Serangan terhadap kantor majalah satir Perancis Charlie Hebdo menewaskan 12 orang. Majalah ini sering memuat karikatur Nabi Muhammad yang menimbulkan kemarahan umat Islam. Serangan ini diduga dilakukan oleh ekstrimis Islam, namun peristiwa ini juga dipengaruhi oleh tindakan provokatif majalah tersebut. Tindakan kedua belah pihak menimbulkan kontroversi mengenai kebebasan berekspresi dan penistaan agama.
Harry analisis - perang persepsi, pasca peristiwa charlie hebdo
1. Perang Persepsi Pasca Peristiwa
“Charlie Hebdo”
Serangan di Majalah satir Perancis, Charlie Hebdo
Oleh : Mohamad Susilo, Endang Nurdin : 7 Januari 2015
Serangan orang bersenjata di kantor majalah satiris Perancis, Charlie Hebdo
menewaskan 12 orang dan meluaki 10 lainnya, menurut para pejabat perancis. Inilah
sejumlah fakta penting sejauh ini.
Orang bersenjata menyerang kantor majalah satir Charlie Hebdo di Paris,
Perancis
12 orang tewas, empat luka parah
Paris ditetapkan dalam keadaan siaga penuh
Presiden Hollande menyebut serangan itu “sangat barbar”
Pada 2011, Penerbitan ini diserang karena menyebut Nabi Muhamad sebagai
“pemimpin redaksi” da nada beberapa muatan jurnalistik yang dinilai
menistakan akidah Islam
Majalah ini juga menyebut agama-agama lain sebagai objek satir
Pada 21.55 WIB – Menteri Dalam Negeri Perancis, Bernard Cazeneuve
mengatakan aparat pemerintah tengah memburu tiga tersangka pelaku penembakan
kantor majalah Charlie Hebdo.
Pada 21.40 – Presiden Amerika Serikat, Barrack Obama juga mengecam
serangan yang terjadi di Paris, dan menyebut sebagai “visi kebencian para pembunuh”
Pada 21.37 WIB – Facebook Wali Kota Paris, Anne Hidalgo mengeluarkan
pernyataan melalui Facebook, mengecam serangan terhadap kantorCharlie Hebdo dan
menyerukan agar warga turun ke jalan hari ini pukul 18.00 waktu setempat atau 2.00
dini hari WIB.
2. “Saya bisa merasakan ngerinya serangan ini… kita harus menanggapinya
dengan menunjukkan bahwa kita mendukung penuh nilai-nilai dasar yang dianut
Republik ini,” Kata Hidalgo.
Pada 21.28 WIB – Twitter :Penggunaan tagar #JeSuisCharlie (Saya adalah
Charlie) untuk menyatakan duka terhadap korban di paris.
Pada 21.20 WIB – Gedung putih mengecam serangan di kantorCharlie Hebdo.
Juru bicara Gedung Putih, Josh Earnest mengatakan kepada CNN ia mengecam keras
serangan itu.
“Ini bukan hanya serangan terhadap rakyat perancis, ini serangan terhadap nilai-
nilai dasar yang kita anut di Negara ini – Kebebasan berbicara, kebebasan berekspresi
dan kebabsan pers.”
Pada 21.10 WIB – Tentara dikerahkan di tempat-tempat umum di Paris untuk
pengamanan.Demi mengantisipasi serangan susulan.
Pada 21.05 WIB – Presiden Italia Matteo Renzi mengatakan mengatakan
kekerasan akan selalu bisa dikalahkan oleh kebebasan. Ia menyampaikan kecaman ini
melalui akun twitternya.
Matteo Renzi - @matteorenzi :“Orrore e sgomento per la strage di Parigi,
vicinanza totale a Hollande in questo momento terrible, violenza pardera sempre contro
la liberta.”
Pada 21.00 WIB – Breaking News :Pemimpin redaksi Charlie Hebdo,
Stephane Charbonnier, yang dikenal dengan Charb, dilaporkan meninggal dalam
serangan itu, menurut sumber kehakiman kepada kantor berita Agence France Press.
