SlideShare a Scribd company logo
1 of 16
Perbandingan Geopolitik China dan Jepang
Terkait Fenomena Peningkatan Ketegangan
Nuklir di Semenanjung Korea Tahun 2013
Bernadette Aderi Puspaningrum 1006694315
Ujian Akhir Mata Kuliah Pembangunan Asia Timur
DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS INDONESIA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Hubungan geopolitik China dan Jepang pada dasarnya, sangat dipengaruhi oleh
dinamika system politik dunia. Persaingan antara kedua negara ini juga erat kaitannya dengan
sejarah agresi militer yang membentuk relasi yang dingin antara keduanya hingga kini.
Disamping itu, kontestasi politik internasional sebelum dan sesudah Perang Dingin telah
membentuk pola hubungan antara Jepang dan China yang notabene nya memiliki ideology
yang berbeda. Dengan perbedaan ideology tersebut, baik China dan Jepang dimasa system
internasional yang bipolar menunjukan keberpihakannya kepada super power yang
mendukung ideologinya masing-masing. Namun kemudian, keruntuhan Uni Soviet yang
merubah system dunia menjadi unipolar membawa perubahan politik di kawasan Asia Timur
pula. Keruntuhan Uni Soviet menyisakan China dan Korea Utara sebagai negara sosialis yang
dengan kuat mempertahankan ideologynya hingga kini.
Berbeda dengan China, keberadaan negara sosialis yang sangat tertutup seperti Korea
Utara di kawasan ini membuat kondisi kawasan cenderung tidak dapat dipredikasi. Tidak
dapat diprediksinya Korea Utara, turut pula menimulkan reaksi dari negara-negara kawasan
di sekitarnya. Hal ini tercermin dalam berbagai respon negara tetangga terhadap
kemungkinan adanya kepemilikan senjata nuklir Korea Utara. Beberapa waktu ini,
peningkatan uji coba nuklir yang dilakukan Korea Utara telah menarik kekhawatiran dunia.
Hal tersebut di representasikan dalam pembahasan terkait Korea Utara di PBB yang
mendesak negara-negara tetangga untuk melakukan reaksi sebagai upaya pencegahan
terjadinya perang nuklir di dunia.
Berdasrkan hal tersebut, makalah ini akan berfokus pada geopolitik China dan Jepang
yang tercermin dari sikapnya terhadap dinamika kawasan di Asia Timur akibat agresifitas
Korea Utara dalam percobaan nuklir yang secara gencar dilakukan dalam beberapa bulan
terakhir. Kasus ini menjadi penting karena pasca perang dingin, baik China maupun Jepang
lebih memfokuskan kebijakannya pada sektor ekonomi dan pembangunan sehingga
cenderung mengesampingkan masalah keamanan kawasan. Fenomena peningkatan
ketegangan di semenanjung korea ini, mendorong China dan Jepang untuk melakukan respon
terhadap masalah keamanan di kawasannya. Dengan demikian kasus tersebut pada makalah
digunakan untuk dapat melihat peredaan geopolitik dan keamanan China dan Jepang.
1.2 Pertanyaan Permasalahan
Makalah ini akan berusaha menjawab pertanyaan permasalahan terkait “Bagaimana
perbandingan geopolitik China dan Jepang terkait fenomena peningkatan ketegangan
nuklir di semenanjung Korea ?”
1.3 Kerangka pemikiran
Geopolitik1
Geopolitik adalah studi tentang pengaruh geografi pada politik internasional dan hubungan
internasional. Geopolitik adalah metode analisis kebijakan luar negeri yang berusaha untuk
memahami, menjelaskan, dan memprediksi perilaku politik internasional terutama dalam hal
geografis variabel. Variabel geografis yang khas adalah lokasi fisik, ukuran, iklim, topografi,
demografi, sumber daya alam, dan kemajuan teknologi negara sedang dievaluasi. Secara
tradisional, istilah ini diterapkan terutama terhadap dampak geografi pada politik, tetapi
penggunaannya telah berevolusi selama abad terakhir untuk mencakup konotasi yang lebih
luas.
Geopolitik secara tradisional mempelajari hubungan antara kekuasaan politik dan ruang
geografis, dan memeriksa resep strategis berdasarkan kepentingan relatif kekuatan darat dan
kekuatan laut dalam sejarah dunia. Tradisi geopolitik punya beberapa kekhawatiran konsisten
dengan korelasi geopolitik kekuasaan dalam politik dunia, identifikasi wilayah inti
internasional, dan hubungan antara kemampuan angkatan laut dan darat. Secara akademis,
studi geopolitik analisis geografi, sejarah, dan ilmu sosial dengan referensi politik spasial dan
pola pada berbagai skala. Juga, studi geopolitik mencakup studi dari ansambel hubungan
antara kepentingan para aktor politik internasional, kepentingan terfokus ke suatu daerah,
ruang, elemen geografis atau cara, hubungan yang membuat sistem geopolitik. Geopolitik
adalah multidisiplin dalam lingkup, dan mencakup semua aspek ilmu sosial-dengan
penekanan khusus pada geografi politik, hubungan internasional, aspek teritorial ilmu politik
dan hukum internasional.
Aliansi2
1
Devetak et al (eds), An Introduction to International Relations, 2012, p. 492.
Aliansi memainkan peran sentral dalam hubungan internasional karena dianggap
menjadi bagian integral kenegaraan. Aliansi terbentuk antara dua atau lebih negara untuk
melawan umum musuh. Mereka telah menjadi fokus penelitian yang penting dalam teori
hubungan internasional.
Hal ini dapat dimengerti karena salah satu perdebatan kebijakan luar negeri utama di setiap
pusat negara pada masalah yang bersekutu dengan bangsa dan untuk berapa lama. Negara-
negara kuat dan lemah sama merasakan perlu untuk membentuk aliansi. Negara lemah masuk
ke dalam aliansi ketika mereka membutuhkan perlindungan terhadap kuat negara yaitu,
mereka masuk ke dalam aliansi untuk membela diri. Negara berharap sekutu mereka untuk
membantu militer dan diplomatik pada masa konflik. Itu komitmen dibuat oleh aliansi
mungkin yaitu formal maupun informal, mungkin ada atau mungkin tidak perjanjian antara
mereka.
Dalam hal ini keseimbangan teori kekuatan aliansi yang merupakan alat utama yang
digunakan dalam disiplin hubungan internasional untuk menjelaskan pembentukan dan
jangka waktu aliansi antara negara. Kontras dengan Teori "keseimbangan kekuatan" (BoP)
dan teori "keseimbangan ancaman "(BoT). Menurut teori realis, negara adalah pelaku politik
pusat dan tindakan mereka diatur oleh persepsi kedaulatan, kepentingan nasional dan
keamanan. Realisme terutama berkaitan dengan perlindungan negara dan kelangsungan hidup
negara sebagai aktor diskrit.
Sebelum membahas teori alternatif keamanan negara, istilah dan konsep terkait harus
didefinisikan. Ancaman dalam halini bukanlah sebuah fenomena obyektif. Ini adalah konsep
persepsi. Kemampuan dan niat negara memainkan peran penting dalam menentukan
ancaman. Keamanan: Menurut realis, konsep keamanan adalah lingkaran setan. Dalam
pemahaman yang paling mendasar, untuk menjadi aman adalah untuk bebas dari ancaman
dan bahaya. Negara tidak sempurna aman atau benar-benar tidak aman melainkan mengalami
kondisi baik dalam derajat.
Aliansi: Aliansi digambarkan sebagai proses atau teknik kenegaraan atau jenis
organisasi internasional (Fedder 1968: 68). Arnold Wolfer (1968: 268) mendefinisikan aliansi
sebagai "janji bantuan militer timbal balik antara dua atau lebih negara berdaulat". Aliansi
hanya subset formal fenomena yang lebih luas dan lebih mendasar, daripada "keselarasan"
2
Dr. Sangit Sarita Dwivedi, Alliances In International Relations Theory dalam International Journal of Social
Science & Interdisciplinary Research Vol. 1 Issue 8, August 2012, ISSN 2277 3630, diakses dari
http://indianresearchjournals.com/pdf/IJSSIR/2012/August/20.pdf pada tanggal 25 April 2013 pukul 16.21 WIB.
(Snyder 1990: 105). Tujuan utama dari sebagian besar aliansi adalah untuk menggabungkan
anggota "kemampuan dalam cara yang lebih jauh kepentingan masing-masing.
Koalisi: Snyder dibedakan antara aliansi dan koalisi. Menurutnya (1990: 106), aliansi
terbentuk dalam waktu damai dan koalisi sering ditemukan selama perang. Koalisi
kekurangan banyak fungsi politik, seperti pencegahan serangan, halangan dan menahan diri
dari theally. Fedder (1968: 80) mendefinisikan koalisi sebagai "satu set anggota bertindak
dalam konser di x waktu mengenai satu sampai n masalah".
Membangun aliansi bukan satu-satunya negara tacic memiliki, ada strategi lain juga.
Menyeimbangkan dan bandwagoning dapat menyebabkan pembentukan aliansi.
Ketika dihadapkan dengan ancaman eksternal, negara baik dapat menyeimbangkan atau ikut-
ikutan. Balancing: Hal ini didefinisikan sebagai bersekutu dengan orang lain terhadap
ancaman yang berlaku. Negara dapat menyeimbangkan dalam berbagai cara. Waltz (1979)
dibedakan antara dua jenis balancing. Negara bisa mencoba untuk menyeimbangkan ancaman
dengan sumber daya mereka sendiri. Ini disebut balancing internal. Atau, mereka dapat
mencari negara lain yang berbagi rasa takut dan sekutu mereka dengan mereka. Hal ini
dikenal sebagai balancing eksternal.
Bandwagoning: Jika sistem gagal untuk memberikan keseimbangan terhadap
agresor, negara-negara individu merespon secara berbeda terhadap ancaman. Bandwagoning
adalah bergabung dengan pihak yang lebih kuat demi perlindungan dan hadiah, bahkan jika
ini berarti ketidakamanan vis-à-vis kekuatan melindungi dan pengorbanan tertentu
kemerdekaan (Schroeder 1994: 430). Menurut Schweller, bandwagoning mengacu bergabung
dengan negara meningkat, baik dari rasa takut atau dari keserakahan (Vasquez dan Elman
2003: 79). Walt didefinisikan bandwagoning sebagai "keselarasan dengan sumber bahaya". Ia
membedakan menjadi dua jenis: ofensif dan defensif. Bandwagoning ofensif adalah
keselarasan dengan keadaan dominan untuk berbagi dalam rampasan kemenangan.
Bandwagoning defensif adalah "bentuk peredaan"; negara sejajar dengan negara agresif
untuk menghindari diserang (Walt 1987: 21). Balancing dan bandwagoning bukan satu-
satunya cara, di mana negara "perilaku terungkap.
BAB II
PEMBAHASAN
Bagian pembahasan dalam makalah ini pada dasarnya akan dibagi kedalam beberapa
sub-bahasan terkait geopolitik China – Korea Utara dan Jepang – Korea Utara. Hal ini
dimaksudkan untuk dapat melihat dinamika hubungan China maupun Jepang terhadap Korea
Utara dalam periode masa perang dingin dan setelah perang dingin. Priode tersebut dipilih
untuk dapat melihat konsistensi hubungan geopolitik China dan Jepang terhadap Korea Utara
dan pengaruhnya terhadap peningkatan agresifitas Korea Utara di awal tahun 2013.
2.1 Dinamika geopolitik China – Korea Utara.
2.1.1 Hubungan China dan Korea Utara Pada Masa Perang Dingin
China dan Korea Utara memiliki hubungan yang strategis karena secara geopolitik
Korea Utara berbatasan dengan China, dan kedua negara ini memiliki persamaan dalam
hal ideology yaitu sosialis komunis. Pada masa perang dingin, China menjalin hubungan
kerjasama yang sangat erat dengan Korea Utara, bahkan dapat di kategorikan sebagai
hubungan persahabatan dengan perlakuan istimewa. China secara konsisten memberikan
bantuan–bantuan dan juga hubungan perdagangan lunak dalam bentuk barter, mengingat
kondisi ekonomi Korea Utara yang lemah pada saat itu. Hal ini berawal ketika perang
dunia kedua berakhir, di mana semenanjung Korea dibagi menjadi dua bagian akibat
perbedaan ideologi antara Korea Utara dan Selatan. Kedua negara tersebut memiliki basis
pendukung masing-masing yaitu, Korea Selatan yang didukung oleh Amerika Serikat dan
Korea Utara yang didukung oleh Uni Soviet dan China. Perbedaan tersebut pada akhirnya
mengakibatkan terjadinya perang antara dua kubu (Korea Utara dan Korea Selatan) dan
juga menjadi awal terbentuknya relasi yang erat antara Korea Utara dan China.
Perang Korea merupakan sebuah perang yang terjadi ketika masa perang dingin
antara Korea Selatan dan Utara pada tahun 1950-1953. Pada saat itu Korea Utara
menginvasi Korea Selatan dengan dibantu secara terang-terangan oleh China. Namun,
penyebab China turut serta dalam perang ini akibat serangan balik yang dilakukan oleh
pasukan Korea Selatan yang dibantu oleh pasukan Amerika. China yang bergabung dalam
perang setelah pasukan Amerika menguasai daerah Incheon di Korea Selatan dan mulai
memasuki daerah pusat Korea Utara yaitu Pyongyang.3
Perang ini terus berlangsung
hingga pertengahan tahun 1953 dan kedua negara (Korea Utara dan Selatan) masih tetap
berada dalam dukungan sekutu masing-masing.
Dengan melihat dukungan yang diberikan oleh China kepada Korea Utara dalam
perang tersebut, memperlihatkan hubungan yang sangat erat antara keduanya dan menjadi
sekutu yang saling mendukung satu sama lain. Dapat dikatakan juga bahwa selama
Perang Korea berlangsung, China adalah sosok pendukung serta pelindung bagi Korea
Utara. China banyak memberikan bantuan kepada Korea Utara karena kondisi ekonomi
yang tidak stabil pada saat itu. Meskipun Korea Utara memiliki hubungan yang terlihat
harmonis diantara keduanya, namun sebenarnya kedua negara tetangga ini tidak memiliki
hubungan baik. Bantuan yang diberikan oleh China ketika masa perang Korea
