Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Teori konstruktivisme menekankan bahwa pengetahuan dibangun oleh siswa melalui pengalaman dan interaksi dengan lingkungan, bukan hanya diterima secara pasif.
2. Guru berperan sebagai fasilitator yang membantu siswa membangun pengetahuan baru melalui pengalaman belajar.
3. Desain pembelajaran konstruktivis memberi kebebasan kepada siswa untuk belaj
1. KONSTRUKTIVISME DAN DESAIN PEMBELAJARAN
A. Pengertian Konstruktivisme
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan,
Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang
berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi)
pembelajaran kontekstual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia
sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan
tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta,
konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus
mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Sedangkan menurut Tran Vui, Konstruktivisme adalah suatu filsafat
belajar yang dibangun atas anggapan bahwa dengan merefleksikan pengalamanpengalaman sendiri, sedangkan teori Konstruktivisme adalah sebuah teori yang
memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari
kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau
kebutuhannya
tersebut
dengan
bantuan
fasilitasi
orang
lain
Dari keterangan di atas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori ini memberikan
keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi,
pengetahuan
atau
teknologi,
dan
hal
lain
yang
diperlukan
untuk
mengembangkan dirinya sendiri. Adapun tujuan dari teori ini adalah sebagai
berikut:
1. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa
itu sendiri.
2. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan
mencari sendiri pertanyaannya.
3. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman
konsep secara lengkap.
1
2. 4. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
5. Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
B. Teori Konstruktivisme
Teori konstruktivisme lahir dari idea Piaget dan Vygotsky. Konstruktivisme
adalah satu paham bahwa siswa membina sendiri pengetahuan atau konsep
secara aktif berasaskan pengetahuan dan pengalaman awal. Dalam Proses ini,
siswa akan menyesuaikan pengetahuan yang diterima dengan pengetahuan awal
untuk membina pengetahuan baru. Menurut Briner (1999), pembelajaran secara
konstruktivisme berlaku di mana siswa membina pengetahuan dengan menguji
ide dan pendekatan berasaskan pengetahuan dan pengalaman awal,
mengimplikasikannya
pengetahuan
baru
pada
yang
satu
situasi
diperoleh
baru
dengan
dan
binaan
mengintegerasikan
intelektual
yang
diwujudkannya. Mc Brien dan Brandt (1997), menyatakan konstruktivisme
adalah satu pendekatan pembelajaran berasaskan kepada penelitian tentang
bagaimana manusia belajar. Kebanyakan peneliti berpendapat setiap individu
membina pengetahuan dan bukannya hanya menerima pengetahuan daripada
orang lain.
Ide dari teori ini adalah siswa aktif membangun pengetahuannya sendiri.
Pikiran siswa dianggap sebagai mediator yang menerima masukan dari dunia luar
dan menentukan apa akan dipelajari. Menurut Soedjadi, pendekatan
konstruktivisme dalam pembelajaran adalah pendekatan di mana siswa secara
individual menemukan dan mengubah sesuai informasi yang kompleks,
memeriksa dengan aturan yang ada dan memeriksa kembali jika perlu. Selain itu,
Bell (1993) mengemukakan konstruktivisme memandang siswa datang ke ruang
belajar membawa persiapan mental dan kognitifnya. Artinya, siswa yang datang
ke ruang belajar sudah memiliki konsep awal dari bahan yang akan diberikan ke
siswa, karena mereka mempunyai potensi untuk pembelajaran mandiri terlebih
2
3. dahulu dari sumber yang ada atau dari pengalaman dalam lingkungan
kehidupannya. Dalam hal ini, guru bertindak sebagai mediator dan fasilitator.
Brooks dan Books (1993) juga menyatakan konstruktivisme berlaku
apabila siswa membina makna tentang dunia dengan mensintesis pengalaman
baru pada apa yang mereka telah mengerti sebelum ini. Mereka akan
membentuk peraturan melalui cerminan tentang tindak balas mereka dengan
objek dan ide. Apabila mereka bertemu dengan objek, ide atau perkaitan yang
tak bermakna pada mereka, maka mereka akan menginterpretasikan apa yang
mereka lihat supaya sesuai dengan peraturan yang telah dibentuk atau
disesuaikan dengan peraturan agar dapat menerangkan informasi baru. Dalam
teori konstruktivisme, penekanan diberikan pada siswa lebih daripada guru.
