SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 44
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBALIAN
KREDIT MACET SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN
(SPP) PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
MANDIRI (PNPM-M) PERDESAAN
(Penelitian Di Desa Masat,Kecamatan Pino, Kabupaten Bengkulu Selatan,
Provinsi Bengkulu)

Logo

Disusun oleh:
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan
(PNPM Mandiri Perdesaan atau PNPM Perdesaan) merupakan salah satu
mekanisme program pemberdayaan masyarakat yang digunakan PNPM
Mandiri dalam upaya mempercepat penanggulangan kemiskinan dan
perluasan kesempatan kerja di wilayah tingkat pedesaan. Tujuan utama
program ini adalah untuk membantu mensejahterakan masyarakat di tingkat
pedesaan dengan memandirikan anggotanya (Tim Penyusun Pedoman Umum
PNPM Mandiri:2007). Program PNPM ini terdiri dari tiga program pokok
yang sudah ajeg disusun oleh pemerintah pusat, yaitu pembangunan ekonomi,
sosial, dan lingkungan.
Pembiayaan program ini berasal dari alokasi Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN), alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD), serta dana hibah dari sejumlah lembaga pemberi bantuan.
Mekanisme berjalannya program ini sepenuhnya mengadopsi mekanisme dan
prosedur Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang telah dilaksanakan
sejak tahun 1998. PNPM Mandiri sendiri diresmikan oleh Presiden RI pada
tanggal 30 April 2007 di Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Program ini dalam pelaksanaannya memusatkan kegiatan bagi
masyarakat paling miskin di wilayah pedesaan. Program ini menyediakan
fasilitasi pemberdayaan masyarakat/ kelembagaan lokal, pendampingan,
pelatihan, serta dana Bantuan Langsung untuk Masyarakat (BLM) kepada
masyarakat secara langsung. Dalam pelaksanaan programnya seluruh anggota
masyarakat diajak terlibat dalam setiap tahapan kegiatan secara partisipatif,
mulai dari proses perencanaan, pengambilan keputusan dan pengelolaan dana
sesuai kebutuhan paling prioritas di desanya, hingga pelaksanaan kegiatan
dan pelestariannya.(Tim Penyusun Pedoman Umum PNPM Mandiri:2007)
Program ini sangat strategi karena menyiapkan landasan kemandirian
masyarakat berupa “lembaga kepimpinan masyarakat” yang representatif,
mengakar dan kondusif bagi perkembangan modal sosial (sosial capital)
masyarakat di masa mendatang, serta menyiapkan “program masyarakat
jangka menengah dalam penanggulangan kemiskinan” yang menjadi pengikat
dalam kemitraan masyarakat dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli
setempat.
Lembaga kepemimpinan masyarakat tersebut, disebut juga Badan atau
Lembaga Keswadayaan Masyarakat (disingkat BKM/ LKM) dibentuk
melalui kesadaran kritis masyarakat untuk menggali kembali nilai – nilai
luhur kemanusiaan dan nilai – nilai kemasyarakatan sebagai pondasi modal
sosial kehidupan masyarakat. BKM/ LKM ini diharapkan mampu menjadi
wadah perjuangan kaum miskin dalam menyuarakan aspirasi dan kebutuhan
mereka, sekaligus menjadi motor bagi upaya penanggulangan kemiskinan
yang dijalankan oleh masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan, mulai dari
proses penentuan, pengambilan keputusan, proses penyusunan program,
pelaksanaan program hingga pemanfaatan dan pemeliharaan.
Dengan adanya open menu tentang penyuluhan PNPM Pedesaan ini
membuat

antusiasnya

seluiruh warga

untuk

berperan

aktip dalam

penanggulan kemiskinan, hal ini ditunjukan dengan perkembangan PNPM
Pedesaan sudah cukup baik dan berjalan lancar, hal itu bisa kita lihatkan
pada data statistik PNPM Pedesaan Tahun 2012. Dari data tersebut bisa kita
lihat adanya tingkat kerangka pikiran masyarat dalam mengelolah dana yang
diperuntuhkan untuk perbaikan ekonomi masyarakt. Masyarakat mulai sadar
dan beralih untuk peminjaman dana ke PNPM Pedesaan khususnya SPP
PNPM Pedesaan.
Simpan Pinjam Perempuan (SPP-PNPM) merupakan kegiatan yang
dilakukan oleh kaum perempuan dengan aktivitas pengelolaan dana simpanan
dan pengelolaan dana pinjaman. Secara umum alokasi dana untuk kegiatan ini
maksimal 25 persen dari dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) di
kecamatan. Dengan adanya SPP-PNPM ini sangat membantu sekali
masyrakat untuk meningkatkan perekonomiannya, hal ini dapat saya
lampirkan pada SPP-PNPM Desa Kelurahan Masat, Kecamtan Pino
Kabupaten Bengkulu Selatan. Dimana data menunjukan adanya peningkatan
peminjaman dana kepada masyarakat dan wawancara kepada beberapa
masyarakat Desa Kelurahan Massat, Kecamatan Pino tentang SPP-PNPM
Pedesaan antara lain:
SPP-PNPM sangat membatu sekali bagi kami warga kurang mampu
soalnya kami bisa mengembangkan usaha kami dengan pengembalian
dana yang bunganya relatief rendah (Wawancara, Ibu, 45, Desa
Kelurahan Massat, 21 April 2013)
“PNPM juga menyediakan dana sosial yang bisa digunakan untuk
keperluan-keperluan yang dianggap penting, misalnya, jika ada
anggota keluarga yang sakit, yang diambilkan dari dana SPP.
(Wawancara, laki-laki, 46, Desa Kelurahan Massat, 21 April 2013)”
Selain itu, SPP dianggap dapat memberikan kontribusi untuk
mengembangkan usaha warga yang sudah ada dan, dalam beberapa kasus,
SPP juga bisa menstimulasi warga untuk menciptakan usaha baru. Seorang
informan mengatakan, ”Seperti saya sekarang. Modal dari PNPM. Saya buka
usaha dan berkembang” (FGD Perempuan Menengah, 26, Kecamtan Pino
raya, 6 Juni 2013), sementara seorang informan lainnya berkata,
”Pembangunan jalan membantu karena bisa memperlancar jalan dan SPP
membuat perempuan seperti raja” (FGD Laki-Laki Menengah, 40,
Kecamatan Pino, 14 Mei 2013).
Dari data diatas SPP-PNPM Kecamatan Pino terdapat peningkatan
peminjaman dana seperti halnya yang disampaikan beberapa warga Desa
Kelurahan Masat, sedangkan pada data pengembalian dana SPP-PNPM
terdapat Kemacetan dalam proses pengembalian dana yaitu adanya debitur
yang terlambat membayar kredit sampai tanggal jatuh tempo.
Adapun data yang penulis peroleh dari pihak SPP-PNPM Kecamtan
Pino adalah sebagai berikut :
1.1 Tabel Kredit Macet SPP-PNPM Pedesaan Desa Kelurahan Massat
Tahun

Σ Kredit
Disalurkan

Σ Kredit macet

Prosentase

2010

Rp 1.288.448.500

Rp 98.779.675

7,66 %

2011

Rp 2.163.828.931

Rp 131.895.86

66,25 %

2012

Rp 2.447.220.804

Rp 123.815.90

35,06 %

Sumber : PNPM Pedesaan Kelurahan Masat Kec. Pino.
Data tersebut diatas menunjukkan bahwa kredit macet pada tahun
2010 ke tahun 2011 mengalami penurunan sebesar 1,41 % dan pada akhir
Okober 2012 nilai kredit macet juga mengalami penurunan sebesar 1,19 %.
Selain itu, ditemukan pula usaha-usaha untuk menyiasati aturan
program agar warga bisa mendapatkan manfaat secara lebih mudah. Di antara
beberapa gejala yang ditemukan adalah adanya pembuatan kelompokkelompok usaha secara instan untuk memenuhi syarat mengajukan SPP. Ada
juga kasus di mana nama orang miskin dicatut oleh warga lebih mampu agar
warga tersebut bisa menjadi penerima SPP. Namun, pencatutan nama ini
dianggap sesuatu yang legal, sebuah jalan keluar bagi persoalan susahnya
menyalurkan dana SPP sesuai dengan peraturan program.
Berdasarkan data yang yang diperoleh maka penulis ingin
menganalisis karakter anggota, kondisi ekonomi anggota dan sistem
pengendalian kredit terhadap penyebab kredit macet pada SPP-PNPM
Kecamatan Pino. Hal ini karena sisi anggota, sisi eksternal, dan karakter
anggota, kondisi ekonomi anggota dan sistem pengendalian kredit merupakan
faktor yang mempengaruhi dan mendasari anggota SPP-PNPM yang ingin
mengajukan kredit atau melakukan peminjaman di SPP-PNPM. Sehingga
dengan terpenuhinya faktor-faktor di atas maka pihak SPP-PNPM dapat
mengatasi atau meminimalisir kemungkinan terjadinya kredit macet. Kondisi
tersebut menarik perhatian penulis untuk meneliti tentang
“Faktor - faktor yang Mempengaruhi Resiko Kredit Macet pada SPPPNPM Pedesaan Desa Masat Kecamatan Pino”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan rumusan
masalahnya adalah :
“Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi resiko kredit macet pada
SPP-PNPM Pedesaan Desa Masat Kecamatan Pino ?”

1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
resiko kredit macet pada SPP-PNPM Pedesaan Desa Masat Kecamatan Pino

1.4 Manfaat Kegunaan Penelitian
Penelitian ini dapat berguna bagi berbagai lapisan dan pihak-pihak
terkait, yaitu:
a.

Secara Praktis
Sebagai bahan referensi bagi manajemen SPP-PNPM Kecamatan Pino
dalam hal kebijakan dalam pemberian kredit kepada anggota guna
meminimalkan resiko kredit macet.

b. Secara Teoritis
Dapat menambah referensi sehingga dapat memberikan informasi dan
menambah pengetahuan tentang teori yang ada dalam ilmu
pengetahuan dengan kenyataan yang ada dilapangan

1.5 Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan

di

Kelurahan Masat

Kecamatan Pino

Kabupaten Bengkulu Selatan. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja
(purposive) dengan pertimbangan Kecamatan merupakan salah satu
kecamatan yang Unit Pelaksana Kegiatannya (UPK) terbaik se-Kabupaten
Bengkulu Selatan. Kelurahan ini dipilih menjadi lokasi penelitian karena
Kelurahan ini merupakan Kelurahan yang mendapatkan program PNPM
Mandiri Perdesaan dan program SPP-nya juga berjalan dengan baik tetapi
memiliki kemacetan dalam proses pengambalian kredit SPPnya.
BAB 11
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
1.1 Simpan Pinjam Perempuam (SPP)
Berdasarkan Petunjuk Teknis Operasional Pengolaan dana PNPM-MP
(2008:1) Simpan Pinjam Perempuan (SPP) merupakan salah satu bentuk
kegiatan dari program PPK/PNPM-Mandiri Pedesaan yang dikhususkan
untuk perempuan.
Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) adalah
kegiatan yang dilakukan oleh kaum pe
rempuan

dengan

aktivitas

pengelolaan

dana

simpanan

dan

pengelolaan dana pinjaman. Secara umum alokasi dana untuk kegiatan ini
maksimal 25 persen dari dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) di
kecamatan.
Kelancaran pengembalian atau peningkatan persentase pengembalian
pinjaman sebelumnya harus dipertimbangkan dalam mengalokasikan dana
simpan pinjam bagi kelompok perempuan ini. Secara umum tujuan dari
kegiatan SPP ini adalah untuk mengembangkan potensi kegiatan simpan
pinjam perdesaan, kemudahan akses pendanaan usaha skala mikro,
pemenuhan kebutuhan pendanaan sosial dasar, dan memperkuat kelembagaan
kegiatan kaum perempuan.
Sementara itu, tujuan khusus dari kegiatan SPP ini adalah
mempercepat proses pemenuhan kebutuhan pendanaan usaha ataupun sosial
dasar, memberikan kesempatan kaum perempuan meningkatkan ekonomi
rumah tangga melalui pendanaan peluang usaha, dan mendorong penguatan
kelembagaan simpan pinjam oleh kaum perempuan.
Sasaran dari kegiatan SPP ini adalah masyarakat miskin produktif
yang memerlukan pendanaan kegiatan usaha ataupun kebutuhan sosial dasar
melalui kelompok simpan pinjam untuk kelompok perempuan yang sudah
ada di masyarakat. Selain itu, bentuk kegiatan SPP adalah memberikan dana
pinjaman sebagai tambahan modal kerja bagi kelompok perempuan yang
mempunyai pengelolaan dana simpanan dan pengelolaan dana pinjaman.
Dalam kegiatan ini, kelompok yang berhak menerima dana SPP
adalah kelompok : a) beranggotakan perempuan yang mempunyai ikatan
pemersatu dan saling mengenal minimal satu tahun, b) mempunyai kegiatan
simpan pinjam dengan aturan pengelolaan dana simpanan dan dana pinjaman
yang telah disepakati, c) telah mempunyai modal dan simpanan dari anggota
sebagai sumber dana pinjaman yang diberikan, d) kegiatan pinjaman masih
berlangsung dengan baik, e) mempunyai organisasi kelompok dan
administrasi secara sederhana.
Dalam hal pengembalian dana, dana tersebut hanya boleh digunakan
untuk kegiatan SPP, baik oleh kelompok lama, maupun kelompok baru,
sesuai ketentuan pengelolaan dana bergulir. Pelaksanaan kegiatan SPP ini
harus melewati beberapa alur tahapan. Tahap pertama yaitu tahap
perencanaan. Tahap ini dimulai dengan sosialisasi kepada masyarakat tentang
ruang lingkup kegiatan SPP, persyaratan kelompok, dan kelayakan kelompok.
Kemudian dilanjutkan dengan penggalian gagasan untuk mengidentifikasi
kebutuhan masyarakat dan kelompok simpan pinjam dalam setiap dusun yang
layak untuk mengajukan usulan ke UPK. Hasil dari penggalian gagasan
tersebut, kemudian dibawa ke Musyawarah Khusus Perempuan (MKP).
Fungsi dari MKP adalah memutuskan dan mengusulkan kelompok
yang

dianggap

memenuhi

persyaratan

sebagai

usulan

desa

dan

dikompetisikan dalam MAD. Setelah diputuskan kelompok yang berhak ikut
kegiatan SPP, maka dilanjutkan dengan penulisan usulan yang berisi
gambaran umum kelompok, serta rencana usaha yang dijalankan dalam satu
tahun yang akan datang. Terakhir, verifikasi usulan yang dilakukan oleh tim
verifikasi usulan. Tahap kedua, merupakan tahap pelaksanaan kegiatan.
Tahap ini berupa penyaluran dana kepada kelompok SPP. Masing-masing
anggota kelompok, harus wajib datang sendiri untuk mengambil dana, dan
tidak boleh diwakilkan, bahkan oleh pihak keluarga sekalipun. Jika
berhalangan hadir, maka dari UPK sendiri yang akan mengantarkan ke rumah
yang bersangkutan. Tahap ketiga yaitu tahap pelestarian kegiatan, dimana
dana kegiatan SPP harus bertambah jumlahnya untuk penyediaan kebutuhan
pendanaan masyarakat miskin, serta pengembangan usaha terutama layanan
kepada masyarakat dan permodalan.

1.2 Pembentukan Kelompok Simpan Pinjam Perempuan (Kelompok
SPP)
Kelompok merupakan kesatuan dari dua individu atau lebih individu
yang mengalami interaksi psikologis satu sama lain (Anderson dan Parker
dalam Fatrida,2010). Sedangkan menurut Iwan (2005) Kelompok adalah
kumpulan individu yang saling berinteraksi dan mempunyai tujuan bersama.
Berdasarkan pengertian diatas, diselaraskan dengan penjelasan Simpan
Pinjam Perempuan maka dapat disimpilkan bahwa kelompok Simpan Pinjam
Perempuan (Kelompok SPP) merupakan kumpulan dari beberapa perempuan
yang saling berinteraksi dan melakukan pengelolaan dana yang dimanfaatkan
untuk mendanai kegiataan atau usaha guna memperoleh penghasilan
ekonomi.
Terbentuknya kelompok bukan tanpa alasan, karena sebagaimana yang
dikemukan oleh Rudi (2008), bahwa dasar terbentuknya kelompok karena
merupakan suatu kebutuhan manusia untuk mempunyai dan digolongkan
pada suatu kelompok, tempat manusia berlindung dan merasa aman. Pendapat
serupa juga dikemukan oleh Iwan (2005) bahwa pembentukan kelompok
diawali dengan adanya perasaan atau persepsi yang sama dalam memenuhi
kebutuhan. Setelah itu akan timbul motivasi untuk memenuhinya, sehingga
ditentukan tujuan yang sama dan akhirnya interaksi yang terjadi akan
membentuk sebuah kelompok.
Kelompok terbentuk setelah melalui beberapa tahapan yang harus
dilewati. Pembentukan kelompok diawali dengan melakukan sosialisasi
program di wilayah sasaran, untuk memudahkan proses sosialisasi diadakan
pertemuan informal dengan aparat dan pemuka masyarakat, bahkan hubungan
kerja sama, penentuan keanggotaan kelompok yang ditentukan sendiri
berdasarkan hasil pemetaan, diakhiri dengan terbentuknya kelompok dan
pemberian nama (PIDRA, 2006).
Kelompok SPP yang terbentuk sama halnya dengan sebuah sistem,
dimana setiap elemen yang ada didalamnya saling terkait. Jika salah satu
elemen tidak bekerja dengan baik maka akan berpengaruh terhadap elemen
yang lain dan mengganggu jalannya sistem. Kelompok untuk dapat
memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuannya serta dapat survive menurut
Parson (dalam Ritzer, 2007:121) ada 4 fungsi yang harus dimiliki kelompok
sebagai berikut:
1.

Adaptation (adaptasi), sistem harus menyesuaikan diri dengan
lingkungan dengan kebutuhannya. Setiap individu terbuka untuk
memberi dan menerima informasi baru. Setiap kelompok selalu
terbuka untuk menerima peran baru sesuai dengan dinamika
kelompok tersebut. Setiap anggota memiliki kelenturan untuk
menerima ide, pandangan, norma dan kepercayaan anggota lain
tanpa merasa integritasnya terganggu,

2.

Goaal Attaiment

(pencapaian Tujuan), sebuah sistem harus

mendefinisikan dan mencapai tujauan utamanya. Setiap anggota
harus mampu menunda kepuasan dan melepas ikatan dalam
rangka mencapai tujuan bersama, membina dan memperluas pola,
serta

terlibat

secara

emosional

untuk

mengungkapkan

pengalaman, penegetahuan dan kemampuannya.
3.

Integration (integrasi), sebuah sistem harus mengatur antara
hubungan bagian-bagian yang menjadi komponen-komponennya.
Sistem juga harus mengelola antara hubungan ketiga fungsi
lainnya (A,G,L),

4.

Latency (latensi atau pemeliharaan pola), sebuah sistem harus
memperlengkapi, memelihara dan memperbaiki, baik motivasi
individual, maupun pola-pola yang meciptakan dan menopang
motivasi.
4.1 Pengertian Kredit
Kredit adalah suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak
lain yang akan dikembalikan lagi pada suatu masa disertai dengan suatu
kriteria prestasi, berupa bunga. Dengan kata lain, uang atau barang yang
diterima sekarang akan dikembalikan pada masa yang akan datang.
Pihak yang terkait dalam hal kredit ada dua macam, yaitu pihak
pemberi kredit (kreditor) dan pihak penerima kredit (debitur) (Mardiyatmo,
2008:93). Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, Bab I Pasal I
dalam Dita Widihartanti (2007:18) menyebutkan tentang definisi kredit
sebagai berikut:
“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.
Menurut Teguh Pudjo (2007:9) “pengertian kredit itu sendiri
mempunyai dimensi yang aneka ragam, dimulai dar arti kata “Kredit” yang
berasal dari bahasa Yunani “Credere” yang berarti “kepercayaan” atau dalam
bahasa latin “Creditum” yang berarti “kepercayaan akan kebenaran” dalam
praktik sehari-hari pengertian ini selanjutnya berkembang lebih luas lagi
antara lain:
1.

Kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian
atau

mengadakan

suatu

pinjaman

dengan

suatu

janji

pembayarannya akan dilakukan ditangguhkan pada suatu jangka
waktu yang disepakati.
2.

Sedangkan untuk kegiatan perbankan Indonesia, pengertian kredit
telah dirumuskan dalam Bab I, pasal 1 ayat 12 Undang-undang
No. 7 tahun 1992 tentang perbankan yang dirumuskan sebagai
berikut “ kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan

dengan

itu,

berdasarkan

persetujuan

atau

kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain
yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau
pembagian hasil keuntungan”. Pemberian suatu fasilitas kredit
mempunyai tujuan tertentu.
Menurut Kasmir (2008:100) tujuan utama pemberian kredit antara lain:
1.

Mencari keuntungan, yaitu bertujuan untuk memperoleh hasil dari
pemberian kredit tersebut. Hasil tersebut terutama dalam bentuk
bunga yang diterima oleh bank sebagai balas jasa dan biaya
administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah.

2.