berlangsung, bukanlah murni karna China ingin membantu Korea Utara, melainkan
karena adanya kepentingan nasional China didalamnya. Kepentingan yang ingin
diperjuangkan oleh China adalah untuk mempertahankan daerah perbatasan China dan
Korea yaitu Baek-du san. China yang sangat membela Korea Utara pada saat itu,
disebabkan oleh kekhawatiran China terhadap jatuhnya daerah perbatasan tersebut ke
tangan pasukan Amerika Serikat. Apabila Korea Utara runtuh, maka perbatasan tersebut
akan di dominasi dan dikuasai oleh pasukan militer Amerika yang pada saat itu sedang
mencoba menyerang Korea Utara habis-habisan.4
2.1.2 Hubungan China dan Korea Utara Pasca Perang Dingin
Pasca perang Korea, hubungan China dan Korea masih menjadi pendukung satu sama
lain. Selain itu, kedua negara pun membentuk suatu sistem pertahanan yang saling
menguntungkan dan menandatangani perjanjian yang dibentuk pasca perang Korea. Pada
tanggal 11 July 1967, kedua negara (China dan Korea Utara) menyepakati sebuah
perjanjian antar negara tersebut yaitu The Sino-North Korean Treaty of Friendship,
Cooperation and Mutual Assistance. Perjanjian ini merupakan kesepakatan kedua negara
untuk membentuk kerjasama perdamaian dalam bidang ekonomi, budaya, teknologi dan
keuntungan yang akan didapat oleh kedua negara tersebut. Perjanjian tersebut membuat
China berkewajiban dan juga berkomitmen untuk ikut campur serta membela korea Utara
dalam kasus konflik militer. Namun, belakangan ini Korea Utara memutuskan untuk
3
Korean War Timeline, http://www.softschools.com/timelines/korean_war_timeline/36/, (26 April 2013, 23.14
WIB)
4
Timothy Beardson, China Support for North Korea is Rational, http://www.ft.com/cms/s/0/954c33f6-ac0e-
11e2-9e7f-00144feabdc0.html#axzz2Rp6o63H8, (29 April 2013, 20.04 WIB)
mencoba senjata nuklirnya dan membuat China berada pada keadaan yang cukup
dilematis. Tindakan yang diambil oleh Korea Utara dapat mengancam stabilitas
keamanan terutama di wilayah Asia Timur, tetapi disisi lain, China tidak bisa bertindak
terlalu keras terhadap Korea Utara karena kedua negara ini telah menandatangani
perjanjian persahabatan sebelumnya.
Semenjak Kim Jong Un memegang kuasa di Korea Utara, hubungan China dan
Korea lebih terlihat pasif, akibat percobaan nuklir yang dilakukan oleh Korea Utara pada
bulan Februari 2013 lalu.5
Menurut Daniel Sneider, seorang direktur Stanford's Asia-
Pacific Research Center, prioritas utama China pada saat ini adalah menjaga stabilitas
negara dan menghindari terjadinya perang.6
Sehingga, pemerintah China memberikan
komando untuk bersikap tenang dalam menghadapi ancaman nuklir yang diluncurkan
oleh Korea Utara. Hal tersebut disebabkan kewajiban China untuk menjaga stabilitas
wilayah Asia Timur termasuk semenanjung Korea. Setelah ancaman nuklir tersebut
diluncurkan oleh Korea Utara, China mendapat tekanan dari berbagai negara, namun
China tetap pada pendiriannya untuk bersikap tenang. Sikap ini dikemukakan juga oleh
juru bicara dari kementrian luar negeri China, Hong Lei, bahwa permasalahan ini harus
diselesaikan dengan bermusyawarah dan seluruh partai politik diharapkan untuk bersikap
tenang.7
Namun, sikap gegabah yang dilakukan oleh Kim Jong Un membuat China
menganggap Korea Utara sebagai sebuah ancaman yang dapat membahayakan kedua
negara tersebut. Keputusan yang diambil oleh Korea Utara terkait dengan percobaan
nuklirnya, membuat China bingung untuk menghadapi negara yang dipimpin oleh Kim
Jong Un ini. Beberapa negara sudah mendesak China untuk memperketat sanksi yang
seharusnya diberikan kepada Korea Utara. Di samping itu, China juga harus berhati-hati
terhadap tindakan yang dilakukannya, karena perlu diingat juga bahwa China sudah
melakukan perjanjian persahabatan dengan Korea Utara. Hal inilah yang pada akhirnya
membuat China bersikap lebih pasif dan kurang responsive untuk menghadapi ancaman
nuklir Korea Utara.
Selain karena faktor historis antara kedua negara, sikap pasif yang ditunjukkan China
disebabkan oleh kekuatan militer yang lebih kuat dibanding Korea Utara. Kecilnya
5
Celia Hatton, Is China ready to abandon North Korea?, http://www.bbc.co.uk/news/world-asia-china-
22062589, (27 April 2013, 00.07 WIB)
6
http://www.cfr.org/china/china-north-korea-relationship/p11097, (27 April 2013, 12.27 WIB)
7
Shannon Van Sant, China Urged to Pressure North Korea to Stop Threats,
http://www.voanews.com/content/china-urged-to-pressure-north-korea/1638503.html, (29 April 2013, 20.24
WIB)
kemungkinannya untuk terjadi agresi militer dari Korea Utara terhadap China, karena
Korea Utara memiliki ketergantungan akan bantuan yang selama ini di berikan oleh
China. Hal ini membuat China terkesan pasif dalam menghadapi permasalahan ini,
karena China tidak perlu merasa khawatir akan ancaman tersebut. Perlu juga di ingat
bahwa selepas masa perang dingin China telah melakukan pengurangan jumlah bantuan
terhadap Korea Utara yang meliputi bantuan minyak dan sumber–sumber daya energy
lainnya, yang di mana dengan keterbatasan minyak maupun sumber daya energy lainnya
ini membuat Korea Utara akan sulit untuk melakukan tindakan–tindakan maupun agresi
militer yang membutuhkan sumber daya energy dalam jumlah yang tidak sedikit.8
Secara ekonomi Korea Utara memiliki ketergantungan yang kuat terhadap China,
yang menyediakan sebagian besar makanan dan pasokan energi bagi masyarakat Korea
Utara. Nicholas Eberstadt, seorang konsultan di Bank Dunia, mengatakan bahwa sejak
awal 1990-an, Cina telah menjabat sebagai pemasok makanan kepada Korea Utara. Selain
itu China juga telah memberikan sumbangannya sebesar hampir 90 persen dari impor
energi. Bahkan terdapat perkiraan bahwa China menyediakan 80 persen dari barang-
barang konsumen Korea Utara dan 45 persen dari pasokan makanan. Ketergantungan
ekonomi Korea Utara dari China terus tumbuh, seperti yang ditunjukkan oleh
ketidakseimbangan perdagangan yang signifikan antara kedua negara. Snyder mencatat
bahwa pada tahun 2008, impor dari China ke Korea Utara sebesar $ 2.030.000.000,
sementara ekspor ke China termasuk batu bara dan bijih besi sebesar $ 750.000.000.
Beberapa ahli melihat $ 1.250.000.000 defisit perdagangan yang di miliki oleh Korea
Utara sebagai subsidi Cina tidak langsung, mengingat bahwa Korea Utara tidak dapat
membiayai defisit perdagangan melalui pinjaman9
.
Dibalik semua bantuan China kepada Korea Utara, China sebagai pemasok bantuan
memiliki kepentingan tertentu dalamnya. Kepentingan ekonomi yang di miliki oleh China
terhadap Korea Utara, memberikan kesan bahwa China merupakan negara yang selalu
merugi terhadap hubungan kerjasama antar kedua negara ini. Namun pada kenyataannya,
China memiliki surplus dalam hubungan perdagangan dengan Korea Utara, dimana nilai
ekspor China ke Korea Utara pada masa pasca perang dingin mencapai 600 juta US
Dollar, sedangkan nilai ekspor Korea Utara ke China hanya 290 juta US Dollar. Nilai
ekspor yang ditetapkan tersebut membuat China memiliki surplus perdagangan dengan
8
Weixing Hu, “China‟s Security Strategy in A Changing World”, Pasific Focus, VIII/1(Spring, 1993). Hlm.118
9
The China-North Korea Realitonship. http://www.cfr.org/China/China-north-korea-relationship/p11097#p3 ,
(29 April 2013)
Korea Utara hingga mencapai angka 310 juta US Dollar10
. Adanya hal ini, jika dilihat dari
sudut pandang manapun hal ini tentu saja mendatangkan keuntungan bagi China.
Pada dasarnya, saat ini, China memiliki kepentingan yang sama dengan Korea Utara,
yaitu bagaimana mempertahankan sistem politik yang mereka miliki disaat harus
membuka diri pada dunia luar. China dan Korea Utara merupakan negara dengan sistem
satu partai. Lenyapnya rezim Korea Utara yang merupakan aliansinya merupakan sesuatu
yang dipandang oleh China sebagai sesuatu yang harus dibayar dengan harga sangat
tinggi. China tidak ingin melihat pengaruhnya bereduksi atau bahkan tereleminasi.
Selama ini Pyongyang telah menjadi pengikut setia Beijing. Selain itu, Korea Utara
adalah Buffer Zone yang berperan menjaga keamanan China. Dengan demikian bisa
disimpulkan bahwa persepsi China terhdap Korea Utara berkaitan dengan kepentingan
nasional dan persepsi ancaman lingkungan adalah bahwa Korea Utara bisa digunakan
sebagai alat untuk meningkatkan peran pentingnya aktor kunci dalam kemanan Asia
Timur. China memandang bahwa kemungkinan Korea Utara untuk kehilangan kerjasama
dengannya akan sangat merugikan kepentingan kemanan China di Asia Timur.11
2.2 Dinamika geopolitik Jepang- Korea Utara
2.2.1 Hubungan Jepang dan Korea Utara pada Masa Perang Dingin12
Persaingan Korea Utara- Selatan pada dasarnya juga merupakan sumber utama
tingginya ketegangan antara Korea Utara dan Jepang di masa ini. Hal ini menurut Denny
Roy, dapat terlihat dalam dua kesempatan. Pertama, ketika Korea Utara melakukan
tindakan yang konfrontatif menentang Selatan, maka public Jepang wajib mengutuk
tindakan Pyongyang tersebut. Selanjutnya setelah investigasi menyimpulkan bahwa
Korea Utara bersalah, maka Jepang pun memberlakukan sanksi terhadap Korea Utara
selama lebih dari setahun. Pyongyang, yang membantah keterlibatan dalam pemboman
itu, bereaksi dengan turun memberikan sanksi sendiri melawan Jepang yang berupa
suspensi negosiasi perjanjian hak penangkapan ikan yang baru. Reaksi yang sama juga
dilakukan ketika Tokyo mengecam pengeboman pesawat KAL airlines yang dipandang
10
Harold C. Hinton, “China as An Asian Power”Chinese Foreign Policy Theory and Practice, (New York:
Oxford University Press Inc, 1994), hlm.348.
11
Bonnie S Glaser, “China‟s Security Perceptions: Interest and Ambitions”, Asian Survey, 33/3, 1993, hlm. 42.
12
Denny Roy, North Korea's Relations with Japan: The Legacy of War dalam Asian Survey, Vol. 28, No. 12
(Dec., 1988), pp. 1280-1293 diakses dari http://www.jstor.org/stable/2644746, pada tanggal 27/04/2013 pukul
15:25 WIB.
dilakukan oleh agen-agen Korea Utara.13
Dugaan tersebut membuat pemerintah Jepang
menghentikan semua penerbangan maskapai sipil dan melarang kunjungan pejabat antara
kedua negara.
Kedua, meskipun preferensinya untuk pendekatan yang seimbang dalam kaitannya
dengan Korea, Jepang kadang-kadang dipaksa untuk memihak. Tentunya, kebijakan
Jepang yang akan memutuskan mendukung Seoul, kemudian dapat memancing
kemarahan Korea Utara. Sebuah contoh yang jelas terjadi dalam normalisasi hubungan
Jepang dengan Korea Selatan. Dalam kasus 11 warga Korea Utara yang dikenal sebagai
“boat people” yang berlayar ke pelabuhan Jepang pada Januari 1987. Pyongyang
menuntut mereka dikembalikan ke Korea Utara, dan mengklaim kapal itu menuju
pelabuhan Wonsan Korea Utara. Dalam hal ini, Seoul mengimbau prosedur internasional
dan pertimbangan kemanusiaan sehingga mendesakan bahawa orang-orang seharusnya
dibawa ke Korea Selatan.
Pada situasi tersebut, dalam kondisinya Kementerian Luar Negeri Jepang menghadapi
dilemma. Dilema ini terjadi karena Korea Utara masih memegang dua pelaut Jepang yang
diculik pada November 1983 untuk kegiatan spionase yang dituduhkan. Pemerintah
Jepang akhirnya memutuskan untuk mengirim mereka ke Taiwan, dari mana mereka
langsung dibawa ke Korea Selatan. Hal ini tentunya kemudian memunculkan amarah dari
Korea Utara dan mengeluarkan statement yang menegaskan bahawa semua masalah
dengan Jepang di negaranya akan diselesaikan dengan hukum Korea Utara.14
Kejadian-
kejadian tersebut memperlihatkan bahwa ketika Jepang dipaksa untuk membuat sebuah
langkah yang berimplikasi pada zero-sum game bagi Seoul dan Pyongyang, maka akan
ada konsekuansi yang didapatkan oleh Jepang. Pada dasarnya beberapa peristiwa yang
dipaparkan sebelumnya menggambarkan bahwa Perang Korea tidak hanya mempengaruhi
dinamika kawasan semenanjung, tetapi juga berpengaruh ke negara-negara tetangga
seperti Jepang.
Persaingan antara Korea Utara dan Korea Selatan telah menjadi pertimbangan utama,
jika bukan pertimbangan dominan, dalam setiap aspek utama dan episode hubungan
Korea Utara dengan Jepang. Mungkin identifikasi masalah-masalah seperti di atas secara
terus-menerus dalam kegiatan kebijakan luar negeri Korea Utara dapat membantu
13
E. A. Wayne, "U.S. and Japan Denounce North Korea on Terror," Christian Science Monitor, January 27,
1988, p. 5.
14
Korea Central News Agency, FBIS, DRIAPA, February 8, 1987, pp. D1-2.
menjelaskan perilaku internasional tak terduga dan sering membingungkan dari rezim di
Korea hingga sekarang.
2.2.2 Hubungan Jepang dan Korea Utara Pasca Perang Dingin15
Pada dasarnya pertumbuhan postur pertahanan Jepang kuat dipengaruhi oleh dengan
ancaman yang datang dari Korea Utara. Hal ini tentunya memperhitungkan berbagai
aspek potensi ancaman yang mungkin dilancarkan ke Jepang berdasarkan
perbandingannya dengan ukuran dan kualitas pasukan konvensional Korea Utara dan
