1. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan secara umum ialah setiap sesuatu yang mempunyai pengaruh
dalam pembentukan jasmani seseorang, akalnya dan akhlaknya sejak dilahirkan
hingga dia mati. Pendidikan dengan pengertian ini meliputi semua sarana, baik
disengaja seperti pendidikan dilingkungan keluarga (rumah), dan pendidikan
sekolah, atau yang tidak disengaja seperti pendidikan yang datang kebetulan dari
pengaruh lingkungan sosial kemasyarakatan dalam pergaulan kesehatan atau yang
bersifat alamiah dan lain-lain. Pendidikan dalam pengertian ini, sama dengan
pengertian bahwa kehidupan itu sendiri atau dalam artian sesungguhnya bahwa
segala bentuk hubungan manusia baik di lingkungan keluarga, lingkungan alam
dalam kehidupan ini dianggap sebagai sebuah proses pembelajaran dengan
anggapan bahwa dimulai dari buaian atau sejak terlahir sampai keliang lahat.
Sedangkan pengertian pendidikan secara khusus ialah semua media yang
dijadikan dan dipergunakan untuk mengembangkan jasmani anak, akalnya dan
untuk pembinaan akhlaknya (akhlakul kharimah), dan hanya meliputi sarana
khusus yang mungkin disusun suatu sistem bagiannya; ini terbatas pada
pendidikan rumah tangga dan sekolah.
Pengertian di atas sengaja dikemukakan untuk menggambarkan secara
umum kepada kita tentang makna pendidikan, akan tetapi kedua bentuk
2. pengertian di atas disadari tidaklah cukup mewakili definisi pendidikan, apalagi
sampai membatasi pengertian pendidikan itu sendiri. Kerena pengertian
sebagaimana telah dikemukakan masih kabur dan samar-samar, sehingga
diperlukan pendefinisian yang lebih cermat dan jelas guna menghindari
pencampur adukan antara pengertian pendidikan dan tujuannya.Upaya
pendefinisian sangatlah penting dalam memberikan pengertian yang jelas dan
tegas.
Dikalangan para pemikir terdapat beberapa pendapat tentang hakikat
pendidikan dan batasan pengertiannya.Dan kesemuanya itu sejalan dengan isi hati
mereka, kesenangannya, kehidupannya dan tujuan hidup ini. Berikut ini akan
dikemukakan beberapa definisi pendidikan menurut para tokoh :
1. John Sturt Mill (salah seorang filsuf Bangsa Inggris yang hidup sekitar
tahun 1806-1873 M) mengatakan : “Pendidikan itu meliputi segala sesuatu yang
dikerjakan oleh seorang untuk dirinya atau yang dikerjakan oleh orang lain untuk
dia, dengan tujuan mendekatkan dia kepada tingkat kesempurnaan.”
2. Roussenan (salah seorang failusuf Jerman yang hidup di tahun 1776-1823
M) mengatakan : “Pendidikan ialah pembekalan diri kita dengan sesuatu yang
belum ada pada kita sewaktu masa kanak-kanak, akan tetapi kita
membutuhkannya waktu dewasa.”
3. Aristoteles (filosof terbesar dari Yunani 184 SM) mengatakan bahwa :
“Pendidikan itu ialah menyiapkan akal untuk pengajaran, sebagaimana disiapkan
tanah tempat persemaian benih. Dia mengatakan bahwa di dalam diri manusia ada
2
3. dua kekuatan yaitu pemikiran kemanusiaannya dan syahwat kehewaniyahnya.
Pendidikan itu adalah alat yang dapat membantu kekuatan pertama untuk
mengalahkan kekuatan yang kedua.”
4. Ibnul Muqaffa (seorang tokoh Bahasa Arab yang hidup tahun 106-1213 H
pengarang kitab Kalilah dan Damimah) mengatakan bahwa : “Pendidikan itu ialah
yang kita butuhkan untuk mendapatkan sesuatu yang akan menguatkan semua
indra kita seperti makanan dan minuman, dengan yang lebih kita butuhkan untuk
mencapai peradaban yang tinggi yang merupakan santapan akal dan rohani.”
