3. Untuk mengetahui metode pengumpulan
benih
Untuk mengetahui kualitas pohon induk
penghasil benih yang baik
4. Lokasi dan waktu praktikum
Sekitaran rektorat
28 Maret 2012
Bahan dan alat
Bahan yang digunakan dalam acara ini
adalah pohon induk yang sedang berbuah
seperti pohon akasia, sengon, mahoni, dll.
Alat yang digunakan yaitu bambu/galah untuk
mengambil buah yang tinggi, kantong kertas
untuk wadah buah yang telah dikumpulkan,
hagameter, d-tape
5. Cara kerja
Cari pohon yang sedang berbuah, lalu tentukan pohon mana yang
akan diambil buahnya berdasarkan pertimbangan kualitas pohon
induk.
Buah yang ada dipohon diambil dengan cara dipanjat, menggunakan
bantuan alat, atau dapat juga dengan cara memungut buah yang
jatuh ditanah disekitar pohon induk.
Catat kondisi pohon induk yang menghasilkan buah tersebut
(kenampakan fenotipnya(meliputi tinggi pohon, diameter pohon,
diameter tajuk, kelurusan batang, tinggi bebas cabang,
menggarpu/tidak.
Catat kriteria buah yang masak berdasarkan kenampakan fisiknya
seperti bentuk warna buah, kekerasan/kelunakan, merekah/tidak.
Biji yang di dalam buah tersebut dikeluarkan, lalu segera ditimbang
per 100 biji untuk mengetahui berat segar biji tersebut per 100
biji, lakukan hal ini sebanyak 3 kali ulangan untuk diambil rata-
ratanya.
Biji yang ada tersebut juga ditimbang per 100 gram untuk
mengetahui berapa jumlah biji yang ada. Lakukan hal ini sebanyak
3 kali ulangan untuk diambil rata-ratanya.
Perlakuan tersebut diatas dikerjakan untuk setiap jenis pohon pada
1 pohon induk, kemudian diulang 3 kali pada pohon induk yang
berbeda pada masing-masing jenis pohon.
6. BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
•Kenampakan fisik
Nama Pohon
Tinggi TBC D batang D tajuk Kelurusan
Menggarpu/tidak
(m) (m) (cm) (cm) batang
Flamboyan 5 m 3 m 23,248 cm 6 cm Tidak Menggarpu
Mahoni 12 m 2 m 31,210 cm 7 cm Lurus Menggarpu
•Kenampakan fisik buah
Nama pohon Bentuk Warna Keras/lunak Merekah/tidak
Flamboyan Bagus Coklat muda Lunak Merekah/tidak
Mahoni Bagus Coklat tua Keras/lunak Tidak
7. •Berat biji per 100 biji
Nama Pohon Berat 1 (gr) Berat 2 (gr) Berat 3 (gr) Berat rerata (gr)
Flamboyan 43,74 gr 43,79 gr 43,83 gr 88,87 gr
Mahoni 43,74 gr 43,79 gr 88,63 gr 43,78 gr
•Berat biji per 100 gr
Nama pohon Jumlah 1 (gr) Jumlah 2 (gr) Jumlah 3 (gr) Berat rerata (gr)
Mahoni 112 gr 113 gr 112 gr 112,33 gr
Flamboyan 228 gr 228 gr 229 gr 228,36 gr
8. 4.2 Pembahasan
Kegiatan pengumpulan biji bertujuan untuk menyediakan biji/benih pada waktu tertentu
dimana kondisi pohon penghasil biji tidak sedang berbuah. Biji yang berkualitas biasanya berasal
dari pohon induk yang berfenotipe baik, akan tetapi pohon yang berfenotipe baik hanya
menghasilkan biji dalam jumlah yang sedikit.
Dari hasil pengamatan diatas, kenampakan fenotipe pohon induk yang diamati adlah
tinggi total, tinggi bebas cabang, diameter batang, diameter tajuk, kelurusan batang dan ada
atau tidaknya penggarpuan. Pada pohon induk flamboyant dan mahoni terlihat bahwa keadaan
fenotipenya baik, karena mempunyai batang yang lurus dan tidak adanya penggarpuan.
Umumnya pohon biji yang ditunjuk sebagai pohon induk mempunyai kelebihan
dibandingkan dengan pohon-pohon lain yang sama spesiesnya, namun kualitasnya lebih baik.
Kualitas yang dimaksud berupa sifat yang tampak (fenotipe), misalnya kelurusan batang,
kerampingan tajuknya, keindahan percabangannya, tidak adanya gejala percabangan
menggarpu, dan laini-lain (Anwar, 2003).
Sedangkan metode pengumpulan biji yang kami gunakan yaitu metode pengumpulan
setelah benih jatuh secara alami.Metode : Pengumpulan dilakukan sampai sebagian besar buah
dan benih matang jatuh ke tanah.
Keuntungannya :
• Menghemat waktu dan biaya tenaga kerja
Kerugian/keterbatasan
• Benih yang jatuh mudah dimangsa serangga
• Pada lantai hutan yang lembab, benih non dormansi akan berkecambah dengan cepat.
• Identitas induk benih kurang jelas
• Cara ini tidak dapat dilakukan pada benih yang kecil/kurang menarik perhatian
• Mudah terkontaminasi oleh patogen tanah
Pohon induk yang kami amati adalah pohon flamboyan. Pohonnya bagus. Sedangkan biji
yang dihasilkan juga bagus. Sedangkan pohon kedua yang kami amati yaitu pohon mahoni.
Pohonnya bagus dan batangnya lurus dan biji yang dihasilkan juga bagus walaupun agak sedikit
ada yang busuk.
9. BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengamatan dan pembahasan seperti diatas, maka dapat ditarik kesimpulan :
•Biji yang baik biasanya berasal dari pohon induk yang berfenotipe baik.
•Biji akan berlimpah pada pohon-pohon yang dominan dan besar terutama pada percabangan atas. Pohon induk
yang berfenotipe baik hanya menghasilkan biji dalam jumlah sedikit.
•Biji terbentuk paling banyak (melimpah) pada pohon-pohon dominan besar dan biasanya melimpah pada tajuk atas
dan mengarah pada percabangan atas.
•Pohon yang bagus untuk sumber biji adalah pohon yang memiliki buah yang melimpah.
•Buah yang dihasilkan oleh pohon yang diamati secara fisik dapat diketahui bahwa buah tersebut sudah masak
secara fisiologis dimana buah sudah merekah dengan sendirinya. Warna kulit buah juag menunjukkan bahwa buah
tersebut sudah matang yaitu berwarna coklat. Sedangkan pada fenotip buah yang lainnya bersifat keras dan
memang sudah masak.
5.2 Saran
•Penetuan pohon induk sebaiknya tidak dilaksanakan disekitar kampus karena pohon-pohon disekitar kampus
kebanyakan belum/tidak memenuhi criteria pohon benih.
•Selama praktikum hendaknya Co-ass mengawas atau mengontrol praktikan sehingga kegiatan praktikum dapat
dipahami oleh praktikan.
•Dalam melakukan pengamatan harus dilakukan dengan hati-hati supaya tidak terjadi kesalahpahaman.
