penelitian-tindakan-kelas
Contoh proposal-usulan-penelitian-tindakan-kelasMuh Yusuf Manguluang
 
PENELITIAN TINDAKAN KELAS IPA SMP
PENELITIAN TINDAKAN KELAS IPA SMP PENELITIAN TINDAKAN KELAS IPA SMP
PENELITIAN TINDAKAN KELAS IPA SMP Arif Sulistiawan
 
76484559 proposal-penelitian-biologi
76484559 proposal-penelitian-biologi76484559 proposal-penelitian-biologi
76484559 proposal-penelitian-biologielisabethringo
 
Pendekatan Contextual Teaching and Learning dan Realistic Mathematics Education
Pendekatan Contextual Teaching and Learning dan Realistic Mathematics EducationPendekatan Contextual Teaching and Learning dan Realistic Mathematics Education
Pendekatan Contextual Teaching and Learning dan Realistic Mathematics EducationMuhammad Alfiansyah Alfi
 
Contoh proposal
Contoh proposalContoh proposal
Contoh proposalishakaxly
 
Skripsi model pembelajaran_kooperatif_tipe_nht
Skripsi model pembelajaran_kooperatif_tipe_nhtSkripsi model pembelajaran_kooperatif_tipe_nht
Skripsi model pembelajaran_kooperatif_tipe_nhtre_devan
 
Proposal penelitian
Proposal penelitianProposal penelitian
Proposal penelitiandedy solin
 
Contoh PTK Bab I - V
Contoh PTK Bab I - VContoh PTK Bab I - V
Contoh PTK Bab I - VEman Syukur
 
Problem Solving-part musyrifah
Problem Solving-part musyrifahProblem Solving-part musyrifah
Problem Solving-part musyrifahmoshi89
 

La actualidad más candente (20)

Artikel pm pmp 2012
Artikel pm pmp 2012Artikel pm pmp 2012
Artikel pm pmp 2012
 
Karil Penilitian Tindakan Kelas
Karil Penilitian Tindakan KelasKaril Penilitian Tindakan Kelas
Karil Penilitian Tindakan Kelas
 
Contoh proposal ptk
Contoh proposal ptkContoh proposal ptk
Contoh proposal ptk
 
Contoh proposal-usulan-penelitian-tindakan-kelas
Contoh proposal-usulan-penelitian-tindakan-kelasContoh proposal-usulan-penelitian-tindakan-kelas
Contoh proposal-usulan-penelitian-tindakan-kelas
 
PENELITIAN TINDAKAN KELAS IPA SMP
PENELITIAN TINDAKAN KELAS IPA SMP PENELITIAN TINDAKAN KELAS IPA SMP
PENELITIAN TINDAKAN KELAS IPA SMP
 
76484559 proposal-penelitian-biologi
76484559 proposal-penelitian-biologi76484559 proposal-penelitian-biologi
76484559 proposal-penelitian-biologi
 
Pendekatan Contextual Teaching and Learning dan Realistic Mathematics Education
Pendekatan Contextual Teaching and Learning dan Realistic Mathematics EducationPendekatan Contextual Teaching and Learning dan Realistic Mathematics Education
Pendekatan Contextual Teaching and Learning dan Realistic Mathematics Education
 
Contoh proposal biologi smu
Contoh proposal biologi smuContoh proposal biologi smu
Contoh proposal biologi smu
 
Contoh ptk bahasa indonesia kelas iv
Contoh ptk bahasa indonesia kelas ivContoh ptk bahasa indonesia kelas iv
Contoh ptk bahasa indonesia kelas iv
 
Contoh proposal
Contoh proposalContoh proposal
Contoh proposal
 
Skripsi model pembelajaran_kooperatif_tipe_nht
Skripsi model pembelajaran_kooperatif_tipe_nhtSkripsi model pembelajaran_kooperatif_tipe_nht
Skripsi model pembelajaran_kooperatif_tipe_nht
 
Pencapaian konsep
Pencapaian konsepPencapaian konsep
Pencapaian konsep
 
PTK IPA SMP
PTK IPA SMP PTK IPA SMP
PTK IPA SMP
 
Proposal penelitian
Proposal penelitianProposal penelitian
Proposal penelitian
 
Contoh PTK Bab I - V
Contoh PTK Bab I - VContoh PTK Bab I - V
Contoh PTK Bab I - V
 
Tugas ii
Tugas iiTugas ii
Tugas ii
 
Problem Solving-part musyrifah
Problem Solving-part musyrifahProblem Solving-part musyrifah
Problem Solving-part musyrifah
 
Problem solving dan problem posing
Problem solving dan problem posingProblem solving dan problem posing
Problem solving dan problem posing
 
Sogol ptk plpg
Sogol ptk plpgSogol ptk plpg
Sogol ptk plpg
 
Analisis Skripsi
Analisis SkripsiAnalisis Skripsi
Analisis Skripsi
 

Similar a Proposal mimi yuni

Skripsi penerapan pembelajaran think
Skripsi penerapan pembelajaran thinkSkripsi penerapan pembelajaran think
Skripsi penerapan pembelajaran thinkmasyasinpunya
 
Ptk jual-beli
Ptk jual-beliPtk jual-beli
Ptk jual-beliMelly PMI
 
Masalah pembelajaran sains
Masalah pembelajaran sainsMasalah pembelajaran sains
Masalah pembelajaran sainsZalizan- Ismail
 
Makalah y prian budi purwanto
Makalah y prian budi purwantoMakalah y prian budi purwanto
Makalah y prian budi purwantoYohanes Purwanto
 
Meningkatkan prestasi belajar melalui pembelajaran quantum teaching
Meningkatkan prestasi belajar melalui pembelajaran quantum teachingMeningkatkan prestasi belajar melalui pembelajaran quantum teaching
Meningkatkan prestasi belajar melalui pembelajaran quantum teachingOperator Warnet Vast Raha
 
LK. 2.1 Eksplorasi Alternatif Solusi.pdf
LK. 2.1 Eksplorasi Alternatif Solusi.pdfLK. 2.1 Eksplorasi Alternatif Solusi.pdf
LK. 2.1 Eksplorasi Alternatif Solusi.pdfHIDAYANTIHIDAYANTI3
 
Best Practice Meningkatkan Motivasi dan Minat Belajar Peserta Didik.pdf
Best Practice  Meningkatkan Motivasi dan Minat Belajar Peserta Didik.pdfBest Practice  Meningkatkan Motivasi dan Minat Belajar Peserta Didik.pdf
Best Practice Meningkatkan Motivasi dan Minat Belajar Peserta Didik.pdfDwiAstuti765533
 
Modul kelas x unit 1 besaran
Modul kelas x unit 1 besaranModul kelas x unit 1 besaran
Modul kelas x unit 1 besaranEko Supriyadi
 
Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar Biologi
Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar BiologiProblem Based Learning Terhadap Hasil Belajar Biologi
Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar Biologiguestf6b63af
 
Proposal skripsiku yang di buat dengan sepenuh hati
Proposal skripsiku yang di buat dengan sepenuh hatiProposal skripsiku yang di buat dengan sepenuh hati
Proposal skripsiku yang di buat dengan sepenuh hatiAyu Febriyanti
 
64 hesty, s.si implementasi model pembelajaran tematik
64 hesty, s.si  implementasi model pembelajaran tematik64 hesty, s.si  implementasi model pembelajaran tematik
64 hesty, s.si implementasi model pembelajaran tematikUNIMED
 
Uli pembelajaran pemantapan kemampuan profesional ipa ips copy
Uli pembelajaran pemantapan kemampuan profesional ipa ips   copyUli pembelajaran pemantapan kemampuan profesional ipa ips   copy
Uli pembelajaran pemantapan kemampuan profesional ipa ips copyOperator Warnet Vast Raha
 
Uli pembelajaran pemantapan kemampuan profesional ipa ips copy
Uli pembelajaran pemantapan kemampuan profesional ipa ips   copyUli pembelajaran pemantapan kemampuan profesional ipa ips   copy
Uli pembelajaran pemantapan kemampuan profesional ipa ips copyOperator Warnet Vast Raha
 

Similar a Proposal mimi yuni (20)

Skripsi penerapan pembelajaran think
Skripsi penerapan pembelajaran thinkSkripsi penerapan pembelajaran think
Skripsi penerapan pembelajaran think
 
Fisika
FisikaFisika
Fisika
 
Sogol tugas ptk
Sogol tugas ptkSogol tugas ptk
Sogol tugas ptk
 
Ptk jual-beli
Ptk jual-beliPtk jual-beli
Ptk jual-beli
 
Masalah pembelajaran sains
Masalah pembelajaran sainsMasalah pembelajaran sains
Masalah pembelajaran sains
 
Makalah y prian budi purwanto
Makalah y prian budi purwantoMakalah y prian budi purwanto
Makalah y prian budi purwanto
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Laporan pkp ut
Laporan pkp utLaporan pkp ut
Laporan pkp ut
 
Meningkatkan prestasi belajar melalui pembelajaran quantum teaching
Meningkatkan prestasi belajar melalui pembelajaran quantum teachingMeningkatkan prestasi belajar melalui pembelajaran quantum teaching
Meningkatkan prestasi belajar melalui pembelajaran quantum teaching
 
LK. 2.1 Eksplorasi Alternatif Solusi.pdf
LK. 2.1 Eksplorasi Alternatif Solusi.pdfLK. 2.1 Eksplorasi Alternatif Solusi.pdf
LK. 2.1 Eksplorasi Alternatif Solusi.pdf
 
Best Practice Meningkatkan Motivasi dan Minat Belajar Peserta Didik.pdf
Best Practice  Meningkatkan Motivasi dan Minat Belajar Peserta Didik.pdfBest Practice  Meningkatkan Motivasi dan Minat Belajar Peserta Didik.pdf
Best Practice Meningkatkan Motivasi dan Minat Belajar Peserta Didik.pdf
 
Modul kelas x unit 1 besaran
Modul kelas x unit 1 besaranModul kelas x unit 1 besaran
Modul kelas x unit 1 besaran
 
skripsi BaB I
skripsi BaB Iskripsi BaB I
skripsi BaB I
 
Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar Biologi
Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar BiologiProblem Based Learning Terhadap Hasil Belajar Biologi
Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar Biologi
 
Ptk ipa
Ptk ipaPtk ipa
Ptk ipa
 
Proposal skripsiku yang di buat dengan sepenuh hati
Proposal skripsiku yang di buat dengan sepenuh hatiProposal skripsiku yang di buat dengan sepenuh hati
Proposal skripsiku yang di buat dengan sepenuh hati
 
Ptkipaklas4
Ptkipaklas4Ptkipaklas4
Ptkipaklas4
 
64 hesty, s.si implementasi model pembelajaran tematik
64 hesty, s.si  implementasi model pembelajaran tematik64 hesty, s.si  implementasi model pembelajaran tematik
64 hesty, s.si implementasi model pembelajaran tematik
 
Uli pembelajaran pemantapan kemampuan profesional ipa ips copy
Uli pembelajaran pemantapan kemampuan profesional ipa ips   copyUli pembelajaran pemantapan kemampuan profesional ipa ips   copy
Uli pembelajaran pemantapan kemampuan profesional ipa ips copy
 
Uli pembelajaran pemantapan kemampuan profesional ipa ips copy
Uli pembelajaran pemantapan kemampuan profesional ipa ips   copyUli pembelajaran pemantapan kemampuan profesional ipa ips   copy
Uli pembelajaran pemantapan kemampuan profesional ipa ips copy
 

