SlideShare a Scribd company logo
1 of 14
Download to read offline
Wiwitan
Pidato Kebudayaan Gubernur Ganjar Pranowo.
Wisma Perdamaian, Semarang 06 Januari 2014
Saudara-saudaraku sesama rakyat Jawa Tengah, yang saya hormati dan cintai,
Selamat Tahun Baru 2014. Tahun ini adalah tahun pembuka yang sangat penting.
Meskipun melalui proses revisi Rancangan APBD tahun ini merupakan tahun fiskal
pertama secara utuh untuk menjalankan mandat sebagai Gubernur Jawa Tengah.
Pelaksanaan mandat bukan hal biasa, melainkan sesuatu yang istimewa karena pada
batas waktu akhir penerima mandat harus mempertanggung-jawabkan keberhasilan
atau kegagalan pelaksanaan mandat yang telah diberikan.
Menunaikan tugas mulia, dalam budaya kita, Budaya Jawa tidak hanya memerlukan
persiapan fisik tetapi juga persiapan lahir dan batin. Mohon petunjuk, tuntunan, dan
kekuatan dari Tuhan Yang Maha Esa untuk melaksanakan tugas yang berat tetapi
mulia.
Saya bertanya dalam bathin saya. Apa yang harus diberikan untuk wujud kecintaan
kepada Tanah dan Air di Jawa Tengah ini. Mulailah saya menilik ulang esensi laku
utomo untuk memulai roda kehidupan pemerintahan di Jawa Tengah.
Orang Jawa mengatakan, Wiwitan dapat diartikan juga Jejeran. Jika dalam dunia
Pewayangan, Jejeran menjadi sumber alur utama cerita: siapa yang berkuasa, siapa
tokoh kunci cerita, rangkaian peristiwa dan pemecahan masalah dalam cerita. Maka,
dalam cerita pewayangan itu kita mengenal kedudukan para raja adalah penguasa
yang dianggap syah menggunakan seluruh sumber daya alam dan manusia untuk
kepentingan sang Raja. Akan tetapi dalam konteks Pemerintahan Jawa Tengah,
Rakyat adalah sumber dari kekuasaan karena Ia adalah penentu. Ia adalah Tuan
sang pemberi mandat. Dengannya, Gubernur beserta jajaran birokrasi pada
hakikinya adalah penerima mandat untuk menjalankan kekuasaan untuk melayani
tuntutan Rakyat.
Posisi “sungsang” ini merupakan perwujudan praktik penyelenggaraan
pemerintahan berbasis demokrasi, yang menggeser paradigma “pemerintah
membangun rakyat’’ menjadi rakyat membangun. Ini sekaligus mengubah
pemrentah (tukang perintah) masyarakat menjadi mitra masyarakat, yang saling
asih, asah, dan asuh.

1
Persiapan atau “wiwit” mempunyai makna yang penting dalam hidup dan peri
kehidupan dalam keluarga Jawa, karena wiwit dipercayai akan menentukan
perjalanan dan akhir suatu kehidupan. Oleh karena itu malam ini saya memandang
perlu memaparkan pernyataan wiwitan secara lisan dan langsung dihadapan
pemberi mandat yang mulia rakyat Jawa Tengah, setidaknya ada dua nilai
mendasar yang diajarkan dari tradisi lelulur ini kepada kita, supaya kita mengenal
jati diri dan memiliki kepribadian dalam kebudayaan.
Saudara-saudaraku sesama rakyat Jawa Tengah, yang saya hormati dan cintai,
Salah satu peristiwa penting dalam siklus kehidupan orang Jawa adalah upacara
adat tedhak siten. Tedhak siten adalah upacara pendekatan bayi yang berumur
tujuh “lapan” untuk turun dari gendhongan guna menapak dan mengenal tanah.
Tedhak siten memberi “pitutur” bahwa manusia yang berasal dari tanah (alam)
harus mengenal dan bergaul dengan alam dalam hidup dan kehidupannya. Tedhak
siten memberi metaphorfosa bahwa saya sebagai gubernur baru (lahir) yang berasal
dari Jawa Tengah harus mengenal dan bergaul serta memahami keragaman
masyarakat dari mana saya berasal.
Selama Empat (4) bulan pertama sebagai Gubernur, saya menghabiskan sebagian
besar waktu saya keliling - MIDHER- Jawa Tengah untuk mendatangi bapak-ibu
sekalian untuk berdialog, rembugan untuk menggali dan memecahkan bersama
masalah dilapangan yang selama ini belum tertangani.
Pitutur lain dari Tedhak Siten adalah untuk pendewasaan dan kesempurnaan hidup
manusia dianjurkan agar selalu berdialog secara terus menerus dengan alamnya,
asal-usul, dan tumpah darahnya. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan
menegakkan keberdikarian masyarakat maka dialog dengan para-pihak menjadi
sarana utama dalam memahami kebutuhan dan kepentingan semua para-pihak.
Maka “rembugan” yang perwujudan musyawarah dalam penyelesaian masalah,
merupakan pendekatan sekaligus alat untuk menyelesaikan masalah secara kolektif
(bersama-sama).
Dialog atau rembugan antara manusia dan alam yang dituturkan oleh tedhak siten,
menunjukan bahwa manusia untuk kesejahteraan dan kesempurnaan hidupnya
memerlukan (bahkan tergantung) dengan alam. Jadi kesejahteraan manusia
tergantung pada kesejahteraan alam dan kesejahteraan alam tergantung pada
kesejahteraan (keramahan) manusia. Rembugan antar keduanya adalah kebutuhan
dasar keberadaan diri masing-masing, yakni sebagai subyek dan subyek.
Tedhak siten memberi pitutur bahwa dalam rembugan dalam melayani masyarakat
harus ada kesetaraan antar pihak yang bedialog, saling menghormati, dan saling
menghargai untuk menghasilkan kesepakatan bersama. Jadi syarat rembugan
2
adalah saling “nguwongke,” agar saling bisa merasakan posisi masing-masing yang
biasa dikenal dengan saling “tepa-salira.”
Rasa dan tepa-salira akan menjamin kesetaraan dalam rembugan, sehingga
pemerintah dapat memahami permasalahan yang dihadapi rakyat melalui kacamata
dan posisi diri rakyat. Sedang rakyat dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan
pemerintah dalam memfasilitasi dan melayani masyarakat.
Tedhak Siten, Saudara-Saudaraku: “Saya belajar dari tradisi Tedhak Siten itu!” Kita
mulai dengan melangkah, turun ke bawah, ngangsu kawruh melalui melihat,
merasakan dan menggali kenyataan Jawa Tengah melalui panca-indera yang
dimiliki. Hasilnya… luar biasa, “ nguwongke-uwong”.
Para pemikir, menyatakan bahwa seeing deeply in society – akan menajamkan rasa
empati. Dan Jawa Tengah sebagai esensi dari Kebudayan Jawa mewarisi tradisi “memanusia-kan-manusia “. Dalam midher, saya menemukan bahwa kita hidup dalam
kemewahan dan kekayaan Bumi Air yang melimpah. “Gemah Ripah Loh Jinawi”.
Jawa Tengah ternyata bukan sekedar cerita. Hidupnya rasa menjadikan kita bisa
menikmati pesona keindahan alam-Nya, Jawa Tengah, baik yang di pegunungan,
pantai maupun dataran rendah dengan hamparan sawah yang ijo royo-royo
dibingkai dengan pepohonan di pinggiran desa-desa kami. Candi-candi yang
terhampar di seluruh wilayah Jawa Tengah sebagai bukti bahwa tempat ini dipilih
oleh para leluhur untuk mengembangkan budaya yang adiluhung nan agung. Saya
takjub dengan aneka ragam seni dan budaya yang telah lama diciptakan, namun
masih terpelihara dengan baik dan bahkan sebagian telah dikembangkan secara
kreatif oleh warga Jawa Tengah sendiri !!! Keindahan batik Solo, Pekalongan dan
Lasem, nikmatnya aneka kuliner yang selalu tersedia di setiap tempat, indahnya
kerajinan tangan yang diciptakan oleh tangan-tangan terampil warga Jateng. Tidak
di sangkal, kenyataan ini adalah kemewahan-rasa kami sebagai orang Jawa.
Tedhak Siten mengingatkan kepada saya fakta ini. Tetapi dibalik fakta kemewahan
ini ada pergolakan batin dalam diri saya. Nadi rakyat Jawa Tengah tentang harapan
pencapaian kebahagian hidup masih terasa berat. Tanah-Air yang selama ini kami
jadikan sandaran kehidupan mulai “kelelahan” karena ulah-salah kami, yang
ditandai dengan banyaknya tanah longsor dan banjir serta kekeringan. Kehebatan
fakta itu, berubah menjadi tantangan bagi saya.
Infrastruktur! Ya, Infrastruktur, Saudara-Saudaraku! Dan Rakyat marah karena
pemerintah ini dianggap tidak mampu merasakan sindiran orang.

