Dokumen tersebut membahas tentang urgensi ibadah dalam Islam. Ibadah adalah tujuan utama penciptaan manusia menurut ajaran Islam. Ibadah meliputi berbagai aspek kehidupan seperti ilmu, pendidikan, sosial, dan ekonomi. Islam tidak memisahkan antara kehidupan duniawi dan akhirat serta antara wahyu, akal, agama, dan ilmu. Semua aspek tersebut dijelaskan dalam dokumen tersebut.
2. A.Hikmah Ibadah dalam
Kehidupan
Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan
diri serta tunduk. Sedangkan menurut syara’
(terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi
makna dan maksudnya satu. Definisi itu antara lain
adalah:
1. Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan
perintah-Nya melalui lisan paraRasul-Nya.
2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa
Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai
dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.
3. Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa
yang di-cintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa
ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin.
Inilah definisi yang paling lengkap.
Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia.
3. Allah Ta’ala berfirman:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka
beribadah kepada-Ku. Aku tidak
menghendaki rizki sedikit pun dari
mereka dan Aku tidak menghendaki
supaya mereka memberi makan kepada-
Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha
Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan
lagi sangat kokoh.” [Adz-Dzaariyaat: 56-
58]
4. Allah Azza wa Jalla memberitahukan bahwa hikmah
penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka
melaksanakan ibadah hanya kepada Allah Azza wa
Jalla. Dan Allah Mahakaya, tidak membutuhkan
ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang
membutuhkannya; karena ketergantungan mereka
kepada Allah, maka barangsiapa yang menolak
beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Barang-
siapa yang beribadah kepada-Nya tetapi dengan
selain apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah
mubtadi’ (pelaku bid’ah). Dan barangsiapa yang
beribadah kepada-Nya hanya dengan apa yang
disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mukmin mu
5. B. Tujuan Dan Makna Ibadah
Secara umum ibadah mencakup semua apa saja yang
diperintahkan oleh Allah subhanahu wata‟ala kepada
hamba-Nya dan yang diperintahkan oleh Rasulullah
shallallahu „alaihi wasallam kepada umatnya, ini yang
pertama yang harus kita pahami.
Yang kedua, dalam sebuah ayat al-Qur‟an Allah
subhanahu wata‟ala memerintahkan kita beramal sholeh
dan melarang kita dari mempersekutukan-Nya dalam
beribadah kepada-Nya. Allah subhanahu wata‟ala
berfirman (yang artinya):
6. Katakanlah: “Sesungguhnya aku ini manusia biasa
seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: Bahwa
sesungguhnya ilah (yang berhak diibadahi) kamu
itu adalah Ilah yang Esa. Barang siapa
mengharap perjumpaan dengan Robbnya, maka
hendaklah ia mengerjakan amal yang sholeh dan
janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam
beribadah kepada Robbnya.” (QS. al-Kahfi
[18]: 110)
7. Tujuan Ibadah
1) Menghambakan diri kepada Allah sebagai realisasi
tujuan diciptakan manusia.
2) Mendekatkan diri kepada Allah sebagai wujud hamba
Allah yang taat.
3) Memfokuskan seluruh aktivitas manusia untuk
mendapat keridhaan Allah.
4) Memperoleh pengampunan, pahala, dan surga.
5) Meraih keberkatan dan kebahagiaan hidup baik di
dunia maupun di akhirat
6) Manifestasi rasa syukur kepada Allah atas segala
nikmat-Nya
8. C. Keutamaan Orang Beribadah dengan
Orang Kafir
Ibadah adalah sesuatu yang sangat agung dan begitu
tinggi manzilah (kedudukan)nya di sisi Allah azza wajalla.
Ia mempunyai keutamaan yang begitu istimewa, di
antaranya:
1. Puncak kecintaan dan keridhoan Allah subhanahu
wata’ala pada ibadah. Allah azza wajalla telah
menciptakan jin dan manusia untuk hikmah ibadah
kepada-Nya hanya semata. Allah subhanahu wata’ala
berfirman (yang artinya):
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka beribadah kepada-Ku. (QS. adz-Dzariyat [51]: 56)
9. bersabda:
.