Membantu usaha nasabah, bertujuan untuk membantu nasabah
yang memerlukan dana, baik dana investasi maupunmaka akan
dapat meningkatkan peredaran uang giral. Disamping itu, kredit
perbankan yang ditarik secara tunai dapat pula meningkatkan
peredaran uang kartal, sehingga arus lalu-lintas uang akan
berkembang pula.

3.

Kredit dapat pula meningkatkan daya guna dan peredaran barang
dengan mendapat kredit, para pengusaha dapat memproses bahan
baku menjadi barang jadi, sehingga daya guna barang tersebut
menjadi meningkat.

Di samping itu, kredit dapat pula

meningkatkan peredaran barang, baik melalui penjualan secara
kredit maupun dengan membeli barang-barang dari satu tempat ke
tempat lain. Pembelian tersebut uangnya berasal dari kredit. Hal
ini juga berarti bahwa kredit dapat meningkatkan manfaat status
barang.
4.

Kredit sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi. Dalam keadaan
ekonomi yang kurang sehat, kebijakan diarahkan kepada usahausaha antara lain:
a) Pengendalian inflasi
b) Peningkatan ekspor, dan
c) Pemenuhan kebutuhan pokok-rakyat
Untuk menekankan laju inflasi pada tahun 1996, yang lebih
kurang berkisar 60%, pemerintah melaksanakan kebijakan uang
ketat (high money policy) melalui pemberian kredit yang selektif
dan terarah, terutama pada sektor-sektor yang produktif guna
meningkatkan produksi dan memenuhi kebutuhan dalam negeri
agar dapat diekspor.
5.

5) Kredit dapat meningkatkan kegairahan usaha Setiap orang
yang berusaha selalu ingin meningkatkan usahanya tersebut,
namun

adakalanya

dibatasi

oleh

kemampuan

di

bidang

permodalan. Bantuan kredit yang diberikan oleh bank akan dapat
mengatasi kekuranganmampuan para pengusaha di bidang
pemodalan tersebut, sehingga para pengusaha akan dapat
meningkatkan usahanya.
6.

Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan Dengan
bantuan kredit dari bank, para pengusaha dapat memperluas
usahanya dan mendirikan proyek proyek baru. Peningkatan usaha
dan pendirian proyek baru akan membutuhkan tenaga kerja untuk
melaksanakan proyek-proyek tersebut. Dengan demikian merekan
akan memperoleh pendapatan, sehingga pemerataan pendapat
akan meningkat pula.

7.

Kredit sebagai alat untuk meningkatkan hubungan internasional
Bank-bank besar luar negeri yang mempunyai jaringan usaha,
dapt memberikan bantuan dalam bentuk kredit, baik secara
langsung maupun tidak langsung kepada peruahaan-perusahaan di
dalam negeri. Bantuan dalam bentuk kredit ini tidak saja dapat
mempererat hubungan ekonomi antar negara yang bersangkutan
tetapi juga meningkatkan hubungan internasional.

4.2 Unsur-unsur Kredit
Kredit yang diberikan oleh suatu lembaga kredit didasarkan atas
kepercayaan, sehingga pemberian kredit merupakan pemberian kepercayaan.
Ini berarti bahwa suatu lembaga kredit baru akan memberikan kredit kalau ia
betul-betul yakin bahwa si penerima kredit akan mengembalikan pinjaman
yang diterimanya sesuai dengan jangka waktu dan syarat-syarat yang telash
disetujui oleh kedua belah pihak. Tanpa keyakinan tersebut, suatu lembaga
kredit tidak akan meneruskan simpanan masyarakat yang diterimanya
(Suyatno, 1999: 14). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa unsur yang
terdapat dalam kredit adalah:
1. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari sisi pemberi kredit bahwa prestasi
yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang atau jasa akan
benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu dimasa
yang akan datang.
2. Waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi
dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan
datang. Dalam unsur waktu ini, terkandung pengertian nilai guna dari
uang yaitu uang yang sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang
akan diterima pada masa yang akan datang.
3. Degree of Risk, yaitu suatu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai
akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian
prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterima dikemudian hari
Semakin lama kredit diberikan semakin tinggi pula tingkat risikonya,
karena sejauh kemampuan manusia untuk menerobos hari depan itu,
maka masih selalu terdapat unsur ketidaktentuan yang tidak dapat
diperhitungkan. Inilah yang menyebabkan timbulnya unsur risiko,
dengan adanya unsur risiko inilah maka timbul jaminan dalam
pemberian kredit.
4.

Prestasi, yaitu suatu objek kredit tidak saja diberikan dalam bentuk
uang, tetapi juga dapat berbentuk barang atau jasa. Namun karena
kehidupan modern sekarang ini didasarkan kepada uang. Maka
transaksi-transaksi kredit yang menyangkut uanglah yang sering kita
jumpai dalam praktik perkreditan.
4.3 Fungsi Kredit
Thomas Suyanto (2003:16-17) dalam Darwati mengatakan Fungsi kredit
perbankan dalam kehidupan perekonomian dan perdagangan antara lain
sebagai berikut:
1.

Kredit pada hakekatnya dapat meningkatkan daya guna uang;

2.

Kredit dapat meningkatkan peredaran dan lalulintas uang;

3.

Kredit dapat pula meningkatkan daya guna dan peredaran barang;

4.

Kredit sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi;

5.

Kredit dapat meningkatkan kegairahan usaha;

6.

Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan;

7.

Kredit sebagai alat untuk meningkatkan hubungan internasional.

4.4 A. Pengertian Umum Kredit
Dalam UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa kredit adalah penyediaan
uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak
lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Sampai saat ini pendapatan bunga sebagai hasil dari pemberian kredit,
masih merupakan kontribusi terbesar pada pendapatan bank secara
keseluruhan, baik bank-bank di Indonesia maupun kebanyakan bank-bank di
dunia. Berdasarkan statistik Bank Indonesia bulan Juni 1992, 80% dari total
aset perbankan Indonesia adalah berupa kredit yang disalurkan baik kepada
sektor perdagangan maupun industri. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa penyaluran kredit merupakan kegiatan utama suatu bank. Di lain
pihak, penyaluran kredit mengandung resiko bisnis terbesar dalam dunia
perbankan. Oleh karena itu, pengelolaan kredit merupakan kegiatan yang
sangat penting untuk diperhatikan oleh setiap bank.
Dalam tulisan ini kami akan menguraikan secara ringkas tentang kredit
bermasalah, khususnya kredit macet, mulai dari pengertian, indikasi kredit
macet, bagaimana mengantisipasi sampai pada cara-cara penanganan dan
penyelesaiannya.
B.

Pengertian Kredit Macet

Dalam paket kebijakan deregulasi bulan Mei tahun 1993 (PAKMEI
1993), di Indonesia dikenal dua golongan kredit bank, yaitu kredit lancar dan
kredit bermasalah. Di mana kredit bermasalah digolongkan menjadi tiga,
yaitu kredit kurang lancar, kredit diragukan, dan kredit macet. Kredit macet
inilah yang sangat dikhawatirkan oleh setiap bank, karena akan mengganggu
kondisi keuangan bank, bahkan dapat mengakibatkan berhentinya kegiatan
usaha bank.
Kredit macet atau problem loan adalah kredit yang mengalami kesulitan
pelunasan akibat adanya faktor-faktor atau unsur kesengajaan atau karena
kondisi di luar kemampuan debitur. (Siamat, 1993, hal: 220).
Suatu kredit digolongkan ke dalam kredit macet bilamana: (Sutojo,
1997, hal: 331)
Tidak dapat memenuhi kriteria kredit lancar, kredit kurang lancar dan
kredit diragukan; atau
Dapat memenuhi kriteria kredit diragukan, tetapi setelah jangka waktu
21 bulan semenjak masa penggolongan kredit diragukan, belum terjadi
pelunasan pinjaman, atau usaha penyelamatan kredit; atau
Penyelesaian pembayaran kembali kredit yang bersangkutan, telah
diserahkan kepada pengadilan negeri atau Badan Urusan Piutang Negara
(BUPN), atau telah diajukan permintaan ganti rugi kepada perusahaan
asuransi kredit.
Sejak krisis keuangan yang berlanjut dengan krisis ekonomi yang
melanda Indonesia sejak tahun 1997, penyelesaian kredit macet bank-bank di
Indonesia ditangani oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Berkaitan dengan kasus kredit macet di Indonesia Menko Ekuin, Kwik
Kian Gie mengatakan bahwa sampai saat ini jumlahnya sudah mencapai Rp
600 trilyun (InfoBank, Edisi Nomor 245, Januari 2000, hal:14). Menurut
hemat kami hal ini tampaknya lebih disebabkan karena faktor kesengajaan.
Betapa tidak, sebagian besar dana kredit yang dimiliki bank disalurkan
kepada debitur kelompok usahanya sendiri, yang disebut perusahaan
terafiliasi. Dimana dalam penyalurannya kurang atau mungkin tidak
didasarkan pada studi kelayakan (feasibility study), dan bahkan besarnya
kredit yang mereka ajukan jumlahnya telah di „mark up‟ terlebih dahulu.
Sebagai contoh adalah Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dan Bank
Umum Nasional (BUN), yang masing-masing secara berurutan menyalurkan
90,7% dan 78,4% (Kwik Kian Gie, 1999, hal: 124) untuk kepentingan
kelompok usahanya sendiri.
C.

Faktor-faktor

Penyebab

Munculnya

Kredit

Bermasalah/Macet
Munculnya kredit bermasalah termasuk di dalamnya kredit macet, pada
dasarnya tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan melalui suatu proses.
Terjadinya kredit macet dapat disebabkan baik oleh pihak kreditur (bank)
maupun debitur. Faktor-faktor penyebab yang merupakan kesalahan pihak
kreditur adalah:
1.

Keteledoran bank mematuhi peraturan pemberian kredit yang telah
digariskan;

2.

Terlalu mudah memberikan kredit, yang disebabkan karena tidak ada
patokan yang jelas tentang standar kelayakan permintaan kredit yang
diajukan;
3.

Konsentrasi dana kredit pada sekelompok debitur atau sektor usaha
yang beresiko tinggi;

4.

Kurang memadainya jumlah eksekutif dan staf bagian kredit yang
berpengalaman;

5.

Lemahnya bimbingan dan pengawasan pimpinan kepada para
eksekutif dan staf bagian kredit;

6.

Jumlah pemberian kredit yang melampaui batas kemampuan bank;

7.

Lemahnya kemampuan bank mendeteksi kemungkinan timbulnya
kredit bermasalah, termasuk mendeteksi arah perkembangan arus kas
(cash flow) debitur lama;Tidak mampu bersaing, sehingga terpaksa
menerima debitur yang kurang bermutu. (Sutojo, 1999, hal: 216)
Sedang faktor-faktor penyebab kredit macet yang diakibatkan karena

kesalahan pihak debitur antara lain:
Menurunnya kondisi usaha bisnis perusahaan, yang disebabkan
merosotnya kondisi ekonomi umum dan/atau bidang usaha dimana mereka
beroperasi;
Untuk jelasnya Supramono (1995) mendefiniskan kredit macet adalah
suatukeadaan dimana seorang nasabah tidak mampu membayar lunas kredit
bank tepat pada waktunya.
Kemudian faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kredit macet
yang berasal dari nasabah diantaranya:
1.

Nasabah menyalahgunakan kredit yang diperolehnya

Setiap kredit yang diperoleh nasabah telah diperjanjikan tujuan
pemakaiannya, sehingga nasabah harus mengguanakan kredit sesuai dengan
tujuannya. Pemakaian kredit yang menyimpang misalnya kredit untuk
pengangkutan dipergunakan untuk pertanian, akan mengakibatkan usaha
nasabah gagal karena ada unsur spekulatif.
Sebagai salah satu contoh yaitu seorang calon debitur yang bergerak
dalam bidang pembangunan dan penjualan rumah ruko (property),
mengadakan penjualan ruko dengan pura-pura (fiktif) atau jual beli yang
direkayasa dengan modus bekerja sama dengan seorang pihak lain yang
bertindak seolah-olah sebagai pembeli. Oleh pembeli ini memohon fasilitas
kredit pemilikan rumah (ruko) pada bank dan pihak bank menyetujui
pemohonan kredit dimaksud. Sebenarnya kredit yang dimohon oleh debitur
baru tersebut adalah untuk kepentingan developer tadi yang digunakan untuk
menutupi kewajiban-kewajibannya, dan tentu dalam hal ini debitur baru
tersebut akan mendapat imbalan balas jasa dari developer.

2.

Nasabah kurang mampu mengelola usahanya

Hal ini dapat terjadi karena nasabah kurang menguasai bidang usahanya
yang diberi kredit, akibatnya usaha yang dibiayai dengan kredit tidak dapat
berjalan dengan baik.
3.

Nasabah beritikad tidak baik

Ada sebagian nasabah mungkin jumlahnya tidak banyak yang sengaja
dengan segala daya upaya mendapatkan kredit, tetapi setelah kredit diterima
untuk kepentingan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan. Karena nasabah
sejak awal tidak berniat mengembalikan kredit, walaupun dengan resiko
apapun. Biasanya sebelum jatuh tempo kreditnya, nasabah sudah melarikan
diri untuk enghindari tanggung jawab.
Dendawijaya (2001) menjelaskan bahwa default adalah kegagalan
nasabah dalam memenuhi kewajibannya untuk melunasi kredit yang
diterimanya (angsuran pokok) beserta bunga yang sudah disepakati dan sudah
diperjanjikan bersama (misalnya berdasarkan akad kredit yang dibuat
dihadapan notaris publik). Untuk mengetahui penyebab default tersebut bisa
dilihat dari prinsip studi kelayakan, diantaranya:
1.

Aspek yuridis (Hukum)

Aspek ini melihat dari ketetapan legalitas yang dimiliki perusahaan
yang akan memperoleh bantuan kredit.
2.

Aspek pasar dan pemasaran
Aspek ini meneliti strategi pemasaran yang digunakan investor untuk
meraih pangsa pasar bagi produk atau jasa yang dibiayai dengan kredit bank
tersebut. Subaspek yang bisa didapatkan diantaranya luas dan bentuk pasar,
pangsa pasar, saingan usaha, dan rencana pemasaran.
3.

Aspek teknis

Aspek ini pada dasarnya menilai sejauh mana kemampuan mengelola
dan melaksanakan proyek dalam melaksanakan operasinya. Contohnya:
Pemilihan lokasi,Sistem, bahan baku, proses produksi, dan lainnya yang
berkaitan dengan teknis.
4.

Aspek manajemen

Aspek yang bertujuan melihat kemampuan dan kecakapan manajemen
dalam melaksanakan proyek yang didapatkan dari pemberian kredit. Bagian
ini terdiri dari struktur organisasi, job description dan lainnya.
5.

Aspek keuangan

Pada dasarnya bertujuan untuk menilai kemampuan dan kecakapan dari
manajemen dalam mengelola bidang keuangan. Banyak hal yang menjadi
komponen ini diantaranya: proyeksi arus kas, proyeksi penjualan, proyeksi
laba/rugi.
6.

Aspek sosial-ekonomis

Melihat proyek yang dibiayai memiliki value added yang tinggi dilihat
dari sudut pandang sosial maupun makroekonomis. Hal ini berkaitan dengan
devisa, penerimaan pajak bagi negara, subsidi dari negara, Dampak
lingkungan.
Sedangkan menurut Siswanto (2000) Penyebab timbulnya kredit
bermasalahdiantaranya ketidaklayakan debitur kemudian faktor ekstern yang
terdiri dari penurunan kondisi ekonomi moneter negara atau sektor usaha,
debitur yang mengalami bencana alam (kebakaran,banjir,gempa,dll) dan
peraturan pemerintah dapat menjadi sebab lain merosotnya kemampuan
debitur mengembalikan kredit.
Kemacetan suatu fasilitas kredit menurut Kasmir (2004) disebabkan
oleh dua faktor yaitu:
1.

Dari pihak perbankan

Dalam hal ini pihak analisis kredit kurang teliti baik dalam mengecek
kebenaran dan keaslian dokumen maupun salah dalam melakukan
perhitungan dengan rasio-rasio yang ada.
2.

Dari pihak nasabah

Adanya unsur kesengajaan, Artinya nasabah sengaja tidak mau
membayarkewajibannya kepada bank sehingga kredit yang diberikan dengan
sendirinya macet.Adanya unsur tidak sengaja, Artinya nasabah memiliki
kemauan untuk membayar tetapi tidak mampu dikarenakan usaha dibiayai
terkena musibah misalnya kebanjiran atau kebakaran.
Secara umum suatu kredit dinyatakan non performing bila debitur tidak
sanggup membayar kewajibannya sesuai perjanjian dan atau kewajibannya
dapat diselesaikan namun usaha debitur ada kecenderungan memburuk
(Pasha, 2007). Kredit non peformdapat disebabkan oleh beberapa faktor,
secara garis besar dikelompokkan dalam faktorintern, debitur, dan ekstern
menurut Sutojo (dikutip oleh Pasha, 2007), faktor intern meliputi persoalan
kualitas analisis dan pengawasan kredit, sedangkan faktor ekstern meliputi
perilaku debitur setelah memperoleh kredit dan perubahan iklim usaha.

1.

Adanya salah urus dalam pengelolaan usaha bisnis perusahaan,
atau karena kurang berpengalaman dalam bidang usaha yang
mereka tangani;
Kemampuan untutk megembangi suatu usaha dibutuhkan suatu
modal usaha dan pengalaman, yang lebih penting adalah
pengalaman seorang pengembang usaha yang akan mereke rilis,
seperti pendapat Dextal (2008:2) usaha itu akan jauh lebih baik
jika kita memegang konsep pengalaman yang kuat serta modal.
Dari pengertian itu sanglah penting untuk memiliki pengalaman
dalam mendirikan suatu usaha.
2.

Problem keluarga, misalnya perceraian, kematian, sakit yang
berkepanjangan, atau pemborosan dana oleh salah satu atau
beberapa orang anggota keluarga debitur;
Pada kasus problem keluarga ini, misalnya perceraian, kematian,
sakit yang berkepanjangan, atau pemborosan dana oleh suatu atau
beberapa orang anggota keluarga debitur, pihak debitur harus
memiliki alternatif dana untuk pengembaliaanya. Misalnya
sebuah keluarga meminjam dana dengan alokasi utuk pembayaran
iauran SPP atau Komite anak didiknya. Debitur harus
menganalisis serta memiliki sumber dana yang lain untuk
pembayara. Sedangkan pada kasus kematian debitur harus
mempertanyakan dulu pada pihak pemberi pinjaman untuk
mencari solusi terbaiknya, karena pada kasus ini merupakan
diluar jangkuan para debitur untuk mengembangi usaha, makanya
dalam peraturan sebuah Lembaga pinjaman dana (SPP-PNPM)
memberikan dana pinjman dengan salah satu syarat mutlaknya
yaitu jenis usahanya sudah berjalan/sedang berjalan 1 tahun/lebih.
Dengan adanya peraturan ini, para pihak debitur akan mengambil
keputusan kelanjutan kegiatan usahanya, misalnya diteruskan
oleh pihak anak, ibu, bahkan para saudaranya.

3.

Kegagalan debitur pada bidang usaha atau perusahaan mereka
yang lain;
Kegagalan debitur pada bidang usaha atau perusahaan mereka
yang lain, pada kasus ini debitur mengalami kegagalan pada
usaha yang mereka jalankan. Kegagalan dalam kasus ini
kebanyakan

kesalahan

dari

debitur

dalam

menganalisis

tempat/porspek usaha kita, pengembangan yang tidak sesuai
dengan kebutuhan, penjualan yang melebihi target masyarakat,
kesalahan dalam mengatur keuangan, masih minim nya
pengalaman usaha yang dijlankan dan lain-lainya. Kesalahankesalahan seperti itu memiliki damfak yang sangat berpengaruh
pada usaha kita. Dean (2008:10), jika sesuatu salah satu
usaha/kegiatan perekonomian mengalami sakit(sick risk) maka
bagian-bagian lain akan mengalami penurunan kualitas, karena
setiap usaha memiliki saling ketergantugan sama satu lain.
Kegagalan inu yang harus debitur hindarkan karena akan
merugikan pihak debitur untuk pembayaran kredit pada suatu
lembag/bank pemberi pinjaman.
4.

Kesulitan likuiditas keuangan yang serius;
Perencanaan atau pelaksanaan suatu kegiatan sangat tergantung
bagaimana kita mengatur keuagan usaha kita, kesalahan dalam
mengatur keuangan akan memiliki dampak negatif yang besar
dalam usaha yang kita sedang kembangkan. Dalam buku kas itu
akan tercantum semua jumlah pendanaan usaha kita, contohnya
Kredit macet karena kesalahan debitur di dalam mengelola
keuangannya seperti terlalu banyak berinvestasi, terlalu terburuburu dalam melakukan ekspansi usaha, atau dalam usaha
perdagangan terlalu banyak menimbun stok barang tanpa
memperhitungkan kelancaran perputaran barang dagangannya.
Hal ini bisa menyebabkan modal yang diberikan bank mengendap
pada pembelian barang tersebut, sementara pendistribusian atau
permintaan pasar berkurang bahkan tidak ada sama sekali. Tentu
saja dengan kondisi seperti ini tidak akan menguntungkan
pengusaha

dan

akhirnya

menyebabkan

ketidakmampuan

mengembalikan pinjaman pada bank.
5.

