contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan .pptx
Proses perkembangan moral dan spiritual peserta didik
1. PROSES PERKEMBANGAN MORAL DAN SPIRITUAL PESERTA DIDIK
PROSES PERKEMBANGAN MORAL DAN SPIRITUAL PESERTA
DIDIK
Perkembangan moral merupakan suatu yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai
apa yang harus dilakukan manusi dalam berinteraksi dengan orang lain. Sehingga
pengalaman berinteraksi dengan orang lain menjadi pemicu dalam memahami tentang prilaku
mana yang baik dikerjakan dan yang tiadak baik dikerjakan. Selain itu perkembangan moral
juga terjadi karena proses penguatan, penghukuman, dan peniruan. penggambaran atau
pembagian struktur kepribadian manusia itu sendiri dibagi menjadi tiga yaitu, ide, ego dan
super ego. Sehingga seseorang yang bermoral yaitu seseorang yang menerima dan menaati
sistem peraturan yang ada serta bertindak sesuai atas penilaian baik burknya sesuatu. Moral
bagi seorang remaja merupakan suatu kebutuhan yang penting, terutama sebagai pedoman
menemukan identitas dirinya, mengembangakan hubungan personal yang harmonis dan
menghindari konflik-konflik yang terjadi pada masa transisi. Perkembangan spiritualitas
adalah perkembangan kualitas atau sifat dasar dalam berhubungan dengan diri sendiri orang
lain, tuhan, dan alam serta kebutuhan terdalam dari diri seseorang untuk menemukan identitas
dan makna hidup yang penuh arti. Dan terjadinya perkembangan spiritual atau kepercayaan
dapat berkembang hanya dalam lingkup perkembangan intlektual dan emosional yang dicapai
oleh seseorang. Dimana proses terjadinya secara bertahap melalui tahapan-tahapan, priml
faith atau kepercayaan terpenting, intuitive-projective atau berdasarkan sifat proyeksi, mythic-
literal faith atau mengartikan karakter kepercayaan, synthetic-conventional faith atau meniru
kepercayaan adat, individuative- reflective faith atau individu dalam membayangkan
kepercayaan. Conjunctive-faith atau kesadaran akan keterbatasan. Dan universalizing faith
atau perasaan ketuhanan.
ata Kunci : Perkembangan moral, pengalaman berinteraksi, proses penguatan, penghukuman, dan peniruan,
struktur kepribadian manusia, seseorang yang bermoral, Moral bagi seorang remaja,
Perkembangan spiritualitas, perkembangan intlektual dan emosional, proses.
LATAR BELAKANG
Perkembangan moral merupakan proses perkembangan kepribadian siswa selaku
seorang anggota masyarakat dalam berhubungan dengan orang lain. Perkembangan ini
berlangsung sejak masa bayi hingga akhir hayat. Perkembangan itu sendiri merupakan proses
perubahan kualitatif yang mengacu pada kualitas fungsi organ-organ jasmaniah, dan bukan
2. pada organ jasmani tersebut, sehingga penekanan arti perkembangan terletak pada
kemampuan organ psikologis (Purwati dan Nurwidodo.2000:22). Perkembangan moral
hampir dapat dipastikan merupakan perkembangan sosial, sebab perilaku moral pada
umumnya merupakan unsur fundamental dalam bertingkah laku sosial. Seorang siswa hanya
akan berperilaku sosial tertentu secara memadahi apabila menguasai pemikiran norma
perilaku moral yang diperlukan untuk menguasai pemikiran norma perilaku moral yang
diperlukan
Seperti dalam proses perkembangan yang lannya, proses perkembangan moral selalu
berkaitan dengan proses belajar. Belajar itu sendiri memiliki tujuan untuk memenuhi
kebutuhan yang belum terpenuhi dengan kompetensi-kompetensi yang dimiliki
(Mudjiman.2008:73). Konsekuensinya, kualitas hasil perkembangan sosial sangat bergantung
pada kualitas proses belajar (khususnya belajar sosial), baik dilingkungan sekolah, keluarga,
maupun di lingkungan masyarakat. Hal ini bermakna bahwa proses belajar sangat
menentukan kemampuan siswa dalam bersikap dan berperilaku sosial yang selaras dengan
norma moral, agama, moral tradisi, moral hukum, dan norma moral yang berlaku dalam
masyarakat.
