Dokumen tersebut membahas latar belakang mengapa bahasa Indonesia masih harus dipelajari di perguruan tinggi. Hal ini dikarenakan bahasa Indonesia memiliki dua kedudukan penting sebagai bahasa nasional dan negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berperan sebagai lambang kebanggaan dan identitas bangsa serta alat komunikasi antarwarga. Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia digunakan dalam kegiatan kenegaraan dan pengantar
1. 1. Pengantar
Modul ini membicarakan penerapan bahasa Indonesia, baik secara umum maupun
secara khusus. Pembicaraan secara umum meliputi berbagai bentuk pemakaian bahasa
Indonesia dalam berbagai bidang kehidupan sehari-hari. Secara khusus, yang
dibicarakan adalah bagaimana mengejawantahkan gagasan dengan nalar yang baik ke
dalam bentuk tulisan. Lebih khusus lagi adalah pengungkapan gagasan melalui tulisan
yang bersifat ilmiah.
2. Tujuan Instruksional Umum
Diharapkan setelah selesai mengikuti perkuliahan MPK Bahasa Indonesia,
mahasiswa memiliki sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Sikap positif ini
diwujudkan dengan kesetiaan berbahasa Indonesia; kebanggaan akan pentingnya
bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi dan pengembang ilmu dan teknologi
secara menyeluruh untuk meningkatkan kehidupan bangsa, negara, dan juga agama;
kesadaran berbahasa Indonesia sesuai dengan kaidah yang berlaku. Dengan perkataan
lain, mata kuliah ini ditujukan mengarahkan mahasiswa pada kepribadian yang
mengindonesia.
3. Tujuan Instruksional Khusus
Diharapkan setelah selesai mengikuti perkuliahan MPK Bahasa Indonesia,
mahasiswa mampu dan terampil menuangkan gagasan – secara lisan maupun tertulis –
baik ilmiah maupun takilmiah dengan bahasa Indonesia yang mudah dipahami oleh
semua lapisan masyarakat dan sesuai dengan kaidah yang berlaku.
4. Kegiatan Belajar
4.1 Kegiatan Belajar I
4.1.1 Politik Bahasa Indonesia
4.1.1.1 Mengapa Kita Mempelajari Bahasa Indonesia?
Mengapa bahasa Indonesia masih harus dijadikan mata kuliah dan dipelajari di
semua jurusan atau program di seluruh fakultas di perguruan tinggi, padahal kini banyak
di antara kita sudah belajar berbahasa Indonesia sejak lahir dan secara formal sejak di
2. sekolah dasar, bahkan sejak di taman kanak-kanak? Alasannya tiada lain karena
Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional, Pasal 37 Ayat 2
mewajibkan perguruan tinggi menyelenggarakan beberapa mata kuliah pengembangan
kepribadian yang lebih umum disingkat menjadi MPK. Satu di antara beberapa MPK
adalah mata kuliah Bahasa Indonesia. Sebelumnya, mata kuliah Bahasa Indonesia dan
sejenisnya diwadahi dalam Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU), lalu berkembang
menjadi Mata Kuliah Umum (MKU), dan terakhir menjadi MPK.
Mengapa pula undang-undang tersebut begitu? Landasan pemikirannya ada dua.
Pertama adalah satu dari tiga butir Sumpah Pemuda 1928 menyatakan “Kami poetra
dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia. Kedua
adalah Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36, yang menyatakan bahasa
negara adalah bahasa Indonesia. Hal itu dapat diartikan bahwa bahasa Indonesia
memiliki dua kedudukan penting, yaitu sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa
negara.
Dengan perkataan lain, latar belakang mengapa bahasa Indonesia masih harus kita
pelajari secara formal sampai di perguruan tinggi adalah adanya dua kedudukan yang
dimiliki bahasa Indonesia. Tentu saja, kedua kedudukan tersebut memiliki fungsinya
masing-masing.
a. Bahasa Nasional
Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki tiga
fungsi: (1) lambang kebanggaan nasional, (2) lambang identitas nasional, (3) alat
perhubungan antarwarga, antardaerah, dan antarbudaya, dan (4) alat yang
memungkinkan penyatuan berbagai-bagai suku bangsa dengan latar belakang sosial
budaya dan bahasanya masing-masing.
Fungsi pertama mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa
kebangsaan kita. Berdasarkan kebanggaan inilah, bahasa Indonesia kita pelihara dan
kita kembangkan. Selain itu, rasa bangga memakai bahasa Indonesia dalam berbagai
bidang harus selalu kita bina dan kita tingkatkan.
Fungsi kedua mengindikasikan bahwa bahasa Indonesia – sebagaimana halnya
lambang lain, yaitu bendera merah putih dan burung garuda – mau takmau suka taksuka
harus diakui menjadi bagian yang takdapat dipisahkan dengan bangsa Indonesia. Jadi,
seandainya ada orang yang kurang atau bahkan tidak menghargai ketiga lambang
2
3. identitas kita ini tentu sedikitnya kita akan merasa tersinggung dan rasa hormat kita
kepada orang tersebut menjadi berkurang atau malah hilang. Karena itu, bahasa
Indonesia dapat menunjukkan atau menghadirkan identitasnya hanya apabila
masyarakat bahasa Indonesia membina dan mengembangkannya sesuai dengan keahlian
dalam bidang masing-masing.
Fungsi ketiga memberikan kewenangan kepada kita berkomunikasi dengan siapa
pun memakai bahasa Indonesia apabila komunikator dan komunikan mengerti. Karena
itu, kesalahpahaman dengan orang dari daerah lain bisa kita hindari kalau kita memakai
bahasa Indonesia. Melalui fungsi ketiga ini pula kita bisa memahami budaya saudara
kita di daerah lain.
Fungsi keempat mengajak kita bersyukur kepada Tuhan karena kita telah memiliki
bahasa nasional yang berasal dari bumi kita sendiri sehingga kita dapat bersatu dalam
kebesaran Indonesia. Padahal, ketika dicanangkan sebagai bahasa nasional, bahasa
Indonesia boleh dikatakan tidak memiliki penutur asli karena berasal dari bahasa
Melayu. Bahasa Jawa dan bahasa Sunda paling banyak penuturnya di antara bahasa-
bahasa daerah yang ada di Nusantara ini. Jadi, berdasarkan jumlah penutur, yang pantas
menjadi bahasa nasional sebenarnya kedua bahasa daerah itu. Apalah jadinya
seandainya bahasa Jawa atau bahasa Sunda yang diangkat menjadi bahasa nasional.
Mungkin saja terjadi perpecahan perang antarsuku, lalu muncul negara-negara kecil.
Karena itu, tentu bukan soal jumlah penutur yang menjadi landasan para pemikir bangsa
waktu itu. Mereka berpikiran jauh ke masa depan untuk kebesaran dan kejayaan bangsa;
dan lahirlah bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
b. Bahasa Negara
Bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa negara memiliki tiga fungsi
yang saling mengisi dengan ketiga fungsi bahasa nasional. Ketiga fungsi bahasa negara
adalah sebagai berikut: (1) bahasa resmi kenegaraan, (2) bahasa pengantar di dalam
dunia pendidikan, (3) alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, dan (4) alat pengembangan kebudayaan,
ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Dalam fungsi pertama bahasa Indonesia wajib digunakan di dalam upacara,
peristiwa, dan kegiatan kenegaraan, baik lisan maupun tulisan. Begitu juga dalam
3
4. penulisan dokumen dan putusan serta surat-surat yang dikeluarkan oleh pemerintah dan
badan-badan kenegaraan. Hal tersebut berlaku juga bagi pidato kenegaraan.
Fungsi kedua mengharuskan lembaga-lembaga pendidikan menggunakan pengantar
bahasa Indonesia. Lembaga pendidikan mulai taman kanak-kanak sampai perguruan
tinggi mau takmau dalam pelajaran atau mata kuliah apa pun pengantarnya adalah
bahasa Indonesia. Namun, ada perkecualian. Bahasa daerah boleh (tidak harus)
digunakan sebagai bahasa pengantar di sekolah dasar sampai tahun ketiga.
Fungsi ketiga mengajak kita menggunakan bahasa Indonesia untuk membantu
kelancaran pelaksanaan pembangunan dalam berbagai bidang. Dalam hal ini kita
berusaha menjelaskan sesuatu, baik secara lisan maupun tertulis, dengan bahasa
Indonesia agar orang yang kita tuju dapat dengan mudah memahami dan melaksanakan
kegiatan pembangunan.
Fungsi keempat mengingatkan kita yang berkecimpung dalam dunia ilmu. Tentu
segala ilmu yang telah kita miliki akan makin berguna bagi orang lain jika kita sebarkan
kepada saudara-saudara kita sebangsa dan setanah air di seluruh pelosok Nusantara, atau
bahkan jika memungkinkan kepada saudara kita di seluruh dunia. Penyebaran ilmu
tersebut akan lebih efektif dan efisien jika menggunakan bahasa Indonesia, bukan
bahasa daerah atau bahasa asing.
c. Variasi Pemakaian Bahasa
Variasi pemakaian bahasa Indonesia pun merupakan landasan pemikiran
diadakannya mata kuliah bahasa Indonesia sampai di perguruan tinggi. Kita dapat
mengetahui perbedaan pemakaian bahasa Indonesia tatkala kita membaca koran
nasional dan koran daerah, misalnya. Perbedaan itu dapat juga dibuktikan ketika kita
pergi ke daerah lain, baik pilihan kata maupun intonasi, atau bahkan kalimatnya. Begitu
pula ketika pergi ke pasar lalu ke kantor atau ke kampus, kita akan segera tahu adanya
perbedaan pemakaian bahasa Indonesia. Contoh yang paling mudah untuk melihat
perbedaan pemakaian ini adalah bahasa dalam SMS atau ceting (chatting) dan dalam
makalah. Bahasa SMS takketat, bahkan bisa dan boleh semau kita, sedangkan bahasa
makalah penuh dengan aturan yang harus kita taati.
d. Perkembangan Bahasa
Bila dibandingkan dengan bahasa Inggris, Perancis, Arab, Belanda, Mandarin,
Jepang atau bahasa asing lainnya, atau juga bahasa daerah, bahasa Indonesia relatif
4
5. masih muda. Ia baru lahir pada akhir tahun 1928, yaitu melalui Sumpah Pemuda.
Namun, perkembangannya begitu pesat. Hingga tahun 1988 – berarti enam puluh tahun
– bahasa Indonesia sudah memiliki lebih dari 60.000 kata.
Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap kosakata dari berbagai
bahasa, baik bahasa daerah maupun bahasa asing. Banyak kosakata daerah, terutama
Jawa dan Sunda, masuk ke dalam bahasa Indonesia. Bahasa asing yang banyak diserap
pada awalnya adalah bahasa Arab, lalu bahasa Belanda, dan kini bahasa Inggris.
Hingga 1972 bahasa Indonesia dalam hal menyerap lebih berorientasi pada bahasa
Belanda. Karena itu, banyak kosakata yang berasal dari bahasa Belanda, misalnya,
tradisionil, formil, sistim. Namun, sejak 1972 – bersamaan dengan lahirnya Ejaan yang
Disempurnakan (EYD) – bahasa Indonesia dalam hal menyerap kosakata asing lebih
berorientasi pada bahasa Inggris. Karena itu, kosakata yang berasal dari bahasa Belanda
seperti ketiga contoh taklagi dianggap baku. Kosakata yang dianggap baku untuk ketiga
kata tersebut adalah tradisional, formal, dan sistem.
Pada akhir tahun 1990-an – ketika yang memimpin Indonesia adalah Abdurrahman
Wahid – perkembangan kosakata bahasa Indonesia memperlihatkan gejala lain. Pada
waktu itu muncul lagi kosakata yang berasal dari bahasa Arab yang sebelumnya hanya
digunakan di lingkungan pesantren. Contohnya adalah kata-kata istigosah, akhwat,
ikhwan.
Perkembangan tidak hanya terjadi pada bidang kosakata, tetapi juga pada bidang
lain seperti istilah atau ungkapan dan peribahasa. Hal tersebut bisa kita temukan dengan
membaca Siti Nurbaya karya Marah Roesli dan Saman karya Ayu Utami, misalnya.
Contoh lain dapat kita temukan dengan membaca koran tahun 1980-an dan koran tahun
2000-an. Tahun 1980-an muncul ungkapan menurut petunjuk, demi pembangunan, dan
sebagainya. Tahun 2000-an lebih sering muncul kata-kata reformasi, keos (chaos), dan
sebagainya.
Perkembangan bahasa Indonesia tidak hanya terjadi pada ragam resmi. Dalam
ragam takresmi pun terjadi perkembangan. Bahkan, perkembangan dalam ragam
takresmi lebih pesat, namun juga lebih cepat menghilang. Misalnya, pada tahun 1980-an
muncul kata asoy yang berarti ‘asyik’; tahun 1990-an muncul kata ni ye yang bertugas
sebagai penegas kalimat; tahun 2003-an muncul kata lagi yang bertugas baru sebagai
penegas seperti pada ungkapan PD (percaya diri) lagi atau abis lagi. Padahal arti lagi
5
6. yang sebenarnya adalah ‘kembali’ atau ‘sedang’. Tahun 2004 muncul gitu lo atau getho
lho, dan semacamnya.
Bidang makna pun mengalami perkembangan. Ada lima penyebab perkembangan
makna, yaitu (1) peristiwa ketatabahasaan, (2) perubahan waktu, (3) perbedaan bahasa
daerah, (4) perbedaan bidang khusus, (5) perubahan konotasi.
1) peristiwa ketatabahasaan
Sebuah kata, misalnya tangan, memiliki makna berbeda karena konteks kalimat
berbeda.
- Agus pulang dengan tangan hampa.
- Dadang memiliki banyak tangan kanan.
- Tangan Didi sakit karena jatuh.
2) perubahan waktu
makna dahulu makna sekarang
bapak : orang tua laki-laki, ayah sebutan terhadap semua orang laki-laki yang
umurnya lebih tua atau kedudukannya lebih
tinggi
canggih: cerewet, bawel pintar dan rumit, modern
saudara : orang yang lahir dari ibu sapaan bagi orang yang sama derajatnya, orang
dan bapak yang sama yang dianggap lahir dari lingkungan yang sama
seperti sebangsa, seagama, sedaerah
3) perbedaan bahasa daerah
Kata atos dalam bahasa Sunda berarti ‘sudah’, sedangkan dalam bahasa Jawa berarti
‘keras’. Kata bujur dalam bahasa Sunda berarti ‘pantat’, sedangkan dalam bahasa
Batak berarti ‘terima kasih’, dan dalam bahasa Indonesia berarti ‘panjang’.
4) perbedaan bidang khusus
Dalam bidang kedokteran kata koma berarti ‘sekarat’, sedangkan dalam bidang
bahasa berarti ‘salah satu tanda baca untuk jeda’. Kata operasi dalam bidang
kedokteran berarti ‘bedah, bedel’, dalam bidang kemiliteran atau yang lain berarti
‘tindakan’, dan dalam bidang pendidikan berarti ‘pelaksanaan rencana proses belajar
mengajar yang telah dikembangkan secara rinci’.
5) perubahan konotasi
Kata penyesuaian berarti ‘penyamaan’, tetapi agar orang lain tidak terkejut atau
marah, kata itu dipakai untuk makna ‘penaikan’. Misalnya penaikan harga menjadi
penyesuian harga.
6
7. Perkembangan lain dalam bahasa Indonesia adalah pergantian ejaan. Sejak 1972
bahasa Indonesia memakai sistem ejaan yang dinamakan Ejaan yang Disempurnakan
(EYD), yang dalam kenyataannya sampai sekarang belum diperhatikan penuh oleh
masyarakat pemakainya. Karena itu, kesalahan pemakaian masih banyak terjadi.
Misalnya, banyak orang masih kesulitan membedakan pemakaian huruf kecil dan huruf
kapital; pemakaian singkatan nama diri, nama gelar, dan nama lembaga. Padahal, jika
diperhatikan, pemakaian ejaan dapat juga membedakan makna.
Perhatikan contoh kedua kalimat matematis ini! Perbedaan ada pada pemakaian
tanda baca koma.
Diketahui A = 4, berapa nilai B, C, D, dan E pada pernyataan berikut?
1) A = B, C, D, dan E.
2) A = B, C, D dan E.
Contoh lain tentang pemakaian huruf kapital dan huruf kecil:
Kemarin ibu pergi dengan Ibu Neneng.
Orang Sumedang makan tahu sumedang.
Kesalahan lain yang sering dijumpai adalah pelafalan yang taksesuai dengan kaidah
ejaan. Menurut EYD, setiap kata dilafalkan sesuai dengan hurufnya, kecuali untuk nama
diri. Untuk nama diri, penulisan dan pengucapan merupakan hak otonomi pribadi.
Misalnya, Deassy, Dessy, Desy, Desie, Desi, Deasie; Yenny, Yeny, Yenni, Yennie,
Yenie, atau Yeni. Namun, masih banyak di antara kita yang “buta huruf” sehingga
takdapat membedakan huruf c dan huruf k, dan huruf s; atau huruf t dengan huruf c,
dalam beberapa kata yang berbeda.
Karena kurang perhatian pada hal-hal sepele itu, banyak orang melafalkan secara
taktepat untuk kata-kata panitia, unit, pasca, aksesoris, akhir, bathin, dan sebagainya.
e. Sikap dan Kesadaran Berbahasa
Kita memiliki politik bahasa nasional – kekuatan politis (political will) untuk
menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar. Pada sisi lain, justru banyak
penyimpangan dari kekuatan pedoman itu sehingga timbul pertanyaan apakah berlaku
hukum ''di situ ada aturan, di situ pula ada pelanggaran''. Penelusuran dua variabel ini
memungkinkan kita untuk dapat mengantisipasi sikap kita terhadap kasus-kasus seperti
itu secara proporsional. Lebih-lebih sebagai cendekiawan, kita memiliki peran strategis
7
8. untuk menegakkan kebenaran politis dalam menjunjung martabat bahasa Indonesia,
sekaligus mengangkat jatidiri bangsa.
Politik bahasa nasioanl memberikan bobot kekuatan terhadap bahasa Indonesia
dibandingkan dengan bahasa daerah atau bahasa asing. Salah satu fungsi politik bahasa
nasional adalah memberikan dasar dan pengarahan bagi perencanaan dan
pengembangan bahasa nasional sehingga dapat memberikan jawaban tentang fungsi dan
kedudukan bahasa (nasional) dibandingkan dengan bahasa-bahasa lain. Alih-alih kita
tahu bahwa Sumpah Pemuda 1928 tidak hanya mengakui, tetapi juga menjunjung tinggi
bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Dengan demikian, mendudukkan bahasa
Indonesia dalam status yang tinggi tidaklah berlebihan, malah sudah sepantasnya.
Kita ketahui bahwa bahasa Indonesia memiliki posisi penting dalam hubungannya
dengan bahasa lain. Kita dituntut untuk memiliki perencanaan matang dan terarah
dalam menghadapi perubahan dan perkembangan kebudayaan. Itulah yang dinamakan
kemantapan dinamis.
Pada pihak lain, banyak di antara kita yang kurang atau bahkan tidak
memperhatikan posisi bahasa Indonesia. Dengan berbagai alasan, mereka banyak
menyelipkan kata – bahkan kalimat – berbahasa asing, baik secara lisan maupun secara
tertulis tanpa memperhatikan sasaran yang dituju. Jangan jauh-jauh, kita lihat saja
orang-orang di sekitar kita atau kita berjalan-jalan ke toko di seantero Nusantara.
Banyak di antara mereka menggunakan kata berbahasa asing (baca: Inggris!). Padahal
kita atau orang-orang yang berkunjung ke toko tersebut tidak mengerti bahasa Inggris.
Alasan mereka berkisar pada hal-hal yang sebenarnya tidak tepat dijadikan alasan.
Misalnya, bahasa Indonesia kaku, di dalam bahasa Indonesia kata asing itu tidak ada,
atau bahasa Indonesia tidak menarik minat calon pembeli. Singkatnya, bahasa Indonesia
tidak bergengsi tinggi.
Jika kita telusuri, yang kaku bukan bahasa Indonesia, melainkan kita sebagai
pemakainya. Bahasa Indonesia memiliki imbuhan untuk pengaya kata. Jadi, jika belum
ada kata yang tepat, kita cari dalam kamus, kita ikuti prosedur pembentukan kata atau
istilah baru. Jika bahasa Indonesia kurang bergengsi, kitalah yang bertanggung jawab
menaikkan gengsinya karena kita pemilik sekaligus pemakainya.