weapons of mass destruction (WMD). Tentunya berbagai kemampuan yang tersedia di
Jepang atas bantuan AS mampu mencegah kemungkinan terjadinya searangan. Namun
Jepang disisi lain dengan kemampuan militer yang dimilikinya pada dasarnya cukup
percaya diri untuk dapat mencegah terjadinya perang dikawasan. Akan tetapi, sikap
pemerintah Korea Utara yang tidak dapat diprediksi tentunya mendorong Jepang untuk
terus menjaga aliansi dengan Amerika Serikat.
Ketidakpastian sikap dari Korea Utara kemudian memicu berbagai perubahan postur
pertahanan Jepang, yang semuanya menunjukkan bahwa kedua persepsi substansial dan
ditekankan ancaman berkontribusi yang melepaskan diri dari batasan pasca-perang
terhadap kebijakan keamanan.
Sejak awal terjadinya krisis nuklir Korea Utara, Jepang telah melakuakan dua kali
penataan ulang (tahun 1995 dan 2004) terhadap revisi Pedoman Pertahanan. Dalam hal
kemampuan militer konvensional, sejak pertengahan 1990-an Jepang telah
menstrukturisasi kekuatan JSDF (Japan Self-Defense Forces), yang dimaksudkan untuk
mengalahkan invasi darat Soviet. Jepang telah mulai mendapatkan kemampuan lebih baik
untuk menanggapi ancaman pasca-Perang Dingin dari Korea Utara dan China.
The Ground Self-Defense Force (GSDF) di 2004 Pedoman Pertahanan untuk
mengurangi jumlah tank tempur utama dan bukan untuk menekankan kekuatan tembel
cepat-reaksi melalui pembentukan Kelompok Kesiapan Tengah, mampu merespon Korea
Utara- Jenis serangan gerilya dan melatih untuk pengiriman internasional. The Maritime
Self-Defense Force (MSDF) adalah untuk mengurangi jumlah kapal dan berkonsentrasi
pada investasi kualitatif dalam enam kapal perusak yang dilengkapi dengan sistem
Ballistic Missile Defense (BMD) yang cocok untuk mencegat rudal balistik Korea Utara
15
Christopher W. Hughes, "Super-Sizing" the DPRK Threat: Japan's Evolving Military Posture and North
Korea dalam Asian Survey, Vol. 49, No. 2 (March/April 2009), pp. 291-311 diakses dari
http://www.jstor.org/stable/10.1525/as.2009.49.2.291, pada tanggal 27/04/2013 pukul 03:21 WIB.
dan Cina. Hal ini diketahui telah mempertimbangkan pengadaan rudal jelajah Tomahawk
untuk menyediakan Jepang dengan sarana untuk menyerang kembali di Korea Utara rudal
balistik launches.16
Air Self-Defense Force (ASDF), sebagian sebagai reaksi terhadap ancaman Korea
Utara, telah diakuisisi kemampuannya dan sejak tahun 2008 telah mulai mendapatkan
amunisi presisi-dipandu yang bisa menyerang terhadap basis rudal Korea Utara. Para
ASDF menyelesaikan penyebaran Patriot Advanced Capability-3 (PAC) sistem BMD
antara tahun 2006 dan 2008 sekitar Tokyo, dan dipraktekkan penyebaran mereka di pusat
kota Tokyo pada bulan September 2007 dan Januari 2008. Demikian pula, JCG ini,
angkatan laut dekat kedua dalam hal tonase dan kemampuan kapal patroli, telah
memasang 30 senapan mesin jarak jauh pada kapal untuk melawan Korea Utara.17
Jepang
telah meningkatkan kemampuan intelijen secara keseluruhan untuk menanggapi Korea
Utara tes rudal , meluncurkan empat satelit pengumpulan-intelijen antara Maret 2003 dan
Februari 2007. Meskipun Jepang mengklasifikasikan satelit tersebut sebagai "satelit
intelijen multi-tujuan," dorongan yang menentukan untuk program satelit mata-mata
sendiri berasal dari uji coba Taepodong-1; penggunaan militer satelit perdana sejauh itu
telah untuk memantau persiapan untuk Korea Utara rudal launches.18
Respon pemerintah jepang terhadap peningkatan agresifitas Korea Utara dilakukan
oleh pemerintah dengan beberapa cara.19
Jepang telah dikerahkan rudal Patriot dalam
modal karena menyiapkan untuk membela 30 juta orang yang tinggal di Tokyo lebih
besar dari serangan Korea Utara. Dua Patriot Advanced Capability-3 peluncur rudal
permukaan-ke-udara telah ditempatkan di kementerian pertahanan di Tokyo sebelum fajar
pada hari Selasa, seorang juru bicara kementerian mengatakan, sementara Menteri
Pertahanan Itsunori Onodera mengatakan "kita melanjutkan dengan langkah-langkah
termasuk penyebaran PAC-3 seperti kita waspada ".
Laporan lokal mengatakan PAC-3 akan digelar di dua lokasi di daerah Tokyo lebih
besar. Tanggapan Tokyo sejauh ini untuk ancaman yang berasal dari Pyongyang telah
16
Ishiba Shigeru, “Kōshi Ishiba Mae Bōeichōkan” [Former JDA director general Ishiba as instructor], in Nihon
no Bōei Nanatsu no Ronten [Seven debates on Japan‟s defense], ed. Kuroi Buntarō (Tokyo: Takarajimasha,
2005), pp. 51–52.
17
Richard J. Samuels, “ „New Fighting Power‟: Japan‟s Growing Maritime Capabilities and East Asian
Security,” International Security 32:3 (Winter 2007/2008), pp. 84 –112.
18
Andrew L. Oros, “Explaining Japan‟s Tortured Course to Surveillance Satellites,” Re- view of Policy
Research 24:1 (January 2007), pp. 32, 35–36.
19
Japan readies missiles amid North Korea threats, diakses dari
http://www.nzherald.co.nz/world/news/article.cfm?c_id=2&objectid=10876446, pada tanggal 26n April 2013
pukul 17.22 WIB.
kunci rendah dan bergerak Selasa adalah yang paling terlihat namun bahwa itu bingung.
"Pemerintah melakukan upaya maksimal untuk melindungi kehidupan rakyat kita dan
memastikan keselamatan mereka," kata Perdana Menteri Shinzo Abe wartawan, Selasa.
"Sebagai Korea Utara terus membuat komentar provokatif, Jepang, bekerja sama dengan
negara-negara terkait, akan melakukan apa yang harus kita lakukan. "Untuk saat ini, hal
yang paling penting adalah untuk menerapkan sanksi di bawah resolusi Dewan Keamanan
PBB."
PAC-3 baterai juga akan dipasang di gugusan pulau semi-tropis Okinawa, Onodera
mengatakan program siaran televisi pada hari Senin. Dia mengatakan Okinawa adalah
"tempat yang paling efektif dalam menanggapi situasi darurat ... jadi kami harus
mengerahkan unit di Okinawa secara permanen". Angkatan bersenjata Jepang berwenang
untuk menembak jatuh rudal Korea Utara menuju ke wilayahnya, kata seorang juru bicara
kementerian pertahanan. Laporan-laporan intelijen menunjukkan Pyongyang telah
disiapkan dua rudal mid-range pada peluncur bergerak di pantai timur dan merencanakan
ujicoba sebelum 15 April ulang tahun pemimpin pendiri Kim Il-akhir Sung.
Pada dasarnya hal ini menandakan respon cepat dari Jepang terhadap tindakan
konfrontatif yang dilakukan oleh Korea Utara. Jepang dalam hal ini menunjukan berusaha
memaksimalkan kekuatan militernya bahkan di tengah kota Tokyo. Pemerintah Jepang
secara terang-terangan melakukan perlawanan dan bermawas diri dengan mempersiapkan
kekuatan militernya. Dalam hal ini Jepang memanfaatkan hubungan dengan Amerika
Serikat meskipun harus merelakan penggunaan wilayahnya sebagai pangkalan militer
Amerika Serikat namun pada dasarnya Jepang pun mendapatkan keuntungan dari hal
tersebut. Telah disebutkan semula bahwa berbagai badan keamanan yang didirikan
Jepang tidak terlepas dari capur tangan AS didalamnya. Terlihat dalam hal ini, pada
dasarnya hubungan antara Jepang dan AS merupakan pola hubungan aliansi yang
sesungguhnya dilakukan juga untuk memenuhi kepentingannya masing-masing. Dengan
melakukan aliansi pada dasarnya Jepang melakukan Balanceof Threat terhadap Korea
Utara dan Balance of Power terhadap China. Bagi AS hubungan dengan Jepang
memberikannya tempat yang strategis untuk menjaga Korea Utara yang tidak dapat
diprediksi sikap politiknya. AS berusaha terus mengamankan status quo dengan
mendukung Jepang agar rezim nuklir (NPT) yang dibuat olehnya tetap terjaga.
BAB III
KESIMPULAN
Paparan di atas telah memperlihatkan bagaimana dinamika geopolitik China dan
Jepang dalam pengaruhnya terhadap keberadaan Korea Utara yang hingga saaat ini masih
sangat menutup diri dari dunia internasional. Peningkatan threat nuklir yang dilakukan oleh
Korea Utara berpengaruh terhadap kebijakan keamanan China maupun Jepang.
Bagi China, agresifitas Korea Utara ini pada awalnya hanya ditanggapi secara pasif.
Hal ini dipengaruhi oleh kedekatan hubungan antara China dan Korea Utara secara ideology
dan historis. Namun, agresifitas yang tidak kunjung menurun ini memaksa China yang
mendapat tekanan dari dunia internasionalpun megeluarkan kecaman akan ketidak
setujuannya terhadap perilaku yang dilakukan oleh aliansinya ini. Sikap China yang
cenderung tidak konsisten sekiranya memperhitungkan kepentingannya terhadap Korea Utara
dan kepentingannya terhadap internasional dimana dengan bertumbuhan dan pembangunan
ekonomi China sendiri, ia memerlukan kondisi internasional yang lebih kondusif. Oleh sebab
itu, dalam kasus ini sesungguhnya China mengalami dilemma dalam melaksanakan kebijakan
luar negerinya karena baik Korea Utara dan dunia Internasional memberikan manfaat dan
keuntungan tersendiri bagi kepentigannya. Di satu sisi Korea Utara merupakan aliansi China
yang menjadi bukti ketahanan pemerintah sosialis di dunia, sedang di sisi lian lieralisasi
ekonomi di China memerlukan dukungan dunia internasional terutama karena proteksi yang
masih dilakukannya hingga saat ini yang sewaktu-waktu dapat saja dipermasalahkan oleh
pihak internasional karena sikapnya yang kuarang bersahabat.
Hal ini berbeda dengan Jepang. Dalam sejarahnya, Jepang yang telah mengalami
dampak dari senjata nuklir yang banyak berdampak pada stabilitas negaranyapun bereaksi
keras terhadap sikap agresif Korea Utara. Oleh sebab itu, penguatan aliansi dengan Amerika
Serikat digunakan untuk semakin memperkuat basis militernya sehingga Korea Utara pun
lebih dan turut memperhitungkan kerusakan yang akan terjadi bila terjadi perang nuklilr
karena jelas kekuatan Korea Utara tidak sebanding dengan kapailitas militer Jepang dan
Amerika Serikat. Bagi Jepang, responnya yang keras terhadap Korea Utara sudah menjadi
tindakan yang wajar karena merupakan bentuk survivability negara terhadap ancaman yang
datang dari luar.
DAFTAR PUSTAKA
1
Devetak et al (eds), An Introduction to International Relations, 2012, p. 492.
1
Dr. Sangit Sarita Dwivedi, Alliances In International Relations Theory dalam International Journal of Social
Science & Interdisciplinary Research Vol. 1 Issue 8, August 2012, ISSN 2277 3630, diakses dari
http://indianresearchjournals.com/pdf/IJSSIR/2012/August/20.pdf pada tanggal 25 April 2013 pukul 16.21 WIB.
1
Korean War Timeline, http://www.softschools.com/timelines/korean_war_timeline/36/, (26 April 2013, 23.14
WIB)
1
Timothy Beardson, China Support for North Korea is Rational, http://www.ft.com/cms/s/0/954c33f6-ac0e-
11e2-9e7f-00144feabdc0.html#axzz2Rp6o63H8, (29 April 2013, 20.04 WIB)
1
Celia Hatton, Is China ready to abandon North Korea?, http://www.bbc.co.uk/news/world-asia-china-
22062589, (27 April 2013, 00.07 WIB)
1
http://www.cfr.org/china/china-north-korea-relationship/p11097, (27 April 2013, 12.27 WIB)
1
Shannon Van Sant, China Urged to Pressure North Korea to Stop Threats,
http://www.voanews.com/content/china-urged-to-pressure-north-korea/1638503.html, (29 April 2013, 20.24
WIB)
1
Weixing Hu, “China‟s Security Strategy in A Changing World”, Pasific Focus, VIII/1(Spring, 1993). Hlm.118
1
The China-North Korea Realitonship. http://www.cfr.org/China/China-north-korea-relationship/p11097#p3 ,
(29 April 2013)
1
Harold C. Hinton, “China as An Asian Power”Chinese Foreign Policy Theory and Practice, (New York:
Oxford University Press Inc, 1994), hlm.348.
1
Bonnie S Glaser, “China‟s Security Perceptions: Interest and Ambitions”, Asian Survey, 33/3, 1993, hlm. 42.
1
Denny Roy, North Korea's Relations with Japan: The Legacy of War dalam Asian Survey, Vol. 28, No. 12
(Dec., 1988), pp. 1280-1293 diakses dari http://www.jstor.org/stable/2644746, pada tanggal 27/04/2013 pukul
15:25 WIB.
1
E. A. Wayne, "U.S. and Japan Denounce North Korea on Terror," Christian Science Monitor, January 27,
1988, p. 5.
1
Korea Central News Agency, FBIS, DRIAPA, February 8, 1987, pp. D1-2.
1
Christopher W. Hughes, "Super-Sizing" the DPRK Threat: Japan's Evolving Military Posture and North Korea
dalam Asian Survey, Vol. 49, No. 2 (March/April 2009), pp. 291-311 diakses dari
http://www.jstor.org/stable/10.1525/as.2009.49.2.291, pada tanggal 27/04/2013 pukul 03:21 WIB.
1
Ishiba Shigeru, “Kōshi Ishiba Mae Bōeichōkan” [Former JDA director general Ishiba as instructor], in Nihon
no Bōei Nanatsu no Ronten [Seven debates on Japan‟s defense], ed. Kuroi Buntarō (Tokyo: Takarajimasha,
2005), pp. 51–52.
1
Richard J. Samuels, “ „New Fighting Power‟: Japan‟s Growing Maritime Capabilities and East Asian
Security,” International Security 32:3 (Winter 2007/2008), pp. 84 –112.
1
Andrew L. Oros, “Explaining Japan‟s Tortured Course to Surveillance Satellites,” Re- view of Policy Research
24:1 (January 2007), pp. 32, 35–36.
1
Japan readies missiles amid North Korea threats, diakses dari
http://www.nzherald.co.nz/world/news/article.cfm?c_id=2&objectid=10876446, pada tanggal 26n April 2013
pukul 17.22 WIB.