Sehingga dapat diartikan bahwa, perkembangan moral merupakan perkembangan
yang berkaitan dengan aturan dan konfensi mengenai apa yang yang seharusnya dilakukan
okleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain (desmita.2009:258). Hal ini juga sesuai
dengan pendapat piaget dalam Desmita (2009:260) bahwa, hakikat moralitas yaitu
kecenderungan untuk menerima sistem peraturan.
spiritual adalah suatu ragam konsep kesadaran individu akan makna hidup, yang
memungkinkan individu berpikir secara kontekstual dan transformatif sehingga kita merasa
sebagai satu pribadi yang utuh secara intelektual, emosional, dan spiritual. Kecerdasan
sepiritual merupakan sumber dari kebijaksanaan dan kesadaran akan nilai dan makna hidup,
serta memungkinkan secara kreatif menemukan dan mengembangkan nilai-nilai dan makna
baru dalam kehidupan individu. Kecerdasan spiritual juga mampu menumbuhkan kesadaran
bahwa manusia memiliki kebebasan untuk mengembangkan diri secara bertanggungjawab
dan mampu memiliki wawasan mengenai kehidupan serta memungkinkan menciptakan
secara kreatif karya-karya baru.. Sedngkan ingersol dalam Desmita (2009:264) menyatakan,
spiritualitas sebagai wujud karakter spiritual, kualitas atau sifat dasar dan upaya dalam
berhubungan atau bersatu dengan tuhan.
3. Sehingga dapat diartikan bahwa, kecerdasan spiritual sebagai bagian dari psikologi
memandang bahwa seseorang yang beragama belum tentu memiliki kecerdasan spiritual.
Namun sebaliknya, bisa jadi seseorang yang humanis-non-agamis memiliki kecerdasan
spiritual yang tinggi, sehingga sikap hidupnya inklusif, setuju dalam perbedaan (agree in
disagreement), dan penuh toleran. Hal itu menunjukkan bahwa makna "spirituality"
(keruhanian) disini tidak selalu berarti agama atau bertuhan. Sehingga dari kuti-kutipan diatas
penulis memilih judul proses perkembangan moral dan spiritual peserta didik karena, proses
merupakan suatu hal yang sangat penting, dimana sangat menentukan hasil atau pencaapain
puncak dan akhirnya.
MAKNA PERKEMBANGAN MORAL DAN SPIRITUAL PESERTA DIDIK
1. Makna Perkembangan Moral Peserta Didik
. Perkembangan sosial hampir dapat dipastikan merupakan perkembangan moral,
sebab perilaku moral pada umumnya merupakan unsur fundamental dalam bertingkah laku
sosial. Seorang siswa hanya akan berperilaku sosial tertentu secara memadahi apabila
menguasai pemikiran norma perilaku moral yang diperlukan untuk menguasai pemikiran
norma perilaku moral yang diperlukan. Perkembangan moral merupakan suatu kebutuhan
yang penting bagi remaja dalam menemukan identitas dirinya, menghubungkan sikap
personal yang harmonis, dan menghindari konflik-konflik peran yang terjadi selama transisi,
sehingga perkembangan moral dapat di artikan sebagai perkembangan yang berkaitan dengan
aturaan dan konvensi mengenai apa yang harus dilakukan oleh manusia dalam interaksi
dengan orang lain (desmita,2009:258).
Dalam sistem moralitas, baik dan buruk dijabarkan secara kronologis mulai yang
paling abstrak hingga yang lebih operasional. Nilai merupakan perangkat moralitas yang
paling abstrak. Nilai merupakan suatu perangkat keyakinan atupun perasaan yang diyakini
sebagai suatu identitas yang memberikan corak kusus kepada pola pemikiran, perasaan,
keterikatan dan prilaku (syahidin dkk.2009:239). Moral dapat berbentuk formula, peraturan,
atau ketentuan pelaksanaan, misalnya saja etika belajar, etika mengajar dan lain sebagainya.
Dilihat dari sumber nilai ataupun moral dapat diambil dari wahyu ilahiataupun dari budaya.
