2. Kata-kata yang masih asing, tetapi digunakan dalam konteks bahasa Indonesia. Ejaan dan pengucapannya masih mengikuti cara asing.
3. Kata-kata asing yang untuk kepentingan peristilshan, ucapan dan ejaannya disesuaikan dengan kaidah-kaidah bahasa Indonesia.Dalam hal ini perubahan ejaan itu dibuat seperlunya saja sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk bahasa aslinya.<br />Berdasarkan 3 macam serapan diatas dapat disimpulkan bahwa ada kata yang sudah sepenuhnya diserap kedalam bahasa Indonesia dan ada juga kata yang masih asing tapi digunakan dalam konteks bahasa Indonesia namun ada juga kata-kata asing untuk peristilahan yang ejaannya disesuaikan dangan kaidah-kaidah bahasa Indonesia<br />MAKALAH<br />BAHASA INDONESIA<br />KATA-KATA SERAPAN<br />199580536195<br />DI SUSUN OLEH :<br />MELDA SANTI<br />HAIRUNNISA. HS<br />NIKMASARI<br />SABIRIN<br />RAHMAT ILAHI<br />M.AKBAR<br />DOSEN : Drs.Ahmad Riyadi ,SS,M.Hum<br />JURUSAN TARBIYAH (PAI)<br />SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI<br />(STAIN SAMARINDA)<br />2011<br />Di antara bahasa-bahasa di atas, ada beberapa yang tidak lagi menjadi sumber penyerapan kata baru yaitu bahasa Tamil, Paris, Hindi, dan Portugis. kedudukan mereka telah tergeser oleh bahasa Inggris yang penggunaannya lebih mendunia. Walaupun begitu, bukan berarti hanya bahasa Inggris yang menjadi rujukan penyerapan bahasa Indonesia pada masa yang akan datang.<br />Penyerapan kata dari bahasa Cina sampai sekarang masih terjadi di bidang pariboga termasuk bahasa Jepang yang agaknya juga potensial menjadi sumber penyerapan.<br />Di antara penutur bahasa Indonesia beranggapan bahwa bahasa Sanskerta yang sudah ’mati’ itu merupakan sesuatu yang bernilai tinggi dan klasik. Alasan itulah yang menjadi pendorong penghidupan kembali bahasa tersebut. Kata-kata Sanskerta sering diserap dari sumber yang tidak langsung, Kata-kata serapan yang berasal dari bahasa sanskerta-Jawa kuna yaitu jawa Kuno. Sistem morfologi bahasa Jawa Kuna lebih dekat kepada bahasa Melayu. misalnya acara, bahtera, cakrawala, darma, gapura, jaksa, kerja, lambat, menteri, perkasa, sangsi, tatkala, dan wanita.<br />Bahasa Arab menjadi sumber serapan ungkapan, terutama dalam bidang agama Islam. Kata rela (senang hati) dan korban (yang menderita akibat suatu kejadian), misalnya, yang sudah disesuaikan lafalnya ke dalam bahasa Melayu pada zamannya dan yang kemudian juga mengalami pergeseran makna, masing-masing adalah kata yang seasal dengan rida (perkenan) dan kurban (persembahan kepada Tuhan). Dua kata terakhir berkaitan dengan konsep keagamaan. Ia umumnya dipelihara betul sehingga makna (kadang-kadang juga bentuknya) cenderung tidak mengalami perubahan.<br />Sebelum ch.A.van Ophuijsen menerbitkan sistem ejaan untuk bahasa Melayu pada tahun 1910, cara menulis tidak menjadi pertimbangan penyesuaian kata serapan. Umumnya kata serapan disesuaikan pada lafalnya saja.