Karena siswalah yang bertindak dengan bahan dan peristiwa serta memperoleh
pengertian tentang bahan dan peristiwa tersebut. Justru, siswa membina sendiri
konsep dan membuat penyelesaian kepada masalah (Sushkin 1999).
Dengan demikian, dapatlah dirumuskan secara keseluruhan pengertian
atau maksud pembelajaran secara konstruktivisme adalah pembelajaran yang
berpusatkan pada siswa. Guru berperan sebagai mediator yang membantu siswa
membina pengetahuan dan menyelesaikan masalah. Guru berperan sebagai
penentu bahan pembelajaran yang menyediakan peluang kepada siswa untuk
membina pengetahuan baru. Guru akan mengenal pasti pengetahuan awal siswa
dan merancang kaidah pembelajarannya dengan sifat asas pengetahuan
tersebut. Pengetahuan yang dimiliki siswa adalah hasil daripada aktivitas yang
dilakukan oleh siswa tersebut dan bukannya pembelajaran yang diterima secara
pasif.
Jean Piaget adalah psikolog pertama yang menggunakan filsafat
konstruktivisme, sedangkan teori pengetahuannya dikenal dengan teori adaptasi
kognitif. Sama halnya dengan setiap organisme harus beradaptasi secara fisik
dengan lingkungan untuk dapat bertahan hidup, demikian juga struktur
pemikiran manusia. Manusia berhadapan dengan tantangan, pengalaman, gejala
3
4. baru, dan persoalan yang harus ditanggapinya secaca kognitif (mental). Untuk
itu, manusia harus mengembangkan skema pikiran lebih umum atau rinci, atau
perlu perubahan, menjawab dan menginterpretasikan pengalaman-pengalaman
tersebut. Dengan cara itu, pengetahuan seseorang terbentuk dan selalu
berkembang. Proses perkembangan tersebut meliputi:
1. Skema/skemata adalah struktur kognitif yang ada pada seseorang
beradaptasi dan terus mengalami perkembangan mental dalam interaksinya
dengan lingkungan. Skema juga berfungsi sebagai kategori-kategori utnuk
mengidentifikasikan rangsangan yang datang, dan terus berkembang.
2. Asimilasi
adalah
proses
kognitif
perubahan
skema
yang
tetap
mempertahankan konsep awalnya, hanya menambah atau merinci.
3. Akomodasi adalah proses pembentukan skema atau karena konsep awal
sudah tidak cocok lagi.
4. Equilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga
seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya
(skemata).
Proses
perkembangan
intelek
seseorang
berjalan
dari
disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi.
C. Perubahan Dalam Pembelajaran
Lahirnya kurikulum berbasis kompetensi (KBK) telah mengubah
paradigma baru dalam proses pembelajaran. Guru di sekolah bukan lagi satusatunya sumber pengetahuan, tetapi merupakan bagian integral dalam sistem
pembelajaran. Tuntutan terhadap pelayanan pembelajaran saat ini, banyak
disebabkan oleh perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Karenanya, konsep pembelajaran saat ini pun berubah dari guru mengajar
menjadi siswa belajar.
Asumsi pergeseran itu, bertitik tolak pada siswa yang diharapkan mampu
meningkatkan kemampuan dirinya dalam memperkaya ilmu pengetahuan, sikap,
dan keterampilan berdasarkan kompetensi yang ada pada kurikulum.
4
5. Pembelajaran sebagai hasil usaha siswa dan pola pembinaan ilmu
pengetahuan di sekolah merupakan suatu skema, yaitu aktivitas mental yang
digunakan siswa sebagai bahan mentah bagi proses perenungan dan
pengabstrakan. Setiap siswa, sebenarnya telah mempunyai satu aset ide dan
pengalaman yang membentuk struktur kognitif. Untuk membina siswa dalam
menemukan pengetahuan baru, guru sebaiknya memerhatikan struktur kognitif
yang ada pada mereka. Pada proses belajar mengajar, guru tidak lagi hanya
mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi siswa sendiri yang harus membangun
pengetahuannya (knowledge is constructed by human).
Mengapa? Karena pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep atau
kaidah yang siap diterima dan diingat siswa. Siswa harus mengonstruksi
pengetahuannya sendiri dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa
perlu dibiasakan untuk memunculkan ide-ide baru, memecahkan masalah, dan
menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya. Dalam ide-ide konstruktif,
biarkan siswa mengonstruksi sendiri pengetahuannya. Hal ini sejalan dengan
esensi konstruktivisme bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan
suatu informasi kompleks ke situasi lain. Apabila dikehendaki, informasi itu
menjadi milik mereka sendiri.