Tiga Karikaturis yang meninggal yang disebutkan AFP adalah Jean Cabut
(“Cabut”), Bernard Verihac (“Tignous”) dan Georges Wolinski (“Wolinski”).
Pada 20.50 WIB – Kanselir Jerman, Angela Merkel mengatakan serangan
terhadap Charlie Hebdo sangat mengerikan. Merkel juga menambahkan bahwa
penembakan di Perancis bukan hanya serangan terhadap rakyat di Perancis, tetapi juga
serangan terhadap kebebasan pers dan kebabasan berpendapat.
3. Pada 20.35 WIB – Polisi dan pakar forensic memeriksa mobil yang digunakan
oleh orang bersenjata yang menyerbu kantor majalah satir Charlie Hebdo.
Pada 20.30 WIB – Presiden Perancis, Francois Hollande (tengah kiri), diapit
Menteri Dalam Negeri, Bernard Cazeneuve (Kanan), berjalan di luar kantor majalah
satiris Perancis, Charlie Hebdo di Paris. Hollande menyebut serangan tersebut “sangat
barbar”.Red :www.bbc.co.uk/indonesia
Penyebab Terjadinya Penyerangan
Peristiwa serangan ke kantor majalah satir perancis Charlie Hebdo yang berbasis
di Paris, Perancis inidiserang oleh dua orang yang mengaku sebagai ekstrimis Islam
pada tanggal 7 januari lalu. Sebanyak 12 orang tewas dalam serangan itu.
Salah satu isu yang muncul terkait serangan terhadap Charlie Hebdo itu ialah
karena kenekatannya membuat kartun satire Nabi Muhamad dalam beberapa tahun
terakhir. Hal itu sempat membuat gerang sejumlah umat muslim, terutama kaum
ekstrimis yang disinyalir sebagai penyebab serangan yang terjadi pada majalah itu.
Majalah Charlie Hebdo sudah beberapa kali memuat kartun yang terkesan
menistakan Islam.Buktinya, Charlie Hebdo pernah menerbitkan edisi kartun Nabi
Muhamad yang bertelanjang dan sampul bergambar Nabi Muhammad naik kursi roda
yang didorong oleh seorang Yahudi Ortodoks. Edisi tersebut diterbitkan saat terjadi
kecaman global atas film yang berjudul “innocence of Muslims”. Imbas dari penerbitan
tersebut ialah kecaman serta kemarahan umat Islam secara global hampir diseluruh
bumi kepada Manajemen Charlie Hebdo.
Kelompok Muslim di Perancis mengajukan kegiatan yang dilakukan majalah
(memuat karikatur yang dinilai menistakan akidah agama Islam) tersebut ke pengadilan
Perancis.Namun, Mantan Presiden Perancis, Nicholas Sarkozy justru mendukung
Charlie Hebdo.Dia membenarkan tindakan majalah itu sebagai bagian dari “kebebasan
berekspres” dan berbicara. Lalu, Pada 22 Maret 2007, Pengadilan Perancis menyatakan
Charlie Hebdo tidak bersalah atas apa yang dituduhkan oleh kelompok Muslim di
Perancis. Kenapa hal itu bisa terjadi ?
4. Selain lolos dari dakwaan, Charlie Hebdo juga mendapat banyak dukungan dari
para tokoh eropa atas alasan “Kebebasan Berekspresi” mereka. Lalu, Pertanyaannya
siapa yang harusnya disalahkan atas serangan yang terjadi ? Hanya menyalahkan pelaku
serangan itu tentu tidak adil bukan ? Karena ada alasan yang melatarbelakanginya,
Dengan kata lain tragedi itu bukan berdiri sendiri. Mungkin saja serangan itu
dilatarbelakangi aksi provokatif Charlie Hebdo berupa penistaan terhadap islam. Jika,
hal itu memang penyebab terjadinya serangan itu, maka bisa dipastikan serangan itu
tidak akan terjadi jika Charlie Hebdo tidak melakukan hal yang bisa memancing emosi
publik khususnya umat Muslim.