3
“Orang naik bus atau kendaraan darat lintas propinsi di Jawa ini dan terlelap tidur itu kalau
mau merasakan sudah sampai di Jawa Tengah atau belum cukup dengan rasa”. Nek wis
glodag-glodag, nah…wis tekan Jawa Tengah“
Sindiran orang yang mengatakan ini merupakan tohokan jitu yang menantang bagi
kita untuk “cancut taliwondo” menyelesaikan problem infrastruktur jalan dan
jembatan di Jawa tengah. Pembangunan jalan tidak hanya terkait dengan
kenyamanan dalam berkendaraan, melainkan juga sebagai penopang penting dalam
menggerakkan roda pembangunan ekonomi. Lebih jauh secara psikologis jika jalanjalan di Jawa Tengah mulus membuat hati rakyat menjadi lebih tenteram.
Lalu, ketentraman kita sebagai keluarga besar Jawa Tengah juga terusik oleh
masalah pengangguran dan kemiskinan. Dalam pesona alam yang gemah ripah loh
jinawi ini, ternyata ada Jutaan di antara kita, para anak muda kita, keluargakeluarga kita : miskin dan menganggur! Beribu-ribu pemuda dan pemudi terpaksa
harus mengais penghidupan sebagai pekerja kasar dan rendahan di negeri orang.
Ini, yang begini ini, pasti ada yang salah. Pasti ada yang keliru.
Saudara-saudaraku sesama rakyat Jawa Tengah,
Besarnya laju pertumbuhan ekonomi di perkotaan telah menjadi magnet yang
sangat besar bagi orang perdesaan untuk mengadu nasib. Arus urbanisasi dari
perdesaaan ke perkotaan tidak dapat dibendung dengan cara apapun, akibatnya
kepadatan penduduk menjadi masalah kronis di perkotaan. Bagi sebagian kecil di
antara kita yang berhasil, dapat menikmati kenyamanan kota. Tetapi bagi sebagian
besar yang tidak beruntung harus hidup berdempet-dempetan di tempat yang
kumuh, dengan tingkat ketegangan sosial dan kriminalitas yang sangat tinggi. Di
tempat-tempat seperti inilah pengangguran dan kemiskinan di perkotaan telah
terjadi.
Mengadu nasib di perkotaan, ternyata menjadi pilihan lebih baik bagi para pemudapemudi anak generasi Jawa Tengah, dari-pada tetap tinggal di perdesaan. Desa
tidak lagi menjanjikan bagi mereka. Jenis pekerjaan yang ditawarkan di perdesaan
sebagian besar merupakan pekerjaan fisik yang berat, tidak bergengsi dan tidak
menghasilkan banyak uang. Selebihnya, kehidupan di perdesaan terasa hampa
terutama bagi pemuda yang telah terobsesi dengan kehidupan perkotaan yang
komsumtif, gemerlapnya dan hingar-bingarnya hiburan. Ketika kehidupan di
perdesaan tidak menjanjikan, maka urbanisasilah jawaban satu-satunya. Mereka
lebih baik miskin dan menganggur di perkotaan karena bisa hidup anonim daripada
malu hidup miskin di perdesaan.
Arus urbanisasi penduduk perdesaan ke perkotaan telah membuat perdesaan
kehilangan tenaga produktifnya. Kelangkaan tenaga kerja di sektor pertanian telah
4
menambah daftar panjang ketergantungan petani kecil pada proses produksi.
Ketergantungan bibit, pupuk dan pestisida dari pabrik dan distributor serta jasa
pengerahan tenaga kerja pertanian yang berimplikasi melambungkan biaya
produksi. Semakin parah, petani tidak dapat menentukan sendiri harga hasil
produksinya.
Ketika petani tidak berdaulat dalam menentukan harga produksinya, maka petani
kecil tingkat kesejahteraannya tergantung pada mekanisme pasar yang rumusnya
ditentukan oleh tawaran dan permintaan. Ketika banyak petani kecil panen, ternyata
penawaran atas hasil panen petani tersebut di pasaran berlimpah dibandingkan
dengan permintaan konsumen, akibatnya harga panen petani jatuh. Sebaliknya,
ketika petani sedang tidak panen dan membutuhkan produk pertanian untuk
dikonsumsi, dia harus membeli dengan harga yang lebih tinggi. Petani dibiarkan
kepanasan dan kedinginan sendiri tanpa perlindungan yang memadai. Kondisi
seperti ini telah membuat petani kecil apalagi buruh tani tidak berdaya. Pilihan
untuk bertahan hidup, petani kecil harus mencari tambahan penghasilan atau
menjual tanah miliknya yang paling berharga untuk kemudian menjadi buruh tani
atau beralih profesi ke sector informal atau menjadi buruh di perkotaan. Kondisi
diatas merupakan salah satu faktor penting yang membuat kemiskinan di perdesaan
berkepanjangan.
Pembangunan Jawa Tengah perlu menitik-beratkan pada REMBUGAN dalam
penguatan kawasan perdesaan, bukan sebagai penyeimbang perencanaan dan
pengalokasian anggaran yang “bias kota” tetapi untuk mewujudkan Jawa Tengah
berdikari. Apabila perdesaan sejahtera, maka masyarakat perdesaan tidak menjadi
beban perkotaan tetapi malah menjadi penopang pertumbuhan dan kesejahteraan
perkotaan.
Saudara-Saudara,
Pembangunan nasional, selain bias perkotaan, juga masih didominasi oleh
pembangunan yang bersifat sektoral yang terpusat melalui Dana Alokasi Khusus
(DAK) dan Tugas Pembantuan (TP) langsung ke kabupaten/kota. Meskipun
Gubernur merupakan kepanjangan tangan pusat didaerah, dalam prakteknya sering
tidak dilibatkan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan secara langsung.
Hambatan sektoral pusat menjadi semakin memberatkan koordinasi dan
sinkronisasi program oleh Gubernur, karena satuan otonomi daerah secara nasional
difokuskan
pada
kabupaten/kota.
Akibatnya
posisi gubernur
dalam
penyelenggaraan pemerintahan, terreduksi sebagai pelengkap program-program
pusat, disatu pihak, dan di pihak lain Gubernur tidak mempunyai kewenangan
dalam pembinaan dan pengawasan pada tingkat kabupaten/kota.
5
Batin Saya Berontak !
Kehendak untuk berjalan ini terhambat oleh sistim tata kelola pemerintahan kita di
era ini yang tidak memberikan peluang bagi Gubernur Jawa Tengah bertindak
langsung seperti halnya saudara saya : Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Papua,
Gubernur Papua Barat, Gubernur D.I. Yogyakarta maupun Gubernur Aceh. Tetapi
rasionalitas saya menyampaikan, bahwa Gubernur adalah Wakil Pemerintah Pusat
di Daerah siap melakukan Rembugan dengan Para Bupati/Walikota dan siap
melakukan Rembugan dengan para Kepala Desa-Kepala Desa di Jawa Tengah guna
melaksanakan Wiwitan Pembangunan untuk bersama membangun Kuasa Rakyat.
Mari kita Prioritaskan penyelesaian pembangunan dengan rembugan dan menaruh
kepercayaan bahwa Rakyat yang kuat akan mendukung pemerintahan yang kuat,
dan akan menghasilkan negara yang kuat.
Tuntunan orang tua agar anak menaiki tangga tebu Arjuna dalam upacara tedhak
siten, memberi pitutur bahwa dalam menjalankan tugas harus dijalankan sepenuh
hati, ini berasal dari kata “tebu”, yang merupakan “sanepan” “anteping kalbu”
secara baik dan benar. Pitutur ini sebagai spirit utama reformasi birokrasi, yang
dalam menjalankan tugas menggunakan prinsip “mboten korupsi, mboten ngapusi”
untuk meningkatkan moral dan harga diri birokrasi.

Kerja !!! Rembugan !!! Mari Belajar dari daya hidup rakyat!!!
Mereka para ibu buruh gendong di pasar-pasar, berani kerja, berani hidup. Pak Tani
di tanah-tanah sawah yang mulai menyusut, kepemilikannya perlu untuk
dipastikan: Kami Berbahagia! Karena merekalah Negara dan bangsa ini lahir.
Rakyat sebagai Tuan di Republik Indonesia. Gubernur hanya pelaksana mandat
rakyat dan perlu mengajarkan kemerdekaan dan kebangsaan, karena ini adalah citacita berbangsa dan bernegara.
Kebhinekaan berikut dengan daya hidup, vitalitas sosial, di tengah masyarakat Jawa
Tengah yang tersebar dari Purbalingga sampai dengan Kendeng Utara mengajarkan
kita: cinta Tanah dan Air. Inilah sendi dasar kecintaan pada Tanah Air. Karena
semangat dan cita-cita hidup bersama sebagai bangsa dapat digali dari keberagaman
budaya di tengah masyarakat Jawa Tengah. Ke-Bhineka-Tunggal-Ika-an adalah
kekuatan. Sendi-sendi ini dibangun diatas ide Kedaulatan atas Tanah dan
Kedaulatan Atas Air. Kedaulatan pengambilan keputusan untuk mengelola sumber
daya strategis demi kemakmuran Rakyat Jawa Tengah.