Melihat konsep dasar tersebut, pembelajaran saat ini setidaknya
menggeser paradigma dari pembelajaran yang berdasar kacamata guru menjadi
pembelajaran yang berdasarkan kacamata siswa. Artinya, saat ini bukan
bagaimana guru mengajar, tetapi bagaimana agar siswa dapat belajar.
Pengertian belajar, menurut konstruktivisme, adalah perubahan proses
mengonstruksi pengetahuan berdasarkan pengalaman nyata yang dialami siswa
sebagai hasil interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Pengetahuan yang mereka
peroleh sebagai hasil interpretasi pengalaman yang disusun dalam pikirannya.
Secara psikologis, tugas dan wewenang guru adalah mengetahui karakteristik
siswa, memotivasi belajar, menyajikan bahan ajar, memilih metode belajar, dan
mengatur kelas. Caranya? Biarkan mereka belajar sebagai proses mengonstruksi
5
6. pengetahuan dan guru sebagai fasilitator dalam menerapkan kondisi yang
kolaboratif. Siswa belajar dalam kelompok dan siswa tidak hanya belajar dari
dirinya
sendiri,
tetapi
belajar
pula
dari
orang
lain.
Masalahnya sekarang, bagaimana penerapan konstruktivisme dalam
pembelajaran di kelas. Guru akan banyak dituntut untuk mengubah desain
pembelajaran yang menekankan pada kemampuan siswa berdasarkan
pengalaman nyata. Model itu diharapkan mampu meminimalkan image bahwa
siswa belajar hanya duduk, dengar, dan catat. Oleh karena itu, pelaksanaan
pembelajaran di kelas dapat dilakukan sebagai berikut:
Pertama, tetapkan topik yang akan dibahas. Temukan ide, opini dan
perhatian siswa melalui wawancara, survei, atau interaktif pertanyaan siswa.
Kedua, respons terhadap interaksi, dengan pikiran siswa melalui pembentukan
jembatan yang dilengkapi tahapan bagi siswa untuk mengkonstruksi ide baru.
Ketiga, tarik pikiran siswa dengan mendorong kreativitas melalui aktivitas yang
mampu mendorong siswa untuk belajar mengambil risiko. Keempat, melakukan
refleksi atau evaluasi diri. Setelah itu, taksirlah kemajuan belajar siswa melalui
perubahan ide atau peningkatan hasil tes.
Kemudian, aturlah diskusi kelompok dan berikan kebebasan kepada
setiap siswa untuk membahas permasalahan utama. Berikan pula kesempatan
untuk memaparkan hasil belajar kepada siswa lain melalui presentasi. Tugas kita
(guru), mengevaluasi proses dan hasil belajar siswa. Di sinilah peran guru sebagai
fasilitator dan mediator dapat berfungsi.
Pendekatan konstruktivisme dalam pengajaran menekankan pengajaran
top down daripada bottom-up. Top down berarti bahwa siswa mulai dengan
masalah kompleks untuk dipecahkan dan kemudian memecahkan atau
menemukan (dengan bimbingan guru) keterampilan-keterampilan dasar yang
diperlukan.
Sedangkan
pendekatan
bottom-up
tradisional
yang
mana
keterampilan-keterampilan dasar secara tahap demi tahap dibangun menjadi
keterampilan-keterampilan yang lebih kompleks. Sehingga dapat dikatakan
6
7. bahwa di dalam kelas yang terpusat pada siswa peran guru adalah membantu
siswa menemukan fakta, konsep atau prinsip bagi diri mereka sendiri, bukan
memberikan
ceramah
atau
mengendalikan
seluruh
kegiatan
kelas.
Lebih lanjut dikatakan bahwa salah satu konsep kunci dari teori belajar
konstruktivis adalah pembelajaran dengan pengaturan diri (self regulated
learning) yaitu seseorang yang memiliki pengetahuan tentang strategi belajar
efektif dan bagaimana serta kapan menggunakan pengetahuan itu. Jadi apabila
siswa memiliki strategi belajar yang efektif dan motivasi serta tekun menerapkan
strategi itu sampai pekerjaan terselesaikan maka kemungkinan mereka adalah
pelajar yang efektif.
D. Desain Pembelajaran
1. Pengertian
Desain pembelajaran berarti menciptakan situasi belajar yang sebaik
mungkin bagi peserta didiknya agar si pebelajar merasa nyaman dan
termotivasi dalam proses belajar sesuai dengan tujuan belajar yang telah
ditetapkan.