Munculnya kejadian di luar kekuasaan debitur, misalnya perang
dan bencana alam;
Kredit macet bisa terjadi karena faktor diluar dari pihak debitur
maupun kreditur. Faktor eksternal ini misalnya karena terjadinya
krisis moneter, kerusuhan massal, terjadinya bencana seperti
gempa bumi, banjir, kebakaran dan kejadian-kejadian lainnya.
Pengaruh kondisi ekonomi global juga bisa berdampak terhadap
perputaran perekonomian dalam negeri, seperti naiknya harga
minyak dunia yang berimbas kepada mandeknya kegiatan usaha
para pengusaha sehingga keadaan perekonomian menjadi lesu
karena menurunnya daya beli masyarakat atau konsumen.
Kejadian-kejadian di atas secara langsung berpengaruh terhadap
kelangsungan usaha debitur. Suatu perusahaan industri misalnya
akan menurun produksinya apabila permintaan atas hasil produksi
berkurang. Dengan penurunan omset berarti juga penurunan
terhadap profit perusahaan. Akibatnya, kemampuan debitur dalam
melakukan pembayaran kewajibannya pada bank berkurang atau
tidak mampu sama sekali dan kredit menjadi macet.
Dalam kegiatan perbankan, jarang sekali suatu kredit macet
disebabkan oleh karena faktor dari pihak kreditur. Namun jika hal
ini terjadi, sebenarnya debitur dapat menuntut pihak bank yang
melakukan wanprestasi. Yang lebih banyak terjadi adalah kredit
menjadi macet disebabkan oleh faktor yang datangnya dari diri
debitur. Selain itu bisa juga terjadi karena faktor diluar para
pihak. Namun dalam praktik jika hal ini terjadi, pihak bank tetap
menuntut agar debitur memenuhi kewajibannya, apakah itu
dengan cara pelunasan melalui pembayaran atau pelunasan
dengan cara menjual agunan kredit.
6.

Watak buruk debitur (yang dari semula memang telah
merencanakan tidak akan mengembalikan kredit)
Tidak semua debitur mempunyai itikad baik pada saat
mengajukan kredit ataupun pada saat kredit yang diberikan
sedang berjalan. Itikad tidak baik inilah memang sulit untuk
diketahui dan dianalisis oleh pihak bank, karena hal ini
menyangkut soal moral ataupun akhlak dari debitur. Bisa saja
debitur saat mengajukan kredit menutup-nutupi kebobrokan
keuangan perusahaannya dan hanya mengharapkan dana segar
dari bank, atau debitur memberikan data keuangan palsu atau
berbagai tindakan-tindakan lainnya.
Sebagai salah satu contoh yaitu seorang calon debitur yang
bergerak dalam bidang pembangunan dan penjualan rumah ruko
(property), mengadakan penjualan ruko dengan pura-pura (fiktif)
atau jual beli yang direkayasa dengan modus bekerja sama
dengan seorang pihak lain yang bertindak seolah-olah sebagai
pembeli. Oleh pembeli ini memohon fasilitas kredit pemilikan
rumah (ruko) pada bank dan pihak bank menyetujui pemohonan
kredit dimaksud. Sebenarnya kredit yang dimohon oleh debitur
baru tersebut adalah untuk kepentingan developer tadi yang
digunakan untuk menutupi kewajiban-kewajibannya, dan tentu
dalam hal ini debitur baru tersebut akan mendapat imbalan balas
jasa dari developer.
(Sutojo, 1999, hal: 334)
D.

Indikasi Kredit Macet

Untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya kredit bermasalah atau
kredit macet sedini mungkin, dapat dilakukan dengan memperhatikan gejalagejala sebagai berikut: (Siamat, 1993, hal: 220-221)
Terjadinya penundaan yang tidak normal dalam penerimaan laporan
keuangan, pemayaran cicilan atau dokumen lainnya;
Adanya penyelidikan yang tidak terduga dari lembaga-lembaga
keuangan lainnya mengenai nasabah tersebut;
a.

Keluarnya anggota eksekutif perusahaan;

b.

Terjadi perubahan kegiatan usaha misalnya masuknya pesaing
baruatau produk baru yang sejenis;

c.

Meningkatnya penggunaan fasilitas overdraft;

d.

Perusahaan nasabah mengalami kekacauan;

e.

Ditemukannya kegiatan ilegal atas usaha nasabah;

f. Permintaan tambahan kredit;
g.

Permohonan perpanjangan atau penjadwalan kembali kredit;

h.

Usaha nasabah yang terlalu ekspansif;

Kreditur lain melakukan proteksi atas kredit yang diberikan dengan
meminta tambahan jaminan atau melakukan pengikatan notaris atas barang
jaminan.
Dengan mencermati gejala-gejala terjadinya kredit macet tersebut,
maka bukanlah sesuatu yang mustahil untuk mencegah terjadinya kredit
macet, atau paling tidak dapat mengurangi/menekan sekecil mungkin kasuskasus kredit macet yang ada.
E.

Mengurangi atau Mencegah Kemungkinan Terjadinya

Kredit Macet
Setiap penyaluran kredit oleh bank tentu mengandung resiko, karena
adanya keterbatasan kemampuan manusia dalam memprediksi masa yang
akan datang. Apalagi dalam situasi dan kondisi „lingkungan‟ yang cepat
berubah dan penuh ketidakpastian seperti sekarang ini. Beberapa hal penting
yang harus dilakukan oleh bank dalam menekan atau mengurangi seminimal
mungkin resiko pemberian kreditnya, adalah:
1.

Penilaian/Analisis terhadap Permohonan Kredit

Setiap permohonan kredit yang diajukan oleh calon debitur, tentu harus
dilakukan penilaian secara seksama oleh pejabat bank. Terlebih lagi untuk
pemberian kredit jangka panjang, seperti kredit investasi misalnya.
Mengingat semakin lama jangka waktu kredit, maka semakin tinggi faktor
ketidakpastiannya, sehingga semakin besar pula resiko yang dihadapi bank.
Dalam penilaian kredit, ada prinsip-prinsip yang harus diperhatikan
yaitu prinsip 5 C + 1C, yang meliputi:
a.

Character

Character atau watak debitur sangat menentukan kemauan untuk
membayar kembali kredit yang telah diterimanya. Namun demikian, untuk
mengetahui character seseorang itu tidak mudah. Oleh karena itu, penilaian
atas character debitur perlu dilakukan secara hati-hati dan secermat mungkin.
Informasi dari keluarga dan teman-teman dekat dari debitur, serta informasi
dari bank pemberi kredit sebelumnya adalah sangat penting.
Untuk mengetahui dan memperoleh gambaran yang jelas tentang watak
calon debitur ini, dapat dilakukan usaha-usaha seperti: melakukan interview
langsung terhadap calon debitur; meneliti daftar riwayat hidupnya,
mengetahui reputasi calon debitur berdasarkan informasi dari „lingkungan‟
usahanya, serta meneliti kegiatan dan pengalaman-pengalaman usahanya.
b.

Capacity

Capacity mengandung arti kemampuan calon debitur dalam mengelola
usahanya. Dengan demikian, capacity berkaitan erat dengan kemampuan
calon debitur dalam melunasi kreditnya. Unsur-unsur yang dinilai untuk
mengetahui kemampuan calon debitur antara lain meliputi penilaian terhadap:
proyeksi arus kas;
proyeksi laporan keuangan;
pusat informasi kredit;
kemampuan manajemen;
kemampuan pemasaran;
kemampuan teknis; dan
kewajiban-kewajiban pada pihak lainnya.
c.

Capital

Informasi mengenai besar kecilnya modal (capital) perusahaan calon
debitur adalah sangat penting bagi bank. Modal yang dimaksudkan disini
adalah modal sendiri (networth) atau nilai kekayaan bersih yang dimiliki
perusahaan, yang merupakan selisih antara total aktiva dengan total
kewajiban (utang). Semakin besar modal yang dimiliki perusahaan
merupakan cerminan keberhasilan perusahaan di masa lalu, dan ini tentunya
semakin baik dihadapan bank. Mengingat kredit bank hanya merupakan
pelengkap atau tambahan bagi pembiayaan kegiatan operasional perusahaan.
Posisi modal suatu perusahaan dapat dianalisis dari laporan keuangannya.
Untuk mendapatkan gambaran yang lengkap tentang modal perusahaan, maka
bank harus melakukan analisis terhadap laporan keuangan perusahaan selama
paling tidak tiga tahun periode akuntansi sebelumnya.
d.

Collateral

Collateral (jaminan kredit) merupakan setiap aktiva atau barang-barang
yang diserahkan debitur sebagai jaminan atas kredit yang diperoleh dari bank.
Manfaat jaminan ini bagi bank adalah sangat penting, sebagai „back up‟ atas
kredit yang diberikan kepada debitur. Tujuannya adalah agar bank dapat
memperoleh pelunasan kembali atas kredit yang diberikan kepada debitur,
apabila kelak debitur tidak mampu melunasi kreditnya atau pun ingkar janji
(wan prestasi). Atas jaminan yang diberikan oleh debitur, maka perlu
diperhatikan cara pengikatannya sesuai dengan hukum yang berlaku, untuk
menghindari sengketa yang kemungkinan muncul di kemudian hari.
e.

Conditions

Yang dimaksud conditions disini adalah keadaan perekonomian secara
umum dimana perusahaan tersebut beroperasi. Kondisi perekonomian sangat
menentukan keberhasilan maupun kegagalan suatu perusahaan. Oleh karena
itu, bank atau dalam hal ini analis kredit, harus mempertimbangkan keadaan
perekonomian, dan proyeksi perekonomian selama jangka waktu kredit yang
diberikan.
f. Constraint
Dalam

pemberian

kredit,

bank

perlu

juga

mengetahui

dan

mempertimbangkan hambatan (constraint) yang mungkin muncul di
lapangan. Bank perlu mengetahui tanggapan masyarakat setempat terhadap
rencana investasi yang akan dilakukan oleh calon debiturnya, karena bisa saja
masyarakat setempat menolak rencana investasi tersebut. Sebagai contoh
seorang debitur mengajukan kredit untuk membangun sebuah peternakan babi
misalnya. Nah, pihak bank perlu mengetahui bagaimana tanggapan
masyarakat setempat, apakah menerima atau menolak kehadiran peternakan
tersebut.
2.

Pemantauan Penggunaan Kredit

Setelah bank memutuskan untuk memberikan kredit kepada debiturnya,
bukan berarti bahwa tugas bank sebagai perantara keuangan selesai sampai di
situ, melainkan itulah awal mula tugas bank yang sesungguhnya dalam
penyaluran kredit. Bank senantiasa harus memantau kredit yang telah
disalurkannya. Apakah debitur benar-benar menggunakan kreditnya sesuai
dengan permohonan semula, atau digunakan untuk keperluan lain?
Bagaimana perkembangan dan prospek usaha debitur? Bagaimana keadaan
perekonomian nasional secara keseluruhan, kondusif atau tidak bagi
perkembangan usaha debitur? Dan pertanyaan-pertanyaan lain berkaitan
dengan prospek kredit yang telah disalurkan oleh bank. Pertanyaanpertanyaan ini penting dijawab, dalam rangka mengantisipasi kemungkinan
tersendat atau macetnya kredit yang telah disalurkan bank.
3.

Jaminan Kredit

Jaminan kredit (collateral) atau agunan sebenarnya tidaklah mutlak
sifatnya, tetapi perlu, guna mengantisipasi kemungkinan tidak tertagihnya
kredit yang disalurkan bank. Di samping status dan kondisi jaminan, yang
tidak kalah penting untuk diperhatikan oleh bank adalah dalam cara
pengikatannya. Pengikatan jaminan kredit ini harus sesuai dengan ketentuan
hukum yang berlaku. Hal ini berkaitan dengan eksekusi jaminan, apabila
kelak debitur ingkar janji (wan prestasi) atau tidak mampu melunasi
kreditnya.

F.

Cara Penyelesaian Kredit Macet

Untuk menyelesaikan dan menyelamatkan kredit yang dikategorikan
macet, dapat ditempuh usaha-usaha sebagai berikut: (Siamat, 1993, hal 222223)
a.

Rescheduling (Penjadwalan Ulang)

Yaitu perubahan syarat kredit hanya menyangkut jadwal pembayaran
dan atau jangka waktu termasuk masa tenggang (grace period) dan perubahan
besarnya angsuran kredit. Tentu tidak kepada semua debitur dapat diberikan
kebijakan ini oleh bank, melainkan hanya kepada debitur yang menunjukkan
itikad dan karakter yang jujur dan memiliki kemauan untuk membayar atau
melunasi kredit (willingness to pay). Di samping itu, usaha debitur juga tidak
memerlukan tambahan dana atau likuiditas.
b.

Reconditioning (Persyaratan Ulang)

Yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit yang tidak
terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu, tingkat suku
bunga, penundaan pembayaran sebagian atau seluruh bunga dan persyaratan
lainnya. Perubahan syarat kredit tersebut tidak termasuk penambahan dana
atau injeksi dan konversi sebagian atau seluruh kredit menjadi „equity‟
perusahaan. Debitur yang bersifat jujur, terbuka dan „cooperative‟ yang
usahanya sedang mengalami kesulitan keuangan dan diperkirakan masih
dapat beroperasi dengan menguntungkan, kreditnya dapat dipertimbangkan
untuk dilakukan persyaratan ulang.
c.

Restructuring (Penataan Ulang)

Yaitu perubahan syarat kredit yang menyangkut:Penambahan dana
bank, atauKonversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok
kredit baru, dan atauKonversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi
penyertaan bank atau mengambil partner yang lain untuk menambah
penyertaan.

d. Liquidation (Liquidasi)
Yaitu penjualan barang-barang yang dijadikan jaminan dalam rangka
pelunasan utang. Pelaksanaan likuidasi ini dilakukan terhadap kategori kredit
yang memang benar-benar menurut bank sudah tidak dapat lagi dibantu untuk
disehatkan kembali atau usaha nasabah yang sudah tidak memiliki prospek
untuk dikembangkan. Proses likuidasi ini dapat dilakukan dengan
menyerahkan penjualan barang tersebut kepada nasabah yang bersangkutan.
Sedang bagi bank-bank umum milik negara, proses penjualan barang jaminan
dan aset bank dapat diserahkan kepada BPPN, untuk selanjutnya dilakukan
eksekusi atau pelelangan.
4.5 Landasan Teori
Untuk menjelaskan aspek penelitian yang dikaji yaitu tentang faktorfaktor kredit macet oleh Kelompok SPP digunakan paradigma defenisi sosial.
Penulis melihat bahwa tindakan yang dilakukan pengurus terhadap anggota
dan

sebaliknya

merupakan

tindakan

yang

mempertimbangkan

dan

berorientasi pada prilaku orang lain serta mengandung arti dan makna
subjektif. Pandangan ini sesuai dengan pendapat Weber bahwa dalam
paradigma defenisi sosial yang menjadi studi sosiologi adlah tindakan sosial
antara hubungan sosial. Weber menyatakan bahwa tindakan sosial merupakan
tondakan individu sepanjang tindakannya itu mempunyai makna atau arti
subjektif bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain (Ritzer,
2004:38)
Weber (dalam Ritzer, 2004:38) mengemukakan 5 (lima) ciri pokok
yang menjadi sasaran penelitian sosiologi yaitu:
1. Tindakan manusia, yang menurut si aktor mengandung makna yang
subjektif. Ini meliputi berbagai tindakan nyata.
2. Tindakan nyata dan yang bersifat membatin sepenuhnya dan
bersifat subjektif.
3. Tindakan yang meliputi pengaruh positif dari suatu situasi, tindakan
yang sengaja diulang serta tindakan dalam bentuk persetujuan
secara diam-diam.
4. Tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau kepada beberapa
orang individu.
5. Tindakan itu memperhatikan tindakan orang lain dan terarah kepada
orang lain.
Sedangkan teori yang dipilih dalam menjelaskan permaslahan ini
adalah teori aksi. Teori aksi sebagia bagian dari paradigma defenisi sosial
mempunyai asumsi dasar sebagai berikut (Ritzer,2004:46):
1. Tindakan manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subjek
dan dari situasi eksternal dalam posisinya sebagai objek.
2. Sebagai subjek manusia bertindak dan berprilaku untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu. Jadi tindakan manusia bukan tanpa tujuan.
3. Dalam bertindak manusia menggunakan cara, tekhnik, prosedur,
metode, serta perangkat yang diperkirakan cocok untuk mencapai
tujuan tersebut.
4. Kelangsungan tindakan manusia hanya dibatasi oleh kondisi yang
tak dapat diubah dengan sendirinya.
5. Manusia memilih, menilai, mengevaluasi terhadap tindakan yang
akan, sedang dan akan dilkukannya.
6. Ukuran-ukuran, aturan-aturan atau prinsif-prinsif moral diharapkan
timbul pada saat pengambilan keputusan.
7. Studi mengenai hubugan sosial memerlukan pemakain tekhnik
penemuan yang bersifat subjektif seperti metode versetehen,
imajinasi, Sympathicreconstruction atau seakan-akan mengalami
sendiri(vicariousexperience).u
Kemudian Parson (daam Ritzer,2004:48-49) menyusun skema unit-unit dasar
tindakan sosial dengan karakteristik sebagai berikut :
1. Adanya individu sebagai aktor
2. Aktor dipandang sebagai pemburu tujuan-tujuan tertentu
3. Aktor mempunyai alternatif cara, alat serta tekhnik untuk mencapi
tujuannya
4. Aktor berhadapan dengan sejumlah kondisi situasional yang dapat
membatasi tindakannya dalam mencapai tujuan. Kendala tersebut
berupa situasi dan kondisi, sebagian ada yang tidak dapat
dikendalikan oleh individu. Misalnya kelamin dan tradisi
5. Aktor berada dibawah kendala dari nilai-nilai, norma-norma dan
berbagi ide abstrak yang mempengaruhinya dalam memilih dan
menentukan tujuan serta tindakan alternative untuk mencapai tujuan.
Contoh kendala kebudayaan.
Menurut teori aksi dalam paradigma defenisi sosial adalah bahwa
tindakan sosial merupakan suatu proses dimana aktor terlibat dalam
mengambil keputusan-keputusan subjektif tentang sarana dan cara mencapai
tujuan tertentu yang telah dipilih yang semua itu dibatasi kemungkinankemungkinan oleh sistem kebudayaan dalam bentuk norma-norma, ide-ide
dan nilai-nilai sosial.
Aktor mengejar tujuan dalam situasi dimana norma-norma atau nilainilai sosial mengarahkannya dalam memilih alternatife cara dan alat untuk
mencapai tujuan. Norma-norma itu tidak menetapkan pilihannya terhadap
cara atau alat, tetapi ditentukan oleh kemampuan aktor untuk memilih.
Kemampuan inilah yang disebut aktor sebagi voluntaris. Aktor menurut
voluntarism ini adalah pelaku yang aktif dan kreatif serta mempunyai
kemampuan untuk menilai dan memilih alternatif tindakan untuk mencapai
tujuan.