6
Pemerintahan Jawa Tengah sangat bersyukur tentang keberagaman ini.
Keberagaman tidak hanya pada suku dan agama melainkan juga kepercayaan
mereka, para orang tua murid dari Tionghoa, dari Arab, dari Thailand, dari
Malaysia yang menaruh kepercayaan untuk menitipkan generasi pembangunan
mereka: anak muda penerus bangsa untuk sekolah di Jawa, khususnya di Jawa
Tengah. Prioritas pendidikan yang membumi pada tradisi Jawa dan perlindungan
terhadap kreatifitas dan daya hidup masyarakat, sebenarnya cermin sikap jiwa
Pancasilais dalam praktik.
Di Jawa Tengah industri rakyat telah tumbuh dan berkembang secara meluas.
Bahkan sebelum negara ini terbangun. Para ahli antropologi lingkungan bahkan
memperkirakan kawasan yang dikenal sebagai “Perdikan” telah mampu tumbuh
dan memiliki daya produktifitas yang tinggi, berbasis pada kekayaan sumber daya
alam. Cerita-cerita rakyat yang berkembang di Jawa Tengah menempatkan
rembugan sebagai pola pemanfaatan Tanah dan Sumber Daya Agraria seperti
halnya sumber air, gunung, waduk dan sebagainya, hidup dan menjadi rujukan
utama bagi cerita suburnya Tanah Jawa Tengah. Oleh karenanya, urusan tata kelola
sumber daya agraria di Jawa Tengah, perlu dibangun melalui Rembugan dan
makaryo gandengan. Rembugan, pranata sosial yang mampu mendesain aturan
untuk mengatur norma dasar sekaligus penerapan sanksi sosial yang justru
menghormati tradisi yang hidup di masyarakat Jawa Tengah. Sanksi sosial yang
tidak hanya memiliki efek jera tetapi juga membangun kesadaran.
Bathin saya bergejolak, Menatap Kemiskinan dan pengangguran di Perdesaan
sebagai akibat tertutupnya akses tanah garapan petani gurem dan buruh tani.
Pijakan hidup rakyat perdesaan menjadi rapuh karena dua sumber daya pokok
perdesaan yaitu Petani dan Lahan selama ini cenderung terpisah. Maka dari itu,
perlu difasilitasi agar keduanya bersatu, bersinergi menjadi kekuatan produksi
daerah, melalui kerjasama antar daerah, melalui kemitraan melalui rembugan.
Rembugan telah mentradisi sebagai alat penyelesai masalah bersama. Hampir tidak
ada masalah yang tidak bisa diselesaikan melalui rembugan. Tradisi ini terbukti
dalam pepatah “ono perkara, yo do dirembug.” Oleh karenanya, saya menghimbau
lakukan rembug tani, rembug buruh, rembug nelayan, rembug desa, rembug
gunung, rembug sungai….agar seluruh sumber daya dapat termanfaatkan secara
produktif. Agar sumber daya agraria di seluruh Tanah Tidur dan Tanah Terlantar
ditanami, ditanami dan ditanami !!!
Dengan keterbatasan saya sebagai Gubernur Jawa Tengah: saya mengajak kepada
semua para Bupati dan Kepala-kepala desa untuk berembug dan berlomba-lomba
“Menjadi Guru di Masa Kebangunan!“ Bersama-sama bergotong-royong membangun
Desa, bersama-sama melakukan SAMBATAN. Tradisi Gotong Royong harus
dipertahankan sebagai identitas kebudayaan warga Jawa Tengah.
7
Saudara-saudaraku sesama rakyat Jawa Tengah,
Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia mengajarkan kepada kita :
“Berdikari! Berdiri di atas Kaki Sendiri!” Karenanya, Kedaulatan di segala bidang
adalah senjata paling ampuh dalam menumbuhkan nilai demokrasi yang sesuai
dengan kenyataan hidup masyarakat Indonesia.
Ke depan, senjata perang cepat atau lambat akan berkurang perannya, ketika nilainilai demokrasi telah diyakini sebagai nilai-nilai dasar universal dan perdamaian
sudah menjadi keniscayaan. Pada saat inilah pangan dan energy menjadi sektor
strategis yang akan menjadi perhatian utama dari para pengambil keputusan di
seluruh dunia. Kenyataan ini telah memberi keyakinan pada saya bahwa pangan
dan enerji merupakan dua sumber daya strategis yang harus dijadikan dasar dalam
membangun Jawa Tengah.
Lebih dari enam puluh satu tahun yang lalu Bung Karno telah mengingatkan pada
bangsa Indonesia “Pangan Rakyat adalah soal hidup dan mati”. Hukum universal
kehidupan adalah Pangan.
Hari ini persoalannya bukan karena tidak ada makanan, melainkan proses produksi
dan distribusinya tidak dilangsungkan berdasarkan keadilan. Sering kita mendengar
produksi makanan yang kelebihan dibuang begitu saja, sementara di sikitarnya
orang membutuhkannya. Begitu pula, makanan yang tidak terjual dari super market
lebih baik di buang ke tempat sampah dari pada dikasihkan orang yang
membutuhkannya.
Tahu dan Tempe merupakan jenis makanan yang menjadi bagian hidup sehari-hari
masyarakat Jawa Tengah. Ternyata untuk memenuhi kebutuhan kedelai, kita masih
harus mengimpornya. Lebih galau lagi, ketika mendapat kenyataan bahwa semakin
hari kebutuhan gandum kita semakin besar. Sementara, gandum tidak tumbuh di
Jawa Tengah. Lebih mengenaskan lagi, seperti apa yang terjadi di Brebes. Ketika
panen raya bawang merah sedang terjadi, dalam waktu bersamaan, masuk bawang
merah impor ke Brebes. Harga panen petani langsung anjlok. Bawang merah impor
yang masuk ke sentra bawang merah Brebes ini, secara otomatis akan
terdistribusikan ke seluruh Indonesia seolah-olah sebagai bawang merah produksi
Brebes.
Kenyataan demikian menunjukkan bahwa dengan ketahanan pangan tidaklah
cukup. Ketahanan pangan hanya berbicara kecukupan pangan tanpa mempedulikan
pangan tersebut dari mana, jenisnya apa dan bagaimana datangnya. Apa yang kita
butuhkan adalah kedaulatan pangan, dimana dalam memenuhi kebutuhan pangan,
kita dapat menentukan sendiri kebijakan dan strategi produksi, distribusi dan
8
konsumsi pangan yang sehat, sesuai dengan sumber daya dan budaya setempat,
dengan metode ramah lingkungan, berkeadilan serta berkelanjutan.
Wiwitan untuk memulai langkah Daulat Pangan di bumi Jawa Tengah, para leluhur
telah mengajarkan kita dengan cara menanam. Bagi setiap orang warga Jawa
Tengah, tua dan muda, diimbau untuk membiasakan diri, membudayakan sikap
dengan menanam setiap harinya satu pohon, satu tanaman. Wiwit menanam
sayuran, rempah, empon-empon, dan bebuahan di halaman rumah. Wiwit
menanam pepohonan kayu produktif di pinggir jalan. Wiwit menanam jagung dan
singkong sebagai pagar kebun.
Dengan menanam pohon setidaknya satu setiap harinya, merupakan latihan
kedisiplinan untuk menghargai alam dan diri sendiri, karena tanpa hasil bumi, kita
akan mati. Menanam, adalah perwujudan rasa terimakasih pada Tuhan Pencipta
Alam atas kesuburan tanah bumi Jawa Tengah. Dengan menanam kita memupuk
harapan bahwa suatu saat pepohonan itu akan bertumbuhan, berbunga dan
berbuah. Dan, dengan menanam kita merawat kembali dan memulihkan alam dari
degradasi sumberdaya alam yang telah dijarah para Nekolim, para penjajah asing
gaya baru, untuk menguasai bumi Republik ini, untuk menguasai bumi Jawa
Tengah.
Melalui gerakan wiwit menanam, kita kembali berupaya keras menghidupkan
kembali dan mengembangkan kecerdasan para leluhur dalam menciptakan benih
dan bibit serta tanaman pangan dan tanaman produktif lainnya. Kita tahu, bahwa
dengan menanam pohon, kita tidak hanya akan memanen bunga, buah dan
kayunya, tapi juga akan memanen air dan udara segar dan sehat. Tanpa air kita
mati. Tanpa Udara sehat kita akan sakit.
Dengan budaya menanam, kita akan mengurangi impor bahan pangan serta bisa
mencukupi kebutuhan akan pangan kita sendiri. InsyaAllah, dengan ijin Tuhan, bila
kita melakukan Gerakan Wiwit Menanam akan menjadi terlatih serta berbudaya
menanam, maka Kedaulatan Pangan di bumi Jawa Tengah tercinta ini, akan
terwujudkan! Maka dari itu: Tanam,tanam,tanam!
Selain Pangan, adalah Energi. Mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi, kita
bergantung pada pasokan listrik dan minyak bumi. Listrik mati, instansi
pemerintahan kita lumpuh. Pelayanan tidak berjalan dan rakyat pasti terbengkalai.
Dari sejak ditemukan listrik hingga sekarang, kita belum belajar bagaimana
mengelola pelayanan publik kita hingga bisa nyaman, murah dan real-time. Listrik
semestinya menyediakan ini. Sekarang ini kita dihadapkan pada rendahnya
cadangan minyak bumi dan lemahnya terobosan solusi terhadap energi terbarukan.
9
Jawa Tengah khususnya dan Indonesia pada umumnya belum mampu mandiri atau
bahkan berdaulat atas sumber – sumber energi di bhumi pertiwi ini. Kebutuhan
Bahan Bakar Minyak kita penuhi dari import, import dan import !. kita menjadi
negara peng-import minyak karena sesat pikir dari tata kelola energi nasional kita.
Kita tidak berdaulat dalam memilih sikap pengembangan industri energi nasional.
Dengan demikian, ke-segera-an untuk melakukan substitusi energi semisal
pemanfaatan gas dan batubara harus di kelola secara simultan dengan penyediaan
Energi Baru Terbarukan.
Bumi kita nyata memproduksi Gas dan Batubara. Bahkan inovasi teknologi terkini
yang kita kuasai telah mampu mengelola keterbatasan penyediaan dan distribusi
energi kita. Sementara itu kita lupa bahwa Bumi kita nyata menyediakan secara
melimpah Energi Baru Terbarukan seperti sinar matahari, angin, panas bumi,
kotoran ternak, bahkan singkong, bambu, atau pun kotoran kita sendiri itu
melimpah. Ini adalah sumber pokok energi terbarukan itu !
Awas !!! Sikap diam kita, dengan membiarkan sumber energi di Bumi kita ini
dikuasai oleh asing maka akan membawa kita tidak hanya pada krisis energi tetapi
juga krisis moral dan krisis kecerdasan. Dari Jawa Tengah kita bangun sikap
berdaulat atas sumber – sumber energi seperti Minyak Bumi, Gas, maupun
Batubara. Dan, bergerak aktif melalui rembug-rembug desa dan rembug-rembug
warga untuk membangun laku produktif pemanfaatan sumber daya energi
terbarukan. Contoh nyata di masa lalu, kreatifitas pak Mukibat dalam menyambung
ubi karet ke ubi kayu biasa adalah hasil rembug dan pelatihan antara petani dengan
petugas penyuluh pertanian di masa Bung Karno. Penyelesaian krisis energi,
dimulai dari keterlibatan aktif rakyat dan sikap aktif jajaran pemerintahan Provinsi
Jawa Tengah untuk menggali, memproduksi dan mengelola secara adil sumber
potensial yang melimpah seperti Bio-gas, Bio-etanol, Bio-mass dll yang ada di bumi
Jawa Tengah sebagai sumber dari kedaulatan Energi Baru Terbarukan Jawa Tengah.
Saudara-saudaraku sesama rakyat Jawa Tengah,
Di era globalisasi, ilmu pengetahuan, teknologi informasi, komunikasi dan
transportasi terus berkembang dengan cepat dan pesatnya. Perkembangan ini,
sangat berpengaruh terhadap struktur dan nilai-nilai masyarakat. Masyarakat
mempunyai akses yang sangat luas terhadap barbagai macam informasi, mulai dari
informasi tentang acara hiburan, ilmu pengetahuan, kehidupan berbagai macam
etnik sampai ke tata kelola dan kebijakan pemerintahan di seluruh dunia. Dengan
demikian masyarakat tidak dapat lagi dibodohi dan ditinggalkan dalam proses
pengambilan keputusan dan penentuan arah pembangunan yang terkait dengan
kepentingan publik. Pengetahuan, informasi, keahlian, ketrampilan dan pengalaman
yang dimiliki oleh masyarakat merupakan potensi yang sangat besar untuk
10
menjawab problem yang dihadapi oleh masyarakat maupun Negara dan
pemerintah.
Kecanggihan dan murahnya teknologi komunikasi telah memungkinkan
masyarakat untuk mengembangkan dialog dan jaringan yang tidak ada batasnya.
Pemuda desa di Klaten, melalui internet dapat lebih akrab dengan teman-temannya
yang tinggalnya tersebar di seluruh penjuru dunia, dibandingkan dengan pemuda
yang tinggal di dekatnya. Seorang profesional muda yang tinggal di Boyolali, bisa
bekerja untuk lembaga/perusahaan yang letaknya ribuan kilometer. Melamar
pekerjaan dikirim melalui internet, penerimaan diberitahukan melalui internet,
diberi tugas melalui intenet, gajinya dikirim melalui internet, kalau ada problem
konsultasinya juga melalui internet dan dipecatpun juga melalui internet.
Yang belum dilakukan dengan sepenuh daya adalah pemanfaatan teknologi internet
itu untuk kepentingan produktif. Kita bisa belajar bahasa dunia dan menyerap ilmu
pengetahuan yang terhampar. Kita bisa membangun jaringan kerja, jaringan
pengembangan ilmu pengetahuan, maupun jaringan bisnis sekalipun. Jaringan
internet untuk bisnis atau usaha bersama ekonomi bahkan sindikat ekonomi semua
warga Jawa Tengah. Sementara itu, Pemerintah sudah menyediakan fasilitas internet
sampai di tingkat Kecamatan bahkan desa. Maka dari itu, marilah kita melakukan
Wiwitan Pemanfaatan Teknologi Informasi untuk laku produktif itu!
Masalah muncul ketika struktur masyarakat berubah. Ada sebagian masyarakat
yang dapat memanfaatkan kecanggihan informasi, komunikasi, transportasi dan
pengetahuan, kemudian menjadi tidak lagi berpegangan pada tatanan
masyarakatnya. Ada masyarakat yang terpengaruh dengan perkembangan yang
gencar dipertontonkan media massa, dan menjadi tidak hirau lagi dengan budaya
asalnya yang dianggap sudah ketinggalan jaman. Ada kelompok masyarakat yang
disatu pihak menolak arus globalisasi, tetapi di lain pihak tergantung pada
kenyamanan yang ditawarkan oleh produk globalisasi sehingga kehilangan
konsistensi dan keberakaran di dalam masyarakatnya sendiri. Ada kelompok
masyarakat yang tidak mampu memanfaatkan kecanggihan yang dibawa globalisasi
sehingga kalah, terpinggirkan dan menyerah pada tatanan masyarakat yang selama
ini melindunginya. Dan terakhir ada kelompok masyarakat yang menolak terhadap
arus globalisasi dan berusaha keras untuk mempertahankan tata nilai masyarakat
yang selama ini hidup.
Bersamaan dengan terpolarisasinya masyarakat, terdapat arus besar yang
mendorong terjadinya pola hidup budaya tunggal. Mulai dari potongan rambut,
yang dulunya di tiap daerah mempunyai kekhasan potongan rambut, hari ini mode
potongan rambut pemuda di New York, pemuda di Madras, Meksiko, India,
Istambul, Rotterdam, Penang dan Purwokerto sulit dibedakan. Begitu pula jean
11
yang robek, yang dipakai oleh pemuda dan pemudi di seluruh dunia. Juga model
ransel. Tiba-tiba semua orang menggunakan ransel, tidak peduli ransel yang
harganya puluhan juta atau ransel yang harganya Rp 90.000 ,-. Yang penting ransel.
Hampir di semua kota besar, dapat dipastikan ada burger Mc Donald, Kentucky
Fried Chicken, Hoka-hoka Bento yang rasa, bentuk dan cara penyajiannya sama.
Begitu pula tren music, tari hingga rancang bangunan. Sekarang menjadi sulit untuk
membedakan antara arsitektur dan struktur kota-kota besar dari Negara yang satu
dengan Negara lainnya.
Derasnya arus gaya hidup metropolitan global, perlu diimbangi dengan kokohnya
budaya lokal, sehingga budaya dan kepribadian bangsa menjadi pelindung utama
dari gempuran budaya asing.
Saudara-saudaraku sesama rakyat Jawa Tengah,
Semua kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan seperti tersebut di atas
merupakan realitas yang kita hadapi hari ini. Jawa Tengah merupakan bagian dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Indonesia bagian dari Asean serta dunia.
Kita hidup dalam satu dunia yang satu sama lainnya saling terkait dan
mempengaruhi. Pada posisi seperti ini, kalau kita sebagai satu kesatuan wilayah
Jawa Tengah tidak berdaulat, kuat dan maju, maka kita hanya akan menjadi
penonton dan konsumen yang tergantung pada arus global yang tidak lagi
mengenal batas-batas wilayah administrasi Negara maupun kebudayaan.
Kenyataan diatas menuntut pada kita untuk tidak boleh berpikir dikotomis, yaitu
melihat persoalan dengan salah – benar, baik – buruk, kawan – lawan, pro – anti
dalam menganalisa dan menjawab persoalan-persoalan yang muncul di dalam
masyarakat. Kalau kita pro rakyat bukan berarti secara otomatis anti kekuasaan;
kalau kita pro buruh bukan berarti harus anti pemilik modal; kalau kita pro petani
bukan kemudian berarti anti pemilik lahan besar; kalau kita pro pedagang kecil
bukan berarti lalu anti pedagang besar. Melalui rembugan selalu ada alternatif ke
dua, ke-3, …..dst.
Bung Karno mengatakan : “Orang tidak dapat mengabdi kepada Tuhan, dengan
tidak mengabdi kepada sesama manusia. Tuhan bersemayam di gubuknya siMiskin”.
Sudah barang tentu kita harus berpihak dan membela si miskin atau mereka yang
lemah secara politik, ekonomi, sosial dan budaya. Tetapi bukan berarti harus
melawan orang kaya, maupun orang kuat secara politik, ekonomi, sosial dan
budaya. Tidak! Menangani masalah kemiskinan tidak berarti harus memiskinkan
orang yang sudah kaya (kecuali hasil korupsi). Masalahnya, ketika pengangguran
dan kemiskinan tidak ditangani secara serius, kesenjangan sosial semakin hari
12
semakin lebar. Ketika pengangguran dan kemiskinan terjadi bukan karena masalah
kemalasan dan pilihan, atau karena masalah struktural, maka disana akan tumbuh
kecemburuan sosial dan kefrustrasian. Kondisi sosial yang karut-marut ini, apabila
harus terus menerus diberi tontonan orang mengkonsumsi barang-barang mewah,
penyelenggaraan hiburan mewah yang gemerlap dan disuguhi dengan berita-berita
tentang pencurian uang Negara, yang dilakukan dengan terang-terangan serta
penyalah gunaan kekuasaan tanpa sungkan atau rikuh, maka kerusuhan sosial
seolah sudah diprogramkan. Dan kita semua tahu, kerusuhan sosial hanya akan
mengembalikan capaian pembangunan ke titik nol, bahkan minus. Karena harga
sosial, politik, ekonomi dan budaya yang harus dibayar akibat kerusuhan sosial itu
adalah sangat tinggi. Kita harus menghindari budaya-merugi semacam ini.
Saudara-saudaraku sesama rakyat Jawa Tengah,
Menyelesaikan masalah besar di Jawa Tengah terkait dengan pembangunan
infrastruktur, penanganan masalah pengangguran,
pengentasan kemiskinan,
penegakan kedaulatan pangan dan enerji, tidaklah dapat dilakukan sendiri oleh
pemerintah. Namun pemerintah, Gubernur, menjadi fasilitator sekaligus penggerak
konsolidasi seluruh potensi yang dimiliki; kaum intelektual, akademisi dan
professional, lembaga-lembaga keuangan dan para pebisnis swasta, perusahaanperusahaan swasta, lembaga swadaya masyarakat, organisasi massa, organisasi
profesi, organisasi sektoral seperti serikat petani, nelayan dan buruh, yang
semuanya sepakat untuk mewujudkan visi menuju Jawa Tengah Sejahtera dan
Berdikari – melalui ajaran Tri-Sakti, Operasionalisasi dari esensi Kedaulatan dan
Kebangsaan di Jawa Tengah.
Operasionalisasi dari konsolidasi diatas nilai “ Mboten Korupsi, Mboten Ngapusi”
akan menjadi hidup, apabila gotong royong dijadikan sebagai sendi dasar untuk
membangun kesepakatan sosial dan denyut nadi kinerja pemerintahan provinsi
Jawa Tengah, lima (5) tahun mendatang ini.
Untuk itu, tidak ada pilihan lain selain mengerahkan segala sumber daya yang
tersedia dalam lima (5) tahun ini, untuk memfokuskan titik konsentrasi
pembangunan, melalui penilaian, perhitungan cermat, sekaligus berpijak pada
kepribadian diri budaya Jawa Tengah melalui penghormatan terhadap daya-hiduprakyat Jawa Tengah untuk modal dasar pembangunan. Mulai dari titik ini, tahun
2014 kita wiwiti makaryo jawa tengah berdikari melalui langkah wiwitan tahun
pertama - tahun 2014 sebagai tahun infrastruktur Jawa Tengah.