Evaluasi dan Tugas
•Mekanisme Pengumpulan Biji
Pengumpulan biji biasanya dilakukan pada saat logging, akan tetapi sulit untuk menentukan waktu yang bersamaan
dengan kemasakan buah. Teknik pengumpulan biji dengan cara memanjat atau menjolok buah yang sudah masak.
•Hubungan antara pohon induk penghasil biji dengan biji yang dihasilkan
Biji yang berkualitas baik biasanya berasal dari pohon induk yang berfenotipe baik, hal ini disebabkan karena biji
merupakan organ yang berfungsi untuk melestarikan jenis suatu tanamn sehingga sifat dari pohon pohon induk
akan diwariskan melalui biji.
14. 3.1 Lokasi dan waktu praktikum
Laboratorium kehutanan
4 April 2012
3.2 Bahan dan alat
Benih tanaman kehutanan (sengon, mahoni, acacia, johar,
pinus ) minimal 10 butir
Pisau cutter atau silet
Kaca pembesar jarum, pensil, dan kertas
Bak kecambah
3.3 Cara kerja
Dari jumlah benih yang tersedia, ambil menurut keperluan,
selanjutnya rendam dalam air dingin selama 12 – 24 jam. Imbibisi
ke benih akan melunakkan jaringan benih sehingga mudah untuk
dibelah.
Belah benih dengan menggunakan pisau yang tajam secara
memanjang dan melintang. Beberapa pemotongan diperlukan
untuk menentukan letak embrio dan jaringan didalamnya.
16. 4.2 Pembahasan
Pada praktikum yang kami lakukan pada struktur benih
dan embrio yaitu dengan cara membeLah biji flamboyan
dan biji sengon.Berdasarkan 5 sampel yang kami amati
terdapat perbedaan yang Nampak jelas, biji yang
mempuyai radikal dan ada biji yang belum mempuyai
radikal.ada pula biji yang menggelupaskan kulit arinya
dan ada biji yang tidak menggelupas. Ada pula bji yang
teksturnya.
sedangkan pada biji sengon berdasarkan 5 sampelyang
kami bandingkan terdapat perbedaan pada kenampakan
fisik biji,biji ada yang lunak dan ada yang masih agak
keras.dan ada pula biji yang sudah menggelupas dan
ada yang belum menggelupas kulitnya.
Pada uji belah biji flamboyant dan biji sengon struktur
bagian dalam terdiri dari embrio, jaringan makanan dan
kulit. Benih unggul :unggul fisik,fisiologis dan genetik
Embrio yang belum matang;beberapa species memiliki
biji yang perkembangan embrionya tidak secepat
jaringan disekelilingnya, akibatnya embrio yang tidak
matang gagal untuk berkecambah Resistensi kulit biji
thd pertumbuhan embrio.Biji keras membuat pertumb
embrio terhalang .
17. Muncul dan berkembangnya embrio biji menjadi struktur yang menunjukkan
kemampuan untuk menghasilkan tanaman yang normal pada kondisi lingkungan yang
sesuai, viabilitas adalah Kemampuan benih untuk berkecambah dan menghasilkan
kecambah yang normal
Derajat hidup benih, akttivitas metabolisme dan kemampuan enzim mengkatalisasi
reaksi metabolisme yang dibutuhkan untuk perkecambahan dan pertumbuhan bibit
Viabilitas benih ditentukan dengan banyaknya warna yang menutupi embrio .
Bagian-bagian benih
Kulit benih (testa)
Kulit benih pada umumnya berasal dari integumen ovul yang mengalami modifikasi
selama proses pembentukan biji berlangsung. Pada legum biasanya terdapat dua
lapis kulit benih. Lapisan sebelah dalam tipis dan lunak, sedangkan lapisan sebelah
luar tebal dan keras fungsinya sebagai lapisan proteksi terhadap suhu, penyakit dan
sentuhan mekanis.
Jaringan cadangan makanan (food reserve).
Pada biji ada beberapa struktur yang dapat berfungsi sebagai jaringan penyimpan
cadangan makanan, yaitu : Kotiledon (kelas dikotiledoneae), Endosperm (kelas
monokotiledoneae), Perisperm (fam. Chenopodiaceae dan Caryophyllaceae),
Scutellum (grasses/rumput-rumputan). Cadangan makanan yang tersimpan pada biji
umumnya terdri dari karbohidrat, lemak, protein, dan mineral. Komposisi dan
persentasenya berbeda tergantung pada jenis biji.
Embrio
Embrio adalah suatu tanaman baru yang terjadi dari bersatunya gamet-gamet jantan
dan betina pada suatu proses pembuahan. Embrio yang perkembangannya sempurna
akan teriri dari struktur-struktur, calon pucuk, calon akar, cadangan makanan.
Embrio terdiri dari:
plumula (bakal daun)
radikula (bakal akar)
bakal batang (caulicalus atau hipokotil)
koleoptil (pada benih graminae)
18. Viabilitas adalah Kemampuan benih untuk
berkecambah dan menghasilkan kecambah
yang normal.
Struktur bagian dalam terdiri embrio .
Pada biji embrio berukuran kecil atau belum
sempurna.
Embrio adalah tanaman yanag belum
sempurna.
21. Lokasi dan waktu praktikum
Laboratorium kehutanan
April 2012
Bahan dan alat
Benih sengon dan mahoni
Timbangan
Oven
Wadah
22. 3.3 Cara kerja
•Kadar air benih
•Siapkan salah satu benih kehutanan (sengon, acacia, mahoni, lamtoro) beberapa
gram, misal 10 gram. Benih dipotong kecil-kecil untuk menyempurnakan pengeringan
bagian dalam.
•Timbang berat basah sampai tingkat ketelitian 0,01 g (BB), kemudian di oven selama
17 jam pada suhu 103⁰ C.
•Dinginkan benih yang telah dioven kemudian ditimbang berat keringnya (BK).
•Hitung kadar air dalam persentase berat basah
Persen KA = x 100%
•Kemurnian benih
•Ambil sample benih mahoni, dan benih acacia tanpa diseleksi dari contoh benih (submitted sample)
sebanyak 100 gram
•Pisahkan benih dari kotorannya (materi asing seperti sayap, sisa-sisa kulit biji, spesies, dll).
•Timbang berat benih yang telah dibersihkan dan berat kotoran benih
•Hitung kemurnian benih dalam persentase
Kemurnian benih = x 100%
•Berat benih
•Gunakan benih sengon dan benih mahoni yang telah dibersihkan
•Untuk benih sengon: ambil benih kemudian ditimbang seberat 100 gram (dengan ulangan
sebanyak 5 kali) kemudian hitung jumlah benih yang telah ditimbang tersebut. Dari penghitungan
tersebut hitunglah berapa banyak jumlah benih dalam 1 kilogram
•Untuk benih mahoni : bagi benih menjadi dua bagian yaitu benih tanpa sayap dan benih bersayap.
Kemudian masing-masing hitung secara acak 100 buah benih mahoni (ulangan sebanyak 5 kali)
kemudian timbang setiap ulangan. Tentukan rata-rata berat per 10 benih mahoni, kemudian hitung
berapa berat per 1000 benih. Dari perhitungan tersebut hitunglah berapa banyak benih dalam 1 kg.
23. BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
benih berat basah berat kering
sengon 10 gram 9,6 gram
mahoni 10 gram 2,8 gram
Sampel semua benih Berat
Benih murni 88,18 gram
benih sampel 100 gram
24. 4.2 Pembahasan
% Kemurnian benih
Berat benih murni = 88,18 gram
Berat benih sample = 100 gram
% kemurnian benih = x 100%
x 100%
88,18 %
Kadar air benih
Sengon : Berat basah : 10 gram
Berat kering : 9,6 gram
Kadar air =
=
x 100%
=
x 100%
= 4%
Mahoni : Berat basah : 10 gram
Berat kering : 2,8 gram
Kadar air=
x 100%
= = 72%
Berat benih mahoni
1 kg pakai sayap : 100 gram = 159 biji
1 kg = 1590 biji
1 kg bersih : 100 gram = 148 biji
1 kg = 1480 biji
25. Dari hasil pengamatan dan pembahasan maka
dapat disimpulkan :
Untuk mengetahui apakah suatu benih
berkualitas atau tidak, maka dapat dilakukan
dengan pengujian benih terhadap sifat-sifat
keaslian, kemurnian, kebersihan, jumlah biji per
Kg, kadar air dan viabilitas benih.
Pengujian terhadap benih dengan cara
mengecambahkan benih secara langsung di
lapangan lebih baik jika dibandingkan dengan
pengujian benih secara tidak langsung.
26. Evaluasi dan Tugas
Mekansme fisiologis perkecambahan biji
Biji yang sudah masakdan ditabur pada media tumbuh
akan mengalami proses imbibisi, setelah beberapa waktu
embrio dalam biji tersebut akan terus berkembang
karena keadaan lingkungan yang mendukung (lembab)
dan pada waktu tertentu maka akan dapat memecahkan
kulit biji.
Teknik perkecambahan benih dibidang kehutanan
a. Jati : Dengan cara melakukan pembakaran atau
perendaman untuk memecahkan dormansi kulit biji
kemudian ditabur pada media tanam
b. Meranti : Dengan cara memotong ujung dan
pangkal kulit biji kemudian ditanam pada media tanam
c. Tembesu : Dilakukan dengan cara merendam biji
kemudian ditanam pada media tanam
28. Untuk mengetahui daya kecambah benih
dengan menggunakan uji perkecambahan, uji
belah (cutting test), dan uji pemotongan
embrio (excised embrio test)
29. 3.1Lokasi dan waktu praktikum
Laboratorium Kehutanan
18 April 2012
3.2Bahan dan alat
Benih kehutanan (sengon, acacia, mahoni, lamtoro, johar, pilih salah satu)
Media pasir yang sudah disterilkan
Bak perkecambahan
Pisau silet/cutter
Kaca pembesar
3.3 Cara kerja
Uji Perkecambahan (germination test)
Ambil pasir secukupnya, isikan dengan merata pada bak perkecambahan yang telah tersedia,
selanjutnya basahkan secukupnya
Tanam secara teratur 100 benih pada bak perkecambahan, atur untuk empat ulangan,
selanjutnya letakkan pada tempat yang terlindung dari panas dan hujan
Amati dengan baik, agar kelembaban media selalu terjaga sampai pengujian selesai
Hitung kecambah normal, abnormal, mati, dan benih yang tidak berkecambah (kelompokkan
menjadi benih keras, benih basah, benih mati, benih kosong) pada hari ke 7 – 14 (tergantung
jenis)
Gambarkan kecambah normal dan abnormal
Termasuk tipe perkecambahan apa jenis yang anda gunakan untuk pengujian.
30. •Uji belah (cutting test)
•Siapkan masing-masing 10 butir benih mahoni dan sengon dengan pengulangan
sebanyak 4 kali, kemudian rendam dalam air hingga kulitnya lunak (rendam kurang lebih
selama 16 – 24 jam)
•Belah biji-biji yang sudah direndam, amati keadaan biji tersebut antara lain: embrio,
endosperm
•Biji yang baik memiliki embrio dan endosperm berwarna putih kekuningan/kehijauan
•Hitung kondisi biji yang baik dan yang rusak
Hitung viabilitas benih dengan rumus
Viabilitas Benih (100%) = x 100%
•Uji pemotongan embrio (excised embryo test)
•Siapkan masing-masing 10 butir benih mahoni dan sengon dengan
pengulangan sebanyak 4 kali, kemudian rendam dalam air hingga kulitnya
lunak (rendam kurang lebih selama 16 – 24 jam)
•Biji yang telah direndam tersebut dibelah, selanjutnya diamati kondisi
e,brio. Benih yang dianggap viabel memiliki kenampakan visual seperti
embrio berwarna putih kehijauan, segar, dan tidak terserang oleh serangga
dan jamur.
•Selanjutnya biji-biji yang memiliki embrio yang bai/viable diambil dan
diletakkan di atas media kertas saring yang diletakkan di Petri dish,
kemudian dibasahi (dalam keadaan lembab) dan dibiarkan selama 7 – 14
hari untuk berkecambah di dalam ruangan yang bersuhu 25⁰ C.
•Embrio yang telah mengalami perkecambahan dihitung dalam bentuk
persentase kecambah.
•Pisau, jarum, dan Petri dish disterilisasikan terlebih dahulu dengan alcohol
50% untuk mengurangi infeksi jamur.
31. BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1Hasil
Uji belah (tidak langsung)
1. Viabilitas Biji
Biji Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
Baik Buruk Baik Buru
k
Baik Buruk
Lamtoro 10 - 10 - 9 1
•Nilai viabilitas biji ulangan 1
= Jumlah biji diamati – jumlah biji jelek x 100 %
Jumlah biji diamati
VB = 10 biji – 0 biji x 100 %
10 biji
VB = 100 %
•Nilai viabilitas biji ulangan 2
= Jumlah biji diamati – jumlah biji jelek x 100 %
Jumlah biji diamati
VB = 10 biji – 1 biji x 100 %
10 biji
VB = 90 %
32. •Nilai viabilitas biji ulangan 3
= Jumlah biji diamati – jumlah biji jelek x 100 %
Jumlah biji diamati
VB = 10 biji – 1 biji x 100 %
10 biji
VB = 90 %
Kebersihan benih
KB = Berat benih sampel – berat kotoran x 100 %
Berat benih sampel
KB = 10 gram – 0,02 gram x 100 %
10 gram
KB = 99,8 %
•Kemurnian Benih
= Berat benih sampel – berat jenis lain x 100 %
Berat benih sampel
= 10 gram – 0 gram x 100 %
10 gram
= 100 %
• Keaslian Benih
= Berat benih sampel – berat benih varietas lain x 100 %
Berat benih sampel
= 10 gram – 0 gram x 100 %
10 gram
= 100 %
33. •Jumlah benih
10 gram benih = 140 butir
Maka, Jumlah benih = 140 butir / 10 gram
• Kadar Air Benih (berdasarkan berat basah)
BB = Berat benih basah – berat benih kering x 100 %
Berat benih basah
• Ulangan 1 Ulangan 2
BB = 10 gr – 9,40 gr x 100 % BB = 10 gr – 9,35 gr x 100 %
10 gr 10 gr
BB = 6,5 % BB = 6 %
• Ulangan 3
BB = 10 gr – 9,44 gr x 100 %
10 gr
BB = 5,6 %
34. Pengujian benih secara tidak langsung pada pengamatan ini dilakukan dengan cara membelah biji
lamtoro setelah biji tersebut direndam dengan air panas selama 20 menit. Pengamatannya
dilakukan dengan 3 kali ulangan dengan jumlah biji masing-masing ulangan 10 butir. Pengamatan
dilakukan terhadap keadaan embrio, endosperm, warna endosperm, dan bagian-bagian biji
lainnya. Dari hasil pengamatan tersebut didapat hasil yaitu biji dalam keadaan endosperm yang
baik sebanyak 29 butir dengan kondisi endosperm berwarna kuning, kekuningan, kuning
keputihan, kuning coklat, kuning kehijauan dan putih kekuningan. Sedangkan biji yang jelek
sebanyak 1 butir dengan kondisi endosperm berwarna coklat tua. Sehingga diperoleh nilai
viabilitas biji rata-rata dari 3 kali ulangan sebesar 96,66 %.