Proposal mimi yuni

  • 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa. Pendidikan membantu manusia mengembangkan dirinya dan menghadapi setiap perubahan yang terjadi dalam hidupnya. Dalam UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Pasal 1, dijelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa aktif mengembangkan potensi dirinya, sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi dalam hidup dan kehidupannya. Siswa dituntut mempelajari berbagai macam ilmu seperti ilmu sains, sosial, agama, seni dan lainnya. Ilmu sains adalah salah satu bidang ilmu yang dapat menunjang teknologi, dan fisika merupakan salah satu unsur dalam ilmu sains. Fisika berhubungan dengan fakta-fakta dan prinsip-prinsip yang ada pada fenomena alam serta cara memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip tersebut. Mata pelajaran fisika merupakan mata pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir analisis, induktif, dan deduktif dalam menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan peristiwa alam sekitar, baik kualitatif maupun kuantitatif dengan menggunakan matematika. Mata pelajaran fisika dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan serta sikap
  • 2. percaya diri. Fisika sangat perlu dipelajari pada setiap jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar, sekolah menengah sampai perguruan tinggi. (Depdiknas, 2006) Menyadari pentingnya mata pelajaran ini, berbagai usaha telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran fisika. Beberapa diantaranya adalah peningkatan kompetensi guru dengan mengaktifkan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), pengoptimalan sarana pendukung baik berupa laboratorium, dan perpustakaan melalui pemberian bantuan dana BOS. Pemerintah juga berusaha untuk menyempurnakan kurikulum. Walaupun demikian, fisika masih menjadi mata pelajaran yang menakutkan, membosankan dan dianggap sulit oleh siswa. Hal ini membuat siswa di kelas menjadi pasif, dan mengakibatkan hasil belajar siswa menjadi rendah. Kenyataan ini juga ditemui di SMA N 1 VII Koto Sungai Sarik dengan ketuntasan nilai ulangan fisika siswa kelas X pada semester ganjil yang belum mencapai target yang diinginkan, seperti Tabel 1: Tabel 1.1 Persentase Ketuntasan Belajar Fisika Siswa pada Ulangan Harian Semester I di Kelas X SMA N 1 VII Koto Sungai Sarik Jumlah siswa yang X.5 X.8 nilainya (%) (%) 75 20,6 17,1 < 75 79,4 82,9 Sumber : Guru fisika kelas X SMA N 1 VII Koto Sungai Sarik Tabel 1 di atas terlihat bahwa nilai ulangan harian semester I mata pelajaran fisika siswa kelas X pada semester ganjil tahun pelajaran 2011/2012 sebagian besar berada di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Berdasarkan keterangan dari
  • 3. guru fisika SMA N 1 VII Koto Sungai Sarik yang ditetapkan adalah 75. Kriteria untuk menentukan KKM ini antara lain dengan memperhatikan (1) Kompleksitas atau kesulitan dimana kompleksitas tinggi dalam pelaksanaannya menuntut SDM memahami kompetensi yang harus dicapai siswa, (2) Kemampuan sumber daya dukung yaitu ketersediaan sarana dan prasarana yang sesuai kompetensi yang dicapai, (3) Tingkat kemampuan rata-rata siswa. Faktor yang menyebabkan belum tuntasnya hasil belajar fisika siswa diantaranya berkaitan dengan proses pembelajaran. Umumnya proses pembelajaran bersifat verbalistis. Guru hanya dikenal sebagai informator, dan pembelajaran yang berlangsung berpusat pada guru, yang mana guru menentukan bahan pelajaran dan siswa hanya duduk, melihat, mendengar dan menerima pelajaran secara pasif. Guru jarang memberikan berbagai variasi cara dalam pembelajaran materi, menjelaskan materi kepada siswa bersifat satu arah atau monoton tanpa memperdulikan umpan balik dari siswa. Hal ini membuat siswa menjadi bosan dan pasif dalam mengikuti pembelajaran fisika, serta tidak jarang ditemui siswa yang mengeluh dalam belajar dan menyatakan fisika pelajaran yang sulit dan membosankan. Guru juga jarang menyuruh siswa untuk melakukan berbagai aktivitas seperti diskusi, bertanya, memberi tanggapan atas penjelasan yang diberikan padahal dengan adanya aktivitas yang dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung akan menjadikan siswa aktif serta memudahkannya dalam menguasai pelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Nasution (1995:85) yang menyatakan bahwa:
  • 4. Pelajaran yang tidak segera dikuasai dengan mendengarkan atau membacanya saja. Masih perlu lagi kegiatan-kegiatan lain seperti membuat rangkuman, mengadakan tanya jawab, atau diskusi dengan teman-teman dan mencoba menjelaskannya kepada orang lain. Salah satu aktivitas siswa dalam pembelajaran fisika yang jarang dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung adalah diskusi kelompok berdasarkan tingkat akademisnya. Diskusi yang sering dilaksanakan biasanya diambil berdasarkan urutan bangku terdekat tanpa memperhatikan tingkat akademisnya. Kedua kelompok yang berbeda tingkat penguasaannya ini dijadikan satu, maka akan terjadi ketimpangan dalam penerimaan pelajaran. Bentuk ketimpangan itu adalah siswa yang cepat menguasai pelajaran harus menunggu pada siswa yang kurang cepat menguasai pelajaran sampai siswa tersebut menguasai pelajaran. Gurunya pun tidak bisa menerapkan satu cara dalam satu kelas yang sama. Akibatnya, baik siswa maupun guru sama-sama mengalami kesulitan. Siswa yang pandai memerlukan layanan pembelajaran yang berbeda dengan siswa yang kurang pandai. Siswa yang pandai cenderung lebih cepat menerima pelajaran dan lebih mudah menerima pelajaran dibandingkan dengan siswa yang kurang pandai. Mengingat jika hal ini tidak segera diantisipasi tentu akan merugikan siswa, sehingga siswa akan mengalami kesulitan-kesulitan dalam memahami materi selanjutnya. Ini akan mengakibatkan siswa yang tidak paham mengalami kegagalan dalam pembelajaran serta guru pun sulit mencapai tujuan instruksional yang diharapkan dan akhirnya tujuan pembelajaran fisika berdasarkan kurikulum belum bisa diwujudkan. Guru dituntut untuk berperan sebagai fasilitator, motivator dan
  • 5. mediator. Guru tidak hanya sebagai penyampai materi saja tetapi juga bertanggung jawab dalam memotivasi dan membimbing siswa dalam proses pembelajran. Sebaiknya guru harus pandai memilih model pembelajaran yang pas untuk masalah siswa sehingga siswa menjadi lebih berminat dalam mengikuti pelajaran dan menjadikan siswa aktif dalam proses pembelajaran. Penelitian ini yang menjadi pokok permasalahan adalah penggunaan model pembelajaran terutama sekali model cooperative learning dengan memperhatikan kemampuan kelompok atau “ability grouping”. Penelitian ini dilaksanakan di SMA N 1 VII Koto Sungai Sarik. Berdasarkan survei awal terhadap kemampuan siswa di sekolah ini, terlihat bahwa siswa memiliki kemampuan yang bervariasi. Oleh sebab itu, memungkinkan untuk dikelompokkan berdasarkan kemampuan mereka. Siswa juga sudah terbiasa melakukan diskusi, tetapi baru pada taraf diskusi kelompok berdasarkan meja terdekat. Ability grouping adalah salah satu pandangan dalam diskusi yang memperhatikan kemampuan tiap-tiap kelompok. Menurut Ngalim (2008) “ability grouping adalah pengelompokan siswa dalam kelas berdasarkan kemampuan akademisnya, siswa yang tingkat kemampuan akademisnya baik dijadikan satu kelompok, dan dipisahkan dengan kelompok siswa yang tingkat akademisnya kurang baik”. Dengan menerapkan ability grouping ini diharapkan guru akan lebih mudah mengontrol dan melihat sejauh mana pemahaman materi siswa yang kemampuan akademisnnya rendah. Selain itu, siswa yang awalnya tidak biasa berbicara di depan kelas diharapkan mampu berbicara mengeluarkan pendapatnya.