Saudara-Saudaraku sesama Rakyat Jawa Tengah yang budiman,
13
Di akhir pidato ini saya ingin mengingatkan MANTRA anak-anak di masa lalu.
Anak-anak desa yang menggembala kambing di pematang-pematang maupun
anak-anak kota yang bermain di lapangan sambil menaikkan layang-layang. Tatkala
angin tidak ajeg semilirnya dan tidak segera mampu mengangkat naik kibar layanglayangnya, mereka ini berdendang keras di jeda angin:
“Cempe-cempe undangna barat gedhe tak upahi duduh tape… Cempe-cempe undangna
barat gedhe dak upahi duduh tape…”
Bersahut-sahutan, berbalas-balasan, mengalun, menghimpun daya!
Wahai angin, datanglah semilir… dan hembuskan laju kibar layang-layang dan
sampaikan pesan: JANGAN BERHENTI MELAKUKAN PERUBAHAN. Bangkit dan
tegaklah. Bergiat kita bersama, bergerak menuju Jawa Tengah Sejahtera dan
Berdikari.
Padamu negeri, kami berjanji…
Padamu negeri, kami berbakti…
Padamu negeri, kami mengabdi…
Bagimu negeri, jiwa raga kami…
Merdeka!

14

More Related Content

Similar to Wiwitan Ganjar Pranowo - Orasi Kebudayaan di Wisma Perdamaian, 6 Januari 2014

Makalah ilmu sosial budaya dasar
Makalah  ilmu sosial budaya dasarMakalah  ilmu sosial budaya dasar
Makalah ilmu sosial budaya dasarLaely H
 
Masa depan keberagaman di indonesia
Masa depan keberagaman di indonesiaMasa depan keberagaman di indonesia
Masa depan keberagaman di indonesiaImam Muda Ikram
 
Sambutan bupati wonosobo + gubernur upacara 17 agustus 2021 cap
Sambutan bupati wonosobo + gubernur upacara 17 agustus 2021 capSambutan bupati wonosobo + gubernur upacara 17 agustus 2021 cap
Sambutan bupati wonosobo + gubernur upacara 17 agustus 2021 capShintaDevi11
 
tugas sosped fix
tugas sosped fixtugas sosped fix
tugas sosped fixsulai men
 
Spirit Revolusi Mental Dalam Inovasi Pelayanan Publik
Spirit Revolusi Mental Dalam Inovasi Pelayanan Publik Spirit Revolusi Mental Dalam Inovasi Pelayanan Publik
Spirit Revolusi Mental Dalam Inovasi Pelayanan Publik Tri Widodo W. UTOMO
 
Pemuda ind on esia itu
Pemuda ind on esia ituPemuda ind on esia itu
Pemuda ind on esia ituansorulalfia
 
KATA PENGANTAR BUKU PRANATA BANYU DESA DASUN - ANGGA HERMANSAH.docx
KATA PENGANTAR BUKU PRANATA BANYU DESA DASUN - ANGGA HERMANSAH.docxKATA PENGANTAR BUKU PRANATA BANYU DESA DASUN - ANGGA HERMANSAH.docx
KATA PENGANTAR BUKU PRANATA BANYU DESA DASUN - ANGGA HERMANSAH.docxpemajuankebudayaande
 
Yang mulia tuan pengerusi majlis
Yang mulia tuan pengerusi majlisYang mulia tuan pengerusi majlis
Yang mulia tuan pengerusi majlisWendy Lim Siew
 
Kerangka Acuan Kegiatan Festival Budaya dan TIK Desa Panjalu 2013
Kerangka Acuan Kegiatan Festival Budaya dan TIK Desa Panjalu 2013Kerangka Acuan Kegiatan Festival Budaya dan TIK Desa Panjalu 2013
Kerangka Acuan Kegiatan Festival Budaya dan TIK Desa Panjalu 2013Aji Sahdi Sutisna
 
Promosi ujar rektor-dinkes-dinas-dll
Promosi ujar rektor-dinkes-dinas-dllPromosi ujar rektor-dinkes-dinas-dll
Promosi ujar rektor-dinkes-dinas-dllMohammad 'azzys
 
Promosi ujar rektor-dinkes-dinas-dll
Promosi ujar rektor-dinkes-dinas-dllPromosi ujar rektor-dinkes-dinas-dll
Promosi ujar rektor-dinkes-dinas-dllMohammad 'azzys
 
Buletin Integriti Siri 2 Tahun 2018
Buletin Integriti Siri 2 Tahun 2018Buletin Integriti Siri 2 Tahun 2018
Buletin Integriti Siri 2 Tahun 2018Chon Seong Hoo
 