Kemudian C.H.Cooly dalam Ritzer,2004:47 menyatakan bahwa

selain kesadran subjektif, persaan-perasaan individu, sentiments dan ide-ide
merupakan faktor yang mendorong manusia untuk berinisiatif atau
mengakhiri tindakannya terhadap orang lain.
Kesimpulan utama dalam paradigma defenisi sosial adalah bahwa
tindakan sosial merupakan suatu proses dimana aktor terlibat dalam
pengambilan keputusan-keputusan tentang sarana dan cara untuk mencapi
tujuan tertentu dalam bentu norma-norma, ide-ide dan nilai-nilai sosial.
Didalm menghadapi situasi yang bersifat kendala bagi aktor mempunyai
sesuatu di dalam dirinya berupa kemampun berpikir untuk menentukan
tindakan dan tujuan-tujuan yang hendak dicapainya (Ritzer,2004:59)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif
dengan corak deskriptif. Menurut Bungin (2009:68) penelitian deskriptif
kualitatif untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai
situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada dimasyarakat yang
menjadi objek peelitian dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan
sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, gambaran tentang kondisi,
situasi ataupun fenomena tertentu.
Pemilihan pendekatan ini dikarenakan peneliti sebagai pelaku utama
yang melakukan proses penelitian dan mengamati secara langsung semua hal
yang berkaitan dengan tingkah laku manusia menjadi objek dalam penelitian,
dengan menggambarkan perkembangan dari fakta dan kondisi yang
ditemukan di lapangan.
3.2 Konseptualisasi Dan Defenisi Operasional
Tabel 1 Konseptualisasi dan Defenisi Operasional
N Aspek
o Penelitian

Defenisi
Konsep

1 Pembentuka Proses
. n Kelompok dibentuknya
Simpan
kumpulan dari
Pinjam
beberapa
Perempuan perempuan
(Kelompok untuk
SPP)
melakuakan
kegiatan
pengelolaan
dana
2 Mekanisme
pemberian
kredit dan
pengeloaan
dana
Simpan
Pinjam
Perempuan
(Kelompok
SPP)

Tahapantahapan yang
harus
dijalankan oleh
kelompok SPP
dalam dalam
menerima
kredit
dan
pengelolaan
kredit
mulai
dari
tahap
pengajuan
pinjaman
sampai
pada
tahap
pengembalian
pinjaman/kredit
3 Kemacetan Tahapananggota
tahapan yang
Perempuan harus
(Kelompok dijalankan
SPP) dalam anggota SPP
pengembali dalam proses
an
kemacetan
kredit/dana pengembalian
SPP
kredit/dana
pinjaman SPP
berdasarkan
syarat
dan

Defenisi Operasional

Tekhnik
Pengumpula
n Data
Jumlah Kelompok Wawancara
SPP Yang Ada Di Observasi
Padang Mumpo
Dokumentasi
Proses pembentukan
masing-masing
kelompok
Jumlah
anggota
masing-masing
kelompok
Jenis usaha masingmasing kelompok
Pengajuan
usulan Wawancara
pinjaman kelompok Observasi
kepada UPK
Dokumentasi
Jumlah dana yang
dipinjam
masingmasing kelompok
Syarat dan ketentua
meminjam
dana
oleh
anggota
terhadap kelompok
Kondisi
pegembalian
pinjaman
dana/kredit
oleh
masing-masing
kelompok

Sumber Data

Jumlah
anggota Wawancara
kelompok
yang Observasi
mengalami
Dokumentasi
kemacetan
dalam
proses pengmbalian
kredit/dana
pinjaman SPP
Penyebab terjadinya
kemacetan
dalam
pengembalian kredit
SPP oleh anggota
kelompok SPP

Anggota
Kelompok SPP
yang
Mengalami
Kemacetan
dalam
Pengembalian
Kredit/Dana
SPP

Kelompok SPP,
FK dan UPK

Kelompok SPP,
Wali Kampung,
UPK,
BKAN
MAN dan Tim
verifikasi
ketentuan yang
berlaku dalam
Kelompok SPP

Faktor-faktor yang
paling berpengaruh
dalam
menyebabkan kredit
macet di anggota
SPP
 Penggunaan dana
tepat guna
 Pembentukan
usaha yang tepat
sasaran
 Jumlah
pengahasilan
sebelum
atau
sesudah
mendapat
pinjaman

3.3 Tekhnik Pengumpulan Data
Tekhnik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melalui
wawancara, observasi dan dokumentasi
1. Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam dilakukan dengan mengajukan pertanyaan
secara langsung kepada informan dengan menggunakan pedoman wawancara
guna mendaptkan informasi secara lengkap, mendalam, komprehensif, sesuai
dengan tujuan penelitian. Wawancara ditujukan kepada:
1. Badan Pengawas-UPK (BP-UPK)
Wawancara akan dilakukan dengan salah satu anggota BP-UPK yaitu
Toppo, adapun pertanyaan yang akan diajukan mengenai tentang kinerja UPK
dalam mengelolah kegiatan SPP dan kondisi perkembangan serta sanksisanksi pada kegiatn SPP (khususnya terkait dengan kemacetan dalam
pengembalian dana SPP). Wawancara ini akan dilakukan dirumah Toppo.
2. Unit Pengelola Kegiatan (UPK)
Wawancara akan dilkukan dengan ketua UPK (Dapit) Bendahara UPK
(Ratih) dan bagian umum(Kardi). Wawancara akan dilakukan di kantor UPK
Kelurahan Massat dengan pertanyaan yang akan diajukan tentang sumber
dana, pelaku kegiatan, struktur kepengurusan, pembentukan kelompok
simapan pinjam, persyaratan untuk menjadi kelompok SPP, mekanisme
pengelolaan dana, sanksi kelompok yang bermasalah (Kredit Macet),
ketentuan bunga pinjaman, jenis-jenis bantuan atau kegiatan dari PNPM
Mandiri Pedesaan hingga evaluasi
3. Tim Verifikasi
Wawnacara akan dilakuka terhadap Sekretaris SPP Kelurahan Massat
di kantor UPK Kelurahan Massat yang akan langsung ditenui dirumahnya.
Adapun pertanyaan yang akan diajukan yaitu proses verifikasi, hal-hal yang
harus dilkukan dan diperhatikan pada saat verifikasi dan pertimbangan apa
saya yang menjadi patokan untuk sebuah kelompok dapat dinyatakan layak
sebagai kelompok SPP dan dapat didanai serta bagaiman tngkat kehadiran
dari anggota kelompok SPP dan Tim Verifikasi pada saaat verifikasi.
4. Fasilitator Kecamatan
Wawancara

akan

dilakukan

terhadap

Yeka

selaku

Fasilitator

Kecamatan. Adapun pertanyaan yang akan diajukan yaitu tujuan dan prinsif
dari prinsif PNPM Mandiri Pedesaan, kondisi, intensitas, dan permasalahan
yang sering muncul pada saat sosialisasi kegiatan/program.
5. Pendamping Lapangan
Wawancara akan dilkukan terhadap Dedi dikantor UPK Kelurahan
Massat, dengan pertanyaan yang akan diajuka yaitu, kondisi pada saat
sosialisasi kegiatan, pembentukan kelompok, penyebab penunggaan(kredit
macet) kondisi kehidupan ekonomi masyarakt Padang Mampo. Pemilihan
Dedi karena merupakan penduduk asli Padang Mampo pada sat berkunjung
ke lapangan atau ke kampung Padang Mampo yang bermsalah pada kredit
macet.
6. Anggota Simpan Pinjam Perempuan Yang Mengalami Kredit Macet
dalam pengembalian Kredit/Dana SPP
Wawancara ini akan dilkukan terhadap anggota SPP Padang Mampo
yang mengalami kredit Macet dalam pengembalian kredit/dana SPP antara
lain : Sus, Nur, Sui, Seni, Lia, Resi, Delta, Bella, Iles, Zul, Neng, Mar, Niem,
Sasmi, Mid, Fatimah, Leli, Rut, Erna, dan Ani. Wawancara akan dilkukan
dirumah masing anggota SPP yang Mengalami Kemacetan dalam kredit
macet. Adapun pertanyaan yang akan diajukana antara lain : proses
pembentuka kelompok, tujuan menjadi anggota kelompok, ketentuan
kelompok, jumlah peminjaman kredit/dana SPP, pemamfaat dana, jenis usaha
yag dijalankan, hasil sesudaah atau sebelum peminjaman, penyebab
penunggaan (fakto-faktor penyebab penunggaan kredit, alokasi dana yang
bersifat kebalikan , sistematis manajemen keuangaan, jenis usahanya)
7. Tanggapan Tokoh Masyarakat dan Perangkat Kampung dan
orang/lembaga yang terkait dalam kegiatan SPP yang anggot SPP
mengalami kredit macet dalam pengembaliannya.
Adapun tokoh masyarakat yang akan diwawancarai antara lain : Wali
Kampung (Basri), Tokoh Agama (Ujang), Kepala Desa (Saini)
Hdsdh;sdho;hsddsjsdv
2. Pengamatan (Observasi)
Pengamatan terhadap pengelola dilakukan dengan mengamati berbagai
kehadiran, sikap dan hal-hal yang disampaikan dan Tim Verifikasi terhadap
anggota dan semua peserta SPP.
Pengamatan yang paling mendasar yang akan dikerjakan terhadap
anggota SPP yang mengalami kemacetan Kredit dalam pengembalikan dana
SPP. Pengmatan-pengamatan antara lain : surat keterangan peminjaman
kredit SPP, kerangka perencanan pembukaan usaha, lokasi pembukaan usaha,
jenis usaha yang akan direleasasikan, pendapatan sebelum pinjaman SPP dan
setelah mendapat pinjaman(Krdit), kelebihan dan kekurangan usaha dan,
transaksi keterangan pembayaran perbulan. Selain itu pengamatan juga
dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan yang sifatnya insidential seperti
melakukan peninjauan langsung ke lapanga atau kelompok SPP yang proses
pengembaliannya macet.
3. Dokumentasi
Pemanfaatan dokumen dalam tekhni pengumpulan data penelitian ini
berguna untuk mengumpulkan dan merekam data yang bersifat dokumentatif,
seperti arsip-arsip penting, poto-poto kegiatan dan lainnya. Arsip-arsip
penting yang akan dikumpulka seperti, profil desa, Petunjuk Tehknik
Operasional, Dokumen Usulan (Proposal) SPP, Proposal Kegiatan, Buku
Kredit, Struk Keterlambatan pembayaran kredit, dan arsip-arsip penting
lainya untuk mendukung inforamsi yang valid, sementara itu foto-foto yang
dihimpun seperti poto-poto jenis usaha yang dikelola yang mengalami
kemacetan dan semua kegiatan yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan SPP
di desa Massat.

3.4 Kriteria Penentuan Informan
Menurut Moleong (2008:90), informan penelitian adalah orang yang
dimanfaatkan untuk informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian.
Dalam penelitian ini, informan diperoleh dengan menggunakan cara
snowballing sampling

karena penelitian tidak mengetahui siapa yang

memahami objek penelitian.

3.5 Tekhnik Analisis Data
Analisis data akan dilkukan dalamm tiga tahap, yaitu mereduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan (lihat Suprayogo & Tabroni).
Reduksi data merupakan proses mengindentifikasi data secara pemilihan
pemusatan perhatian pada penyerdahanaan, transformasi dan data kasar yang
muncul di dalam catatan – catatan lapangan. Sementara itu, penyajian data
merupakan kegiatan penyajian sekumpulan informasi dalam bentuk teks
naratif yang dibantu dengan bagan, tabel, matrik, grafik, jaringan untuk
mempertajam pemahaman peneliti terhadap informasi yang diperoleh. Dan
penarikan ksimpulan merupakan mencari arti, penjelasan, konfigurasi yang
mungkin, hubungan sebab akibat, pola-pola dan proposisi. Peanarikan
kesimpulan dilakukan secara cermat dengan melakukan verifikasi berupa
tinjauan ulang terhadap catatan-catatan lapangan sehingga data-data yang ada
teruji validitasnya.
DAFTAR PUSTAKA

Ach. Wazir Ws., et al., ed. 1999. Panduan Penguatan Menejemen
Lembaga Swadaya Masyarakat. Jakarta: Sekretariat Bina Desa dengan
dukungan AusAID melalui Indonesia HIV/AIDS and STD Prevention and
Care Project.
Adisasmita, Rahardjo. 2006. Membangunan Desa Partisipastif. Graha
Ilmu. Yogyakarta.
Bungin, Burhan. 2006. Sosiology Komunikasi :Teory Paradigma dan
Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta. Rencana.
Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. PT Gramedia Widiasarana
Indonesia. Jakarta.
http://www.pnpm-perdesaan.or.id/?page=halaman&story_id=21
akses Juli 2013

di

http://www.pnpm-perdesaan.org/ di akses13 Juli 2013 pukul 19.32
wib
Kementerian Pekerjaan Umum. 2012. Petunjuk Teknis Pinjaman
Bergulir. Cipta Karya. Jakarta.
Lembaga Penelitian SMERU.2003.BUKU 1 Upaya Penguatan Usaha
Mikro dalam Rangka Peningkatan Ekonomi Perempuan(Sukabumi, Bantul,
Kebumen, Padang,Surabaya, Makassar). Jakarta. Smeru.
Moleong, Lexy. 2008. Metode Penelitian Kulitatif. Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Nasution, Zulkariemen. 2007. Awal dan Pengertian Pembangunan.
Dari webpage http://one.indoskiripsi .com/node/3333(diakses pada tanggal 14
Juli 2013)
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian
Survai. LP3ES Soelaiman, Holil. 1980. Partisipasi Sosial Dalam Usaha
Kesejahteraan Sosial. Bandung. Sudarta, wayan. 2007. peranan wanita
dalam pembangunan berwawasan gender. bali. udayana.
Suharsini. 1998. Prosedur
Praktek.Jakrta. Bhineka Cipta.

Penelitian

Suatu

Pendekatan
Suprayoga & Tabroni Iman, 2001. Metodologi Penelitian Sosial
Agama. Yogyakarta. Pustaka Pelajar
Tim Koordinasi PNPM Mandiri Perdesaan. „t.b.‟ . Petunjuk Teknis
Operasional Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
Perdesaan. Jakarta.
Tim Pengendalian PNPM-Mandiri.2008. PNP Mandiri. Jakarta.
Direktorat Pekerjaan Umum
Tim Penyusun Pedoman Umum PNPM Mandiri. 2007. Pedoman
Umum PNPM Mandiri. Jakarta. Tim PNPM
Uphof, NT Cohen JM, dan Goldsmith. 1979. Development
Committee: Feasibility and Application of Rural Development Participation’
A State of-the arth paper. New York: Cornell University.

Wahyuni, Sri. 2006. Proses Komunikasi dan Partisipasi Dalam
Pembangunan Masyarakat Desa, Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan
Ciampea Kabupaten Bogor [Tesis]. Bogor. Institut Pertanian Bogor.

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

Majalah telisik edisi konawe
Majalah telisik edisi konaweMajalah telisik edisi konawe
Majalah telisik edisi konaweTELISIKID
 
PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT KOTA BEKASI
PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT KOTA BEKASI PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT KOTA BEKASI
PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT KOTA BEKASI Witra Apdhi Almash
 
Madekarapesinunpadbab1
Madekarapesinunpadbab1Madekarapesinunpadbab1
Madekarapesinunpadbab1Dewi Abiz
 
Skripsi peranan kepala desa dalam melaksanakan tugas administrasi desa
Skripsi  peranan kepala desa dalam melaksanakan tugas administrasi desaSkripsi  peranan kepala desa dalam melaksanakan tugas administrasi desa
Skripsi peranan kepala desa dalam melaksanakan tugas administrasi desaOperator Warnet Vast Raha
 
73523 id-rancangan-pembukuan-akuntansi-berbasis-e
73523 id-rancangan-pembukuan-akuntansi-berbasis-e73523 id-rancangan-pembukuan-akuntansi-berbasis-e
73523 id-rancangan-pembukuan-akuntansi-berbasis-eAri Sutejo
 
Materi 9 good governance dan otonomi daerah
Materi 9 good governance dan otonomi daerahMateri 9 good governance dan otonomi daerah
Materi 9 good governance dan otonomi daerahfirdaanggraeni2
 
Dana Insentif Desa sebagai Pendorong Peningkatan Kinerja Desa (Studi pada Kab...
Dana Insentif Desa sebagai Pendorong Peningkatan Kinerja Desa (Studi pada Kab...Dana Insentif Desa sebagai Pendorong Peningkatan Kinerja Desa (Studi pada Kab...
Dana Insentif Desa sebagai Pendorong Peningkatan Kinerja Desa (Studi pada Kab...ferie007
 
Paparan draft lap akhir pel kab cianjur 27 des 2018
Paparan draft lap akhir pel kab cianjur 27 des 2018Paparan draft lap akhir pel kab cianjur 27 des 2018
Paparan draft lap akhir pel kab cianjur 27 des 2018Kotjo Negoro
 
04 2018 spektrum fisip updmb pembangunan sosial di perbatasan di kec.jogoi ba...
04 2018 spektrum fisip updmb pembangunan sosial di perbatasan di kec.jogoi ba...04 2018 spektrum fisip updmb pembangunan sosial di perbatasan di kec.jogoi ba...
04 2018 spektrum fisip updmb pembangunan sosial di perbatasan di kec.jogoi ba...TaufiqurokhmanTaufiq
 
Laporankegiatanbkmjatimandiri online.docx
Laporankegiatanbkmjatimandiri online.docxLaporankegiatanbkmjatimandiri online.docx
Laporankegiatanbkmjatimandiri online.docxChoirul Anwar
 
Rancangan aktualisasi media sosial
Rancangan aktualisasi media sosialRancangan aktualisasi media sosial
Rancangan aktualisasi media sosialArdyChandra2
 
inkubasi bisnis bumdes dan umkm pedesaan - Sarapan SDGs Desa
inkubasi bisnis bumdes dan umkm pedesaan - Sarapan SDGs Desainkubasi bisnis bumdes dan umkm pedesaan - Sarapan SDGs Desa
inkubasi bisnis bumdes dan umkm pedesaan - Sarapan SDGs DesaTV Desa
 
Tugas makro 3se3_wulandaripermatasari_09.6171_koperasiprovinsikalimantanselatan
Tugas makro 3se3_wulandaripermatasari_09.6171_koperasiprovinsikalimantanselatanTugas makro 3se3_wulandaripermatasari_09.6171_koperasiprovinsikalimantanselatan
Tugas makro 3se3_wulandaripermatasari_09.6171_koperasiprovinsikalimantanselatanWulandari Permatasari
 

La actualidad más candente (19)

Majalah telisik edisi konawe
Majalah telisik edisi konaweMajalah telisik edisi konawe
Majalah telisik edisi konawe
 
545 881-1-sm
545 881-1-sm545 881-1-sm
545 881-1-sm
 
PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT KOTA BEKASI
PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT KOTA BEKASI PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT KOTA BEKASI
PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT KOTA BEKASI
 
Madekarapesinunpadbab1
Madekarapesinunpadbab1Madekarapesinunpadbab1
Madekarapesinunpadbab1
 
Skripsi
SkripsiSkripsi
Skripsi
 
21 Inspirator Pembangunan Daerah
21 Inspirator Pembangunan Daerah21 Inspirator Pembangunan Daerah
21 Inspirator Pembangunan Daerah
 
Skripsi peranan kepala desa dalam melaksanakan tugas administrasi desa
Skripsi  peranan kepala desa dalam melaksanakan tugas administrasi desaSkripsi  peranan kepala desa dalam melaksanakan tugas administrasi desa
Skripsi peranan kepala desa dalam melaksanakan tugas administrasi desa
 
73523 id-rancangan-pembukuan-akuntansi-berbasis-e
73523 id-rancangan-pembukuan-akuntansi-berbasis-e73523 id-rancangan-pembukuan-akuntansi-berbasis-e
73523 id-rancangan-pembukuan-akuntansi-berbasis-e
 
Materi 9 good governance dan otonomi daerah
Materi 9 good governance dan otonomi daerahMateri 9 good governance dan otonomi daerah
Materi 9 good governance dan otonomi daerah
 
Dana Insentif Desa sebagai Pendorong Peningkatan Kinerja Desa (Studi pada Kab...
Dana Insentif Desa sebagai Pendorong Peningkatan Kinerja Desa (Studi pada Kab...Dana Insentif Desa sebagai Pendorong Peningkatan Kinerja Desa (Studi pada Kab...
Dana Insentif Desa sebagai Pendorong Peningkatan Kinerja Desa (Studi pada Kab...
 
Potret Tindak Lanjut Temuan BPK
Potret Tindak Lanjut Temuan BPKPotret Tindak Lanjut Temuan BPK
Potret Tindak Lanjut Temuan BPK
 
Paparan draft lap akhir pel kab cianjur 27 des 2018
Paparan draft lap akhir pel kab cianjur 27 des 2018Paparan draft lap akhir pel kab cianjur 27 des 2018
Paparan draft lap akhir pel kab cianjur 27 des 2018
 
04 2018 spektrum fisip updmb pembangunan sosial di perbatasan di kec.jogoi ba...
04 2018 spektrum fisip updmb pembangunan sosial di perbatasan di kec.jogoi ba...04 2018 spektrum fisip updmb pembangunan sosial di perbatasan di kec.jogoi ba...
04 2018 spektrum fisip updmb pembangunan sosial di perbatasan di kec.jogoi ba...
 