Dengan demikian dapat diartikanbahwa, moral sama saja dengan akhlak manakala sumber
atau produk budayasesuai dengan prinsip-prinsip akhlak (syahidin dkk.2009:239).
2. Makna Perkembangan Spiritual Peserta Didik
4. Echoks dan Shadily dalam Desmiata (2009:264) berpendapat bahwa, kata sepiritual
berasal dari bahasa Inggris yaitu ”spirituality”. Kata dasarnya “spirit” yang berarti roh, jiwaa,
semangat. Sedangkan Ingersoll dalam Desmiata (2009:264) berpendapat bahwa, kata
sepiritual berasal dari kata latin “spiritus” yang berarti, luas atu dalam (breath), ketegu han
hati atau keyakinan (caorage), energy atau semangat (vigor), dan kehidupan. Kata sifat
spiritual berasal dari kata latin spiritualis yang berarti ”of the spirit” (kerohanian)
Menurut Aliah dan purwakania hasan dalam Desmita (2009:265) menyatakan
spiritualitas memiliki ruang lingkup dan makna pribadi yang luas, dengan kata kunci sebagai
berikut :
a. Meaning (makna). Makna merupkan sesuatu yang signifikan dalam kehidupan manusia,
merasakan situasi, memiliki dan mengarah pada suatu tujuan.
b. Values (nilai-nilai). Nilai-nilai adalah kpercayaa, standard an etika yang dihargai.
c. Transcendence (transendensensi). Transendensi merupakan pengalaman, kesadaran dan
penghargaan terhadap dimensi transendental bagi kehidupan di atas diri seseorang.
d. connecting (bersambung). Bersambung adalah meningkatkan kesadaran terhadap hubungan
dengan diri sendiri, orang lain, tuhan dan alam.
e. Becoming (menjadi). Menjadi adalah membuka kehidupan yang menuntut refleksi dan
pengalaman, termasuk siapa seseorang dan bagai mana seseorang mengetahui.
Dari kutipan diatas dapat diartikan bahwa perkembangan spiritual adalah jiwa
seorang manusia memiliki semangat dan memiliki kepercayaan yang dalam terhadap diiri
sendiri, orang lain, tuhan dan alam, yang terjadi karena pengalaman dan kesadaran dalam
kehidupan diatas diri seseorang. Sedangkan pendapat Fowler dalam Desmita (2009:279)
menyebut spiritual atau kepercayaan suatu yang universal, ciri dari seluruh hidup, tindakan
pengertian diri semua manusia, entah mereka menyatakan diri sebagai manusia yang percaya
dan orang yang berkeagamaan atau sebagai orang yang tidak percaya sebagai apapun.
KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN SPIRITUAL
A. Karakteristik perkembangan spiritualitas anak usia sekolah
Tahap mythic-literal faith, yang dimulai usia 7-11 tahun. Menurut Fowler dalam
desmita (2009:281), berpendapat bahwa tahap ini, sesuai dengan tahap perkembangan
kognitifnya, anak mulai berfikir secara logis dan mengatur dunia dengan katagori-katagori
baru. Pada tahap ini anak secara sistematis mulai mengambil makna dari tradisi
masyarakatnya, dan secara khusus menemukan koherensi serta makna pada bentuk-bentuk
naratif.
5. Sebagai anak yang tengah berada dalam tahap pemikiran operasional konkret, maka
anak usia sekolah dasar akan memahami segala sesuatu yang abstrak dengan interpretasi
secara konkret. Hal ini juga berpengaruh terhadap pemahaman mengenai konsep-konsep
keagamaan. Dengan demikian, gagasan-gagasan keagamaan yang bersifat abstrak yang
tadinya dipahami secara konkret, seperti tuhan itu satu,tuhan itu amat dekat, tuhan ada di
mana-mana, mulai dapat di pahami secara abstrak.
B. Karakteristik perkembangan spiritualitas remaja
Dibandingkan dengan masa awal anak-anak misalnya keyakinan agama remaja telah
mengalami perkembangan yang cukup berarti. Kalau pada awal masa anak-anak ketika
mereka baru memiliki kemampuan berfikir simbolik Tuhan dibayangkan sebagai person yang
berada di awan, maka pada masa remaja mereka mungkin berusaha mencari sebuah konsep
yang lebih mendalam tentang Tuhan dan eksistensi. Perkembangan pemahaman terhadap
keyakinan agama sangat dipengaruhi oleh perkembangan kognitifnya.