Dalam karangan masyarakat malaysia
Dalam karangan masyarakat malaysiaDalam karangan masyarakat malaysia
Dalam karangan masyarakat malaysiaLina Abu Bakar
 

Similar to Wiwitan Ganjar Pranowo - Orasi Kebudayaan di Wisma Perdamaian, 6 Januari 2014 (20)

Makalah ilmu sosial budaya dasar
Makalah  ilmu sosial budaya dasarMakalah  ilmu sosial budaya dasar
Makalah ilmu sosial budaya dasar
 
Masa depan keberagaman di indonesia
Masa depan keberagaman di indonesiaMasa depan keberagaman di indonesia
Masa depan keberagaman di indonesia
 
Sumpa pemuda
Sumpa pemudaSumpa pemuda
Sumpa pemuda
 
Sambutan bupati wonosobo + gubernur upacara 17 agustus 2021 cap
Sambutan bupati wonosobo + gubernur upacara 17 agustus 2021 capSambutan bupati wonosobo + gubernur upacara 17 agustus 2021 cap
Sambutan bupati wonosobo + gubernur upacara 17 agustus 2021 cap
 
Makna sumpah pemuda
Makna sumpah pemudaMakna sumpah pemuda
Makna sumpah pemuda
 
Makna sumpah pemuda
Makna sumpah pemudaMakna sumpah pemuda
Makna sumpah pemuda
 
tugas sosped fix
tugas sosped fixtugas sosped fix
tugas sosped fix
 
Spirit Revolusi Mental Dalam Inovasi Pelayanan Publik
Spirit Revolusi Mental Dalam Inovasi Pelayanan Publik Spirit Revolusi Mental Dalam Inovasi Pelayanan Publik
Spirit Revolusi Mental Dalam Inovasi Pelayanan Publik
 
Pemuda ind on esia itu
Pemuda ind on esia ituPemuda ind on esia itu
Pemuda ind on esia itu
 
Moge news jilid1
Moge news jilid1 Moge news jilid1
Moge news jilid1
 
KATA PENGANTAR BUKU PRANATA BANYU DESA DASUN - ANGGA HERMANSAH.docx
KATA PENGANTAR BUKU PRANATA BANYU DESA DASUN - ANGGA HERMANSAH.docxKATA PENGANTAR BUKU PRANATA BANYU DESA DASUN - ANGGA HERMANSAH.docx
KATA PENGANTAR BUKU PRANATA BANYU DESA DASUN - ANGGA HERMANSAH.docx
 
Yang mulia tuan pengerusi majlis
Yang mulia tuan pengerusi majlisYang mulia tuan pengerusi majlis
Yang mulia tuan pengerusi majlis
 
Kerangka Acuan Kegiatan Festival Budaya dan TIK Desa Panjalu 2013
Kerangka Acuan Kegiatan Festival Budaya dan TIK Desa Panjalu 2013Kerangka Acuan Kegiatan Festival Budaya dan TIK Desa Panjalu 2013
Kerangka Acuan Kegiatan Festival Budaya dan TIK Desa Panjalu 2013
 
Promosi ujar rektor-dinkes-dinas-dll
Promosi ujar rektor-dinkes-dinas-dllPromosi ujar rektor-dinkes-dinas-dll
Promosi ujar rektor-dinkes-dinas-dll
 
Promosi ujar rektor-dinkes-dinas-dll
Promosi ujar rektor-dinkes-dinas-dllPromosi ujar rektor-dinkes-dinas-dll
Promosi ujar rektor-dinkes-dinas-dll
 
Buletin Integriti Siri 2 Tahun 2018
Buletin Integriti Siri 2 Tahun 2018Buletin Integriti Siri 2 Tahun 2018
Buletin Integriti Siri 2 Tahun 2018
 
Pidato Bahasa Indonesia
Pidato Bahasa IndonesiaPidato Bahasa Indonesia
Pidato Bahasa Indonesia
 
Buku mentoring 13
Buku mentoring  13Buku mentoring  13
Buku mentoring 13
 
Dalam karangan masyarakat malaysia
Dalam karangan masyarakat malaysiaDalam karangan masyarakat malaysia
Dalam karangan masyarakat malaysia
 