Pada pengujian kebersihan benih didapat nilai kebersihan benih sebesar 99,8%, pada pengujian
kemurnian benih diperoleh nilai sebesar 100%, dan pengujian keaslian benih adalah 100%. Nilai
kebersihan benih yang mendekati 100% dan nilai kemurnian, keaslian benih ini kemungkinan
dikarenakan oleh tindakan praktikan melakukan pencucian dan pemilihan biji terlebih dahulu
sebelum dilakukan pengujian kebersihan dan kemurnian benih, akibatnya hanya terdapat sedikit
kotoran dan tidak ada berat jenis lain., sehingga nilai kebersihan 99,8% dan kemurnian serta
keaslian benih sebesar 100 %. Data yang lain yaitu jumlah benih per 10 gram yaitu sebanyak 140
butir, maka dalam per kg dikalkulasikan sebanyak 14000 butir.
Pada kadar air benih, dihitung berdasarkan berat basah dan berat kering. Berdasarkan berat basah
didapat nilai kadar air benih rata-rata 6,03% dan berdasarkan berat kering diperoleh nilai kadar air
benih rata-rata 6,42%. Dalam usaha penghutanan berdasarkan sistem silvikultur perbijian alami,
perlu dilakukan penyeleksian benih secara benar. Biji hendaknya didapatkan dari induk yang
bergenotif baik dengan sifat fisiologi batang yang tinggi, lurus, percabangannya sedikit, tinggi
bebas cabang yang tinggi, dan tahan terhadap penyakit. Selain itu dalam penyeleksian benih harus
dilakukan beberapa perlakuan antara lain pemilihan benih, pembersihan benih dan pengaturan
kadar air benih agar didapatkan bibit yang baik dan usaha penghutanan akan berhasil.
Di dalam batas tertentu, makin rendah kadar air benih makin lama daya hidup benih tersebut.
Kadar air optimum dalam penyimpanan bagi sebagian besar benih adalah antara 6% – 8 %. Kadar
air yang terlalui tinggi dapat menyebabkan benih berkecamabah sebelum ditanam. Sedang dalam
penyimpanan menyebabkan naiknya aktifitas pernapasan yang dapat berakibat terkuras habisnya
bahan cadangan makanan dalambenih, selain itu kadar air yang terlalu rendah akan menyebabkan
kerusakan bagi embrio. Dari hasil pengamatan, kadar air berdasarkan berat basah rata-rata 6,03%,
sedangkan berdasarkan berta kering rata-rata 6,42%. Kadar air menunjukkan bahwa benih tersebut
melebih kadar air optimum yang dapat menyebabkan benih cepat berkecambah dan benih ini tidak
dapat disimpan karena dapat menyebabkan terkuras habisnya bahan cadangan makanan dalam
benih.
35. Dari hasil pengamatan dan pembahasan maka
dapat disimpulkan :
Untuk mengetahui apakah suatu benih
berkualitas atau tidak, maka dapat dilakukan
dengan pengujian benih terhadap sifat-sifat
keaslian, kemurnian, kebersihan, jumlah biji per
Kg, kadar air dan viabilitas benih.
Pengujian terhadap benih dengan cara
mengecambahkan benih secara langsung di
lapangan lebih baik jika dibandingkan dengan
pengujian benih secara tidak langsung.
36. Evaluasi dan tugas
Mekansme fisiologis perkecambahan biji
Biji yang sudah masak dan ditabur pada media
tumbuh akan mengalami proses imbibisi, setelah
beberapa waktu embrio dalam biji tersebut akan
terus berkembang karena keadaan lingkungan
yang mendukung (lembab) dan pada waktu
tertentu maka akan dapat memecahkan kulit
biji.
39. 3.1 Lokasi dan waktu praktikum
Kampus UNIB
25 April 2012
3.2 Bahan dan alat
Kertas gambar
Alat tulis
Clinometer
Meteran
3.3 Cara kerja
Pelajari peta situasi lahan kampus UNIB
Pilih lokasi yang akan menjadi obyek persemaian
Tentukan dimana posisi bedeng tabur, bedeng sapih,
jalan inspeksi, barak kerja, tipe pengairan, dan
fasilitas lain dalam kegiatan pengelolaan persemaian
40. •Hitung produksi bibit yang dapat dikeluarkan oleh persemaian yang dirancang
dengan menggunakan rumus:
Jbt =
Keterangan
Jbt = Jumlah kebutuhan bibit siap tanam pertahun
Lt = Jumlah luas areal yang akan ditanami pertahun
Jr = Jarak tanam yang dipergunakan
Ph = Persen jadi tanaman dilapangan
•Cari data tentang ketersediaan tenaga kerja di sekitar lokasi
persemaian (desa-desa terdekat
41. 4.1 Hasil
Gambar lay out persemaian
Diketahui luas areal 450 ha
Jarak tanam 2 x 2 m yang akan ditanami Dryobalanops oblongifolia
42. 4.2 Pembahasan
Dari gambar perencanaa untuk membuat layout
persemaian kami rancang posisinya dekat
lapangan sepak bola,karena disana masih tanah
kosong yang jika diolah kemungkinan besar bias
untuk dijadikan tempat persemaian. Posisi
bedeng tabur didekat fakultas kedokteran dan
bedeng sapih diseberangnya. Jalan inspeksi atau
jalan pelarian dimungkinkan dibuat arah mata
angin karena mudah sewaktu proses
pengangkutan bibit jikalau tidak ada angin yang
kuat dari arah sebaliknya. Fasilitas-fasilitasnya
mungkin ada sumber air,kantor pengamat,sekre,
dll yang dirasakan perlu.
43. Rencana produksi bibit yang akan dikeluarkan
Diketahui
Luas areal 450 ha. Jarak tanam 2 x 2 m yang akan ditanami
Dryobalanops oblongifolia (Persen jadi dilapangan 80%, maka jumlah
kebutuhan bibit siap tanam pertahun yaitu..