Analisis Kasus “Penyerangan Charlie Hebdo”
Imbas dari apa yang terjadi di kota yang dianggap paling romantic itu ialah
kerusakan infrastruktur, dan mengakibatkan jatuhnya korban jiwa. Sekali lagi, siapa
yang harusnya bertanggung jawab atas peristiwa yang terjadi ini ? Pihak Charlie Hebdo
ataukah pelaku penyerangan yang ditengarai sebagai ekstrimis beragama Islam ?
Charli Hebdo memuat karikatur Nabi Muhamma saw. Tentu hal ini berpotensi
besar menimbulkan kecama keras dari kalangan Muslim dunia terhadap Charlie Hebdo
itu sendiri. Apakah Charlie Hebdo sudah mengatisipasinya ? Sebelum majalah itu
menjalankan program “nekat” itu, harusnya manajemen Charlie Hebdo sudah siap
dengan konsekuensi-konsekuensi yang akan terjadi, bukan ? Tapi, mengapa programnya
terus dijalankan ? Itu sebabnya saya sebut program Charlie Hebdo itu “nekat” karena
sudah jelas-jelas akan menimbulkan kontroversi.Apakah hal ini memang murni untuk
meprovokasi Islam ?
Jika saya boleh berasumsi, Charlie Hebdo yakin dengan kenekatannya itu karena
sudah berada di zona aman atau “safe zone”. Itu terbukti dengan lolosnya mereka atas
dakwaan, banyak pihak yang mendeklarasikan dukungan atas tindakan mereka, tak
tanggung-tanggung tokoh-tokoh penting eropa bersuara dan mendukung “kebebasan
berekspresi” versi Charlie Hebdo pasca tragedi penembakan itu. Mungkinkah, asumsi
saya tepat ?entahlah.
5. Sebanyak empat puluh orang tokoh dan pemimpin Negara ikut ambil bagian
dalam aksi dukungan itu. Kanselir Jerman, Angela Merkel mengatakan serangan
terhadap Charlie Hebdo sangat mengerikan. Merkel juga menambahkan bahwa
penembakan di Perancis bukan hanya serangan terhadap rakyat di Perancis, tetapi juga
serangan terhadap kebebasan pers dan kebabasan berpendapat. “Kebebasan” apakah
yang dimaksud ? Bebas berekspresi untuk menyinggung perasaan dan membuat sakit
hati ?
Terlepas dari itu semua, Media massa sangat berperan penting dalam memblow
up “kebebasan berekspresi” itu. Nah, hal itu mengindikasikan bahwa media sendiri
berada pada pihak Charlie Hebdo.Lalu Bagaimana dengan latar belakang penyebab
terjadinya penyerangan itu ? Mengapa penyebab yang diasumsikan itu seakan
disembunyikan ?Apakah ini termasuk strategi komunikasi pihak mereka dalam
membentuk opini dan persepsi publik bahwa penyerangan ini murni terorisme yang
katanya menyerang “kebebasan berekspresi” ?
Berkaca pada Charlie Hebdo yang mampu menguasai pemberitaan“Kebebasan
Berekspresi”mereka melalui media.Itu mengindikasikan bahwa majalah itu menganggap
the media is powerfull seperti yang disebut oleh Firsan Nova dalam bukunya Republic
Relations“Media tidak hanya sanggup mempengaruhi opini publik, tapi juga tindakan
public”. Maka, tidak heran jika aliran simpati publik mengalir deras kearah mereka.
Dari pemberitaan “Kebebasan Berekspresi” itu, pihak Charlie Hebdo dapat
mengontrol, dengan kata lain bisa memanipulasi opini publik sehingga majalah itu bisa
sedikit melonggarkan lilitan respon negatif public (terutama Muslim) tentang penistaaan
agama. Ketika tuduhan penistaan Islam itu bisa tertutupi, Lalu bagaimana dengan para
pelaku penyerangan itu ? Adakah perubahan yang mereka ciptakan dari apa yang
mereka lakukan ?