<br />Meski kontak budaya dengan penutur bahasa-bahasa itu berkesan silih berganti, proses penyerapan itu ada kalanya pada kurun waktu yang tmpang tindih sehingga orang-orang dapat mengenali suatu kata serapan berasal dari bahasa yang mereka kenal saja, misalnya pompa dan kapten sebagai serapan dari bahasa Portugis, Belanda, atau Inggris. Kata alkohol yang sebenar asalnya dari bahasa Arab, tetapi sebagian besar orang agaknya mengenal kata itu berasal dari bahasa Belanda.<br />Kata serapan dari bahasa Inggris ke dalam kosa kata Indonesia umumnya terjadi pada zaman kemerdekaan Indonesia, namun ada juga kata-kata Inggris yang sudah dikenal, diserap, dan disesuaikan pelafalannya ke dalam bahasa Melayu sejak zaman Belanda yang pada saat Inggris berkoloni di Indonesia antara masa kolonialisme Belanda.. Kata-kata itu seperti kalar, sepanar, dan wesket. Juga badminton, kiper, gol, bridge.<br />Sesudah Indonesia merdeka, pengaruh bahasa Belanda mula surut sehingga kata-kata serapan yang sebetulnya berasal dari bahasa Belanda sumbernya tidak disadari betul. Bahkan sampai dengan sekarang yang lebih dikenal adalah bahasa Inggris.<br />Bahasa Indonesia adalah bahasa yang terbuka. Maksudnya ialah bahwa bahasa ini banyak menyerap kata-kata dari bahasa lainnya.<br />Asal BahasaJumlah KataArab1.495 kataBelanda3.280 kataTionghoa290 kataHindi7 kataInggris1.610 kataParsi63 kataPortugis131 kataSanskerta-Jawa Kuna677 kataTamil83 kata<br />Karena sudah sangat lama dikenal di Nusantara, kata-kata Sanskerta ini seringkali sudah tidak dikenali lagi dan sudah masuk ke kosakata dasar. Oleh karena itu seseorang bisa menulis sebuah cerita pendek yang hanya menggunakan kata-kata Sanskerta saja. Di bawah ini disajikan sebuah cerita kecil terdiri dari kurang lebih 80 kata-kata dalam bahasa Indonesia yang ditulis hanya menggunakan kata-kata Sansekerta saja, kecuali beberapa partikel-partikel. Kata-kata Sanskerta di bawah dicetak tebal:<br />Karena semua dibiayai dana negara jutaan rupiah, sang mahaguru sastra bahasa Kawi dan mahasiswa-mahasiswinya, duta-duta negeri mitra, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata suami-istri, beserta karyawan-karyawati lembaga nirlaba segera berdharmawisata ke pedesaan di utara kota kabupaten Probolinggo antara candi-candi purba, berwahana keledai di kala senja dan bersama kepala desa menyaksikan para tani yang berjiwa bersahaja serta berbudi nirmala secara berbahagia berupacara, seraya merdu menyuarakan gita-gita mantra, yang merupakan sarana pujian mereka memuja nama suci Pertiwi, Dewi Bumi yang bersedia menganugerahi mereka karunia dan restu, meraksa dari bahaya, mala petaka dan bencana.<br />Jumlah kata-kata Sanskerta dalam bahasa Indonesia<br />Dalam bahasa Indonesia diperkirakan ada sekitar 800 kata-kata dari bahasa Sanskerta. Kata-kata ini ada yang diserap langsung dari bahasa aslinya, namun banyak pula yang diserap dari bahasa Jawa atau bahasa jawa kuna<br /> Yang diserap dari bahasa Jawa sering dipakai sebagai pembentukan kata-kata baru dan disebut sebagai neologisme<br />Meski kelihatannya hanya sedikit, namun kata-kata ini frekuensinya cukup tinggi dan banyak yang masuk ke kosakata dasar seperti telah dibicarakan di atas ini sehingga tampaknya banyak.