Sebenarnya, kalau kita sadari, banyak dukungan politis bagi pengindonesiaan kata
dan istilah asing, antara lain, sebagai berikut:
1. Sumpah Pemuda 1928;
8
9. 2. UUD 1945, Bab XV Pasal 36 tentang bahasa negara;
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 1972 tentang penggunaan
Ejaan yang Disempurnakan;
4. Instruksi Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 20 tanggal 28 Oktober
1991 tentang pemasyarakatan bahasa Indonesia dalam rangka pemantapan persatuan
dan kesatuan bangsa;
5. Instruksi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 1/U/1992
tanggal 10 April 1992 tentang peningkatan usaha pemasyarakatan bahasa Indonesia
dalam memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa; dan
6. Surat Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia kepada Gubernur, Walikota, dan
Bupati Nomor 434/1021/SJ tanggal 16 Maret 1995 tentang penertiban penggunaan
istilah asing.
Sayangnya, keenam butir tersebut hanya hanya dilirik dan ditaati selama empat
tahun. Setelah pergantian menteri, keenam butir itu tidak diperhatikan lagi, baik oleh
perseorangan, lembaga swasta, maupun lembaga pemerintah. Contoh kecil, hampir di
pelbagai perguruan tinggi di seluruh Nusantara ada gedung yang dinamakan Student
Centre atau Student Center. Mengapa tidak memakai Gedung Mahasiswa atau Pusat
Mahasiswa atau yang lainnya karena penghuninya masyarakat bahasa Indonesia?
Mengapa pula di jalan yang banyak dilalui angkutan kota terdapat rambu yang
bertuliskan Slow Down? Apakah semua sopir angkutan kota mengerti bahasa Inggris?
Contoh lain, di pertokoan sangat marak pemakaian kata-kata asing, padahal
pengunjungnya sangat sedikit yang mengerti bahasa asing secara baik.
Pemakaian kata atau istilah asing tampaknya dipandang sebagai peningkat gengsi
sosial. Padahal, kalau kita sadari bersama secara kompak, bahasa Indonesia pun bisa
dipakai untuk menaikkan gengsi sosial. Misalnya, ketika kita masuk ke sebuah pusat
perbelanjaan yang megah dan di sana kita lihat label-label barang dan nama-nama sudut
toko memakai bahasa Indonesia, secara psikologis gengsi kita tetap sebagai orang
“kotaan”, orang “modern”. Yang menurunkan atau menaikkan gengsi sosial kita dalam
hal ini mungkin saja pakaian dan cara kita berpakaian atau juga perilaku kita secara
menyeluruh.
9
10. 4.1.2 Perlatihan
Ucapkan kata-kata atau singkatan/akronim di bawah ini sesuai dengan abjad yang
berlaku dalam bahasa Indonesia! Adakah perbedaan ucapan dan mengapa hal itu
terjadi?
AIDS/ HIV
TransTV
TVRI
MetroTV
Bandung TV
SCTV
ANTV
WHO
MTQ
HP
IM3
P3K
psikologi
unsur
unit
volume
Indonesia (dalam lagu “Indonesia Raya”
pascasarjana
acara
panitia
logistik
http://www.dewek.com
Bedakan penulisan singkatan nama diri dan nama gelar:
Dede Surede Syarif Hidayat Sarjana Hukum
Bagaimana pendapat Anda tentang hal-hal berikut?
10
11. Tadi Ibu menemui Ibu Asep atau Tadi ibu pergi dengan Ibu Asep atau …
Buku kamu ada di saya.
Coba kasih buka itu pintu.
Gue lagi cekak ne.
Apa sech yang kamu risaukan?
Semua sudah pada pergi.
4.1.3 Rangkuman
Bahasa Indonesia masih harus dipelajari di perguruan tinggi disebabkan oleh empat
faktor yang harus kita perhatikan. Keempat faktor tersebut adalah (1) kedudukan dan
fungsi bahasa Indonesia, (2) variasi pemakaian bahasa Indonesia, (3) perkembangan
bahasa Indonesia, dan (4) sikap dan kesadaran berbahasa Indonesia.
4.1.4 Tes Formatif
1. Mengapa di perguruan tinggi ada mata kuliah pengembangan kepribadian seperti
mata kuliah Bahasa Indonesia?
2. Uraikan empat fungsi bahasa dalam kedudukannya sebagai bahasa negara dan bahasa
nasional!
3. Bedakan variasi pemakaian bahasa Indoensia ragam santai dan ragam ilmiah!
4. Uraikan dengan contoh tiga macam variasi pemakaian bahasa Indonesia.
5. Mengapa dalam bahasa Indonesia terjadi variasi pemakaian?
6. Sejak kapan EYD diberlakukan dan mengapa berorientasi pada bahasa Inggris?
7. Mengapa akhir tahun 1990-an banyak muncul kata baru dari bahasa Arab?
8. Tulislah lima kosakata baru takbaku dan lima kosakata baku!
9. Bagaimana sikap Anda terhadap dosen yang banyak menyelipkan kata asing padahal
kata tersebut ada dalam bahasa Indonesia?
10. Bagaimana pendapat Anda tentang bahasa Indonesia yang harus dijunjung seperti
tercantum dalam Sumpah Pemuda?
11
12. 4.1..5 Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Setelah Anda menjawab sosal-soal tersebut, cocokkanlah jawaban Anda dengan
jawaban hasil diskusi kelas. Hitunglah jumlah jawaban Anda yang benar, kemudian
tentukan hasil belajar Anda dengan rumus berikut:
Jumlah jawaban yang benar
Tingkat penguasaan = x 100%
10
Arti tingkat penguasaan yang Anda capai:
90% – 100% = baik sekali
80% – 89% = baik
70% – 79% = sedang
≤ 69% = kurang
Jika mencapai tingkat penguasaan 80% ke atas, Anda dapat meneruskan pelajaran pada
modul berikutnya. Jika tidak, lebih baik Anda mengulangi Kegiatan Belajar I.
12
13. 4.2 Kegiatan Belajar II
4.2.1 Ejaan Yan g Disempurnakan
4.2.1.1 Pemakaian Huruf
A. Huruf Abjad
Abjad yang digunakan dalam bahasa Inonesia terdiri atas huruf berikut. Nama
tiap huruf disertakan di sebelahnya.
Huruf Nama Huruf Nama Huruf Nama
Aa a Jj jé Ss és
Bb bé Kk ka Tt té
Cc cé Ll él Uu u
Dd dé Mm ém Vv vé
Ee é Nn én Ww wé
Ff éf Oo o Xx eks
Gg gé Pp pé Yy yé
Hh ha Qq ki Zz zét
Ii i Rr ér
B. Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas a, e, i, o,
dan u.
Contoh pemakaian dalam kata
Huruf Vokal di awal di tengah di akhir
a api padi lusa
enak petak sore
e* emas kena tipe
itu simpan murni
i oleh kota radio
o ulang bumi ibu
u
Dalam pengujaran lafal kata dapat digunakan tanda aksen jika ejaan kata
menimbulkan keraguan.
Misalnya:
Anak-anak bermain di teras (téras).
Upacara itu dihadiri pejabat teras pemerintah.
Kami menonton film seri (séri).
Pertandingan itu berakhir seri.
13
14. C. Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas
huruf-huruf b, c, d, f, g, h, j, k,l,m,n, p, q, r, s, t, v, w, dan z.
Huruf Contoh Pemakaian dalam Kata
Konsonan di awal di tengah di akhir
b bahasa sebut adab
c cakap kaca -
d dua ada abad
f fakir kafir maaf
g guna tiga balig
h hari saham tuah
j jalan manja mikraj
k kami paksa sesak
- rakyat* bapak
l lekas alas kesal
m maka kama diam
n nama anak daun
p pasang apa siap
q** quran furqan -
r raih bara putar
s sampai asli lemas
t tali mata rapat
v varia lava -
w wanita hawa -
x** xenon - -
y yakin payung -
z zeni lazim juz
14
15. D. Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au,
dan oi.
Huruf Contoh Pemakaian dalam Kata
Diftong di awal di tengah di akhir
ai ain syaitan pandai
au aula saudara harimau
oi - boikot amboi
E. Gabungan Huruf Konsonan
Di dalam bahas Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan
konsonan, yaitu kh, ng, ny, dan sy.
Gabungan Contoh Pemakaian dalam Kata
Huruf di awal di tengah di akhir
Konsonan
kh khusus akhir tarikh
ng ngilu bangun senang
ny nyata hanyut -
sy syarat isyarat arasy
F. Pemenggalan Kata*)
1. Pemenggalan pada kata dasar dilakukan sebagai berikut.
a. Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan itu
dilakukan di antara kedua huruf vokal itu.
Misalnya: ma-in, sa-at, bu-ah
Huruf diftong ai, au, dan oi tidak pernah diceraikan sehingga
pemenggalan kata tidak dilakukan di antara kedua huruf itu.
Misalnya:
au-la bukan a-u-la
sau-da-ra bukan sa-u-da-ra
am-boi bukan am-bo-i
b. Jika di tengah kata ada konsonan, termasuk gabungan-huruf konsonan,
di antara dua buah huruf vokal, pemenggalan dilakukan sebelum huruf
konsonan.
Misalnya:
ba-pak ba-rang su-lit
15
16. la-wan de-ngan ke-nyang
mu-ta-khir
c. Jika di tengah kata ada dua huruf konsonan yang berurutan,
pemenggalan dilakukan di antara ke dua huruf konsonan itu.
Gabungan-gabungan konsonan tidak pernah diceraikan.
Misalnya:
man-di som-bong swas-ta
cap-lok Ap-ril bang-sa
makh-luk
d. Jika di tengah kata ada tiga huruf konsonan atau lebih, pemenggalan
pemenggalan dilakukan di antara dua huruf konsonan yang pertama dan
huruf konsonan yang kedua.
Misalnya:
ins-tru-men ul-tra
in-fra bang-krut
ben-trok ikh-las
2. Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan, termasuk awalan yang mengalami
perubahan bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan
kata dasarnya, dapat dipenggal pada pergantian baris.
Misalnya:
makan-an me-rasa-kan
mem-bantu pergi-lah
Catatan:
a. Bentuk dasar pada kata turunan sedapat-dapatnya tidak
dipenggal.
b. Akhiran –i tidak dipenggal, (Lihat juga keterangan tentang tanda
hubung, BabV, Pasal E, Ayat 1).
c. Pada kata yang berimbuhan sisipan, pemenggalan kata dilakukan
sebagai berikut.
Misalnya:
te-lun-juk
si-nam-bung
ge-li-gi
16
17. 3. Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu
dapat bergabung dengan unsur lain, pemenggalan dapat dilakukan (1) di
antara unsur-unsur itu atau (2) pada unsur gabungan itu sesuai dengan
kaidah 1a, 1b, 1c, dan 1d di atas.