  • 6. Permasalahan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Pengaruh Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Ability Grouping Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X SMA Negeri 1 VII Koto Sungai Sarik”. B. Identifikasi Masalah Latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Hasil belajar fisika masih ada yang belum tuntas. 2. Guru hanya dikenal sebagai informator sehingga siswa menerima pelajaran secara pasif. 3. Guru biasanya menjelaskan materi kepada siswa bersifat satu arah. 4. Guru jarang menyuruh siswa untuk melakukan berbagai aktifitas seperti diskusi. 5. Guru jarang memberikan berbagai variasi cara dalam pembelajaran materi. C. Pembatasan Masalah Agar penelitian ini lebih terarah dan terkontrol, maka penulis perlu membatasi masalah yang akan diteliti. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis membatasi masalah pada: 1. Materi pelajaran yang berkenaan dengan penelitian adalah materi pelajaran fisika yang diberikan pada kelas X semester 2 Tahun ajaran 2011/2012, yakni Listrik Dinamis. 2. Model pembelajaran yang diterapkan adalah model cooperative learning tipe ability grouping. 3. Hasil belajar yang diteliti pada penelitian ini adalah pada ranah kognitif.
  • 7. D. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Apakah terdapat pengaruh penerapan model cooperative learning tipe ability grouping terhadap hasil belajar fisika siswa kelas X SMA N 1 VII Koto Sungai Sarik”. E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan model cooperative learning tipe ability grouping terhadap hasil belajar fisika siswa kelas X SMA N 1 VII Koto Sungai Sarik. F. Manfaat Penelitian Bertolak dari tujuan penelitian di atas, maka diharapkan penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk: 1. Pengalaman dan bekal bagi penulis untuk melaksanakan proses pembelajaran dimasa yang akan datang. 2. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi guru-guru sebagai pendekatan alternatif dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah. 3. Sebagai sumber ide, informasi dan referensi dalam pengembangan penelitian dalam bidang pendidikan. 4. Memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Pendidikan Fisika STKIP YDB Lubuk Alung.
  • 8. BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Belajar dan Pembelajaran Proses belajar merupakan suatu rangkaian peristiwa yang komplek, dimana terdapat hubungan timbal balik antara guru sebagai pendidik dan siswa sebagai siswa. Dalam proses pembelajaran tersebut timbul perubahan tingkah laku peserta didik yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Pendapat tersebut didukug oleh Slameto (1998:2) “Belajar adalah usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru, sebagai hasil dari pengalaman pembelajaran individu itu sendiri”. Proses belajar dilakukan berkesinambungan, bertahap, bergilir dan terpadu yang keseluruhan itu menimbulkan warna dan karakteristik terhadap hasil belajar itu sendiri. Ciri-ciri perubahan tingkah laku seperti yang diungkapkan Slameto (1998:3) adalah: “(a) Perubahan yang terjadi secara sadar, (b) Perubahan dalam belajar terjadi secara kontinu dan fungsional, (c) Perubahan dalam belajar bersifat tetap, dan (d) Perubahan dalam belajar bersifat aktif dan positif”. Sadirman (2001:20) menyatakan “belajar adalah perubahan tingkah laku atau penampilan, serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan sebagainya”.
  • 9. Proses belajar dan pembelajaran haruslah sesuai dengan kebutuhan dan minat, sehingga memperoleh hasil yang memuaskan. Hal ini sesuai dengan pendapat Nasution (1992:23) bahwa; “Belajar akan menjadi lebih menarik, manakala bahan pelajaran disesuaikan dengan kebutuhan dan minat anak”. Walaupun siswa berbeda secara individual, tetapi membutuhkan pengetahuan-pengetahuan yang relevan untuk kehidupannya. Salah satu diantaranya adalah pengetahuan pada bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). 2. Pembelajaran Fisika Menurut KTSP Salah satu komponen penting dari KTSP adalah pelaksanaan. Pembelajaran yang berbasis KTSP dapat diartikan sebagai suatu proses penerapan ide, konsep, dan kebijakan KTSP dalam suatu aktivitas pembelajaran sehingga siswa menguasai seperangkat kompetensi tertentu sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya. Pelaksanaan pembelajaran yang berbasis KTSP tersebut dapat dilihat dari pendidikan IPA. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Melalui proses pembelajaran yang memberikan pengalaman langsung, diharapkan siswa lebih memahami alam sekitar secara ilmiah. Fisika sebagai cabang dari IPA, yang mempelajari mengenai fenomena alam, diharapkan dapat memberikan pelajaran yang baik untuk keselarasan dalam kehidupan. Untuk itu, pembelajaran fisika menuntut siswa lebih banyak melakukan
  • 10. kegiatan melalui pengamatan terhadap fakta. Dalam pembelajaran siswa diikut sertakan secara aktif agar dapat mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya. Dalam BSNP (2006:6) dijelaskan bahwa: Kegiatan mata pelajaran fisika dilakukan melalui kegiatan keterampilan proses meliputi eksplorasi (untuk memperoleh informasi, fakta), eksperimen dan pemecahan masalah (untuk penguatan pemahaman konsep dan prinsip). Setiap kegiatan pembelajaran bertujuan untuk mencapai kompetensi dasar yang dijabarkan dalam indikator dengan intesitas pencapaian kompetensi yang beragam. Melalui kegiatan keterampilan proses, siswa bisa mengkonstruksi pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya dengan pemaknaan yag lebih baik. Siswa membangun sendiri konsep yang dipelajarinya, tidak melalui pemberitahuan oleh guru. Walaupun konsep yang ditemukan kurang tepat atau terjadi kesalahan, guru berperan memberi bantuan dan arahan (scalfolding). Kesalahan siswa merupakan bagian dari belajar, jadi harus dihargai karena hal itu menunjukkan bahwa ia sedang belajar, ikut berpartisipasi dan tidak menghindar dari aktivitas pembelajaran. Prinsip belajar yang diterapkan adalah siswa sebagai subjek belajar, dimana dengan melakukan-mengkomunikasikan maka kecerdasan emosionalnya dapat berkembang, seperti kemampuan sosialisasi, empati dan pengendalian diri. Hal ini bisa terlatih melalui kerja individual-kelompok, diskusi, presentasi, tanya-jawab, sehingga memiliki rasa tanggung jawab dan disiplin diri. 3. Pembelajaran Kelompok Pembelajaran secara kelompok merupakan pembelajaran yang dilaksanakan oleh beberapa orang untuk mencapai tujuan tertentu. Belajar kelompok terutama