Laporankegiatanbkmjatimandiri online.docx
Laporankegiatanbkmjatimandiri online.docxLaporankegiatanbkmjatimandiri online.docx
Laporankegiatanbkmjatimandiri online.docx
 
Paper apem (kelompok)
Paper apem (kelompok)Paper apem (kelompok)
Paper apem (kelompok)
 
Presentasi hasil kajian diskresi
Presentasi hasil kajian diskresiPresentasi hasil kajian diskresi
Presentasi hasil kajian diskresi
 
Rancangan aktualisasi media sosial
Rancangan aktualisasi media sosialRancangan aktualisasi media sosial
Rancangan aktualisasi media sosial
 
inkubasi bisnis bumdes dan umkm pedesaan - Sarapan SDGs Desa
inkubasi bisnis bumdes dan umkm pedesaan - Sarapan SDGs Desainkubasi bisnis bumdes dan umkm pedesaan - Sarapan SDGs Desa
inkubasi bisnis bumdes dan umkm pedesaan - Sarapan SDGs Desa
 
Tugas makro 3se3_wulandaripermatasari_09.6171_koperasiprovinsikalimantanselatan
Tugas makro 3se3_wulandaripermatasari_09.6171_koperasiprovinsikalimantanselatanTugas makro 3se3_wulandaripermatasari_09.6171_koperasiprovinsikalimantanselatan
Tugas makro 3se3_wulandaripermatasari_09.6171_koperasiprovinsikalimantanselatan
 

Destacado

Konsep dasar akuntansi_dan_pelaporan_keuangan_jilid_3
Konsep dasar akuntansi_dan_pelaporan_keuangan_jilid_3Konsep dasar akuntansi_dan_pelaporan_keuangan_jilid_3
Konsep dasar akuntansi_dan_pelaporan_keuangan_jilid_3Willy Nur Wahyudi
 
Pak masri-Penerapan System Online Payment Point (SOPP)
Pak masri-Penerapan System Online Payment Point (SOPP) Pak masri-Penerapan System Online Payment Point (SOPP)
Pak masri-Penerapan System Online Payment Point (SOPP) Masriermawijya
 
Perlakuan akuntansi sektor publik desa di indonesa
Perlakuan akuntansi sektor publik desa di indonesaPerlakuan akuntansi sektor publik desa di indonesa
Perlakuan akuntansi sektor publik desa di indonesariyanto apri
 
ANALISIS FAKTOR YANG MENJADI KEPUTUSAN KONSUMEN DALAM MEMBELI SEPEDA MOTOR HO...
ANALISIS FAKTOR YANG MENJADI KEPUTUSAN KONSUMEN DALAM MEMBELI SEPEDA MOTOR HO...ANALISIS FAKTOR YANG MENJADI KEPUTUSAN KONSUMEN DALAM MEMBELI SEPEDA MOTOR HO...
ANALISIS FAKTOR YANG MENJADI KEPUTUSAN KONSUMEN DALAM MEMBELI SEPEDA MOTOR HO...Uofa_Unsada
 

Destacado (6)

Konsep dasar akuntansi_dan_pelaporan_keuangan_jilid_3
Konsep dasar akuntansi_dan_pelaporan_keuangan_jilid_3Konsep dasar akuntansi_dan_pelaporan_keuangan_jilid_3
Konsep dasar akuntansi_dan_pelaporan_keuangan_jilid_3
 
Pak masri-Penerapan System Online Payment Point (SOPP)
Pak masri-Penerapan System Online Payment Point (SOPP) Pak masri-Penerapan System Online Payment Point (SOPP)
Pak masri-Penerapan System Online Payment Point (SOPP)
 
Perlakuan akuntansi sektor publik desa di indonesa
Perlakuan akuntansi sektor publik desa di indonesaPerlakuan akuntansi sektor publik desa di indonesa
Perlakuan akuntansi sektor publik desa di indonesa
 
Laporan ppl (contoh)
Laporan ppl (contoh)Laporan ppl (contoh)
Laporan ppl (contoh)
 
Kredit Macet
Kredit MacetKredit Macet
Kredit Macet
 
ANALISIS FAKTOR YANG MENJADI KEPUTUSAN KONSUMEN DALAM MEMBELI SEPEDA MOTOR HO...
ANALISIS FAKTOR YANG MENJADI KEPUTUSAN KONSUMEN DALAM MEMBELI SEPEDA MOTOR HO...ANALISIS FAKTOR YANG MENJADI KEPUTUSAN KONSUMEN DALAM MEMBELI SEPEDA MOTOR HO...
ANALISIS FAKTOR YANG MENJADI KEPUTUSAN KONSUMEN DALAM MEMBELI SEPEDA MOTOR HO...
 

Similar a FAKTOR PENGARUHI KREDIT MACET SPP

Pendekar perempuan
Pendekar perempuanPendekar perempuan
Pendekar perempuanBadawi Mozl
 
Buletin sukaratu ed.mei 2014
Buletin sukaratu ed.mei 2014Buletin sukaratu ed.mei 2014
Buletin sukaratu ed.mei 2014Erwin Ginanjar
 
Proposal sati 27 02 2019
Proposal sati 27 02 2019Proposal sati 27 02 2019
Proposal sati 27 02 2019heri kustadi
 
Pembetulan skripsy
Pembetulan skripsyPembetulan skripsy
Pembetulan skripsyFitryII
 
Pengembangan Skema Audit Sosial Berbasis Masyarakat Dalam PNPM - MP di Provin...
Pengembangan Skema Audit Sosial Berbasis Masyarakat Dalam PNPM - MP di Provin...Pengembangan Skema Audit Sosial Berbasis Masyarakat Dalam PNPM - MP di Provin...
Pengembangan Skema Audit Sosial Berbasis Masyarakat Dalam PNPM - MP di Provin...konsepsintb
 
ANALISIS KINERJA BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) DAN IMPLIKASINYA BAGI KEMAND...
ANALISIS KINERJA BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) DAN IMPLIKASINYA BAGI KEMAND...ANALISIS KINERJA BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) DAN IMPLIKASINYA BAGI KEMAND...
ANALISIS KINERJA BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) DAN IMPLIKASINYA BAGI KEMAND...Adijaya Group
 
Penilitian Operional Model Penguatan Kapasitas PPKBD dan Sub PPKBD Pada Era O...
Penilitian Operional Model Penguatan Kapasitas PPKBD dan Sub PPKBD Pada Era O...Penilitian Operional Model Penguatan Kapasitas PPKBD dan Sub PPKBD Pada Era O...
Penilitian Operional Model Penguatan Kapasitas PPKBD dan Sub PPKBD Pada Era O...Muhammad Pratama
 
Brief Note-23-2016-dana desa
Brief Note-23-2016-dana desaBrief Note-23-2016-dana desa
Brief Note-23-2016-dana desaprimahendra
 
Baitul maal wat tamwil (bmt)
Baitul maal wat tamwil (bmt)Baitul maal wat tamwil (bmt)
Baitul maal wat tamwil (bmt)rasyid ridha
 
Pnpm mandiri pedesaan
Pnpm mandiri pedesaanPnpm mandiri pedesaan
Pnpm mandiri pedesaanBeta Iriawan
 
Buku-Pemetaan Program Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).pdf
Buku-Pemetaan Program Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).pdfBuku-Pemetaan Program Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).pdf
Buku-Pemetaan Program Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).pdfFajar Baskoro
 
Ringkasan_Pemetaan Program Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah (UMK...
Ringkasan_Pemetaan Program Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah (UMK...Ringkasan_Pemetaan Program Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah (UMK...
Ringkasan_Pemetaan Program Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah (UMK...Fajar Baskoro
 
Pedoman umum urban poverty project 2 kata pengantar
Pedoman umum urban poverty project 2   kata pengantarPedoman umum urban poverty project 2   kata pengantar
Pedoman umum urban poverty project 2 kata pengantarAdvisory Specialist for P2KP
 
Presentasi launching pkkpm
Presentasi launching pkkpmPresentasi launching pkkpm
Presentasi launching pkkpmTubagus Enoy
 
Makalah posyandu dan kms AKBID YKN CABANG RAHA
Makalah posyandu dan kms AKBID YKN CABANG RAHA Makalah posyandu dan kms AKBID YKN CABANG RAHA
Makalah posyandu dan kms AKBID YKN CABANG RAHA Operator Warnet Vast Raha
 
ANALISIS KINERJA BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) DAN IMPLIKASINYA BAGI KEMAND...
ANALISIS KINERJA BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) DAN IMPLIKASINYA BAGI KEMAND...ANALISIS KINERJA BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) DAN IMPLIKASINYA BAGI KEMAND...
ANALISIS KINERJA BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) DAN IMPLIKASINYA BAGI KEMAND...Adijaya Group
 

Similar a FAKTOR PENGARUHI KREDIT MACET SPP (20)

Pendekar perempuan
Pendekar perempuanPendekar perempuan
Pendekar perempuan
 
Buletin sukaratu ed.mei 2014
Buletin sukaratu ed.mei 2014Buletin sukaratu ed.mei 2014
Buletin sukaratu ed.mei 2014
 
Proposal sati 27 02 2019
Proposal sati 27 02 2019Proposal sati 27 02 2019
Proposal sati 27 02 2019
 
Pembetulan skripsy
Pembetulan skripsyPembetulan skripsy
Pembetulan skripsy
 
Pengembangan Skema Audit Sosial Berbasis Masyarakat Dalam PNPM - MP di Provin...
Pengembangan Skema Audit Sosial Berbasis Masyarakat Dalam PNPM - MP di Provin...Pengembangan Skema Audit Sosial Berbasis Masyarakat Dalam PNPM - MP di Provin...
Pengembangan Skema Audit Sosial Berbasis Masyarakat Dalam PNPM - MP di Provin...
 
Bab I
Bab IBab I
Bab I
 
ANALISIS KINERJA BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) DAN IMPLIKASINYA BAGI KEMAND...
ANALISIS KINERJA BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) DAN IMPLIKASINYA BAGI KEMAND...ANALISIS KINERJA BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) DAN IMPLIKASINYA BAGI KEMAND...
ANALISIS KINERJA BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) DAN IMPLIKASINYA BAGI KEMAND...
 
Penilitian Operional Model Penguatan Kapasitas PPKBD dan Sub PPKBD Pada Era O...
Penilitian Operional Model Penguatan Kapasitas PPKBD dan Sub PPKBD Pada Era O...Penilitian Operional Model Penguatan Kapasitas PPKBD dan Sub PPKBD Pada Era O...
Penilitian Operional Model Penguatan Kapasitas PPKBD dan Sub PPKBD Pada Era O...
 
Brief Note-23-2016-dana desa
Brief Note-23-2016-dana desaBrief Note-23-2016-dana desa
Brief Note-23-2016-dana desa
 
Baitul maal wat tamwil (bmt)
Baitul maal wat tamwil (bmt)Baitul maal wat tamwil (bmt)
Baitul maal wat tamwil (bmt)
 
Pnpm mandiri pedesaan
Pnpm mandiri pedesaanPnpm mandiri pedesaan
Pnpm mandiri pedesaan
 
545 881-1-sm
545 881-1-sm545 881-1-sm
545 881-1-sm
 
Buku-Pemetaan Program Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).pdf
Buku-Pemetaan Program Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).pdfBuku-Pemetaan Program Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).pdf
Buku-Pemetaan Program Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).pdf
 
Ringkasan_Pemetaan Program Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah (UMK...
Ringkasan_Pemetaan Program Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah (UMK...Ringkasan_Pemetaan Program Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah (UMK...
Ringkasan_Pemetaan Program Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah (UMK...
 
Pedoman umum urban poverty project 2 kata pengantar
Pedoman umum urban poverty project 2   kata pengantarPedoman umum urban poverty project 2   kata pengantar
Pedoman umum urban poverty project 2 kata pengantar
 
Presentasi launching pkkpm
Presentasi launching pkkpmPresentasi launching pkkpm
Presentasi launching pkkpm
 
Dimana Peran BUMN ?
Dimana Peran BUMN ?Dimana Peran BUMN ?
Dimana Peran BUMN ?
 
Makalah posyandu dan kms AKBID YKN CABANG RAHA
Makalah posyandu dan kms AKBID YKN CABANG RAHA Makalah posyandu dan kms AKBID YKN CABANG RAHA
Makalah posyandu dan kms AKBID YKN CABANG RAHA
 
Makalah posyandu dan kms
Makalah posyandu dan kmsMakalah posyandu dan kms
Makalah posyandu dan kms
 
ANALISIS KINERJA BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) DAN IMPLIKASINYA BAGI KEMAND...
ANALISIS KINERJA BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) DAN IMPLIKASINYA BAGI KEMAND...ANALISIS KINERJA BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) DAN IMPLIKASINYA BAGI KEMAND...
ANALISIS KINERJA BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) DAN IMPLIKASINYA BAGI KEMAND...
 

Último

Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdftsaniasalftn18
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxHeruFebrianto3
 
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptx
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptxPRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptx
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptxPCMBANDUNGANKabSemar
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxsyafnasir
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptxSBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptxFardanassegaf
 
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdfPPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdfNatasyaA11
 
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptxSKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptxg66527130
 
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdfPEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdfMMeizaFachri
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxmtsmampunbarub4
 
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptxMTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptxssuser0239c1
 
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdfMA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdfcicovendra
 
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasMembuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasHardaminOde2
 
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdfWahyudinST
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...Kanaidi ken
 
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKAPPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKARenoMardhatillahS
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisNazla aulia
 
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmaksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmeunikekambe10
 
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdfsandi625870
 
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdfrpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdfGugunGunawan93
 

Último (20)

Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
 
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptx
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptxPRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptx
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptx
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptxSBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
 
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdfPPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
 
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptxSKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
 
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdfPEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
 
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptxMTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
 
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdfMA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
 
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasMembuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
 
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
 
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKAPPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
 
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmaksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
 
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
 
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdfrpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
 