Misalnya:
bio-grafi, bi-o-gra-fi
foto-grafi, fo-to-gra-fi
intro-speksi, in-tro-spek-si
kilo-gram, ki-lo-gram
pasca-panen, pas-ca-pa-nen
Keterangan:
Nama orang, badan hukum, dan nama diri yang lain disesuaikan dengan
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan kecuali ada pertimbangan
khusus.
4.2.1.2 Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring
A. Huruf Kapital atau Huruf Besar
1. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebgai huruf pertama kata pada
awal kalimat. Misalnya:
Dia mengantuk.
Apa maksudnya?
Kita harus belekrja keras.
Pekerjaan itu belum selesai.
2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
Misalnya:
Adik bertanya, ”Kapan kita ulang?”
Bapak menasihatkan, “berhati-hatilah, Nak!”
“Kemarin engkau terlambat, “
“Besok pagi,” kata ibu, “dia akan berangkat.”
3. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang
berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti
untuk Tuhan.
17
18. Misalnya:
Allah Alkitab Islam
Yang Maha Kuasa Quran Kristen
Yang Maha Pengasih Weda
Tuhan akan menunjukkan jalan yang benar kepada hamba-Nya.
Bimbinglah hamba-Mu, ya Tuhan, ke jalan yang Engkau beri rahmat.
4. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan,
keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
Misalnya:
Mahaputra Yamin
Sultan Hasanuddin
Haji Agus Salim
Imam Syafii
Nabi Ibrahim
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan,
keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang.
Misalnya:
Dia baru saja diangkat sebagai sultan.
Tahun ini ia pergi naik haji.
5. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan
pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti
nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat.
Misalnya:
Wakil Presiden Adam Malik
Perdana Menteri Nehru
Profesor Supomo
Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian
Gubernur Irian Jaya
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan
pangkat yang tidak diikuti nama orang, atau nama tempat.
Misalnya:
Siapa gubernur yang baru dilantik itu?
Kemarin Brigadir Jenderal Ahmad dilantik menjadi mayor jenderal.
18
19. 6. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.
Misalnya:
Amir Hamzah
Dewi Sartika
Wage Rudolf Supratman
Halim Perdanakusumah
Ampere
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang
digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran.
Misalnya:
mesin diesel
10 volt
5 ampere
7. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa,
dan bahasa.
Misalnya:
bangsa Indonesia
suku Sunda
bahasa Inggris
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan
bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan.
Misalnya:
mengindonesiakan kata asing
keinggris-inggrisan
8. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari raya ,
dan peristiwa sejarah.
Misalnya:
bulan Agustus hari Natal
bulan Maulid Perang Candu
hari Galungan tahun Hijriah
hari Lebaran Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang
tidak dipakai sebagai nama.
19
20. Misalnya:
Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsanya.
Perlombaan senjata membawa risiko pecahnya perang dunia.
9. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
Misalnya:
Asia Tenggara Kali Brantas
Banyuwangi Lembah Baliem
Bukit Barisan Ngarai Sianok
Cirebon Pegunungan Jayawijaya
Danau Toba Selat Lombok
Dataran Tinggi Dieng Tanjung Harapan
Gunung Semeru Teluk Benggala
Jalan Dipenogoro Terusan Suez
Jazirah Arab
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang
tidak menjadi unsur nama diri.
Misalnya:
berlayar ke teluk
mandi di kali
menyebrangi selat
pergi ke arah tenggara
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi yang
digunakan sebagai nama jenis.
Misalnya:
garam inggris
gula jawa
kacang bogor
pisang ambon
10. Huruf kapital dipakai sebgai huruf pertama semua unsur nama negara,
lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi
kecuali kata seperti dan.
Misalnya:
Republik Indonesia
20
21. Majelis Permusyawarahan Rakyat
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Badan Kesejahtraan Ibu dan Anak
Keputusan Presiden Republik Indonesia, Nomor 57, Tahun 1972.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama
resmi negara, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama
dokumen resmi.
Misalnya:
Menjadi sebuiah republik
Beberapa badan hukum
Kerja sama antara pemerintah dan rakyat
Menurut undang-undang yang berlaku
11. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang
sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan
ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
Misalnya:
Perserikatan Bangsa-Bangsa
Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial.
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
Rancangan Undang-Undang Kepegawaian.
12. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua
unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan
judul karangan, kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang
tidak terletak pada posisi awal.
Misalnya:
Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.
Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.
13. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar,
pangkat, dan sapaan.
Misalnya:
Dr. doktor
M.A. Master of Arts
Tn. Tuan
21
22. Sdr. Saudara
14. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan
kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang
dipakai dalam penyapaan atau pengacuan.
Misalnya:
“Kapan Bapak berangkat?” tanya Harto.
Adik Bertanya, “Itu apa, Bu?”
Surat Saudara sudah saya terima.
“Silakan duduk, Dik!” Kata Ucok.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan
kekerabatan yang tidak dipakai dalam pengacuan atau penyapaan.
Misalnya:
Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.
Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.
15. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.
Misalnya:
Sudahkah Anda tahu?
Surat Anda telah kami terima.
B. Huruf Miring
1. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah,
dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
Misalnya:
Majalah Bahasa dan Kesusastraan.
Buku Negarakertagama karangan Prapanca.
Surat kabar Suara Karya.
2. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau
mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.
Misalnya:
Huruf pertama kata abad ialah a.
Dia bukan menipu, tetapi ditipu.
Bab ini tidak membicarakan penulisan huruf kapital.
Buatlah kalimat dengan berlepas tangan.
22
23. 3. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah
atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan dengan ejaannya.
Misalnya:
Nama ilmiah buah manggis ialah Carcinia mangostana.
Politik divide et impera pernah merajalela di negeri ini.
Weltanschauung antara lain diterjemahkan menjadi ‘pandangan dunia.’
tetapi:
Negara itu telah mengalami empat kudeta.
4.2.1.3 Penulisan Kata
A. Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Misalnya:
Ibu percaya bahwa engkau tahu.
Kantor pajak penuh sesak.
Bukan itu sangat tebal.
B. Kata Turunan
1. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Misalnya:
bergeletar
dikelola
penetapan
menengok
mempermainkan
2. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis
serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. (lihat
juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5)
Misalnya:
bertepuk tangan garis bawahi
menganak sungai sebar luaskan
23
24. 3. Jika bentuk dasar yang berupa kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus,
unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. (Lihat juga keterangan tentang
tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat5)
Misalnya:
menggarisbawahi menyebarluaskan
dilipatgandakan penghancurleburan
4. Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi,
gabungan kata itu ditulis serangkai.
Misalnya:
adipati mahasiswa kolonialisme
asrodinamika mancanegara tritunggal
antarkota multilatera kosponsor
introspeksi transmigrasi ultramodern
Catatan:
(1) Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah
huruf kapital, di antara dua unsur itu dituliskan tanda hubung (-).
Misalnya:
non-Indonesia pan-afrikanisme
(2) Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti oleh kata esa dan
kata yang bukan kata dasar, gabungan itu ditulis terpisah.
Misalnya:
Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita.
Marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.
C. Bentuk Ulang
Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
Misalnya:
anak-anak gerak-gerik
biri-biri huru-hara
buku-buku lauk-pauk
bumiputra-bumiputra mondar-mandir
24
25. D. Gabungan Kata
1. Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus,
unsur-unsurnya ditulis terpisah.
Misalnya:
duta besar mata pelajaran
orang tua simpang empat
kambing hitam meja tulis
persegi panjang kereta api cepat luar biasa
2. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan
kesalahan pengertian, ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan
pertalian di antara unsur yang bersangkutan.
Misalnya:
alat pandang-dengar buku sejarah-baru
ibu-bapak kami orang-tua muda
anak-istri saya mesin-hitung tangan
4. Gabungan kata ini ditulis serangkai.
Misalnya:
acapkali manakala adakalanya manasuka
bagaimana olahraga padahal barangkali
paramasastra belasungkawa peribahasa saputangan
daripada segitiga sebagaimana dukacita
E. Kata Ganti –ku, kau-, -mu, dan –nya
Kata ganti –ku dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya: -ku,
-mu, dan –nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinnya.
Misalnya:
Apa yang kumiliki boleh kauambil.
Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.
F. Kata Depan di, ke, dan dari
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya kecuali
di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti
kepada dan daripada. (Lihat jiga Bab III, Pasal D, Ayat 3).
Misalnya:
25
26. Kain itu terletak di dalam lemari.
Ia ikut terjun ke tengah kancah perjuangan.
Ia datang dari Surabaya kemarin.
Catatan:
Kata-kata yang dicetak miring di bawah ini ditulis serangkai.
Si Amin lebih tua daripada Si Ahmad
Kesampingkan saja persoalan yang tidak penting itu.
Ia masuk, lalu keluar lagi.
Surat perintah itu dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 11 maret 1966.
Bawa kemari gambar itu.
Kemarikan buku itu.
Semua orang terkemuka di desa itu hadir dalam kenduri itu.
G. Kata si dan sang
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Misalnya:
Harimau itu marah sekali kepada sang Kancil.
Surat itu dikirimkan kembali kepada si pengirim
H. Partikel
1. Partikel -lah, -kah, dan –tah diteulis serangkai dengan kata yang
mendahuluinya.
Misalnya:
Bacalah buku itu baik-baik..
Jakarta adalah Ibukota Republik Indonesia.
Apakah yang tersirat dalam surat iotu?
Siapakah gerangan dia?
Apatah gunanya bersedih hati?
2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Apa pun yang dimakannya, ia tetap kurus.
Jangankan dua kali,satu kali pun engkau belum pernah datang ke rumahku.
26
27. Catatan:
Kelompok yang lazim dianggap padu, misalnya adapun, andaipun,
ataupun, bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun,
meskipun, sekalipun, sungguhpun, dan walaupun ditulis serangkai.
Misalnya:
Adapun sebab-sebabnya belum diketahui.
Bagaimanapun juga akan dicobanya menyelesaikan tugas itu.
Baik para mahasiswa maupun mahasiswi ikut berdemonstasi.
Sekalipun belum memuaskan, hasil pekerjaan dapat dijadikan
pegangan.
Walaupun miskin, ia selalu gembira.
3. Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari
bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya.
Misalnya:
Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1 April.
Mereka masuk ke dalam ruangan satu per satu.
Harga kain itu Rp2.000,00 per helai.
4.2.1.4 Singkatan dan Akronim
1. Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau
lebih.
a. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti
dengan tanda titik.