“Sesungguhnya Allah subhanahu
wata’ala ridho terhadap kalian pada
tiga hal dan murka kepada kalian
pada tiga hal, Dia ridho terhadap
kalian dengan kalian beribadah
kepada-Nya dan tidak
menyekutukan-Nya dengan sesuatu
pun…. (HR. Muslim: 3236 –
10. 2. Dengan ibadah, Allah subhanahu wata’ala telah mengutus seluruh rasul-
Nya. Allah azza wajalla berfirman (yang artinya):
Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan Kami
wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada ilah (yang berhak diibadahi)
melainkan Aku, maka ibadahilah olehmu sekalian akan Aku.” (QS. al-Anbiya’
[21]: 25)
3. Allah subhanahu wata’ala menjadikan ibadah sesuatu yang lazim (harus)
ditunaikan oleh rasul-Nya sampai datang kematiannya dan dengan ibadah
itu pula Allah telah menyifati para malaikat-Nya. Allah subhanahu wata’ala
berfirman (yang artinya):
Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi. Dan malaikat-malaikat
yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk mengibadahi-Nya
dan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada
henti-hentinya. (QS. al-Anbiya’ [21]: 19–20)
11. 4. Allah azza wajalla menyifati makhluk-makhluk pilihan-Nya dengan
ubudiyyah (penghambaan diri dengan ibadah kepada-Nya, di mana Allah
menyebut mereka dengan sebutan abdun atau ibadun yang berarti hamba yang
beribadah kepada-Nya), Allah menyebut kaum mukminin yang bertaqwa dengan
hamba dan mencela mereka yang sombong lagi congkak yaitu yang enggan
beribadah kepada-Nya.
Dan hamba-hamba Allah yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang
berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa
mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. (QS.
al-Furqon [25]: 63)
5. Allah azza wajalla menyifati Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam
rasul-Nya yang paling utama dengan sebaik-baik keadaannya, yaitu sebagai
seorang hamba bagi-Nya.
12. D. Islam Menganut Berbagai Aspek
Islam memiliki karakteristik khas yang dapat diketahui
melalui konsepsinya dalam berbagai bidang. Seperti bidang Ilmu
dan kebudayaan, pendidikan, sosial, kehidupan ekonomi,
Dalam Bidang Ilmu dan Kebudayaan
Karakteristik ajaran Islam dan bidang ilmu dan kebudayaan
bersikap terbuka, akomodatif, tetapi juga selektif
Dalam Bidang Pendidikan
. Islam memandang bahwa pendidikan adalah hak bagi setiap
orang (education for all), laki-laki atau perempuan; dan
berlangsung sepanjang hayat (long life education).
Bidang Sosial
Selanjutnya karakteristik ajaran Islam dapat dilihat dari ajarannya
di bidang sosial. Ajaran Islam di bidang sosial ini termasuk yang
paling menonjol karena seluruh bidang ajaran Islam sebagaimana
telah disebutkan di atas pada akhirnya ditujukan untuk
kesejahteraan manusia.
13. Dalam Bidang Kehidupan Ekonomi
Karakteristik ajaran Islam selanjutnya dapat dipahami dari
konsepsinya dalam bidang kehidupan. Islam memandang
bahwa kehidupan yang harus dilakukan manusia adalah
hidup yang seimbang dan tidak terpisahkan urusan dunia dan
akhirat
14. E. ISLAM TIDAK MEMISAHKAN AGAMA DENGAN AKHIRAT
Prinsip-prinsip Pendidikan Islam Terpadu:
1. Memahami penciptaan manusia dari perspektif Islam.
Terdapat tiga unsur utama pada diri manusia, yaitu akal, roh
dan jasad. Pendidikan Islam terpadu harus mampu membina
dan menyuburkan ketiga unsure tersebut.
2. Memahami sumber ilmu dalam Islam, yaitu al-Qur’an dan
Hadis.