FAKTOR PENGARUHI KREDIT MACET SPP

  • 1. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBALIAN KREDIT MACET SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN (SPP) PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI (PNPM-M) PERDESAAN (Penelitian Di Desa Masat,Kecamatan Pino, Kabupaten Bengkulu Selatan, Provinsi Bengkulu) Logo Disusun oleh:
  • 2. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM Mandiri Perdesaan atau PNPM Perdesaan) merupakan salah satu mekanisme program pemberdayaan masyarakat yang digunakan PNPM Mandiri dalam upaya mempercepat penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja di wilayah tingkat pedesaan. Tujuan utama program ini adalah untuk membantu mensejahterakan masyarakat di tingkat pedesaan dengan memandirikan anggotanya (Tim Penyusun Pedoman Umum PNPM Mandiri:2007). Program PNPM ini terdiri dari tiga program pokok yang sudah ajeg disusun oleh pemerintah pusat, yaitu pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Pembiayaan program ini berasal dari alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), serta dana hibah dari sejumlah lembaga pemberi bantuan. Mekanisme berjalannya program ini sepenuhnya mengadopsi mekanisme dan prosedur Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang telah dilaksanakan sejak tahun 1998. PNPM Mandiri sendiri diresmikan oleh Presiden RI pada tanggal 30 April 2007 di Kota Palu, Sulawesi Tengah. Program ini dalam pelaksanaannya memusatkan kegiatan bagi masyarakat paling miskin di wilayah pedesaan. Program ini menyediakan fasilitasi pemberdayaan masyarakat/ kelembagaan lokal, pendampingan, pelatihan, serta dana Bantuan Langsung untuk Masyarakat (BLM) kepada masyarakat secara langsung. Dalam pelaksanaan programnya seluruh anggota masyarakat diajak terlibat dalam setiap tahapan kegiatan secara partisipatif, mulai dari proses perencanaan, pengambilan keputusan dan pengelolaan dana sesuai kebutuhan paling prioritas di desanya, hingga pelaksanaan kegiatan
  • 3. dan pelestariannya.(Tim Penyusun Pedoman Umum PNPM Mandiri:2007) Program ini sangat strategi karena menyiapkan landasan kemandirian masyarakat berupa “lembaga kepimpinan masyarakat” yang representatif, mengakar dan kondusif bagi perkembangan modal sosial (sosial capital) masyarakat di masa mendatang, serta menyiapkan “program masyarakat jangka menengah dalam penanggulangan kemiskinan” yang menjadi pengikat dalam kemitraan masyarakat dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat. Lembaga kepemimpinan masyarakat tersebut, disebut juga Badan atau Lembaga Keswadayaan Masyarakat (disingkat BKM/ LKM) dibentuk melalui kesadaran kritis masyarakat untuk menggali kembali nilai – nilai luhur kemanusiaan dan nilai – nilai kemasyarakatan sebagai pondasi modal sosial kehidupan masyarakat. BKM/ LKM ini diharapkan mampu menjadi wadah perjuangan kaum miskin dalam menyuarakan aspirasi dan kebutuhan mereka, sekaligus menjadi motor bagi upaya penanggulangan kemiskinan yang dijalankan oleh masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan, mulai dari proses penentuan, pengambilan keputusan, proses penyusunan program, pelaksanaan program hingga pemanfaatan dan pemeliharaan. Dengan adanya open menu tentang penyuluhan PNPM Pedesaan ini membuat antusiasnya seluiruh warga untuk berperan aktip dalam penanggulan kemiskinan, hal ini ditunjukan dengan perkembangan PNPM Pedesaan sudah cukup baik dan berjalan lancar, hal itu bisa kita lihatkan pada data statistik PNPM Pedesaan Tahun 2012. Dari data tersebut bisa kita lihat adanya tingkat kerangka pikiran masyarat dalam mengelolah dana yang diperuntuhkan untuk perbaikan ekonomi masyarakt. Masyarakat mulai sadar dan beralih untuk peminjaman dana ke PNPM Pedesaan khususnya SPP PNPM Pedesaan. Simpan Pinjam Perempuan (SPP-PNPM) merupakan kegiatan yang dilakukan oleh kaum perempuan dengan aktivitas pengelolaan dana simpanan dan pengelolaan dana pinjaman. Secara umum alokasi dana untuk kegiatan ini maksimal 25 persen dari dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) di
  • 4. kecamatan. Dengan adanya SPP-PNPM ini sangat membantu sekali masyrakat untuk meningkatkan perekonomiannya, hal ini dapat saya lampirkan pada SPP-PNPM Desa Kelurahan Masat, Kecamtan Pino Kabupaten Bengkulu Selatan. Dimana data menunjukan adanya peningkatan peminjaman dana kepada masyarakat dan wawancara kepada beberapa masyarakat Desa Kelurahan Massat, Kecamatan Pino tentang SPP-PNPM Pedesaan antara lain: SPP-PNPM sangat membatu sekali bagi kami warga kurang mampu soalnya kami bisa mengembangkan usaha kami dengan pengembalian dana yang bunganya relatief rendah (Wawancara, Ibu, 45, Desa Kelurahan Massat, 21 April 2013) “PNPM juga menyediakan dana sosial yang bisa digunakan untuk keperluan-keperluan yang dianggap penting, misalnya, jika ada anggota keluarga yang sakit, yang diambilkan dari dana SPP. (Wawancara, laki-laki, 46, Desa Kelurahan Massat, 21 April 2013)” Selain itu, SPP dianggap dapat memberikan kontribusi untuk mengembangkan usaha warga yang sudah ada dan, dalam beberapa kasus, SPP juga bisa menstimulasi warga untuk menciptakan usaha baru. Seorang informan mengatakan, ”Seperti saya sekarang. Modal dari PNPM. Saya buka usaha dan berkembang” (FGD Perempuan Menengah, 26, Kecamtan Pino raya, 6 Juni 2013), sementara seorang informan lainnya berkata, ”Pembangunan jalan membantu karena bisa memperlancar jalan dan SPP membuat perempuan seperti raja” (FGD Laki-Laki Menengah, 40, Kecamatan Pino, 14 Mei 2013). Dari data diatas SPP-PNPM Kecamatan Pino terdapat peningkatan peminjaman dana seperti halnya yang disampaikan beberapa warga Desa Kelurahan Masat, sedangkan pada data pengembalian dana SPP-PNPM terdapat Kemacetan dalam proses pengembalian dana yaitu adanya debitur yang terlambat membayar kredit sampai tanggal jatuh tempo. Adapun data yang penulis peroleh dari pihak SPP-PNPM Kecamtan Pino adalah sebagai berikut :
  • 5. 1.1 Tabel Kredit Macet SPP-PNPM Pedesaan Desa Kelurahan Massat Tahun Σ Kredit Disalurkan Σ Kredit macet Prosentase 2010 Rp 1.288.448.500 Rp 98.779.675 7,66 % 2011 Rp 2.163.828.931 Rp 131.895.86 66,25 % 2012 Rp 2.447.220.804 Rp 123.815.90 35,06 % Sumber : PNPM Pedesaan Kelurahan Masat Kec. Pino. Data tersebut diatas menunjukkan bahwa kredit macet pada tahun 2010 ke tahun 2011 mengalami penurunan sebesar 1,41 % dan pada akhir Okober 2012 nilai kredit macet juga mengalami penurunan sebesar 1,19 %. Selain itu, ditemukan pula usaha-usaha untuk menyiasati aturan program agar warga bisa mendapatkan manfaat secara lebih mudah. Di antara beberapa gejala yang ditemukan adalah adanya pembuatan kelompokkelompok usaha secara instan untuk memenuhi syarat mengajukan SPP. Ada juga kasus di mana nama orang miskin dicatut oleh warga lebih mampu agar warga tersebut bisa menjadi penerima SPP. Namun, pencatutan nama ini dianggap sesuatu yang legal, sebuah jalan keluar bagi persoalan susahnya menyalurkan dana SPP sesuai dengan peraturan program. Berdasarkan data yang yang diperoleh maka penulis ingin menganalisis karakter anggota, kondisi ekonomi anggota dan sistem pengendalian kredit terhadap penyebab kredit macet pada SPP-PNPM Kecamatan Pino. Hal ini karena sisi anggota, sisi eksternal, dan karakter anggota, kondisi ekonomi anggota dan sistem pengendalian kredit merupakan faktor yang mempengaruhi dan mendasari anggota SPP-PNPM yang ingin mengajukan kredit atau melakukan peminjaman di SPP-PNPM. Sehingga dengan terpenuhinya faktor-faktor di atas maka pihak SPP-PNPM dapat mengatasi atau meminimalisir kemungkinan terjadinya kredit macet. Kondisi tersebut menarik perhatian penulis untuk meneliti tentang “Faktor - faktor yang Mempengaruhi Resiko Kredit Macet pada SPPPNPM Pedesaan Desa Masat Kecamatan Pino”
  • 6. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan rumusan masalahnya adalah : “Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi resiko kredit macet pada SPP-PNPM Pedesaan Desa Masat Kecamatan Pino ?” 1.3 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi resiko kredit macet pada SPP-PNPM Pedesaan Desa Masat Kecamatan Pino 1.4 Manfaat Kegunaan Penelitian Penelitian ini dapat berguna bagi berbagai lapisan dan pihak-pihak terkait, yaitu: a. Secara Praktis Sebagai bahan referensi bagi manajemen SPP-PNPM Kecamatan Pino dalam hal kebijakan dalam pemberian kredit kepada anggota guna meminimalkan resiko kredit macet. b. Secara Teoritis Dapat menambah referensi sehingga dapat memberikan informasi dan menambah pengetahuan tentang teori yang ada dalam ilmu pengetahuan dengan kenyataan yang ada dilapangan 1.5 Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Masat Kecamatan Pino Kabupaten Bengkulu Selatan. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan Kecamatan merupakan salah satu kecamatan yang Unit Pelaksana Kegiatannya (UPK) terbaik se-Kabupaten Bengkulu Selatan. Kelurahan ini dipilih menjadi lokasi penelitian karena Kelurahan ini merupakan Kelurahan yang mendapatkan program PNPM
  • 7. Mandiri Perdesaan dan program SPP-nya juga berjalan dengan baik tetapi memiliki kemacetan dalam proses pengambalian kredit SPPnya.
  • 8. BAB 11 KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 1.1 Simpan Pinjam Perempuam (SPP) Berdasarkan Petunjuk Teknis Operasional Pengolaan dana PNPM-MP (2008:1) Simpan Pinjam Perempuan (SPP) merupakan salah satu bentuk kegiatan dari program PPK/PNPM-Mandiri Pedesaan yang dikhususkan untuk perempuan. Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) adalah kegiatan yang dilakukan oleh kaum pe rempuan dengan aktivitas pengelolaan dana simpanan dan pengelolaan dana pinjaman. Secara umum alokasi dana untuk kegiatan ini maksimal 25 persen dari dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) di kecamatan. Kelancaran pengembalian atau peningkatan persentase pengembalian pinjaman sebelumnya harus dipertimbangkan dalam mengalokasikan dana simpan pinjam bagi kelompok perempuan ini. Secara umum tujuan dari kegiatan SPP ini adalah untuk mengembangkan potensi kegiatan simpan pinjam perdesaan, kemudahan akses pendanaan usaha skala mikro, pemenuhan kebutuhan pendanaan sosial dasar, dan memperkuat kelembagaan kegiatan kaum perempuan. Sementara itu, tujuan khusus dari kegiatan SPP ini adalah mempercepat proses pemenuhan kebutuhan pendanaan usaha ataupun sosial dasar, memberikan kesempatan kaum perempuan meningkatkan ekonomi rumah tangga melalui pendanaan peluang usaha, dan mendorong penguatan kelembagaan simpan pinjam oleh kaum perempuan. Sasaran dari kegiatan SPP ini adalah masyarakat miskin produktif yang memerlukan pendanaan kegiatan usaha ataupun kebutuhan sosial dasar melalui kelompok simpan pinjam untuk kelompok perempuan yang sudah ada di masyarakat. Selain itu, bentuk kegiatan SPP adalah memberikan dana
  • 9. pinjaman sebagai tambahan modal kerja bagi kelompok perempuan yang mempunyai pengelolaan dana simpanan dan pengelolaan dana pinjaman. Dalam kegiatan ini, kelompok yang berhak menerima dana SPP adalah kelompok : a) beranggotakan perempuan yang mempunyai ikatan pemersatu dan saling mengenal minimal satu tahun, b) mempunyai kegiatan simpan pinjam dengan aturan pengelolaan dana simpanan dan dana pinjaman yang telah disepakati, c) telah mempunyai modal dan simpanan dari anggota sebagai sumber dana pinjaman yang diberikan, d) kegiatan pinjaman masih berlangsung dengan baik, e) mempunyai organisasi kelompok dan administrasi secara sederhana. Dalam hal pengembalian dana, dana tersebut hanya boleh digunakan untuk kegiatan SPP, baik oleh kelompok lama, maupun kelompok baru, sesuai ketentuan pengelolaan dana bergulir. Pelaksanaan kegiatan SPP ini harus melewati beberapa alur tahapan. Tahap pertama yaitu tahap perencanaan. Tahap ini dimulai dengan sosialisasi kepada masyarakat tentang ruang lingkup kegiatan SPP, persyaratan kelompok, dan kelayakan kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan penggalian gagasan untuk mengidentifikasi kebutuhan masyarakat dan kelompok simpan pinjam dalam setiap dusun yang layak untuk mengajukan usulan ke UPK. Hasil dari penggalian gagasan tersebut, kemudian dibawa ke Musyawarah Khusus Perempuan (MKP). Fungsi dari MKP adalah memutuskan dan mengusulkan kelompok yang dianggap memenuhi persyaratan sebagai usulan desa dan dikompetisikan dalam MAD. Setelah diputuskan kelompok yang berhak ikut kegiatan SPP, maka dilanjutkan dengan penulisan usulan yang berisi gambaran umum kelompok, serta rencana usaha yang dijalankan dalam satu tahun yang akan datang. Terakhir, verifikasi usulan yang dilakukan oleh tim verifikasi usulan. Tahap kedua, merupakan tahap pelaksanaan kegiatan. Tahap ini berupa penyaluran dana kepada kelompok SPP. Masing-masing anggota kelompok, harus wajib datang sendiri untuk mengambil dana, dan tidak boleh diwakilkan, bahkan oleh pihak keluarga sekalipun. Jika berhalangan hadir, maka dari UPK sendiri yang akan mengantarkan ke rumah
  • 10. yang bersangkutan. Tahap ketiga yaitu tahap pelestarian kegiatan, dimana dana kegiatan SPP harus bertambah jumlahnya untuk penyediaan kebutuhan pendanaan masyarakat miskin, serta pengembangan usaha terutama layanan kepada masyarakat dan permodalan. 1.2 Pembentukan Kelompok Simpan Pinjam Perempuan (Kelompok SPP) Kelompok merupakan kesatuan dari dua individu atau lebih individu yang mengalami interaksi psikologis satu sama lain (Anderson dan Parker dalam Fatrida,2010). Sedangkan menurut Iwan (2005) Kelompok adalah kumpulan individu yang saling berinteraksi dan mempunyai tujuan bersama. Berdasarkan pengertian diatas, diselaraskan dengan penjelasan Simpan Pinjam Perempuan maka dapat disimpilkan bahwa kelompok Simpan Pinjam Perempuan (Kelompok SPP) merupakan kumpulan dari beberapa perempuan yang saling berinteraksi dan melakukan pengelolaan dana yang dimanfaatkan untuk mendanai kegiataan atau usaha guna memperoleh penghasilan ekonomi. Terbentuknya kelompok bukan tanpa alasan, karena sebagaimana yang dikemukan oleh Rudi (2008), bahwa dasar terbentuknya kelompok karena merupakan suatu kebutuhan manusia untuk mempunyai dan digolongkan pada suatu kelompok, tempat manusia berlindung dan merasa aman. Pendapat serupa juga dikemukan oleh Iwan (2005) bahwa pembentukan kelompok diawali dengan adanya perasaan atau persepsi yang sama dalam memenuhi kebutuhan. Setelah itu akan timbul motivasi untuk memenuhinya, sehingga ditentukan tujuan yang sama dan akhirnya interaksi yang terjadi akan membentuk sebuah kelompok. Kelompok terbentuk setelah melalui beberapa tahapan yang harus dilewati. Pembentukan kelompok diawali dengan melakukan sosialisasi program di wilayah sasaran, untuk memudahkan proses sosialisasi diadakan pertemuan informal dengan aparat dan pemuka masyarakat, bahkan hubungan kerja sama, penentuan keanggotaan kelompok yang ditentukan sendiri
  • 11. berdasarkan hasil pemetaan, diakhiri dengan terbentuknya kelompok dan pemberian nama (PIDRA, 2006). Kelompok SPP yang terbentuk sama halnya dengan sebuah sistem, dimana setiap elemen yang ada didalamnya saling terkait. Jika salah satu elemen tidak bekerja dengan baik maka akan berpengaruh terhadap elemen yang lain dan mengganggu jalannya sistem. Kelompok untuk dapat memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuannya serta dapat survive menurut Parson (dalam Ritzer, 2007:121) ada 4 fungsi yang harus dimiliki kelompok sebagai berikut: 1. Adaptation (adaptasi), sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan kebutuhannya. Setiap individu terbuka untuk memberi dan menerima informasi baru. Setiap kelompok selalu terbuka untuk menerima peran baru sesuai dengan dinamika kelompok tersebut. Setiap anggota memiliki kelenturan untuk menerima ide, pandangan, norma dan kepercayaan anggota lain tanpa merasa integritasnya terganggu, 2. Goaal Attaiment (pencapaian Tujuan), sebuah sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujauan utamanya. Setiap anggota harus mampu menunda kepuasan dan melepas ikatan dalam rangka mencapai tujuan bersama, membina dan memperluas pola, serta terlibat secara emosional untuk mengungkapkan pengalaman, penegetahuan dan kemampuannya. 3. Integration (integrasi), sebuah sistem harus mengatur antara hubungan bagian-bagian yang menjadi komponen-komponennya. Sistem juga harus mengelola antara hubungan ketiga fungsi lainnya (A,G,L), 4. Latency (latensi atau pemeliharaan pola), sebuah sistem harus memperlengkapi, memelihara dan memperbaiki, baik motivasi individual, maupun pola-pola yang meciptakan dan menopang motivasi.
  • 12. 4.1 Pengertian Kredit Kredit adalah suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lain yang akan dikembalikan lagi pada suatu masa disertai dengan suatu kriteria prestasi, berupa bunga. Dengan kata lain, uang atau barang yang diterima sekarang akan dikembalikan pada masa yang akan datang. Pihak yang terkait dalam hal kredit ada dua macam, yaitu pihak pemberi kredit (kreditor) dan pihak penerima kredit (debitur) (Mardiyatmo, 2008:93). Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, Bab I Pasal I dalam Dita Widihartanti (2007:18) menyebutkan tentang definisi kredit sebagai berikut: “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”. Menurut Teguh Pudjo (2007:9) “pengertian kredit itu sendiri mempunyai dimensi yang aneka ragam, dimulai dar arti kata “Kredit” yang berasal dari bahasa Yunani “Credere” yang berarti “kepercayaan” atau dalam bahasa latin “Creditum” yang berarti “kepercayaan akan kebenaran” dalam praktik sehari-hari pengertian ini selanjutnya berkembang lebih luas lagi antara lain: 1. Kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya akan dilakukan ditangguhkan pada suatu jangka waktu yang disepakati. 2. Sedangkan untuk kegiatan perbankan Indonesia, pengertian kredit telah dirumuskan dalam Bab I, pasal 1 ayat 12 Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan yang dirumuskan sebagai berikut “ kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain
  • 13. yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan”. Pemberian suatu fasilitas kredit mempunyai tujuan tertentu. Menurut Kasmir (2008:100) tujuan utama pemberian kredit antara lain: 1. Mencari keuntungan, yaitu bertujuan untuk memperoleh hasil dari pemberian kredit tersebut. Hasil tersebut terutama dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah. 2. Membantu usaha nasabah, bertujuan untuk membantu nasabah yang memerlukan dana, baik dana investasi maupunmaka akan dapat meningkatkan peredaran uang giral. Disamping itu, kredit perbankan yang ditarik secara tunai dapat pula meningkatkan peredaran uang kartal, sehingga arus lalu-lintas uang akan berkembang pula. 3. Kredit dapat pula meningkatkan daya guna dan peredaran barang dengan mendapat kredit, para pengusaha dapat memproses bahan baku menjadi barang jadi, sehingga daya guna barang tersebut menjadi meningkat. Di samping itu, kredit dapat pula meningkatkan peredaran barang, baik melalui penjualan secara kredit maupun dengan membeli barang-barang dari satu tempat ke tempat lain. Pembelian tersebut uangnya berasal dari kredit. Hal ini juga berarti bahwa kredit dapat meningkatkan manfaat status barang. 4. Kredit sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi. Dalam keadaan ekonomi yang kurang sehat, kebijakan diarahkan kepada usahausaha antara lain: a) Pengendalian inflasi b) Peningkatan ekspor, dan c) Pemenuhan kebutuhan pokok-rakyat
  • 14. Untuk menekankan laju inflasi pada tahun 1996, yang lebih kurang berkisar 60%, pemerintah melaksanakan kebijakan uang ketat (high money policy) melalui pemberian kredit yang selektif dan terarah, terutama pada sektor-sektor yang produktif guna meningkatkan produksi dan memenuhi kebutuhan dalam negeri agar dapat diekspor. 5. 5) Kredit dapat meningkatkan kegairahan usaha Setiap orang yang berusaha selalu ingin meningkatkan usahanya tersebut, namun adakalanya dibatasi oleh kemampuan di bidang permodalan. Bantuan kredit yang diberikan oleh bank akan dapat mengatasi kekuranganmampuan para pengusaha di bidang pemodalan tersebut, sehingga para pengusaha akan dapat meningkatkan usahanya. 6. Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan Dengan bantuan kredit dari bank, para pengusaha dapat memperluas usahanya dan mendirikan proyek proyek baru. Peningkatan usaha dan pendirian proyek baru akan membutuhkan tenaga kerja untuk melaksanakan proyek-proyek tersebut. Dengan demikian merekan akan memperoleh pendapatan, sehingga pemerataan pendapat akan meningkat pula. 7. Kredit sebagai alat untuk meningkatkan hubungan internasional Bank-bank besar luar negeri yang mempunyai jaringan usaha, dapt memberikan bantuan dalam bentuk kredit, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada peruahaan-perusahaan di dalam negeri. Bantuan dalam bentuk kredit ini tidak saja dapat mempererat hubungan ekonomi antar negara yang bersangkutan tetapi juga meningkatkan hubungan internasional. 4.2 Unsur-unsur Kredit Kredit yang diberikan oleh suatu lembaga kredit didasarkan atas kepercayaan, sehingga pemberian kredit merupakan pemberian kepercayaan. Ini berarti bahwa suatu lembaga kredit baru akan memberikan kredit kalau ia
  • 15. betul-betul yakin bahwa si penerima kredit akan mengembalikan pinjaman yang diterimanya sesuai dengan jangka waktu dan syarat-syarat yang telash disetujui oleh kedua belah pihak. Tanpa keyakinan tersebut, suatu lembaga kredit tidak akan meneruskan simpanan masyarakat yang diterimanya (Suyatno, 1999: 14). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa unsur yang terdapat dalam kredit adalah: 1. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari sisi pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang atau jasa akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu dimasa yang akan datang. 2. Waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Dalam unsur waktu ini, terkandung pengertian nilai guna dari uang yaitu uang yang sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang akan datang. 3. Degree of Risk, yaitu suatu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterima dikemudian hari Semakin lama kredit diberikan semakin tinggi pula tingkat risikonya, karena sejauh kemampuan manusia untuk menerobos hari depan itu, maka masih selalu terdapat unsur ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Inilah yang menyebabkan timbulnya unsur risiko, dengan adanya unsur risiko inilah maka timbul jaminan dalam pemberian kredit. 4. Prestasi, yaitu suatu objek kredit tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat berbentuk barang atau jasa. Namun karena kehidupan modern sekarang ini didasarkan kepada uang. Maka transaksi-transaksi kredit yang menyangkut uanglah yang sering kita jumpai dalam praktik perkreditan.