Misalnya:
A.S. Kramawijaya
M.B.A. master of business administration
Bpk. bapak
b. Singkatan nama resmi lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, badan
atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal
kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
Misalnya:
DPR : Dewan Perwakilan Rakyat
GBHN : Garis-Garis Besar Haluan Negara
27
28. KTP : Kartu Tanda Pengenal
c. Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda
titik.
Misalnya:
dll. dan lain-lain
dst. dan seterusnya
Yth. yang terhormat
tetapi:
a.n. atas nama
d.a. dengan alamat
u.b. untuk beliau
d. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata
uang tidak diikuti tanda titik.
Misalnya:
Cu kuprum
TNT trinitrotoluen
cm centimeter
kg kilogram
Rp rupiah
2. Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku
kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang
diperlakukan sebagai kata.
a. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata
ditulis seluruhnya dengan huruf kapital.
Misalnya:
ABRI Angkata Bersenjata Republik Indonesia
LAN Lembaga Administrasi Negara
SIM Surat Izin Mengemudi
b. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan
huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf
kapital.
Misalnya:
Akabri Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
28
29. Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Kowani Kongres Wanita Indonesia
c. Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata,
ataupun gabungan huruf dan suku kata dai deret kata seluruhnya ditulis
dengan huruf kecil.
Misalnya:
pemilu pemilihan umum
rudal peluru kendali
tilang bukti pelanggaran
Catatan:
Jika dianggap perlu membentuk akronim, hendaknya diperhatikan
syarat-syarat berikut. (1) Jumlah suku kata akronim jangan melebihi
jumlah suku kata yang lazim pada suku kata Indonesia. (2) Akronim
dibentuk dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan
konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia yang lazim.
4.2.1.5 Angka dan Lambang Bilangan
1. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam
tulisan lazim digunakan angka arab atau angka romawi.
angka arab: 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
angka romawi: I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C
(100), D (500), M (1.000).
2. Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjang, berat, luas, dan isi,
(ii) satuan waktu, (iii) nilai uang, dan (iiii) kuantitas.
Misalnya:
0,5 sentimeter 5 kilogram 4 meter persegi
10 liter Rp5.000,00 2.000 rupiah
1 jam 20 menit 17 Agustus 1945 27 orang
3. Angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen,
atau kamar pada alamat.
Misalnya:
Jalan Tanah Abang I No. 15
Hotel Indonesia, kamar 169
29
30. 4. Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab
suci.
Misalnya:
Bab X, Pasal 5, Halaman 206
Surah Yasiin: 9
5. Penulisan lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut.
a. Bilangan Utuh
Misalnya:
dua belas 12
dua puluh dua 22
dua ratus dua puluh dua 222
b. Bilangan Pecahan
Misalnya:
setengah ½
tiga per empat ¾
satu persen 1%
6. Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara yang
berikut.
Misalnya:
Paku Bumono X
Paku Buwono ke-10
Paku Buwono kesepuluh
7. Penulisan lambang bilangan tyang mendapat akhiran –an mengikuti cara
yang berikut (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E,
Ayat5)
Misalnya:
tahun’50-an atau tahun lima puluhan
uang 5000-an atau uang lima ribuan
uang lima 1000-an atau uang lima seribuan
8. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis
dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara
berurutan seperti dalam perincian dan pemaparan.
30
31. Misalnya:
Amir menonton drama itu sampai tiga kali.
Ayah memesan tiga ratus ekor ayam.
Di antara 72 anggota yang hadir, 52 orang setuju, 15 orang tidak setuju,
dan 5 orang memberikan suara blangko.
9. Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu,
susunan kalimat diubahsehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan
dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada kalimat.
Misalnya:
Lima belas orang tewas dalam kecelakaan itu.
Pak Darmo mengundang 250 orang tamu.
Bukan:
15 orang tewas dalam kecelakan itu.
250 orang tamu diundang Pak Darmo
Dua ratus lima puluh orang tamu diundang Pak Darmo.
10. Angka yang menunjukan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian
supaya lebih mudah dibaca.
Misalnya:
Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 250 juta rupiah.
Penduduk Indonesia berjumlah lebih dari 120 juta orang.
11. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus adalam teks
kecuali dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.
Misalnya:
Kantor kami mempunyai dua puluh orang pegawai.
Di lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah.
Bukan:
Kantor kami mempunyai 20 (dua puluh) orang pegawai.
Di lemari itu tersimpan 805 (delapan ratus lima) buku dan majalah.
12. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus
tepat.
Misalnya:
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp999,75 (sembilan ratus
sembilan puluh sembilan dan tujuh puluh lima per seratus rupiah).
31
32. Saya lampirkan tanda terima uang sebesar 999,75 (sembilan ratus
sembilan puluh sembilan dan tujuh puluih lima per seratus) rupiah.
4.2.1.6 Penulisan Unsur Serapan
Dalam perekembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari pelbagai bahasa
lain, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing seperti Sanskerta, Arab,
Portugis, Belanda, atau Inggris.
Berdasarkan taraf integrasinya unsur pinjaman dalam bahasa Indonesia dapat dibagi
atas dua golongan besar.
Pertama, unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke adalam bahasa
Indonesia seperti reshuffle, shuttle cock, I’exploitation de I‘homme par I’homme.
Unsur-unsur ini dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya masih
mengikuti bentuk asalnya.
Kedua, unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan
kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya hanya diubah
seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk
asalnya.
Kaidah ejaan yang berlaku bagi unsur serapan itu ialah sebagai berikut.
aa (Belanda) menjadi a
paal pal
ae tetap ae jika tidak bervariasi dengan e
aerobe aerob
ae, jika bervariasi dengan e, menjadi e
haemoglobin hemoglobin
ai tetap ai
trailer trailer
au tetap au
audiogram audiogram
c di muka a, u, o, dan konsonan menjadi k
construction konstruksi
c di muka e, I, oe, dan y menjadi s
circulation sirkulasi
cc di muka o, u, dan konsonan menjadi k
32
33. accomodation akomodasi
cc di muka e dan I menjadi ks
vaccine vaksin
cch dan ch di muka a, o, dan konsonan menjadi k
charisma karisma
ch yang lafalnya s atau sy menjadi s
machine mesin
ch yang lafalnya c menjadi c
China Cina
Ç (Sanskerta) menjadi s
Çabda sabda
e tetap e
description deskripsi
ea tetap ea
idealist idealis
ee (belanda) menjadi e
systeem sistem
ei tetap ei
eicosane eikosan
eo tetap eo
geometry geometri
eu tetap eu
neutron neutron
f tetap f
fanatic fanatik
gh menjadi g
sorghum sorgum
gue menjadi ge
gigue gige
i, pada awal suku kata di muka vokal, tetap i
ion ion
ie (Belanda) menjadi i jika lafalnya i
politiek politik
33
34. ie tetap ie jika lafalnya bukan i
patient pasien
kh (Arab) tetap kh
khusus khusus
ng tetap ng
contingent contingen
oe (oi Yunani) menjadi e
oestrogen estrogen
oo (Belanda) menjadi o
komfoor kompor
oo (Inggris) menjadi u
cartoon kartun
oo (vokal ganda) tetap oo
zoology zoologi
ou menjadi u jika lafalnya u
gouvernour gubernur
ph menjadi f
physiology fisiologi
ps tetap ps
pshychiatry psikiatri
pt tetap pt
pteridology pteridologi
q menjadi k
aquarium akuarium
rh menjadi r
rhapsody rapsodi
sc di muka a, o, u, dan konsonan nebjadi sk
scandium skandium
sc di muka e, I, dan y menjadi s
scenography senografi
sch di muka vokal menjadi sk
schema skema
t di muka I menjadi s jika lafalnya s
34
35. action aksi
th menjadi t
theocracy teokrasi
u tetap u
structure struktur
ua tetap ua
aquarium akuarium
ue tetap ue
duet duet
ui tetap ui
conduite konduite
uo tetap uo
quota kuota
uu menjadi u
prematuur prematur
v tetap v
television televisi
x pada awal kata tetap x
xanthate xantat
x pada posisi lain, menjadi ks
executive eksekutif
xc di muka e dan i menjadi ks
excitation eksitasi
xc di muka a, o, u, dan konsonan menjadi ksk
exclusive eksklusif
y tetap y jika lafalnya y
yuan yuan
y menjadi i jika lafalnya i
psychology psikologi
z tetap z
zygote zigot
Konsonan ganda menjadi konsonan tunggal kecuali kalau dapat
membingungkan.
35
36. Misalnya:
accu aki
effect efek
ferrum ferum
tetapi:
mass massa
Catatan:
1. Unsur pungutan yang sudah lazim dieja secara Indonesia tidak perlu lagi
diubah.
Misalnya:
kabar sirsak
iklan perlu
bengkel hadir
2. Sekalipun dalam ejaan yang disempurnakan huruf q dan x diterima sebagai
bagian abjad bahasa Indonesia, unsur yang mengandung kedua hururf itu
diindonesiakan menurut kaidah yang terurai di atas. Kedua huruf itu
dipertahankan dalam penggunaan tertentu saja seperti dalam pembedaan nama
dan istilah khusus.
Di samping pegangan untuk penulisan unsur serapan tersebut di atas,
berikut ini didaftarkan juga akhiran-akhiran asing serta penyesuaiannya dalam
bahasa Indonesia. Akhiran itu diserap sebagai bagian kata yang utuh. Kata
seperti standarisasi, efektif, dan implementasi diserap secara utuh di samping
kata standar, efek, dan implemen.
aat (Belanda) menjadi at
advokaat advokat
plaat plat
tractaat traktat
age menjadi ase
percentage persentase
etalage etalase
al, eel (Belanda), aal (Belanda) menjadi al
structural, structureel struktural
36
37. formal, formeel formal
normal, normaal normal
ant menjadi an
accountant akuntan
informant informan
archy, archie (Belanda) menjadi arki
anarchy, anarchie anarki
olgarchy, oligarchie oligarki
ary, air (Belanda) menjadi er
complementary, complementair komplementer
primary, primair primer
secondary, secondair sekunder
(a)tion, (a)tie (Belanda) menjadi asi, si
action, actie aksi
publication, publicatie publikasi
eel (Belanda) yang tidak ada padanannya dalam bahasa Inggris menjadi il
materieel, materiil
moreel moril
principieel prinsipiil
ein tetap ein
casein kasein
ic, ics, ique, iek, ica (nomina) menjadi ik, ika
logic, logica logika
physics, physica fisika
technique, techniek teknik
ic (nomina) menjadi ik
electronic elektronik
ic, ical, isch (adjektiva) menjadi is
elctronic, elektronisch elektronis
economical, economisch ekonomis
ile, iel menjadi il
mobile, mobiel mobil
ism, isme (Belanda) menjadi isme
37
38. modernism, modernisme modernisme
ist menjadi is
egoist egois
ive, ief (Belanda) menjadi if
descriptive, descriptief deskriptif
logue menjadi log
dialogue dialog
logy, logie (Belanda) menjadi log
technology, technologie teknologi
loog (Belanda) menjadi log
analoog analog
oid, oide (Belanda) menjadi oid
anthropoid, anthropoide anthropoid
oir(e) menjadi oar
trottoir trotoar
or, eur (Belanda) menjadi ur, ir
director, directeur direktur
amateur amatir
or tetap or
dictator diktator
ty, teit (Belanda) menjadi tas
university, universiteit universitas
ure, uur (Belanda) menjadi ur
structure, struktuur struktur
4.2.2 Perlatihan
1. A. Dalam Surat Kabar Suara Karya terdapat berita menarik.
B. Dalam surat kabar Suara Karya terdapat berita menarik.
C. Dalam surat kabar Suara Karya terdapat berita menarik.
D. Dalam Surat Kabar Suara Karya terdapat berita menarik.
2. A. Kita harus mengIndonesiakan kata-kata asing.
B. Kita harus meng-Indonesiakan kata-kata Asing.
38
39. C. Kita harus mengindonesiakan kata-kata asing.
D. Kita harus mengindonesiakan kata-kata Asing.
3. A. Menurut Undang-undang Dasar itu semua warga negara mempunyai
kedudukan yang sama.
