Teks tersebut membahas tentang artikel yang mengisahkan detik-detik terakhir wafatnya Nabi Muhammad SAW yang diduga tidak memiliki dasar riwayat yang kuat. Penulis melakukan penelusuran terhadap kisah tersebut di beberapa sumber sejarah ternama dan tidak menemukan kesamaan, sehingga artikel tersebut dianggap tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Penulis juga mengingatkan bahwa dalam
1. Bismillah,
Saya dapatkan dari inbox, semoga bermanfaat.
Dec 15, „05 2:15 PM
for everyone
Assalamu‟alaikum wr wb
Beberapa bulan yang lalu ketika saya sedang surfing di belantara internet, saya pernah
menemukan satu artikel menarik disuatu website. Artikel itu ada yang berjudul “Detik Terakhir”
atau ada judul versi lain yaitu “Detik-Detik Menjelang Wafatnya Rasulullah”, atau juga “Air
Mata Rasulullah saw”. Mungkin beberapa dari kita ada yang familiar dengan kisah di dalam
artikel tersebut. Silahkan search di Google dengan tiga keyword diatas, maka akan anda temukan
kisah itu banyak di posting di berbagai macam website. Bahkan kisah itu sering bertebaran di
bulletin board friendster, juga pernah saya lihat di multiply ini. Ya, kisah yang menggambarkan
suasana wafatnya manusia mulia di hadapan Fatimah dan Ali itu berhasil membuat orang yang
membacanya terharu biru dan rindu dengan sosok Rasulullah saw.
***Saya berhasil mendapatkan artikel yang dimaksud. Berikut adalah isi artikel tersebut***
AIR MATA RASULLULAH SAW
Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. “Bolehkah saya
masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, “Maafkanlah, ayahku sedang
demam,” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.
Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada
Fatimah, “Siapakah itu wahai anakku?” “Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini
aku melihatnya,” tutur Fatimah lembut.
Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah
bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang. “Ketahuilah, dialah yang
menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah
malaikatul maut,” kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut
datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya.
Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh
kekasih Allah dan penghulu dunia ini. “Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?”
Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. “Pintu-pintu langit telah terbuka, para
malaikat telah menanti ruhmu.
Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu,” kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak
membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.
2. “Engkau tidak senang mendengar khabar ini?” Tanya Jibril lagi. “Khabarkan kepadaku
bagaimana nasib umatku kelak?” “Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar
Allah berfirman kepadaku: „Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah
berada di dalamnya,” kata Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik.
Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. “Jibril, betapa
sakit sakaratul maut ini.”
Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin
dalam dan Jibril memalingkan muka. “Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu
Jibril?” Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. “Siapakah yang sanggup, melihat
kekasih Allah direnggut ajal,” kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh,
karena sakit yang tidak tertahankan lagi. “Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua
siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku. “Badan Rasulullah mulai ding! in, kaki dan
dadanya sudah tidak bergerak lagi.
Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya.
“Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku - peliharalah shalat dan peliharalah orang-
orang lemah di antaramu.” Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling
berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya
ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. “Ummatii, ummatii, ummatiii?” - “Umatku, umatku,
umatku”
Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu. Kini, mampukah kita mencintai
sepertinya? Allahumma sholli „ala Muhammad wa baarik wa salim „alaihi Betapa cintanya
Rasulullah kepada kita.
Tapi ada yang janggal di kisah itu. Didalam artikel itu tidak dijelaskan siapa yang menceritakan
kisah itu. Juga tidak jelas diambil dari riwayat-riwayat manakah kisah itu, padahal kisah itu
menceritakan momentum wafatnya Nabi kita yang mulia yang sudah seharusnya kisah itu bisa
dipertanggung jawabkan kebenarannya. Kalau dalam ilmu hadits, perkara seperti ini dinamakan
laa asla lahu (tidak ada sandarannya) karena tidak adanya kejelasan siapa perawi yang
meriwayatkan kisah itu dan dari kitab apa kisah itu diambil.
Jadi apakah suasana Rasulullah saw ketika beliau wafat sama seperti artikel tersebut. Saya coba
untuk mencarinya didalam buku Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi
Wasallam yang ditulis oleh KH Moenawar Chalil terbitan PT. Bulan Bintang Cetakan ke-7,
tahun 1994. Buku ini berjumlah delapan jilid dan kisah tentang wafatnya Nabi Muhammad saw
ada didalam buku ini di jilid ke tujuh halaman 193. Saya tidak menemukan kisah seperti artikel
diatas dalam buku ini. Gema Insani Press juga telah menerbitkan kembali buku ini tahun 2001
dengan jumlah enam jilid.