  • 11. ditujukan untuk mengembangkan konsep/sub konsep yang sekaligus mengembangkan aktivitas sosial siswa, sikap dan nilai. Sesuai yang dikemukakan Ernest (1975:8) “group methods are the strategier and tactics of dealing with group interpersonal relation and task function through the application of knowledge about group process and dynamics”. Menurut Robert L. Cilstrap dan Wilian R Martin dalam anonim (2009): “pembelajaran kelompok sebagai kegiatan yang biasanya berjumlah kecil yang diorganisir untuk kepentingan belajar. Pengelompokan ini memberi solusi untuk mengaktifkan siswa, karena menuntut kooperativitas dari beberapa individu”. Kelebihan kerja kelompok menurut Syaiful (200:67) antara lain sebagai berikut: a. Membiasakan siswa bekerja sama menurut paham demokrasi, memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengembangkan sikap musyawarah dan bertanggung jawab. b. Kesadaran akan adanya kelompok menimbulkan rasa kompetitif yang sehat, sehingga membangkitkan kemauan belajar dengan sungguh-sungguh. c. Melatih ketua kelompok menjadi pemimpin yang bertanggung jawab dan membiasakan anggotanya untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Dalam kerja kelompok terjadi interaksi antara anggota kelompok. Sifat egosentris siswa akan berkurang dengan adanya pendekatan antar siswa dalam berbagai cara, terutama melalui diskusi. Siswa akan memperoleh pengalaman mental yang memungkinkan otak bekerja dan mengembangkan cara-cara baru untuk melaksanakan presepsi dan memecahkan masalah. 4. Model Cooperative Learning
  • 12. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran ini, guru harus memahami hakikat materi pelajaran yang diajarkannya dan memahami berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh guru. Model pembelajaran Cooperative Learning merupakan salah satu model pembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual. Sistem pengajaran Cooperative Learning dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/ belajar kelompok yang terstruktur. Struktur ini adalah lima unsur pokok (Johnson & Johnson, 1993), yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok. Falsafah yang mendasari pembelajaran Cooperative Learning (pembelajaran gotong royong) dalam pendidikan adalah “homo homini socius” yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Cooperative Learning adalah suatu model belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih. Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan model belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran.
  • 13. Pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran. Menurut Anita Lie (2002:28), bahwa “Model pembelajaran Cooperative Learning tidak sama dengan sekadar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan”. Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap Cooperative Learning, untuk itu harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong yaitu : a. Saling ketergantungan positif Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, guru perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka. b. Tanggung jawab perseorangan Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Guru yang efektif dalam model pembelajaran Cooperative Learning membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan. c. Tatap muka
  • 14. Pembelajaran Cooperative Learning setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan. d. Komunikasi antar anggota Unsur ini menghendaki agar siswa dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok juga merupakan proses panjang. Proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional siswa. e. Evaluasi proses kelompok Guru perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Urutan langkah-langkah perilaku guru menurut model pembelajaran kooperatif yang diuraikan oleh Arends (1997) adalah sebagaimana terlihat pada Table 2: Tabel 2.1 Sintaks Pembelajaran Kooperatif
  • 15. Fase Tingkah Laku Guru Fase 1: Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran Menyampaikan tujuan dan yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa memotivasi siswa belajar Fase 2: Guru menyajikan informasi kepada siswa Menyajikan informasi dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan Fase 3: Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana Mengorganisasikan siswa ke caranya membentuk kelompok belajar dan dalam kelompok-kelompok membantu setiap kelompok agar melakukan belajar transisi secara efisien Fase 4: Guru membimbing kelompok-kelompok Membimbing kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas bekerja dan belajar mereka Fase 5: Guru mengevaluasi hasil belajar tentang Evaluasi materi yang telah dipelajari atau masing- masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya Fase 6: Guru mencari cara-cara untuk menghargai Memberikan penghargaan baik upaya maupun hasil belajar individu kelompok 5. Pembelajaran Ability Grouping Menurut John dan Hasan (2007) “ability adalah kemampuan, kecakapan sedangkan grouping artinya kelompok”. Jadi, ability grouping adalah pembelajaran yang menuntut kemauan dan kecakapan siswa yang telah dikelompokkan berdasarkan kemampuannya di dalam kelas.
  • 16. Menurut Ngalim (2008) “ability grouping adalah pengelompokan siswa dalam kelas yang sama berdasarkan kemampuan akademisnya. Siswa yang tingkat penguasaan akademisnya baik, dijadikan satu dan terpisah dengan kelompok siswa dengan tingkat penguasaan akademisnya kurang baik”. Menurut Anita (2005:39) “ability grouping adalah praktik memasukkan beberapa siswa dengan kemampuan setara dalam kelompok yang sama”. Praktik ini bisa dilakukan pada pembagian kelompok di dalam satu kelas atau pembagian kelas di dalam satu sekolah. Jadi, di dalam satu kelas ada kelompok siswa pandai dan kelompok siswa yang lemah, atau dalam satu sekolah terdapat kelas unggul dan kelas reguler biasa. Pengelompokan homogen berdasarkan prestasi belajar sangat disukai karena tampaknya memang bermanfaat. Pertama, pengelompokan cara ini sangat praktis dan mudah dilakukan secara administratif. Kedua, pengelompokan homogen berdasarkan hasil prestasi dilakukan untuk memudahkan pembelajaran. Guru memang menghadapi tantangan yang lebih besar dalam melaksanakan pembelajaran yang berlainan kemampuan dalam satu kelompok atau satu kelas. Jika pembelajaran terlalu cepat, siswa yang lambat akan tertinggal. Sebaliknya jika pembelajaran terlalu lambat, siswa yang cerdas akan merasa bosan dan akhirnya mengabaikan atau mengacau kelas. Oleh karena itu, pengelompokan homogen dianggap bisa menyelesaikan masalah. Langkah pertama dalam membentuk pengelompokan homogenitas berdasarkan kemampuan akademis siswa adalah mengurutkan siswa berdasarkan nilai rata-rata