B. Menurut Undang-Undang Dasar 1945 semua warga negara mempunyai
kedudukan yang sama.
C. Menurut Undang-undang dasar 1945 semua warga negara mempunyai
kedudukan yang sama.
D. Menurut undang-undang dasar 1945 semua warga negara mempunyai
kedudukan yang sama.
4. A. Politik divide et-impera pernah merajalela di negeri ini.
B. Politik Divide Et Impera pernah merajalela di negeri ini.
C. Politik divide et impera pernah merajalela di negeri ini.
D. Politik divide et-impera pernah merajalela di Negeri ini.
5. A. Mari kita bersyukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa.
B. Mari kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha-Kuasa.
C. Mari kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha-kuasa.
D. Mari kita bersyukur kepada Tuhan Yang maha-kuasa.
6. A. Untuk keperluan ini kami mencharter tiga buah mobil.
B. Untuk keperluan ini kami men-charter tiga buah mobil.
C. Untuk keperluan ini kami mencharter tiga buah mobil.
D. Untuk keperluan ini kami men-charter tiga buah mobil.
7. A. Banyak penduduk Jakarta yang tidak berKTP.
B. Banyak penduduk Jakarta yang tidak ber KTP.
C. Banyak penduduk Jakarta yang tidak ber-ktp.
D. Banyak penduduk Jakarta yang tidak ber-KTP.
8. Pemakaian huruf kapital pada kalimat berikut betul, kecuali …
A. Dasar negara bangsa Indonesia adalah Pancasila.
B. Sebagai umat yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, kita harus beriman dan
bertakwa kepada-Nya.
39
40. C. Artikel yang berjudul “Kata Dan Puisi Kita Dewasa Ini” terdapat dalam
Pikiran Rakyat.
D. Sebelum menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat, beliau pernah menjabat
sebagai Panglima Kodam III Siliwangi.
9. Penulisan kata yang semuanya benar terdapat pada …
A. pertanggungan jawab menaklukkan sukacita
B. pertanggung jawaban menaklukan suka cita
C. pertanggungjawaban menaklukkan suka-cita
D. pertanggungjawaban menaklukkan suka cita
10. Penulisan kata serapan yang semuanya benar terdapat pada …
A. standardisasi teoretis hipotesis metode
B. standarisasi teoretis hipotesis metoda
C. standardisasi teoritis hipotesa metodaD. standarisasi
teoretis hipotesa metode
4.2.3 Rangkuman
- Pemenggalan kata harus berdasarkan suku kata, namun perlu juga diperhatikan jika
kata yang kita penggal berimbuhan – i atau bersuku satu.
- Pemakaian huruf kapital dan huruf kecil bisa membedakan makna. Pemakaian huruf
kapital diatur dalam lima belas macam.
- Pemakaian huruf miring untuk mengkhususkan huruf, kata, frasa, klausa, atau kalimat.
Selain itu, huruf miring digunakan juga untuk menuliskan kata-kata takbaku, kata-kata
atau istilah asing dan istilah ilmiah, dan menuliskan judul buku, majalah, nama koran,
atau jurnal yang dikutip.
- Jika dianggap perlu membentuk akronim, hendaknya diperhatikan syarat-syarat
berikut. (1) Jumlah suku kata akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang lazim
pada suku kata Indonesia. (2) Akronim dibentuk dengan mengindahkan keserasian
kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia yang lazim.
- Penyerapan kata asing bisa dilakukan dengan penyesuaian lafal dan tulisan atau
menyerap seutuhnya. Penyerapan seutuhnya dilakukan jika lafalnya sudah sesuai
dengan lafal bahasa Indonesia.
40
41. 4.2.4 Tes Formatif
1. Kata berikut baku kecuali…
A. izin
B. azas
C. jenazah
D. ijazah
2. Penggunaan huruf kapital yang benar terdapat pada kalimat ….
A. Kita harus berusaha menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
B. Pada Bulan Agustus ia akan berangkat ke Amerika.
C. Di mana banyak terdapat Suku Jawa?
D. Pegunungan yang membentang di dataran Sumatra itu bernama Bukit Barisan.
3. Pemakaian huruf miring atau garis bawah dibenarkan, kecuali untuk ….
A. nama orang atau nama instansi alau lembaga.
B. menegaskan bagian kata, kata, atau kelompok kata.
C. menuliskan kata nama-nama ilmiah.
D. menuliskan nama buku dan majalah yang dikutip dalam karangan.
4. Penulisan gabungan kata berikut salah, kecuali ….
A. Kita harus pandai mendayagunakan segala yang kita miliki
B. Atas perhatian Anda, kami sampaikan terima kasih.
C. Tidak benar membebastugaskan pegawai tanpa alasan.
D. Ada juga pengusaha non pribumi yang mau menjadi orang tua asuh.
5. Penulisan huruf kapital dalam kalimat berikut betul, kecuali ….
A. Badak di Pulau Sumatera semakin berkurang.
B. Tegangan listrik di rumah kami 220 Volt.
C. Sebagai orang timur kita menghormati adat-istiadat kita.
D. Harga gula jawa lebih murah daripada gula pasir.
6. Penulisan nama majalah yang benar ialah …
A. Telah lama saya berlangganan Femina.
B. Telah lama saya berlangganan “Femina”.
C. Telah lama saya berlangganan “FEMINA”.
41
42. D. Telah lama saya berlangganan FEMINA.
7. Penulisan singkatan yang benar ialah …
A. a.l. singkatan antara lain
B. a/n singkatan atas nama
C. s.d.a. singkatan sama dengan atas
D. d.a singkatan dengan alamat
8. A. Mohon ma’af lahir dan bathin.
B. Mohon maap lahir dan bathin.
C C. Mohon maaf dlahir dan bathin.
D D. Mohon maaf lahir dan batin.
9. Penulisan yang benar menurut ejaan adalah….
A. masyarakat, tidak syah, komplek
B. masyarakat, tidak sah, komplek
C. masyarakat, tidak sah, kompleks
D. masyarakat, tidak syah, kompleks.
10. Himpunan kata yang semua anggotanya benar ialah…
A. advokat, propesi, bugenvil.
B. zaman, azan, hewan
C. metoda, dzikir, takzim
D. akuarium, asesori, boutiq
42
43. 4.2.5 Umpan Balik Dan Tindak Lanjut
Setelah Anda menjawab sosal-soal tersebut, cocokkanlah jawaban Anda dengan
jawaban hasil diskusi kelas. Hitunglah jumlah jawaban Anda yang benar, kemudian
tentukan hasil belajar Anda dengan rumus berikut:
Jumlah jawaban yang benar
Tingkat penguasaan = x 100%
10
Arti tingkat penguasaan yang Anda capai:
90% – 100% = baik sekali
80% – 89% = baik
70% – 79% = sedang
≤ 69% = kurang
Jika mencapai tingkat penguasaan 80% ke atas, Anda dapat meneruskan pelajaran pada
modul berikutnya. Jika tidak, lebih baik Anda mengulangi Kegiatan Belajar I.
43
44. 4.3 Kegiatan Belajar III
4.3.1 Ejaan yang Disempurnakan
4.3.1 Pemakaian Tanda Baca
A. Tanda Titik (.)
1. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pernyataan atau seruan.
Misalnya:
Ayahku tinggal di Solo.
Biarlah mereka duduk di sana.
2. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan,
ikhtisar, atau daftar
Misalnya:
a. III. Departemen Dalam Negeri
A. Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa
B. Direktorat JenderaAgraria
1. …
b. 1. Patokan Umum
1.1 Isi Karangan
1.2 Ilustrasi
1.2.1 Gambar Tangan
1.2.2 Tabel
Catatan:
Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu
bagan atau ikhtisar jika angka atau huruf itu merupakan yang terakhir
dalam deretan angka atau huruf.
3. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang
menunjukkan waktu.
Misalnya:
Pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)
4. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang
menunjukkan jangka waktu.
Misalnya:
44
45. 1.30.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
5. Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul, tulisan yang tidak berakhir
dengan tanda tanya atau tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltervreden: Balai
Poestaka.
6a. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
Misalnya:
Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
6b. Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau
kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah.
Misalnya:
Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
Nomor gironya 56456784.
7. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan
atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
Misalnya:
Acara Kunjungan Adam Malik
Salah Asuhan
8. Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat
atau (2) nama dan alamat penerima surat.
Misalnya:
Jalan Diponogoro 82
Jakarta
1 April 1991
Yth. Sdr. Moh. Hassan
Jalan Arif 43
Palembang
B. Tanda Koma
1. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau
pembilangan.
45
46. Misalnya:
Saya membeli karcis, pena, dan tinta.
2. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari
kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau
melainkan.
Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.
3a. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat
jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya.
Misalnya:
Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.
Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.
3b. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk
kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya.
Misalnya:
Saya tidak akan datang kalau hari hujan.
4. Tanda koma dipakai dibelakang kata atau ungkapan penghubung
antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh
karena itu, jadi, meskipun begitu, dan tetapi.
Misalnya:
…. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati.
…. Jadi, soalnya tidak semudah itu.
5. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh,
kasihan, dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat.