5. William Chandler Bagley (salah seorang tokoh pendidikan di Universitas
New York, AS) mengatakan : “Pendidikan itu ialah aktivitas yang dengannya
seseorang dapat berusaha mendapatkan pengalaman dan latihan-latihan
(experiment) yang akanmenjadikan setiap tugas (aktivitas) masa depannya, lebih
baik dan lebih sempurna. (Badrun Zaman, dkk, 2005)
Mengingat keterbatasan waktu, tenaga dan pikiran, maka kelima
pendapat yang telah dikemukakan diharapkan dapat mewakili pendapat-
pendapat lainnya.Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapatlah
dikatakan bahwa pendidikan itu adalah pemberian pengarah dengan berbagai
macam yang berpengaruh, yang sengaja kita pilih untuk membantu anak,
sehingga sedikit demi sedikit, sampai kepada batasan kesempurnaan maksimal
yang dapat dicapai, sehingga dia bahagia dalam kehidupannya.Sebagai
individu dan dalam kehidupan kemasyarakatan (sosial) dan setiap tindakan
yang keluar dari padanya menjadi lebih sempurna, lebih tepat dan lebih baik
bagi masyarakat. Oleh karena itu pendidikan dapat pula dikatakan sebagai
3
4. wujud proses yang dapat membantu pertumbuhan seluruh unsur kepribadian
manusia secara formal.
Salah satu masalah pokok dalam pembelajaran pada pendidikan formal
(sekolah) dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap peserta didik.Hal ini
nampak pada hasil belajar peserta didik yang senantiasa masih sangat
memprihatinkan.Prestasi ini tentunya merupakan hasil kondisi pembelajaran
yang masih bersifat konvensional dan tidak menyentuh ranah dimensi peserta
didik itu sendiri, yaitu sebenarnya belajar itu (belajar untuk belajar). Dalam arti
yang lebih substansial, bahwa proses pembelajaran hingga dewasa ini masih
memberikan akses bagi anak didik untuk berkembang secara mandiri melalui
penemuan dan proses berpikirnya.
Hal lain yang menyebabkan rendahnya hasil belajar peserta didik,
disebabkan karena proses pembelajaran yang didominasi oleh pembelajaran
tradisional, dimana pembelajaran tersebut, suasana kelas cenderung teacher-
centered sehingga siswa menjadi pasif.
Pencapaian nilai hasil belajar siswa Indonesia untuk bidang studi
matematika, cukup mengkhawatirkan. Hasil tes diagnostik yang dilakukan
oleh Suryanto dan Somerset di 16 sekolah menengah beberapa provinsi di
Indonesia menginformasikan bahwa hasil tes pada mata pelajaran matematika
sangat rendah. Hasil dari TIMSS-Third International Mathematics and Science
Studymenunjukkan Indonesia pada mata pelajaran matematika berada di
peringkat 34 dari 38 negara.
Menurut Sriyanto (2004) sikap negatif ketakutan pada pelajaran
4
5. matematika muncul karena adanya persepsi bahwa pelajaran matematika yang
sulit.
Banyak faktor yang menyebabkan matematika dianggap pelajaran sulit,
diantaranya adalah karakterisitik materi matematika yang bersifat abstrak,
logis, sistematis, dan penuh dengan lambang-lambang dan rumus yang
membingungkan. Selain itu pengalaman belajar matematika bersama guru
yang tidak menyenangkan atau guru yang membingungkan, turut membentuk
sikap negatif siswa terhadap pelajaran matematika.
Kenyataan yang dihadapi bahwa sebagian besar siswa tidak dapat
menghubungkan apa yang dipelajari dengan pemanfaatan pengetahuan
tersebut dikemudian hari. Oleh karena itu, pemahaman konsep dan prinsip
pembelajaran kontekstual sangat penting.Teori pembelajaran langsung
maupun kontekstual menekankan pada multi aspek lingkungan belajar, siswa
diharapkan dapat menemukan hubungan yang bermakna antara pemikiran
yang abstrak dengan penerapan praktis di dunia nyata.
Untuk mengatasi pembelajaran tersebut, Soedjadi (1998/1999)
mengatakan perlunya diupayakan pembelajaran yang memberi kesempatan
luas pada siswa untuk aktif belajar. Dengan demikian pembelajaran yang
semula terpusat pada guru (teacher oriented) hendaknya berubah menjadi
terpusat pada siswa (student oriented).Pada kesempatan ini dipilih alternative
pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dan meningkatkan
komunikasiantara guru dan siswa, yaitu pembelajaran dengan menerapkan
Teori Atribusi dari Bernard Weiner (Teori Atribusi Weiner).
5
6. Dari uraian di atas, penulis terdorong untuk menguraikan penerapan
Teori Atribusi Weiner pada pembelajaran matematika di Sekolah Dasar.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam makalah
ini adalah, “ Bagaimana penerapan Teori Atribusi Weiner dalam pembelajaran
matematika di Sekolah Dasar pada pokok bahasanLuas Daerah Segitiga?”.
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui
langkah-langkah penerapan Teori Atribusi Weiner dalam pembelajaran
matematika pada materi pokok Luas Daerah Segitiga di kelas V Sekolah
Dasar.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah:
1. Bagi mahasiswa dan guru untuk mengenalkan Teori Atribusi Weiner
dalampembelajaran matematika dan mencoba menerapkan Teori ini.