Oleh sebab itu, meskipun pada masa awal anak-anak ia telah diajarkan agama oleh
orang tua mereka, namun karena pada masa remaja mereka mengalami kemajuan dalam
perkembangan kognitifnya. Mungkin mereka mempertanyakan tentang kebenaran keyakinan
agama mereka sendiri. Menurut Muhammad Idrus dalam Desmita (2009:283), pola
kepercayaan yang dibangun remaja bersifat konvensional, sebab secara kognitif, efektif dan
sosial, remaja mulai menyesuaikan diri dengan orang lain yang berarti baginya (significant
others) dan dengan mayoritas lainya.
PERKEMBANGAN MORAL DAN SPIRUTYAL TERHADAP PENDIDIKAN Untuk
mengembangkan moral dan spiritual, pendidikan sekolah formal yang di tuntut untuk
membantu peserta didik dalam mengembangkan moral dan spiritual mereka, sehingga
mereka dapat menjadi manusia yang moralis dan religious.Sejatinya pendidikan tidak boleh
menghasilkan manusia bermental benalu dalam masyarakat, yakni lulusan pendidikan formal
yang hanya menggantungkan hidup pada pekerjaan formal semata. Pendidikan selayaknya
menanamkan kemandirian, kerja keras dan kreatifitas yang dapat membekali manusianya
agar bisa survive dan berguna dalam masyarakat (Elmubarok,2008:30).
Strategi yang mungkin dilakukan guru di sekolah dalam membantu perkembangan moral
dan spiritual peserta didik yaitu sebagai berikut.
a. Memberikan pendidikan moral dan keagamaan melalui kurikulum tersembunyi, yakni
menjadi sekolah sebagai atmosfer moral dan agama secara keseluruhan.
6. b. Memberikan pendidikan moral secara langsung, yakni pendidikan moral dengan pendidikan
pada nilai dan juga sifat selam jangka waktu tertentu atau menyatukan nilai-nilai dan sifat-
sifat tersebut ke dalam kurikulum.
c. Memberikan pendekatan moral melalui pendekatan klarifikasi nilai, yaitu pendekatan
pendidikan moral tidak langsung yang berfokus pada upaya membantu siswa untuk
memperoleh kejelasan mengenai tujuan hidup mereka dan apa yang berharga untuk di cari.
d. Menjadikan wahana yang kondusif bagi peserta didik untuk menghayati agamanya, tidak
hanya sekedar bersifat teoritis, tetapi penghayatan yang benar-benar dikontruksi dari
pengalaman keberagamaan.
e. Membantu peserta didik mengembangkan rasa ketuhanan melalui pendekatan spiritual
paranting,seperti:
1. Memupuk hubungan sadar anak dengan tuhan melalui doa setiap hari.
2. Menanyakan kepada anak bagaimana tuhan terlibat dalam aktivitasnya sehari-hari.
3. Memberikan kesadaran kepada anak bahwa tuhan akan membimbing kita apabila kita
meminta.
4. Menyuruh anak merenungkan bahwa tuhan itu ada dalam jiwa mereka dengan cara
menjelaskan bahwa mereka tidak dapat melihat diri mereka tumbuh atau mendengar darah
mereka mengalir, tetapi tahu bahwa semua itu sungguh-sungguh terjadi sekalipun mereka
tidak melihat apapun (Desmita,2009:287).
PROSES PERKEMBANGAN MORAL DAN SPIRITUAL PESERTA DIDIK
1. Poses Perkembangan Moral Peserta Didik
Teori Perkembangan moral dalam psikologi umum menurut Kohlbergdalam Desmita
(2009:261) terdapat 3 tingkat dan 6 tahap diantaranya sebagai berikut :
Tingkatan perkembngan moral peserta didik yaitu :
1. Perkenvensional moralitas. Pada level ini anak mengenal moralitas berdasarkan dampak
yang ditimbulkan oleh suatu perbuatan, yaitu menyenangkan (hadiah) atau menyakitkan, (
hukuman). Anak tidak melanggar aturan karena takut akan ancaman hukuman dari otoritas.