Beralih pada sisi lainya, apa yang menjadi alasan pelaku menyerang majalah
Charlie Hebdo ? Apakah memang murni karena hal yang telah diasumsikan dan tertulis
di awal ? Jika, Memang iya, Mengapa harus menggunakan cara kekerasan ?Sama
seperti Charlie Hebdo seharusnya mereka (pelaku) harus siap dengan
konsekuensinya.Iya, saya pribadi mengerti bahwa timbulnya penyerangan itu
6. merupakan salah satu reaksi dari seseorang penganut agama ketika akidahnya
dilecehkan.Tapi, pasti ada cara yang lebih baik dari itu. Karena apa yang dilakukan
oleh pelaku akan berdampak buruk baik untuk dirinya sendiri maupun pada orang
banyak, dalam hal ini nama baik umat Islam-lah yang terancam.
Charlie Hebdo dan Tindakan Pelaku
Charli Hebdo, Majalah yang berbasis di Paris, Perancis ini seringkali memuat
beberapa karikatur Nabi Muhammad saw yang kemudian menimbulkan kemarahan
publik khususnya umat Islam karena dianggap menistakan akidah Islam.Hal itu,
mengindikaskan bahwa Charlie Hebdo tidak mempertimbangkan efek yang ditimbulkan
dari ulah mereka sendiri.
Diluar dari sengaja atau tidaknya Charlie Hebdo memuat hal itu, mereka
haruslah belajar dari peristiwa yang terjadi.Karena kebijakan mereka sudah
menyinggung hati publik terutama umat Islam. Walaupun apa yang dilakukan mereka
atas alasan “Kebebasan Berekspresi”.
“Persepsi Publik ditentukan tergantung dari bagaimana publik menilai sebuah
fakta yang terjadi berdasarkan interpretasi individunya.Kadang publik menilai sesuatu
dengan pertimbangan rasional dan terkadang hanya atas dasar perasaan belas kasih yang
kemudian bermetamorfosis menjadi simpati dan dukungan yang luar biasa.” Demikian
kata Firsan Nova : 2012 dalam bukunya, Republic Relations.
Seringkali saya mendengar tentang “Islamfobia”, baik melalui tv, internet, surat
kabar, bulletin dakwah dan media lainnya. Istilah kontroversial yang merujuk pada
diskriminasi terhadap islam. Runnymede Trust seorang berkebangsaan inggris
mendefinisikan islamfobia sebagai “rasa takut” dan kebencian terhadap islam termasuk
semua Muslim. Istilah itu muncul karena Islam diduga seringkali memiliki keterkaitan
dengan banyaknya kejadian terorisme yang terjadi, terutama pasca peristiwa 11
september 2001.
Nah, Jika kita mengkaitkan metode penyerangan yang digunakan oleh pelaku
dengan istilah “islamfobia”di atas. Maka saya berpendapat bahwa apa yang
dilakukanoleh pelaku penyerangan itu akan mempertegas stempel bahwa “Islam adalah
7. Teroris”, otomatis istilah “Islamfobia” akan menjadi stigma negatif yang akan melekat
pada Islam. Lalu bagaimana jika pelakunya bukan orang islam ? Menurut saya akan
sama lagi yaitu “stigma baru”. Tapi, itu kambali lagi pada pemberitaan media, apakah
pelaku yang bukan beragama islam akan di blow-up atau tidak. Namun, dari
pengamatan saya, Media “pro barat” cendrung memblow-up tragedi terorisme jika
dalangnya diduga berkaitan dengan Islam. Akibatnya, nama baik Islam-lah yang
terserang.
Perang Merebut Simpati Publik
“Jika perang pemasaran adalah bagaimana merebut pangsa pasar (market share),
maka perang public relations adalah pertarungan merebut hati, empati, dan simpati
publik.Mereka yang dapat meraih hati public akan memenangkan
pertempuran.”Demikian ungkapan dari Firsan Nova dalam bukunya “Republic
Relations”. So, Welcome to the era of public power.
“Ini bukan hanya serangan terhadap rakyat perancis, ini serangan terhadap
nilai-nilai dasar yang kita anut di Negara ini – Kebebasan berbicara, kebebasan
berekspresi dan kebabsan pers.” Ungkap Juru bicara Gedung Putih, Josh Earnest
kepada CNN, ia mengecam keras serangan itu.