2. Bagi guru untuk memperbaiki pembelajaran di kelas dalam rangka
meningkatkan hasil belajar dengan menggunakan pembelajaran yang tepat.
3. Bagi sekolah sebagai masukan untuk memperbaiki pembelajaran dan
meningkatkan hasil belajar matematika secara keseluruhan.
4. Bagi siswa meningkatakan pemahaman konsep yang dipelajari secara
lebih bermakna.
6
7. BAB II
PEMBAHASAN
A. Pembelajaran Matematika
Matematika, menurut Ruseffendi (1991), adalah bahasa symbol; ilmu
deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola
keteraturan, dan struktrur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak
didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan
akhirnya ke dalil.Sedangkan hakikat matematika menurut Soedjadi (2000),
yaitu memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola
pikir yang deduktif.
Matematika berfungsi mengembangkan kemampuan menghitung,
mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus matematika yang
diperlikan dalam kehidupan sehari-hari. Matematika juga berfungsi
mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan melalui model
matematika yang dapat berupa kalimat dan persamaan matematika, diagram,
garafik atau tabel. Pembelajaran matematika bertujuan agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
mengaplikasikankonsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat, dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
7
8. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media
lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
B. Teori Atribusi Weiner
Teori yang dikembangkan oleh Bernard Weiner (1979,1980)
menghubungkan dua bidang minat utama dalam teori psikologi. Istilah
atribusi artinya mengacu ke penyebab suatu kejadian atau hasil menurut
persepsi individu.Yang merupakan pusat perhatian penelitian di bidang ini
ialah cara-cara bagaimana guru memberikan penjelasan sebab-sebab kejadian
dan implikasi dari penjelasan-penjelasan tersebut.Teori ini bertujuan untuk
menjelaskan bagaimana terjadinya keberhasilan dan dialaminya kegagalan
(Weiner, 1972, 1979). Dalam hal ini, akan dijelaskan apa penyebab kurangnya
pemahaman siswa mengenai konsep-konsep dan prinsip-prinsip pada
Geometri. Atribusi dikembangkan untuk menjelaskan hasil, atau akibat
tindakan, seperti mengapa jatuh dalam tes atau mengapa memperoleh nilai
kurang pada hasil pembelajaran.
8
9. Adalima tahapdalam penerapan Teori Atribusi Weiner dalam
pembelajaran matematika, yang terdiri dari:
1. Penyampaian tujuan pembelajaran.
2. Mendemonstrasikan ilmu pengetahuan dan keterampilan.
3. Pemberian latihan terbimbing, dilanjutkan dengan atribusi dari guru
maupun siswa.
4. Mengecek pemahaman siswa dan memberikan umpan balik (atribusi tetap
dilanjutkan).
5. Pemberian perluasan latihan dan pemindahan ilmu.
Pesan atribusi yang diberikan dikhususkan untuk mencari penyebab
terjadinya kesalahan siswa dalam memahami tinggi dan luas segitiga yaitu:
1. Membangun konsep tinggi segitiga dimulai dengan peragaan menurunkan
luas segitiga dari persegi panjang yang dipotong sesuai diagonalnya,
2. Menanggapi hasil kerja siswa menentukan tinggi segitiga pada posisi
berubah-ubah, dan
3. Memantapkan pemahaman konsep tinggi segitiga dengan mengerjakan
soal-soal tentang luas segitiga
C. Langkah-langkah Pembelajaran Matematika dengan Menerapkan
Teori Atribusi Weiner
Selanjutnya Teori Atribusi Weiner dalam pembelajaran langsung
untuk luas segitiga dideskripsikan pada Tabel 1.
9
10. Tabel 1. Deskripsi Penerapan Teori Atribusi Weiner dalam Proses Pembelajaran
Matematika dengan Materi Luas Segitiga
No. Tahap
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Waktu
RP Pembelajaran
1 2 3 4 5
I (1)Penyampaian A.Kegiatan Awal
tujuan pembe- - Momotivasi siswa dan - Memperhatikan penjela- 5 menit
lajaran menginfomasikan materi san guru
- Menyampaikan tujuan
pembelajaran yang - Menanyakan yang
menciptakan siswa belum jelas
belajar
- Menjelaskan tugas-tugas
yang akan diterima.
(2)Mendemons- B. Kegiatan Inti
trasikan ilmu - Menjelaskan cara - Memperhatikan penje-
pengetahuan menemukan luas segitiga lasan guru
dan dari persegi panjang - Atribusi melalui 10 menit
10
11. keterampilan - Menetapkan alas dan peragaan
tinggi segitiga - Membangun pemaha-
man tentang alas dan 10 menit
tinggi segitiga.