More Related Content

Similar to Makalah geopolitik perbandingan geopolitik china dan jepang terkait fenomena peningkatan ketegangan nuklir di semenanjung korea

Hubungan antarabangsa sebagai bidang kajian
Hubungan antarabangsa sebagai bidang kajianHubungan antarabangsa sebagai bidang kajian
Hubungan antarabangsa sebagai bidang kajianfiro HAR
 
Rencana pelaksanaan pembelajaran pkn xii kur 2013 bab 5
Rencana pelaksanaan pembelajaran pkn xii kur 2013 bab 5Rencana pelaksanaan pembelajaran pkn xii kur 2013 bab 5
Rencana pelaksanaan pembelajaran pkn xii kur 2013 bab 5eli priyatna laidan
 
Hubungan internasional
Hubungan internasionalHubungan internasional
Hubungan internasionalDiandra Abella
 
Teori Strategi dan Perang Dunia
Teori Strategi dan Perang DuniaTeori Strategi dan Perang Dunia
Teori Strategi dan Perang DuniaChartika Chika
 
Pengertian hubungan internasional
Pengertian hubungan internasionalPengertian hubungan internasional
Pengertian hubungan internasionalAbudzar Al Ghifari
 
Politik dan Strategi Nasional
Politik dan Strategi NasionalPolitik dan Strategi Nasional
Politik dan Strategi NasionalEmirita Reta
 
Makalah hakikat hubungan internasional
Makalah hakikat hubungan internasionalMakalah hakikat hubungan internasional
Makalah hakikat hubungan internasionalSeptian Muna Barakati
 
Makalah hakikat hubungan internasional
Makalah hakikat hubungan internasionalMakalah hakikat hubungan internasional
Makalah hakikat hubungan internasionalWarnet Raha
 
Makalah hakikat hubungan internasional
Makalah hakikat hubungan internasionalMakalah hakikat hubungan internasional
Makalah hakikat hubungan internasionalWarnet Raha
 
Makalah hakikat hubungan internasional
Makalah hakikat hubungan internasionalMakalah hakikat hubungan internasional
Makalah hakikat hubungan internasionalSeptian Muna Barakati
 
Ancaman dan tantangan dalam membangun integritas nasional
Ancaman dan tantangan dalam membangun integritas nasionalAncaman dan tantangan dalam membangun integritas nasional
Ancaman dan tantangan dalam membangun integritas nasionalcristianyedogawa
 
Makalah pertahanan
Makalah pertahananMakalah pertahanan
Makalah pertahananArly Hidayat
 
Pengantar Hubungan Internasional Negara-Negara Islam
Pengantar Hubungan Internasional Negara-Negara IslamPengantar Hubungan Internasional Negara-Negara Islam
Pengantar Hubungan Internasional Negara-Negara IslamGesitYudha
 
Makalah hubungan internasional di indonesia
Makalah hubungan internasional di indonesiaMakalah hubungan internasional di indonesia
Makalah hubungan internasional di indonesiaWarnet Raha
 
Makalah hubungan internasional di indonesia (2)
Makalah hubungan internasional di indonesia (2)Makalah hubungan internasional di indonesia (2)
Makalah hubungan internasional di indonesia (2)Septian Muna Barakati
 

Similar to Makalah geopolitik perbandingan geopolitik china dan jepang terkait fenomena peningkatan ketegangan nuklir di semenanjung korea (20)

Hubungan antarabangsa sebagai bidang kajian
Hubungan antarabangsa sebagai bidang kajianHubungan antarabangsa sebagai bidang kajian
Hubungan antarabangsa sebagai bidang kajian
 
Rencana pelaksanaan pembelajaran pkn xii kur 2013 bab 5
Rencana pelaksanaan pembelajaran pkn xii kur 2013 bab 5Rencana pelaksanaan pembelajaran pkn xii kur 2013 bab 5
Rencana pelaksanaan pembelajaran pkn xii kur 2013 bab 5
 
Hubungan internasional
Hubungan internasionalHubungan internasional
Hubungan internasional
 
Teori Strategi dan Perang Dunia
Teori Strategi dan Perang DuniaTeori Strategi dan Perang Dunia
Teori Strategi dan Perang Dunia
 
Pengertian hubungan internasional
Pengertian hubungan internasionalPengertian hubungan internasional
Pengertian hubungan internasional
 
Materi pkn kls xii bab 5
Materi pkn kls xii bab 5Materi pkn kls xii bab 5
Materi pkn kls xii bab 5
 