Menggunakan formula
Jbt =
Keterangan
Jbt : Jumlah kebutuhan bibit siap tanam pertahun
Lt : Jumlah luas areal yang akan ditanami per tahun
Jr : Jarak tanam yang dipergunakan
Ph : Persen jadi tanaman di lapangan
Jbt =
=
= 1.406.250 produksi bibit
44. Beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan
dalam merencanakan pembuatan persemaian
adalah penentuan lokasi tempat persemaian
yang mencakup aspek ketersediaan air,
topografi, drainase, prasarana transportasi,
ketersediaan tenaga kerja, dan lain-lain.
Hanya dipersemaian silvikulturis dapat
memberikan kondisi pertumbuhan yang
mampu membentuk anakan yang sehat.
46. Untuk mengetahui proses pembuatan arang
kompos dari serbuk gergaji an mengetahui
ciri-ciri arang kompos yang baik
47. Lokasi dan waktu praktikum
Laboratorium Kehutanan
25 April 2012
Bahan dan Alat
Tungku pengarangan
Bak pengomposan
Kantong plastik (kemasan arang kompos)
Serbuk gergaji
Sekam padi
Aktivator (pupuk kandang dan EM -4)
Air
48. Cara kerja
Proses Pengarangan
Arang serbuk gergaji
Siapkan serbuk gergaji yang sudah dikeringkan
Masukkan serpihan kayu ke bagian bawah pengarangan sebanyak 5 – 10 kg sebagai
umpan bakar, biarkan terbakar sampai panas dan membara.
Masukkan serbuk gergaji ke bagian pembakaran sebanyak 3 kg melalui pintu
bagian belakang tungku
Biarkan serbuk terbakar sampai membara sambil sesekali diaduk sehingga serbuk
yang terbakar akan jatuh ke bawah tempat pengarangan.
Setelah warna serbuk menjadi hitam, lalu tarik menuju bagian penampungan
yang berisi air. Jika masih terlihat serbuk berwarna coklat, aduklah sampai
semua berubah menjadi hitam/arang
Setiap 30 menit lakukan penambahan serbuk/bahan baku sebanyak 1 karung (kg),
lakukan berulang-ulang sampai diperoleh jumlah arang sesuai kebutuhan
Biarkan arang terendam sesaat di dalam bak penampungan, kemudian
dikeringkan
Setelah kering arang siap untuk dikemas atau digunakan.
49. Arang sekam padi
Siapkan sekam padi yang sudah dikeringkan
Masukkan serpihan kayu ke bagian bawah pengarangan
sebanyak 5 – 10 kg sebagai umpan bakar, biarkan terbakar
sampai panas dan membara
Masukkan sekam padi ke bagian pembakaran sebanyak 3 kg
melalui pintu bagian belakang tungku
Biarkan serbuk terbakar sampai membara sambil sesekali
diaduk sehingga serbuk yang terbakar akan jatuh ke bawah
tempat pengarangan
Setelah warna serbuk menjadi hitam, lalu tarik menuju bagian
penampungan yang berisi air. Jika masih terlihat serbuk
berwarna coklat, aduklah sampai semua berubah menjadi
hitam/arang
Setiap 30 menit lakukan penambahan sekam padi/bahan baku
sebanyak 1 karung(kg), lakukan berulang-ulang sampai
diperoleh jumlah arang sesuai kebutuhan
Biarkan arang terendam sesaat di dalam bak penampungan,
kemudian dikeringkan
Setelah kering arang siap untuk dikemas atau digunakan
50. Proses Pengomposan
Kompos serbuk gergaji
Serbuk gergaji ditambah aktivator sebanyak 10%
Aduk hingga rata lalu tambahkan air hingga kadar air
berkisar 20 – 30%
Masukkan dalam bak pengomposan
Lakukan pembalikan setelah pengomposan berjalan 1
minggu dan tambahkan air ke dalam bila campuran
bahan kompos kekurangan air/mengering
Proses pengomposan berjalan sempurna bila pada akhir
minggu pertama dan kedua suhu mencapai 55 - 60⁰C,
lalu menurun pada minggu-minggu berikutnya. Apabila
suhu sudah stabil berarti proses pengomposan sudah
selesai dan kompos dapat dibongkar. (Pengomposan telah
selesai bila kompos yang dihasilkan berwarna gelap, bau
seperti tanah, bila dikepal tidak menggumpal, dan suhu
konstan)
51. Kompos sekam padi
Sekam padi ditambah aktivator sebanyak 10%
Aduk hingga rata lalu tambahkan air hingga kadar air
berkisar 20 – 30%
Masukkan dalam bak pengomposan
Lakukan pembalikan setelah pengomposan berjalan 1
minggu dan tambahkan air ke dalam bila campuran
bahan kompos kekurangan air/mengering
Proses pengomposan berjalan sempurna bila pada
akhir minggu pertama dan kedua suhu mencapai 55 -
60⁰C, lalu menurun pada minggu-minggu berikutnya.
Apabila suhu sudah stabil berarti proses pengomposan
sudah selesai dan kompos dapat dibongkar.
(Pengomposan telah selesai bila kompos yang
dihasilkan berwarna gelap, bau seperti tanah, bila
dikepal tidak menggumpal dan suhu konstan)
52. Pembuatan arang kompos
Arang kompos serbuk gergaji
Untuk menambah daya tarik penampilan, kompos dapat
digiling halus
Arang serbuk gergaji dicampur dengan kompos serbuk gergaji
dengan perbandingan arang : kompos = 1 : 3
Selanjutnya arang kompos sekam padi dikemas dan disimpan di
tempat yang kering dan teduh
Arang kompos serbuk gergaji siap dipasarkan
Arang kompos sekam padi
Untuk menambah daya tarik penampilan, kompos dapat
digiling halus
Arang sekam padi dicampur dengan kompos sekam padi dengan
perbandingan arang : kompos = 1 : 3
Selanjutnya arang kompos sekam padi dikemas dan disimpan di
tempat yang kering dan teduh
Arang kompos sekam padi siap dipasarkan
53. 4.1 Hasil
Parameter Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
Tekstur kasar ( K ½ ) kasar ( K ½ ) kasar ( K ½ ) kasar ( K ½ )
Bau Alko (BNK) Alko (SDKT) Alko (SDKT) Alko (SDKT)
Warna CK ( ½ ) CK ( ¾ ) CK ( ¾ ) CK ( ¾ )
Keterangan Adanya
miselia
berwarna
putih
Adanya
miselia
berwarna
putih yang
semakin
banyak
Adanya
miselia
berwarna
putih yang
semakin
banyak dan
organisme
belatung
Adanya
miselia
berwarna
putih yang
semakin
banyak dan
organisme
belatung
54. 4.2 Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan pembuatan kompos secara
anaerobik dengan menggunakan bahan – bahan yang berasal dari
serbuk gergaji, dan sekam padi. Bahan kering yang digunakan
sebagai sumber bahan karbon (C), bahan basah (buah-buahan)
digunakan sebagai sumber gula (OH CH3-OH C2H5OH), urine
digunakan sebagai sumber nitrogen yang didalamnya terkandung
amoniak. Amoniak ini akan dinitrifikasi oleh bakteri nitrit,
sehingga menghasilkan nitrat yang akan diserap oleh akar
tumbuhan sehingga kandungan kompos yang dihasilkan akan
mengandung nitrogen yang baik untuk akar tumbuhan dengan
kandungan yang tidak berlebihan, dan stater EM4 yang digunakan
akan menghasilkan NO2, NO3, P2O3,K2O. EM4 merupakan suatu
kultur mikroorganisme cair yang digabung menjadi satu,
mengandung bakteri fotosintetik, ragi, Actinomycetes dan 90 %
bakteri genus Lactobacillus dan genus Azotobacter yang dapat
memfermentasikan bahan organik (kotoran hewan, sampah,
rumput dan sisa-sisa tumbuhan) menjadi senyawa-senyawa
organik, sehingga dapat diserap langsung oleh tanaman untuk
dapat tumbuh dan berproduksi dan mengandung organisme
mikro yang dibutuhkan oleh tanah.