  • 17. ulangan harian, selanjutnya membentuk kelompok dengan melihat urutan nilainya, siswa yang nilainya berdekatan dijadikan satu kelompok. 6. Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Ability Grouping Sebagaimana sudah dijelaskan pada bagian terdahulu, dalam pembelajaran model cooperative learning tipe ability grouping siswa di bagi berdasarkan kemampuan akademisnya. Jadi siswa yang akademisnya baik ditempatkan sama dengan yang kemampuan akademisnya baik juga. Begitu juga sebaliknya siswa yang kemampuan akademisnya kurang dijadikan satu kelompok dengan temannya yang memiliki kemampuan yang sama, nantinya mereka berdiskusi dan saling berinteraksi. Anita (2005:41) menjelaskan langkah – langkah pembelajaran model cooperative learning tipe ability grouping adalah sebagai berikut: a. Guru menjelaskan materi secara ringkas yang akan dipelajari siswa b. Mengelompokan siswa secara homogen berdasarkan kemampuan akademisnya. Siswa diurutkan berdasarkan rata – rata nilai ulangan harian, kemudian dibentuklah kelompok dimana satu kelompok terdiri maksimal atas lima orang. c. Menentukan jenis diskusi yaitu diskusi kelompok kecil. d. Guru memberikan pengarahan sebelum dilaksanakan diskusi, menyampaikan tujuan yang ingin dicapai dan aturan – aturan diskusi serta membagikan LDS. e. Dalam diskusi guru sebagai pemantau keaktifan kelompok. f. Guru mewajibkan kepada setiap kelompok untuk mengumpulkan LDS. g. Mendiskusikan materi yang telah didiskusikan oleh siswa bersama guru. Disini guru merangsang pertanyaan siswa. h. Guru menjelaskan materi pembelajaran secara lebih mendalam sebagai kelanjutan penjelasan pertemuan awal. i. Siswa diwajibkan membuat kesimpulan pada pokok materi yang telah dipelajari. j. Siswa mengumpulkan kesimpulan. Pembelajaran model cooperative learning tipe ability grouping siswa tidak menerima informasi dan pengetahuan secara pasif tetapi secara aktif belajar bersama–sama,
  • 18. saling membantu dengan teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar. Dengan pemberian tugas membaca dan membuat kesimpulan materi siswa dapat mempertahankan pekerjaan kelompoknya. Tanya jawab dalam diskusi diharapkan dapat membantu tumbuhnya perhatian siswa pada pelajaran, serta mengembangkan kemampuan untuk menggunakan pengetahuan dan pengalamannya, sehingga menghasilkan pengetahuan yang benar – benar bermakna. 7. Hasil Belajar Hasil belajar tidak dapat dipisahkan dari apapun yang terjadi dalam kegiatan belajar baik di kelas, di sekolah, maupun di luar sekolah. Pengalaman yang di alami siswa dalam proses pengembangan kemampuannya merupakan apa yang diperolehnya dalam satu kegiatan atau secara terus menerus hampir dalam setiap kegiatan. Menurut Nana (1992:22) “hasil belajar adalah kemampuan – kemampuan yang dimiliki siswa setelah mengalami proses pembelajaran”. Selain itu Nana (1952:22) “membagi keterampilan dalam tiga macam yaitu: (1) keterampilan dan kebiasaan (2) pengetahuan dan pengertian (3) sikap dan cita – cita. Sedangkan menurut Gagne dalam Sudjana (1992:22) “membagi lima kategori dalam belajar yakni: (1) informasi verbal (2) keterampilan intelektual (3) strategi kognitif (4) sikap, dan (5) keterampilan motorik”. Menurut Bloom dalam Gulo (2002:28) proses pembelajaran
  • 19. menempatkan hasil belajar dalam tiga ranah yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Hasil belajar ranah kognitif meliputi kemampuan yang menyatakan kembali konsep atau prinsip yang telah dipelajari dan kemampuan intelektual. Menurut Bloom dalam suharsimi (2006:117) “hasil belajar ranah kognitif meliputi: mengenal (recognition), mengingat (remember), memahami (comprehension), menerapkan (aplication), menganalisis (analysis), sintesis (syntesis), mengevaluasi (evaluation)”. Hasil belajar ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai yang dimiliki siswa dalam proses pembelajaran. Menurut Gagne dalam Muslim (2005:15) “Sikap adalah suatu keadaan yang ada di dalam diri seseorang yang mempengaruhi dan mengubah tindakan yang dipilihnya”. B. Kerangka Konseptual Pelaksanakan kegiatan pembelajaran berdasarkan KTSP dituntut pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas siswa. Dengan menerapkan model cooperative learning tipe ability grouping diharapkan siswa menjadi lebih aktif, namun masih banyak siswa yang kemampuannya rendah cenderung bergntung pada siswa yang kemampuannya tinggi, salah satu solusi yang dapat mengatasinya adalah dengan penerapan model cooperative learning tipe ability grouping. Dengan menerapkan model cooperative learning tipe ability grouping diharapkan guru akan lebih mudah mengontrol dan melihat sejauh mana pemahaman materi siswa yang kemampuan akademisnya rendah sehingga terjadi peningkatan hasil belajar. Selain itu siswa yang
  • 20. awalnya tidak biasa berbicara di depan kelas diharapkan mampu berbicara mengeluarkan pendapatnya. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 1. Pembelajaran Berdasarkan KTSP Pembelajaran Fisika pada Model Siswa Cooperative Learning Tipe Guru Ability Grouping Hasil Belajar Gambar 1. Kerangka Pemikiran C. Hipotesis Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang dikemukakan, maka dapat dirumuskan sebagai berikut: Hi: Terdapat pengaruh yang berarti penerapan model cooperative learning tipe ability grouping terhadap hasil belajar fisika siswa kelas X SMA N 1 VII Koto Sungai Sarik. Ho: Tidak terdapat pengaruh yang berarti penerapan model cooperative learning tipe ability grouping terhadap hasil belajar fisika siswa kelas X SMA N 1 VII Koto Sungai Sarik.
  • 21. BAB III MATODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Sesuai dengan masalah yang diteliti, maka jenis penelitian ini adalah eksperimen semu menggunakan dua kelas sampel, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Arikunto (2005:207) menyatakan bahwa Penelitian eksperimen merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari sesuatu yang dikenakan pada subjek selidik. Caranya adalah dengan membandingkan satu atau dua kelompok eksperimen yang diberi perlakuan dengan satu atau lebih kelompok pembanding yang tidak penerima perlakuan. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Randomized Control Group Only Design. Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen adalah pembelajaran model cooperative leearning tipe ability grouping, sedangkan pada kelas kontrol dilaksanakan pembelajaran tanpa model cooperative leearning tipe ability grouping. Rancangan penelitian ini digambarkan pada Tabel 3. Tabel 3.1 Rancangan Penelitian Kelas Perlakuan Tes Akhir Eksperimen X T Kontrol - T Sumber : Suryasubroto (2006:105) Keterangan :