Politik dan Strategi Nasional
Politik dan Strategi NasionalPolitik dan Strategi Nasional
Politik dan Strategi Nasional
 
Makalah hakikat hubungan internasional
Makalah hakikat hubungan internasionalMakalah hakikat hubungan internasional
Makalah hakikat hubungan internasional
 
Makalah hakikat hubungan internasional
Makalah hakikat hubungan internasionalMakalah hakikat hubungan internasional
Makalah hakikat hubungan internasional
 
Makalah hakikat hubungan internasional
Makalah hakikat hubungan internasionalMakalah hakikat hubungan internasional
Makalah hakikat hubungan internasional
 
Makalah hakikat hubungan internasional
Makalah hakikat hubungan internasionalMakalah hakikat hubungan internasional
Makalah hakikat hubungan internasional
 
Makalah hakikat hubungan internasional
Makalah hakikat hubungan internasionalMakalah hakikat hubungan internasional
Makalah hakikat hubungan internasional
 
Ancaman dan tantangan dalam membangun integritas nasional
Ancaman dan tantangan dalam membangun integritas nasionalAncaman dan tantangan dalam membangun integritas nasional
Ancaman dan tantangan dalam membangun integritas nasional
 
Bab 4 kelas xi
Bab 4 kelas xiBab 4 kelas xi
Bab 4 kelas xi
 
Makalah pertahanan
Makalah pertahananMakalah pertahanan
Makalah pertahanan
 
Hubungan internasional
Hubungan internasionalHubungan internasional
Hubungan internasional
 
Pengantar Hubungan Internasional Negara-Negara Islam
Pengantar Hubungan Internasional Negara-Negara IslamPengantar Hubungan Internasional Negara-Negara Islam
Pengantar Hubungan Internasional Negara-Negara Islam
 
Makalah hubungan internasional di indonesia
Makalah hubungan internasional di indonesiaMakalah hubungan internasional di indonesia
Makalah hubungan internasional di indonesia
 
Makalah hubungan internasional di indonesia
Makalah hubungan internasional di indonesiaMakalah hubungan internasional di indonesia
Makalah hubungan internasional di indonesia
 
Makalah hubungan internasional di indonesia (2)
Makalah hubungan internasional di indonesia (2)Makalah hubungan internasional di indonesia (2)
Makalah hubungan internasional di indonesia (2)
 

More from Bernadette Aderi Puspaningrum

Uas globalisasi aktor non negara dalam dinamika finansial global
Uas globalisasi aktor non negara dalam dinamika finansial globalUas globalisasi aktor non negara dalam dinamika finansial global
Uas globalisasi aktor non negara dalam dinamika finansial globalBernadette Aderi Puspaningrum
 
Analisis kebijakan pembangunan jepang dalam krisis 2008_bernadette Aderi p
Analisis kebijakan pembangunan jepang dalam krisis 2008_bernadette Aderi pAnalisis kebijakan pembangunan jepang dalam krisis 2008_bernadette Aderi p
Analisis kebijakan pembangunan jepang dalam krisis 2008_bernadette Aderi pBernadette Aderi Puspaningrum
 
B.aderi thi1 2011-makalah-kapitalisme amerika terhadap indoensia, studi kasus...
B.aderi thi1 2011-makalah-kapitalisme amerika terhadap indoensia, studi kasus...B.aderi thi1 2011-makalah-kapitalisme amerika terhadap indoensia, studi kasus...
B.aderi thi1 2011-makalah-kapitalisme amerika terhadap indoensia, studi kasus...Bernadette Aderi Puspaningrum
 

More from Bernadette Aderi Puspaningrum (6)

Uas globalisasi aktor non negara dalam dinamika finansial global
Uas globalisasi aktor non negara dalam dinamika finansial globalUas globalisasi aktor non negara dalam dinamika finansial global
Uas globalisasi aktor non negara dalam dinamika finansial global
 
Analisis kebijakan pembangunan jepang dalam krisis 2008_bernadette Aderi p
Analisis kebijakan pembangunan jepang dalam krisis 2008_bernadette Aderi pAnalisis kebijakan pembangunan jepang dalam krisis 2008_bernadette Aderi p
Analisis kebijakan pembangunan jepang dalam krisis 2008_bernadette Aderi p
 
B.aderi p 1006694315-uas pembin
B.aderi p 1006694315-uas pembinB.aderi p 1006694315-uas pembin
B.aderi p 1006694315-uas pembin
 
Makalah thi 2 nuclear jepang (green theory)
Makalah thi 2 nuclear jepang (green theory)Makalah thi 2 nuclear jepang (green theory)
Makalah thi 2 nuclear jepang (green theory)
 
B.aderi thi1 2011-makalah-kapitalisme amerika terhadap indoensia, studi kasus...
B.aderi thi1 2011-makalah-kapitalisme amerika terhadap indoensia, studi kasus...B.aderi thi1 2011-makalah-kapitalisme amerika terhadap indoensia, studi kasus...
B.aderi thi1 2011-makalah-kapitalisme amerika terhadap indoensia, studi kasus...
 
Makalah greenpeace nuklir
Makalah greenpeace nuklirMakalah greenpeace nuklir
Makalah greenpeace nuklir
 

Makalah geopolitik perbandingan geopolitik china dan jepang terkait fenomena peningkatan ketegangan nuklir di semenanjung korea