55.
56. Mengetahui kematangan kompos dapat diketahui dengan
beberapa cara yaitu :
Dicium : kompos yang sudah matang berbau seperti tanah dan harum.
Apabila kompos tercium bau yang tidak sedap, berarti terjadi
fermentasi anaerobik dan menghasilkan senyawasenyawa berbau yang
mungkin berbahaya bagi tanaman. Apabila kompos masih berbau
seperti bahan mentahnya berarti kompos masih belum matang.
Kekerasan bahan : kompos yang telah matang akan terasa lunak ketika
dihancurkan. Bentuk kompos mungkin masih menyerupai bahan
asalnya, tetapi ketika diremas – remas akan mudah hancur.
Warna kompos : kompos yang sudah matang adalah coklat kehitam –
hitaman. Apabila kompos masih berwarna hijau atau warnanya mirip
dengan bahan mentahnya berarti kompos tersebut belum matang.
Selama proses pengomposan pada permukaan kompos seringkali juga
terlihat miselium jamur yang berwarna putih.
Penyusutan : terjadi penyusutan volume/bobot kompos seiring dengan
kematangan kompos. Besarnya penyusutan tergantung pada
karakteristik bahan mentah dan tingkat kematangan kompos.
Penyusutan berkisar antara 20 – 40 %. Apabila penyusutannya masih
kecil/sedikit, kemungkinan proses pengomposan belum selesai dan
kompos belum matang.
Suhu : suhu kompos yang sudah matang mendekati dengan suhu awal
pengomposan. Suhu kompos yang masih tinggi, atau di atas 50oC,
berarti proses pengomposan masih berlangsung aktif dan kompos
belum cukup matang.
57. 5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan maka dapat
disimpulkan bahwa dalam proses pembuatan kompos anaerobik
ini dibutuhkan sedikit oksigen sehingga dibuat dalam wadah
tertutup dengan diberi lubang dan menggunakan bantuan bakteri
yang berasal dari stater EM4 dan kompos yang sudah jadi
(inokulum) serta adanya penambahan urine untuk mempercepat
proses dekomposisi dan meningkatkan kandungan hara dalam
kompos tersebut.Pada hasil akhir kondisi kematangan
kompos baru mencapai kematangan III yaitu pada tahap konversi
dengan produknya berupa kompos segar yaitu masih banyak
terdapat miselia berwarna putih, strukturnya masih kasar (1/2),
berwarna coklat kehitaman dan bau alkohol yang semakin
berkurang mendekati bau tanah. Kematangan yang lama
dipengaruhi rasio C/N bahan dasar yang digunakan,
ketidakseimbangan campuran antar bahan basah dan bahan
kering serta tidak seragamnya ukuran partikel saat pencacahan.
Adanya miselium akibat kondisi yang lembab dan organisme
belatung pada media kompos berfungsi untuk mempercepat
proses dekomposisi bahan organik tersebut.
59. 1.2 Tujuan
Mengetahui pengaruh cara penyapihan dan
jenis kontiner terhadap keberhasilan semai
kehutanan dan mengetahui persentase
hidupnya.
60. Lokasi dan waktu praktikum
Laboratorium Kehutanan
2 Mei 2012
Bahan dan alat
Benih kehutanan (diusahakan berukuran
seragam) sebanyak 30 benih/kelompok
Media tabor
Media sapih
Kontiner :Polybag ukuran 5 cm x 10 cm
sejumlah 30 buah, polybag ukuran 10 cm x 20
cm dan bekas kemasan Pop Mie masing-masing
berjumlah 25 buah
Gembor
62. FK = (25,6)2/9
= 72,81
JK total = (2,47)2 + (2,33)2 + (2,4)2 + (2,8)2 + (2,67)2 + (2,87)2 + (3,33)2 +
(3,53)2 + (3,2)2 – FK
= 74,29 – 72,81
= 1,48
JK K= (7,2)2 + (8,34)2 + (10,06)2 – FK
= 222,59 – 72,81
= 149,78
JK gal = JK total – JK k
= 1,48 - 149,78
= -148,31
63. Pembahasan
Dari data diatas bisa dilihat bahwa ukuran kontiner bisa
mempengaruhi pertumbuhan tinggi semai, semakin besar ukuran
kontiner semakin besar laju pertumbuhan tinggi, hal ini dikarenakan
semakin besar ukuran kontiner semakin besar juga unsur hara yang
terkandung di dalam tanah nya yang bisa dimanfaatkan oleh
tumbuhan,dan memberi ruang tumbuh yang luas bagi akar dan
batang untuk melakukan pertumbuhan.
Tapi pada pengukuran jumlah daun, ukuran kontiner tidak
berpengaruh besar hal ini dikarenakan daun semai sulit beradaptasi
dengan media baru, selain itu faktor luar juga berpengaruh seperti
gangguan dari luar seperti gangguan hewan yang memakan daun
semai. Selain itu sebagian kecil semai ada juga yang gagal hidup hal
ini dkarenakan kekurangan makanan dan gangguan dari luar.
Dari perhitungan data diatas kami dapatkan nilai FK= 72.81 , nilai
JK total= 1.48 , nilai JK kontiner=149.78 , dan nilai JK
galat=148.31. Sedangkan untuk anova tidak kami lakukan
perhitungan dikarenakan keterbatasan nilai tabel F pada kelompok
kami.
64. KESIMPULAN
Transplanting dilakukan dengan membalikkan pot
pembibitan secara perlahan-lahan dan menahan
permukaannya dengan jemari tangan (bibit dijepit
diantara jari telunjuk dan jari tengah). Jika pada
pembibitan digunakan polybag, maka cara
transplanting bisa dilakukan dengan
memotong/menggunting dasar polybag secara
horisontal.
Keadaan lingkungan di lapangan itu sangat penting
dalam menentukan kekuatan tumbuh bibit adalah
sangat nyata dan perbedaan kekuatan tumbuh bibit
dapat terlihat nyata dalam keadaan lingkungan yang
kurang menguntungkan.
Salah satu cara untuk mengatasi kerusakan atau
kematian pada saat transportasi bibit adalah bibit
yang dipindahkan dibungkus jadi satu yang
diusahakan akar tertutup rapat dan bagian atas
terbuka.