Misalnya:
O, begitu?
Wah, bukan main!
6. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain
dalam kalimat. (Lihat juga pemakaian tanda petik, Bab V, Pasal L dan M).
Misalnya:
Kata Ibu, “Saya gembira sekali.”
46
47. 7. Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii)bagian-bagian alamat,
(iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang
ditulis berurutan.
Misalnya:
Surat-surat ini dialamatkan kepada Dekan Fakultas Kedokteran,
Universitas Padjadjaran, Jalan Dipatiukur 35, Bandung.
8. Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik
susunannya dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Alisjahbana, Sutan Takdir. 1949. Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia.
Jilid I dan 2. Djakarta: PT Pustaka Rakjat.
9. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.
Misalnya:
W.J.S. Poerwadarminta, Bahsa Indonesia untuk Karang-mengarang
(Yogyakarta: UP Indonesia. 1967), hlm. 4.
10. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang
mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga,
atau marga.
Misalnya:
C. Ratulangi, S.E.
11. Tanda koma dipakai di muka angka per sepuluhan atau di antara rupiah dan
sen yang dinyatakan dengan angka.
Misalnnya:
12,5 m
12. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya
tidak membatasi. (Lihat juga pemakaian tanda pisah, Bab V, Pasal F).
Misalnya:
Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali.
Bandingkan dengan keterangan pembatas yang pemakaiannya tidak diapit
tanda koma:
Semua siswa yang lulus ujian mendaftarkan namanya pada panitia.
13. Tanda koma dapat dipakai – untuk menghindari salah baca – di belakang
keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
47
48. Misalnya:
Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap
yang bersungguh-sungguh.
Bandingkan dengan:
Kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh dalam pembinaan
dan pengembangan bahasa.
14. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian
lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir
dengan tanda tanya atau tanda seru.
Misalnya:
“Di mana Saudara tinggal?” tanya Karim.
C. Tanda Titik Koma (;)
1. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat
yang sejenis dan setara.
Misalnya:
Malam makin larut; pekerjaan belum selesai juga.
2. Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk
memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk.
Misalnya:
Ibu mengurus tanamannya di kebun itu; Ayah sibuk bekerja di dapur;
Saya sendiri asyik mendengarkan siaran radio.
D. Tanda Titik Dua
1a. Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika
diikuti rangkaian atau pemerian.
Misalnya:
Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga: Kursi, meja, dan
lemari.
1b. Tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau prian itu merupakan
pelengkap yang mengakhiri pernyataan.
Misalnya:
Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.
48
49. 2. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerluakan
pemerian.
Misalnya:
Ketua : Ahmad Wijaya
Sekretaris : Nuri Handayani
Bendahara: Darmawan
3. Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang
menunjukkan pelaku dalam percakapan.
Misalnya:
Ibu : (Meletakkan beberapa kopor)
“Bawa kopor ini, Mir!”
Amir : “Baik, Bu (mengangkat kopor dan masuk)
4. Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nomor halaman, (ii) di anatara
bab dan ayat dalam Kitab Suci, (iii) di anatara judul dan anak judul suatu
karangan, serta (iv) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.
Misalnya:
Tempo, I (1971), 34:7
Surah Yaasin: 9
Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup: Sebuah Studi, sudah terbit.
Tjakranegara, Soetomo. 1968. Tjukupkah Saudara Membina Bahasa
Persatuan Kita? Djakarta: Eresco.
E. Tanda Hubung (-)
1. Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh
pergantian baris.
Misalnya:
Di samping cara-cara lama itu ada
ju-
ga cara yang baru
Suku kata yang berupa satu vokal tidak ditempatkan pada ujung baris atau
pangkal baris.
49
50. Misalnya:
Beberapa pendapat mengenai masalah itu
telah disampaikan ….
Walaupun sakit, mereka tetap tidak
mau beranjak ….
atau
Beberapa pendapat mengenai masalah
itu telah disampaikan ….
Walaupun sakit, mereka tetap tidak mau
beranjak ….
bukan
Beberapa pendapat mengenai masalah i-
tu telah disampaikan ….
Walaupun sakit, mereka tetap tidak ma-
u beranjak …
2. Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya
atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris
Misalnya:
Kini ada cara yang baru untuk
meng-
ukur panas.
Senjata ini merupakan alat pertahan-
an yang canggih.
Akhiran i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada
pangkal baris.
3. Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.
Misalnya:
anak-anak
Angka dua sebagai tanda ulang hanya digunakan pada tulisan cepat dan
notula, dan tidak dipakai pada teks karangan.
4. Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-
bagian tanggal.
50
51. Misalnya:
p-a-n-i-t-i-a
8-4-1973
5. Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (i) hubungan bagian-bagian
kata atau ungkapan, dan (ii) penghilangan bagian kelompok kata.
Misalnya:
ber-evolusi
dua puluh lima-ribuan (20 5000)
Bandingkan dengan:
be-revolusi
dua-puluhlima-ribuan (1 2500)
6. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan (i) se dengan kata berikutnya
yang dimulai dengan huruf kapital, (ii) ke dengan angka, (iii) angka dengan
an, dan (iv) singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan (v)
nama jabatan rangkap.
Misalnya:
se-Indonesia
hadiah ke-2
tahun 50-an
mem-PHK-kan
Menteri-Sekretaris Negara
7. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan
unsur bahasa asing.
Misalnya:
di-smash
C. Tanda Pisah ( – )
1. Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi
penjelasan di luar bangun kalimat.
Misalnya:
Kemerdekaan bangsa itu – saya yakin akan tercapai – diperjuangkan oleh
bangsa itu sendiri.
51
52. 2. Tanda pisah menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang
alin sehingga kalimat menjadi yang lebih jelas.
Misalnya:
Rangkaian temuan – evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan
atom – telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
3. Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti
‘sampai’.
Misalnya:
1910 – 1945
Jakarta – Bandung
Catatan:
Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung
tanpa spasi sebelum dan sesudahnya. Pengetikan dengan komputer bisa
diakali dengan cara sebagai berikut: Tekan spasi (space bar), ketik angka,
tekan spasi, ketik tanda hubung, tekan spasi, ketik angka lagi, lalu tekan
spasi lagi. Setelah itu, untuk selanjutnya, tanda pisah bisa kita kopi.
D. Tanda Elipsis (…)
1. Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang berputus-putus.
Misalnya:
Kalu begitu … ya, marilah kita bergerak.
2. Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada
bagian yang dihilangkan.
Misalnya:
Sebab-sebab kemorosotan … akan diteliti lebih lanjut.
Catatan:
Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai
empat buah titik; tiga buah untuk menandai penghilangan teks dan satu
untuk menandai akhir kalimat.
Misalnya:
Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan hati-hati …..
E. Tanda Tanya (?)
1. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
52
53. Misalnya:
Kapan ia berangkat?
Saudara tahu, bukan?
2. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian
kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
Misalnya:
Ia dilahirkan pada tahun 1987 (?).
F. Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan
atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun
rasa emosi yang kuat.
Misalnya:
Alangkah seramnya peristiwa itu!
Bersihkan kamar itu sekarang juga!
Masakan! Sampai hati juga ia meninggalkan anak istrinya.
G. Tanda Kurung (….)
1. Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Misalnya:
Bagian Perencanaan sudah selesai menyusun DIK (Daftar Isian
Kegiatan) kantor itu.
2. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian
integral pokok pembicaraan.
Misalnya:
Sajak Tranggono yang berjudul ”Ubud” (nama tempat terkenal di Bali)
ditulis pada tahun 1962.
3. Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks
dapat dihilangkan.
Misalnya:
Pejalan kaki itu berasal dari (kota) Surabaya.
4. Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang merinci satu urutan
keterangan.
Misalnya:
53
54. Faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c)
modal.
H. Tanda Kurung Siku ([… ])
1. Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai
koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang
lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang
terdapat dalam naskah asli.
Misalnya:
Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.
2. Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelasan yang
sudah bertanda kurung.
Misalnya:
Persaman kedua proses itu (perbedaannya [lihat halaman 35-38] tidak
dibicarakan) perlu dibentangkan di sini.
I. Tanda Petik Ganda (“…”)
1. Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan
naskah atau bahan tertulis lain.
Misalnya:
Saya belum siap, ” kata Mira, “tunggu sebentar!”
Pasal 36 UUD 1945 berbunyi, “Bahasa negara ialah bahasa Indonesia.”
2. Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai
dalam kalimat.
Misalnya:
Bacalah “Bola Lampu” dalam buku Dari Suatu Masa, dari Suatu
Tempat.
Karangan Andi Hakim Nasoetion yang berjudul “Rapor dan Nilai
Prestasi di SMA” diterbitkan dalam Tempo.
Sajak “Berdiri Aku” terdapat pada halaman 5 buku itu.
3. Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang
mempunyai arti khusus.
Misalnya:
Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara “coba dan ralat” saja.
54
55. 4. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan
langsung.
Misanya:
Kata Tono, “Saya juga minta satu.”
5. Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang
tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti
khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat.
Misalnya:
Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan “Si Hitam”.
Catatan:
Tanda petikpembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda petik
itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.
M. Tanda Petik Tunggal (‘…’)
1. Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Misalnya:
Tanya Basri, “Kau dengan bunyi ‘kring-kring’ tadi?”
2. Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata
ungkapan asing. (Lihat pemakaian tanda kurung, Bab V, Pasal J).
Misalnya:
feed-back ‘balikan’
N. Tanda Garis Miring
1. Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat
dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.
Misalnya:
No. 7/PK/1973
Jalan Kramat II/10
tahun anggaran 1985/1986
2. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata dan, atau, atau tiap.
Misalnya:
mahasiswa/mahasiswi
harganya Rp1.500,00/lembar
55
56. O. Tanda Penyingkat atau Apostrof (’)
Tanda penyingkat atau apostrof menunjukkan penghilangan bagian kata atau
bagian angka tahun.