KAMMI
KAMMI KAMMI
KAMMI
 

Wiwitan Ganjar Pranowo - Orasi Kebudayaan di Wisma Perdamaian, 6 Januari 2014

  • 1. Wiwitan Pidato Kebudayaan Gubernur Ganjar Pranowo. Wisma Perdamaian, Semarang 06 Januari 2014 Saudara-saudaraku sesama rakyat Jawa Tengah, yang saya hormati dan cintai, Selamat Tahun Baru 2014. Tahun ini adalah tahun pembuka yang sangat penting. Meskipun melalui proses revisi Rancangan APBD tahun ini merupakan tahun fiskal pertama secara utuh untuk menjalankan mandat sebagai Gubernur Jawa Tengah. Pelaksanaan mandat bukan hal biasa, melainkan sesuatu yang istimewa karena pada batas waktu akhir penerima mandat harus mempertanggung-jawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan mandat yang telah diberikan. Menunaikan tugas mulia, dalam budaya kita, Budaya Jawa tidak hanya memerlukan persiapan fisik tetapi juga persiapan lahir dan batin. Mohon petunjuk, tuntunan, dan kekuatan dari Tuhan Yang Maha Esa untuk melaksanakan tugas yang berat tetapi mulia. Saya bertanya dalam bathin saya. Apa yang harus diberikan untuk wujud kecintaan kepada Tanah dan Air di Jawa Tengah ini. Mulailah saya menilik ulang esensi laku utomo untuk memulai roda kehidupan pemerintahan di Jawa Tengah. Orang Jawa mengatakan, Wiwitan dapat diartikan juga Jejeran. Jika dalam dunia Pewayangan, Jejeran menjadi sumber alur utama cerita: siapa yang berkuasa, siapa tokoh kunci cerita, rangkaian peristiwa dan pemecahan masalah dalam cerita. Maka, dalam cerita pewayangan itu kita mengenal kedudukan para raja adalah penguasa yang dianggap syah menggunakan seluruh sumber daya alam dan manusia untuk kepentingan sang Raja. Akan tetapi dalam konteks Pemerintahan Jawa Tengah, Rakyat adalah sumber dari kekuasaan karena Ia adalah penentu. Ia adalah Tuan sang pemberi mandat. Dengannya, Gubernur beserta jajaran birokrasi pada hakikinya adalah penerima mandat untuk menjalankan kekuasaan untuk melayani tuntutan Rakyat. Posisi “sungsang” ini merupakan perwujudan praktik penyelenggaraan pemerintahan berbasis demokrasi, yang menggeser paradigma “pemerintah membangun rakyat’’ menjadi rakyat membangun. Ini sekaligus mengubah pemrentah (tukang perintah) masyarakat menjadi mitra masyarakat, yang saling asih, asah, dan asuh. 1
  • 2. Persiapan atau “wiwit” mempunyai makna yang penting dalam hidup dan peri kehidupan dalam keluarga Jawa, karena wiwit dipercayai akan menentukan perjalanan dan akhir suatu kehidupan. Oleh karena itu malam ini saya memandang perlu memaparkan pernyataan wiwitan secara lisan dan langsung dihadapan pemberi mandat yang mulia rakyat Jawa Tengah, setidaknya ada dua nilai mendasar yang diajarkan dari tradisi lelulur ini kepada kita, supaya kita mengenal jati diri dan memiliki kepribadian dalam kebudayaan. Saudara-saudaraku sesama rakyat Jawa Tengah, yang saya hormati dan cintai, Salah satu peristiwa penting dalam siklus kehidupan orang Jawa adalah upacara adat tedhak siten. Tedhak siten adalah upacara pendekatan bayi yang berumur tujuh “lapan” untuk turun dari gendhongan guna menapak dan mengenal tanah. Tedhak siten memberi “pitutur” bahwa manusia yang berasal dari tanah (alam) harus mengenal dan bergaul dengan alam dalam hidup dan kehidupannya. Tedhak siten memberi metaphorfosa bahwa saya sebagai gubernur baru (lahir) yang berasal dari Jawa Tengah harus mengenal dan bergaul serta memahami keragaman masyarakat dari mana saya berasal. Selama Empat (4) bulan pertama sebagai Gubernur, saya menghabiskan sebagian besar waktu saya keliling - MIDHER- Jawa Tengah untuk mendatangi bapak-ibu sekalian untuk berdialog, rembugan untuk menggali dan memecahkan bersama masalah dilapangan yang selama ini belum tertangani. Pitutur lain dari Tedhak Siten adalah untuk pendewasaan dan kesempurnaan hidup manusia dianjurkan agar selalu berdialog secara terus menerus dengan alamnya, asal-usul, dan tumpah darahnya. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan menegakkan keberdikarian masyarakat maka dialog dengan para-pihak menjadi sarana utama dalam memahami kebutuhan dan kepentingan semua para-pihak. Maka “rembugan” yang perwujudan musyawarah dalam penyelesaian masalah, merupakan pendekatan sekaligus alat untuk menyelesaikan masalah secara kolektif (bersama-sama). Dialog atau rembugan antara manusia dan alam yang dituturkan oleh tedhak siten, menunjukan bahwa manusia untuk kesejahteraan dan kesempurnaan hidupnya memerlukan (bahkan tergantung) dengan alam. Jadi kesejahteraan manusia tergantung pada kesejahteraan alam dan kesejahteraan alam tergantung pada kesejahteraan (keramahan) manusia. Rembugan antar keduanya adalah kebutuhan dasar keberadaan diri masing-masing, yakni sebagai subyek dan subyek. Tedhak siten memberi pitutur bahwa dalam rembugan dalam melayani masyarakat harus ada kesetaraan antar pihak yang bedialog, saling menghormati, dan saling menghargai untuk menghasilkan kesepakatan bersama. Jadi syarat rembugan 2
  • 3. adalah saling “nguwongke,” agar saling bisa merasakan posisi masing-masing yang biasa dikenal dengan saling “tepa-salira.” Rasa dan tepa-salira akan menjamin kesetaraan dalam rembugan, sehingga pemerintah dapat memahami permasalahan yang dihadapi rakyat melalui kacamata dan posisi diri rakyat. Sedang rakyat dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan pemerintah dalam memfasilitasi dan melayani masyarakat. Tedhak Siten, Saudara-Saudaraku: “Saya belajar dari tradisi Tedhak Siten itu!” Kita mulai dengan melangkah, turun ke bawah, ngangsu kawruh melalui melihat, merasakan dan menggali kenyataan Jawa Tengah melalui panca-indera yang dimiliki. Hasilnya… luar biasa, “ nguwongke-uwong”. Para pemikir, menyatakan bahwa seeing deeply in society – akan menajamkan rasa empati. Dan Jawa Tengah sebagai esensi dari Kebudayan Jawa mewarisi tradisi “memanusia-kan-manusia “. Dalam midher, saya menemukan bahwa kita hidup dalam kemewahan dan kekayaan Bumi Air yang melimpah. “Gemah Ripah Loh Jinawi”. Jawa Tengah ternyata bukan sekedar cerita. Hidupnya rasa menjadikan kita bisa menikmati pesona keindahan alam-Nya, Jawa Tengah, baik yang di pegunungan, pantai maupun dataran rendah dengan hamparan sawah yang ijo royo-royo dibingkai dengan pepohonan di pinggiran desa-desa kami. Candi-candi yang terhampar di seluruh wilayah Jawa Tengah sebagai bukti bahwa tempat ini dipilih oleh para leluhur untuk mengembangkan budaya yang adiluhung nan agung. Saya takjub dengan aneka ragam seni dan budaya yang telah lama diciptakan, namun masih terpelihara dengan baik dan bahkan sebagian telah dikembangkan secara kreatif oleh warga Jawa Tengah sendiri !!! Keindahan batik Solo, Pekalongan dan Lasem, nikmatnya aneka kuliner yang selalu tersedia di setiap tempat, indahnya kerajinan tangan yang diciptakan oleh tangan-tangan terampil warga Jateng. Tidak di sangkal, kenyataan ini adalah kemewahan-rasa kami sebagai orang Jawa. Tedhak Siten mengingatkan kepada saya fakta ini. Tetapi dibalik fakta kemewahan ini ada pergolakan batin dalam diri saya. Nadi rakyat Jawa Tengah tentang harapan pencapaian kebahagian hidup masih terasa berat. Tanah-Air yang selama ini kami jadikan sandaran kehidupan mulai “kelelahan” karena ulah-salah kami, yang ditandai dengan banyaknya tanah longsor dan banjir serta kekeringan. Kehebatan fakta itu, berubah menjadi tantangan bagi saya. Infrastruktur! Ya, Infrastruktur, Saudara-Saudaraku! Dan Rakyat marah karena pemerintah ini dianggap tidak mampu merasakan sindiran orang. 3
  • 4. “Orang naik bus atau kendaraan darat lintas propinsi di Jawa ini dan terlelap tidur itu kalau mau merasakan sudah sampai di Jawa Tengah atau belum cukup dengan rasa”. Nek wis glodag-glodag, nah…wis tekan Jawa Tengah“ Sindiran orang yang mengatakan ini merupakan tohokan jitu yang menantang bagi kita untuk “cancut taliwondo” menyelesaikan problem infrastruktur jalan dan jembatan di Jawa tengah. Pembangunan jalan tidak hanya terkait dengan kenyamanan dalam berkendaraan, melainkan juga sebagai penopang penting dalam menggerakkan roda pembangunan ekonomi. Lebih jauh secara psikologis jika jalanjalan di Jawa Tengah mulus membuat hati rakyat menjadi lebih tenteram. Lalu, ketentraman kita sebagai keluarga besar Jawa Tengah juga terusik oleh masalah pengangguran dan kemiskinan. Dalam pesona alam yang gemah ripah loh jinawi ini, ternyata ada Jutaan di antara kita, para anak muda kita, keluargakeluarga kita : miskin dan menganggur! Beribu-ribu pemuda dan pemudi terpaksa harus mengais penghidupan sebagai pekerja kasar dan rendahan di negeri orang. Ini, yang begini ini, pasti ada yang salah. Pasti ada yang keliru. Saudara-saudaraku sesama rakyat Jawa Tengah, Besarnya laju pertumbuhan ekonomi di perkotaan telah menjadi magnet yang sangat besar bagi orang perdesaan untuk mengadu nasib. Arus urbanisasi dari perdesaaan ke perkotaan tidak dapat dibendung dengan cara apapun, akibatnya kepadatan penduduk menjadi masalah kronis di perkotaan. Bagi sebagian kecil di antara kita yang berhasil, dapat menikmati kenyamanan kota. Tetapi bagi sebagian besar yang tidak beruntung harus hidup berdempet-dempetan di tempat yang kumuh, dengan tingkat ketegangan sosial dan kriminalitas yang sangat tinggi. Di tempat-tempat seperti inilah pengangguran dan kemiskinan di perkotaan telah terjadi. Mengadu nasib di perkotaan, ternyata menjadi pilihan lebih baik bagi para pemudapemudi anak generasi Jawa Tengah, dari-pada tetap tinggal di perdesaan. Desa tidak lagi menjanjikan bagi mereka. Jenis pekerjaan yang ditawarkan di perdesaan sebagian besar merupakan pekerjaan fisik yang berat, tidak bergengsi dan tidak menghasilkan banyak uang. Selebihnya, kehidupan di perdesaan terasa hampa terutama bagi pemuda yang telah terobsesi dengan kehidupan perkotaan yang komsumtif, gemerlapnya dan hingar-bingarnya hiburan. Ketika kehidupan di perdesaan tidak menjanjikan, maka urbanisasilah jawaban satu-satunya. Mereka lebih baik miskin dan menganggur di perkotaan karena bisa hidup anonim daripada malu hidup miskin di perdesaan. Arus urbanisasi penduduk perdesaan ke perkotaan telah membuat perdesaan kehilangan tenaga produktifnya. Kelangkaan tenaga kerja di sektor pertanian telah 4
  • 5. menambah daftar panjang ketergantungan petani kecil pada proses produksi. Ketergantungan bibit, pupuk dan pestisida dari pabrik dan distributor serta jasa pengerahan tenaga kerja pertanian yang berimplikasi melambungkan biaya produksi. Semakin parah, petani tidak dapat menentukan sendiri harga hasil produksinya. Ketika petani tidak berdaulat dalam menentukan harga produksinya, maka petani kecil tingkat kesejahteraannya tergantung pada mekanisme pasar yang rumusnya ditentukan oleh tawaran dan permintaan. Ketika banyak petani kecil panen, ternyata penawaran atas hasil panen petani tersebut di pasaran berlimpah dibandingkan dengan permintaan konsumen, akibatnya harga panen petani jatuh. Sebaliknya, ketika petani sedang tidak panen dan membutuhkan produk pertanian untuk dikonsumsi, dia harus membeli dengan harga yang lebih tinggi. Petani dibiarkan kepanasan dan kedinginan sendiri tanpa perlindungan yang memadai. Kondisi seperti ini telah membuat petani kecil apalagi buruh tani tidak berdaya. Pilihan untuk bertahan hidup, petani kecil harus mencari tambahan penghasilan atau menjual tanah miliknya yang paling berharga untuk kemudian menjadi buruh tani atau beralih profesi ke sector informal atau menjadi buruh di perkotaan. Kondisi diatas merupakan salah satu faktor penting yang membuat kemiskinan di perdesaan berkepanjangan. Pembangunan Jawa Tengah perlu menitik-beratkan pada REMBUGAN dalam penguatan kawasan perdesaan, bukan sebagai penyeimbang perencanaan dan pengalokasian anggaran yang “bias kota” tetapi untuk mewujudkan Jawa Tengah berdikari. Apabila perdesaan sejahtera, maka masyarakat perdesaan tidak menjadi beban perkotaan tetapi malah menjadi penopang pertumbuhan dan kesejahteraan perkotaan. Saudara-Saudara, Pembangunan nasional, selain bias perkotaan, juga masih didominasi oleh pembangunan yang bersifat sektoral yang terpusat melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Tugas Pembantuan (TP) langsung ke kabupaten/kota. Meskipun Gubernur merupakan kepanjangan tangan pusat didaerah, dalam prakteknya sering tidak dilibatkan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan secara langsung. Hambatan sektoral pusat menjadi semakin memberatkan koordinasi dan sinkronisasi program oleh Gubernur, karena satuan otonomi daerah secara nasional difokuskan pada kabupaten/kota. Akibatnya posisi gubernur dalam penyelenggaraan pemerintahan, terreduksi sebagai pelengkap program-program pusat, disatu pihak, dan di pihak lain Gubernur tidak mempunyai kewenangan dalam pembinaan dan pengawasan pada tingkat kabupaten/kota. 5