67. 3.1 Lokasi dan waktu praktikum
Laboratorium kehutanan
9 Mei 2012
3.2 Bahan dan alat
Cangkul
Caliper
Penggaris
Topsoil ultisol
Polybag ukuran 10 x 20 cm dan 15 x 25 cm
Pupuk kandang sapi
Semai mahoni
Pisau
68. 3.3 Cara kerja
Menyiapkan semai mahoni yang akan diberi perlakuan
tanpa pemotongan akar (P1) dan dengan pemotongan
akar masing-masing berjumlah 12 semai
Menyiapkan polybag ukuran 10 x 20 cm (P1) dan 15 x
25 cm (P2) masing-masing sejumlah 12 lembar.
Menyiapkan media semai berupa campuran topsoil
ultisol dan pupuk kandang dengan perbandingan topsoil
ultisol : pupuk kandang = 2 : 1
Melaksanakan penanaman semai
Membuat 6 ulangan untuk masing-masing perlakuan
Melakukan pemeliharaan semai (penyiraman,
penyiangan)
Melakukan pengamatan setiap 2 minggu untuk variable
tinggi dan diameter semai hingga semai berumur 6
minggu. Hitung jumlah daun pada pengamatan
terakhir.
69. Pengaruh faktor perlakuan terhadap variable yang diamati
Nilai F hitung dari peubah pertumbuhan
F hitung
Sumber DK Tinggi Diameter Jumlah
Variasi Semai Semai Daun
L 1 2,235 2,087 4,2**
D 2 2,124 0,534 1,412
P 3 142,8** 233,4** 4,4**
Interaksi
L x D 2 0,543 0,109 1,215
L x P 3 0,013 0,823 0,554
D x P 6 1,856 0,843 0,549
L x D x P 6 1,026 0,523 0,078
Galat 72
Total 95
70. Tinggi Semai
Dari hasil uji lanjut (Tabel 2) nilai rata-
rata tanggapan faktor tunggal input
Fosfor tertinggi pada P4 (19,542 cm) dan
selanjutnya berturut-turut diikuti P3
(17,653 cm), P2 (16,256 cm) dan P1
(13,543 cm). Terlihat bahwa penambahan
dosis P meningkatkan tinggi semai Mahoni.
Perlakuan Tinggi semai (cm)
P4 19,542
P3 17,653
P2 16,456
P1 13,543
71. Diameter semai
Dari hasil uji lanjut (Tabel 3) nilai rata-rata
tanggapan faktor tunggal input Fosfor
tetinggi didapat pada P4 (0,847 cm) dan
selanjutnya berturut-turut diikuti P3 (0,675
cm), P2 (0,552 cm) dan P1 (0,456 cm).
Terlihat bahwa penam-bahan dosis fosfor
meningkatkan diameter semai Mahoni.
72. Jumlah daun
Dari hasil uji lanjut (Tabel 6) nilai rata-rata
tanggapan faktor tunggal input Fosfor tertinggi
pada P3 (16,5 helai), P2 (16,083 helai) dan P1
(15,417 helai). Semakin tinggi dosis P maka se-
makin tinggi jumlah daun hingga pada P3 ke-
mudian jumlah daun mulai menurun. Tetapi
antara P4 dan P3 jumlah daun yang dihasilkan
tidak berbeda nyata. Dengan kata lain dapat di-
katakan bahwa perlakuan dosis P3 dan P4 mem-
berikan jumlah daun yang tidak berbeda nyata.
Sedangkan antara P2 dan P1 menunjukkan ber-
beda nyata walaupun perbedaan itu tipis sekali.
Perlakuan Jumlah daun (helai)
P4 16,500 a
P3 16,500 a
P2 16,083 ab
P1 15,417 b
73. Kesimpulan
Dari keseluruhan pengelompokan terlihat bahwa ada
dua bagian bear pengelompokan dimana faktor input
Fosfor P1 dan P2 mengelompok menjadi satu
kelompok sedangkan P3 dan P4 juga mengelompok
menjadi satu kelompok. Pengelompokan ini diduga
disebabkan bahwa input Fosfor P1 dan P2
memberikan pengaruh yang sama terhadap seluruh
variabel yang diamati dan begitu juga dengan input
Fosfor P3 dan P4. Sedangkan faktor kedalaman
pemotongan akar dan lama tinggal di persemaian
memberikan pengaruh yang merata sama pada semua
variabel yang diamati. Dengan kata lain dapat
dikatakan bahwa pada penelitian ini hanya input
Fosfor yang menunjukkan pengaruh nyata terhadap
seluruh variabel yang diamati.
76. 3.1 Lokasi dan waktu praktikum
Laboratorium Kehutanan
16 Mei 2012
3.2 Alat dan bahan
• Semai kehutanan
• Naungan
• Gembor
• Alat tulis
• Chlorophylmeter
• Kamera
77. Cara kerja
Siapkan Accacia dan Mahoni sejumlah 20 semai
Letakkan 10 semai di tempat ternaungi (N1) dan
10 semai di tempat tidak ternaungi (N2)
Lakukan pemeliharaan berupa penyiraman dan
penyiangan terhadap gulma.
Catat tinggi dan diameter awal semai bambang
lanang
Lakukan pengamatan setiap 1 minggu untuk
variable tinggi dan diameter semai
Lakukan pengamatan selama 4 minggu, pada
pengamatan terakhir lakukan pengamatan pada
tinggi semai, diameter semai, kandungan
chlorophyll dan jumlah daun.
78. HASIL DAN PEMBAHASAN
No Perlakuan Ulangan
Tinggi (cm)
Accacia Mahoni Ket
(cm) (cm)
1
Tempat
terbuka
(B1)
1 20 21 19 15 18 18
2 20 21 17 21 21 19
3 20 21 19 14 18 18
2
Naungan
pohon
(B2)
1 23 20 20 18 19 19
2 19 18 21 20 18 18
3 18 23 18 18 19 20
Tinggi awal semai Accacia dan Mahoni (cm)
83. No Perlakuan Ulangan
Jumlah daun (helai)
Accacia Mahoni Ket
(A1) (A2)
1
Tempat terbuka 1 11 11 10 10 9 10
(B1)
2 14 8 8 9 10 10
3 10 12 12 8 12 12
2
Naungan pohon 1 8 10 10 8 7 6
(B2)
2 7 6 5 13 10 8
3 10 8 6 6 9 8
Jumlah Daun Semai Accacia dan Mahoni (helai) setelah perlakuan
perbedaan naungan selama 4 minggu
84. Analisis Data
Tinggi Semai
Pertambahan tinggi semai setelah perlakukan
perbedaan naungan selama 2 bulan menunjukkan
adanya respon tinggi yang berbeda. Accacia di
tempat terbuka mempunyai rata-rata tinggi yang
paling besar yaitu 5.50 cm sedangkan pertambahan
yang paling sedikit adalah Mahoni di bawah naungan
pohon yaitu 1.78 cm. Rata-rata total pertambahan
tinggi semai Accacia adalah 3.32 cm dan Mahoni
sebesar 4.05 cm, hal ini dapat dilihat. Analisis varians
menunjukkan adanya pengaruh nyata pada taraf 0.05
untuk perlakuan naungan terhadap pertambahan
tinggi, tetapi perbedaan jenis tidak memperlihatkan
pengaruh nyata. Tidak ada interaksi antara
perlakukan jenis dan bentuk naungan terhadap tinggi
semai Accacia dan Mahoni.