Desain pembelajaran dapat dimaknai dari berbagai sudut pandang. Misalnya
sebagai disiplin, sebagai ilmu, sebagai sistem, dan sebagai proses. Sebagai
disiplin, desain pembelajaran membahas berbagai penelitian dan teori tentang
strategi serta proses pengembangan pembelajaran dan pelaksanaannya.
Sebagai ilmu, desain pembelajaran merupakan ilmu untuk menciptakan
spesifikasi pengembangan, pelaksanaan, penilaian, serta pengelolaan situasi
yang memberikan fasilitas pelayanan pembelajaran dalam skala makro dan
mikro untuk berbagai mata pelajaran pada berbagai tingkatan kompleksitas.
Sebagai sistem, desain pembelajaran merupakan pengembangan sistem
pembelajaran dan sistem pelaksanaannya termasuk sarana serta prosedur
untuk meningkatkan mutu belajar.
7
8. Sementara itu, desain pembelajaran sebagai proses menurut Syaiful
Sagala (2005:136) adalah pengembangan pengajaran secara sistematik yang
digunakan secara khusus teori-teori pembelajaran untuk menjamin kualitas
pembelajaran. Pernyataan tersebut mengandung arti bahwa penyusunan
perencanaan pembelajaran harus sesuai dengan konsep pendidikan dan
pembelajaran yang dianut dalam kurikulum yang digunakan.
2. Definisi
Desain pembelajaran adalah praktik penyusunan media teknologi
komunikasi dan isi untuk membantu agar dapat terjadi transfer pengetahuan
secara efektif antara guru dan peserta didik. Proses ini berisi penentuan status
awal dari pemahaman peserta didik, perumusan tujuan pembelajaran, dan
merancang "perlakuan" berbasis-media untuk membantu terjadinya transisi.
Idealnya proses ini berdasar pada informasi dari teori belajar yang sudah teruji
secara pedagogis dan dapat terjadi hanya pada siswa, dipandu oleh guru, atau
dalam latar berbasis komunitas. Hasil dari pembelajaran ini dapat diamati
secara langsung dan dapat diukur secara ilmiah atau benar-benar tersembunyi
dan hanya berupa asumsi.
3. Komponen Utama Desain Pembelajaran
Komponen utama dari desain pembelajaran adalah,
a. Pembelajar (pihak yang menjadi fokus) yang periu diketahui meliputi,
karakteristik mereka, kemampuan awal dan pra syarat.
b. Tujuan pembelajaran (umum dan khusus) adalah penjabaran kompetensi
yang akan dikuasai oleh pembelajar.
c. Analisis pembelajaran merupakan proses menganalisis topik atau materi
yang akan dipelajari.
d. Strategi pembelajaran dapat dilakukan secara makro dalam kurun satu
tahun atau mikro dalam kurun satu kegiatan belajar mengajar.
8
9. e. Bahan ajar adalah format materi yang akan diberikan kepada pembelajar.
f. Penilaian belajar, tentang pengukuran kemampuan atau kompetensi yang
sudah dikuasai atau belum.
4. Teori-teori belajar dalam Desain Pembelajaran
Pengetahuan dan pengalaman yang telah diperoleh sebelumnya oleh
pendesain merupakan hal yang sangat menentukan (peran sentral) dalam
desain pembelajaran.
“They call to mind previous instruction they have designed, have
experienced, or have seen that fits the particular constraints of the current
situation” (Rowland, 1993). Pengalaman memainkan peranan sentral dalam
penetapan isi dan penentuan strategi pembelajaran.
Model yang diperoleh dari pengalaman mencerminkan metode dan
strategi
pembelajaran
–
aktivitas
tingkah
laku
sederhana.
Caroll
mengemukakan bahwa hal-hal yang dibangun (peggunaan komputer dalam
kasus ini) menyediakan basis yang sangat kaya untuk belajar dan pemahaman
tentang teori yang mendasari desain kita. Teori belajar secara implisit telah ada
dalam desain kita dan oleh karenanya sesorang akan mendapatkan
pemahaman tentang belajar dari suatu analisa desain itu. Pendesain
pembelajaran secara khas mungkin tidak akan cukup waktu dan dukungan
secara tegas dalam menerapkan teori belajar selama menyelesaikan tugas
pengembangan dan mendesain pembelajaran. Meskipun demikian teori belajar
merupakan suatu bagian integral dari produk pembelajaran.