<br />Penyesuaian fonologi<br />Fonologi bahasa Sanskerta dan bahasa Melayu agak berbeda. Di dalam bahasa Sanskerta dikenal ada 7 vokal pendek dan 6 vokal panjang (secara teoretis ada 7 vokal panjang pula). Lalu ada 26 konsonan.<br />Vokal<br />Pendek:<br />/a/, /i/, /u/, /ṛ/, /ḷ/, /e/, dan /o/<br />Panjang:<br />/a:/, /I:/, /u:/, /ṛ:/, /ḷ:/, /ai/, dan /au/.<br />Konsonan<br />Letupan<br />/k/, /g/, /c/, /j/, /ṭ/, /ḍ/, /t/, /d/, /p/, /b/<br />Letupan yang disertai hembusan<br />/kh/, /gh/, /ch/, /jh/, /ṭh/, /ḍh/, /th/, /dh/, /ph/, /bh/<br />Sengau<br />/ng/, /ñ/, /ṇ/, /n/, /m/<br />Semivokal<br />/y/, /r/, /l/, /w/<br />Sibilan<br />/ś/, /ṣ/, /s/, /h/<br />Lain-lain<br />/ḥ/, /ṃ/<br />Dalam bahasa Melayu tidak ada permasalahan berarti dalam menyesuaikan vokal-vokal Sanskerta. Namun karena dalam bahasa Melayu tidak ada vokal panjang, maka semua vokal panjang berubah menjadi pendek.<br />Selain itu ada hal menarik dalam penyesuaian vokal /r/. Vokal ini sekarang di India dilafazkan sebagai /ri/ sementara zaman dahulu diperkirakan vokal ini dilafazkan sebagai /rə/ atau /'ər/, mirip seperti dalam bahasa jawa. Inilah sebabnya mengapa nama bahasa Samskrta di Indonesia dilafazkan sebagai Sanskerta, tetapi di India sebagai Sanskrit. Dalam bahasa Melayu pada beberapa kasus vokal ini dilafazkan sebagai /ri/, namun pada kasus-kasus lainnya dilafazkan sebagai /'ər/. Selain itu kata-kata Sanskerta yang diserap dari bahasa Jawa seringkali juga memuat pelafazan /'ər/ atau /rə/.<br />Beberapa contoh:<br />Sebagai /ri/ -> “berita”, “berida”.<br />Sebagai /rə/ -> “bareksa”<br />Serapan dari bahasa Jawa /'ər/ -> “werda”<br />Kemudian perbendaharaan konsonan bahasa Melayu tidak sebanyak bahasa Sanskerta. Konsonan retrofleks tidak ada padanannya dalam bahasa Melayu sehingga disesuaikan menjadi konsonan dental. Lalu dari tiga sibilan dalam bahasa Melayu yang tersisa hanya satu sibilan saja, meski dalam huruf jawi seringkali sibilan retrofleks atau palatal ini ditulis menggunakan huruf syin Misalkan kata kesatria yang dalam bahasa Sanskerta dieja sebagai kṣatriya (kshatriya) dalam tulisan Jawi dieja sebagaikasatria <br />Lalu kasus menarik selanjutnya ialah penyesuaian konsonan yang disertai dengan aspirasi atau hembusan. Dalam bahasa Melayu seringkali hembusan ini juga dilestarikan. Sebagai contoh diambil kata-kata:<br />bhāṣa -> bahasa<br />chaya -> cahaya<br />phala -> pahala<br />Hal ini justru tidak dilestarikan dalam bahasa Nusantara lainnya, misalkan bahasa Jawa dan bahasa Bali. Di sisi lain nampaknya hal ini justru ada dalam basaha madura di mana aspirasi ini terlestarikan pula pada konsonan eksplosiva bersuara.<br />Kemudian semivokal /y/ dan /w/ pada posisi awal berubah menjadi /j/ dan /b/. Contohnya ialah kata-kata “jantera”, “bareksa”, “berita”, dan “bicara”. Lalu anusvara /ṃ/ (/m./) dalam bahasa Melayu dilafazkan sebagai /ng/ atau sebagai sengau homorgan.<br />DAFTAR PUSTAKA<br />Choir, Abdul. 2000. Tata Bahasa Praktis Indonesia. Rineto Cipta : Jakarta.<br />Mendik Bud,Kep.1998. Ejaan Yang Disempurnakan. Bumi Aksar, jakarta<br />