2. Konvensional. Suatu perbuatan dinilai baik oleh anak apabila mematuhi harapan otoritas atau
kelompok sebaya.
3. Pasca konvensional. Pada level ini aturan dan institusi dari masyarakat tidak dipandang
sebagai tujuan akhir, tetapi di perlukan sebagai subjek. Anak mentaati aturan untuk
menghindari hukuman kata hati.
Tahap perkembangan moral peserta didik yaitu :
7. 1. Orientasi kepatuhan dan hukuman pemahaman anak tentang baik dan buruk ditentukan oleh
otoritas. Kepatuhan terhadap aturan adalah untuk menghindari hukuman dari otoritas.
2. Orientasi hedonistic instrumental suatu perbuatan dinilai baik apabila berfungsi sebagai
instrumen untuk memenuhi kebutuhan atau kepuasan diri.
3. Orientasi anak yang baik tindakan berorientasikan pada orang lain. Suatu perbuatan dinilai
baik apabila menyenangkan bagi orang lain.
4. Orientasi keteraturan dan otoritas prilaku yang dinilai baik adalah menunaikan kewajiban,
menghormati otoritas, dan memelihara ketertiban sosial.
5. Orientasi kontrol sosial legalistik ada semacam perjanjian antara dirinya dan lingkungan
sosial. Perbuatan dinilai baik apabila sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
6. Orientasi kata hati kebenaran ditemukan oleh kata hati, sesuai dengan prinsip-prinsip etika
universal yang bersifat abstrak dan penghormatan terhadap martabat manusia
2. Proses Perkembangan Spiritual Peserta Didik
Teori Fowler dalam Desmita (2009:279) mengusulkan tahap perkembangan spiritual dan
keyakinan dapat berkembang hanya dalam lingkup perkembangan intlektual dan emosional
yang dicapai oleh seseorang. Dan ketujuh tahap perkembangan agama itu adalah :
1. Tahap prima faith. Tahap keprcayaan ini terjadi pada usia 0-2 tahun yang ditandai dengan
rasa percaya dan setia anak pada pengasuhnya. Kepercayaan ini tumbuh dari pengalaman
relasi mutual. Berupa saling memberi dan menerima yang diritualisasikan dalam interaksi
antara anak dan pengasuhnya.
2. Tahap intuitive-projective, yang berlangsung antara usia 2-7 tahun. pada tahap ini
kepercayaan anak bersifat peniruan, karena kepercayaan yang dimilikinya masih merupakan
gabungan hasil pengajaran dan contoh-contoh signivikan dari orang dewasa, anak kemudian
berhasil merangsang, membentuk, menyalurkan dan mengarahkan perhatian seponten serta
gambaran intuitif dan proyektifnya pafda ilahi.
3. Tahap mythic-literal faith, Dimulai dari usia 7-11 tahun. pada tahap ini, sesuai dengan tahap
kongnitifnya, anak secara sistematis mulai mengambil makna dari tradisi masyarakatnya.
Gambaran tentang tuhan diibaratkan sebagai seorang pribadi, orangtua atau penguasa, yang
bertindak dengan sikap memerhatikan secara konsekuen, tegas dan jika perlu tegas.
4. Tahap synthetic-conventional faith, yang terjadi pada usia 12-akhir masa remaja atau awal
masa dewasa. Kepercayaan remaja pada tahap ini ditandai dengan kesadaran tentang
simbolisme dan memiliki lebih dari satu cara untuk mengetahui kebenaran. Sistem
kepercayaan remaja mencerminkan pola kepercayaan masyarakat pada umumnya, namun
8. kesadaran kritisnya sesuai dengan tahap operasional formal, sehingga menjadikan remaja
melakukan kritik atas ajaran-ajaran yang diberikan oleh lembaga keagamaan resmi
kepadanya. Pada tahap ini, remaja juga mulai mencapai pengalaman bersatu dengan yang
transenden melalui symbol dan upacara keagamaan yang dianggap sacral. Symbol-simbol
identik kedalaman arti itu sendiri. Allah dipandang sebagai “pribadi lain” yang berperan
penting dalam kehidupan mereka. Lebih dari itu, Allah dipandang sebagai sahabat yang
paling intim, yang tanpa syarat. Selanjutnya muncul pengakuan bahwa allah lebih dekat
dengan dirinya sendiri. Kesadaran ini kemudian memunculkan pengakuan rasa komitmen
dalam diri remaja terhadap sang khalik
5. Tahap individuative- reflective faith, yang terjadi pada usia 19 tahun atau pada masa dewasa
awal, pada tahap in8i mulai muncul sintesis kepercayaan dan tanggung jawab individual
terhadap kepercayaan tersebut. Pengalaman personal pada tahap ini memainkan peranan
penting dalam kepercayaan seseorang. Menurut Fowler dalam Desmita (2009:280) pada
tahap ini ditandai dengan.