  • 22. X = Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen T = Tes akhir yang diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi merupakan keseluruhan dari objek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA N 1 VII Koto Sungai Sarik yang terdaftar pada semester II tahun ajaran 2011/2012 seperti yang terdapat pada Tabel 4. Tabel 3.2 Distribusi Siswa Kelas X SMA N 1 VII Koto Sungai Sarik pada Tahun Ajaran 2011/2012 Kelas Jumlah Siswa X1 24 X2 39 X3 39 X4 38 X5 38 X6 39 X7 36 X8 37 X9 39 Sumber : Tata Usaha SMA N 1 VII Koto Sungai Sarik 2. Sampel Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sampel yang diambil haruslah representatif, yang menggambarkan keseluruhan karakteristik dari suatu populasi. Teknik yang dipakai dalam penelitian ini adalah purposive sampling.
  • 23. Penulis hanya memerlukan dua kelas yaitu, kelas eksperimen dan kelas kontrol, maka pengambilan sampel dilakukan dengan langkah – langkah sebagai berikut: a. Menetapkan kelas eksperimen dan kelas kontrol sebagai kelas sampel. b. Untuk melihat apakah kedua kelas ini memiliki kemampuan yang sama maka dilakukan uji kesamaan dua rata-rata dengan terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas kedua kelas sampel untuk melihat apakah kedua sampel tersebar normal. c. Setelah dilakukan uji normalitas, kemudian dilakukan uji homogenitas kedua kelas sampel. d. Setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas kemudian dilakukan uji kesamaan dua rata-rata e. Setelah diperoleh dua kelas sampel yang terdistribusi normal dan homogen, maka diambil secara random, maka di dapat kelas eksperimen dan kelas kontrol/ C. Variabel dan Data 1. Variabel Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas, variabel terikat dan variabel kontrol. a. Variabel bebas yaitu model cooperative learning tipe ability grouping Variabel terikat yaitu hasil belajar siswa ranah kognitif setelah perlakuan diberikan
  • 24. b. Variabel kontrol yaitu guru, materi pelajaran, buku sumber dan jumlah jam pelajaran yang diberikan adalah sama. 2. Data Adapun data dalam penelitian ini adalah berupa data hasil belajar fisika siswa kelas X SMA N 1 VII Koto Sungai Sarik setelah perlakuan diberikan, berupa data primer yang diperoleh langsung dari sampel yang diteliti. Data sekunder meliputi jumlah dan keadaan siswa. D. Prosedur Penelitian Secara umum, prosedur penelitian ini dapat dibagi atas tiga bagian: 1. Tahap Persiapan a. Menetapkan jadwal penelitian b. Mengurus izin penelitian c. Menentukan populasi dan sampel d. Mempelajari materi fisika kelas X SMA N 1 VII Koto Sungai Sarik e. Mempersiapkan dan menyusun Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan materi yang akan diajarkan f. Mempersiapkan instrumen penelitian g. Membagi kelompok untuk kelas eksperimen berdasarkan kemampuannya dengan mengetahui nilai ulangan harian yang sebelumnya h. Menyusun soal untuk tes akhir 2. Tahap Pelaksanaan
  • 25. Tabel 3.6. Skenario Pembelajaran Pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Kelas Eksperimen Kelas Kontrol 1 2 1. Pendahulan 1. Pendahulan a. Guru menyampaikan apersepsi dan a. Guru menyampaikan apersepsi dan meminta siswa mengaitkan pelajaran meminta siswa mengaitkan yang lalu dengan pelajaran yang pelajaran yang lalu dengan akan dipelajari. pelajaran yang akan dipelajari. b. Guru memotivasi siswa dengan b. Guru memotivasi siswa dengan menyebutkan beberapa contoh menyebutkan beberapa contoh penerapan fisika yang ada penerapan fisika yang ada dilingkungan. dilingkungan. c. Menyampaikan indikator yang harus c. Menyampaikan indikator yang dicapai siswa setelah mempelajari harus dicapai siswa setelah materi tersebut. mempelajari materi tersebut. 2. Kegiatan Inti 2. Kegiatan Inti Eksplorasi Eksplorasi a. Guru menyampaikan pokok-pokok a. Guru menyampaikan pokok-pokok materi pelajaran dalam bentuk materi pelajaran dalam bentuk ceramah singkat (sintak a). ceramah singkat. b. Guru membentuk siswa dalam b. Guru memberikan contoh soal dan beberapa kelompok kecil soal latihan kepada siswa untuk berdasarkan kemampuannya untuk dikerjakan secara individu. membahas beberapa persoalan yang diberikan guru dalam lembar diskusi siswa (sintak b). c. Guru menentukan jenis diskusi yaitu c. Guru meminta siswa untuk diskusi kelompok kecil (sintak c). menyelesaikan soal latihan di
  • 26. depan kelas secara individu. d. Guru memberikan pengarahan d. Siswa mengerjakan soal latihan di sebelum melaksanakan diskusi, depan kelas secara individu. menyampaikan aturan-aturan diskusi serta membagikan LDS (sintak d). e. Siswa melaksanakan diskusi e. Guru bersama siswa mengoreksi dikelompok, guru memantau kerja jawaban yang telah dikerjakan siswa sesuai dengan „ability’ oleh siswa. kelompoknya (sintak e). f. Hasil diskusi dipajang didepan kelas f. Siswa yang menjawab dengan dan dilanjutkan dengan diskusi kelas benar mendapat penghargaan dari yang dipandu guru, serta penekanan guru. pemahaman konsep fisika (sintak f). g. Siswa mendiskusikan materi yang g. Siswa yang mendapat telah didiskusikan oleh siswa penghargaan merasa termotivasi bersama guru dan guru merangsang untuk belajar. pertanyaan siswa (sintak g). h. Guru menjelaskan materi pembelajaran secara lebih mendalam sebagai kelanjutan kejelasan pertemuan awal (sintak h). i. Siswa diwajibkan membuat kesimpulan pada pokok materi yang telah dipelajari (sintak i). j. Siswa mengumpulkan kesimpulan (sintak j). Elaborasi Elaborasi a. Guru menjelaskan secara singkat a. Guru menjelaskan materi kepada
  • 27. tentang materi kepada siswa. siswa secara singkat. b. Guru memberikan kesempatan b. Guru memberikan kesempatan bertanya kepada siswa mengenai bertanya kepada siswa mengenai hal-hal yang belum dimengerti oleh hal-hal yang belum dimengerti siswa. oleh siswa Konfirmasi Konfirmasi a. Guru memberikan komentar hasil a. Guru memperiksa jawaban, diskusi dan meluruskan konsep- memberikan penguatan, dan konsep yang salah. umpan balik terhadap jawaban b. Guru memberikan kesempatan siswa. bertanya kepada siswa mengenai hal-hal yang masih belum dimengerti. 3. Penutup 3. Penutup a. Siswa bersama guru menyimpulkan a. Siswa bersama guru pelajaran. menyimpulkan pelajaran. b. Guru memberikan tugas rumah b. Guru memberikan tugas rumah berupa soal-soal sesuai dengan berupa soal-soal sesuai dengan materi yang telah dipelajari. materi yang telah dipelajari. c. Guru menyebutkan materi yang akan c. Guru menyebutkan materi yang dibahas pada pertemuan berikutnya. akan dibahas pada pertemuan berikutnya. 3. Tahap Akhir a. Memberikan tes akhir pada kedua kelas sampel, guna melihat hasil perlakuan yang diberikan.
  • 28. b. Mengolah data dari kedua sampel, baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol. c. Menarik kesimpulan berdasarkan hasil yang didapatkan sesuai dengan teknik analisis data yang diinginkan. E. Instrumen Penelitian Instrumen merupakan alat pengambilan data untuk mengungkapkan hasil belajar siswa. Pada ranah kognitif dengan tes hasil belajar, sedangkan pada ranah afektif dengan lembaran observasi. Pada penelitian ini hasil belajar yang ditinjau adalah hasil belajar fisika pada ranah kognitif. 1. Instrumen Ranah Kognitif Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen berbentuk tes hasil belajar ranah kognitif. Tes yang diberikan berupa soal objektif yang disusun sesuai dengan materi yang diberikan selama perlakuan berlangsung dan dilakukan setelah penelitian berakhir. Agar instrumen menjadi alat ukur yang baik, maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Membuat kisi-kisi tes 2. Menyusun tes berdasarkan kisi-kisi tes 3. Uji coba tes