(3) Pemberian - Memberikan latihan - Membahas LKS baik 10 menit
latihan terbimbing berupa latihan secara individu maupun
terbimbing soal dan lembar kerja kelompok dengan
dilanjutkan tentang luas segitiga bimbingan guru
dengan atribusi - Memberikan atribusi atas - Mengatribusikan
dari guru hasil kerja siswa tanggapan guru atas 15 menit
maupun siswa jawaban siswa
- Mengerjakan soal
latihan
(4) Mengecek - Memberikan soal latihan - Atribusi terhadap 10 menit
pemahaman yang meliputi luas jawaban yang diberikan
dan segitiga dari bermacam
memberikan segi tiga berdasarkan
umpan balik sudut maupun sisinya.
(atribusi tetap - Atribusi guru terhadap
dilanjutkan) hasil kerja siswa dan
11
12. memberi umpan balik 5 menit
(5) Pemberian C.Kegiatan Akhir
perluasan - Memberi perluasan - Mengembangkan 10 menit
latihan dan latihan dengan pemahaman alas dan
pemindahan meletakkan segitiga ke tinggi pada bermacam-
ilmu berbagai posisi macam posisi segitiga 15 menit
- Memberi tes formatif - Mengerjakan tes
formatif
- Memberi PR - Mencatat PR
D. Penerapan Teori Atribusi Weiner pada Materi Luas Segitiga
Untuk menerapkan Teori Atribusi Weiner dalam proses pembelajaran
langsung tentang luas segitiga di kelas VSD diurutkan materinya sebagai
berikut:
(1) (a) menentukan rumus luas daerah segitiga diturunkan dari rumus luas
persegi panjang yang dipotong sesuai diagonalnya
12
13. D p C
l l
A B
p
Gb. 1. Persegi panjang ABCD
Luas daerah persegi panjang ABCD = AB x AD atau DC x BC
=p x l
D
A Gb.2. segitiga ABD B
1
Luas daerah segitiga ABD = x Luas persegi panjang ABCD
2
1
= x AB x AD
2
1
= x alas segitiga x tinggi segitiga
2
(b) menentukan luas daerah segitiga diturunkan dari luas daerah persegi panjang
13
14. C
F E G
A D B
Gb.3. Segitiga ABC
1
CD adalah garis tinggi segitiga ABC, CE = CD
2
Segitiga ABC di atas diguntingberdasarkan garis putus-putus
Dari segitiga ABC yang telah digunting, terbentuk persegi panjang KLMN
Alas ABC = panjang KLMN
AB = KL
1
Tinggi KLMN = tinggi ABC
2
N M
K L
Gb.4. Persegi panjang KLMN
Luas daerah ABC = Luas daerah persegi panjang KLMN
14
15. = KL x LM
1
= alas segitiga x ( x tinggi segitiga)
2
1
= x alas segitiga x tinggi segitiga
2
(2) menentukan tinggi dan alas segitiga untuk berbagai posisi segitiga
C F
G
A D B D E
Gb.5. segitiga ABC Gb.6. Segitiga DEF
Tinggi segitiga adalah garis yang tegak lurus dengan alas segitiga.
Pada Gb.5, jika alas segitiga ABC adalah AB, maka tinggi segitiganya adalah
CD.
Pada Gb.6, jika alas segitiga DEF adalah EF, maka tinggi segitiganya adalah
DG.
(3)Menentukan luas segitiga dengan menggunakan rumus yang telah diperoleh.
15
16. BAB III
KESIMPULAN & SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya dapat disimpulkan, bahwa
lima tahap penerapan atribusi weiner dalam pembelajaran matematika, yaitu:
1. Penyampaian tujuan pembelajaran,yaitu memahami luas daerah segitiga.
2. Mendemonstrasikan cara menemukan luas daerah segitiga melalui persegi
panjang.
3. Pemberian latihan terbimbing, dilanjutkan dengan atribusi dari guru
maupun siswa yaitu melalui soal dan lembar kerja.
4. Mengecek pemahaman siswa dan memberikan umpan balik (atribusi tetap
dilanjutkan) melalui LKS yang dikerjakan secara individu maupun
kelompok dan pemberian tanggapan guru atas jawaban siswa.
5. Pemberian perluasan latihan dan pemindahan ilmu yaitu dengan memberi
pemahaman alas dan tinggi pada bermacam-macam posisi segitiga.
B. Saran
Diharapkan dengan adanya makalah seminar ini dapat menambah
pengetahuan bagi para pendidik untuk menanamkan sejak dini konsep-konsep
pembelajaran dalam menyelesaikan soal-soal matematika terutama yang
berkaitan dengan materi Segitiga.
16