Lalu siapakah yang ada disisi Rasulullah saw ketika beliau wafat, Fatimah dan Ali, ataukah
Aisyah ?. Didalam buku rujukan saya tadi jillid ke tujuh hal. 193 dikisahkan ketika Nabi saw
kesehatannya mulai terlihat membaik, para sahabat seperti Abu Bakar, Umar dan Ali meminta
3. izin kepada Nabi saw untuk bisa pergi mengerjakan urusannya masing-masing karena hampir
setengah bulan mereka selalu sibuk merawat Nabi saw sehingga banyak keperluan mereka
sehari-hari yang terbengkalai. Maka Abu Bakar pergi ke rumah istrinya, Kharijah di Sunuh
(nama suatu kampung di pinggir kota Madinah) dan dua sahabat lain, Umar dan Ali pun pergi
meninggalkan rumah Rasulullah. Yang tinggal hanyalah Aisyah lalu kemudian datang
Abdurahman bin Abi Bakar saudara laki-laki Aisyah. Dan ketika itulah Rasulullah saw wafat.
Rasulullah saw wafat diwaktu matahari sedang terang-terangnya, pada hari Senin tanggal 13
Rabi‟ul awwal tahun ke XI Hijriah, atau pada tanggal 8 Juni 632 Masehi [hal.196]. Para ulama
ahli tarikh ada yang berselisih pendapat tentang tanggal wafatnya Nabi saw. Tapi bukan itu yang
akan dibahas disini.
Mungkin hadits berikut akan lebih menjawab dipangkuan siapakah Nabi saw wafat. Dari hadits
Abdullah bin Aun dari Ibrahim at-Taimi dari al-Aswad, dia berkata, Ditanyakan kepada Aisyah,
mengenai perkataan orang-orang yang menerangkan bahwa Rasulullah saw telah memberikan
wasiat kepada Ali maka ia berkata, “Apa yang diwasiatkan Rasulullah kepada Ali ?” Aisyah
menjawab, “Beliau (Rasulullah) menyuruh agar bejana tempat buang air kecil dibawakan,
kemudian ia bersandar dan akulah yang menjadi tempat sandarannya, tak lama kepala beliau
terkulai jatuh dan ternyata beliau telah wafat tanpa aku ketahui. Jadi bagaimana mungkin orang-
orang itu mengatakan bahwa Rasulullah saw memberikan wasiat kepada Ali ?” [Shahih al-
Bukhari, kitab al-Wasaya 5/356 dari Fathul Baari, dan Muslim, kitab al-Wasiyah hadits
no.1637]. Hadits tersebut ada didalam kitab Al-Bidayah wan Nihayah yang ditulis oleh Ibnu
Katsir, terbitan Darul Haq, Jakarta, Cetakan pertama tahun 2004 halaman 58.
Entah apa motivasi si pembuat artikel tanpa riwayat tersebut, yang jelas ada penyimpangan
sejarah yang terjadi dan kalau dirunut dengan serius dan teliti tentang siapa yang berada di balik
pembuatan kisah berbau propaganda tersebut, maka akan dengan mudah terjawab dan dengan
mudah pula akan terlihat ada motivasi apa dibalik pembuatan kisah itu. Kelihatannya perkara ini
hanyalah hal yang kecil bagi beberapa orang. Tapi dalam konteks ini kita sedang membicarakan
sosok manusia mulia yang menjadi teladan bagi seluruh umat Islam di dunia, yang tentu dalam
menceritakan setiap gerak-geriknya haruslah mempunyai dasar atau dalil yang shahih dan bisa
dipertanggung jawabkan.
Dan yang lebih menyedihkan dibandingkan isi dari artikel itu sendiri adalah biasanya diakhir
artikel yang laa asla lahu itu selalu dinstruksikan untuk disebar ke teman-teman yang lain.
Harapan dengan disebarnya artikel itu mungkin ingin membuat temannya untuk ikut terharu dan
lebih mencintai Rasulullah saw dan itu adalah niat yang sungguh baik. Sayangnya cara yang
ditempuh kurang tepat. Padahal Al Quran telah jelas melarang hal tersebut, “Dan janganlah
kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. sesungguhnya
pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya.” [QS.
17:36].
Dan hendaknya kita juga selalu ingat hadits yang satu ini agar lebih berhati-hati dalam
meriwayatkan kisah atau hadits yang berhubungan dengan Rasulullah saw. Hadits yang
diriwayatkan dari Salamah bin Akwa, ia berkata. Aku telah mendengar Nabi SAW bersabda :
“Barangsiapa yang mengatakan atas (nama)ku apa-apa (perkataan) yang tidak pernah aku
4. ucapkan, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya di neraka”. [HR Bukhari (1/35) dll,
HR. Imam Ahmad (4/47)].
Wassalamu‟alaikum wr wb