  • 1. Perbandingan Geopolitik China dan Jepang Terkait Fenomena Peningkatan Ketegangan Nuklir di Semenanjung Korea Tahun 2013 Bernadette Aderi Puspaningrum 1006694315 Ujian Akhir Mata Kuliah Pembangunan Asia Timur DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS INDONESIA 2013
  • 2. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hubungan geopolitik China dan Jepang pada dasarnya, sangat dipengaruhi oleh dinamika system politik dunia. Persaingan antara kedua negara ini juga erat kaitannya dengan sejarah agresi militer yang membentuk relasi yang dingin antara keduanya hingga kini. Disamping itu, kontestasi politik internasional sebelum dan sesudah Perang Dingin telah membentuk pola hubungan antara Jepang dan China yang notabene nya memiliki ideology yang berbeda. Dengan perbedaan ideology tersebut, baik China dan Jepang dimasa system internasional yang bipolar menunjukan keberpihakannya kepada super power yang mendukung ideologinya masing-masing. Namun kemudian, keruntuhan Uni Soviet yang merubah system dunia menjadi unipolar membawa perubahan politik di kawasan Asia Timur pula. Keruntuhan Uni Soviet menyisakan China dan Korea Utara sebagai negara sosialis yang dengan kuat mempertahankan ideologynya hingga kini. Berbeda dengan China, keberadaan negara sosialis yang sangat tertutup seperti Korea Utara di kawasan ini membuat kondisi kawasan cenderung tidak dapat dipredikasi. Tidak dapat diprediksinya Korea Utara, turut pula menimulkan reaksi dari negara-negara kawasan di sekitarnya. Hal ini tercermin dalam berbagai respon negara tetangga terhadap kemungkinan adanya kepemilikan senjata nuklir Korea Utara. Beberapa waktu ini, peningkatan uji coba nuklir yang dilakukan Korea Utara telah menarik kekhawatiran dunia. Hal tersebut di representasikan dalam pembahasan terkait Korea Utara di PBB yang mendesak negara-negara tetangga untuk melakukan reaksi sebagai upaya pencegahan terjadinya perang nuklir di dunia. Berdasrkan hal tersebut, makalah ini akan berfokus pada geopolitik China dan Jepang yang tercermin dari sikapnya terhadap dinamika kawasan di Asia Timur akibat agresifitas Korea Utara dalam percobaan nuklir yang secara gencar dilakukan dalam beberapa bulan terakhir. Kasus ini menjadi penting karena pasca perang dingin, baik China maupun Jepang lebih memfokuskan kebijakannya pada sektor ekonomi dan pembangunan sehingga cenderung mengesampingkan masalah keamanan kawasan. Fenomena peningkatan ketegangan di semenanjung korea ini, mendorong China dan Jepang untuk melakukan respon terhadap masalah keamanan di kawasannya. Dengan demikian kasus tersebut pada makalah digunakan untuk dapat melihat peredaan geopolitik dan keamanan China dan Jepang.
  • 3. 1.2 Pertanyaan Permasalahan Makalah ini akan berusaha menjawab pertanyaan permasalahan terkait “Bagaimana perbandingan geopolitik China dan Jepang terkait fenomena peningkatan ketegangan nuklir di semenanjung Korea ?” 1.3 Kerangka pemikiran Geopolitik1 Geopolitik adalah studi tentang pengaruh geografi pada politik internasional dan hubungan internasional. Geopolitik adalah metode analisis kebijakan luar negeri yang berusaha untuk memahami, menjelaskan, dan memprediksi perilaku politik internasional terutama dalam hal geografis variabel. Variabel geografis yang khas adalah lokasi fisik, ukuran, iklim, topografi, demografi, sumber daya alam, dan kemajuan teknologi negara sedang dievaluasi. Secara tradisional, istilah ini diterapkan terutama terhadap dampak geografi pada politik, tetapi penggunaannya telah berevolusi selama abad terakhir untuk mencakup konotasi yang lebih luas. Geopolitik secara tradisional mempelajari hubungan antara kekuasaan politik dan ruang geografis, dan memeriksa resep strategis berdasarkan kepentingan relatif kekuatan darat dan kekuatan laut dalam sejarah dunia. Tradisi geopolitik punya beberapa kekhawatiran konsisten dengan korelasi geopolitik kekuasaan dalam politik dunia, identifikasi wilayah inti internasional, dan hubungan antara kemampuan angkatan laut dan darat. Secara akademis, studi geopolitik analisis geografi, sejarah, dan ilmu sosial dengan referensi politik spasial dan pola pada berbagai skala. Juga, studi geopolitik mencakup studi dari ansambel hubungan antara kepentingan para aktor politik internasional, kepentingan terfokus ke suatu daerah, ruang, elemen geografis atau cara, hubungan yang membuat sistem geopolitik. Geopolitik adalah multidisiplin dalam lingkup, dan mencakup semua aspek ilmu sosial-dengan penekanan khusus pada geografi politik, hubungan internasional, aspek teritorial ilmu politik dan hukum internasional. Aliansi2 1 Devetak et al (eds), An Introduction to International Relations, 2012, p. 492.
  • 4. Aliansi memainkan peran sentral dalam hubungan internasional karena dianggap menjadi bagian integral kenegaraan. Aliansi terbentuk antara dua atau lebih negara untuk melawan umum musuh. Mereka telah menjadi fokus penelitian yang penting dalam teori hubungan internasional. Hal ini dapat dimengerti karena salah satu perdebatan kebijakan luar negeri utama di setiap pusat negara pada masalah yang bersekutu dengan bangsa dan untuk berapa lama. Negara- negara kuat dan lemah sama merasakan perlu untuk membentuk aliansi. Negara lemah masuk ke dalam aliansi ketika mereka membutuhkan perlindungan terhadap kuat negara yaitu, mereka masuk ke dalam aliansi untuk membela diri. Negara berharap sekutu mereka untuk membantu militer dan diplomatik pada masa konflik. Itu komitmen dibuat oleh aliansi mungkin yaitu formal maupun informal, mungkin ada atau mungkin tidak perjanjian antara mereka. Dalam hal ini keseimbangan teori kekuatan aliansi yang merupakan alat utama yang digunakan dalam disiplin hubungan internasional untuk menjelaskan pembentukan dan jangka waktu aliansi antara negara. Kontras dengan Teori "keseimbangan kekuatan" (BoP) dan teori "keseimbangan ancaman "(BoT). Menurut teori realis, negara adalah pelaku politik pusat dan tindakan mereka diatur oleh persepsi kedaulatan, kepentingan nasional dan keamanan. Realisme terutama berkaitan dengan perlindungan negara dan kelangsungan hidup negara sebagai aktor diskrit. Sebelum membahas teori alternatif keamanan negara, istilah dan konsep terkait harus didefinisikan. Ancaman dalam halini bukanlah sebuah fenomena obyektif. Ini adalah konsep persepsi. Kemampuan dan niat negara memainkan peran penting dalam menentukan ancaman. Keamanan: Menurut realis, konsep keamanan adalah lingkaran setan. Dalam pemahaman yang paling mendasar, untuk menjadi aman adalah untuk bebas dari ancaman dan bahaya. Negara tidak sempurna aman atau benar-benar tidak aman melainkan mengalami kondisi baik dalam derajat. Aliansi: Aliansi digambarkan sebagai proses atau teknik kenegaraan atau jenis organisasi internasional (Fedder 1968: 68). Arnold Wolfer (1968: 268) mendefinisikan aliansi sebagai "janji bantuan militer timbal balik antara dua atau lebih negara berdaulat". Aliansi hanya subset formal fenomena yang lebih luas dan lebih mendasar, daripada "keselarasan" 2 Dr. Sangit Sarita Dwivedi, Alliances In International Relations Theory dalam International Journal of Social Science & Interdisciplinary Research Vol. 1 Issue 8, August 2012, ISSN 2277 3630, diakses dari http://indianresearchjournals.com/pdf/IJSSIR/2012/August/20.pdf pada tanggal 25 April 2013 pukul 16.21 WIB.
  • 5. (Snyder 1990: 105). Tujuan utama dari sebagian besar aliansi adalah untuk menggabungkan anggota "kemampuan dalam cara yang lebih jauh kepentingan masing-masing. Koalisi: Snyder dibedakan antara aliansi dan koalisi. Menurutnya (1990: 106), aliansi terbentuk dalam waktu damai dan koalisi sering ditemukan selama perang. Koalisi kekurangan banyak fungsi politik, seperti pencegahan serangan, halangan dan menahan diri dari theally. Fedder (1968: 80) mendefinisikan koalisi sebagai "satu set anggota bertindak dalam konser di x waktu mengenai satu sampai n masalah". Membangun aliansi bukan satu-satunya negara tacic memiliki, ada strategi lain juga. Menyeimbangkan dan bandwagoning dapat menyebabkan pembentukan aliansi. Ketika dihadapkan dengan ancaman eksternal, negara baik dapat menyeimbangkan atau ikut- ikutan. Balancing: Hal ini didefinisikan sebagai bersekutu dengan orang lain terhadap ancaman yang berlaku. Negara dapat menyeimbangkan dalam berbagai cara. Waltz (1979) dibedakan antara dua jenis balancing. Negara bisa mencoba untuk menyeimbangkan ancaman dengan sumber daya mereka sendiri. Ini disebut balancing internal. Atau, mereka dapat mencari negara lain yang berbagi rasa takut dan sekutu mereka dengan mereka. Hal ini dikenal sebagai balancing eksternal. Bandwagoning: Jika sistem gagal untuk memberikan keseimbangan terhadap agresor, negara-negara individu merespon secara berbeda terhadap ancaman. Bandwagoning adalah bergabung dengan pihak yang lebih kuat demi perlindungan dan hadiah, bahkan jika ini berarti ketidakamanan vis-à-vis kekuatan melindungi dan pengorbanan tertentu kemerdekaan (Schroeder 1994: 430). Menurut Schweller, bandwagoning mengacu bergabung dengan negara meningkat, baik dari rasa takut atau dari keserakahan (Vasquez dan Elman 2003: 79). Walt didefinisikan bandwagoning sebagai "keselarasan dengan sumber bahaya". Ia membedakan menjadi dua jenis: ofensif dan defensif. Bandwagoning ofensif adalah keselarasan dengan keadaan dominan untuk berbagi dalam rampasan kemenangan. Bandwagoning defensif adalah "bentuk peredaan"; negara sejajar dengan negara agresif untuk menghindari diserang (Walt 1987: 21). Balancing dan bandwagoning bukan satu- satunya cara, di mana negara "perilaku terungkap.
  • 6. BAB II PEMBAHASAN Bagian pembahasan dalam makalah ini pada dasarnya akan dibagi kedalam beberapa sub-bahasan terkait geopolitik China – Korea Utara dan Jepang – Korea Utara. Hal ini dimaksudkan untuk dapat melihat dinamika hubungan China maupun Jepang terhadap Korea Utara dalam periode masa perang dingin dan setelah perang dingin. Priode tersebut dipilih untuk dapat melihat konsistensi hubungan geopolitik China dan Jepang terhadap Korea Utara dan pengaruhnya terhadap peningkatan agresifitas Korea Utara di awal tahun 2013. 2.1 Dinamika geopolitik China – Korea Utara. 2.1.1 Hubungan China dan Korea Utara Pada Masa Perang Dingin China dan Korea Utara memiliki hubungan yang strategis karena secara geopolitik Korea Utara berbatasan dengan China, dan kedua negara ini memiliki persamaan dalam hal ideology yaitu sosialis komunis. Pada masa perang dingin, China menjalin hubungan kerjasama yang sangat erat dengan Korea Utara, bahkan dapat di kategorikan sebagai hubungan persahabatan dengan perlakuan istimewa. China secara konsisten memberikan bantuan–bantuan dan juga hubungan perdagangan lunak dalam bentuk barter, mengingat kondisi ekonomi Korea Utara yang lemah pada saat itu. Hal ini berawal ketika perang dunia kedua berakhir, di mana semenanjung Korea dibagi menjadi dua bagian akibat perbedaan ideologi antara Korea Utara dan Selatan. Kedua negara tersebut memiliki basis pendukung masing-masing yaitu, Korea Selatan yang didukung oleh Amerika Serikat dan Korea Utara yang didukung oleh Uni Soviet dan China. Perbedaan tersebut pada akhirnya mengakibatkan terjadinya perang antara dua kubu (Korea Utara dan Korea Selatan) dan juga menjadi awal terbentuknya relasi yang erat antara Korea Utara dan China. Perang Korea merupakan sebuah perang yang terjadi ketika masa perang dingin antara Korea Selatan dan Utara pada tahun 1950-1953. Pada saat itu Korea Utara menginvasi Korea Selatan dengan dibantu secara terang-terangan oleh China. Namun, penyebab China turut serta dalam perang ini akibat serangan balik yang dilakukan oleh pasukan Korea Selatan yang dibantu oleh pasukan Amerika. China yang bergabung dalam perang setelah pasukan Amerika menguasai daerah Incheon di Korea Selatan dan mulai