  • 16. 4.3 Fungsi Kredit Thomas Suyanto (2003:16-17) dalam Darwati mengatakan Fungsi kredit perbankan dalam kehidupan perekonomian dan perdagangan antara lain sebagai berikut: 1. Kredit pada hakekatnya dapat meningkatkan daya guna uang; 2. Kredit dapat meningkatkan peredaran dan lalulintas uang; 3. Kredit dapat pula meningkatkan daya guna dan peredaran barang; 4. Kredit sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi; 5. Kredit dapat meningkatkan kegairahan usaha; 6. Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan; 7. Kredit sebagai alat untuk meningkatkan hubungan internasional. 4.4 A. Pengertian Umum Kredit Dalam UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Sampai saat ini pendapatan bunga sebagai hasil dari pemberian kredit, masih merupakan kontribusi terbesar pada pendapatan bank secara keseluruhan, baik bank-bank di Indonesia maupun kebanyakan bank-bank di dunia. Berdasarkan statistik Bank Indonesia bulan Juni 1992, 80% dari total aset perbankan Indonesia adalah berupa kredit yang disalurkan baik kepada sektor perdagangan maupun industri. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penyaluran kredit merupakan kegiatan utama suatu bank. Di lain pihak, penyaluran kredit mengandung resiko bisnis terbesar dalam dunia perbankan. Oleh karena itu, pengelolaan kredit merupakan kegiatan yang sangat penting untuk diperhatikan oleh setiap bank.
  • 17. Dalam tulisan ini kami akan menguraikan secara ringkas tentang kredit bermasalah, khususnya kredit macet, mulai dari pengertian, indikasi kredit macet, bagaimana mengantisipasi sampai pada cara-cara penanganan dan penyelesaiannya. B. Pengertian Kredit Macet Dalam paket kebijakan deregulasi bulan Mei tahun 1993 (PAKMEI 1993), di Indonesia dikenal dua golongan kredit bank, yaitu kredit lancar dan kredit bermasalah. Di mana kredit bermasalah digolongkan menjadi tiga, yaitu kredit kurang lancar, kredit diragukan, dan kredit macet. Kredit macet inilah yang sangat dikhawatirkan oleh setiap bank, karena akan mengganggu kondisi keuangan bank, bahkan dapat mengakibatkan berhentinya kegiatan usaha bank. Kredit macet atau problem loan adalah kredit yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor-faktor atau unsur kesengajaan atau karena kondisi di luar kemampuan debitur. (Siamat, 1993, hal: 220). Suatu kredit digolongkan ke dalam kredit macet bilamana: (Sutojo, 1997, hal: 331) Tidak dapat memenuhi kriteria kredit lancar, kredit kurang lancar dan kredit diragukan; atau Dapat memenuhi kriteria kredit diragukan, tetapi setelah jangka waktu 21 bulan semenjak masa penggolongan kredit diragukan, belum terjadi pelunasan pinjaman, atau usaha penyelamatan kredit; atau Penyelesaian pembayaran kembali kredit yang bersangkutan, telah diserahkan kepada pengadilan negeri atau Badan Urusan Piutang Negara (BUPN), atau telah diajukan permintaan ganti rugi kepada perusahaan asuransi kredit.
  • 18. Sejak krisis keuangan yang berlanjut dengan krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997, penyelesaian kredit macet bank-bank di Indonesia ditangani oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Berkaitan dengan kasus kredit macet di Indonesia Menko Ekuin, Kwik Kian Gie mengatakan bahwa sampai saat ini jumlahnya sudah mencapai Rp 600 trilyun (InfoBank, Edisi Nomor 245, Januari 2000, hal:14). Menurut hemat kami hal ini tampaknya lebih disebabkan karena faktor kesengajaan. Betapa tidak, sebagian besar dana kredit yang dimiliki bank disalurkan kepada debitur kelompok usahanya sendiri, yang disebut perusahaan terafiliasi. Dimana dalam penyalurannya kurang atau mungkin tidak didasarkan pada studi kelayakan (feasibility study), dan bahkan besarnya kredit yang mereka ajukan jumlahnya telah di „mark up‟ terlebih dahulu. Sebagai contoh adalah Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dan Bank Umum Nasional (BUN), yang masing-masing secara berurutan menyalurkan 90,7% dan 78,4% (Kwik Kian Gie, 1999, hal: 124) untuk kepentingan kelompok usahanya sendiri. C. Faktor-faktor Penyebab Munculnya Kredit Bermasalah/Macet Munculnya kredit bermasalah termasuk di dalamnya kredit macet, pada dasarnya tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan melalui suatu proses. Terjadinya kredit macet dapat disebabkan baik oleh pihak kreditur (bank) maupun debitur. Faktor-faktor penyebab yang merupakan kesalahan pihak kreditur adalah: 1. Keteledoran bank mematuhi peraturan pemberian kredit yang telah digariskan; 2. Terlalu mudah memberikan kredit, yang disebabkan karena tidak ada patokan yang jelas tentang standar kelayakan permintaan kredit yang diajukan;
  • 19. 3. Konsentrasi dana kredit pada sekelompok debitur atau sektor usaha yang beresiko tinggi; 4. Kurang memadainya jumlah eksekutif dan staf bagian kredit yang berpengalaman; 5. Lemahnya bimbingan dan pengawasan pimpinan kepada para eksekutif dan staf bagian kredit; 6. Jumlah pemberian kredit yang melampaui batas kemampuan bank; 7. Lemahnya kemampuan bank mendeteksi kemungkinan timbulnya kredit bermasalah, termasuk mendeteksi arah perkembangan arus kas (cash flow) debitur lama;Tidak mampu bersaing, sehingga terpaksa menerima debitur yang kurang bermutu. (Sutojo, 1999, hal: 216) Sedang faktor-faktor penyebab kredit macet yang diakibatkan karena kesalahan pihak debitur antara lain: Menurunnya kondisi usaha bisnis perusahaan, yang disebabkan merosotnya kondisi ekonomi umum dan/atau bidang usaha dimana mereka beroperasi; Untuk jelasnya Supramono (1995) mendefiniskan kredit macet adalah suatukeadaan dimana seorang nasabah tidak mampu membayar lunas kredit bank tepat pada waktunya. Kemudian faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kredit macet yang berasal dari nasabah diantaranya: 1. Nasabah menyalahgunakan kredit yang diperolehnya Setiap kredit yang diperoleh nasabah telah diperjanjikan tujuan pemakaiannya, sehingga nasabah harus mengguanakan kredit sesuai dengan tujuannya. Pemakaian kredit yang menyimpang misalnya kredit untuk pengangkutan dipergunakan untuk pertanian, akan mengakibatkan usaha nasabah gagal karena ada unsur spekulatif. Sebagai salah satu contoh yaitu seorang calon debitur yang bergerak dalam bidang pembangunan dan penjualan rumah ruko (property),
  • 20. mengadakan penjualan ruko dengan pura-pura (fiktif) atau jual beli yang direkayasa dengan modus bekerja sama dengan seorang pihak lain yang bertindak seolah-olah sebagai pembeli. Oleh pembeli ini memohon fasilitas kredit pemilikan rumah (ruko) pada bank dan pihak bank menyetujui pemohonan kredit dimaksud. Sebenarnya kredit yang dimohon oleh debitur baru tersebut adalah untuk kepentingan developer tadi yang digunakan untuk menutupi kewajiban-kewajibannya, dan tentu dalam hal ini debitur baru tersebut akan mendapat imbalan balas jasa dari developer. 2. Nasabah kurang mampu mengelola usahanya Hal ini dapat terjadi karena nasabah kurang menguasai bidang usahanya yang diberi kredit, akibatnya usaha yang dibiayai dengan kredit tidak dapat berjalan dengan baik. 3. Nasabah beritikad tidak baik Ada sebagian nasabah mungkin jumlahnya tidak banyak yang sengaja dengan segala daya upaya mendapatkan kredit, tetapi setelah kredit diterima untuk kepentingan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan. Karena nasabah sejak awal tidak berniat mengembalikan kredit, walaupun dengan resiko apapun. Biasanya sebelum jatuh tempo kreditnya, nasabah sudah melarikan diri untuk enghindari tanggung jawab. Dendawijaya (2001) menjelaskan bahwa default adalah kegagalan nasabah dalam memenuhi kewajibannya untuk melunasi kredit yang diterimanya (angsuran pokok) beserta bunga yang sudah disepakati dan sudah diperjanjikan bersama (misalnya berdasarkan akad kredit yang dibuat dihadapan notaris publik). Untuk mengetahui penyebab default tersebut bisa dilihat dari prinsip studi kelayakan, diantaranya: 1. Aspek yuridis (Hukum) Aspek ini melihat dari ketetapan legalitas yang dimiliki perusahaan yang akan memperoleh bantuan kredit. 2. Aspek pasar dan pemasaran
  • 21. Aspek ini meneliti strategi pemasaran yang digunakan investor untuk meraih pangsa pasar bagi produk atau jasa yang dibiayai dengan kredit bank tersebut. Subaspek yang bisa didapatkan diantaranya luas dan bentuk pasar, pangsa pasar, saingan usaha, dan rencana pemasaran. 3. Aspek teknis Aspek ini pada dasarnya menilai sejauh mana kemampuan mengelola dan melaksanakan proyek dalam melaksanakan operasinya. Contohnya: Pemilihan lokasi,Sistem, bahan baku, proses produksi, dan lainnya yang berkaitan dengan teknis. 4. Aspek manajemen Aspek yang bertujuan melihat kemampuan dan kecakapan manajemen dalam melaksanakan proyek yang didapatkan dari pemberian kredit. Bagian ini terdiri dari struktur organisasi, job description dan lainnya. 5. Aspek keuangan Pada dasarnya bertujuan untuk menilai kemampuan dan kecakapan dari manajemen dalam mengelola bidang keuangan. Banyak hal yang menjadi komponen ini diantaranya: proyeksi arus kas, proyeksi penjualan, proyeksi laba/rugi. 6. Aspek sosial-ekonomis Melihat proyek yang dibiayai memiliki value added yang tinggi dilihat dari sudut pandang sosial maupun makroekonomis. Hal ini berkaitan dengan devisa, penerimaan pajak bagi negara, subsidi dari negara, Dampak lingkungan. Sedangkan menurut Siswanto (2000) Penyebab timbulnya kredit bermasalahdiantaranya ketidaklayakan debitur kemudian faktor ekstern yang terdiri dari penurunan kondisi ekonomi moneter negara atau sektor usaha, debitur yang mengalami bencana alam (kebakaran,banjir,gempa,dll) dan peraturan pemerintah dapat menjadi sebab lain merosotnya kemampuan debitur mengembalikan kredit. Kemacetan suatu fasilitas kredit menurut Kasmir (2004) disebabkan oleh dua faktor yaitu:
  • 22. 1. Dari pihak perbankan Dalam hal ini pihak analisis kredit kurang teliti baik dalam mengecek kebenaran dan keaslian dokumen maupun salah dalam melakukan perhitungan dengan rasio-rasio yang ada. 2. Dari pihak nasabah Adanya unsur kesengajaan, Artinya nasabah sengaja tidak mau membayarkewajibannya kepada bank sehingga kredit yang diberikan dengan sendirinya macet.Adanya unsur tidak sengaja, Artinya nasabah memiliki kemauan untuk membayar tetapi tidak mampu dikarenakan usaha dibiayai terkena musibah misalnya kebanjiran atau kebakaran. Secara umum suatu kredit dinyatakan non performing bila debitur tidak sanggup membayar kewajibannya sesuai perjanjian dan atau kewajibannya dapat diselesaikan namun usaha debitur ada kecenderungan memburuk (Pasha, 2007). Kredit non peformdapat disebabkan oleh beberapa faktor, secara garis besar dikelompokkan dalam faktorintern, debitur, dan ekstern menurut Sutojo (dikutip oleh Pasha, 2007), faktor intern meliputi persoalan kualitas analisis dan pengawasan kredit, sedangkan faktor ekstern meliputi perilaku debitur setelah memperoleh kredit dan perubahan iklim usaha. 1. Adanya salah urus dalam pengelolaan usaha bisnis perusahaan, atau karena kurang berpengalaman dalam bidang usaha yang mereka tangani; Kemampuan untutk megembangi suatu usaha dibutuhkan suatu modal usaha dan pengalaman, yang lebih penting adalah pengalaman seorang pengembang usaha yang akan mereke rilis, seperti pendapat Dextal (2008:2) usaha itu akan jauh lebih baik jika kita memegang konsep pengalaman yang kuat serta modal. Dari pengertian itu sanglah penting untuk memiliki pengalaman dalam mendirikan suatu usaha.
  • 23. 2. Problem keluarga, misalnya perceraian, kematian, sakit yang berkepanjangan, atau pemborosan dana oleh salah satu atau beberapa orang anggota keluarga debitur; Pada kasus problem keluarga ini, misalnya perceraian, kematian, sakit yang berkepanjangan, atau pemborosan dana oleh suatu atau beberapa orang anggota keluarga debitur, pihak debitur harus memiliki alternatif dana untuk pengembaliaanya. Misalnya sebuah keluarga meminjam dana dengan alokasi utuk pembayaran iauran SPP atau Komite anak didiknya. Debitur harus menganalisis serta memiliki sumber dana yang lain untuk pembayara. Sedangkan pada kasus kematian debitur harus mempertanyakan dulu pada pihak pemberi pinjaman untuk mencari solusi terbaiknya, karena pada kasus ini merupakan diluar jangkuan para debitur untuk mengembangi usaha, makanya dalam peraturan sebuah Lembaga pinjaman dana (SPP-PNPM) memberikan dana pinjman dengan salah satu syarat mutlaknya yaitu jenis usahanya sudah berjalan/sedang berjalan 1 tahun/lebih. Dengan adanya peraturan ini, para pihak debitur akan mengambil keputusan kelanjutan kegiatan usahanya, misalnya diteruskan oleh pihak anak, ibu, bahkan para saudaranya. 3. Kegagalan debitur pada bidang usaha atau perusahaan mereka yang lain; Kegagalan debitur pada bidang usaha atau perusahaan mereka yang lain, pada kasus ini debitur mengalami kegagalan pada usaha yang mereka jalankan. Kegagalan dalam kasus ini kebanyakan kesalahan dari debitur dalam menganalisis tempat/porspek usaha kita, pengembangan yang tidak sesuai dengan kebutuhan, penjualan yang melebihi target masyarakat, kesalahan dalam mengatur keuangan, masih minim nya
  • 24. pengalaman usaha yang dijlankan dan lain-lainya. Kesalahankesalahan seperti itu memiliki damfak yang sangat berpengaruh pada usaha kita. Dean (2008:10), jika sesuatu salah satu usaha/kegiatan perekonomian mengalami sakit(sick risk) maka bagian-bagian lain akan mengalami penurunan kualitas, karena setiap usaha memiliki saling ketergantugan sama satu lain. Kegagalan inu yang harus debitur hindarkan karena akan merugikan pihak debitur untuk pembayaran kredit pada suatu lembag/bank pemberi pinjaman. 4. Kesulitan likuiditas keuangan yang serius; Perencanaan atau pelaksanaan suatu kegiatan sangat tergantung bagaimana kita mengatur keuagan usaha kita, kesalahan dalam mengatur keuangan akan memiliki dampak negatif yang besar dalam usaha yang kita sedang kembangkan. Dalam buku kas itu akan tercantum semua jumlah pendanaan usaha kita, contohnya Kredit macet karena kesalahan debitur di dalam mengelola keuangannya seperti terlalu banyak berinvestasi, terlalu terburuburu dalam melakukan ekspansi usaha, atau dalam usaha perdagangan terlalu banyak menimbun stok barang tanpa memperhitungkan kelancaran perputaran barang dagangannya. Hal ini bisa menyebabkan modal yang diberikan bank mengendap pada pembelian barang tersebut, sementara pendistribusian atau permintaan pasar berkurang bahkan tidak ada sama sekali. Tentu saja dengan kondisi seperti ini tidak akan menguntungkan pengusaha dan akhirnya menyebabkan ketidakmampuan mengembalikan pinjaman pada bank. 5. Munculnya kejadian di luar kekuasaan debitur, misalnya perang dan bencana alam;
  • 25. Kredit macet bisa terjadi karena faktor diluar dari pihak debitur maupun kreditur. Faktor eksternal ini misalnya karena terjadinya krisis moneter, kerusuhan massal, terjadinya bencana seperti gempa bumi, banjir, kebakaran dan kejadian-kejadian lainnya. Pengaruh kondisi ekonomi global juga bisa berdampak terhadap perputaran perekonomian dalam negeri, seperti naiknya harga minyak dunia yang berimbas kepada mandeknya kegiatan usaha para pengusaha sehingga keadaan perekonomian menjadi lesu karena menurunnya daya beli masyarakat atau konsumen. Kejadian-kejadian di atas secara langsung berpengaruh terhadap kelangsungan usaha debitur. Suatu perusahaan industri misalnya akan menurun produksinya apabila permintaan atas hasil produksi berkurang. Dengan penurunan omset berarti juga penurunan terhadap profit perusahaan. Akibatnya, kemampuan debitur dalam melakukan pembayaran kewajibannya pada bank berkurang atau tidak mampu sama sekali dan kredit menjadi macet. Dalam kegiatan perbankan, jarang sekali suatu kredit macet disebabkan oleh karena faktor dari pihak kreditur. Namun jika hal ini terjadi, sebenarnya debitur dapat menuntut pihak bank yang melakukan wanprestasi. Yang lebih banyak terjadi adalah kredit menjadi macet disebabkan oleh faktor yang datangnya dari diri debitur. Selain itu bisa juga terjadi karena faktor diluar para pihak. Namun dalam praktik jika hal ini terjadi, pihak bank tetap menuntut agar debitur memenuhi kewajibannya, apakah itu dengan cara pelunasan melalui pembayaran atau pelunasan dengan cara menjual agunan kredit. 6. Watak buruk debitur (yang dari semula memang telah merencanakan tidak akan mengembalikan kredit)
  • 26. Tidak semua debitur mempunyai itikad baik pada saat mengajukan kredit ataupun pada saat kredit yang diberikan sedang berjalan. Itikad tidak baik inilah memang sulit untuk diketahui dan dianalisis oleh pihak bank, karena hal ini menyangkut soal moral ataupun akhlak dari debitur. Bisa saja debitur saat mengajukan kredit menutup-nutupi kebobrokan keuangan perusahaannya dan hanya mengharapkan dana segar dari bank, atau debitur memberikan data keuangan palsu atau berbagai tindakan-tindakan lainnya. Sebagai salah satu contoh yaitu seorang calon debitur yang bergerak dalam bidang pembangunan dan penjualan rumah ruko (property), mengadakan penjualan ruko dengan pura-pura (fiktif) atau jual beli yang direkayasa dengan modus bekerja sama dengan seorang pihak lain yang bertindak seolah-olah sebagai pembeli. Oleh pembeli ini memohon fasilitas kredit pemilikan rumah (ruko) pada bank dan pihak bank menyetujui pemohonan kredit dimaksud. Sebenarnya kredit yang dimohon oleh debitur baru tersebut adalah untuk kepentingan developer tadi yang digunakan untuk menutupi kewajiban-kewajibannya, dan tentu dalam hal ini debitur baru tersebut akan mendapat imbalan balas jasa dari developer. (Sutojo, 1999, hal: 334) D. Indikasi Kredit Macet Untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya kredit bermasalah atau kredit macet sedini mungkin, dapat dilakukan dengan memperhatikan gejalagejala sebagai berikut: (Siamat, 1993, hal: 220-221) Terjadinya penundaan yang tidak normal dalam penerimaan laporan keuangan, pemayaran cicilan atau dokumen lainnya;
  • 27. Adanya penyelidikan yang tidak terduga dari lembaga-lembaga keuangan lainnya mengenai nasabah tersebut; a. Keluarnya anggota eksekutif perusahaan; b. Terjadi perubahan kegiatan usaha misalnya masuknya pesaing baruatau produk baru yang sejenis; c. Meningkatnya penggunaan fasilitas overdraft; d. Perusahaan nasabah mengalami kekacauan; e. Ditemukannya kegiatan ilegal atas usaha nasabah; f. Permintaan tambahan kredit; g. Permohonan perpanjangan atau penjadwalan kembali kredit; h. Usaha nasabah yang terlalu ekspansif; Kreditur lain melakukan proteksi atas kredit yang diberikan dengan meminta tambahan jaminan atau melakukan pengikatan notaris atas barang jaminan. Dengan mencermati gejala-gejala terjadinya kredit macet tersebut, maka bukanlah sesuatu yang mustahil untuk mencegah terjadinya kredit macet, atau paling tidak dapat mengurangi/menekan sekecil mungkin kasuskasus kredit macet yang ada. E. Mengurangi atau Mencegah Kemungkinan Terjadinya Kredit Macet Setiap penyaluran kredit oleh bank tentu mengandung resiko, karena adanya keterbatasan kemampuan manusia dalam memprediksi masa yang akan datang. Apalagi dalam situasi dan kondisi „lingkungan‟ yang cepat berubah dan penuh ketidakpastian seperti sekarang ini. Beberapa hal penting yang harus dilakukan oleh bank dalam menekan atau mengurangi seminimal mungkin resiko pemberian kreditnya, adalah:
  • 28. 1. Penilaian/Analisis terhadap Permohonan Kredit Setiap permohonan kredit yang diajukan oleh calon debitur, tentu harus dilakukan penilaian secara seksama oleh pejabat bank. Terlebih lagi untuk pemberian kredit jangka panjang, seperti kredit investasi misalnya. Mengingat semakin lama jangka waktu kredit, maka semakin tinggi faktor ketidakpastiannya, sehingga semakin besar pula resiko yang dihadapi bank. Dalam penilaian kredit, ada prinsip-prinsip yang harus diperhatikan yaitu prinsip 5 C + 1C, yang meliputi: a. Character Character atau watak debitur sangat menentukan kemauan untuk membayar kembali kredit yang telah diterimanya. Namun demikian, untuk mengetahui character seseorang itu tidak mudah. Oleh karena itu, penilaian atas character debitur perlu dilakukan secara hati-hati dan secermat mungkin. Informasi dari keluarga dan teman-teman dekat dari debitur, serta informasi dari bank pemberi kredit sebelumnya adalah sangat penting. Untuk mengetahui dan memperoleh gambaran yang jelas tentang watak calon debitur ini, dapat dilakukan usaha-usaha seperti: melakukan interview langsung terhadap calon debitur; meneliti daftar riwayat hidupnya, mengetahui reputasi calon debitur berdasarkan informasi dari „lingkungan‟ usahanya, serta meneliti kegiatan dan pengalaman-pengalaman usahanya. b. Capacity Capacity mengandung arti kemampuan calon debitur dalam mengelola usahanya. Dengan demikian, capacity berkaitan erat dengan kemampuan calon debitur dalam melunasi kreditnya. Unsur-unsur yang dinilai untuk mengetahui kemampuan calon debitur antara lain meliputi penilaian terhadap:
  • 29. proyeksi arus kas; proyeksi laporan keuangan; pusat informasi kredit; kemampuan manajemen; kemampuan pemasaran; kemampuan teknis; dan kewajiban-kewajiban pada pihak lainnya. c. Capital Informasi mengenai besar kecilnya modal (capital) perusahaan calon debitur adalah sangat penting bagi bank. Modal yang dimaksudkan disini adalah modal sendiri (networth) atau nilai kekayaan bersih yang dimiliki perusahaan, yang merupakan selisih antara total aktiva dengan total kewajiban (utang). Semakin besar modal yang dimiliki perusahaan merupakan cerminan keberhasilan perusahaan di masa lalu, dan ini tentunya semakin baik dihadapan bank. Mengingat kredit bank hanya merupakan pelengkap atau tambahan bagi pembiayaan kegiatan operasional perusahaan. Posisi modal suatu perusahaan dapat dianalisis dari laporan keuangannya. Untuk mendapatkan gambaran yang lengkap tentang modal perusahaan, maka bank harus melakukan analisis terhadap laporan keuangan perusahaan selama paling tidak tiga tahun periode akuntansi sebelumnya. d. Collateral Collateral (jaminan kredit) merupakan setiap aktiva atau barang-barang yang diserahkan debitur sebagai jaminan atas kredit yang diperoleh dari bank. Manfaat jaminan ini bagi bank adalah sangat penting, sebagai „back up‟ atas kredit yang diberikan kepada debitur. Tujuannya adalah agar bank dapat memperoleh pelunasan kembali atas kredit yang diberikan kepada debitur, apabila kelak debitur tidak mampu melunasi kreditnya atau pun ingkar janji (wan prestasi). Atas jaminan yang diberikan oleh debitur, maka perlu
  • 30. diperhatikan cara pengikatannya sesuai dengan hukum yang berlaku, untuk menghindari sengketa yang kemungkinan muncul di kemudian hari. e. Conditions Yang dimaksud conditions disini adalah keadaan perekonomian secara umum dimana perusahaan tersebut beroperasi. Kondisi perekonomian sangat menentukan keberhasilan maupun kegagalan suatu perusahaan. Oleh karena itu, bank atau dalam hal ini analis kredit, harus mempertimbangkan keadaan perekonomian, dan proyeksi perekonomian selama jangka waktu kredit yang diberikan. f. Constraint Dalam pemberian kredit, bank perlu juga mengetahui dan mempertimbangkan hambatan (constraint) yang mungkin muncul di lapangan. Bank perlu mengetahui tanggapan masyarakat setempat terhadap rencana investasi yang akan dilakukan oleh calon debiturnya, karena bisa saja masyarakat setempat menolak rencana investasi tersebut. Sebagai contoh seorang debitur mengajukan kredit untuk membangun sebuah peternakan babi misalnya. Nah, pihak bank perlu mengetahui bagaimana tanggapan masyarakat setempat, apakah menerima atau menolak kehadiran peternakan tersebut. 2. Pemantauan Penggunaan Kredit Setelah bank memutuskan untuk memberikan kredit kepada debiturnya, bukan berarti bahwa tugas bank sebagai perantara keuangan selesai sampai di situ, melainkan itulah awal mula tugas bank yang sesungguhnya dalam penyaluran kredit. Bank senantiasa harus memantau kredit yang telah disalurkannya. Apakah debitur benar-benar menggunakan kreditnya sesuai dengan permohonan semula, atau digunakan untuk keperluan lain? Bagaimana perkembangan dan prospek usaha debitur? Bagaimana keadaan
  • 31. perekonomian nasional secara keseluruhan, kondusif atau tidak bagi perkembangan usaha debitur? Dan pertanyaan-pertanyaan lain berkaitan dengan prospek kredit yang telah disalurkan oleh bank. Pertanyaanpertanyaan ini penting dijawab, dalam rangka mengantisipasi kemungkinan tersendat atau macetnya kredit yang telah disalurkan bank. 3. Jaminan Kredit Jaminan kredit (collateral) atau agunan sebenarnya tidaklah mutlak sifatnya, tetapi perlu, guna mengantisipasi kemungkinan tidak tertagihnya kredit yang disalurkan bank. Di samping status dan kondisi jaminan, yang tidak kalah penting untuk diperhatikan oleh bank adalah dalam cara pengikatannya. Pengikatan jaminan kredit ini harus sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini berkaitan dengan eksekusi jaminan, apabila kelak debitur ingkar janji (wan prestasi) atau tidak mampu melunasi kreditnya. F. Cara Penyelesaian Kredit Macet Untuk menyelesaikan dan menyelamatkan kredit yang dikategorikan macet, dapat ditempuh usaha-usaha sebagai berikut: (Siamat, 1993, hal 222223) a. Rescheduling (Penjadwalan Ulang) Yaitu perubahan syarat kredit hanya menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktu termasuk masa tenggang (grace period) dan perubahan besarnya angsuran kredit. Tentu tidak kepada semua debitur dapat diberikan kebijakan ini oleh bank, melainkan hanya kepada debitur yang menunjukkan itikad dan karakter yang jujur dan memiliki kemauan untuk membayar atau
  • 32. melunasi kredit (willingness to pay). Di samping itu, usaha debitur juga tidak memerlukan tambahan dana atau likuiditas. b. Reconditioning (Persyaratan Ulang) Yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu, tingkat suku bunga, penundaan pembayaran sebagian atau seluruh bunga dan persyaratan lainnya. Perubahan syarat kredit tersebut tidak termasuk penambahan dana atau injeksi dan konversi sebagian atau seluruh kredit menjadi „equity‟ perusahaan. Debitur yang bersifat jujur, terbuka dan „cooperative‟ yang usahanya sedang mengalami kesulitan keuangan dan diperkirakan masih dapat beroperasi dengan menguntungkan, kreditnya dapat dipertimbangkan untuk dilakukan persyaratan ulang. c. Restructuring (Penataan Ulang) Yaitu perubahan syarat kredit yang menyangkut:Penambahan dana bank, atauKonversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru, dan atauKonversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan bank atau mengambil partner yang lain untuk menambah penyertaan. d. Liquidation (Liquidasi) Yaitu penjualan barang-barang yang dijadikan jaminan dalam rangka pelunasan utang. Pelaksanaan likuidasi ini dilakukan terhadap kategori kredit yang memang benar-benar menurut bank sudah tidak dapat lagi dibantu untuk disehatkan kembali atau usaha nasabah yang sudah tidak memiliki prospek untuk dikembangkan. Proses likuidasi ini dapat dilakukan dengan menyerahkan penjualan barang tersebut kepada nasabah yang bersangkutan. Sedang bagi bank-bank umum milik negara, proses penjualan barang jaminan
  • 33. dan aset bank dapat diserahkan kepada BPPN, untuk selanjutnya dilakukan eksekusi atau pelelangan. 4.5 Landasan Teori Untuk menjelaskan aspek penelitian yang dikaji yaitu tentang faktorfaktor kredit macet oleh Kelompok SPP digunakan paradigma defenisi sosial. Penulis melihat bahwa tindakan yang dilakukan pengurus terhadap anggota dan sebaliknya merupakan tindakan yang mempertimbangkan dan berorientasi pada prilaku orang lain serta mengandung arti dan makna subjektif. Pandangan ini sesuai dengan pendapat Weber bahwa dalam paradigma defenisi sosial yang menjadi studi sosiologi adlah tindakan sosial antara hubungan sosial. Weber menyatakan bahwa tindakan sosial merupakan tondakan individu sepanjang tindakannya itu mempunyai makna atau arti subjektif bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain (Ritzer, 2004:38) Weber (dalam Ritzer, 2004:38) mengemukakan 5 (lima) ciri pokok yang menjadi sasaran penelitian sosiologi yaitu: 1. Tindakan manusia, yang menurut si aktor mengandung makna yang subjektif. Ini meliputi berbagai tindakan nyata. 2. Tindakan nyata dan yang bersifat membatin sepenuhnya dan bersifat subjektif. 3. Tindakan yang meliputi pengaruh positif dari suatu situasi, tindakan yang sengaja diulang serta tindakan dalam bentuk persetujuan secara diam-diam. 4. Tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau kepada beberapa orang individu. 5. Tindakan itu memperhatikan tindakan orang lain dan terarah kepada orang lain.
  • 34. Sedangkan teori yang dipilih dalam menjelaskan permaslahan ini adalah teori aksi. Teori aksi sebagia bagian dari paradigma defenisi sosial mempunyai asumsi dasar sebagai berikut (Ritzer,2004:46): 1. Tindakan manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subjek dan dari situasi eksternal dalam posisinya sebagai objek. 2. Sebagai subjek manusia bertindak dan berprilaku untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Jadi tindakan manusia bukan tanpa tujuan. 3. Dalam bertindak manusia menggunakan cara, tekhnik, prosedur, metode, serta perangkat yang diperkirakan cocok untuk mencapai tujuan tersebut. 4. Kelangsungan tindakan manusia hanya dibatasi oleh kondisi yang tak dapat diubah dengan sendirinya. 5. Manusia memilih, menilai, mengevaluasi terhadap tindakan yang akan, sedang dan akan dilkukannya. 6. Ukuran-ukuran, aturan-aturan atau prinsif-prinsif moral diharapkan timbul pada saat pengambilan keputusan. 7. Studi mengenai hubugan sosial memerlukan pemakain tekhnik penemuan yang bersifat subjektif seperti metode versetehen, imajinasi, Sympathicreconstruction atau seakan-akan mengalami sendiri(vicariousexperience).u Kemudian Parson (daam Ritzer,2004:48-49) menyusun skema unit-unit dasar tindakan sosial dengan karakteristik sebagai berikut : 1. Adanya individu sebagai aktor 2. Aktor dipandang sebagai pemburu tujuan-tujuan tertentu 3. Aktor mempunyai alternatif cara, alat serta tekhnik untuk mencapi tujuannya 4. Aktor berhadapan dengan sejumlah kondisi situasional yang dapat membatasi tindakannya dalam mencapai tujuan. Kendala tersebut
  • 35. berupa situasi dan kondisi, sebagian ada yang tidak dapat dikendalikan oleh individu. Misalnya kelamin dan tradisi 5. Aktor berada dibawah kendala dari nilai-nilai, norma-norma dan berbagi ide abstrak yang mempengaruhinya dalam memilih dan menentukan tujuan serta tindakan alternative untuk mencapai tujuan. Contoh kendala kebudayaan. Menurut teori aksi dalam paradigma defenisi sosial adalah bahwa tindakan sosial merupakan suatu proses dimana aktor terlibat dalam mengambil keputusan-keputusan subjektif tentang sarana dan cara mencapai tujuan tertentu yang telah dipilih yang semua itu dibatasi kemungkinankemungkinan oleh sistem kebudayaan dalam bentuk norma-norma, ide-ide dan nilai-nilai sosial. Aktor mengejar tujuan dalam situasi dimana norma-norma atau nilainilai sosial mengarahkannya dalam memilih alternatife cara dan alat untuk mencapai tujuan. Norma-norma itu tidak menetapkan pilihannya terhadap cara atau alat, tetapi ditentukan oleh kemampuan aktor untuk memilih. Kemampuan inilah yang disebut aktor sebagi voluntaris. Aktor menurut voluntarism ini adalah pelaku yang aktif dan kreatif serta mempunyai kemampuan untuk menilai dan memilih alternatif tindakan untuk mencapai tujuan. Kemudian C.H.Cooly dalam Ritzer,2004:47 menyatakan bahwa selain kesadran subjektif, persaan-perasaan individu, sentiments dan ide-ide merupakan faktor yang mendorong manusia untuk berinisiatif atau mengakhiri tindakannya terhadap orang lain. Kesimpulan utama dalam paradigma defenisi sosial adalah bahwa tindakan sosial merupakan suatu proses dimana aktor terlibat dalam pengambilan keputusan-keputusan tentang sarana dan cara untuk mencapi tujuan tertentu dalam bentu norma-norma, ide-ide dan nilai-nilai sosial. Didalm menghadapi situasi yang bersifat kendala bagi aktor mempunyai
  • 36. sesuatu di dalam dirinya berupa kemampun berpikir untuk menentukan tindakan dan tujuan-tujuan yang hendak dicapainya (Ritzer,2004:59)
  • 37. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan corak deskriptif. Menurut Bungin (2009:68) penelitian deskriptif kualitatif untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada dimasyarakat yang menjadi objek peelitian dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, gambaran tentang kondisi, situasi ataupun fenomena tertentu. Pemilihan pendekatan ini dikarenakan peneliti sebagai pelaku utama yang melakukan proses penelitian dan mengamati secara langsung semua hal yang berkaitan dengan tingkah laku manusia menjadi objek dalam penelitian, dengan menggambarkan perkembangan dari fakta dan kondisi yang ditemukan di lapangan.
  • 38. 3.2 Konseptualisasi Dan Defenisi Operasional Tabel 1 Konseptualisasi dan Defenisi Operasional N Aspek o Penelitian Defenisi Konsep 1 Pembentuka Proses . n Kelompok dibentuknya Simpan kumpulan dari Pinjam beberapa Perempuan perempuan (Kelompok untuk SPP) melakuakan kegiatan pengelolaan dana 2 Mekanisme pemberian kredit dan pengeloaan dana Simpan Pinjam Perempuan (Kelompok SPP) Tahapantahapan yang harus dijalankan oleh kelompok SPP dalam dalam menerima kredit dan pengelolaan kredit mulai dari tahap pengajuan pinjaman sampai pada tahap pengembalian pinjaman/kredit 3 Kemacetan Tahapananggota tahapan yang Perempuan harus (Kelompok dijalankan SPP) dalam anggota SPP pengembali dalam proses an kemacetan kredit/dana pengembalian SPP kredit/dana pinjaman SPP berdasarkan syarat dan Defenisi Operasional Tekhnik Pengumpula n Data Jumlah Kelompok Wawancara SPP Yang Ada Di Observasi Padang Mumpo Dokumentasi Proses pembentukan masing-masing kelompok Jumlah anggota masing-masing kelompok Jenis usaha masingmasing kelompok Pengajuan usulan Wawancara pinjaman kelompok Observasi kepada UPK Dokumentasi Jumlah dana yang dipinjam masingmasing kelompok Syarat dan ketentua meminjam dana oleh anggota terhadap kelompok Kondisi pegembalian pinjaman dana/kredit oleh masing-masing kelompok Sumber Data Jumlah anggota Wawancara kelompok yang Observasi mengalami Dokumentasi kemacetan dalam proses pengmbalian kredit/dana pinjaman SPP Penyebab terjadinya kemacetan dalam pengembalian kredit SPP oleh anggota kelompok SPP Anggota Kelompok SPP yang Mengalami Kemacetan dalam Pengembalian Kredit/Dana SPP Kelompok SPP, FK dan UPK Kelompok SPP, Wali Kampung, UPK, BKAN MAN dan Tim verifikasi
  • 39. ketentuan yang berlaku dalam Kelompok SPP Faktor-faktor yang paling berpengaruh dalam menyebabkan kredit macet di anggota SPP  Penggunaan dana tepat guna  Pembentukan usaha yang tepat sasaran  Jumlah pengahasilan sebelum atau sesudah mendapat pinjaman 3.3 Tekhnik Pengumpulan Data Tekhnik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melalui wawancara, observasi dan dokumentasi 1. Wawancara Mendalam Wawancara mendalam dilakukan dengan mengajukan pertanyaan secara langsung kepada informan dengan menggunakan pedoman wawancara guna mendaptkan informasi secara lengkap, mendalam, komprehensif, sesuai dengan tujuan penelitian. Wawancara ditujukan kepada: 1. Badan Pengawas-UPK (BP-UPK) Wawancara akan dilakukan dengan salah satu anggota BP-UPK yaitu Toppo, adapun pertanyaan yang akan diajukan mengenai tentang kinerja UPK dalam mengelolah kegiatan SPP dan kondisi perkembangan serta sanksisanksi pada kegiatn SPP (khususnya terkait dengan kemacetan dalam pengembalian dana SPP). Wawancara ini akan dilakukan dirumah Toppo. 2. Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Wawancara akan dilkukan dengan ketua UPK (Dapit) Bendahara UPK (Ratih) dan bagian umum(Kardi). Wawancara akan dilakukan di kantor UPK Kelurahan Massat dengan pertanyaan yang akan diajukan tentang sumber dana, pelaku kegiatan, struktur kepengurusan, pembentukan kelompok
  • 40. simapan pinjam, persyaratan untuk menjadi kelompok SPP, mekanisme pengelolaan dana, sanksi kelompok yang bermasalah (Kredit Macet), ketentuan bunga pinjaman, jenis-jenis bantuan atau kegiatan dari PNPM Mandiri Pedesaan hingga evaluasi 3. Tim Verifikasi Wawnacara akan dilakuka terhadap Sekretaris SPP Kelurahan Massat di kantor UPK Kelurahan Massat yang akan langsung ditenui dirumahnya. Adapun pertanyaan yang akan diajukan yaitu proses verifikasi, hal-hal yang harus dilkukan dan diperhatikan pada saat verifikasi dan pertimbangan apa saya yang menjadi patokan untuk sebuah kelompok dapat dinyatakan layak sebagai kelompok SPP dan dapat didanai serta bagaiman tngkat kehadiran dari anggota kelompok SPP dan Tim Verifikasi pada saaat verifikasi. 4. Fasilitator Kecamatan Wawancara akan dilakukan terhadap Yeka selaku Fasilitator Kecamatan. Adapun pertanyaan yang akan diajukan yaitu tujuan dan prinsif dari prinsif PNPM Mandiri Pedesaan, kondisi, intensitas, dan permasalahan yang sering muncul pada saat sosialisasi kegiatan/program. 5. Pendamping Lapangan Wawancara akan dilkukan terhadap Dedi dikantor UPK Kelurahan Massat, dengan pertanyaan yang akan diajuka yaitu, kondisi pada saat sosialisasi kegiatan, pembentukan kelompok, penyebab penunggaan(kredit macet) kondisi kehidupan ekonomi masyarakt Padang Mampo. Pemilihan Dedi karena merupakan penduduk asli Padang Mampo pada sat berkunjung ke lapangan atau ke kampung Padang Mampo yang bermsalah pada kredit macet. 6. Anggota Simpan Pinjam Perempuan Yang Mengalami Kredit Macet dalam pengembalian Kredit/Dana SPP Wawancara ini akan dilkukan terhadap anggota SPP Padang Mampo yang mengalami kredit Macet dalam pengembalian kredit/dana SPP antara lain : Sus, Nur, Sui, Seni, Lia, Resi, Delta, Bella, Iles, Zul, Neng, Mar, Niem, Sasmi, Mid, Fatimah, Leli, Rut, Erna, dan Ani. Wawancara akan dilkukan
  • 41. dirumah masing anggota SPP yang Mengalami Kemacetan dalam kredit macet. Adapun pertanyaan yang akan diajukana antara lain : proses pembentuka kelompok, tujuan menjadi anggota kelompok, ketentuan kelompok, jumlah peminjaman kredit/dana SPP, pemamfaat dana, jenis usaha yag dijalankan, hasil sesudaah atau sebelum peminjaman, penyebab penunggaan (fakto-faktor penyebab penunggaan kredit, alokasi dana yang bersifat kebalikan , sistematis manajemen keuangaan, jenis usahanya) 7. Tanggapan Tokoh Masyarakat dan Perangkat Kampung dan orang/lembaga yang terkait dalam kegiatan SPP yang anggot SPP mengalami kredit macet dalam pengembaliannya. Adapun tokoh masyarakat yang akan diwawancarai antara lain : Wali Kampung (Basri), Tokoh Agama (Ujang), Kepala Desa (Saini) Hdsdh;sdho;hsddsjsdv 2. Pengamatan (Observasi) Pengamatan terhadap pengelola dilakukan dengan mengamati berbagai kehadiran, sikap dan hal-hal yang disampaikan dan Tim Verifikasi terhadap anggota dan semua peserta SPP. Pengamatan yang paling mendasar yang akan dikerjakan terhadap anggota SPP yang mengalami kemacetan Kredit dalam pengembalikan dana SPP. Pengmatan-pengamatan antara lain : surat keterangan peminjaman kredit SPP, kerangka perencanan pembukaan usaha, lokasi pembukaan usaha, jenis usaha yang akan direleasasikan, pendapatan sebelum pinjaman SPP dan setelah mendapat pinjaman(Krdit), kelebihan dan kekurangan usaha dan, transaksi keterangan pembayaran perbulan. Selain itu pengamatan juga dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan yang sifatnya insidential seperti melakukan peninjauan langsung ke lapanga atau kelompok SPP yang proses pengembaliannya macet. 3. Dokumentasi Pemanfaatan dokumen dalam tekhni pengumpulan data penelitian ini berguna untuk mengumpulkan dan merekam data yang bersifat dokumentatif, seperti arsip-arsip penting, poto-poto kegiatan dan lainnya. Arsip-arsip
  • 42. penting yang akan dikumpulka seperti, profil desa, Petunjuk Tehknik Operasional, Dokumen Usulan (Proposal) SPP, Proposal Kegiatan, Buku Kredit, Struk Keterlambatan pembayaran kredit, dan arsip-arsip penting lainya untuk mendukung inforamsi yang valid, sementara itu foto-foto yang dihimpun seperti poto-poto jenis usaha yang dikelola yang mengalami kemacetan dan semua kegiatan yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan SPP di desa Massat. 3.4 Kriteria Penentuan Informan Menurut Moleong (2008:90), informan penelitian adalah orang yang dimanfaatkan untuk informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Dalam penelitian ini, informan diperoleh dengan menggunakan cara snowballing sampling karena penelitian tidak mengetahui siapa yang memahami objek penelitian. 3.5 Tekhnik Analisis Data Analisis data akan dilkukan dalamm tiga tahap, yaitu mereduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (lihat Suprayogo & Tabroni). Reduksi data merupakan proses mengindentifikasi data secara pemilihan pemusatan perhatian pada penyerdahanaan, transformasi dan data kasar yang muncul di dalam catatan – catatan lapangan. Sementara itu, penyajian data merupakan kegiatan penyajian sekumpulan informasi dalam bentuk teks naratif yang dibantu dengan bagan, tabel, matrik, grafik, jaringan untuk mempertajam pemahaman peneliti terhadap informasi yang diperoleh. Dan penarikan ksimpulan merupakan mencari arti, penjelasan, konfigurasi yang mungkin, hubungan sebab akibat, pola-pola dan proposisi. Peanarikan kesimpulan dilakukan secara cermat dengan melakukan verifikasi berupa tinjauan ulang terhadap catatan-catatan lapangan sehingga data-data yang ada teruji validitasnya.
  • 43. DAFTAR PUSTAKA Ach. Wazir Ws., et al., ed. 1999. Panduan Penguatan Menejemen Lembaga Swadaya Masyarakat. Jakarta: Sekretariat Bina Desa dengan dukungan AusAID melalui Indonesia HIV/AIDS and STD Prevention and Care Project. Adisasmita, Rahardjo. 2006. Membangunan Desa Partisipastif. Graha Ilmu. Yogyakarta. Bungin, Burhan. 2006. Sosiology Komunikasi :Teory Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta. Rencana. Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. http://www.pnpm-perdesaan.or.id/?page=halaman&story_id=21 akses Juli 2013 di http://www.pnpm-perdesaan.org/ di akses13 Juli 2013 pukul 19.32 wib Kementerian Pekerjaan Umum. 2012. Petunjuk Teknis Pinjaman Bergulir. Cipta Karya. Jakarta. Lembaga Penelitian SMERU.2003.BUKU 1 Upaya Penguatan Usaha Mikro dalam Rangka Peningkatan Ekonomi Perempuan(Sukabumi, Bantul, Kebumen, Padang,Surabaya, Makassar). Jakarta. Smeru. Moleong, Lexy. 2008. Metode Penelitian Kulitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya. Nasution, Zulkariemen. 2007. Awal dan Pengertian Pembangunan. Dari webpage http://one.indoskiripsi .com/node/3333(diakses pada tanggal 14 Juli 2013) Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survai. LP3ES Soelaiman, Holil. 1980. Partisipasi Sosial Dalam Usaha Kesejahteraan Sosial. Bandung. Sudarta, wayan. 2007. peranan wanita dalam pembangunan berwawasan gender. bali. udayana. Suharsini. 1998. Prosedur Praktek.Jakrta. Bhineka Cipta. Penelitian Suatu Pendekatan
  • 44. Suprayoga & Tabroni Iman, 2001. Metodologi Penelitian Sosial Agama. Yogyakarta. Pustaka Pelajar Tim Koordinasi PNPM Mandiri Perdesaan. „t.b.‟ . Petunjuk Teknis Operasional Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan. Jakarta. Tim Pengendalian PNPM-Mandiri.2008. PNP Mandiri. Jakarta. Direktorat Pekerjaan Umum Tim Penyusun Pedoman Umum PNPM Mandiri. 2007. Pedoman Umum PNPM Mandiri. Jakarta. Tim PNPM Uphof, NT Cohen JM, dan Goldsmith. 1979. Development Committee: Feasibility and Application of Rural Development Participation’ A State of-the arth paper. New York: Cornell University. Wahyuni, Sri. 2006. Proses Komunikasi dan Partisipasi Dalam Pembangunan Masyarakat Desa, Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor [Tesis]. Bogor. Institut Pertanian Bogor.