Marsudi yang menyandang gelar Doktor bidang Ekonomi Islam tersebut coba
menganalisa, aksi serangan ke Charlie Hebdo dipicu oleh kegemaran memuat karya
jurnalistik yang tidak mengindahkan kaidah toleransi. Tidak hanya karikatur Nabi
Muhammad sebagai ikon Islam, di beberapa edisi lainnya Charlie Hebdo juga
kedapatan menjadikan Paus sebagai pemimpin tertinggi umat Katolik sebagai muatan
medianya dengan nada ejekan. (Republika.co.id, 12/1).
Pihak pro Charlie Hebdo berusaha untuk membentuk persepsi publik bahwa
penyerangan yang terjadi itu ialah penyerangan yang bukan hanya serangan terhadap
rakyat perancis tapi juga serangan terhadap “Kebebasan Berekspresi” sebagai nilai-nilai
dasar yang dianut. Sebaliknya, pihak yang kontra terhadap “Kebebasan Berekspresi”
versi Charlie Hebdoakan berusaha mendapatkan dukungan publik atas dakwaan bahwa
8. Charlie Hebdo telah melakukan penistaan terhadap Islam.Mudahnya seperti ini, Charlie
Hebdo berusaha membentuk opini bahwa Penyerangan itu adalah penyerangan terhadap
“Kebebasan Berekspresi”, sedangkan lawannya berusaha membentuk opini bahwa
penyerangan itu diakibatkan oleh “Kebebasan Berekspresi” yang kebablasan.
Menurut saya kedua belah pihak yang berseteru ini seperti melakukan
pertaruhan. Jika, Charlie Hebdo kalah dalam pertarungan ini, reputasi dari majalah ini
terancam memburuk alias memunculkan atau bahkan mengekspansi berlakunya stigma
bahwa majalah ini ialah majalah yang gemar “mengejek” agama. Sementara itu, jika
pihak yang kontra terhadap Charlie Hebdo kalah dalam pertempuran ini, maka persepsi
publik dunia akan menganggap penistaan yang dituduhkan kepada majalah Charlie
Hebdo itu termasuk dalam bagian “Kebebasan Berekspresi”. Artinya, penistaan yang
dilakukan majalah itu masih wajar (benar) dimata publik.
Dibalik pertempuran itu, nama Islam-lah sedang berada dibawah tekanan, karena
pelaku serangan tersebut mengaku sebagai ekstrimis “Islam”. Maka, bisa kita prediksi
bahwa “Islamfobia” akan semakin melekat jelas pada umat Muslim. Serangan itu
berefek pada menguatkan kebencian publik dunia terhadap Islam. Sangat saya
sayangkan pelaku penyerangan itu “make ngaku” dirinya sebagai ekstrimis Islam.
Komparasi Kekuatan
Dari penguasaan media dan dukungan dari banyak tokoh penting, saya rasa
Charlie Hebdo menjadi pihak yang diuntungkan dalam konteks perang persepsi ini. Jika
dibandingkan dengan pihak musuh (kontra Charlie Hebdo), kekuatannya tidak
sebanding. Ibarat, Prajurit Tombak melawan Sniper, terlebih lagi pelaku penyerangan
disinyalir sebagai ekstrimis “Islam”.
Pertama, Charlie Hebdo menguasai media, hal itu mengindikasikan bahwa
publisitas “Kebebasan Berekspresi” versi Charlie Hebdo dapat menutup dakwaan bahwa
majalah itu telah melakukan penistaan terhadap Islam. Teori Agenda Settingsedang
berjalan dan tentunya memberi keuntungan pada pihak majalah tersebut.Karena,
intensitas pemberitaan tentang penyerangan itu ialah penyerangan terhadap “Kebebasan
9. Berekspresi” yang tentunya sangat efektif dalam pertarungan ini. Lalu bagaimana
dengan pihak lawannya ? Ya, mungkin kita masih sibuk dengan ancaman istilah
“Islamfobia” itu.
Kedua, simpati yang terus mengalir pada Charlie Hebdo jugadisebabkan oleh
para tokoh penting yang mendukung Charlie Hebdo dengan alasan “Kebebasan
Berekspresi”. Dukungan itu tentunya berdampak positif pada Charlie Hebdo, karena
dukungan itu adalah alat seperti magnet yang dapat menyedot simpati publik dengan
efektif.