Misalnya:
Ali ‘kan kusurati. (‘kan = akan)
Malam ‘lah tiba. (‘lah = telah)
1 Januari ’88 (’88 = 1988)
4.3.2 Perlatihan
1. Penulisan lambang bilangan yang benar terdapat pada kalimat …
A. Tujuh belas pemeras berhasil ditangkap.
B. 17 pemeras berhasil ditangkap
C. sebanyak 17 pemeras berhasil ditangkap
D. tujuh belas (17) pemeras berhasil ditangkap.
2. Penggunaan tanda baca yang benar dalam kalimat ini ialah …
A. Kata Momon, ”Mahasiswa sekarang kreatif”
B. Kata Momon, ”Mahasiswa sekarang kreatif.”
C. Kata Momon: ”Mahasiswa sekarang kreatif”
D. Kata Momon: ”Mahasiswa sekarang kreatif.”
3. Kami berbicara … seluruh rakyat.
A. a/n
B. an.
C. a.n.
D. a/n.
4. Mungkin … akan meletus pada tahun 2099.
A. Perang Dunia ke-III
B. Perang Dunia ke-3
C. Perang Dunia ke III
D. Perang Dunia ke 3
5. Pembimbing saya adalah….
A. Dr. Rifai M. Si.
B. Dr Rifai Msi.
C. Dr. Rifai, M.Si.
56
57. D. Dr. Rifai, M Si.
6. Mereka mengharapkan sumbangan berupa …
A. makanan, pakaian, dan obat-obatan.
B. makanan, pakaian dan obat-obatan.
C. makanan pakaian dan obat-obatan.
D. makanan pakaian, dan obat-obatan.
7. Penulisan kata bilangan yang benar terdapat pada kalimat ….
A. 15 orang tewas dalam kecelakaan itu.
B. Kami memerlukan 10 (sepuluh) buah bus pegawai.
C. Dua ratus lima puluh orang tamu diundang dalam pertemuan itu.
D. Anna menonton drama itu sampai tiga kali.
8. Penggunaan tanda koma yang benar terdapat dalam kalimat ….
A. Dia lupa akan janjinya, karena sibuk
B. Semua siswa yang lulus ujian, mendaftarkan namanya pada panitia
C. Kita memerlukan meja, kursi, dan lemari.
D. Saya tahu, bahwa soal itu penting.
9. Pemakaian tanda baca yang taktepat terdapat dalam kalimat …
A. Mengenai sakitnya itu, katanya, harus dikonsultasikan pada dokter.
B. Dokter sibuk memeriksa pasien; sementara suster menyiapkan alat suntik.
C. Seorang penderita AIDS meninggal di RS. Hasan Sadikin, Bandung.
D. “Ingatlah, Jang”, kata Ida kepada adiknya, “jangan jajan sembarangan!”
10. Pemakaian tanda titik yang tepat terdapat dalam kalimat …
A. Moh.Yogie. SM adalah mantan Gubernur Jawa Barat.
B. Buku Teori Ekonomi Makro dikarang oleh Drs. Linus Suryadi d.k.k.
C. Bukti-bukti penyimpangan itu ditulis pada hlm. 34 buku karya Hade Lakuna.
D. Yang terhormat Bapak Robert. K Sembiring, kami persilakan.
4.3.3 Rangkuman
Ada lima belas tanda baca yang digunakan dalam bahasa Indonesia, yaitu sebagai
berikut:
1) Tanda Titik (.) meliputi delapan aturan;
57
58. 2) Tanda Koma (,) meliputi empat belas aturan;
3) Tanda Titik Koma (;) meliputi dua aturan;
4) Tanda Titik Dua (:)meliputi empat aturan;
5) Tanda Hubung (-) meliputi tujuh aturan;
6) Tanda Pisah ( – ) meliputi tiga aturan;
7) Tanda Elipsis (…) meliputi dua aturan;
8) Tanda Tanya (?) meliputi dua aturan;
9) Tanda Seru (!) hanya satu aturan;
10) Tanda Kurung ( ) meliputi empat aturan
11) Tanda Kurung Siku [ ] meliputi dua aturan
12) Tanda Petik Ganda (“…”) meliputi lima aturan;
13) Tanda Petik Tunggal (‘…’) meliputi dua aturan;
14) Tanda Garis Miring ( / ) meliputi dua aturan;
15) Tanda Penyingkat atau Apostrof (’) hanya satu aturan.
4.3.4 Tes Formatif
1. Tulislah lima contoh pemakaian tanda titik!
2. Tulislah lima contoh pemakaian tanda koma!
3. Tulislah dua contoh pemakaian tanda titik koma!
4. Tulislah empat contoh pemakaian tanda titik dua!
5. Tulislah tiga contoh pemakaian tanda hubung!
6. Tulislah tiga contoh pemakaian tanda pisah!
7. Tulislah dua contoh pemakaian tanda elipsis!
8. Tulislah empat contoh pemakaian tanda kurung!
9. Tulislah tiga contoh pemakaian tanda petik ganda!
10. Tulislah dua contoh pemakaian tanda petik tunggal!
4.3.5 Umpan Balik dan Tindak Lanjut
58
59. Setelah Anda menjawab sosal-soal tersebut, cocokkanlah jawaban Anda dengan
jawaban hasil diskusi kelas. Hitunglah jumlah jawaban Anda yang benar, kemudian
tentukan hasil belajar Anda dengan rumus berikut:
Jumlah jawaban yang benar
Tingkat penguasaan = x 100%
10
Arti tingkat penguasaan yang Anda capai:
90% – 100% = baik sekali
80% – 89% = baik
70% – 79% = sedang
≤ 69% = kurang
Jika mencapai tingkat penguasaan 80% ke atas, Anda dapat meneruskan pelajaran pada
modul berikutnya. Jika tidak, lebih baik Anda mengulangi Kegiatan Belajar II.
59
60. 4.4 Kegiatan Belajar IV
4.4.1Bahasa Baku
4.4.1.1 Ragam Bahasa
Ragam bahasa yang paling berkaitan dengan situasi adalah ragam fungsional.
Artinya ragam bahasa yang didasarkan pada fungsi. Menurut Martin Joos, ragam
fungsional ini terbagai ke dalam lima jenis, yaitu (1) beku, (2) resmi, (3) usaha, (4)
santai, (5) akrab.
Ragam beku adalah bahasa yang “tidak dapat diubah” karena sudah “membeku”.
Ragam ini terdapat dalam dokumen-dokumen resmi kenegaraan seperti teks Pancasila,
Undang-Undang Dasar 1945, atau buku-buku suci.
Ragam resmi adalah bahasa yang digunakan dalam situasi resmi seperti upacara-
upacara kenegaraan atau pernikahan, ceramah, seminar, pendidikan, kantor pemerintah
(dan juga swasta). Bahasa yang digunakan dalam buku pelajaran dan makalah bisa
dimasukkan pada ragam ini.
Ragam usaha adaah bahasa yang digunakan dalam dunia usaha. Dunia usaha
memerlukan konsumen atau mitra sebanyak-banyaknya. Karena itu, di dalam ragam ini
bahasa yang digunakan bisa bermacam-macam, bisa santai, bisa juga resmi, atau pun
akrab. Perhatikan saja bahasa yang digunakan dalam iklan.
Ragam santai adalah bahasa yang digunakan dalam suatu kelompok dalam situasi
santai. Misalnya kelompok arisan, teman sebaya, teman sehobi, keluarga.
Ragam akrab adalah bahasa yang digunakan karena keakraban dan bisa juga santai.
Ragam ini digunakan juga dalam suatu kelompok, tetapi ada kemungkinan tidak
dimengerti atau tidak digunakan oleh kelompok lain. Misalnya kelompok remaja,
kelompok suatu geng, atau kelompok lain. Bahasa yang digunakan dalam SMS,
misalnya, bisa digolongkan ke sini.
Kegiatan tulis-menulis dan belajar-mengajar di perguruan tinggi berada dalam
situasi resmi. Karena itu, bahasa yang digunakan pun harus ragam bahasa resmi. Dalam
ragam resmi, bahasa yang digunakan adalah bahasa baku yang sesuai dengan
kedudukan dan fungsinya.
60
61. 4.4.1..2 Ciri Bahasa Baku
Menurut pakar bahasa Indonesia, Anton M. Moeliono, ada dua ciri bahasa baku:
mantap dan cendekia. Bahasa baku memiliki sifat kemantapan dinamis berupa kaidah
yang tetap. Kemantapan dinamis dapat diartikan adanya keterbukaan untuk perubahan
bersistem, baik dalam bidang kosakata dan peristilahan maupun ragam dan gaya dalam
bidang kalimat dan makna.
Untuk mencapai kemantapan, perlu diusahakan penyusunan aturan (kodifikasi)
bahasa yang menyangkut dua aspek: (1) bahasa menurut situasi pemakai dan
pemakaiannya dan (2) bahasa menurut strukturnya sebagai sistem komunikasi.
Aspek pertama akan menghasilkan sejumlah ragam dan gaya bahasa. Perbedaan
ragam dan gaya tampak salam pemakaian bahasa lisan (ujaran) dan bahasa tulisan.
Masing-masing akan mengembangkan variasi menurut pemakaian dalam berbagai
situasi dan tujuan. Misalnya, dalam pergaulan keluarga dan sahabat; administrasi
pemerintahan, peradilan, pengajaran, seminar, diskusi, dan ilmu pengetahuan.
Aspek kedua akan menghasilkan tata bahasa dan kosakata baku. Pada umumnya
yang dianggap baku adalah ujaran dan juga tulisan yang dipakai oleh golongan
masyarakat yang memiliki pengaruh besar seperti pejabat pemerintah, guru, dosen,
ilmuwan, mahasiswa, rohaniwan, wartawan, kolumnis, penyair, novelis, artis, dan
selebritis. Pengaruh ini terbukti, misalnya, ketika zaman Soeharto. Presiden Soeharto
memiliki ciri khas bahasa (idiolek). Dia sering menggunakan kata daripada walaupun
tidak tepat pemakaiannya. Akibatnya, hampir seluruh pejabat dan juga masyarakat
terpengaruh oleh Soeharto.
Ciri lain yang dimiliki bahasa baku adalah kecendekiaan. Bahasa Indonesia harus
mampu mengungkapkan proses pemikiran yang rumit dalam berbagai bidang ilmu,
teknologi, dan hubungan antarmanusia tanpa menghilangkan kodrat kepribadiannya.
Proses pencendekiaan ini amat penting untuk menampung aspirasi generasi muda
yang menuntut taraf kemajuan yang lebih tinggi dan ingin mencari pengalaman hidup
sebagai akibat perkenalannya dengan kebudayaan lain. Ilmu pengetahuan, teknologi,
dan kehidupan modern harus dapat dicapai lewat bahasa Indonesia. Orang yang ragu-
ragu terhadap kemampuan bahasa Indonesia biasanya menggunakan bahasa Inggris.
Contoh baik yang dapat kita tiru adalah bangsa Jepang. Mereka telah berhasil
mencendekiakan bahasa Jepang sambil mempertahankan tata aksaranya (kanji,
hiragana, dan katakana) dan tingkat bahasanya – seperti bahasa Jawa dan Sunda, bahasa
61