  • 7. memasuki daerah pusat Korea Utara yaitu Pyongyang.3 Perang ini terus berlangsung hingga pertengahan tahun 1953 dan kedua negara (Korea Utara dan Selatan) masih tetap berada dalam dukungan sekutu masing-masing. Dengan melihat dukungan yang diberikan oleh China kepada Korea Utara dalam perang tersebut, memperlihatkan hubungan yang sangat erat antara keduanya dan menjadi sekutu yang saling mendukung satu sama lain. Dapat dikatakan juga bahwa selama Perang Korea berlangsung, China adalah sosok pendukung serta pelindung bagi Korea Utara. China banyak memberikan bantuan kepada Korea Utara karena kondisi ekonomi yang tidak stabil pada saat itu. Meskipun Korea Utara memiliki hubungan yang terlihat harmonis diantara keduanya, namun sebenarnya kedua negara tetangga ini tidak memiliki hubungan baik. Bantuan yang diberikan oleh China ketika masa perang Korea berlangsung, bukanlah murni karna China ingin membantu Korea Utara, melainkan karena adanya kepentingan nasional China didalamnya. Kepentingan yang ingin diperjuangkan oleh China adalah untuk mempertahankan daerah perbatasan China dan Korea yaitu Baek-du san. China yang sangat membela Korea Utara pada saat itu, disebabkan oleh kekhawatiran China terhadap jatuhnya daerah perbatasan tersebut ke tangan pasukan Amerika Serikat. Apabila Korea Utara runtuh, maka perbatasan tersebut akan di dominasi dan dikuasai oleh pasukan militer Amerika yang pada saat itu sedang mencoba menyerang Korea Utara habis-habisan.4 2.1.2 Hubungan China dan Korea Utara Pasca Perang Dingin Pasca perang Korea, hubungan China dan Korea masih menjadi pendukung satu sama lain. Selain itu, kedua negara pun membentuk suatu sistem pertahanan yang saling menguntungkan dan menandatangani perjanjian yang dibentuk pasca perang Korea. Pada tanggal 11 July 1967, kedua negara (China dan Korea Utara) menyepakati sebuah perjanjian antar negara tersebut yaitu The Sino-North Korean Treaty of Friendship, Cooperation and Mutual Assistance. Perjanjian ini merupakan kesepakatan kedua negara untuk membentuk kerjasama perdamaian dalam bidang ekonomi, budaya, teknologi dan keuntungan yang akan didapat oleh kedua negara tersebut. Perjanjian tersebut membuat China berkewajiban dan juga berkomitmen untuk ikut campur serta membela korea Utara dalam kasus konflik militer. Namun, belakangan ini Korea Utara memutuskan untuk 3 Korean War Timeline, http://www.softschools.com/timelines/korean_war_timeline/36/, (26 April 2013, 23.14 WIB) 4 Timothy Beardson, China Support for North Korea is Rational, http://www.ft.com/cms/s/0/954c33f6-ac0e- 11e2-9e7f-00144feabdc0.html#axzz2Rp6o63H8, (29 April 2013, 20.04 WIB)
  • 8. mencoba senjata nuklirnya dan membuat China berada pada keadaan yang cukup dilematis. Tindakan yang diambil oleh Korea Utara dapat mengancam stabilitas keamanan terutama di wilayah Asia Timur, tetapi disisi lain, China tidak bisa bertindak terlalu keras terhadap Korea Utara karena kedua negara ini telah menandatangani perjanjian persahabatan sebelumnya. Semenjak Kim Jong Un memegang kuasa di Korea Utara, hubungan China dan Korea lebih terlihat pasif, akibat percobaan nuklir yang dilakukan oleh Korea Utara pada bulan Februari 2013 lalu.5 Menurut Daniel Sneider, seorang direktur Stanford's Asia- Pacific Research Center, prioritas utama China pada saat ini adalah menjaga stabilitas negara dan menghindari terjadinya perang.6 Sehingga, pemerintah China memberikan komando untuk bersikap tenang dalam menghadapi ancaman nuklir yang diluncurkan oleh Korea Utara. Hal tersebut disebabkan kewajiban China untuk menjaga stabilitas wilayah Asia Timur termasuk semenanjung Korea. Setelah ancaman nuklir tersebut diluncurkan oleh Korea Utara, China mendapat tekanan dari berbagai negara, namun China tetap pada pendiriannya untuk bersikap tenang. Sikap ini dikemukakan juga oleh juru bicara dari kementrian luar negeri China, Hong Lei, bahwa permasalahan ini harus diselesaikan dengan bermusyawarah dan seluruh partai politik diharapkan untuk bersikap tenang.7 Namun, sikap gegabah yang dilakukan oleh Kim Jong Un membuat China menganggap Korea Utara sebagai sebuah ancaman yang dapat membahayakan kedua negara tersebut. Keputusan yang diambil oleh Korea Utara terkait dengan percobaan nuklirnya, membuat China bingung untuk menghadapi negara yang dipimpin oleh Kim Jong Un ini. Beberapa negara sudah mendesak China untuk memperketat sanksi yang seharusnya diberikan kepada Korea Utara. Di samping itu, China juga harus berhati-hati terhadap tindakan yang dilakukannya, karena perlu diingat juga bahwa China sudah melakukan perjanjian persahabatan dengan Korea Utara. Hal inilah yang pada akhirnya membuat China bersikap lebih pasif dan kurang responsive untuk menghadapi ancaman nuklir Korea Utara. Selain karena faktor historis antara kedua negara, sikap pasif yang ditunjukkan China disebabkan oleh kekuatan militer yang lebih kuat dibanding Korea Utara. Kecilnya 5 Celia Hatton, Is China ready to abandon North Korea?, http://www.bbc.co.uk/news/world-asia-china- 22062589, (27 April 2013, 00.07 WIB) 6 http://www.cfr.org/china/china-north-korea-relationship/p11097, (27 April 2013, 12.27 WIB) 7 Shannon Van Sant, China Urged to Pressure North Korea to Stop Threats, http://www.voanews.com/content/china-urged-to-pressure-north-korea/1638503.html, (29 April 2013, 20.24 WIB)
  • 9. kemungkinannya untuk terjadi agresi militer dari Korea Utara terhadap China, karena Korea Utara memiliki ketergantungan akan bantuan yang selama ini di berikan oleh China. Hal ini membuat China terkesan pasif dalam menghadapi permasalahan ini, karena China tidak perlu merasa khawatir akan ancaman tersebut. Perlu juga di ingat bahwa selepas masa perang dingin China telah melakukan pengurangan jumlah bantuan terhadap Korea Utara yang meliputi bantuan minyak dan sumber–sumber daya energy lainnya, yang di mana dengan keterbatasan minyak maupun sumber daya energy lainnya ini membuat Korea Utara akan sulit untuk melakukan tindakan–tindakan maupun agresi militer yang membutuhkan sumber daya energy dalam jumlah yang tidak sedikit.8 Secara ekonomi Korea Utara memiliki ketergantungan yang kuat terhadap China, yang menyediakan sebagian besar makanan dan pasokan energi bagi masyarakat Korea Utara. Nicholas Eberstadt, seorang konsultan di Bank Dunia, mengatakan bahwa sejak awal 1990-an, Cina telah menjabat sebagai pemasok makanan kepada Korea Utara. Selain itu China juga telah memberikan sumbangannya sebesar hampir 90 persen dari impor energi. Bahkan terdapat perkiraan bahwa China menyediakan 80 persen dari barang- barang konsumen Korea Utara dan 45 persen dari pasokan makanan. Ketergantungan ekonomi Korea Utara dari China terus tumbuh, seperti yang ditunjukkan oleh ketidakseimbangan perdagangan yang signifikan antara kedua negara. Snyder mencatat bahwa pada tahun 2008, impor dari China ke Korea Utara sebesar $ 2.030.000.000, sementara ekspor ke China termasuk batu bara dan bijih besi sebesar $ 750.000.000. Beberapa ahli melihat $ 1.250.000.000 defisit perdagangan yang di miliki oleh Korea Utara sebagai subsidi Cina tidak langsung, mengingat bahwa Korea Utara tidak dapat membiayai defisit perdagangan melalui pinjaman9 . Dibalik semua bantuan China kepada Korea Utara, China sebagai pemasok bantuan memiliki kepentingan tertentu dalamnya. Kepentingan ekonomi yang di miliki oleh China terhadap Korea Utara, memberikan kesan bahwa China merupakan negara yang selalu merugi terhadap hubungan kerjasama antar kedua negara ini. Namun pada kenyataannya, China memiliki surplus dalam hubungan perdagangan dengan Korea Utara, dimana nilai ekspor China ke Korea Utara pada masa pasca perang dingin mencapai 600 juta US Dollar, sedangkan nilai ekspor Korea Utara ke China hanya 290 juta US Dollar. Nilai ekspor yang ditetapkan tersebut membuat China memiliki surplus perdagangan dengan 8 Weixing Hu, “China‟s Security Strategy in A Changing World”, Pasific Focus, VIII/1(Spring, 1993). Hlm.118 9 The China-North Korea Realitonship. http://www.cfr.org/China/China-north-korea-relationship/p11097#p3 , (29 April 2013)
  • 10. Korea Utara hingga mencapai angka 310 juta US Dollar10 . Adanya hal ini, jika dilihat dari sudut pandang manapun hal ini tentu saja mendatangkan keuntungan bagi China. Pada dasarnya, saat ini, China memiliki kepentingan yang sama dengan Korea Utara, yaitu bagaimana mempertahankan sistem politik yang mereka miliki disaat harus membuka diri pada dunia luar. China dan Korea Utara merupakan negara dengan sistem satu partai. Lenyapnya rezim Korea Utara yang merupakan aliansinya merupakan sesuatu yang dipandang oleh China sebagai sesuatu yang harus dibayar dengan harga sangat tinggi. China tidak ingin melihat pengaruhnya bereduksi atau bahkan tereleminasi. Selama ini Pyongyang telah menjadi pengikut setia Beijing. Selain itu, Korea Utara adalah Buffer Zone yang berperan menjaga keamanan China. Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa persepsi China terhdap Korea Utara berkaitan dengan kepentingan nasional dan persepsi ancaman lingkungan adalah bahwa Korea Utara bisa digunakan sebagai alat untuk meningkatkan peran pentingnya aktor kunci dalam kemanan Asia Timur. China memandang bahwa kemungkinan Korea Utara untuk kehilangan kerjasama dengannya akan sangat merugikan kepentingan kemanan China di Asia Timur.11 2.2 Dinamika geopolitik Jepang- Korea Utara 2.2.1 Hubungan Jepang dan Korea Utara pada Masa Perang Dingin12 Persaingan Korea Utara- Selatan pada dasarnya juga merupakan sumber utama tingginya ketegangan antara Korea Utara dan Jepang di masa ini. Hal ini menurut Denny Roy, dapat terlihat dalam dua kesempatan. Pertama, ketika Korea Utara melakukan tindakan yang konfrontatif menentang Selatan, maka public Jepang wajib mengutuk tindakan Pyongyang tersebut. Selanjutnya setelah investigasi menyimpulkan bahwa Korea Utara bersalah, maka Jepang pun memberlakukan sanksi terhadap Korea Utara selama lebih dari setahun. Pyongyang, yang membantah keterlibatan dalam pemboman itu, bereaksi dengan turun memberikan sanksi sendiri melawan Jepang yang berupa suspensi negosiasi perjanjian hak penangkapan ikan yang baru. Reaksi yang sama juga dilakukan ketika Tokyo mengecam pengeboman pesawat KAL airlines yang dipandang 10 Harold C. Hinton, “China as An Asian Power”Chinese Foreign Policy Theory and Practice, (New York: Oxford University Press Inc, 1994), hlm.348. 11 Bonnie S Glaser, “China‟s Security Perceptions: Interest and Ambitions”, Asian Survey, 33/3, 1993, hlm. 42. 12 Denny Roy, North Korea's Relations with Japan: The Legacy of War dalam Asian Survey, Vol. 28, No. 12 (Dec., 1988), pp. 1280-1293 diakses dari http://www.jstor.org/stable/2644746, pada tanggal 27/04/2013 pukul 15:25 WIB.
  • 11. dilakukan oleh agen-agen Korea Utara.13 Dugaan tersebut membuat pemerintah Jepang menghentikan semua penerbangan maskapai sipil dan melarang kunjungan pejabat antara kedua negara. Kedua, meskipun preferensinya untuk pendekatan yang seimbang dalam kaitannya dengan Korea, Jepang kadang-kadang dipaksa untuk memihak. Tentunya, kebijakan Jepang yang akan memutuskan mendukung Seoul, kemudian dapat memancing kemarahan Korea Utara. Sebuah contoh yang jelas terjadi dalam normalisasi hubungan Jepang dengan Korea Selatan. Dalam kasus 11 warga Korea Utara yang dikenal sebagai “boat people” yang berlayar ke pelabuhan Jepang pada Januari 1987. Pyongyang menuntut mereka dikembalikan ke Korea Utara, dan mengklaim kapal itu menuju pelabuhan Wonsan Korea Utara. Dalam hal ini, Seoul mengimbau prosedur internasional dan pertimbangan kemanusiaan sehingga mendesakan bahawa orang-orang seharusnya dibawa ke Korea Selatan. Pada situasi tersebut, dalam kondisinya Kementerian Luar Negeri Jepang menghadapi dilemma. Dilema ini terjadi karena Korea Utara masih memegang dua pelaut Jepang yang diculik pada November 1983 untuk kegiatan spionase yang dituduhkan. Pemerintah Jepang akhirnya memutuskan untuk mengirim mereka ke Taiwan, dari mana mereka langsung dibawa ke Korea Selatan. Hal ini tentunya kemudian memunculkan amarah dari Korea Utara dan mengeluarkan statement yang menegaskan bahawa semua masalah dengan Jepang di negaranya akan diselesaikan dengan hukum Korea Utara.14 Kejadian- kejadian tersebut memperlihatkan bahwa ketika Jepang dipaksa untuk membuat sebuah langkah yang berimplikasi pada zero-sum game bagi Seoul dan Pyongyang, maka akan ada konsekuansi yang didapatkan oleh Jepang. Pada dasarnya beberapa peristiwa yang dipaparkan sebelumnya menggambarkan bahwa Perang Korea tidak hanya mempengaruhi dinamika kawasan semenanjung, tetapi juga berpengaruh ke negara-negara tetangga seperti Jepang. Persaingan antara Korea Utara dan Korea Selatan telah menjadi pertimbangan utama, jika bukan pertimbangan dominan, dalam setiap aspek utama dan episode hubungan Korea Utara dengan Jepang. Mungkin identifikasi masalah-masalah seperti di atas secara terus-menerus dalam kegiatan kebijakan luar negeri Korea Utara dapat membantu 13 E. A. Wayne, "U.S. and Japan Denounce North Korea on Terror," Christian Science Monitor, January 27, 1988, p. 5. 14 Korea Central News Agency, FBIS, DRIAPA, February 8, 1987, pp. D1-2.