  • 29. Sebelum tes diberikan kepada siswa kelas sampel, terlebih dahulu tes diuji pada kelas lain di sekolah SMAN 1 2x11 Enam Lingkung. Sekolah ini dipilih karena nilai rata-rata kelasnya sebanding dengan kelas sampel di SMA N 1 VII Koto Sungai Sarik. 3. Analisis soal tes Untuk mendapatkan kualitas soal yang baik maka dilakukan beberapa langkah berikut: a. Analisis Validitas Validitas adalah ukuran yang menujukan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen (Suharsimi Arikunto, 2002:144). Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang ingin hendak diukur. Dalam penelitian ini validitas yang dilihat adalah validitas isi. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan. Oleh karena itu, untuk mendapatkan soal yang valid maka dalam penyusunan soal disesuaikan dengan kurikulum dan materi yang diberikan. b. Analisis Reliabilitas Reliabilitas menunjukkan bahwa suatu tes cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai pengumpulan data karena tes tersebut sudah baik. Untuk
  • 30. menentukan reliabilitas tes dalam penelitian digunakan rumus Kuder Richarson-20 (KR-20) yang dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto (2008:100) yaitu : 2 n s pq r11 2 ..................................................................................... (1) n 1 s Dengan : r11 = Reliabilitas tes secara keseluruhan p = Proporsi siswa yang menjawab benar q = Proporsi siswa yang menjawab salah Ʃpq = Jumlah hasil kali p.q n = Banyak item S = Standar deviasi tes Dengan kriteria sebagai berikut : 0 . 80 r11 1 . 00 reliabilitas tinggi sekali 0 . 60 r11 0 . 80 reliabilitas tinggi 0 . 40 r11 0 . 60 reliabilitas sedang 0 . 20 r11 0 . 40 reliabilitas rendah 0 . 00 r11 0 . 20 sangat rendah Reliabel yang digunakan adalah yang besar dari 0,40 dan kecil dari 0,60.
  • 31. c. Analisis Daya Beda Daya beda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang kurang pandai (berkemampuan rendah). Untuk menentukan besarnya daya beda soal digunakan rumus yang dinyatakan oleh Arikunto (2008:213) yaitu: BA BB D PA PB ……..…………………………………….(2) JA JB Dengan : D = daya pembeda JA = banyak peserta kelompok atas JB = banyak peserta kelompok bawah BA = banyak peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar BB = banyak peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar PA = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar PB = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar Kriteria yang digunakan untuk menentukan daya beda adalah : 0,00 ≤ D ˂ 0,20 : jelek 0,20 ≤ D ˂ 0,40 : cukup 0,40 ≤ D ˂ 0,70 : baik 0,70 ≤ D ˂ 1,00 : baik sekali
  • 32. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, maka soal yang diambil adalah soal yang memiliki daya pembeda ≥ 0,02 d. Analisis Indeks Kesukaran Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. “Bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran” (Arikunto, 2008:207). Untuk menentukan besar tingkat kesukaran soal digunakan rumus – rumus yang dinyatakan oleh Arikunto (2008:208), yaitu: B P ……………….…………………………………..(3) JS Dengan : P = indeks kesukaran B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar JS = jumlah seluruh peserta tes Kriteria yang digunakan untuk menentukan daya beda adalah: 0,00 ˂P ≤ 0,30 : sukar 0,30 ˂P ≤ 0,70 : sedang 0,70 ˂P ≤ 1,00 : mudah Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan maka soal yang diambil adalah yang indek kesukarannya antara 0,30 ˂ P ≤ 0,70. Pada penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah tes hasil yang berbentuk objektif. Penyusunan soal dengan menggunakan validitas isi yaitu sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Selanjutnya dilakukan uji coba pada kelas
  • 33. X di SMA N 1 2x11 Enam Lingkung. Soal yang diujikan adalah sebanyak 40 butir soal, setelah dianalisis soal maka diperoleh 25 butir soal yang layak pakai. Jadi, ada 25 soal yang digunakan untuk soal tes akhir yang memenuhi tujuan pembelajaran (Lampiran XIII). F. Teknik Analisis Data Analisis data pada penelitian ini hanya dilakukan pada kognitif dan afektif. Analisis data bertujuan untuk menguji diterima atau ditolaknya hipotesis yang diajukan dalam penelitian. 1. Ranah Kognitif Teknik analisis data menggunakan uji kesamaan dua rata-rata. Sebelum uji kesamaan dua rata-rata, terlebih dahulu dilakukan uji parameter populasi sehubungan dengan uji normalitas dan uji homogenitas. a. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah sampel berasal dari populasi yang terdistribusi normal. Uji normalitas ini menggunakan uji lilliefors dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: 1) Data (X1, X2, . . . . ,Xn) yang diperoleh diurutkan dari data yang paling kecil hingga data terbesar 2) Data (X1, X2, . . . ,Xn) dijadikan bilangan baku (Z1, Z2, . . . ,Zn) dengan rumus: Zi = Dengan : Xi = skor yang diperoleh siswa ke-i
  • 34. Xr = skor rata-rata S = simpangan baku 3) Dengan menggunakan daftar distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang F (Zi) = P (Z < Zi) 4) Denngan menggunakan proporsi Z1, Z2, Z3, . . . ,Zn yang lebih kecil atau nama dengan Z, jika proporsi ini sama dengan S (Zi) maka: S (Zi) = 5) Menghitung selisih F (Zi) – S (Zi) yang kemudian ditentukan harga mutlaknya 6) Mengambil harga mutlak selisih yang paling besar yang disebut Lo 7) Membandingkan nilai Lo dengan nilai kritis Lt yang terdapat pada α = 0,05. Kriteria adalah hipotesis tersebut normal jika Lo lebih kecil dari Lt. b. Uji homogenitas Uji homogenitas bertujuan untuk melihat apakah kedua sampel mempunyai varians yang homogen atau tidak, dengan langkah-langkah: 1) Mencari varians masing-masing data kemudian dihitung harga F F= Dengan : F = varians kelompok data S1 = varians terbesar S2 = varians terkecil
  • 35. 2) Jika harga F dapat diperoleh, bandingkan harga F tersebut dengan harga Ft, jika F < Ft maka kedua kelompok data mempunyai varians yang homogen dan demikian pula sebaliknya. c. Uji Hipotesis Uji hipotesis bertujuan untuk mengetahui apakah hipotesis penelitian diterima atau ditolak. Untuk menguji hipotesis digunakan uji kesamaan dua rata-rata. Sampel terdistribusi normal dan dua kelompok data homogen, maka digunakan uji t dengan persamaan: t= S2 = Dengan : = nilai rata-rata kelas eksperimen = nilai rata-rata kelas kontrol S1 = standar deviasi kelas eksperimen S2 = standar deviasi kelas kontrol S = standar deviasi gabungan n1 = jumlah siswa kelas eksperimen n2 = jumlah siswa kelas kontrol Kriteria pengujian adalah terima Ho jika: -t1-1/2 α < t < t1-1/2 α pada taraf signifikan 0,05.