  • 6. Batin Saya Berontak ! Kehendak untuk berjalan ini terhambat oleh sistim tata kelola pemerintahan kita di era ini yang tidak memberikan peluang bagi Gubernur Jawa Tengah bertindak langsung seperti halnya saudara saya : Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Papua, Gubernur Papua Barat, Gubernur D.I. Yogyakarta maupun Gubernur Aceh. Tetapi rasionalitas saya menyampaikan, bahwa Gubernur adalah Wakil Pemerintah Pusat di Daerah siap melakukan Rembugan dengan Para Bupati/Walikota dan siap melakukan Rembugan dengan para Kepala Desa-Kepala Desa di Jawa Tengah guna melaksanakan Wiwitan Pembangunan untuk bersama membangun Kuasa Rakyat. Mari kita Prioritaskan penyelesaian pembangunan dengan rembugan dan menaruh kepercayaan bahwa Rakyat yang kuat akan mendukung pemerintahan yang kuat, dan akan menghasilkan negara yang kuat. Tuntunan orang tua agar anak menaiki tangga tebu Arjuna dalam upacara tedhak siten, memberi pitutur bahwa dalam menjalankan tugas harus dijalankan sepenuh hati, ini berasal dari kata “tebu”, yang merupakan “sanepan” “anteping kalbu” secara baik dan benar. Pitutur ini sebagai spirit utama reformasi birokrasi, yang dalam menjalankan tugas menggunakan prinsip “mboten korupsi, mboten ngapusi” untuk meningkatkan moral dan harga diri birokrasi. Kerja !!! Rembugan !!! Mari Belajar dari daya hidup rakyat!!! Mereka para ibu buruh gendong di pasar-pasar, berani kerja, berani hidup. Pak Tani di tanah-tanah sawah yang mulai menyusut, kepemilikannya perlu untuk dipastikan: Kami Berbahagia! Karena merekalah Negara dan bangsa ini lahir. Rakyat sebagai Tuan di Republik Indonesia. Gubernur hanya pelaksana mandat rakyat dan perlu mengajarkan kemerdekaan dan kebangsaan, karena ini adalah citacita berbangsa dan bernegara. Kebhinekaan berikut dengan daya hidup, vitalitas sosial, di tengah masyarakat Jawa Tengah yang tersebar dari Purbalingga sampai dengan Kendeng Utara mengajarkan kita: cinta Tanah dan Air. Inilah sendi dasar kecintaan pada Tanah Air. Karena semangat dan cita-cita hidup bersama sebagai bangsa dapat digali dari keberagaman budaya di tengah masyarakat Jawa Tengah. Ke-Bhineka-Tunggal-Ika-an adalah kekuatan. Sendi-sendi ini dibangun diatas ide Kedaulatan atas Tanah dan Kedaulatan Atas Air. Kedaulatan pengambilan keputusan untuk mengelola sumber daya strategis demi kemakmuran Rakyat Jawa Tengah. 6
  • 7. Pemerintahan Jawa Tengah sangat bersyukur tentang keberagaman ini. Keberagaman tidak hanya pada suku dan agama melainkan juga kepercayaan mereka, para orang tua murid dari Tionghoa, dari Arab, dari Thailand, dari Malaysia yang menaruh kepercayaan untuk menitipkan generasi pembangunan mereka: anak muda penerus bangsa untuk sekolah di Jawa, khususnya di Jawa Tengah. Prioritas pendidikan yang membumi pada tradisi Jawa dan perlindungan terhadap kreatifitas dan daya hidup masyarakat, sebenarnya cermin sikap jiwa Pancasilais dalam praktik. Di Jawa Tengah industri rakyat telah tumbuh dan berkembang secara meluas. Bahkan sebelum negara ini terbangun. Para ahli antropologi lingkungan bahkan memperkirakan kawasan yang dikenal sebagai “Perdikan” telah mampu tumbuh dan memiliki daya produktifitas yang tinggi, berbasis pada kekayaan sumber daya alam. Cerita-cerita rakyat yang berkembang di Jawa Tengah menempatkan rembugan sebagai pola pemanfaatan Tanah dan Sumber Daya Agraria seperti halnya sumber air, gunung, waduk dan sebagainya, hidup dan menjadi rujukan utama bagi cerita suburnya Tanah Jawa Tengah. Oleh karenanya, urusan tata kelola sumber daya agraria di Jawa Tengah, perlu dibangun melalui Rembugan dan makaryo gandengan. Rembugan, pranata sosial yang mampu mendesain aturan untuk mengatur norma dasar sekaligus penerapan sanksi sosial yang justru menghormati tradisi yang hidup di masyarakat Jawa Tengah. Sanksi sosial yang tidak hanya memiliki efek jera tetapi juga membangun kesadaran. Bathin saya bergejolak, Menatap Kemiskinan dan pengangguran di Perdesaan sebagai akibat tertutupnya akses tanah garapan petani gurem dan buruh tani. Pijakan hidup rakyat perdesaan menjadi rapuh karena dua sumber daya pokok perdesaan yaitu Petani dan Lahan selama ini cenderung terpisah. Maka dari itu, perlu difasilitasi agar keduanya bersatu, bersinergi menjadi kekuatan produksi daerah, melalui kerjasama antar daerah, melalui kemitraan melalui rembugan. Rembugan telah mentradisi sebagai alat penyelesai masalah bersama. Hampir tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan melalui rembugan. Tradisi ini terbukti dalam pepatah “ono perkara, yo do dirembug.” Oleh karenanya, saya menghimbau lakukan rembug tani, rembug buruh, rembug nelayan, rembug desa, rembug gunung, rembug sungai….agar seluruh sumber daya dapat termanfaatkan secara produktif. Agar sumber daya agraria di seluruh Tanah Tidur dan Tanah Terlantar ditanami, ditanami dan ditanami !!! Dengan keterbatasan saya sebagai Gubernur Jawa Tengah: saya mengajak kepada semua para Bupati dan Kepala-kepala desa untuk berembug dan berlomba-lomba “Menjadi Guru di Masa Kebangunan!“ Bersama-sama bergotong-royong membangun Desa, bersama-sama melakukan SAMBATAN. Tradisi Gotong Royong harus dipertahankan sebagai identitas kebudayaan warga Jawa Tengah. 7
  • 8. Saudara-saudaraku sesama rakyat Jawa Tengah, Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia mengajarkan kepada kita : “Berdikari! Berdiri di atas Kaki Sendiri!” Karenanya, Kedaulatan di segala bidang adalah senjata paling ampuh dalam menumbuhkan nilai demokrasi yang sesuai dengan kenyataan hidup masyarakat Indonesia. Ke depan, senjata perang cepat atau lambat akan berkurang perannya, ketika nilainilai demokrasi telah diyakini sebagai nilai-nilai dasar universal dan perdamaian sudah menjadi keniscayaan. Pada saat inilah pangan dan energy menjadi sektor strategis yang akan menjadi perhatian utama dari para pengambil keputusan di seluruh dunia. Kenyataan ini telah memberi keyakinan pada saya bahwa pangan dan enerji merupakan dua sumber daya strategis yang harus dijadikan dasar dalam membangun Jawa Tengah. Lebih dari enam puluh satu tahun yang lalu Bung Karno telah mengingatkan pada bangsa Indonesia “Pangan Rakyat adalah soal hidup dan mati”. Hukum universal kehidupan adalah Pangan. Hari ini persoalannya bukan karena tidak ada makanan, melainkan proses produksi dan distribusinya tidak dilangsungkan berdasarkan keadilan. Sering kita mendengar produksi makanan yang kelebihan dibuang begitu saja, sementara di sikitarnya orang membutuhkannya. Begitu pula, makanan yang tidak terjual dari super market lebih baik di buang ke tempat sampah dari pada dikasihkan orang yang membutuhkannya. Tahu dan Tempe merupakan jenis makanan yang menjadi bagian hidup sehari-hari masyarakat Jawa Tengah. Ternyata untuk memenuhi kebutuhan kedelai, kita masih harus mengimpornya. Lebih galau lagi, ketika mendapat kenyataan bahwa semakin hari kebutuhan gandum kita semakin besar. Sementara, gandum tidak tumbuh di Jawa Tengah. Lebih mengenaskan lagi, seperti apa yang terjadi di Brebes. Ketika panen raya bawang merah sedang terjadi, dalam waktu bersamaan, masuk bawang merah impor ke Brebes. Harga panen petani langsung anjlok. Bawang merah impor yang masuk ke sentra bawang merah Brebes ini, secara otomatis akan terdistribusikan ke seluruh Indonesia seolah-olah sebagai bawang merah produksi Brebes. Kenyataan demikian menunjukkan bahwa dengan ketahanan pangan tidaklah cukup. Ketahanan pangan hanya berbicara kecukupan pangan tanpa mempedulikan pangan tersebut dari mana, jenisnya apa dan bagaimana datangnya. Apa yang kita butuhkan adalah kedaulatan pangan, dimana dalam memenuhi kebutuhan pangan, kita dapat menentukan sendiri kebijakan dan strategi produksi, distribusi dan 8
  • 9. konsumsi pangan yang sehat, sesuai dengan sumber daya dan budaya setempat, dengan metode ramah lingkungan, berkeadilan serta berkelanjutan. Wiwitan untuk memulai langkah Daulat Pangan di bumi Jawa Tengah, para leluhur telah mengajarkan kita dengan cara menanam. Bagi setiap orang warga Jawa Tengah, tua dan muda, diimbau untuk membiasakan diri, membudayakan sikap dengan menanam setiap harinya satu pohon, satu tanaman. Wiwit menanam sayuran, rempah, empon-empon, dan bebuahan di halaman rumah. Wiwit menanam pepohonan kayu produktif di pinggir jalan. Wiwit menanam jagung dan singkong sebagai pagar kebun. Dengan menanam pohon setidaknya satu setiap harinya, merupakan latihan kedisiplinan untuk menghargai alam dan diri sendiri, karena tanpa hasil bumi, kita akan mati. Menanam, adalah perwujudan rasa terimakasih pada Tuhan Pencipta Alam atas kesuburan tanah bumi Jawa Tengah. Dengan menanam kita memupuk harapan bahwa suatu saat pepohonan itu akan bertumbuhan, berbunga dan berbuah. Dan, dengan menanam kita merawat kembali dan memulihkan alam dari degradasi sumberdaya alam yang telah dijarah para Nekolim, para penjajah asing gaya baru, untuk menguasai bumi Republik ini, untuk menguasai bumi Jawa Tengah. Melalui gerakan wiwit menanam, kita kembali berupaya keras menghidupkan kembali dan mengembangkan kecerdasan para leluhur dalam menciptakan benih dan bibit serta tanaman pangan dan tanaman produktif lainnya. Kita tahu, bahwa dengan menanam pohon, kita tidak hanya akan memanen bunga, buah dan kayunya, tapi juga akan memanen air dan udara segar dan sehat. Tanpa air kita mati. Tanpa Udara sehat kita akan sakit. Dengan budaya menanam, kita akan mengurangi impor bahan pangan serta bisa mencukupi kebutuhan akan pangan kita sendiri. InsyaAllah, dengan ijin Tuhan, bila kita melakukan Gerakan Wiwit Menanam akan menjadi terlatih serta berbudaya menanam, maka Kedaulatan Pangan di bumi Jawa Tengah tercinta ini, akan terwujudkan! Maka dari itu: Tanam,tanam,tanam! Selain Pangan, adalah Energi. Mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi, kita bergantung pada pasokan listrik dan minyak bumi. Listrik mati, instansi pemerintahan kita lumpuh. Pelayanan tidak berjalan dan rakyat pasti terbengkalai. Dari sejak ditemukan listrik hingga sekarang, kita belum belajar bagaimana mengelola pelayanan publik kita hingga bisa nyaman, murah dan real-time. Listrik semestinya menyediakan ini. Sekarang ini kita dihadapkan pada rendahnya cadangan minyak bumi dan lemahnya terobosan solusi terhadap energi terbarukan. 9