  • 12. menjelaskan perilaku internasional tak terduga dan sering membingungkan dari rezim di Korea hingga sekarang. 2.2.2 Hubungan Jepang dan Korea Utara Pasca Perang Dingin15 Pada dasarnya pertumbuhan postur pertahanan Jepang kuat dipengaruhi oleh dengan ancaman yang datang dari Korea Utara. Hal ini tentunya memperhitungkan berbagai aspek potensi ancaman yang mungkin dilancarkan ke Jepang berdasarkan perbandingannya dengan ukuran dan kualitas pasukan konvensional Korea Utara dan weapons of mass destruction (WMD). Tentunya berbagai kemampuan yang tersedia di Jepang atas bantuan AS mampu mencegah kemungkinan terjadinya searangan. Namun Jepang disisi lain dengan kemampuan militer yang dimilikinya pada dasarnya cukup percaya diri untuk dapat mencegah terjadinya perang dikawasan. Akan tetapi, sikap pemerintah Korea Utara yang tidak dapat diprediksi tentunya mendorong Jepang untuk terus menjaga aliansi dengan Amerika Serikat. Ketidakpastian sikap dari Korea Utara kemudian memicu berbagai perubahan postur pertahanan Jepang, yang semuanya menunjukkan bahwa kedua persepsi substansial dan ditekankan ancaman berkontribusi yang melepaskan diri dari batasan pasca-perang terhadap kebijakan keamanan. Sejak awal terjadinya krisis nuklir Korea Utara, Jepang telah melakuakan dua kali penataan ulang (tahun 1995 dan 2004) terhadap revisi Pedoman Pertahanan. Dalam hal kemampuan militer konvensional, sejak pertengahan 1990-an Jepang telah menstrukturisasi kekuatan JSDF (Japan Self-Defense Forces), yang dimaksudkan untuk mengalahkan invasi darat Soviet. Jepang telah mulai mendapatkan kemampuan lebih baik untuk menanggapi ancaman pasca-Perang Dingin dari Korea Utara dan China. The Ground Self-Defense Force (GSDF) di 2004 Pedoman Pertahanan untuk mengurangi jumlah tank tempur utama dan bukan untuk menekankan kekuatan tembel cepat-reaksi melalui pembentukan Kelompok Kesiapan Tengah, mampu merespon Korea Utara- Jenis serangan gerilya dan melatih untuk pengiriman internasional. The Maritime Self-Defense Force (MSDF) adalah untuk mengurangi jumlah kapal dan berkonsentrasi pada investasi kualitatif dalam enam kapal perusak yang dilengkapi dengan sistem Ballistic Missile Defense (BMD) yang cocok untuk mencegat rudal balistik Korea Utara 15 Christopher W. Hughes, "Super-Sizing" the DPRK Threat: Japan's Evolving Military Posture and North Korea dalam Asian Survey, Vol. 49, No. 2 (March/April 2009), pp. 291-311 diakses dari http://www.jstor.org/stable/10.1525/as.2009.49.2.291, pada tanggal 27/04/2013 pukul 03:21 WIB.
  • 13. dan Cina. Hal ini diketahui telah mempertimbangkan pengadaan rudal jelajah Tomahawk untuk menyediakan Jepang dengan sarana untuk menyerang kembali di Korea Utara rudal balistik launches.16 Air Self-Defense Force (ASDF), sebagian sebagai reaksi terhadap ancaman Korea Utara, telah diakuisisi kemampuannya dan sejak tahun 2008 telah mulai mendapatkan amunisi presisi-dipandu yang bisa menyerang terhadap basis rudal Korea Utara. Para ASDF menyelesaikan penyebaran Patriot Advanced Capability-3 (PAC) sistem BMD antara tahun 2006 dan 2008 sekitar Tokyo, dan dipraktekkan penyebaran mereka di pusat kota Tokyo pada bulan September 2007 dan Januari 2008. Demikian pula, JCG ini, angkatan laut dekat kedua dalam hal tonase dan kemampuan kapal patroli, telah memasang 30 senapan mesin jarak jauh pada kapal untuk melawan Korea Utara.17 Jepang telah meningkatkan kemampuan intelijen secara keseluruhan untuk menanggapi Korea Utara tes rudal , meluncurkan empat satelit pengumpulan-intelijen antara Maret 2003 dan Februari 2007. Meskipun Jepang mengklasifikasikan satelit tersebut sebagai "satelit intelijen multi-tujuan," dorongan yang menentukan untuk program satelit mata-mata sendiri berasal dari uji coba Taepodong-1; penggunaan militer satelit perdana sejauh itu telah untuk memantau persiapan untuk Korea Utara rudal launches.18 Respon pemerintah jepang terhadap peningkatan agresifitas Korea Utara dilakukan oleh pemerintah dengan beberapa cara.19 Jepang telah dikerahkan rudal Patriot dalam modal karena menyiapkan untuk membela 30 juta orang yang tinggal di Tokyo lebih besar dari serangan Korea Utara. Dua Patriot Advanced Capability-3 peluncur rudal permukaan-ke-udara telah ditempatkan di kementerian pertahanan di Tokyo sebelum fajar pada hari Selasa, seorang juru bicara kementerian mengatakan, sementara Menteri Pertahanan Itsunori Onodera mengatakan "kita melanjutkan dengan langkah-langkah termasuk penyebaran PAC-3 seperti kita waspada ". Laporan lokal mengatakan PAC-3 akan digelar di dua lokasi di daerah Tokyo lebih besar. Tanggapan Tokyo sejauh ini untuk ancaman yang berasal dari Pyongyang telah 16 Ishiba Shigeru, “Kōshi Ishiba Mae Bōeichōkan” [Former JDA director general Ishiba as instructor], in Nihon no Bōei Nanatsu no Ronten [Seven debates on Japan‟s defense], ed. Kuroi Buntarō (Tokyo: Takarajimasha, 2005), pp. 51–52. 17 Richard J. Samuels, “ „New Fighting Power‟: Japan‟s Growing Maritime Capabilities and East Asian Security,” International Security 32:3 (Winter 2007/2008), pp. 84 –112. 18 Andrew L. Oros, “Explaining Japan‟s Tortured Course to Surveillance Satellites,” Re- view of Policy Research 24:1 (January 2007), pp. 32, 35–36. 19 Japan readies missiles amid North Korea threats, diakses dari http://www.nzherald.co.nz/world/news/article.cfm?c_id=2&objectid=10876446, pada tanggal 26n April 2013 pukul 17.22 WIB.
  • 14. kunci rendah dan bergerak Selasa adalah yang paling terlihat namun bahwa itu bingung. "Pemerintah melakukan upaya maksimal untuk melindungi kehidupan rakyat kita dan memastikan keselamatan mereka," kata Perdana Menteri Shinzo Abe wartawan, Selasa. "Sebagai Korea Utara terus membuat komentar provokatif, Jepang, bekerja sama dengan negara-negara terkait, akan melakukan apa yang harus kita lakukan. "Untuk saat ini, hal yang paling penting adalah untuk menerapkan sanksi di bawah resolusi Dewan Keamanan PBB." PAC-3 baterai juga akan dipasang di gugusan pulau semi-tropis Okinawa, Onodera mengatakan program siaran televisi pada hari Senin. Dia mengatakan Okinawa adalah "tempat yang paling efektif dalam menanggapi situasi darurat ... jadi kami harus mengerahkan unit di Okinawa secara permanen". Angkatan bersenjata Jepang berwenang untuk menembak jatuh rudal Korea Utara menuju ke wilayahnya, kata seorang juru bicara kementerian pertahanan. Laporan-laporan intelijen menunjukkan Pyongyang telah disiapkan dua rudal mid-range pada peluncur bergerak di pantai timur dan merencanakan ujicoba sebelum 15 April ulang tahun pemimpin pendiri Kim Il-akhir Sung. Pada dasarnya hal ini menandakan respon cepat dari Jepang terhadap tindakan konfrontatif yang dilakukan oleh Korea Utara. Jepang dalam hal ini menunjukan berusaha memaksimalkan kekuatan militernya bahkan di tengah kota Tokyo. Pemerintah Jepang secara terang-terangan melakukan perlawanan dan bermawas diri dengan mempersiapkan kekuatan militernya. Dalam hal ini Jepang memanfaatkan hubungan dengan Amerika Serikat meskipun harus merelakan penggunaan wilayahnya sebagai pangkalan militer Amerika Serikat namun pada dasarnya Jepang pun mendapatkan keuntungan dari hal tersebut. Telah disebutkan semula bahwa berbagai badan keamanan yang didirikan Jepang tidak terlepas dari capur tangan AS didalamnya. Terlihat dalam hal ini, pada dasarnya hubungan antara Jepang dan AS merupakan pola hubungan aliansi yang sesungguhnya dilakukan juga untuk memenuhi kepentingannya masing-masing. Dengan melakukan aliansi pada dasarnya Jepang melakukan Balanceof Threat terhadap Korea Utara dan Balance of Power terhadap China. Bagi AS hubungan dengan Jepang memberikannya tempat yang strategis untuk menjaga Korea Utara yang tidak dapat diprediksi sikap politiknya. AS berusaha terus mengamankan status quo dengan mendukung Jepang agar rezim nuklir (NPT) yang dibuat olehnya tetap terjaga.
  • 15. BAB III KESIMPULAN Paparan di atas telah memperlihatkan bagaimana dinamika geopolitik China dan Jepang dalam pengaruhnya terhadap keberadaan Korea Utara yang hingga saaat ini masih sangat menutup diri dari dunia internasional. Peningkatan threat nuklir yang dilakukan oleh Korea Utara berpengaruh terhadap kebijakan keamanan China maupun Jepang. Bagi China, agresifitas Korea Utara ini pada awalnya hanya ditanggapi secara pasif. Hal ini dipengaruhi oleh kedekatan hubungan antara China dan Korea Utara secara ideology dan historis. Namun, agresifitas yang tidak kunjung menurun ini memaksa China yang mendapat tekanan dari dunia internasionalpun megeluarkan kecaman akan ketidak setujuannya terhadap perilaku yang dilakukan oleh aliansinya ini. Sikap China yang cenderung tidak konsisten sekiranya memperhitungkan kepentingannya terhadap Korea Utara dan kepentingannya terhadap internasional dimana dengan bertumbuhan dan pembangunan ekonomi China sendiri, ia memerlukan kondisi internasional yang lebih kondusif. Oleh sebab itu, dalam kasus ini sesungguhnya China mengalami dilemma dalam melaksanakan kebijakan luar negerinya karena baik Korea Utara dan dunia Internasional memberikan manfaat dan keuntungan tersendiri bagi kepentigannya. Di satu sisi Korea Utara merupakan aliansi China yang menjadi bukti ketahanan pemerintah sosialis di dunia, sedang di sisi lian lieralisasi ekonomi di China memerlukan dukungan dunia internasional terutama karena proteksi yang masih dilakukannya hingga saat ini yang sewaktu-waktu dapat saja dipermasalahkan oleh pihak internasional karena sikapnya yang kuarang bersahabat. Hal ini berbeda dengan Jepang. Dalam sejarahnya, Jepang yang telah mengalami dampak dari senjata nuklir yang banyak berdampak pada stabilitas negaranyapun bereaksi keras terhadap sikap agresif Korea Utara. Oleh sebab itu, penguatan aliansi dengan Amerika Serikat digunakan untuk semakin memperkuat basis militernya sehingga Korea Utara pun lebih dan turut memperhitungkan kerusakan yang akan terjadi bila terjadi perang nuklilr karena jelas kekuatan Korea Utara tidak sebanding dengan kapailitas militer Jepang dan Amerika Serikat. Bagi Jepang, responnya yang keras terhadap Korea Utara sudah menjadi tindakan yang wajar karena merupakan bentuk survivability negara terhadap ancaman yang datang dari luar.
  • 16. DAFTAR PUSTAKA 1 Devetak et al (eds), An Introduction to International Relations, 2012, p. 492. 1 Dr. Sangit Sarita Dwivedi, Alliances In International Relations Theory dalam International Journal of Social Science & Interdisciplinary Research Vol. 1 Issue 8, August 2012, ISSN 2277 3630, diakses dari http://indianresearchjournals.com/pdf/IJSSIR/2012/August/20.pdf pada tanggal 25 April 2013 pukul 16.21 WIB. 1 Korean War Timeline, http://www.softschools.com/timelines/korean_war_timeline/36/, (26 April 2013, 23.14 WIB) 1 Timothy Beardson, China Support for North Korea is Rational, http://www.ft.com/cms/s/0/954c33f6-ac0e- 11e2-9e7f-00144feabdc0.html#axzz2Rp6o63H8, (29 April 2013, 20.04 WIB) 1 Celia Hatton, Is China ready to abandon North Korea?, http://www.bbc.co.uk/news/world-asia-china- 22062589, (27 April 2013, 00.07 WIB) 1 http://www.cfr.org/china/china-north-korea-relationship/p11097, (27 April 2013, 12.27 WIB) 1 Shannon Van Sant, China Urged to Pressure North Korea to Stop Threats, http://www.voanews.com/content/china-urged-to-pressure-north-korea/1638503.html, (29 April 2013, 20.24 WIB) 1 Weixing Hu, “China‟s Security Strategy in A Changing World”, Pasific Focus, VIII/1(Spring, 1993). Hlm.118 1 The China-North Korea Realitonship. http://www.cfr.org/China/China-north-korea-relationship/p11097#p3 , (29 April 2013) 1 Harold C. Hinton, “China as An Asian Power”Chinese Foreign Policy Theory and Practice, (New York: Oxford University Press Inc, 1994), hlm.348. 1 Bonnie S Glaser, “China‟s Security Perceptions: Interest and Ambitions”, Asian Survey, 33/3, 1993, hlm. 42. 1 Denny Roy, North Korea's Relations with Japan: The Legacy of War dalam Asian Survey, Vol. 28, No. 12 (Dec., 1988), pp. 1280-1293 diakses dari http://www.jstor.org/stable/2644746, pada tanggal 27/04/2013 pukul 15:25 WIB. 1 E. A. Wayne, "U.S. and Japan Denounce North Korea on Terror," Christian Science Monitor, January 27, 1988, p. 5. 1 Korea Central News Agency, FBIS, DRIAPA, February 8, 1987, pp. D1-2. 1 Christopher W. Hughes, "Super-Sizing" the DPRK Threat: Japan's Evolving Military Posture and North Korea dalam Asian Survey, Vol. 49, No. 2 (March/April 2009), pp. 291-311 diakses dari http://www.jstor.org/stable/10.1525/as.2009.49.2.291, pada tanggal 27/04/2013 pukul 03:21 WIB. 1 Ishiba Shigeru, “Kōshi Ishiba Mae Bōeichōkan” [Former JDA director general Ishiba as instructor], in Nihon no Bōei Nanatsu no Ronten [Seven debates on Japan‟s defense], ed. Kuroi Buntarō (Tokyo: Takarajimasha, 2005), pp. 51–52. 1 Richard J. Samuels, “ „New Fighting Power‟: Japan‟s Growing Maritime Capabilities and East Asian Security,” International Security 32:3 (Winter 2007/2008), pp. 84 –112. 1 Andrew L. Oros, “Explaining Japan‟s Tortured Course to Surveillance Satellites,” Re- view of Policy Research 24:1 (January 2007), pp. 32, 35–36. 1 Japan readies missiles amid North Korea threats, diakses dari http://www.nzherald.co.nz/world/news/article.cfm?c_id=2&objectid=10876446, pada tanggal 26n April 2013 pukul 17.22 WIB.