3. Memahami matrabat umum dalam Islam, yaitu ilmu asas
dan ilmu pelengkap. Ilmu asas adalah ilmu untuk pembinaan
kualitas pribadi manusia dalam tiga unsure, yaitu akal, roh
dan jasad. Ilmu-ilmu tersebut seperti : aqidah, syari’ah dan
akhlaq. Adapun ilmu pelengkap berfungsi untuk pembinaan
masyarakat. Ilmu tersebut seperti : Kedokteran, perusahaan
dan perindustrian, teknologi dan vokasional, ilmu
kemanusiaan dan kemasyarakatan dan lain-lain.
4.Pengisian ilmu menjurus pada tiga unsure manusia yaitu
akal-roh dan jasad.
5. Tauhid merupakan konsep dasar pandidikan Islam
terpadu.[5]
15. Pandangan Islam Tentang Konsep Keterpaduan
1. Keterpaduan Dunia dan Ahirat
Dalam Islam, dunia dan akhirat dipandang sebagai dua wilayah yang
integrative. Kehidupan duniawi merupakan bagian dari kehidupan
ukhrawi, dan keduanya merupakan suatu kesatuan yang tidak dipisah-
pisahkan satu dari yang lainnya.[6]
Jika konsep dasar Islam tentang keterpaduan duani dan akhirat kita tarik
dalam konteks pendidikan, maka pandangan dikotomis terhadap
pendidikan agama dan pendidikan umum jelas tidak sesuai dengan ajaran
Islam. Apa yang kita sebut sebagai pendidikan Islam adalah juga
mencakup pendidikan umum.[7]
2. Keterpaduan Wahyu dan Akal
Islam memberikan penghargaan yang besar terhadap akal walaupun
secara hirarkis, wahyu tetap harus diposisikan diatas akal. Akan tetapi hal
ini tidak berarti bisa dijadikan acuan untuk memisahkan wahyu dan akal.
Wahyu dan akal adalah satu kesatuan yang integral. Tanpa
akal, penghargaan terhadap wahyu tidak mungkin bisa dilakukan. Tanpa
akal akan sulit dibedakan mana yang wahyu dan mana yang diluar wahyu.
Tanpa akal pengakuan terhadap wahyu akan terjerumus terhadap pada
kebenaran subjektif (subjektifisme).[8] Dengan demikian jelaslah bahwa
antara wahyu dan akal memiliki keterpaduan satu sama lain.
16. 3. Keterpaduan Agama dan Ilmu
Sebagai implikasi dari pemisahan antara wahyu dan akal, maka lahirlah
suatu asumsi yang juga memandang agama dan ilmu sebagai sesuatu
yang terpisah. Bahkan agama diasumsikan sebagai sesuatu yang
bertentangan dengan ilmu. Asumsi yang berkembang sebagai akibat
cara pandang yang memisahkan agama dan ilmu telah memposisikan
agama secara amat memojokkan.
Menurut Ahmad Watik Pratikya, agar hubungan agama dengan ilmu
lebuh proporsional sebaiknya keduanya tidak diposisikan sebagai
keadaan (status), tetapi diposisikan sebagai proses. Karena diposisikan
sebagai proses, maka pemahaman manusia terhadap tanda-tanda
kekuasaan Allah baik naqliyah (wahyu) maupun yang kauniyah (alam
semesta) adalah relatif. Sedangkakn yang absolut adalah milik Allah.
Dari sinilah kemudian akan timbul hubungan yang bersifat dinamik-
evolutif antara agama dan ilmu.[9]
Atas dasar inilah, sebenarnya agama dan ilmu bisa berjalah secara
harmonis. Walau bagaimanapun, sumber agama adalah wahyu.
Sementara sumber ilmu pengetahuan adalah hukkum alam ciptaan
Tuhan (sunnatullah). Tetapi keduanya bermula dari sumber yang satu
yaitu Allah. Maka antara keduanya (wahyu dan sunnatullah) tidak bisa
dipertentagkan.[10]