85. No Perlakuan Ulangan
Pertambahan tinggi (cm)
Accacia Mahoni
(A1) (A2)
1
Tempat terbuka 1 5,50 4,33
(B1)
2 2,67 8,33
3 3,17 3,83
Rata-rata 3,78 5,50
2
Naungan pohon 1 2,33 1,33
(B2)
2 2,00 2,67
3 1,00 2,67
Rata-rata 4,39 4,44
Total 3,32 4,05
Rata-rata pertambahan tinggi semai Accacia dan Mahoni
86. SOURCE df
Sum of
Men square F Sig.
squares
JENIS 1 2.457 2.457 0.861 0.372
NAUNGAN 2 25.7 12.85 4.502(*) 0.035
JENIS*NAUNGAN 2 2.267 1.134 0.397 0.681
Error 12 34.253 2.854
Total 18 309.103
Corrected total 17 64.677
Analisis varians pertambahan tinggi semai
Keterangan : (*) Berbeda Nyata pada taraf 0.05
(I) NAUNGAN (J) NAUNGAN Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.(a)
B1 B2 2.638(*) 0.975 0,019
B3 0.222 0.975 0.824
B2 B1 -2.638(*) 0,975 0.019
B3 -2.417(*) 0,975 0.029
B3 B1 -0.222 0,975 0.824
B2 2.417(*) 0,975 0.029
Uji beda nyata terkecil pengaruh perbedaan naungan terhadap pertambahan tinggi semai
Keterangan : ( *) Berbeda Nyata pada taraf 0.05
87. Pembahasan
Setelah Penelitian sederhana ini dilaksanakan selama 4 minggu, maka dapat dilihat respon
semai terhadap perlakuan yang diberikan. Walaupun disadari untuk mendapatkan hasil
maksimal diperlukan waktu penelitian yang cukupselama 2 bulan. Dalam waktu 2 bulan
tersebut, kemungkinan ada perubahan nilai-nilai parameter yang telah diukur, sehingga
menghasilkan kesimpulan yang berbeda, karena karakteristik pertumbuhan Jenis
Dipterocarpaceae membutuhkan cahaya dalam jumlah yang berbeda untuk tiap tingkat
pertumbuhannya (Smith,1994 dalam Faridah, 1996).
Tinggi Semai
Perbedaan naungan memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman.Hal ini
berkaitan langsung dengan intensitas, kualitas dan lama penyinaran cahaya yang diterima
untuk tanaman melaksanakan proses fotosintesis. Seperti yang dikemukan oleh Daniel et al
(1992) bahwa cahaya langsung berpengaruh pada pertumbuhan pohon melalui intensitas,
kualitas dan lama penyinaran.
Semai yang berada ditempat terbuka mempunyai tinggi yang lebih besar dibandingkan
dengan semai yang berada dibawah naungan pohon. Semai yang berada di bawah naungan
pohon hidupnya ”tertekan” karena tidak mendapatkan sinar matahari yang cukup untuk
melaksanakan proses fotosintesis. Accacia pada tempat terbuka mempunyai pertambahan
tinggi 5.50 cm dan di bawah naungan pohon hanya sebesar 2.22 cm. Hal ini menunjukkan
bahwa Accacia mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat di tempat terbuka. Untuk
Mahoni di tempat terbuka mempunyai pertambahan tinggi yang lebih kecil 3.78 cm
88. Diameter semai
Shorea leprosula di tempat terbuka
memperlihatkan pertambahan diameter terbesar
yaitu 1.17 mm dibanding dengan dibawah
naungan pohon hanya sebesar 0.31 mm. Sama
halnya dengan pertambahan tinggi, diameter
semai dibawah naungan pohon mempunyai
pertumbuhan yang kecil akibat terbatasnya
cahaya matahari yang diperoleh.
Jumlah daun semai
Dalam pengamatan yang dilakukan daun-daun
semai di bawah naungan pohon mempunyai
warna yang lebih gelap.
89. KESIMPULAN
Pengamatan selama 4 minggu sudah ada respon yang
berbeda dari semai terhadap perlakuan yang diberikan.
Accacia mempunyai rata-rata total pertambahan tinggi
yang lebih besar (4.05 cm) dibanding Mahoni (3.32 cm).
Ditempat terbuka Accacia mempunyai pertambahan tinggi
terbesar 5.50 cm sedangkan dibawah naungan pohon yang
terkecil yaitu 2.22 cm. Mahoni pertambahan tinggi
terbesar di dalam green house (4.39 cm) dan yang terkecil
dibawah naungan pohon (1.78 cm).
Rata-rata total pertambahan diameter yang terbesar
adalah Accacia yaitu 0.80 mm sedangkan Mahoni hanya
0.46 mm. Accacia di tempat terbuka mempuyai rata-rata
pertambahan diameter sebesar 1.17 mm sedangkan pada
naungan pohon sebesar 0.31 mm.
Pertambahan daun semai Accacia terbanyak di tempat
terbuka 3.70 helai dibandingkan dengan di bawah naungan
pohon hanya sebesar 1.56 helai.
90. Saran
Untuk mendapatkan hasil yang akurat penelitian
ini perlu dilakukan dalam waktu minimal 6
bulan.
Untuk waktu 6 bulan, perlu mengukur
parameter-parameter yang lain seperti luas
daun, ketebalan daun, jumlah kandungan
klorofil, sudut percabangan, berat kering akar
dan berat kering tanaman.
Perlu ulangan dan satuan percobaan yang lebih
banyak untuk memperkecil kesalahan percobaan.
Perlu penelitian untuk faktor-faktor lain seperti
pemupukan, mikoriza,dan jenis tanah.
92. Pengukuran tinggi tanaman setelah
perlakuan perbedaan naungan
selama 4 minggu
Pengukuran Diameter Semai setelah
Perlakuan perbedaan
naungan selama 4 minggu
93.
94.
95. Anonim, 2002. Shorea leprosula Mig. Informasi Singkat Benih, Direktorat
Perbenihan Tanaman Hutan. Jakarta.
Daniel T. W, J.A. Helms and F.S. Baker, 1992. Prinsip-Prinsip Silvikultur
(Terjemahan). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Marjenah, 2001. Pengaruh Perbedaan Naungan di Persemaian Terhadap
Pertumbuhan dan Respon Morfologi Dua Jenis Semai Meranti. Jurnal
Ilmiah Kehutanan ”Rimba Kalimantan” Vol. 6. Nomor. 2. Samarinda.
Kalimantan Timur.
Sutisna, M, 1996. Silvikultur Hutan Alam Di Indonesia. Buku Pelengkap
Kuliah Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman. Samarinda.
Faridah E, 1996. Pengaruh Intensitas Cahaya, Mikoriza Dan Serbuk Arang
Pada Pertumbuhan Alam Drybalanops Sp Buletin Penelitian Nomor 29.
Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Sutopo, L.1985. Teknik Benih. CV. Rajawali: Jakarta
Anonim. 1998. Prinsip-prinsip Pada Lahan Pertanian. Yogyakarta : Gajah
Mada University Press
Fandeli, Chahid. 1984. Teknik persemaian. Yayasan Pembina.
Fakultas Kehutanan. Universitas Gaja Mada. Yokjakarta.