Silih Agung Wasesa dalam bukunya yang berjudul “Strategi Public
Relations”(Membangun Pencitraan Berbiaya Minimal dengan Hasil Maksimal),Bila
iklan bertindak sebagai pihak pertama (manajemen) yang memuji-muji diri sendiri,
maka PR harus mampu memanfaatkan pihak ketiga untuk memuji pihak pertama.
Maka bisa disimpulkan bahwa Charlie Hebdo, telah berhasil memanfaatkan
pihak ketiga yaitu para tokoh penting seperti Presiden Perancis, Menteri Dalam Negeri
Perancis, Kanselir Jerman, bahkan Presiden AS ikut memihak pada majalah tersebut,
dengan alasan “Kebebasan Berekspresi”.
Lalu, bagaimana dengan pihak lawannya ?adakah tokoh-tokoh besar terutama
penguasa Muslim yang bersuara berkaitan dengan peristiwa ini ? Seperti sembunyi,
enggan bersuara, atau bahkan takut “bekoar” ? Atau mungkin dukungan itu tidak
terekspose media ?atau medialah yang dengan sengaja menutupi dukungan itu dan tidak
dipublikasikan, demi menghambat perlawanan ? Timbulah pertanyaan dibenak saya,
kemanakah media-media yang independen itu ? Media sekarang seakan larut dengan
seni propaganda-propaganda akut, Ironis.
Jika peristiwa ini dibiarkan begitu saja, itu artinya sama saja dengan mengiyakan
“Kebebasan Berekspresi” versi Charlie Hebdoitu sehingga hal itu akan menguatkan
stigma “Islamfobia” itu.Tapi, harus bagaimana lagi ?“Amunisi”-nya seakan tak mampu
intens melawan “Infantri” mereka (Charlie Hebdo).
Jadi, dari banyak keunggulan yang ada pada pihak Charlie Hebdo itu, kita bisa
melihat kekuatan yang dimilikinya dalam battle of opinions dengan pihak yang kontra
10. terhadap “Kebebasan Berekspresi” mereka.Charlie Hebdo, menguasai point penting
yaitu : Publisitas Media dan Dukungan (yang terekspose media) dari banyak tokoh-
tokoh penting eropa bahkan dunia.
Segera Berubah!
Semuanya harus segera berubah, tidak ada lagi “Kebebasan Berekspresi” ala
Charlie Hebdo yang menyakiti perasaan atau menimbulkan ketersinggungan pada suatu
pihak. Tidak adalagi reaksi berlebihan seperti mengambil aksi “sok” kuat yang bersifat
merusak apalagi sampai menelan korban jiwa. Selain dikenai ancaman hukum, pelaku
juga telah mencoreng nama Islam, karena pelaku sendiri menggunakan topeng Islam
dalam melancarkan serangan itu. Entah, berita itu benar atau tidak, The Current Image-
nya adalah Islamfobia akan semakin menggema.
Tidak ada lagi aksi provokatif berupa penistaan terhadap agama seperti
“Kebebasan Berekspresi” versi Charlie Hebdo yang justru didukung oleh pemerintah
Perancis dan dibenarkan oleh Mahkamah Agung Perancis, Aksi itu sudah jelas-jelas
bisa memicu kemarahan pada diri seorang pemeluk agama jika merasa akidahnya
dilecehkan.
Kemana media yang memberitakan dengan berimbang ? Kenapa hal yang
diasumsikan sebagai penyebab terjadinya penyerangan itu seakan disembunyikan ? Atau
mungkin saya yang tidak mendengar pemberitaannya ? entahlah. Tapi yang jelas,
pemberitaannya terkesan menonjolkan sisi bahwa penyerangan itu adalah penyerangan
yang tidak hanya pada rakyat tapi juga terhadap “Kebebasan Berkespresi” entah
kebebasan apa yang dimaksudkan oleh mereka. Mestinya aksi-aksi provokatif Charlie
Hebdo pantas dipertanyakan juga, karena aksi tersebut disinyalir sebagai penyebab
terjadinya penyerangan yang terjadi di Perancis itu.