Integrasi teori belajar dan desain yang dihasilkan dibedakan oleh
Reigeluth antara teori belajar deskriptif dan teori pembelajaran preskriptif.
Reigeluth (1983) mengemukakan bahwa pendesain pembelajaran memerlukan
teori pembelajaran preskriptif – metode memanipulasi lingkungan belajar
dengan kondisi yang dirancang khusus untuk digunakan dalam memperoleh
hasil belajar yang diinginkan. Lebih penting lagi, ia membantah bahwa teori
9
10. pembelajaran preskriptif adalah teori pembelajaran yang independen – teori
deskriptif tidak perlu
mempertimbangkan asumsi-asumsi tentang proses
pembelajaran dan arti belajar dan mengerti (memahami).
Sebagaimana yang disampaikan oleh Carroll dan Campbell, artifak (hasil
disain) yang kita buat mencerminkan teori yang kita gunakan. Desain yang kita
buat tidak hanya menyangkut tentang deskripsi tujuan dari serangkaian
pembelajaran, namun lebih dari itu desain juga mengungkapkan secara implisit
yang terkandung dalam teori belajar yang diterapkan.
Teori belajar dan pembelajaran preskriptif pada praktiknya harus berjalan
secara bersama-sama. Tentu saja, pendesain pembelajaran akan mengalami
kesulitan dalam mendapatkan instruktur/pengajar untuk mengikuti rencana
pembelajaran yang telah disusun. Hal ini dikarenakan pengajar memiliki
perbedaan tujuan pembelajaran dan pebedaan konsep dalam mengartikan
“memahami/mengerti” pokok materi. Instruktur/pengajar akan memodifikasi
pembelajaran preskriptifnya supaya dapat mengakomodasi perbedaan teori
belajar yang mereka miliki. Oleh karenanya instruktur akan mencari
suplemen/pelengkap atau pengganti isi dan strateginya melalui pendekatan
yang menurut mereka sesuai dengan pemahaman siswanya.
Penelitian terkini mengatakan bahwa lingkungan pembelajaran yang
bermedia teknologi dapat meningkatkan nilai para pelajar, sikap mereka
terhadap belajar, dan evaluasi dari pengalaman belajar mereka. Teknologi juga
dapat membantu untuk meningkatkan interaksi antara pengajar dan pelajar,
dan membuat proses belajar yang berpusat pada pelajar (student oriented).
Dengan kata lain, penggunaan media berupa audiovisual atau komputer dapat
membantu siswa itu memperoleh pelajaran bermanfaat.
Guru sebagai pengembang media pembelajaran harus mengetahui
perbedaan pendekatan-pendekatan dalam belajar agar dapat memilih strategi
pembelajaran yang tepat. Strategi pembelajaran harus dipilih untuk
memotivasi para pembelajar, memfasilitasi proses belajar, membentuk
10
11. manusia seutuhnya, melayani perbedaan individu, mengangkat belajar
bermakna, mendorong terjadinya interaksi, dan memfasilitasi belajar
kontekstual. Ada beberapa teori belajar yang melandasi penggunaan teknologi
dalam mendesain pembelajaran yaitu teori behaviorisme, kognitifisme, dan
kontruktivisme.
DAFTAR PUSTAKA
ADDIE Instructional Design Model. Retrived December 20 2006, from
http//itsinfo.tamu,edu/workshops/handouts/pdf handouts/addie.pdf.
Barbara B. Seels dan Rita C. Richey. 1995. Teknologi Pembelajaran: Definisi dan
Kawasannya, (terjemahan Dewi S. Prawiradilaga, dkk)
Bagus Takwin, 2007, Konstruktivisme dalam Pemikiran. Dosen di Fakultas UI.
Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2002, Pendekatan Kontekstual (Contextual
Teaching and Learning). Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah. Jakarta.
Sagala Syaiful. 2006. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Suparno, Paul, 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Penerbit
Kanisius. Yogyakarta.
www.bfskinner.org/Documen.asp
Wikipedia bahasa Indonesia, 7 Oktober 2010.
11
12. Sedangkan pandangan Konstruktivisme tentang belajar adalah sebagai
berikut:
1) Konstruktivisme memandang bahwa pengetahuan non objektif, bersifat
temporer, selalu berubah dan tidak menentu.
2) Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktifitas
kolaboratif dan refleksi dan interpretasi.
3) Si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan
tergantung
pengalamannya
dan
persepektif
yang
didalam
menginterprestasikannya.
12