a. Adanya kesadaran terhadap relativitas pandangan dunia yang diberikan orang lain, individu
mengambil jarak kritis terhadap asumsi-asumsi sistem nilai terdahulu.
b. Mengabaikan kepercayaan terhadap otoritas eksternal dengan munculnya “ego eksekutif”
sebagai tanggung jawab dalam memilih antara prioritas dan komitmen yang akan
membantunya membentuk identitas diri.
6. Tahap Conjunctive-faith, disebut juga paradoxical-consolidation faith, yang dimulai pada
usia 30 tahun sampai masa dewasa akhir. Tahap ini ditandai dengan perasaan terintegrasi
dengan symbol-simbol, ritual-ritual dan keyakinan agama. Dalam tahap ini seseorang juga
lebih terbuka terhadap pandangan-pandangan yang paradoks dan bertentangan, yang berasal
dari kesadaran akan keterbatasan dan pembatasan seseorang.
7. Tahap universalizing faith, yang berkembang pada usia lanjut. Perkembangan agama pada
masa ini ditandai dengan munculnya sisitem kepercayaan transcendental untuk mencapai
perasaan ketuhanan, serta adanya desentransasi diri dan pengosongan diri. Pristiwa-prisiwa
konflik tidak selamanya dipandangan sebagai paradoks, sebaliknya, pada tahap ini orang
mulai berusaha mencari kebenaran universal. Dalam proses pencarian kebenara ini, seseorang
akan menerima banyak kebenaran dari banyak titik pandang yang berbeda serta berusaha
menyelaraskan perspektifnya sendiri dengan perspektif orang lain yang masuk dalam
jangkauan universal yang paling lua.
KESIMPULAN
9. Sehingga dapat diartikan bahwa, perkembangan moral merupakan perkembangan
yang berkaitan dengan aturan dan konfensi mengenai apa yang yang seharusnya dilakukan
okleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain dan perkembangan spiritual adalah jiwa
seorang manusia memiliki semangat dan memiliki kepercayaan yang dalam terhadap diiri
sendiri, orang lain, tuhan dan alam, yang terjadi karena pengalaman dan kesadaran dalam
kehidupan diatas diri seseorang. Dan proses perkembangan moral terjdi secara bertahap yaitu,
Orientasi kepatuhan dan hukuman,Orientasi hedonistic instrumental suatu perbuatan,
Orientasi anak yang baik tindakan berorientasikan pada orang lain,Orientasi keteraturan dan
otoritas prilaku yang dinilai baik,Orientasi kontrol sosial legalistik ada semacam perjanjian
antara dirinya dan lingkungan,Orientasi kata hati kebenaran ditemukan oleh kata hati. Dan
tahapan moralitas yaitu, priml faith atau kepercayaan terpenting, intuitive-projective atau
berdasarkan sifat proyeksi, mythic-literal faith atau mengartikan karakter kepercayaan,
synthetic-conventional faith atau meniru kepercayaan adat, individuative- reflective faith atau
individu dalam membayangkan kepercayaan. Conjunctive-faith atau kesadaran akan
keterbatasan. Dan universalizing faith atau perasaan ketuhanan.
DAFTAR PUSTAKA
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Elmubarok, Zaim. 2008. Membumikan pendidikan nilai. Bandung: CV. Alfabeta
Mudjiman, Haris. 2008. Belajar Mandiri. Surakarta : UNS (UNS pres)
Poerwati, Endang dan Nurwidodo. 2000. Perkembangan Peserta Didik. Malang: FKIP – UMM.
Syahidin, dkk. 2009. Moral Kongnisi Islam. Bandung : CV Alvabeta