  • 10. Jawa Tengah khususnya dan Indonesia pada umumnya belum mampu mandiri atau bahkan berdaulat atas sumber – sumber energi di bhumi pertiwi ini. Kebutuhan Bahan Bakar Minyak kita penuhi dari import, import dan import !. kita menjadi negara peng-import minyak karena sesat pikir dari tata kelola energi nasional kita. Kita tidak berdaulat dalam memilih sikap pengembangan industri energi nasional. Dengan demikian, ke-segera-an untuk melakukan substitusi energi semisal pemanfaatan gas dan batubara harus di kelola secara simultan dengan penyediaan Energi Baru Terbarukan. Bumi kita nyata memproduksi Gas dan Batubara. Bahkan inovasi teknologi terkini yang kita kuasai telah mampu mengelola keterbatasan penyediaan dan distribusi energi kita. Sementara itu kita lupa bahwa Bumi kita nyata menyediakan secara melimpah Energi Baru Terbarukan seperti sinar matahari, angin, panas bumi, kotoran ternak, bahkan singkong, bambu, atau pun kotoran kita sendiri itu melimpah. Ini adalah sumber pokok energi terbarukan itu ! Awas !!! Sikap diam kita, dengan membiarkan sumber energi di Bumi kita ini dikuasai oleh asing maka akan membawa kita tidak hanya pada krisis energi tetapi juga krisis moral dan krisis kecerdasan. Dari Jawa Tengah kita bangun sikap berdaulat atas sumber – sumber energi seperti Minyak Bumi, Gas, maupun Batubara. Dan, bergerak aktif melalui rembug-rembug desa dan rembug-rembug warga untuk membangun laku produktif pemanfaatan sumber daya energi terbarukan. Contoh nyata di masa lalu, kreatifitas pak Mukibat dalam menyambung ubi karet ke ubi kayu biasa adalah hasil rembug dan pelatihan antara petani dengan petugas penyuluh pertanian di masa Bung Karno. Penyelesaian krisis energi, dimulai dari keterlibatan aktif rakyat dan sikap aktif jajaran pemerintahan Provinsi Jawa Tengah untuk menggali, memproduksi dan mengelola secara adil sumber potensial yang melimpah seperti Bio-gas, Bio-etanol, Bio-mass dll yang ada di bumi Jawa Tengah sebagai sumber dari kedaulatan Energi Baru Terbarukan Jawa Tengah. Saudara-saudaraku sesama rakyat Jawa Tengah, Di era globalisasi, ilmu pengetahuan, teknologi informasi, komunikasi dan transportasi terus berkembang dengan cepat dan pesatnya. Perkembangan ini, sangat berpengaruh terhadap struktur dan nilai-nilai masyarakat. Masyarakat mempunyai akses yang sangat luas terhadap barbagai macam informasi, mulai dari informasi tentang acara hiburan, ilmu pengetahuan, kehidupan berbagai macam etnik sampai ke tata kelola dan kebijakan pemerintahan di seluruh dunia. Dengan demikian masyarakat tidak dapat lagi dibodohi dan ditinggalkan dalam proses pengambilan keputusan dan penentuan arah pembangunan yang terkait dengan kepentingan publik. Pengetahuan, informasi, keahlian, ketrampilan dan pengalaman yang dimiliki oleh masyarakat merupakan potensi yang sangat besar untuk 10
  • 11. menjawab problem yang dihadapi oleh masyarakat maupun Negara dan pemerintah. Kecanggihan dan murahnya teknologi komunikasi telah memungkinkan masyarakat untuk mengembangkan dialog dan jaringan yang tidak ada batasnya. Pemuda desa di Klaten, melalui internet dapat lebih akrab dengan teman-temannya yang tinggalnya tersebar di seluruh penjuru dunia, dibandingkan dengan pemuda yang tinggal di dekatnya. Seorang profesional muda yang tinggal di Boyolali, bisa bekerja untuk lembaga/perusahaan yang letaknya ribuan kilometer. Melamar pekerjaan dikirim melalui internet, penerimaan diberitahukan melalui internet, diberi tugas melalui intenet, gajinya dikirim melalui internet, kalau ada problem konsultasinya juga melalui internet dan dipecatpun juga melalui internet. Yang belum dilakukan dengan sepenuh daya adalah pemanfaatan teknologi internet itu untuk kepentingan produktif. Kita bisa belajar bahasa dunia dan menyerap ilmu pengetahuan yang terhampar. Kita bisa membangun jaringan kerja, jaringan pengembangan ilmu pengetahuan, maupun jaringan bisnis sekalipun. Jaringan internet untuk bisnis atau usaha bersama ekonomi bahkan sindikat ekonomi semua warga Jawa Tengah. Sementara itu, Pemerintah sudah menyediakan fasilitas internet sampai di tingkat Kecamatan bahkan desa. Maka dari itu, marilah kita melakukan Wiwitan Pemanfaatan Teknologi Informasi untuk laku produktif itu! Masalah muncul ketika struktur masyarakat berubah. Ada sebagian masyarakat yang dapat memanfaatkan kecanggihan informasi, komunikasi, transportasi dan pengetahuan, kemudian menjadi tidak lagi berpegangan pada tatanan masyarakatnya. Ada masyarakat yang terpengaruh dengan perkembangan yang gencar dipertontonkan media massa, dan menjadi tidak hirau lagi dengan budaya asalnya yang dianggap sudah ketinggalan jaman. Ada kelompok masyarakat yang disatu pihak menolak arus globalisasi, tetapi di lain pihak tergantung pada kenyamanan yang ditawarkan oleh produk globalisasi sehingga kehilangan konsistensi dan keberakaran di dalam masyarakatnya sendiri. Ada kelompok masyarakat yang tidak mampu memanfaatkan kecanggihan yang dibawa globalisasi sehingga kalah, terpinggirkan dan menyerah pada tatanan masyarakat yang selama ini melindunginya. Dan terakhir ada kelompok masyarakat yang menolak terhadap arus globalisasi dan berusaha keras untuk mempertahankan tata nilai masyarakat yang selama ini hidup. Bersamaan dengan terpolarisasinya masyarakat, terdapat arus besar yang mendorong terjadinya pola hidup budaya tunggal. Mulai dari potongan rambut, yang dulunya di tiap daerah mempunyai kekhasan potongan rambut, hari ini mode potongan rambut pemuda di New York, pemuda di Madras, Meksiko, India, Istambul, Rotterdam, Penang dan Purwokerto sulit dibedakan. Begitu pula jean 11
  • 12. yang robek, yang dipakai oleh pemuda dan pemudi di seluruh dunia. Juga model ransel. Tiba-tiba semua orang menggunakan ransel, tidak peduli ransel yang harganya puluhan juta atau ransel yang harganya Rp 90.000 ,-. Yang penting ransel. Hampir di semua kota besar, dapat dipastikan ada burger Mc Donald, Kentucky Fried Chicken, Hoka-hoka Bento yang rasa, bentuk dan cara penyajiannya sama. Begitu pula tren music, tari hingga rancang bangunan. Sekarang menjadi sulit untuk membedakan antara arsitektur dan struktur kota-kota besar dari Negara yang satu dengan Negara lainnya. Derasnya arus gaya hidup metropolitan global, perlu diimbangi dengan kokohnya budaya lokal, sehingga budaya dan kepribadian bangsa menjadi pelindung utama dari gempuran budaya asing. Saudara-saudaraku sesama rakyat Jawa Tengah, Semua kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan seperti tersebut di atas merupakan realitas yang kita hadapi hari ini. Jawa Tengah merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Indonesia bagian dari Asean serta dunia. Kita hidup dalam satu dunia yang satu sama lainnya saling terkait dan mempengaruhi. Pada posisi seperti ini, kalau kita sebagai satu kesatuan wilayah Jawa Tengah tidak berdaulat, kuat dan maju, maka kita hanya akan menjadi penonton dan konsumen yang tergantung pada arus global yang tidak lagi mengenal batas-batas wilayah administrasi Negara maupun kebudayaan. Kenyataan diatas menuntut pada kita untuk tidak boleh berpikir dikotomis, yaitu melihat persoalan dengan salah – benar, baik – buruk, kawan – lawan, pro – anti dalam menganalisa dan menjawab persoalan-persoalan yang muncul di dalam masyarakat. Kalau kita pro rakyat bukan berarti secara otomatis anti kekuasaan; kalau kita pro buruh bukan berarti harus anti pemilik modal; kalau kita pro petani bukan kemudian berarti anti pemilik lahan besar; kalau kita pro pedagang kecil bukan berarti lalu anti pedagang besar. Melalui rembugan selalu ada alternatif ke dua, ke-3, …..dst. Bung Karno mengatakan : “Orang tidak dapat mengabdi kepada Tuhan, dengan tidak mengabdi kepada sesama manusia. Tuhan bersemayam di gubuknya siMiskin”. Sudah barang tentu kita harus berpihak dan membela si miskin atau mereka yang lemah secara politik, ekonomi, sosial dan budaya. Tetapi bukan berarti harus melawan orang kaya, maupun orang kuat secara politik, ekonomi, sosial dan budaya. Tidak! Menangani masalah kemiskinan tidak berarti harus memiskinkan orang yang sudah kaya (kecuali hasil korupsi). Masalahnya, ketika pengangguran dan kemiskinan tidak ditangani secara serius, kesenjangan sosial semakin hari 12
  • 13. semakin lebar. Ketika pengangguran dan kemiskinan terjadi bukan karena masalah kemalasan dan pilihan, atau karena masalah struktural, maka disana akan tumbuh kecemburuan sosial dan kefrustrasian. Kondisi sosial yang karut-marut ini, apabila harus terus menerus diberi tontonan orang mengkonsumsi barang-barang mewah, penyelenggaraan hiburan mewah yang gemerlap dan disuguhi dengan berita-berita tentang pencurian uang Negara, yang dilakukan dengan terang-terangan serta penyalah gunaan kekuasaan tanpa sungkan atau rikuh, maka kerusuhan sosial seolah sudah diprogramkan. Dan kita semua tahu, kerusuhan sosial hanya akan mengembalikan capaian pembangunan ke titik nol, bahkan minus. Karena harga sosial, politik, ekonomi dan budaya yang harus dibayar akibat kerusuhan sosial itu adalah sangat tinggi. Kita harus menghindari budaya-merugi semacam ini. Saudara-saudaraku sesama rakyat Jawa Tengah, Menyelesaikan masalah besar di Jawa Tengah terkait dengan pembangunan infrastruktur, penanganan masalah pengangguran, pengentasan kemiskinan, penegakan kedaulatan pangan dan enerji, tidaklah dapat dilakukan sendiri oleh pemerintah. Namun pemerintah, Gubernur, menjadi fasilitator sekaligus penggerak konsolidasi seluruh potensi yang dimiliki; kaum intelektual, akademisi dan professional, lembaga-lembaga keuangan dan para pebisnis swasta, perusahaanperusahaan swasta, lembaga swadaya masyarakat, organisasi massa, organisasi profesi, organisasi sektoral seperti serikat petani, nelayan dan buruh, yang semuanya sepakat untuk mewujudkan visi menuju Jawa Tengah Sejahtera dan Berdikari – melalui ajaran Tri-Sakti, Operasionalisasi dari esensi Kedaulatan dan Kebangsaan di Jawa Tengah. Operasionalisasi dari konsolidasi diatas nilai “ Mboten Korupsi, Mboten Ngapusi” akan menjadi hidup, apabila gotong royong dijadikan sebagai sendi dasar untuk membangun kesepakatan sosial dan denyut nadi kinerja pemerintahan provinsi Jawa Tengah, lima (5) tahun mendatang ini. Untuk itu, tidak ada pilihan lain selain mengerahkan segala sumber daya yang tersedia dalam lima (5) tahun ini, untuk memfokuskan titik konsentrasi pembangunan, melalui penilaian, perhitungan cermat, sekaligus berpijak pada kepribadian diri budaya Jawa Tengah melalui penghormatan terhadap daya-hiduprakyat Jawa Tengah untuk modal dasar pembangunan. Mulai dari titik ini, tahun 2014 kita wiwiti makaryo jawa tengah berdikari melalui langkah wiwitan tahun pertama - tahun 2014 sebagai tahun infrastruktur Jawa Tengah. Saudara-Saudaraku sesama Rakyat Jawa Tengah yang budiman, 13
  • 14. Di akhir pidato ini saya ingin mengingatkan MANTRA anak-anak di masa lalu. Anak-anak desa yang menggembala kambing di pematang-pematang maupun anak-anak kota yang bermain di lapangan sambil menaikkan layang-layang. Tatkala angin tidak ajeg semilirnya dan tidak segera mampu mengangkat naik kibar layanglayangnya, mereka ini berdendang keras di jeda angin: “Cempe-cempe undangna barat gedhe tak upahi duduh tape… Cempe-cempe undangna barat gedhe dak upahi duduh tape…” Bersahut-sahutan, berbalas-balasan, mengalun, menghimpun daya! Wahai angin, datanglah semilir… dan hembuskan laju kibar layang-layang dan sampaikan pesan: JANGAN BERHENTI MELAKUKAN PERUBAHAN. Bangkit dan tegaklah. Bergiat kita bersama, bergerak menuju Jawa Tengah Sejahtera dan Berdikari. Padamu negeri, kami berjanji… Padamu negeri, kami berbakti… Padamu negeri, kami mengabdi… Bagimu negeri, jiwa raga kami… Merdeka! 14